Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849

p-ISSN: 2548-1398

Vol. 6, Spesial Issue No. 1, November 2021

 

ANALISIS KOMPARATIF DITINJAU DARI PENDAPATAN DAN EFISIENSI USAHA TERNAK ITIK PEDAGING DAN PETELUR DI KECAMATAN SUMPIUH

 

Indra Sugiharto, Nunung Noor Hidayat, Sri Mastuti

Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto

Email:� [email protected], [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus-September 2015. Tujuan penelitian ini yaitu mengetahui tingkat pendapatan dan efisiensi itik pedaging dan petelur, serta mengkaji faktor jumlah ternak, pakan ternak, pendidikan, curahan kerja, lama beternak dan pola pemeliharaan terhadap pendapatan dan efisiensi usaha ternak pedaging dan petelur di Kecamatan Sumpiuh. Metode pengambilan sampel yaitu metode survey dengan metode penetapan sampel kecamatan menggunakan purposive sampling dengan lokasi Kecamatan Sumpiuh ditentukan karena salah satu penghasil itik di Banyumas, sedangkan metode penetapan peternak menggunakan metode stritifed random sampling. Sampel dibagi menjadi dua strata yaitu itik pedaging dan itik petelur masing-masing strata diambil 30% dan minimal 30 responden. Itik pedaging jumlah sampelnya kurang dari 30, maka dibulatkan menjadi 30 responden. Jumlah responden itik pedaging sebesar 30 responden, sedangkan petelur berjumlah 49 responden. Data dianalisis menggunakan student t test dan analaisis multiple regresi. Hasil penelitian menunjukan adanya perbedaan signifikan antara itik pedaging dan petelur pada variabel pendapatan dengan nilai signifikasi pendapatan sebesar 0,002 dan efisiensi sebesar 0,300. Terdapat perbedaan tersebut dikarenakan variabel pendapatan hasil ujinya kurang dari 0,05. Analisis regresi terhadap pendapatan mendapatkan hasil bahwa f signifikan sebsar 0,000000002 yang berarti bahwa jumlah ternak, pakan ternak, curahan kerja, pendidikan, lama berternak dan variabel dummy pola pemeliharan secara bersama-sama berpengaruh terhadap pendapatan dengan tingkat signifikasi 99% (p<0,01). Analisis regresi terhadap efisiensi mendapatkan hasil bahwa f signifikan sebesar 0,000 yang berarti bahwa jumlah ternak, pakan ternak, curahan kerja, pendidikan, lama berternak dan variabel dummy pola pemeliharan secara bersama-sama berpengaruh terhadap efisiensi.

 

Kata Kunci: itik pedaging; itik petelur; pendapatan; efisiensi; analisis komparatif

 

Abstract

The duck business is a poultry business that is developing. Ducks have a good potential as a producer of eggs and duck meat. This research aims to determine the level of revenue and business efficiency of duck broiler and laying duck business in Sumpiuh District. The method of sample determination used stratified random sampling. The sample were divided into two strata namely broiler ducks and laying ducks, each stratum taken 30 per cent and minimum consist of 30 respondents. Based on the calculation of the researcher from Banyumas BPS data, the number of samples of broiler duck breeder was 30 people, and 49 people of laying duck breeder. The result of the analysis of this research showed that the business of laying and broiler ducks in Sumpiuh District were profitable and efficient. In addition, the time of breeding became the factors that affected the efficiency and revenues.

 

Keywords: revenue, efficiency, broiler ducks, laying ducks

 

Received: 2021-10-20; Accepted: 2021-11-05; Published: 2021-11-20

 

Pendahuluan

Ternak itik mempunyai kelebihan diantaranya adalah memiliki daya tahan terhadap penyakit, harga daging dan olahan itik memiliki nilai ekonomis yang tinggi, itik juga mudah beradaptasi dan tidak cepat stres dengan perubahan lingkungan. Kecamatan Sumpiuh memiliki banyak sektor usaha rumah tangga yang menunjang perekonomian masyarakatnya, salah satunya yaitu sektor usaha peternakan unggas. Usaha peternakan itik menjadi pilihan sebagian besar peternak di Kecamatan Sumpiuh karena di Kecamatan Sumpiuh banyak terdapat area persawahan sebagai tempat itik untuk diumbar dan mencari sumber makanan dari sawah yang baru dipanen. Menurut data BPS Banyumas tahun 2013, Kecamatan Sumpiuh memiliki populasi ternak itik sebesar 13.982 ekor dan termasuk salah satu kecamatan terbesar penghasil ternak� itik di Kabupten Banyumas.

Pemeliharaan itik pedaging dan itik petelur mempunyai beberapa perbedaan antara lain dalam perawatan dan pemberian pakan. Itik petelur diberikan pakan yang mengandung mineral dengan porsi yang lebih banyak dibanding itik pedaging. Selain itu, sarana produksi pada usaha itik petelur berbeda dengan pedaging, usaha itik petelur membutuhkan tempat bertelur dan tempat telur (egg tray) untuk mengangkut telur, sedangkan� itik pedaging tidak memerlukan egg tray. Dilihat dari segi harga input produksi pakan juga berbeda, itik petelur membutuhkan pakan dengan kandungan kalsium lebih tinggi dibanding itik pedaging, sehingga terjadi perbedaan pengeluaran untuk pembelian pakan. Keberhasilan usaha dapat dilihat dari besarnya pendapatan yang diperoleh oleh peternak dengan efisiensi ekonomi yang tinggi. Keberhasilan tersebut juga tidak lepas dari faktor-faktor penunjang yang seharusnya mendapat perhatian penuh. Faktor-faktor tersebut antara lain pakan, jumlah ternak yang dipelihara, pendidikan peternak dan lama beternak. Pendapatan adalah selisih antara penerimaan dan biaya produksi, sedangkan efisiensi merupakan perbandingan antara total penerimaan dengan total biaya. Pendapatan dan efisiensi sangat penting untuk ukuran usaha ternak itik dikatakan berhasil atau tidak.

 

 

 

Metode Penelitian

Penelitian dilakukan di Kecamatan Sumpiuh, Kabupaten Banyumas. Sasaran penelitian ini adalah peternak itik pedaging dan itik petelur dan usahanya di Kecamatan Sumpiuh. Metode penetapan sampel kecamatan dengan metode purposive sampling, terpilih Kecamatan Sumpiuh karena daerah ini merupakan sentra penghasil itik di Kabupaten Banyumas. Sedangkan metode penetapan sampel peternak menggunakan stratified random sampling. Sampel dibagi menjadi dua strata yaitu itik pedaging dan itik petelur masing-masing strata diambil 30 persen dan minimal 30 responden. Pada itik pedaging karena jumlah sampel kurang dari 30, maka dibulatkan menjadi 30 responden. Berdasarkan data BPS Banyumas yang kemudian dilakukan perhitungan, diperoleh jumlah sampel peternak pedaging yaitu 30 sedangkan peternak petelur 49 orang.

 

Hasil dan Pembahasan

1.      Usia, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman Peternak Itik

 

Tabel 1

Karakteristik (Usia, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman) Peternak Itik

No.

Pengamatan

Itik Pedaging

Itik Petelur

 

 

Jumlah Responden

(%)

Jumlah Responden

(%)

1.

Usia (Tahun)

15-30

30-40

41-60

>60

 

0

3

20

7

 

0.00

10,00

66,66

23,30

 

1

7

35

6

 

2,04

14,28

71,44

12,24

2.

Tingkat Pendidikan

SD

SLTP

SLTA

PT

 

18

11

1

0

 

60,00

36,60

3,30

0,00

 

35

12

2

0

 

71,40

24,40

4,20

0.00

3.

Pengalaman Beternak

<5 tahun

5-10 tahun

>10 tahun

 

11

16

3

0

 

36,70

53,40

9,90

0,00

 

7

38

3

0

 

14,20

79,80

6,00

0,00

Sumber: Data Primer yang Diolah, 2015

 

Tabel 1 menunjukkan sebagian besar responden berumur antara 41�60 tahun yaitu peternak itik pedaging sebanyak 66,66% dan peternak itik petelur sebanyak 71,44%, hal ini berarti bahwa rata-rata peternak itik pedaging dan petelur di Kecamatan Sumpiuh Kabupaten Banyumas, masih berada pada kelompok usia produktif untuk melakukan pekerjaan atau menjalankan usahanya. Jumlah peternak itik pedaging yang menjadi responden pada usia dibawah 30 tahun tidak ada, sedangkan pada responden peternak itik petelur hanya 2,04%. Dapat disimpulkan bahwa profesi sebagai peternak itik kurang populer di kalangan anak muda di Kecamatan Sumpiuh.

Penelitian yang telah dilaksanakan yang tertera pada Tabel 1. memperoleh hasil bahwa pendidikan responden peternak itik di Kecamatan Sumpiuh kebanyakan adalah lulusan SD baik peternak itik pedaging maupun petelur, hal ini menandakan bahwa mayoritas peternak berpendidikan rendah karena mereka masih beranggapan bahwa usaha peternakan tidak perlu adanya pendidikan yang tinggi.

Pengalaman beternak merupakan faktor penting yang harus dimiliki oleh seseorang peternak dalam meningkatkan produktivitas dan kemampuan kerjanya dalam usaha itik sistem pemeliharaan nomaden. Tabel 1, dapat dilihat bahwa sebagian besar responden mempunyai pengalaman beternak yaitu 5�10 tahun sebanyak 53,4% pada peternak itik pedaging dan 79,8% pada peternak itik petelur, hal ini dapat diketahui bahwa usaha itik petelur sistem pemeliharaan nomaden sudah lama dilakukan oleh peternak.

2.      Jumlah Ternak, Curahan Kerja dan Pakan Ternak

Tabel 2

Jumlah Kepemilikan Itik per Tahun Responden Peternak Itik Pedaging dan Petelur di Kecamatan Sumpiuh, Kabupaten Banyumas

No.

Kepemilikan Itik (ST)

Petelur

Pedaging

Jumlah Responden

(%)

Jumlah Responden

(%)

1.

2.

3.

4.

0,01-5

5,01-10

10,01-20

>20

48

1

0

0

97,96

2,04

0,00

0,00

14

8

5

3

46,66

26,67

16,67

10,0

Jumlah Responden

49

100,00

30

100,00

Rataan

 

 

 

 

Sumber: Data Primer yang Diolah, 2015

 

Berdasarkan Tabel 2 terlihat bahwa jumlah kepemilikan itik pedaging dan petelur yang dimiliki oleh responden peternak itik sangat beragam dan peternak dengan jumlah kepemilikan 1-500 paling banyak ditemui saat melakukan penelitian yaitu peternak itik pedaging sebanyak 14 orang (46,66%) dan peternak itik petelur sebanyak 48 orang (97,96%). Kepemilikan ternak tersebut akan berpengaruh dengan jumlah penerimaan yang akan didapatkan, karena semakin banyak ternak yang dipelihara maka akan semakin besar pula penerimaan yang akan didapatkan oleh peternak (Ramadhan S, 2012).

�

Tabel 3

Rataan Pembagian Curahan Kerja Usaha Ternak Itik Petelur

No.

Pembagian Curahan Kerja

JKSP / Tahun

Persentase (%)

1.

2.

3.

Penggembalaan

Pemberian Pakan

Pembersihan Kandang

2.169,52

867,80

433,90

62,50

25,00

12,50

Jumlah

3.471,22

100,00

Sumber: Data primer yang diolah 2015

 

Tabel 4

Rataan Pembagian Curahan Kerja Usaha Ternak Itik Pedaging

No.

Pembagian Curahan Kerja

JKSP / Tahun

Persentase (%)

1.

2.

3.

Penggembalaan

Pemberian Pakan

Pembersihan Kandang

2.174,79

869,91

434,96

63,00

25,00

12,00

Jumlah

3479,66

100,00

Sumber: Data primer yang diolah 2015

 

Berdasarkan Tabel 3 dan Tabel 4 diatas dapat disimpulkan bahwa rata rata curahan kerja usaha ternak itik pedaging lebih banyak daripada curahan kerja usaha ternak itik petelur. Itik pedaging lebih banyak curahan kerjanya karena dapat dilihat dari jumlah kepemilikan pada itik pedaging lebih bervariasi merata sampai lebih dari 2000 ekor, dengan jumlah kepemilikan semakin banyak, maka waktu yang dibutukan untuk usaha pemeliharaan semakin banyak.

Perbedaan umur pemeliharaan dan jenis antara itik pedaging dan itik pedaging dan petelur mengakibatkan biaya pakan juga berbeda. Peternak itik pedaging memelihara itik pedaging semenjak DOD sampai panen, sedangkan itik petelur ada yang dipelihara sejak DOD dan ada pula yang dipelihara oleh peternak itik petelur Sumpiuh yang sudah memasuki masa layer atau masa bertelur. Perbedaan umur itik yang dipelihara tersebut menyebabkan perbedaan kebutuhan pakan itik dan pada akhirnya berpengaruh terhadap kebutuhan konsumsi pakan itik juga biaya yang dikeluarkan peternak.

3.      Penerimaan

Penerimaan peternak itik pedaging meliputi penjualan itik sebagai penghasil daging dan penjualan kotoran itik untuk pupuk, tetapi kotoran itik oleh peternak di kecamatan sumpiuh kebanyakan kurang dimanfaatkan dengan baik dan tidak dijual, kotoran itik tersebut biasanya langsung digunakan untuk pupuk atau bahkan hanya dibuang menjadi barang yang tidak memiliki daya jual. Harga panen itik pedaging Rp.37.000,-/kg. Penerimaan itik petelur meliputi penjualan telur dan penjualan itik afkir. Harga penjualan telur itik Rp.1000,-/butir, harga telur setelah diolah menjadi telur asin Rp.2500,-/butir dan harga penjualan itik petelur afkir Rp.38.000,-/ekor. Produksi telur itik rata-rata 195 butir/ekor/tahun. Bedasarkan hasil analisis penerimaan peternak itik petelur adalah Rp. 43.237.397,96 sedangkan peternak itik pedaging sebesar Rp. 52.689.166,67. Perbedaan penerimaan disebabkan oleh perbedaan lama pemeliharaan antara itik pedaging dan petelur. Itik pedaging hanya mebutuhkan lama pemeliharaan antara 35-40 hari lalu dipanen sehingga dalam waktu satu tahun peternak memelihara ternak sampai tiga kali periode. Sedangkan itik petelur membutuhkan lama pemeliharaan kurang lebih satu tahun sampai afkir.

4.      Biaya Produksi

Biaya produksi meliputi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap merupakan pengeluaran yang tidak terpengaruh dengan skala usaha, untuk itik pedaging biaya tersebut terdiri atas penyusutan (bangunan, dan peralatan), sewa lahan, biaya tenaga kerja tetap serta pajak bumi dan bangunan, sedangkan untuk itik petelur terdiri dari penyusutan (induk itik, bangunan, dan peralatan), sewa lahan, biaya tenaga kerja tetap serta pajak bumi dan bangunan. b) Biaya variabel merupakan pengeluaran yang dikeluarkan terkait dengan perubahan skala usaha. Biaya untuk itik pedaging meliputi pembelian DOD, pakan, obat � obatan, vitamin, transportasi serta biaya operasional lainnya, sedangkan dalam pemeliharan itik petelur tanpa pembelian DOD.� Perbedaan penggunaan masukan-masukan produksi pada usaha ternak itik pedaging dan petelur secara keseluruhan mempengaruhi jumlah biaya yang dikeluarkan oleh peternak itik tersebut. Perbedaan biaya berdasarkan hasil penelitian adalah harga bibit, sarana produksi, biaya pemasaran dan pakan.

5.      Pendapatan (Income)

Pendapatan itik petelur sebesar Rp.4.134.869,51 sedangkan untuk pedaging sebesar Rp.12.438.516,50. Perbedaan pendapatan usaha ternak itik pedaging dan petelur tersebut dipengaruhi oleh selisih besarnya biaya yang dikeluarkan dan penerimaan antara itik pedaging dan petelur.

6.      Efisiensi

Efisiensi yang ditunjukkan dari nilai perbandingan peneriamaan dan biaya (R/C Ratio). Berdasrkan hasil analisis pada Tabel 12 menunjukan bahwa nilai R/C untuk itik petelur lebih dari satu yaitu sebesar 1,11, berarti bahwa setiap biaya (C) yang dikeluarkan Rp. 1,00 akan menghasilkan penerimaan (R) sebesar Rp. 1,10.� Sedang untuk itik pedaging nilai R/C sebesar 1,24, berarti bahwa setiap biaya (C) yang dikeluarkan Rp. 1,00 akan menghasilkan penerimaan (R) sebesar Rp. 1,24. Jadi berdasarkan hasil analisis R/C tersebut dapat disimpulkan bahwa kedua usaha itik petelur maupun pedaging telah berjalan efisien karena nilai R/C lebih besar satu.� Pendapat (Soekartawi, 2003) menyatakan bahwa semakin besar R/C ratio maka semakin besar pula keuntungan yang diperoleh petani peternak dari kedua pola pemeliharaan tersebut mengalokasikan faktor produksi dengan lebih efisien.

Rata-rata penerimaan, biaya produksi, pendapatan dan efisiensi ternak itik pedaging dan petelur di Kecamatan Sumpiuh selengkapnya dapat ditujukan pada�� Tabel 5 berikut:

 

Tabel 5

Rata-Rata Penerimaan, Biaya Produksi, Pendapatan dan Efisiensi Ternak Itik Pedaging dan Petelur Di Kecamatan Sumpiuh

No

Nama Komponen

Petelur/Tahun

Pedaging/Tahun

A

Penerimaan

3.1.1.1.                        Penjualan Produk Ternak

3.1.1.2.                        Produk Samping

Total Penerimaan (R)

 

38.481.284,19

4.756.113,77

43.237.397,96

 

47.947.141,67

4.742.025,00

52.689.166,67

B

Biaya Tetap

1.                Penyusutan Kandang & Alat

2.                Sewa Lahan

3.                Sewa Bangunan

4.                Pajak Tanah

5.                Tenaga Kerja Tetap

6.                Bunga Modal

Total Biaya Tetap

 

4.105.765,49

586.537,93

1.524.998,61

1.212.178,38

8.798.068,90

547.435,40

16.774.984,71

 

4.226.318,27

603.759,75

1.569.775,36

1.247.770,15

9.056.396,29

563.509,10

17.267.528,92

C

Biaya Variabel

1.                Pembelian DOD

2.                Pakan

3.                Obat-Obatan

4.                Vaksin

5.                Penerangan

6.                Transportasi

7.                Pemasaran

Total Biaya Variabel.

 

7.820.505,69

10.948.707,97

977.563,21

195.512,64

234.615,17

977.563,21

1.173.075,85

22.327.543,74

 

8.050.130,03

11.270.182,05

1.006.266,25

201.253,25

241.503,90

1.006.266,25

1.207.519,50

22.983.121,25

 

Total Biaya (C)

Total Pendapatan (R-C)

Efisiensi R/C

39.102.528,45

4.134.869,51

1,11

40.250.650,17

12.438.516,50

1,24

Sumber: Data Primer yang Diolah, 2015.

 

7.      Analisis Perbedaan Menggunakan Student T Test

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan pendapatan dan efisiensi antara usaha ternak itik pedaging dan petelur di Kecamatan Sumpiuh. Pengujian statistik uji independen T Tes digunakan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan pada kedua hal tersebut. Hasil uji Student T Test dapat dilihat di Tabel 6.

 

Tabel 6

Hasil Student T Test

No.

Variabel

Signifikan

1

Pendapatan

0,002

2

Efisiensi

0,300

Sumber: Data Primer yang Diolah, 2015

 

Hasil dari Tabel 6 menunjukan bahwa nilai signifikasi pendapatan sebesar 0,002 dan efisiensi sebesar 0,300. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan siknifikan antara itik pedaging dan petelur pada variabel pendapatan karena hasil ujinya <0,05. Sedangkan pada variabel efisiensi tidak terdapat perbedaan yang signifikan, karena hasilnya >0,05.

Pendapatan yang berbeda antara itik pedaging dan petelur yang dibuktikan pada hasil penelitian ini dapat diakibatkan karena penerimaan yang diperoleh dan biaya yang dikeluarkan antara itik pedaging dan petelur berbeda. Penerimaan itik pedaging meliputi penjualan itik sebagai itik pedaging dan sebagian peternak ada yang menjual kotoran untuk pupuk, sedangkan penerimaan itik petelur berasal dari penjualan telur itik, kotoran dan sebagian telur itik ada yang dijual dalam bentuk telur asin. Biaya untuk input produksi juga berbeda antara itik petelur dan itik pedaging. Hal tersebut sangat berakibat berbedanya nilai pendapatan masing-masing tergantung jenis ternak yang dipelihara.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh secara signifikan pada efisiensi itik pedaging dan petelur. Peneliti menyimpulkan bahwa hal tersebut dikarenakan sebagian besar pola pemeliharaan yang dilakukan oleh peternak itik pedaging dan petelur di Kecamatan sumpiuh dilaksanakan dengan cara tradisional. Cara pemeliharaan secara tradisional berakibat pada sedikitnya hasil yang didapatkan oleh peternak, baik itik pedaging maupun itik petelur.

8.      Pengaruh Faktor Jumlah Ternak, Pakan Ternak, Curahan Kerja, Pendidikan Peternak, dan Lama Beternak Antara Itik Petelur dan Pedaging Terhadap Pendapatan

Analisis multiple regresi yang telah transformasikan kedalam bentuk logaritma dapat digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas secara bersama�sama terhadap variabel terikat. Faktor - faktor yang diduga berpengaruh terhadap pendapatan peternak tersebut adalah jumlah ternak Pakan Ternak, Curahan Kerja, Pendidikan Peternak, dan Lama Beternak Antara Itik Petelur dan Pedaging Terhadap Pendapatan. Hasil analisis regresi linear berganda jumlah ternak, pakan ternak, curahan kerja, pendidikan peternak, dan lama beternak antara itik petelur dan pedaging terhadap pendapatan terhadap pendapatan usaha ternak itik petelur dan pedaging dapat di lihat pada Tabel 7.

 

Tabel 7

Hasil Analisis Regresi Linear Berganda Terhadap Pendapatan

No

Variabel

Koefisien (bi)

Signifikan

1

Jumlah Ternak (X1)

0,048700037

0,639593039

2

Pakan (X2)

0,968556594

0,000001***

3

Curahan Kerja (X3)

0,168054734

0,605113483

4

Pendidikan (X4)

-0,229620233

�������� 0,579736107

5

6

Lama Ternak (X5)

Variabel Dummy pola pemeliharaan (D)

0,583563639

-1,266798185

�������� 0,0136857**

�0,0005157***

 

Konstanta

1,766123278

Keterangan:

***: nyata 99%

**: nyata 95%

 

R2

0,801868027

 

F signifikan

0,000000002***

Sumber: Data Primer yang Diolah Menggunakan Microsoft Excel, 2015

 

Berdasarkan Tabel 7 hasil analisis diperoleh persamaan regresi linier berganda sebagai berikut:� �= 1,766123278 + 0,048700037 + 0,968556594 �+ 0,168054734 - 0,229620233 �+ 0,583563639 �- 1,266798185 .

Analisis Regresi Linear berganda pada Tabel 7 menunjukkan bahwa persamaan garis dapat digunakan untuk mengestimasi pendapatan dari variabel-variabel yang diambil dalam model tersebut. Koefisien determinasi R2 = 0,801868027 menunjukkan bahwa 80,19 persen variasi variabel terikat dapat dijelaskan secara bersama-sama oleh variabel bebas dan sisanya sebesar 19,81 persen merupakan variabel lain yang tidak dimasukan dalam model.

Signifikasi variabel independent (bebas) secara bersama terhadap variabel dependent (terikat) dihitung menggunakan uji F. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan mendapatkan hasil bahwa F signifikan adalah sebesar 0,000000002. Berarti bahwa variabel jumlah ternak, pakan ternak, curahan kerja, pendidikan peternak, lama beternak dan variabel dummy pola pemeliharaan secara bersama-sama ber pengaruh terhadap pendapatan dengan tingkat signifikan 99% (P<0,01).

Berdasarkan hasil analisis Tabel 7, secara parsial variabel jumlah ternak ( ) berpengaruh tidak nyata terhadap pendapatan. Rata-rata jumlah ternak responden peternak itik petelur sebesar 166 ekor/tahun. Sedangkan rata-rata jumlah ternak responden peternak itik pedaging sebesar 1185 ekor/tahun. Lebih banyaknya jumlah ternak itik pedaging yang dipelihara dalam waktu satu tahun disebabkan oleh periode pemeliharaan itik pedaging yang hanya 40-50 hari saja, sehingga dalam satu tahun mempunyai jumlah ternak yang lebih banyak dari petelur. Jumlah ternak berpengaruh tidak nyata terhadap pendapatan karena semakin banyak jumlah ternak itik yang dipelihara oleh peternak maka akan menambah biaya, hal ini dikarenakan sebagian besar peternak masih menggunakan sistem managemen tradisional sehingga tidak dapat menekan biaya sehingga pendapatan tidak bisa maksimal.

Secara parsial variabel pakan ( ) berpengaruh nyata terhadap pendapatan dengan tingkat signifikan 99% (P < 0,01). Nilai koefisien 0,968556594 menunjukkan bahwa setiap penambahan pakan satu persen akan menambah pendapatan sebesar 0,968556594 persen. Berdarkan hasil penelitian responden peternak itik petelur rata-rata menghabiskan pakan untuk itik petelurnya sebanyak 9421,75 kg dan untuk itik pedaging sebanyak 72459,56 kg. Pakan itik yang digunakan peternak itik pedaging dan petelur sebagian besar menggunakan pakan pabrik dengan dicampur dedak dan nasi aking, selain itu itik dipelihara dengan system umbaran untuk memperoleh pakannya sendiri. (Tangendjaja, Matondang, & Diment, 1992) menyatakan bahwa kemampuan itik mencerna pakan lebih baik dari ayam.

Variabel curahan kerja ( ) berpengaruh tidak nyata terhadap pendapatan. Kondisi seperti ini karena sebagian besar peternak itik pedaging dan petelur memelihara itik hanya sebagai sambilan, dengan pemeliharaan yang intensif akan menambah pendapatan peternak itik. Rata-rata curahan kerja responden peternak itik petelur sebanyak 3471 jam/tahun, sedangkan peternak itik pedaging sebanyak 3479 jam/tahun.

Variabel pendidikan ( ) berpengaruh tidak nyata terhadap pendapatan Kondisi seperti ini dikarenakan pendidikan formal peternak itik tidak diimbangi dengan daya serap terhadap informasi dan teknologi baru untuk meningkatkan keuntungan usaha ternak itik. Hasil peneltian rataan pendidikan peternak itik petelur yaitu 7 tahun, sedangkan pada peternak itik pedaging 7,3 tahun.

Variabel lama beternak ( ) berpengaruh nyata terhadap pendapatan dengan tingkat signifikan 95% (P< 0,05).� Nilai koefisien regresi sebesar 0,583563639 menunjukkan bahwa setiap penambahan variabel lama beternak satu persen, maka akan menambah pendapatan sebesar 0,583563639 persen. Hal ini disebabkan oleh pengalaman peternak itik pedaging yang semakin meningkat diiringi dengan pengetahuan dan keterampilan beternak itik yang semakin bertambah akan meningkatkan pendapatan. Hal ini sesuai dengan pendapat soekartawi (2005) yang menyatakan bahwa beternak yang berpengalaman akan lebih cepat menyerap inovasi teknologi dibandingkan dengan peternak yang belum atau kurang berpengalaman. Hasil peneltian rata-rata lama beternak untuk itik petelur yaitu 6,5 tahun, sedangkan peternak itik pedaging yaitu 6 tahun.

Variabel dummy pola pemeliharaan (D) dimasukkan dengan menetapkan nilai variabel dummy ternak itik petelur yaitu 0 dan ternak itik pedaging yaitu 1. Nilai koefisien variabel dummy pola pemeliharaan yaitu -1,266798185. Berdasarkan fungsi produksi multiple regresi, apabila peternak memelihara itik petelur maka nilai koefisien (D) adalah 0 (nol), tetapi apabila memelihara itik pedaging maka nilai koefisien (D) adalah 1 (satu), sehingga nilai koefisien sebesar -1,266798185 berarti bahwa pemeliharaan itik pedaging akan mempengaruhi pendapatan dengan mengurangi 1,266798185 satuan dari hasil analisis multiple regresi pendapatan ( ). Variabel dummy pola pemeliharaan berpengaruh nyata terhadap pendapatan dengan nilai signifikasi pola pemeliharaan yaitu 0,000515744 lebih kecil dari 0,05 (p > 0,05). Pengaruh nyata ini disebabkan perbedaan tujuan usaha itik yang di pelihara mempunyai sarana peroduksi berbeda menyebabkan perbedaan pula pada biaya, sehingga mempengaruhi penerimaan yang diperoleh antara kedua pemeliharaan tujuan usaha tersebut dan menyebabkan perbedaan dalam pendapatan. Hal ini sesuai dengan pendapat (Nukra, 2005) yang menyatakan bahwa besarnya pendapatan yang dimiliki petani peternak mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya jumlah ternak yang dimiliki.

9.      Pengaruh Faktor Jumlah Ternak, Pakan Ternak, Curahan Kerja, Pendidikan Peternak, dan Lama Beternak Antara Itik Petelur dan Pedaging Terhadap Efisiensi

Analisis multiple regresi yang telah transformasikan kedalam bentuk logaritma dapat digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas secara bersama�sama terhadap variabel terikat. Faktor - faktor yang diduga berpengaruh terhadap efisiensi peternak tersebut adalah jumlah ternak, pakan ternak, curahan kerja, pendidikan peternak, dan lama beternak. Hasil analisis regresi linear berganda jumlah ternak, pakan ternak, curahan kerja, pendidikan peternak, dan lama beternak terhadap efisiensi usaha ternak itik petelur dan pedaging dapat di lihat pada Tabel 8.

 

Tabel 8

Hasil Analisis Regresi Linear Berganda Terhadap� Efisiensi

No.

Variabel

Koefisien (bi)

Signifikan

1

Jumlah Ternak (X1)

0,002115442

0,864527862

2

Pakan (X2)

0,011320572

0,208469561

3

Curahan Kerja (X3)

0,012959599

0,738071647

4

Pendidikan (X4)

-0,026833697

0,587493838

5

6

Lama Ternak (X5)

Tujuan Usaha (D)

0,111666946

0,154622653

0,00012591***

0,000390961***

 

Konstanta

-0,109090945

Keterangan:

***: nyata 99%

 

 

R2

0,413900803

 

F signifikan

0,000000001

Sumber: Data primer yang diolah menggunakan Microsoft Excel, 2015.

 

Berdasarkan Tabel 8 hasil analisis diperoleh persamaan sebagai berikut:� �= -0,109090945 + 0,002115442 �+ 0,011320572 �+ 0,012959599 - 0,026833697 �+ 0,111666946 �+ 0,154622653 .

Analisis multiple regresi pada Tabel 8 menunjukan bahwa persamaan garis dapat digunakan untuk mengestimasi efisiensi dari variabel-variabel yang diambil dalam model tersebut. Koefisien determinasi R2 = 0,413900803 menunjukkan bahwa 41,39 persen variasi variabel terikat dapat dijelaskan secara bersama-sama oleh variabel bebas dan sisanya sebesar 59,61 persen merupakan variabel lain yang tidak dimasukan dalam model.

Signifikasi variabel independent (bebas) secara bersama terhadap variabel dependent (terikat) dihitung menggunakan uji F. Berdasarkan penghitungan yang telah dilakukan mendapatkan hasil bahwa F hitung efisiensi adalah 8,474349 dengan tingkat signifikasinya 0,000 yang berarti bahwa variabel jumlah ternak, pakan ternak, curahan kerja, pendidikan peternak dan lama beternak mempunyai pengaruh terhadap variabel efisiensi.

Berdasarkan penghitungan statistik pada Tabel 8. secara parsial variabel jumlah ternak ( ) berpengaruh tidak nyata terhadap efisiensi karena berdasarkan signifikasi hasil output excel nilai signifikasi jumlah ternak yaitu 0,864527862 lebih besar dari 0,05 (p > 0,05). Jumlah kepemilikan ternak itik tidak berpengaruh nyata terhadap efisiensi karena menurut (Sriyoto, Winda, & Ketut, 2009) efisiensi usaha sangat dipengaruhi oleh banyaknya ternak produk yang dijual, sehingga semakin banyak produk yang dijual maka semakin tinggi pendapatan bersih yang diperoleh. Sedangkan jumlah kepemilikan ternak itik responden sebagian besar sedikit sehingga pendapatan bersihnya juga sedikit dan menghasilkan efisiensi yang kurang maksimal.

Secara parsial variabel pakan ( ) berpengaruh tidak nyata terhadap efisiensi karena berdasarkan signifikasi hasil output excel nilai signifikasi pakan yaitu 0,208469561 lebih besar dari 0,05 (p > 0,05). Pakan tidak berpengaruh terhadap efisiensi itik petelur karena kebanyakan peternak menggunakan pakan campuran untuk pakan utama dengan nilai nutrisi rendah seperti dedak padi, sehingga produksi itik tidak maksimal. Sedangkan pada itik pedaging hal ini disebabkan karena FCR itik pedaging peternak itik kurang baik sehingga kurang efisien dalam input pakan yang diberikan.

Variabel curahan kerja ( �) berpengaruh tidak nyata terhadap efisiensi dengan nilai signifikasi curahan kerja yaitu 0,738071647 lebih besar dari 0,05 (p > 0,05). Hal ini dikarenakan usaha ternak itik oleh peternak hanya sebagai sambilan dan bukan usaha utama dan diakibatkan karena sebagian besar peternak itik dalam melaksanakan kegiatan pemeliharaan berdasarkan pengalaman saja serta sistem pemeliharaan yang masih tradisional dengan managemen waktu yang buruk, misalnya dalam pemberian pakan yang tidak tentu dan seadanya.

Berdasarkan penghitungan statistik pada Tabel 8, secara parsial variabel pendidikan ( �) berpengaruh tidak nyata terhadap efisiensi karena berdasarkan signifikasi hasil output excel nilai signifikasi pendidikan yaitu 0,587493838 lebih besar dari 0,05 (p > 0,05). Hal ini dikarenakan sebagian besar pendidikan peternak itik petelur adalah lulusan sekolah dasar yaitu sebanyak 71,4% dari jumlah responden peternak itik petelur. Dengan pendidikan yang rendah maka pola pikir untuk mengusahakan ternak itik agar lebih efisien juga berpengaruh sangat sedikit. Seperti halnya peternak itik petelur, peternak itik pedaging juga sebagian besar berpendidikan rendah yaitu sekolah dasar sebanyak 60% dari total responden peternak itik pedaging. Hal ini mempengaruhi pola pikir dalam pengusahaan ternak itik pedaging yang efisien.

Variabel lama beternak ( �) berpengaruh nyata terhadap efisiensi dengan nilai signifikasi lama beternak yaitu 0,00012591 lebih kecil dari 0,05 (p > 0,05), koefisien 0,111666946 menjelaskan bahwa setiap penambahan variabel lama beternak satu satuan akan mempengaruhi efisiensi sebesar 0,111666946 satuan. Hal ini dikarenakan banyaknya peternak yang mempunyai jumlah ternak banyak dengan pengalaman beternak yang singkat, maupun sebaliknya peternak dengan lama beternak yang cukup lama namun jumlah ternak yang dimilikinya sedikit. (Priyanto & Yulistiani, 2005) menyatakan bahwa Semakin lama suatu usaha maka semakin luas pengalaman dan semakin besar pengalaman yang diperoleh. Pengalaman beternak merupakan faktor penting yang harus dimiliki oleh seorang peternak dalam meningkatkan produktifitas dan kemampuan kerjanya dalam usaha peternakan.

Variabel dummy yang merupakan variabel pola pemeliharaan (D) dimasukkan dengan menetapkan nilai variabel dummy ternak itik petelur yaitu 0 dan ternak itik pedaging yaitu 1. Nilai koefisien variabel dummy pola pemeliharaan yaitu 0,154622653. Berdasarkan fungsi produksi multiple regresi, apabila peternak memelihara itik petelur maka nilai koefisien (D) adalah 0 (nol), tetapi apabila memelihara itik pedaging maka nilai koefisien (D) adalah 1 (satu), sehingga nilai koefisien sebesar 0,154622653 berarti bahwa pemeliharaan itik pedaging akan mempengaruhi efisiensi dengan menambah 0,154622653 satuan dari hasil analisis multiple regresi efisiensi ( ). Variabel dummy pola pemeliharaan berpengaruh nyata terhadap efisiensi dengan nilai signifikasi tujuan usaha yaitu 0,000390961 lebih kecil dari 0,01 (p>0,01). Pengaruh nyata ini disebabkan perbedaan tujuan usaha itik yang di pelihara mempunyai sarana produksi berbeda menyebabkan perbedaan pula pada biaya, sehingga mempengaruhi penerimaan yang diperoleh antara kedua tujuan usaha tersebut dan menyebabkan perbedaan dalam efisiensi. Hal ini sesuai dengan pendapat (Heriyatno, 2009) yang menyatakan bahwa keberhasilan usaha peternakan dari segi penerimaannya dinilai berdasarkan efisiensinya, yaitu kemampuan usaha tersebut menghasilkan keuntungan dari setiap rupiah biaya yang dikeluarkan.

 

Kesimpulan

Usaha itik pedaging di Kecamatan Sumpiuh, pendapatan dan efisiensinya lebih tinggi dari usaha itik petelur. Pendapatan itik petelur dan pedaging dipengaruhi oleh pakan, lama berternak, pendidikan, curahan kerja dan jumlah ternak.

 


BIBLIOGRAFI

 

Heriyatno. (2009). Analisis Pendapatan dan Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Susu Sapi Perah Di Tingkat Peternak (Kasus Anggota Koperasi Serba Usaha �Karya Nugraha� Kecamatan Cigugur Kabupaten Kuningan Provinsi Jawa Barat). Media peternakan. Fakultas Pertanian Institut Pert.

 

Nukra. (2005). Kontribusi Usaha Pemeliharaan Ternak sapi potong Terhadap Total Penerimaan petani Peternak di Desa Manuju Kecamatan Parangloe Kabupaten Gowa. Universitas Hassanudin Makassar. Jurnal Ilmu Dan Teknologi Peternakan.

 

Priyanto, M. D., & Yulistiani, D. (2005). Karakteristik peternak domba/kambing dengan pemeliharaan digembalakan/angon dan hubungannya dengan tingkat adopsi inovasi teknologi. Seminar Nasional Teknologi Dan Veteriner. Bogor. Google Scholar

 

Ramadhan S, M. (2012). Kontribusi Penerimaan Penjualan Limbah Kotoran Ternak Unggas Terhadap Penerimaan Total Peternak Ayam Petelur di Kec. Kulo Kab Sidrap. Universitas Hasanuddin, Makassar. Jurnal Ilmu Dan Teknologi Peternakan.

 

Soekartawi. (2003). Prinsip Ekonomi Pertanian. Jakarta: Rajawali Press.

 

Sriyoto, Sriyoto, Winda, Harveny, & Ketut, Sukiyono. (2009). Efisiensi Ekonomi Usahatani Padi Pada Dua Tipologi Lahan Yang Berbeda Di Propinsi Bengkulu Dan Faktor-Faktor Determinannya. Akta Agrosia, (2), 155�163. Google Scholar

 

Tangendjaja, B., Matondang, R., & Diment, J. A. (1992). Perbandingan Itik dan Ayam Petelur pada penggunaan dedak dalam ransum dalam fase pertumbuhan. Majalah Ilmu Dan Peternakan, 2(4), 137�139. Google Scholar

 

Copyright holder:

Indra Sugiharto, Nunung Noor Hidayat, Sri Mastuti (2021)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: