Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849

e-ISSN: 2548-1398

Vol. 6, No. 11, November 2021

�

ANALISIS STRATEGI RUMAH SAKIT DALAM MENGHADAPI ERA BPJS KESEHATAN

 

Andika Wahyu Wijayanto, Mahfudz

Universitas Diponegoro (UNDIP) Semarang, Indonesia

Email:� [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efek dari total kepemilikan saham institusional, jumlah rapat bersama dewan dengan pemberlakuan "BPJS Kesehatan" pada tahun 2014 dengan Sistem Pembayaran Prospektif, tidak lagi dengan Sistem Biaya Untuk Layanan, telah menuntut rumah sakit untuk dapat melayani perawatan pasien secara efisien sehubungan dengan kualitas pengobatan dan keselamatan pasien. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada perbedaan antara tarif klaim BPJS Kesehatan (calon pembayaran) dengan tarif rumah sakit (restropective payment/fee for service), dan mengetahui bagaimana strategi rumah sakit Panti Rahayu dalam menghadapi perubahan sistem pembayaran, sehingga tidak terjadi perbedaan negatif. Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien BPJS Kesehatan yang dirawat di rumah sakit Panti Rahayu, sedangkan sampel yang diambil dirawat di rumah sakit pasien BPJS Kesehatan yang dirawat sesuai kelas pada tahun 2019. Hasilnya menunjukkan bahwa ada perbedaan antara tingkat klaim BPJS Kesehatan dengan tarif rumah sakit Panti Rahayu. Sehingga diperlukan strategi dalam menangani masalah tersebut, dengan menjaga loyalitas pasien, menjaga hubungan baik dengan BPJS Kesehatan, menjaga keunggulan rumah sakit, pembentukan tim casemanager, casemix dan anti fraud, sehingga perbedaan negatif dalam pengobatan pasien BPJS Kesehatan dapat dihindari.

 

Kata Kunci:�� efisiensi, efektivitas, kualitas layanan, keunggulan kompetitif, strategi, kinerja rumah sakit.

 

Abstract

This study aims to analyze the effect of total institutional shareholdings, number of joint meetings of board of With the enactment of the �BPJS Kesehatan� in 2014 with Prospective Payment System, no longer with the Fee for Service System, has demanded hospitals to be able to serve patient treatment efficiently by regard to the quality of treatment and patient safety. The purpose of this study was to find out whether there was a difference between the BPJS Kesehatan claim rates (prospective payment) with the rates of hospital (restropective payment / fee for service), and found out how Panti Rahayu hospital strategy was in the face of changes in payment systems, so that negative differences did not occur. The population in this study were all BPJS Kesehatan patients who treated in Panti Rahayu hospital, while the sample taken were hospitalized BPJS Kesehatan patients who were treated according to the class in 2019. The result showed that there was a difference between the BPJS Kesehatan claim rates with the rates of Panti Rahayu hospital. So that strategies are needed in dealing with the problem, by maintaining patient loyalty, maintaining good relations with BPJS Kesehatan, maintaining the hospital advantage, the establishment of the casemanager, casemix and anti fraud teams, so that negative difference in the treatment of BPJS Kesehatan patients can be avoided.

 

Keywords:� efficiency, effectiveness, service quality, competitive advantage, strategy, hospital performance.

 

Received: 2021-10-20; Accepted: 2021-11-05; Published: 2021-11-20

 

Pendahuluan

Pemerintahan dianggap berhasil dan sukses dalam mengelola negara salah satu diantaranya dilihat dari kemajuan pembangunan yang terjadi di negara tersebut, dimana salah satu aspek terlihatnya pembangunan adalah tingkat kesejahteraan warna negaranya yang tinggi. Seseorang dapat dikatakan kesejahteraan terjamin, salah satunya terlihat dari terjaminnya kebutuhan dasar pelayanan kesehatan yang dapat terpenuhi secara baik, seperti yang tertulis dalam UUD 1945 di pasal 34 ayat 3, dimana penjelasan dari pasal tersebut adalah negara harus dapat memberikan pelayanan pengobatan yang layak bagi masyarakat Indonesia (Putri, 2019). Maka untuk dapat memenuhi kewajiban pemerintah sesuai dengan amanat undang-undang, maka pada pemerintah mengusulkan sebuah konsep sistem asuransi sosial bagi seluruh warga negara Indonesia di tahun 2000. Setelah melalui pembahasan yang panjang di DPR, pada tahun 2004 terbitlah UU No.40 pada tahun 2004 yang mengatur mengenai sistem jaminan sosial yang akan diterapkan oleh Indonesia, dan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah salah satu bentuk dari asuransi sosial tersebut dalam bidang kesehatan (Jabbar, 2020). Program ini adalah salah satu progam unggulan dari pemerintah yang diharapkan bisa mengatasi berbagai persoalan kesehatan yang ada di Indonesia, sehingga dengan adanya program ini akan memudahkan masyarakat untuk bisa memperoleh pelayanan pengobatan di rumah sakit, dan tidak terkendala akan biaya yang harus dibayar.

Agar perintah di dalam UU No.40 tahun 2004 dapat diwujudkan dan berjalan dengan baik, maka negara perlu membentuk sebuah badan usaha yang berfungsi sebagai badan penyelenggara JKN ini, sehingga terbentuklah Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) berdasarkan� UU. No.24 pada tahun 2011 (Sipahutar, 2020). Di dalam UU ini BPJS terbagi dalam 2 kelompok, BPJS Kesehatan berfokus mengurusi pemberian pengobatan masyarakat, dan BPJS Ketenagakerjaan mengurusi terkait ketenagakerjaan di Indonesia, kemudian di dalam UU ini juga menyatakan bahwa setiap masyarakat Indonesia harus mengikuti program ini atau dengan kata lain wajib menjadi peserta BPJS Kesehatan yang dimulai 1 Januari 2014.

Dengan diberlakukannya BPJS Kesehatan, telah mengubah industri rumah sakit yang ada di Indonesia, terutama dalam aspek operasional. Yang sangat memengaruhi adalah perubahan sistem pembayaran ke rumah sakit. Jika dulu pasien harus membayar ke rumah sakit dengan biaya sebesar jumlah tarif yang berlaku di rumah sakit, tetapi BPJS Kesehatan dalam membayar biaya perawatan dan pengobatan pasien ke rumah sakit tidak berdasarkan tarif tindakan perawatan dan pengobatan apa saja yang diberikan kepada pasien (fee for service), tetapi berdasarkan diagnosa pasien dengan dasar tarif INA CBGs (Indonesian Case Base Groups), tanpa memperhatikan berapa lama pasien dirawat, dan perawatan pengobatan apa saja yang diberikan ke pasien. Jadi jika pasien di diagnosa penyakit �A�, maka rumah sakit akan menerima pembayaran dari BPJS Kesehatan sebesar tarif diagnosa penyakit �A� tersebut berdasarkan tarif coding yang ada di INA CBGs, tanpa memperhatikan tarif rumah sakit (Yuniarti, Amalia, & Handayani, 2015).

Dengan gambaran di atas, maka terlihat bahwa jika rumah sakit tidak mampu efisien dalam pelayanan kepada pasien, maka dengan bertambahnya jumlah kunjungan, maka semakin tinggi pula defisit (kerugian) yang diderita rumah sakit, dan juga sebaliknya, jika rumah sakit mampu melakukan efisiensi, maka semakin banyak jumlah kunjungan pasien akan semakin tinggi profit (keuntungan) yang didapat rumah sakit. Tetapi dalam melakukan efisiensi, tidak boleh melupakan aspek keselamatan pasien dan mutu pelayanan kesehatan harus tetap terjaga dengan baik. Hal inilah yang cukup sulit bagi rumah sakit, di satu sisi rumah sakit harus melakukan efisiensi agar tidak mengalami defisit, tetapi di sisi lain juga harus menjaga mutu pelayanan dan aspek keselamatan pasien yang terjaga. Maka rumah sakit Panti Rahayu harus menyiapkan strategi yang tepat agar tidak mengalami defisit di tahun-tahun berikutnya, karena sesuai dengan amanat Undang � Undang, yaitu pada tahun 2019 kepesertaan BPJS Kesehatan menjadi wajib bagi seluruh orang yang hidup di Indonesia tanpa terkecuali, hal ini tentu akan mendorong kenaikan jumlah kunjungan pasien ke rumah sakit, karena stigma biaya berobat ke rumah sakit �mahal� telah hilang dengan adanya BPJS Kesehatan ini, karena saat menjadi peserta BPJS Kesehatan, masyarakat tidak perlu mengeluarkan uang sepeserpun saat berobat ke rumah sakit.

1.    Manajemen Rumah Sakit

Rumah sakit adalah sebuah badan pelayanan kesehatan yang menyediakan pengobatan bagi seseorang yang sakit secara tubuh maupun jiwa dalam bentuk� rawat inap, rawat jalan, maupun orang yang dalam kondisi gawat darurat. Kemudian rumah sakit memiliki tujuan dan fungsi untuk dapat memperikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang membutuhkan pengobatan atas penyakit yang diderita dengan prinsip keselamatan pasien. Untuk dapat menjalankan kegiatan operasionalnya, sebuah rumah sakit harus memenuhi beberapa persyaratan standart dalam hal lokasi tempat rumah sakit itu beroperasi, gedung bangunan, sarana, prasarana, SDM (dokter, perawat, dan tenaga medis lainnya), farmasi, dan alat kesehatan yang dimiliki.

Dalam hal pengelolaan atau manajemen nya, rumah sakit memiliki perbedaan dengan industri lainnya, yaitu rumah sakit memiliki ciri khas yang tidak dimiliki oleh manajemen dalam industri lain (Aditama, 2014), yaitu:

a.    Tujuan rumah sakit adalah melayani kebutuhan pengobatan manusia, tidak hanya berfokus pada menciptakan proses yang seefisien mungkin agar mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya. Unsur kemanusian harus mendapatkan perhatian khusus dalam pengelolaan rumah sakit.

b.    Dalam industri rumah sakit, yang disebut sebagai pelanggan, tidak hanya masyarakat atau pasien yang menerima pelayanan kesehatan di rumah sakit, tetapi juga pihak asuransi adalah pelanggan yang harus menjadi perhatian rumah sakit, karena seringkali pihak asuransi memiliki regulasi untuk menentukan ke rumah sakit mana pasien tersebut harus menjalani pengobatan.

c.    Peran kombinasi profesional terhadap kualitas jasa pengobatan yang dihasilkan, seperti dokter, perawat, ahli farmasi, fisioterapi, radiographer, dan tenaga medis lainnya, tidak ditemui di industri lainnya.

2.    Jaminan Kesehatan Nasional

Jaminan kesehatan nasional tidak hanya ada di Indonesia, tetapi di negara lainnya di dunia ini juga memiliki jaminan kesehatan bagi warga negaranya dengan sistem pelaksanaan yang berbeda-beda. Yang melandasi hal ini adalah deklarasi PBB tahun 1984 mengenai Hak Asasi Manusia pada pasal 25 ayat 1 (Pelangi, 2017), yang salah satu inti isinya adalah setiap orang mendapatkan hak yang menjamin penyembuhan pada saat seseorang tersebut mengalami kelemahan tubuh, sehingga kesejahteraan orang tersebut tidak hilang. Kemudian pada tahun 2005 dengan adanya resolusi World Health Assembly yang diadakan di Jenewa, yang secara tersirat menyebutkan bahwa setiap negara bertanggungjawab atas pembiayaan jaminan kesehatan warga negaranya (Tjarsono & Kurniawan, 2015). Agar dapat menjalankan tanggungjawabnya tersebut, maka setiap negara harus mengembangkan jaminan kesehatan nasional, salah satunya dapat berbentuk asuransi kesehatan.

Sistem jaminan kesehatan yang dimiliki oleh berbagai negara sangat bervasiasi antara satu negara dengan negara lainnya, yang dipengaruhi oleh kondisi yang ada di negara tersebut, misalnya kondisi perekonomian, politik, maupun kondisi geografis negara tersebut (Fuady, 2014).

Di Indonesia, pelaksanaan jaminan kesehatan nasional didasarkan pada UUD 1945 pasal 28, yang menyatakan jika setiap warna negara memiliki hak atas pelayanan kesehatan yang baik, kemudian di pasal 34 UUD 1945, tertulis bahwa negara adalah yang bertanggungjawab untuk memastikan bahwa setiap warga negara telah mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai dengan hak nya (Lala, 2019).

3.    BPJS Kesehatan

BPJS Kesehatan mulai beroperasi per tangal 1 januari tahun 2014. BPJS Kesehatan adalah salah satu bentuk asuransi sosial yang dibiayai oleh negara Indonesia pada warga negara dalam hal kesehatan, dan pada tahun 2019 seluruh masyarakat Indonesia tanpa terkecuali harus menjadi peserta BPJS Kesehatan. Untuk warga yang masuk dalam kategori tidak mampu secara ekonomi, pembayaran premi BPJS Kesehatan akan ditanggung oleh pemerintah.

Prinsip yang digunakan oleh BPJS Kesehatan dalam pembiayaan kesehatan adalah �kendali mutu dan kendali biaya�, yang bertujuan agar rumah sakit hanya memberikan pengobatan dan tindakan perawatan kepada masyarakat sesuai dengan indikasi penyakit yang diderita, tetapi tetap mengutamakan keselamatan pasien (mutu pelayanan), sehingga tidak terjadi pemborosan pembiayaan. Seperti yang tersebut dalam bahan paparan jaminan kesehatan nasional yang diterbitkan kementrian kesehatan Indonesia, bahwa adanya prinsip �kendali mutu dan kendali biaya� akan menghilangkan potensi rumah sakit memberikan pengobatan yang sebenarnya tidak dibutuhkan oleh pasien dengan tujuan memperoleh keuntungan.

Berdasarkan prinsip di atas, maka BPJS Kesehatan dalam melakukan pembayaran biaya ke rumah sakit tidak berdasarkan jenis pelayanan apa saja yang diberikan ke pasien berdasarkan tarif rumah sakit, tetapi berdasarkan diagnosa penyakit apa yang diderita oleh pasien. BPJS Kesehatan telah memiliki sistem tarif yang disebut Indonesian Case Based Groups (INA CBGs), dimana sistem ini menggolongkan tarif berdasarkan diagnosa penyakit, sehingga dalam pelayanan pengobatan kepada pasien, rumah sakit harus mengikuti prosedur pengobatan yang terdapat dalam panduan tarif INA CBGs, agar rumah sakit tidak mengalami kerugian.

4.    Efisiensi dan Efektifitas

Setiap perusahaan selalu mencoba untuk dapat meraih efisiensi yang optimal dalam menjalankan kegiatan operasionalnya. Efisiensi sangatlah penting untuk kelangsungan hidup perusahaan tersebut, tanpa adanya efisiensi, maka sangat dimungkinakan perusahaan akan mengalami kerugian yang diakibatkan pendapatan penjualan tidak dapat menutup biaya operasional, karena harga jual yang tidak kompetitif, sehingga produk atau jasa menjadi tidak laku. Hal yang sama juga berlaku dalam usaha rumah sakit, meskipun rumah sakit adalah lembaga sosial non profit, tetapi rumah sakit tetap membutuhkan pendapatan untuk dapat berjalan operasionalnya, dan keuntungan agar dapat melakukan pengembangan pelayanan kesehatan, misalnya dalam penambahan SDM, pembelian alat kesehatan dengan teknologi terbaru, dan juga pembangunan gedung yang nyaman bagi pasien. Efisien akan menjadi percuma jika efektifitas tidak tercapai. Dalam pelayanan di rumah sakit, efiensi pelayanan akan tidak ada artinya jika tidak membuat pasien sembuh dari penyakitnya, maka dari itu efisien dalam pemberian pelayanan kepada pasien juga harus diimbangi dengen kesembuhan dari pasien.

Di era BPJS Kesehatan saat ini, telah berlangsung perubahan konsep sistem pembayaran dari �fee for service� menjadi paket �INA CBGs. Perubahan ini menuntut rumah sakit untuk selalu memperbaiki mengenai efisiensi dalam pemberian pelayanan kepada pasien. Efisiensi akan tercapai saat jumlah tarif rumah sakit di bawah tarif BPJS Kesehatan. Hal ini membuat manajemen rumah sakit harus mengubah sudut pandang mengenai pelayanan, dulu semakin banyak pengobatan kepada pasien akan semakin menguntungkan rumah sakit, tetapi sekarang rumah sakit harus dapat memilih layanan apa saja yang harus diberikan kepada pasien dengan tetap memegang prinsip keselamatan pasien agar tarif rumah sakit tidak diatas tarif BPJS, sehingga tidak menyebabkan kerugian bagi rumah sakit (Hitt, Ireland, & Hoskisson, 2001). Misalnya tidak memberikan vitamin atau pemeriksaan laboratorium yang tidak dibutuhkan oleh pasien.

Rumah sakit memiliki prinsip keselamatan pasien adalah yang utama, sehingga efisiensi pelayanan tidak boleh menghilangkan atau menurunkan kualitas pengobatan terhadap kesembuhan pasien, karena bisa mengakibatkan tujuan dari rumah sakit untuk menyembuhkan penyakit pasien malah hilang. Hal ini sesuai motto yang digunakan BPJS Kesehatan, yaitu �kendali mutu dan kendali biaya�, yaitu diharapkan rumah sakit dalam pengobatan pasien harus memberikan pelayanan yang mengedepankan mutu dengan biaya yang rendah. Salah satu tujuan efisiensi yang dilakukan oleh rumah sakit adalah agar arus kas rumah sakit tetap positif. Laporan arus kas adalah laporan yang menyediakan informasi mengenai kas masuk dan kas keluar secara terperinci berdasarkan sumbernya dalam satu periode tertentu (IAI, 2007). Saat kas masuk dari kegiatan operasional lebih tinggi dari kas keluar maka dapat dikatakan bahwa suatu perusahaan dalam kondisi sehat.

 

Metode Penelitian

1.    Pendekatan Penelitian

Penelitian ini mengggunakan metode campuran atau mix method dengan pendekatan kuantitatif kemudian pendekatan kualitatif. Menurut (Cresswell, 2017), metode campuran adalah sebuah prosedur untuk mengumpulkan, menganalisis data dalam suatu penelitian dengan cara mengkombinasikan metode kuantitatif dengan metode kualitatif. Pendekatan kuantitatif dengan menggunakan uji beda untuk melakukan analisis apakah terdapat perbedaan secara signifikan antara tarif rumah dengan tarif BPJS Kesehatan. Selain itu penelitian ini juga menggunakan studi kasus yang digunakan sebagai pendekatan kualitatif untuk melakukan analisa strategi yang diterapkan oleh rumah sakit agar tidak mengalami defisit saat melayani pasien BPJS Kesehatan. Studi kasus merupakan penelitian empiris untuk menggali fenomena terkini yang terjadi dalam kehidupan nyata, yang dilakukan saat batas yang tidak jelas antara fenomena dengan teori yang ada (Yin Robert, 1994). Fenomena dalam penelitian ini merujuk kepada fenomena strategi rumah sakit dalam menghadapi perbedaan sistem pembayaran dari BPJS Kesehatan. Studi kasus menyediakan cara yang sistematis untuk melihat secara mendalam suatu kasus, mengumpulkan data, menganalisis informasi dan melaporkan hasil penelitian.

2.    Lokasi Penelitian

Studi kasus dilakukan di Rumah Sakit Panti Rahayu yang beralamat di Jl. R. Suprapto 6 Purwodadi Grobogan Jawa Tengah. Penentuan lokasi penelitian dilakukan dengan pertimbangan sebagai berikut:

RS. Panti Rahayu sejak tahun 2014 telah melakukan kerja sama dengan BPJS Kesehatan. Jumlah kunjungan pasien BPJS Kesehatan terus bertumbuh dari tahun ke tahun, dan jika dilihat di tahun 2019 telah mencapai 70% dari total pasien di RS. Panti Rahayu. Sejak tahun 2016, RS. Panti Rahayu mengalami defisit (tarif BPJS Kesehatan lebih rendah dari tarif rumah sakit).

3.    Sumber Data

Sumber data dalam sebuah penelitian, menurut Lofland (Moelong, 2013), adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen yang lainnya. Dalam penelitian ini terdapat 2 sumber data primer, yaitu:

Data billing pasien BPJS Kesehatan, di dalam data ini berisi informasi mengenai biaya pengobatan pasien menurut tarif rumah sakit dan juga pembayaran dari BPPJS menggunakan tarif BPJS Kesehatan. Data ini dipergunakan untuk mengetahui apakah terdapat selisih antara tarif rumah sakit dengan tarif BPJS Kesehatan dalam pengobatan pasien di rumah sakit.

Wawancara dengan manajemen RS. Panti Rahayu untuk mendapatkan informasi mengenai strategi yang telah atau akan dilakukan oleh manajemen dalam menghadapi perbedaan tarif, sehingga rumah sakit tidak mengalami kerugian atau defisit saat melayani pasien BPJS Kesehatan.

4.    Populasi dan Sampel

Populasi untuk metode kuantitatif dalam penelitian ini adalah berkas billing seluruh pasien rawat inap BPJS Kesehatan yang dirawat di RS. Panti Rahayu selama periode tahun 2014 sampai dengan tahun 2019 yaitu sebanyak 38.792 pasien. Tehnik yang digunakan untuk menentukan jumlah sampel memakai metode purposive sampling, yaitu berkas pasien rawat inap BPJS Kesehatan yang dirawat sesuai kelas pada periode tahun 2019. Pertimbangan mengapa hanya mengambil pasien yang tidak naik kelas adalah agar tidak terjadi bias dalam menguji perbedaan antara tarif rumah sakit dengan tarif BPJS Kesehatan, karena pasien yang naik kelas ada iur biaya yang dibayarkan dari pasien ke rumah sakit, yaitu sebanyak 7.937 berkas.

5.    Analisis Kuantitatif

Analisis kuantitatif dilakukan dengan metode �independen sample t-test�, yaitu sebuah pengujian statistik yang digunakan untuk mengetahui apakah dari 2 grup sampel memiliki nilai rata-rata yang berbeda., dan juga salah satu metode untuk menguji keefektifan dari sebuah perlakuan khusus, yang terlihat dari perbedaan rata-rata antara dua grup yang berbeda (Mikha Agus Widiyanto, 2013).

Dalam penelitian ini independent sample t-test dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan antara tarif rumah sakit dengan tarif BPJS Kesehatan, sehingga hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut:

Ho :��� tidak terdapat perbedaan antara tarif�� rumah sakit dengan tarif BPJS Kesehatan

Ha :��� terdapat perbedaan antara tarif rumah sakit dengan tarif BPJS Kesehatan

 

Pengujian statistik independent sample t-test dilakukan dengan program SPSS dan tingkat signifikansi (α) yang diajukan adalah sebesar 5% (0,05), sehingga jika nilai Sig. (2-tailed) > (lebih dari) 0,05� maka hipotesis awal (Ho) diterima, tetapi jika nilai Sig. (2-tailed) < (kurang dari) 0,05� maka hipotesis awal ditolak dan menerima hipotesis alternatif.

6.    Analisis Kualitatif

Analisis data kualitatif adalah sebuah proses mencari dan menyusun data yang diperoleh dari hasil wawancara secara terstruktur, sehingga data yang diperoleh dari hasil wawancara menjadi dapat dipahami dan menjadi informasi yang jelas bagi orang lain. Analisis data dilakukan secara sistematis dengan pengorganisasian data, menjabarkan, menyusun ke dalam pola, dan verifikasi data (Creswell & Creswell, 2017).

 

Hasil dan Pembahasan

A.  Hasil Pengujian Hipotesis

Dengan melakukan pengujian independent sample t-test dengan menggunakan program SPSS 20, untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan rata-rata tarif rumah sakit dengan tarif BPJS Kesehatan, hasilnya adalah sebagai berikut:

 

Tabel 1

Group Statistics

 

Kelompok

N

Mean

Std. Deviation

Std. Error Mean

Nominal

Tarif RS

7937

5068083.88

3842563.439

43131.331

 

Tarif BPJS

7937

4453723.36

3853658.021

43255. 863

 

Dari tabel 1 diatas terlihat bahwa nilai rata-rata (means) antara tarif rumah sakit dengan tarif BPJS Kesehatan terdapat perbedaan, dimana rata-rata tarif rumah sakit lebih tinggi dari tarif BPJS. Dari data sebanyak 7.937 pasien rawat inap BPJS Kesehatan pada tahun 2019, rata-rata tarif rumah sakit adalah sebesar Rp.5.068.083, sedangkan rata-rata tarif BPJS dengan pasien yang sama adalah sebesar Rp. 4.453.723. Disini terlihat perbedaan tarif sebesar Rp. 614.360 per pasien, dimana selisih tersebut adalah selisih negatif bagi rumah sakit. sehingga dapat diasumsikan setiap pelayanan pasien rawat inap BPJS, rumah sakit mengalami kerugian rata-rata per pasien sebesar Rp. 614.360. Dengan melihat hasil ini maka RS. Panti Rahayu perlu mengidentifikasi permasalahan di dalam operasional rumah sakit dan melakukan tindak lanjut strategi yang dibutuhkan agar dapat meminimalkan potensi kerugian dalam pelayanan pasien BPJS Kesehatan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tabel 2

Independent Simple Test

 

 

Lenene�s Test for Equality of Variences

 

 

 

 

Hest Equality of Means

 

 

 

 

 

F

Sig.

t

df

Sig. (2-failed)

Mean Difference

Std. Error Differences

Lower

Upper

Nominal

Equal Variences assumed

114.888

.000

10.057

15872

.000

614360.518

61085.034

494626.921

734094.115

 

Equal variances not assumed

 

 

10.057

15871.868

.000

614360.518

61085.034

494626.921

734094.116

 

Berdasarkan hasil pengujian dengan menggunakan independent sample t-test, terlihat bahwa nilai pada Sig. (2 tailed) kurang dari 0,05, sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa hipotesis awal (Ho) ditolak dan menerima hipotesis alternatif (Ha), atau dengan kata lain terdapat perbedaan antara tarif rumah sakit dengan tarif BPJS Kesehatan dalam pelayanan pasien rawat inap yang sesuai kelas BPJS pada tahun 2019. Hal ini membuktikan bahwa tarif di RS. Panti Rahayu lebih tinggi daripada tarif dari BPJS Kehatan, hal ini bisa diakibatkan karena RS. Panti Rahayu yang kurang efisien dalam operasional nya sehingga menyebabkan tarif yang tinggi. Terjadinya selisih ini yang harus dihadapi oleh manajemen dan harus mengambil langkah strategis.

B.  Strategi Rumah Sakit dalam Menghadapi Era BPJS Kesehatan

Berikut adalah strategi yang dilakukan oleh RS. Panti Rahayu:

1.    Menjaga loyalitas pasien, Di RS. Panti Rahayu memiliki unit bagian khusus dalam menjaga loyalitas pasien agar selalu mempercayakan pengobatannya ke RS. Panti Rahayu, yaitu Unit Pelayanan Kesehatan Masyarakat atau yang disingkat UPKM. Tugas dari unit ini adalah untuk memberikan penyuluhan dan juga pendampingan kepada mayarakat terkait berbagai hal mengenai isu masalah kesehatan. Dari demografi diatas terlihat bahwa hanya 21% dari pasien rawat inap RS. Panti Rahayu di tahun 2019 yang bersalah dari daerah Purwodadi Kota, dan 67% adalah masyarakat di kabupaten Grobogan di luar Purwodadi Kota, sehingga rumah sakit menugaskan kepada UPKM untuk membentuk �desa binaan� dengan menunjuk kader dari salah satu tokoh desa setempat di setiap kecamatan yang ada di kabupaten Grobogan. Selain itu UPKM juga membuat jejaring dengan bekerja sama dengan kelompok difabel yang ada di kabupaten Grobogan, yaitu kelompok difabel yang bernama �Kudifa�. Kelompok difabel Kudifa ini berada di kecamatan Gubug, kelompok ini bertujuan agara masyarakat dengan keterbatasan fisik tetap dapat produktif dan bermanfaat bagi masyarakat lainnya. Produk yang dihasilkan antara lain adalah hiasan dinding, lampu duduk, dan lampu lampion, dan RS. Panti Rahayu membantu memasarkan produk-produk ini di area rumah sakit, langkah ini sebagai bagian dari fungsi RS. Panti Rahayu sebagai lembaga sosial yang ikut berperan aktif dalam menyejahterakan masyarakat, baik dalam hal kesehatan maupun dukungan bagi masyarakat yang terpinggirkan. Menindaklanjuti perkembangan teknologi sistem online, langkah startegis yang diambil oleh manajemen rumah sakit adalah dengan melakukan optimalisasi sistem yang ada saat ini oleh bagian IT sehingga dapat membuat sistem online yang dapat dimanfaatkan pasien dalam mendapatkan kemudahan dalam proses pengobatan di rumah sakit. Rencana yang akan dilakukan ke depannya adalah dengan membuat sistem pendaftaran online melalui aplikasi android, hal ini akan memudahkan pasien mendaftar yang bisa dilakukan dimana saja. Kemudian selama ini yang menyebabkan pasien cukup tidak nyaman saat di rumah sakit adalah pelayanan pengambilan obat, karena ruang tunggu yang sesak dan tidak memberikan kenyamanan ke pasien, sehingga akan dikembangkan sebuah sistem online dimana pasien dapat memantau dari manapun melalui handphone, apakah obat nya sudah selesai disiapkan dan bisa diambil, sehinggga pasien tidak perlu menunggu di depan apotik sampai obat nya selesai disiapkan oleh petugas farmasi. Dengan ada nya sistem online yang memudahkan dan memberikan kenyamanan kepada pasien ini, maka diharapkan loyalitas pasien akan tetap terjaga dari waktu ke waktu.

2.    Mempercepat proses klaim ke BPJS Kesehatan, Pada bulan januari tahun 2019, BPJS Kesehatan menerapkan regulasi baru terkait proses penagihan, yaitu terkait berkas yang dikirim dari sebelumnya hardcopy menjadi softcopy dalam format �pdf�. Perubahan ini menyebabkan manajemen rumah sakit cukup kesulitan dalam beradaptasi dengan regulasi baru ini, dan perubahan ini tidak diantisipasi oleh rumah sakit pada saat itu, sehingga menyebabkan keterlambatan klaim sampai 3 bulan, klaim bulan januari 2019 yang seharusnya di kirim di bulan februari 2019, baru dapat dikirim oleh rumah sakit ke BPJS Kesehatan pada bulan Mei 2019, karena harus mengubah dokumen hardcopy menjadi softcopy yang jumlah nya dalam satu bulan mencapai ribuan lembar. Atas permasalahan kecepatan klaim yang tidak tepat waktu tersebut, pada bulan maret 2019, manajemen rumah sakit memutuskan untuk melakukan perekrutan karyawan sebanyak 3 orang dan juga pembelian komputer beserta scanner berkecepatan tinggi untuk mempercepat proses scan dokumen menjadi softcopy. Tetapi ternyata proses mengubah hardcopy menjadi softcopy dengan menggunakan software bawaan dari printer masih lambat dalam menjalankan prosesnya, karena petugas masih harus memberi nama file sesuai dengan nomor SEP BPJS pasien yang jumlah nya mencapai 19 digit. Kemudian langkah yang diambil oleh manajemen rumah sakit adalah dengan membuat program khusus dengan sinkronisasi sistem BPJS dan sistem rumah sakit untuk scan ini, sehingga petugas tidak perlu lagi melakukan entry 19digit nomor SEP BPJS pasien. Selain itu ada permasalahan lain dalam proses scan ini, yaitu petugas masih harus melepas staples yang banyak menempel di berkas pasien, kemudian manajemen memutuskan bahwa proses berbagai berkas pasien harus di steples di satu sisi, yaitu kanan pojok atas, jika ada penambahan berkas ke bagian lain, maka bagian tersebut harus melepas staples sebelumnya, sehingga pada saat berkas sampai di bagian penagihan, petugas scan cukup tinggal menggunting bagian kanan atas kumpulan berkas tersebut, sehinga mempercepat berkas untuk di scan. Strategi ini cukup efektif karena jika sebelumnya untuk 1 bekas pasien rawat inap memerlukan waktu 10 menit, tetapi dengan sistem dan alur yang dibuat oleh manajemen rumah sakit hanya memerlukan waktu sekitar 3 menit untuk scan 1 berkas pasien rawat inap. Dengan strategi yang dijalankan ini, rumah sakit sanggup mengejar ketertinggalan penagihan klaim selama 3 bulan, dengan mengajukan klaim 2 kali dalam satu bulan, sehingga untuk pengiriman penagihan bulan Agustus 2019 dapat dilakukan pada bulan September 2019.

3.    Menjaga hubungan baik dengan BPJS Kesehatan, salah satu regulasi dari BPJS Kesehatan adalah mewajibkan rumah sakit untuk membentuk tim anti fraud yang beranggotakan karyawan rumah sakit yang berkompeten untuk mencegah terjadi nya kecurangan yang dilakukan oleh rumah sakit. Tim anti fraud memiliki peran yang sangat penting dalam relasi hubungan rumah sakit dengan BPJS Kesehatan, karena jika rumah sakit melakukan kecurangan dalam pengajuan klaim maupun pelayanan ke pasien, maka BPJS Kesehatan akan memutus kerja sama dengan rumah sakit tersebut. Kecurangan yang mungkin dilakukan oleh rumah sakit dalam pelayanan kepada pasien BPJS Kesehatan tertuang dalam Peraturan BPJS Kesehatan Nomor 7 Tahun 2016. Dengan tidak melakukan kecurangan di internal rumah sakit, diharapkan kerja sama antara RS. Panti Rahayu dengan BPJS Kesehatan dapat tetap berjalan dengan baik di tahun yang akan datang.

4.    Tidak membedakan pelayanan pasien BPJS dan Non BPJS, agar masyarakat menjadikan RS. Panti Rahayu sebagai pilihan utama. Dari cara pendaftaran, sistem antrian, sampai pemberian pelayanan pengobatan tidak ada perbedaan, semua pelayanan berdasarkan diagnosa penyakit pasien, dari pemeriksaan laboratorium, radiologi, dan juga obat yang diberikan sesuai dengan regulasi dari BPJS Kesehatan. Sehingga diharapkan pasien BPJS Kesehatan tidak merasa bahwa jika menggunakan BPJS maka akan diperlakukan secara tidak baik atau diberikan obat dan pelayanan yang seadanya dari rumah sakit. Dengan tanpa adanya perbedaan pelayanan ini tentu akan meningkatkan kepercayaan dan juga kenyamanan pasien saat menjalani pengobatan di RS. Panti Rahayu, sehingga kunjungan pasien ke RS. Panti Rahayu di tahun � tahun mendatang akan terus meningkat.

5.    Bekerja sama dengan bank untuk mengantisipasi jika terjadi keterlambatan pembayaran klaim dari BPJS Kesehatan, sehingga arus kas rumah sakit tetap positif dan operasional rumah sakit tidak tertanggu.

6.    Pembentukan tim casemix dan case manager, tugas dari case manager adalah mencegah dilakukannya pemeriksaan yang tidak diperlukan oleh pasien atau pemberian fasilitas yang tidak dibutuhkan dalam rangka pengobatan pasien tersebut. Dengan adanya tim case manager ini, diharapkan terjadi efisiensi yang optimal dalam pelayanan pengobatan kepada pasien dengan tetap memperhatikan mutu pengobatan. Kemudian tugas dari tim casemix adalah untuk memastikan diagnosa pasien sudah dirumuskan secara tepat sesuai dengan penyakit yang diderita oleh pasien, sehingga mendapatkan besaran klaim yang sesuai dengan regulasi dari BPJS Kesehatan.

7.    Menciptakan keungulan kompetitif untuk menghadapi rumah sakit pesaing, dengan pemberian pelayanan yang lebih baik kepada pasien, hal ini sangat penting karena pasien dalam kondisi darurat dapat menentukan sendiri ke rumah sakit mana dia akan dirawat, dan jika dirawat sesuai kelas BPJS Kesehatan, maka pasien tersebut tidak akan mengeluarkan biaya sama sekali. Sehinga manajemen RS. Panti Rahayu mengembangkan keunggulan kompetitif, yaitu pelayanan IGD yang cepat, tanggap, dan sigap dengan alat diagnosis yang lengkap, dengan tetap mengutamakan keramahan kepada pasien.

8.    Membuka pasar baru dengan memiliki memiliki 2 buah klinik sebagai penjaring pasien dari Kecamatan Wirosari dan Kecamatan Sulursari, sehingga diharapkan dapat meningkatkan rujukan pasien ke rumah sakit. Tetapi sejak masuk era BPJS Kesehatan kunjungan pasien ke klinik menurun drastis, hal ini disebabkan kerena 2 klinik tersebut belum bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Setelah 2 tahun berproses agar dapat memenuhi standar pelayanan yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan, pada akhirnya pada tanggal 1 Januari 2019, klinik pratama RS. Panti Rahayu di Wirosari dapat bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, dan kunjungan pasien kembali meningkat. Hal ini dikarenakan sudah banyak masyarakat yang menjadi peserta BPJS Kesehatan, sehingga masyarakat tentu memilih fasilitas kesehatan yang sudah bekerja sama dengan BPJS Kesehatan agar tidak perlu membayar biaya pengobatan lagi.

 

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut, RS. Panti Rahayu mengalami selisih positif dalam melayani pasien BPJS Kesehatan hanya pada periode tahun 2014 sampai 2015, sedangkan di tahun berikutnya selalu mengalami kerugian. Berdasarkan pengambilan sampel biaya pasien rawat inap (tarif rumah sakit) yang dirawat sesuai kelas dibandingkan dengan tarif INA CBGs (tarif klaim BPJS Kesehatan) pada tahun 2019, RS. Panti Rahayu mengalami selisih negatif sebesar rata-rata Rp. 614.360 untuk 1 perawatan pasien. Sehingga dapat disimpulkan terdapat perbedaan tarif antara tarif RS. Panti Rahayu dengan tarif klaim BPJS Kesehatan. Menghadapi kondisi ini, RS. Panti Rahayu sudah menyiapkan langkah stategis untuk dapat bertahan dan menyikasi dalam menghadapi era BPJS Kesehatan.

 

 

 

 


BIBLIOGRAFI

 

Aditama, C. Y. (2014). Manajemen Administrasi Rumah Sakit. Jakarta: UI Press. Google Scholar

 

Adolfina.(2014). Analisis Keterkaitan Antara Kepuasan Kerja, Dan Komitmen Organisasi dengan Kinerja Individu. Jurnal EMBA: Jurnal Riset Ekonomi, Manajemen, Bisnis dan Akuntansi. 2(3). Google Scholar

 

Cresswell, J. W. (2017). Research Design : Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed (Edisi Ketiga). Yogyakarta: Pustaka Belajar. Google Scholar

 

Creswell, John W., & Creswell, J. David. (2017). Research design: Qualitative, quantitative, and mixed methods approaches. Sage publications. Google Scholar

 

Fuady, Ahmad. (2014). Jaminan Kesehatan Universal Dan Pemenuhan Hak Kesehatan. Jakarta: BP Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Google Scholar

 

Hitt, Michael A., Ireland, R. Duane, & Hoskisson, Robert E. (2001). Manajemen strategis: daya saing & globalisasi. Konsep. buku 1. Thomson Learning. Google Scholar

 

Jabbar, Luthfan Dimas Al Auzan Abdul. (2020). Pertanggung Jawaban BPJS Kesehatan terhadap Pelayanan Asuransi Kesehatan Masyarakat. Jurist-Diction, 3(2), 387�400. Google Scholar

 

Lala, Andi. (2019). Rekontruksi Undang-undang Bpjs dalam Perspektif Pasal 27 dan 34 UUD 1945. Syntax Literate; Jurnal Ilmiah Indonesia, 4(1), 9�18. Google Scholar

 

Mikha Agus Widiyanto, MPd. (2013). Statistika terapan. Elex Media Komputindo. Google Scholar

 

Moelong, Lexy J. (2013). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya. Google Scholar

 

Pelangi, Intan. (2017). Perlindungan Terhadap Para Pencari Suaka Berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. Padjadjaran Journal of Law, 4(1), 143�160. Google Scholar

 

Putri, Ririn Noviyanti. (2019). Perbandingan sistem kesehatan di negara berkembang dan negara maju. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi, 19(1), 139�146. Google Scholar

 

Sipahutar, Ervina Sari. (2020). Analisis Hukum Pelaksanaan dan Pelayanan Bagi Pengguna Jaminan Kesehatan Menurut UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Doktrina: Journal Of Law, 3(1), 87�97. Google Scholar

 

Tjarsono, Idjang, & Kurniawan, Rizki Ari. (2015). Peran Indonesia terhadap Isu Kesehatan Global melalui Forum Foreign Policy And Global Health (Fpgh) dalam Global Health Governance (Ghg) 2006-2013. Riau University. Google Scholar

 

Yin Robert, K. (1994). Discovering the future of the case study. Method in evaluation research. Evaluation practice, 15(3), 283-290. Google Scholar

 

Yuniarti, Endang, Amalia, Amalia, & Handayani, Tri Murti. (2015). Analsis Biaya Terapi Penyakit Diabetes Melitus Pasien Jaminan Kesehatan Nasional di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta-Perbandingan Terhadap Tarif INA CBGs. Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia: JKKI, 4(3), 97�103. Google Scholar

 

Copyright holder:

Andika Wahyu Wijayanto, Mahfudz (2021)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: