Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849

p-ISSN: 2548-1398

Vol. 6, Spesial Issue No. 1, November 2021

�

JUAL BELI ONLINE PERSFEKTIF EKONOMI ISLAM

 

Mudhori Ahmad

Pascasarjana Ekonomi Islam IAIN Ponorogo, Indonesia

Email: [email protected]

 

Abstrak

Seiring dengan perkembangan teknologi dalam melakukan transaksi yang semakin berkembang ini, ternyata turut pula menimbulkan berbagai permasalahan. Beberapa permasalahan yang dapat muncul dalam transaksi on-line ini dikarenakan pemebeli dan penjual tidak bisa bertatap muka dan tidak biasa tawar menawar barang. Pembeli hanya bisa melihat dari gambar, setelah dikirim baru ada komplen. Hal ini harus ada kejelasan dalam bertransaksi sesuai dengan prinsip ekonomi Islam. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan, Dalam penelitian kepustakaan, penelusuran pustaka yang dilakukan lebih dari sekedar menyiapkan kerangka penelitian atau proposal guna memperoleh penelitian sejenis, memperdalam kajian teoritis ataupun mempertajam metodologi. Penelitian kepustakaan dilakukan untuk memperoleh berbagai macam data yang diperlukan dalam penelitiannya. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa prinsip jual beli dalam Islam adalah Antarodin (suka-sama suka). Segala bentuk jual beli apapun kalau dapat merugikan salah satu pihak atau kedua-duanya, maka dalam Islam tidak sah akad jual beli tersebut, termasuk jual beli onlie apabila banyak madharatnya maka lebih baik dtinggalkan, akan tetapi banyak maslahatnya bisa diteruskan.

 

Kata Kunci: jual beli; online; ekonomi; Islam

 

Abstract

Along with the development of technology in carrying out this growing transaction, it also causes various problems. Some of the problems that can arise in online transactions are due to the purchase and seller can not meet face to face and unusual bargaining goods. Buyers can only see from the picture, after being sent there is only complen. There must be clarity in transacting in accordance with Islamic economic principles. The method used in this research is literature studies, In literature research, library searches conducted are more than just preparing research frameworks or proposals to obtain similar research, deepen theoretical studies or sharpen methodologies. Literature research is conducted to obtain various kinds of data needed in his research. The results of this research show that the principle of buying and selling in Islam is Antarodin (consensual). Any form of buying and selling if it can harm one party or both, then in Islam it is not legal to buy and sell, including buying and selling onlie if there is a lot of madharatnya then it is better to leave, but many maslahatnya can be continued.

 

Keywords: buying and selling; online; economics; Islam

 

Received: 2021-10-20; Accepted: 2021-11-05; Published: 2021-11-20

 

Pendahuluan

Seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin melejit dan banyaknya inovasi-inovasi dalam menemukan yang baru, hal ni karena kemajuan internet semakin meluas, maka berdampak pula pada seluruh sendi kehidupan manusia di muka bumi ini. Teknologi saat ini mulai mengambil sebagian peran masyarakat dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Dalam dunia bisnis, teknologi internet dimanfaatkan untuk mempermudah proses pemasaran, sehingga antara penjual dan pembeli tidak perlu bertemu untuk melakukan transaksi, hal ini dikenal dengan istilah bisnis online atau online shop.

Berdasarkan data tahun 2013 dari Boston Consulting Group (BCG), perilaku konsumen golongan kelas menengah di Indonesia terhadap bisnis online telah mencapai angka 74 juta orang dan diprediksi pada tahun 2020, angka ini naik menjadi 141 juta orang atau sekitar 54% dari total penduduk di Indonesia. Dari data tersebut dapat diprediksi bahwa potensi bisnis online memberikan peluang yang cukup besar. Akan tetapi, pada kenyataannya masih banyak konsumen yang masih dirugikan dari adanya sistem tersebut. Misalnya yaitu barang yang dibeli tidak sesuai dengan katalog yang dipilih atau waktu pengiriman yang tidak sesuai dengan yang dijadwalkan. Hal tersebut akan merugikan pihak konsumen dalam transaksi bisnis online.

Semakin berkembangnya zaman, semakin berkembang pula teknologi-teknologi baru yang mempengaruhi kehidupan masyarakat salah satunya transaksi jual beli yang juga turut dipengaruhi oleh perkembangan teknologi. Teknologi mempermudah segala aktivitas manusia, yang awalnya transaksi jual beli hanya dapat dilakukan apabila pembeli dan penjual bertemu secara langsung disuatu tempat kini dengan adanya perubahan teknologi, penjual dan pembeli dapat melakukan transaksi tanpa harus bertemu secara langsung. Dengan adanya perkembangan teknologi, penjual dan pembeli diberikan suatu tempat untuk saling berinteraksi yaitu melalui jejaring internet. Transaksi ini disebut dengan jual beli online.

Pemasaran jual beli di internet jauh lebih luas dan terbuka. Dalam perkembangannya, Bisnis Online tidak lagi hanya sebatas menjual dan membeli. Tapi juga merambah sistem periklanan, sistem perantara, dan sistem jaringan. Hal itu menyebabkan semakin banyaknya peluang yang terbuka untuk ikut menuai penghasilan melalui internet. Bahwa pada dasarnya Bisnis Online juga sama dengan Bisnis Offline, hanya saja area pemasarnnya yang berbeda. Jual beli merupakan salah satu bentuk kegiatan ekonomi yang mana sebuah kegiatan yang dilakukan antara penjual yang selaku penjual dengan pembeli dimana keduanya melakukan kegiatan pertukaran barang dengan barang lainya (Andrian & Aziz, 2018). Dalam Islam jual beli termasuk salah satu bentuk muamalah yang mana dalam mekanisme di atur sesuai dengan landasan hukum Islam yakni al-qur�an dan hadits. Praktek jual beli yang telah disebutkan di atas dalam ekonomi Islam praktek jual beli harus sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan dalam hukum Islam yakni orang yang melakukan akad harus telah aqil baligh (sudah baligh).

Dengan maraknya jual beli online, banyak kabar yang mengatakan bahwa jual beli online adalah kegiatan jual beli yang diharamkan karena ada beberapa hal yang tidak memenuhi syariat seperti ketidak jelasan suatu barang yang dijualbelikan dan tidak ada akad secara langsung antara penjual dan pembeli. Namun beberapa pendapat yang merupakan mazhab mayoritas para ulama: Hanafi, Maliki dan Hanbali dalam Al Mausu'ah al Kuwaitiyah jilid IX, hal.16 menyatakan bahwa jual beli online merupakan suatu transaksi jual beli yang sah yang dapat dilakukan oleh setiap manusia. Berdasarkan mazhab mayoritas tersebut karena hokum awal jual beli adalah halal maka jual beli yang dilakukan secara online juga halal asalkan sesuai dengan syariat Islam yang telah ditetapkan.

Dapat dijelaskan, ketidakjelasan yang banyak diperbincangkan sebagai unsur yang menjadikan jual beli online haram dapat ditangani dengan memberikan penjelasan spesifikasi barang dan harga yang jelas sehingga tidak menimbulkan keraguan serta ketidakjelasan pada pembeli. Pada transaksi jual beli online sangat mementingkan kejujuran dari penjual dalam menjualkan barangnya. Selain spesifikasi dan harga yang jelas, penjual harus memberikan gambar atau foto barang yang dijual sesuai dengan kondisi aslinya. Kemudian keraguan akad antara penjual dan pembeli dapat dijelaskan pula bahwa transaksi jual beli online yang dilakukan kedua belah pihak secara tidak langsung telah melakukan akad jual beli. Dimana ketika penjual telah menjual barang melalui internet dan telah memposting barang tersebut dan mengatakan bahwa barang tersebut dijual maka penjual telah melakukan ijab dan ketika pembeli telah meng-klik barang yang dijual oleh penjual untuk dibeli maka pembeli telah melakukan qabul-nya. Hal tersebut menandakan bahwa sudah terjadinya akad antara penjual dan pembeli.

Namun ada beberapa hal yang menyebabkan jual beli online menjadi haram, yaitu ketika penjual menjual barangnya melalui internet dan tidak menjelaskan spesifikasi barang dengan jelas atau tidak mencantumkan gambar yang sesuai dengan kondisi asli barang yang dijual. Dan jual beli online menjadi haram hukumnya, ketika seseorang menjual barang orang lain tanpa mengetahui bagaimana kondisi barang yang dijualnya sampai adanya pembeli yang membeli baru barang tersebut dibeli dari penjual pertama. Sederhananya terdapat penjual B yang menawakan barang kepada pembeli C namun barang yang dijualnya tersebut diambil dari penjual A yang dimana penjual B baru membeli barang ketika pembeli C telah melakukan order. Hal tersebut diharamkan karena penjual B menjual barang yang tidak diketahui kondisi serta persediaan barang tersebut dan hal tersebut tidak diperbolehkan dalam Islam melalui sabda Rasulullah Saw: "Jangkan engkau menjual barang yang belum engkau miliki" -- HR Abu Daud. Jenis transaksi tersebut juga mengandung unsur gharar atau ketidakjelasan. Satu hal yang harus diperhatikan lagi, barang-barang seperti emas, perak dan uang tidak boleh diperjualbelikan melalui online. Barang-barang tersebut harus melalui akad secara langsung antara penjual dan pembeli.

Seiring dengan perkembangan teknologi dalam melakukan transaksi yang semakin berkembang ini, ternyata turut pula menimbulkan berbagai permasalahan. Beberapa permasalahan yang dapat muncul dalam transaksi on-line ialah (a) kualitas barang yang dijual, hal ini dikarenakan pembeli tidak melihat secara langsung barang yang akan dibeli. Penjual hanya melihat tampilan gambar dari barang yang akan dijual; (b) potensi penipuan yang sangat tinggi, di mana ketika pembeli sudah melakukan pembayaran namun barang tidak kunjung diantar kepada pembeli; (c) potensi gagal bayar dari pembeli, di mana ketika penjual sudah mengirimkan barang kepada pembeli namun pembayaran tidak kunjung dilakukan oleh pembeli.

Salah satu hal yang membedakan bisnis online dengan bisnis off line adalah proses transaksi (akad) dan media utama dalam proses tersebut. Akad merupakan unsur penting dalam suatu bisnis. Secara umum, bisnis dalam Islam menjelaskan adanya transaksi yang bersifat fisik, dengan menghadirkan benda tersebut ketika transaksi, atau tanpa menghadirkan benda yang dipesan, tetapi dengan ketentuan harus dinyatakan sifat benda secara konkret, baik diserahkan langsung atau diserahkan kemudian sampai batas waktu tertentu

Dengan melihat pada berbagai permasalahan di atas, maka tulisan ini bertujuan untuk mengkaji bagaimanakah perspektif ekonomi Islam dalam melihat perkembangan transaksi jual beli dengan menggunakan media on-line, serta apa saja yang harus dilakukan untuk meminimalisasi berbagai permasalahan di atas.

 

Metode Penelitian

Pendekatan penelitian yang dipergunakan dalam tulisan ini adalah dengan melakukan penelitian kepustakaan (library research). Dalam penelitian kepustakaan, penelusuran pustaka yang dilakukan lebih dari sekedar menyiapkan kerangka penelitian atau proposal guna memperoleh penelitian sejenis, memperdalam kajian teoritis ataupun mempertajam metodologi. Penelitian kepustakaan dilakukan untuk memperoleh berbagai macam data yang diperlukan dalam penelitiannya (Zed, 2008).

Pada tulisan ini penelitian kepustakaan dilakukan pertama dengan menelusuri berbagai literatur terkait dengan konsep akad dan jual beli dalam perspektif fiqh muamalah. Kemudian dari berbagai literatur tersebut dipergunakan untuk membahas bagaimanakah perspektif ekonomi Islam dalam memandang penjualan on-line terutama yang berbasis kepada media sosial. Hal ini bertujuan untuk memberikan penjelasan yang komprehensif mengenai model penjualan on-line berbasis media sosial yang saat ini sedang marak seiring dengan perkembangan teknologi internet.

 

Hasil dan Pembahasan

Pengertian Jual Beli

Secara bahasa, jual beli berarti penukaran secara mutlak. Secara terminologi, jual beli adalah saling menukar harta dengan harta dalam bentuk pemindahan milik dan pemilikan. Definisi di atas dapat dipahami bahwa inti dar jual beli adalah suatu perjanjian tukar menukar barang atau benda yang memiliki nilai, secara sukarela di antara kedua belah pihak, salah satu pihak menerima benda dan pihak lainnya menerima uang sebagai kompensasi barang, sesuai dengan perjanjian dan ketentuan yang telah dibenarkan syara dan disepakati. Islam mempertegas legalitas dan keabsahan jual-beli secara umum, serta menolak dan melarang konsep riba. Allah adalah dzat yang maha mengetahui atas hakikat persoalaan kehidupan, bahwa dalam suatu perkara terdapat kemaslahatan dan manfaat maka diperbolehkan. Sebaliknya, jika didalam terdapat kerusakan dan mudarat, maka Allah mencegah dan melarang untuk melakukannya.

Jual �beli �dalam �bahasa �Arab �disebut �al-bay� �البع �yang �merupakan �bentuk masdar dari kata بيع يبيع باع yang artinya menjual, sedangkan kata beli dalam bahasa �arab �dikenal� dengan �شراء� yaitu �masdar �dari� kata (Munawir, 1997): شراء� يشرى �شرى� , namun pada umumnya kata بيع sudah mencakup keduanya, dengan demikian kata بيع berarti jual dan sekaligus berarti membeli. Menurut istilah jual beli disebut dengan bay�yang berarti menjual, mengganti dan menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain (Haroen, 2000). Jual beli dalam bahasa Indonesia berasal dari dua kata, yaitu jual dan beli. Yang dimaksud dengan jual beli adalah berdagang berniaga, menjual dan membeli barang (Poerwadarminta, 1952).

Jual beli dalam istilah fiqh disebut dengan al-bai�u yang berarti menjual, mengganti, dan menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain. Dalam definisi menurut ulama hanafiyah jual beli ialah �Tukar menukar sesuatu yang diingini dengan yang sepadan melalui cara tertentu yang bermanfaat�. yang dimaksud ialah melalui ijab dan qabul (pernyataan menjual dari penjual), atau juga boleh melalui saling memberikan barang dan harga dari penjual dan pembeli. disamping harta yang diperjual belikan harus bermanfaat bagi manusia (Rosyadi, 2018).

Jual beli online atau E-Commerce diartikan sebagai jual beli barang dan jasa melalui media elektronik, khususnya melalui internet atau secara online.2 Ecommerce merupakan prosedur berdagang atau mekanisme jual-beli di internet dimana pembeli dan penjual dipertemukan di dunia maya. E-commerce juga dapat didefinisikan sebagai suatu cara berbelanja atau berdagang secara online atau direct selling yang memanfaatkan fasilitas Internet dimana terdapat website yang dapat menyediakan layanan �get and deliver�. E-commerce akan merubah semua kegiatan marketing dan juga sekaligus memangkas biaya- biaya operasional untuk kegiatan trading (perdagangan). E-commerce merupakan metode penjualan yang sedang berkembang pesat seiring perkembangan teknologi di zaman sekarang ini (Samawi, 2020). Penjualan online memudahkan kita mencari barang yang kita inginkan dengan cepat cepat dan tentunya tidak menghabiskan banyak waktu dan energi karena yang kita butuhkan untuk mencari hanya komputer atau handphone serta koneksi internet. Kita tidak perlu berjalan mengunjungi setiap toko yang menjual barang yang diinginkan, dengan begitu kita dapat menghemat waktu serta biaya untuk mencari suatu barang sehingga lebih efektif dan efisien. Penjualan online sangat menguntungkan kedua belah pihak, antara penjual dan pembeli. Untuk penjual, produk atau tokonya dapat tersebar luas di internet sehingga informasi tentang produknya dapat diketahui dan dilihat oleh calon pembeli

 

Landasan Hukum Jual Beli

Alquran telah menetapkan bahwa praktik jual beli yang halal dilakukan atas kerelaan, sedangkan praktik riba merupakan transaksi yang termasuk dosa dan dilarang dalam agama Islam secara tegas dijelaskan dalam alquran. Allah berfirman dalam Surat al-Baqarah Ayat 275:

الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا ۗ وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا ۚ فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَىٰ فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ ۖ وَمَنْ عَادَ فَأُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

Artinya: �Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya�.(QS. al-Baqarah: 275)

Selain menetapkan tentang hukum dalam jual beli, Alquran juga menyebutkan bahwa praktik jual beli hendaklah didasari adanya keridhaan antara perilaku jual beli itu sendiri. Karena apabila hilang unsur keridhaan dalam praktik jual beli, hal tersebut menyebabkan timbulnya kebathilan dalam transaksi tersebut. Allah berfirman dalam surat An-Nisaa� Ayat 29:

 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ ۚ وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا

Artinya: �Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu�. (QS. an-Nisa�: 29)

Dari dua ayat di atas, maka bisa dilihat bahwa dalam jual beli, Allah selalu menegaskan janganlah kamu memakan riba, agar di setiap jual beli selalu mengandung berkah yang diridhai Allah.

Rasulullah SAW bersabda:

�Sesungguhnya Rasulullah saw ditanya, �Apakah usaha yang paling baik?� Rasulullah menjawab,� usaha seorang dengan tangannya dan setiap jual beli yang jujur.� (HR. Al-Bazzar) (Muhammad bin Ismail Al-Amir Ash-Shan�ani, t.t).

Berdasarkan Hadist tersebut jelas disebutkan bahwa usaha yang baik hasilnya adalah jual beli (berbisnis) karena dengan berbisnis manusia dapat memenuhi kebutuhannya. Berbisnis yang dimaksud adalah berbisnis yang jujur, tidak menipu dan berbohong. Dimana diketahui bersama bahwa Rasulullah adalah pedagang yang jujur.

 

Rukun dan Syarat Jual Beli

Penjualan menurut hukum Islam ialah harus terpenuhinya secara sempurna rukun dan syarat penjualan, serta syarat dan aturan atau ketentuan harus dipenuhi, sehingga penjualan dianggap legal. Karena penjualan adalah kontrak, syarat dan ketentuan harus dipatuhi. Para ulama memiliki pandangan yang berbeda tentang pilar dan syarat jual beli. Menurut Madzab Hanafi, akad Ijab dan Kabul sudah merupakan kerukunan berdagang.

Menurut ulama mazhab Hanafi, jual beli adalah adanya kemuauan yang cocok antara kedua pihak yang bertansaksi. Ada qarinah atau dua indicator yang dengan itu menunjukkan kesediaan kedua pihak transaksi yaitu ucapan serah terima atau akad Ijab Qabul serta tindakan saling memberi barang setelah ijab qabul serta melakukan pembayaran dengan baik dan benar sesuai perjanjian. Sebagian besar ulama membagi empat bagian dalam rukun jual beli yaitu:

a.       Orang orang yang melakukan transaksi akad

b.      Sighat

c.       Ada sesuatu barang yang dapat dibeli dan diserahterimakan.

d.      Mempunyai nilai� tukar pengganti uang (Sukmayanti, 2020)

Namun, Mazhab Hanafi berkeyakinan bahwa orang yang memiliki kontrak, barang yang dibeli dan nilai tukar barang tersebut di atas dianggap sebagai syarat penjualan dan tidak harmonis.

 

Jual Beli Secara Online

Penjualan on-line merupakan salah satu jenis transaksi jual beli yang menggunakan media internet dalam penjualannya, pada saat ini yang paling banyak dilakukan adalah berbasis media sosisal seperti, facebook, twiter, bbm, Instagram dan media sosial lainnya untuk memasarkan produk yang mereka jual. Saat ini penjualan on line merupakan salah atu bentuk jenis transaksi yang banyak dipergunakan dalam jual beli. Kemudian bagaimanakah perspektif ekonomi Islam dalam memandang penjualan on-line yang saat ini sudah menjadi suatu hal sudah sangat lumrah yang dilakukan dalam transaksi jual beli, terutama kepada penjualan on-line yang berbasis media sosial (Putra, 2019).

Persaingan pasar antar negara saat ini membuat mereka harus pandai mengatur strategi agar konsumen mau membeli produknya. Ada tiga faktor yang mempengaruhi keputusan konsumen dalam pembelian, yaitu faktor individual yang meliputi pendidikan dan penghasilan konsumen, pengaruh lingkungan, dan strategi pemasaran (Wahbi, Abdul Aziim & Ariwibowo, 2019). Perkembangan e commerce di Indonesia meningkat dengan cepat, hal tersebut menuntut pelaku usaha untuk dapat beradaptasi dengan mengadopsi penjualan secara online. Salah satu platform terbanyak saat ini yang digunakan oleh pengguna internet adalah android (Marjito & Tesaria, 2016).

Seiring dengan perkembangan teknologi yang maju dan pesat pada saat ini serta menuntut para pemilik usaha untuk bersaing. Penawaran webside e- commerce tidak hanya yang berbayar (premium) dan juga tersedia secara gratis di internet. Peluang yang sekarang tidak berbayar adalah webside opencart yang mana sangat sedikit para pebisnis yang melakukan (Aisyah & Achiria, 2019).

Jual beli via internet adalah jual beli yang terjadi dimedia elektronik, yang mana transaksi jual beli tidak mengharuskan penjual dan pembeli bertemu secara langsung atau saling menatap muka secara langsung, dengan menentukan ciri-ciri, jenis barang, sedangkan untuk harga nya dibayar terlebih dahulu baru diserahkan barangnya. Sedangkan karakteristik bisnis online, yaitu:

1)      Terjadinya transaksi antara dua belah pihak;

2)      Adanya pertukaran barang, jasa, atau informasi;

3)      Internet merupakan media utama dalam proses atau mekanisme akad tersebut (Fitria, 2017).

Dari karakteristik di atas, bisa di lihat bahwa yang membedakan bisnis online dengan bisnis offline yaitu proses transaksi (akad) dan media utama dalam proses tersebut. Akad merupakan unsur penting dalam suatu bisnis. Secara umum, bisnis dalam Islam menjelaskan adanya transaksi yang bersifat fisik, dengan menghadirkan benda tersebut ketika transaksi, atau tanpa menghadirkan benda yang dipesan, tetapi dengan ketentuan harus dinyatakan sifat benda secara konkret, baik diserahkan langsung atau diserahkan kemudian sampai batas waktu tertentu, seperti dalam transaksi as-salam dan transaksi al-istishna. Transaksi as-salam merupakan bentuk transaksi dengan sistem pembayaran secara tunai/disegerakan tetapi penyerahan barang ditangguhkan. Sedang transaksi al-istishna merupakan bentuk transaksi dengan sistem pembayaran secara disegerakan atau secara ditangguhkan sesuai kesepakatan dan penyerahan barang yang ditangguhkan

 

Jual Beli online Menurut Islam

Islam sebagai agama yang sempurna, datang dengan membawa ajaran yang universal dan komprehensif bagi seluruh aspek kehidupan manusia, baik aspek individual maupun sosial. Sehingga ajaran Islam tidak hanya mengatur seorang hamba supaya berindividual yang Islami tetapi juga bersosial yang Islami. Bahkan, bersosial Islami ini tidak hanya kepada sesama Muslim tetapi juga kepada non Muslim.

Jual beli merupakan aktifitas transaksi yang dilakukan oleh kedua belah pihak. Jual beli merupakan sebuah akad transaksi praktis yang dapat dilakukan dengan mudah oleh siapapun. Karena pada intinya jual beli adalah proses yang dilakukan antara penjual dan pembeli dengan tujuan untuk sama-sama mendapatkan benefit (manfaat). Kegiatan jual beli terjadi setiap saat tanpa mengenal batas dan waktu. Apalagi dewasa ini kegiatan jual beli mengalami proses percepatan waktu seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih. Allah S.W.T. telah telah menghalalkan jual beli yang sesuai dengan syari‟ah-Nya; agar jual beli yang dilakukan berdasarkan dengan aturan-aturan yang jelas dan gamblang sesuai dengan Al-Qur‟an dan As- Sunnah sehingga nantinya para penjual dan pembeli akan mendapatkan manfaat sesuai dengan hak-haknya. Dengan begitu maka tidak akan ada pihak yang didzalimi sedikitpun karena semua transaksi yang dilakukan di atas dasar akad yang jelas transparan, dan adil.

Konsep jual beli dalam Islam adalah konsep yang paling ideal untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, karena dengan melaksanakan konsep ini, maka seseorang akan memperoleh kepuasan dalam bertransaksi dan keberuntungan yang besar dalam bisnis secara lebih meluas. Namun tidak sedikit yang memahami akan hal ini. Sehingga yang terjadi di tengah-tengah masyarakat justru sebaliknya. Banyak sekali masyarakat terutama kaum muslimin yang terjebak pada jual beli yang diharamkan oleh Allah S.W.T. Sehingga bukan keberuntungan yang ia didapat akan tetapi malah kerugian dan kesulitan yang diperoleh. Untuk itu pada kesempatan yang baik ini penulis ingin menjelaskan tentang konsep jual beli dalam Al-Qur‟an yang akan dipaparkan secara lebih rinci dan lugas (Suretno, 2018).

Prinsip-prinsip dasar etika bisnis Islami harus mencakup: prinsip kesatuan, prinsip keadilan, prinsip kehendak bebas, prinsip tanggung jawab dan prinsip kebenaran. Penjual harus sangat jujur dalam mendeskripsikan barang yang akan dijual. Foto yang diunggah haruslah foto real atau yang sesungguhnya. Barang yang dijual tidak boleh rusak, jikalaupun ada kerusakan, haruslah dijelaskan. Tidak boleh ada pihak yang dirugikan dalam transaksi jual beli. Keadilan menuntut agar tidak boleh ada pihak yang dirugikan hak dan kepentingannya (Kristianto Dwi estijayandono, 2019).

Dalam etika berbisnis dalam Islam, ketulusan dan kejujuran adalah nilai yang paling mendasar. Seorang pengusaha harus jujur, jujur dan lugas dalam semua urusan bisnisnya. Tidak ada kecurangan, kebohongan, sumpah palsu dalam rangka Islam bisnis. Dalam kontrak secara umum, Islam mendifinisikannya sebagai kesepakatan kedua belah pihak untuk pemenuhan dari hal-hal tertentu yang tertuang pada kesepakatan dan persetujuan (ijab qabul) (Amiruddin, 2016). Rasulullah S.A.W. melarang transaksi jual-beli dengan unsur tipu daya atau kecurangan yang acap kali ditempuh para pedagang bangsa Arab Jahiliyah. Nabi Muhammmad S.A.W. menjelaskan, jual beli semacam itu tidak sah karena merugikan pihak lain. Beliau menyampaikan kepada kaumnya bahwa dalam Islam terdapat kerangka dasar etika yang harus diterapkan saat transaksi jual beli (Heriyansyah, 2018).

Dalam konsep jual beli online, akad yang digunakan dalam ekonomi Islam adalah Salam dan istishna�. Salam adalah transaksi jual beli secara tunai tetapi penyerahan barang ditangguhkan. Syarat yang terkait dengan barang pada akad salam diantaranya yaitu:

a)      Barang pesanan yang telah menjadi tanggungan pihak penjual, keberadaannya tidak boleh diserahkan ke pihak lain.

b)      Barang pesanan harus memiliki sifat-sifat yang jelas yaitu ciri-ciri, macam dan ukurannya.

c)      Barang yang dipesan harus sudah tersedia di pasaran sejak akad berlangsung hingga tiba waktu penyerahan.

d)      Barang yang dipesan harus sesuai dengan sample yang ada di pasaran.

e)      Penyerahan barang dilakukan di kemudian hari.

Selain itu, pengertian akad istishna adalah transaksi yang ditandatangani bersama antara pemesan dengan produsen untuk pembuatan suatu jenis barang tertentu. Dalam al-Quran surah Al-Baqarah ayat 282 yang artinya �Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya dan hendaklah seorang penulis diantara kamu menuliskannya dengan benar�. Kedua akad tersebut dapat digunakan dalam transaksi bisnis online tergantung dengan produk yang diperjualbelikan. Misal saja produk yang membutuhkan ukuran-ukuran tertentu atau customized berlaku akad istishna�

Adapun terkait dengan bentuk nyata saling rela dalam transaksi ekonomi, maka dari uraian tafsir Surat An-Nisa� Ayat 29 dapat disimpulkan menjadi tiga macam, yang masing-masing merupakan pandangan para ulama, yaitu (Wahidin, 2018):

1)      Saling rela tidaklah terrealisasi melainkan dengan perkataan berupa Ijab Kabul. Ini salah satu masalah yang menimpa umat Islam kontemporer. Karena sebagian transaksi ekonomi yang melibatkan uang dalam jumlah besar dilakukan melalui Bursa yang tanpa Ijab dan Kabul dengan perkataan. Akan tetapi melalui komputer yang terintegrasi dengan jaringan internet internasional. Sarana-sarana ini ditengarai memiliki kedudukan yang sama kuatnya dengan Ijab Kabul secara perkataan bahkan lebih kuat dan terpercaya.

2)      Pada dasarnya saling rela itu ditunjukkan dengan perkataan tetapi boleh dengan perbuatan dalam transaksi yang banyak terulang Ijab Kabulnya. Ini merupakan pendapat yang ditoleransi oleh Ahli Fikih pendapat pertama. Contohnya, Anda memberi tukang roti uang kemudian ia memberimu roti dan kamu berdua sama-sama diam. Seperti Anda naik kendaraan dengan tariff yang sudah diketahui lalu Anda bayar dan diam. Demikian pula dengan mesin jual beli minuman (kita memasukkan uang ke mesin kemudian keluar minuman yang kita inginkan). Transaksi semacam ini para ulama Fikih menamakannya dengan al-Mu�āṭah. Mereka mengatakan bahwa transaksi jual beli yang menuntut untuk banyak berijab Kabul dalam kehidupan sehari-hari, maka sah transaksinya dengan al- Mu�āṭah. Di mana tidak disyaratkan adanya Ijab dan Kabul secara perkataan.

3)      Saling rela itu terwujud dengan segala bentuknya baik perkataan maupun perbuatan. Ini merupakan pandangan Ibn Taimiyah. Contohnya transaksi- transaksi yang digulirkan melalui Bursa. Di mana hanya beberapa menit bahkan persekian detik dengan regulasi yang disepakati, transaksi antar perusahaan itu terwujud dan masing- masing pihak saling rela. Semua model transaksi ini sah secara hukum Islam. Demikian pula transaksi-transaksi al- Mu�āṭah yang menunjukkan kerelaan baik perkataan maupun perbuatan di masa mendatang yang tidak ada saat ini, maka transaksi itu juga sah.

Akan tetapi tentunya harus disepakati terdahulu antara perusahaan atau penjual dan pembeli regulasi tertentu yang menunjukkan kerelaan. Seperti nomor Visa yang tertulis di internet yang menunjukkan identitas pemiliknya. Seandainya seseorang tidak rela, pasti ia tidak mau meletakkan PINnya (ATM) ketika melakukan transaksi. Bahkan, terkadang Anda memberi PIN tersebut melalui HP yang menunjukkan saling rela, dan lain sejenisnya. Sehingga yang paling penting adalah adanya sarana atau instrument yang mewujudkan syarat saling rela walaupun tanpa adanya Ijab dan Kabul dengan perkataan.

Kegiatan jual beli merupakan kegiatan yang hukum awalnya adalah halal. Kegiatan tersebut dapat menjadi kegiatan yang haram ketika transaksi jual beli dilakukan tidak sesuai dengan syariat Islam. Begitu pula transaksi jual beli yang dilakukan secara online adalah halal hukumnya, namun ketika pembeli dan penjual tidak melakukannya sesuai denan aturan Islam maka transaksi tersebut menjadi haram hukumnya. Maka perhatikanlah apa yang dilarang dan dianjurkan sebelum melaksanakan kegiatan jual beli.

 

Kesimpulan

Dengan melihat berbagai penjelasan di atas, penjualan on-line merupakan hal yang dapat diperkenankan sesuai dengan kemajuan dan perkembangan teknologi, mengingat banyaknya manfaat yang dapat diperoleh dari model penjualan seperti ini. Namun yang perlu diingat baik oleh penjual maupun pembeli ialah prinsip kehati-hatian untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya penipuan baik dari sisi penjual maupun dari sisi pembeli. Prinsip jual beli dalam Islam adalah Antarodin (suka-sama suka). Segala bentuk jual beli apapun kalau dapat merugikan salah satu pihak atau kedua-duanya, maka dalam Islam tidak sah akad jual beli tersebut, termasuk jual beli onlie apabila banyak madharatnya maka lebih baik dtinggalkan, akan tetapi banyak maslahatnya bisa diteruskan.

 


 

BIBLIOGRAFI

 

Aisyah, Lisda, & Achiria, Siti. (2019). Usaha Bisnis E-commearce Perspektif Ekonomi Islam (studi pada bisnis@ lisdasasirangan). Ad-Deenar: Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Islam, 3(2), 187�200. Google Scholar

 

Amiruddin, Muhammad Majdy. (2016). Khiyār (hak untuk memilih) dalam Transaksi On-Line: Studi Komparasi antara Lazada, Zalara dan Blibli. FALAH: Jurnal Ekonomi Syariah, 1(1), 47. https://doi.org/10.22219/jes.v1i1.2695 Google Scholar

 

Andrian, Sonny, & Aziz, Abdul. (2018). Tinjauan Hukum Ekonomi Islam Terhadap Transaksi Jual Beli Game Online Dota 2. Skripsi, Fakultas Syariah. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Surakarta. Google Scholar

 

Fitria, Tira Nur. (2017). Bisnis Jual Beli Online (Online Shop) Dalam Hukum Islam Dan Hukum Negara. Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 3(01), 52. https://doi.org/10.29040/jiei.v3i01.99 Google Scholar

 

Haroen, Nasrun. (2000). Perdagangan saham di bursa efek: tinjauan hukum Islam. Yayasan Kalimah. Google Scholar

 

Heriyansyah, Heriyansyah. (2018). Perjalanan Bisnis Nabi Muhammad S.a.W. Ad Deenar: Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Islam, 2(02), 190. https://doi.org/10.30868/ad.v2i02.356 Google Scholar

 

Kristianto Dwi estijayandono, Dkk. (2019). Etika Bisnis Jual Beli Online dalam Perspektif Islam. Jurnal Hukum Ekonomi Syariah, 3(1), 53�68. Google Scholar

 

Marjito, & Tesaria, Gina. (2016). Aplikasi Penjualan Online Berbasis Android ( Studi Kasus : Toko Hoax Merch ). Computech & Bisnis, 10(1), 40�49. Google Scholar

 

Munawir, Ahmad Warson. (1997). Al-Munawir Kamus Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Progresif. Google Scholar

 

Poerwadarminta, Wilfridus Josephus Sabarija. (1952). Kamus umum bahasa Indonesia. Balai pustaka. Google Scholar

 

Putra, Muhammad Deni. (2019). Jual Beli on-Line Berbasis Media Sosial Dalam Perspektif Ekonomi Islam. ILTIZAM Journal of Shariah Economic Research, 3(1), 83. https://doi.org/10.30631/iltizam.v3i1.288 Google Scholar

 

Rosyadi, Fatwa. (2018). Tinjauan Fikih Muamalah Dalam Transaksi Online Pada Aplikasi Go-Food. Amwaluna, 2, 134�146. Google Scholar

 

Samawi, Meida Lutfi. (2020). Tinjauan hukum islam mengenai jual beli online. Ad-Deenar: Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Islam, 4(01), 52. https://doi.org/10.30868/ad.v4i01.616 Google Scholar

Sukmayanti, Aprilina. (2020). Tinjauan Ekonomi Islam Terhadap Akad Pada E-Commerce Study Kasus Tokopedia. Ar-Ribhu, 3(2), 107�119. Google Scholar

 

Suretno, Sujian. (2018). Jual Beli Dalam Perspektif Al-Qur�an. Ad Deenar: Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Islam, 2(01), 93. https://doi.org/10.30868/ad.v2i01.240 Google Scholar

 

Wahbi, Abdul Aziim & Ariwibowo, Prasetio. (2019). Konsep Literasi Ekonomi Digital: Analisa Dampak Teknologi Terhadap Prilaku Gaya Hidup Guru Smp Se-Tangerang Selatan. JEBI (Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Islam), 4(2), 181�192. https://doi.org/10.30868/ad.v3i01.486 Google Scholar

 

Wahidin, Ade. (2018). Prinsip Saling Rela Dalam Transaksi Ekonomi Islam (Tafsir Analitis Surat An-Nisa� [4] Ayat 29). Ad Deenar: Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Islam, 2(02), 110. https://doi.org/10.30868/ad.v2i02.352 Google Scholar

 

Zed, Mestika. (2008). Metode Penelitian Kepustakaan, Ed. Ke-2, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, Januari. Google Scholar

 

 

Copyright holder:

Mudhori Ahmad (2021)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: