Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849
p-ISSN: 2548-1398
Vol. 6, Spesial Issue No.
1, November 2021
������ ���
PENGARUH
KOMUNIKASI IBU TERHADAP PEMEROLEHAN BAHASA PERTAMA PADA ANAK USIA 2 TAHUN
Awaliyah Ainun Niswah
Universitas Airlangga, Surabaya, Indonesia
Email:� [email protected]
Abstrak
Penelitian ini
bertujuan untuk melihat perbedaan kemampuan berbahasa pada dua anak di usia
yang sama 2 tahun berdasarkan frekuensi komunikasi dari ibunya. Subjek penelitian pertama bernama Gibran dan subjek penelitian kedua, yaitu Noval. Penelitian ini akan meninjau pemerolehan
bahasa pertama pada tahap fonologi, morfologi, sintaksis, semantik dan pragmatik kedua anak tersebut
berdasarkan perbedaan frekuensi komunukasi dari ibunya. Riset
ini mengandalkan teori pemerolehan bahasa anak Indonesia yang disusun oleh Soenjono Dardjowidjojo (2012). Dengan teori itu, dapat
dilihat kemampuan berbahasa anak pada tahap fonologi, morfologi, sintaksis, semantik dan pragmatik. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik rekam
dan catat. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa frekuensi komunikasi orang tua terutama ibu
sangat mempengaruhi dalam pemerolehan bahasa pertama anak. Selain
itu, penerapan pola asuh komunikasi
verbal yang aktif dari pengasuh juga dianggap sangat penting dalam proses pemerolehan bahasa pertama anak. Kurangnya
komunikasi ibu sekaligus penerapan pola asuh komunikasi
verbal yang pasif kepada anak bisa menyebabkan
anak mengalami keterlambatan dalam pemerolehan bahasa pertama. Anak yang sering diajak berkomunikasi oleh ibu memiliki kemampuan
berbahasa lebih baik dari pada anak yang menerima ajakan berkomunikasi terbatas oleh ibu ataupun pengasuh.
Kata Kunci: komunikasi
ibu; pemerolehan bahasa pertama; anak usia 2 tahun
Abstract
This study aims to see the differences in language
skills in two children at the same age of 2 years based on the frequency of
communication from their mothers. The first research subject was named Gibran
and the second research subject was Noval. This study
will review the acquisition of the first language at the stages of phonology,
morphology, syntax, semantics and pragmatics of the two children based on
differences in the frequency of communication from their mothers. This research
relies on the theory of Indonesian children's language acquisition compiled by Soenjono Dardjowidjojo (2012).
With this theory, it can be seen that children's language skills are at the
phonological, morphological, syntactic, semantic and pragmatic stages. The
technique of data collection is done by recording and note-taking techniques.
The results showed that the frequency of parental communication, especially the
mother, greatly influences the acquisition of the child's first language. In
addition, the application of active verbal communication parenting from
caregivers is also considered very important in the process of acquiring a
child's first language. Lack of mother communication as well as the application
of passive verbal communication parenting to children can cause children to experience
delays in first language acquisition. Children who are often invited to
communicate by their mothers have better language skills than children who
accept limited invitations to communicate by their mothers or caregivers.
Keywords: mother
communication; first language acquisition; 2 year old
child
Received: 2021-10-20; Accepted:
2021-11-05; Published: 2021-11-20
Pendahuluan
Gibran dan
Noval, bukan nama sesungguhnya, memiliki usia yang sama. Namun, memiliki
cara berinteraksi dengan sekitar yang berbeda. Keunikan ini membuat mereka
kesulitan saat keduanya saling bertemu lalu menjalin
interaksi bersama. Ibu dari Noval dan Gibran kemudian saling berbagi cara mendidik
anaknya, khususnya pada latihan berbicara. Ibu Noval sibuk bekerja
sebagai buruh pabrik, sedangkan ibu Gibran fokus mendidik anaknya karena berstatus sebagai ibu rumah
tangga. Noval bertemu ibunya hanya di malam hari atau di saat
ibunya libur kerja, sedangkan Gibran dapat bertemu ibunya
di waktu kapanpun, dengan kata lain ibu Gibran selalu ada waktu
untuk anaknya. Tingkat kemampuan berbicara pada dua anak balita
ini berbeda, sehingga menarik untuk dikaji. Apakah
hal itu dipengaruhi
oleh luangnya waktu yang dimiliki ibu untuk
anaknya, sehingga ibu dapat kapan
saja mengajak anaknya berkomunkasi? Untuk itu, riset
kecil ini akan membuktikan hubungan komunikasi ibu terhadap pemerolehan
bahasa pertama anak usia 2 tahun.
Masa balita atau anak-anak
yang berusia 0-5 tahun sering disebut sebagai periode emas. (Hainstock & Lumley, 1999)
menyebutnya sebagai periode emas karena
anak mulai peka atau sensitif
untuk menerima berbagai rangsangan. Masa efektif merancang kualitas anak ini
hendaknya dimanfaatkan sebaik-baiknya karena sifat kritis anak
pada usia ini berada di posisi puncak. Pada periode ini, terjadi peningkatan
pesat pada pertumbuhan dan perkembangan secara fisik maupun psikis.
Satu diantaranya adalah pemerolehan bahasa pertamanya.
Pemerolehan bahasa
menurut (Skinner, 1957)
ialah seperangkat kebiasaan yang dilakukan seseorang yang dibantu oleh lingkungan. (Skinner, 1957)
mencetuskan teori behaviorisme yang menurutnya seluruh perilaku manusia dalam hal
memperoleh bahasa dipengaruhi oleh faktor eksternal. Faktor utamanya ialah lingkungan yang berperan penting dalam mengendalikan
perilaku manusia, sedangkan faktor dari dalam diri
manusia (faktor internal) yaitu faktor kejiwaannya
bukanlah hal yang penting. Adapun menurut Krashen
(1985b) pemerolehan bahasa
merupakan proses bagaimana seseorang dapat berbahasa atau proses anak-anak pada umumnya memperoleh bahasa pertama. Sependapat dengan Dardjowidjojo (2012), menurutnya pemerolehan bahasa adalah proses penguasaan bahasa yang dilakukan oleh anak secara natural pada waktu anak belajar bahasa
ibunya.
(Chomsky, 2006)
menyatakan bahwa ada dua proses anak memperoleh bahasa pertamanya. Proses yang dimaksud adalah proses kompetensi dan proses performansi.
Kompetensi adalah proses penguasaan tata bahasa, seperti fonologi, sintaksis dan semantik. Kompetensi ini dibawa setiap anak
sejak lahir, namun memerlukan pembinaan sehingga anak-anak memiliki kemampuan menggunakan bahasa untuk berkomunikasi
atau performansi. Performansi terdiri dari dua proses, yaitu proses pemahaman dan proses
penerbitan kalimat-kalimat.
Proses pemahaman melibatkan
kemampuan mengamati atau mempersepsi kalimat kalimat yang didengar, sedangkan proses penerbitan melibatkan kemampuan menghasilkan kalimat-kalimat sendiri (Chaer, 2009).
Dardjowidjojo (2012) menulis dalam bukunya bahwa
umur sekitar 1 tahun anak mulai
mengeluarkan bunyi yang dapat diidentifikasi sebagai kata lalu meningkat menjadi ujaran satu kata dan pada umur menjelang 2 tahun mulailah dengan ujaran dua
kata. Ia juga sepakat dengan pernyataan dari Roman Jakobson yang menyatakan
pula pemerolehan bahasa
pada tahap fonologi secara umum anak
memiliki kesamaan. Ungkapnya, pemerolehan bunyi berjalan senada dengan fitrahnya
bunyi itu sendiri. Bunyi pertama yang dikeluarkan anak adalah kontras
antara konsonan dan vokal. Bunyi /a/, /i/ dan /u/ vokal pertama yang akan keluarnya. Adapun pada konsonan adalah bunyi /p/, /b/, /m/, /n/ kemudian
disusul oleh bunyi /p/ dan
/t/. Berbeda dengan pemerolehan tahap morfologi dan sintaksis, pada tahap ini anak
memiliki tingkat kesamaan yang rendah dari pada tahap fonologi. Pada umur 2 tahun, kemampuan memproduksi banyak kata dapat mengeluarkan ujaran dua kata atau UDK yang diselingi jeda, sehingga dua kata itu terdengar
terpisah. Pada tahap ini, anak mulai
memproduksi kalimat yang bersifat deklaratif, interogatif ataupun imperatif. Selaras dengan (Levey & Polirstok, 2010),
menyatakan bahwa tahapan pemerolehan bahasa pada anak usia satu (1) sampai
dua (2) tahun dapat mengatakan banyak kata di setiap bulannya, menggunakan satu atau dua
kata dan menggunakan banyak
bunyi konsonan yang berbeda di awal kata.Adapun pada tahap semantik, anak dapat memahami ujaran yang diujarkan. Anak memakai cara lain untuk berkomunikasi sebelum ia dapat
mengucap sebuah kata. Begitu juga, anak memperoleh bahasa melalui interaksi dengan orang lain, secara tidak langsung anak juga mempelajari norma dan budaya yang berlaku di sekitarnya dalam menggunakan bahasa, itu terjadi
anak memperoleh bahasa pada tahap kemampuan pragmatik.
Anak memperoleh bahasa pertama dari bahasa
yang digunakan di lingkungannya,
terutama ibunya karena orang terdekat bagi anak. Gaya bahasa yang digunakan orang tua saat berkomunikasi
dengan anaknya menjadi salah satu pengaruh terkuat dalam pemerolehan bahasa pertama anaknya (Risley, 1995). (Evans, Maxwell, & Hart, 1999)
mengungkapkan bahwa ibu memainkan peran
formatif dalam pemerolehan bahasa pertama pada anaknya. Komunikasi merupakan tindakan mengirim atau menerima pesan
dalam suatu konteks tertentu mempunyai pengaruh tertentu dan ada kesempatan untuk melakukan umpan balik. Ungkapan itu diperkuat oleh (Epstein, 2001)
yang menyatakan bahwa ada enam jenis
keterlibatan orang tua dalam pemerolehan bahasa pertama anaknya, yaitu pengasuhan, komunikasi, sukarela, belajar di rumah, pengambilan keputusan dan kolaborasi dengan keluarga/masyarakat. Sependapat dengan (Tamis-LeMonda & Rodriguez, 2008)
dalam penelitiannya mengatakan bahwa salah satu aspek perkembangan
pemerolehan bahasa pertama anak adalah
frekuensi komunikasi antara orang tua dan anak, semakin banyak
komunikasi yang dilakukan, maka semakin besar
kesempatan anak belajar memperoleh bahasa pertamanya.
Seberapa sering
komunikasi yang dilakukan antara ibu dengan
anak. Dan berapa banyak kosa kata yang sudah dikuasi. Berdasarkan uraian tersebut, maka dalam riset kecil
ini akan melihat perbedaan kemampuan berbahasa pada dua anak dengan
usia yang sama 2 tahun berdasarkan frekuensi komunikasi antara ibu dan anak. Secara teoritis,
tulisan ini diharapkan dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan
tentang pemerolehan bahasa. Secara praktis, tulisan ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi para orang tua, khususnya para calon ibu atau
ibu yang memilki anak dalam proses pemerolehan bahasa pertamanya.
Metode Penelitian
Partisipan dalam penelitian ini ada delapan dengan
beberapa kondisi yang berbeda.
Tabel 1
Deskripsi Partisipan
No |
Partisipan |
Jenis Kelamin |
Usia |
Pekerjaan |
Pendidikan |
Bahasa yang digunakan |
1 |
Gibran |
Laki-laki |
2
th |
- |
- |
Jawa |
2 |
Ibu
Gibran |
Perempuan |
27
th |
IRT |
S1 |
Jawa |
3 |
Bapak
Gibran |
Laki-laki |
33
th |
Wirausaha |
S1 |
Jawa |
4 |
Sepupu Gibran |
Perempuan |
23
th |
Pelajar |
S1 |
Jawa |
5 |
Noval |
Laki-laki |
2
th |
- |
- |
Jawa |
6 |
Ibu
Noval |
Perempuan |
35
th |
Buruh |
SMP |
Jawa |
7 |
Bapak
Noval |
Laki-laki |
34
th |
Buruh |
SMP |
Jawa |
8 |
Nenek Noval |
Perempuan |
78
th |
Petani |
- |
Jawa |
Data dalam penelitian ini ada dua, yaitu
tanggapan dua ibu yang sebagai responden dan tuturan dua anak berstatus
sebagai subjek penelitian. Tanggapan dua ibu mengenai
waktu berkomunikasi dengan anaknya dan tuturan dua anak
mencakup beragam topik. Data dari responden yang telah diperoleh, diklasifikasikan sesuai jawaban dari permasalahan yang ada. Adapun wujud data yang berupa ujaran dua
anak, dianalisis dan diklasifikasikan dalam tahapan pemerolehan bahasa pada tahap fonologi, sintaksis, morfologi dan semantik yang didasarkan ancangan teori (Dardjowid Dardjowidjojo, S. (2003). Psikolinguistik:
Pengantar pemahaman bahasa manusia. Yayasan Pustaka Obor Indonesia.jojo, 2003). Keseluruhan data dianalisis dengan metode analisis deskriptif kualitatif. Data diambil dalam kurun
waktu tiga bulan (Oktober-Desember 2020).
Data dalam penelitian ini dikumpulkan menggunakan catatan dan rekaman video dengan durasi 56 menit. Data catatan dijadikan sebagai pelengkap dan pendukung dari data rekaman.
Hasil dan Pembahasan
Terdapat 2 responden yang diwawancarai secara mandalam pada riset kecil ini.
Responden pertama dari ibu Gibran, sedangkan responden kedua adalah ibu
Noval. Pertanyaan meliputi pola asuh,
terutama pada waktu berkomunikasi dengan anak beserta alasanya.
Pertanyaan itu dijawab dengan jawaban berbeda. Jawaban dari ibu
Gibran cenderung dengan penjelasan yang lebar, sedangkan ibu Noval
hanya merespons sangat singkat.
Hasil wawancara
terhadap 2 responden dapat dipetakan dalam 2 bagian. Pertama, peranan pengasuhan dan kedua, waktu berkomunikasi dengan anak.
a.
Peranan pengasuhan
Peranan pengasuhan Gibran sejak lahir sampai usia
2 tahun ini dipegang penuh oleh ibunya. Jika ada urusan yang mengharuskan ibunya ke luar
rumah, Gibran dititipkan kepada sepupunya, namun biasanya tidak sampai sehari
penuh. Itu berbeda dengan Noval, ibunya tidak
bisa menemaninya setiap saat sejak
usia 6 bulan, karena harus bekerja
di luar rumah. Selama ibu Noval
bekerja, Noval diasuh oleh neneknya yang usianya bisa dikatakan
sepuh. Setiap harinya Noval bersama
neneknya. Noval bertemu ibunya di malam hari hingga
menjelang pagi, atau saat ibunya
libur kerja.
b. Waktu berkomunikasi dengan anak
Responden pertama
dari ibu Gibran menanggapi bahwa mulai Gibran di dalam kandungan sampai umur 2 tahun ini
selalu diajak berkomunikasi dan setiap saat. Semisal, saat mandiin diajak
ngobrol, saat ganti popok diajak
ngobrol, sebelum dan bangun tidur diajak
ngobrol, itu dilakukan terus menerus hingga Gibran berusia 2 tahun ini. Ada yang menarik dari itu, jika
Gibran menemukan sebuah
kata benda, ibunya membuat kalimat yang mengandung kata benda itu, lalu mendongengkannya.
Ibu Gibran selalu mengangggap
bahwa Gibran itu bukan anak kecil,
melainkan anak dewasa yang sudah bisa diajak ngobrol
bersama. Serupa saat ibunya bermain
bersama Gibran, selain untuk menghibur Gibran, momen itu digunakan
juga untuk memperoleh bahasa pertama anaknya. Di sela-sela permainan ibunya mengiringinya dengan mengobrol dan mendongeng. Itu dilakukan ibunya dengan alasan ibunya
adalah rumah bagi Gibran, ibunya adalah madrasah pertama bagi Gibran, dari itulah ibunya merasa
berada di posisi penting untuk tumbuh
kembangnya Gibran, termasuk
dalam pemerolehan bahasa pertamanya.
Lain halnya tanggapan
dari responden kedua atau ibu
Noval. Sejak usia 6 bulan Noval
sudah dirawat oleh neneknya. Noval bersama bersama ibunya hanya di waktu tertentu. Saat bersama ibunya,
sang ibu jarang mengajak berbicara, mungkin bila hanya
saat menyuruh mandi, makan dan tidur. Setiap harinya Noval bersama neneknya.
Di umur yang dapat dikatakan sudah sepuh, namun masih
terlihat sehat dan kuat, nenek masih
mengasuh cucuhnya. Pola asuh nenek itu
juga terlihat sangat pasif.
Nenek tersebut cenderung pendiam dan jarang sekali mengajak
Noval berkomunikasi verbal.
Dari 2 fenomena di atas dapat disimpulkan bahwa Gibran dan Noval memiliki pola asuh
yang berbeda. Gibran menerima
pola asuh komunikasi verbal yang aktif dan variatif, sedangkan pola asuh komunikasi
verbal yang diterima oleh Noval
sangat pasif yang cenderung
diam.
c. Pemerolehan Bahasa Pertama
Ada 2 subjek dalam penelitian kecil ini. Subjek pertama
adalah Gibran dan kedua adalah Noval. Ibu dari mereka berdua
menggunakan bahasa jawa sebagai bahasa
berkomunikasi sehari-hari dengan anaknya. Gibran dan Noval juga hidup di lingkungan masyarakat berbahasa Jawa. Untuk itu, dapat
dikatakan bahwa bahasa pertama yang diperoleh Gibran dan Noval adalah bahasa Jawa.
1)
Tahap Fonologi
Pemerolehan pada tahap
ini, apakah Gibran dan Noval di usia 2 tahun ini mampu
memproduksi bunyi-bunyi vokal dan konsonan dengan baik, ataupun
sebaliknya.
Tabel 2
Daftar
Kata
Partisipan |
Kata yang Diucapkan |
Kata yang Benar |
Bahasa Indonesia |
Gibran |
/sandal/ /kuwalik/ /cokat/ /layanan/ /tumbas/ /wədi/ /maəm/ /aŋis/ /peda/ /ambut/ /bapak/ /adek/ /nene/ /aduk/ /mituat/ /iyam/ /ɘmo/ /anas/ /mimik/ /nono/ /endoŋ/ /iwak/ /bantal/ /tambi/ /tanjaŋ/ /pastik/ /kim/ |
/sandal/ /kuwalik/ /coklat/ /layaŋan/ /tumbas/ /wədi/ /maəm/ /naŋis/ /sepeda/ /ɲambut/ /bapak/ /adek/ /rene/ /aduk/ /milkuat/ /siram/ /ɘmo/ /panas/ /mimik/ /nono/ /gendoŋ/ /iwak/ /bantal/ /klambi/ /kranjaŋ/ /plastik/ /krim/ |
Sandal Terbalik Coklat Layang-Layang Beli Takut Makan Nangis Sepeda Pinjam Bapak Adik Sini Sakit Milkuat Mandi Tidak Panas Minum Sana Gendong Ikan Bantal Baju Keranjang Plastik Krim |
Noval |
/kukba/ /pak/ /ɘmo/ /hema/ /embek/ |
/kukba/ /bapak/ /ɘmo/ /hema/ /embek/ |
Cilukba Bapak Tidak Suara sapi Suara kambing |
Kemampuan Gibran dan Noval relatif sama,
secara keseluruhan keduanya mampu mengucapkan bunyi vocal /a/, /e/,
/i/, o/ dan /u/ dengan baik.
Begitu juga yang terjadi saat pengucapan huruf konsonan. Ada beberapa bunyi yang perlu digaris bawahi
dalam table di atas, yaitu Gibran dominan menguasai bunyi /n/, /t/ dan menghilangkan satu bunyi konsonan yang berurutan. Itu terlihat saat Gibran mengucapkan sebuah bunyi dari kata yang mengandung huruf konsonan berurutan, seperti pada bunyi /mituat/, /tambi/, /tanjaŋ/, /pastik/ dan /kim/. Bunyi yang seharusnya adalah /milkuat/, Gibran menggantinya dengan /mituat/, artinya Gibran mengganti /l/ dan
/k/ menjadi /t/. Begitu
juga yang terjadi pada /tambi/,
/tanjaŋ/, /pastik/ dan
/kim/ yang seharusnya adalah /klambi/, /kerangjaŋ/, /plastik/ dan /krim/. Jika dicermati lagi, pada bunyi /nono/, Gibran belum mampu melafalkan bunyi /r/ karena bunyi yang benar adalah /rono/, ia menggatikannya dengan /n/, sehingga terjadi pengulangan suku kata atau bubbling. Selanjutnya yang terjadi pada Noval, ia mampu
melafalkan bunyi konsonan dengan baik. Namun jika
dicermati lagi, pembendaharaan bunyi yang dimiliki Noval lebih sedikit dari
pada yang dimiliki oleh Gibran. Itu
terlihat pada Noval belum pernah melafalkan
bunyi /j/, /t/, /w/, /l/, /y/, /d/, /s/ dan /c/. Sementara, waktu untuk mencermati Gibran dan Noval itu sama,
dalam kurun tiga bulan. Sehingga,
dapat dikatakan bunyi yang dimiliki oleh Gibran lebih variatif dari pada bunyi yang dimiliki oleh Noval.
2)
Tahap Sintaksis dan Morfologi
Pemerolehan bahasa
pada tahap ini, untuk melihat seberapa
banyak kata yang dituturkan
oleh Gibran dan Noval, kemudian
apakah Gibran dan Noval sudah mampu mengujarkan
ujaran dua kata dan memproduksi bentuk kalimat deklaratif, interogatif ataupun imperatif.
(1)
Gibran: �ambuk ocek�
(ambuk buka)
Ibu Gibran: �opo iki?�
(apa ini?)
Gibran: �cokat� (coklat)
(2)
Gibran: �ambuk ayo tumbas jajan� (ambuk, ayo beli
jajan)
Ibu Gibran: �jajan opo?�
(jajan apa?)�
Gibran: �tumbas es kim�
(beli es krim)
Obrolan (1) dan (2), dilakukan oleh Gibran dan Ibunya.
Jika dicermati, obrolan dalam (1) dan (2) memperlihatkan
Gibran menggunakan bentuk kalimat imperatif. Apa yang diinginkan Gibran disampaikan kepada ibunya disertai bahasa tubuh. Pada (1) dengan menyodorkan sebuah coklat yang masih belum terbuka
ke ibunya. Begitu juga pada (2) Gibran menuturkan
kalimat itu dengan menarik baju ibunya.
(3)
Gibran: �bapak, opo iki?�
(ambuk, apa
ini?)
Bapak
Gibran: �dadar� (telur
goreng)
(4)
Gibran:
�Tek nene nono duk hihihi� (suntik
di sini di sana sakit hihihi)
Sepupu Gibran: �gak popo, cek sehat�
(tidak apa-apa, biar sehat)
Dialog (3) dilakukan bersama
bapak Gibran, sedangkan
pada dialog (4) bersama sepupu
Gibran. Pada dialog (3), terlihat jelas
Gibran sudah bisa menggunakan kalimat introgatif. Gibran menggunakan kalimat itu, yang artinya Gibran membutuhkan informasi dari bapak Gibran sebagai jawaban atas pertanyaan
Gibran. Adapun pada (4), Gibran terlihat sedang memberi suatu informasi pernyataan kepada sepupu Gibran, yang saat itu sepupu Gibran sedang berkunjung ke rumahnya. Bentuk
kalimat yang dituturkan
Gibran pada (4) adalah deklaratif.
Bahasa tubuh juga Gibran gunakan
saat menuturkan kalimat (4), agar memperjelas apa yang Gibran tuturkan.
Dari obrolan (1), (2), (3) dan (4), dapat disimpulkan bahwa kemampuan sintaksis dan morfologi Gibran untuk kategori anak usia 2 tahun
dapat dikatakan cukup baik. Dibuktikan
dengan hal berikut: Gibran sudah mampu mengujarkan ujaran dua kata dan sudah terdapat beberapa kata yang diucapkan oleh
Gibran di usia 2 tahun ini. Beberapa kata tersebut antara lain �ocek� yang mengandung makna �buka�, �cokat� yang berarti �coklat� dan beberapa kata yang tertulis pada tabel 1.
(5)
Ibu Noval: �mau iyam
mbi sopo?� (tadi mandi sama
siapa?)
Noval: �pak�
(bapak)
(6)
Noval: �emo *sambil
menunjuk ke arah nasi yang dibawa neneknya*� (tidak mau)
Nenek Noval:
�lapo?� (kenapa)
Noval: �emo�
Percakapan pada (5) dilakukan oleh Noval dan ibunya. Adapun pada (6) Noval
Bersama nenek Noval. Dalam obrolan (5), Noval menggunakan ujaran satu suku
kata untuk menjawab pertanyaan dari ibunya. Selain itu, Noval juga mengetahui bahwa giliran dalam suatu
obrolan merupakan salah satu bagian penting
dalam aturan komunikasi. Adapun perbincangan
pada (6), Noval seakan-akan
menggunakan bentuk kalimat deklaratif, meskipun Noval hanya menuturkan ujaran satu kata. Jika diamati lebih mendalam,
Noval menuturkan kata �emo�
diselingi dengan tangan menunjukkan ke arah nasi. Artinya,
Noval sedang memberi informasi kepada neneknya bahwa tidak mau
makan nasi saat itu.
Perbincangan pada (5) dan (6), Noval terlihat memiliki kemampuan sintaksis dan morfologi yang masih terbatas. Ia cenderung mengujarkan
suku kata terakhir untuk menyebutkan nomina yang dimaksud. Begitu juga pada kemampuan sintaksis, Noval masih terlihat hanya mampu mengujarkan
ujaran satu kata, belum dapat menuturkan
ujaran dua kata.
Dari beberapa pengamatan
yang telah dilakukan, ada beberapa bukti
yang mengatakan bahwa kemampuan sintaksis dan morfologi Noval belum berkembang dengan baik sesuai
dengan usianya sebagai anak 2 tahun. Jika dibandingkan dengan Gibran, perbedaan itu sangat terlihat kontras. Itu terjadi
saat Noval dan Gibran sedang bermain bersama. Pada beberapa kesempatan, Noval terlihat pasif saat diajak berbincang
bersama Gibran. Gibran lebih
responsif dalam berbicara daripada Noval.� Noval lebih sering
mengucapkan hanya satu suku kata. Adapun dalam hal mengujar,
Noval juga terlihat masih mengalami kesulitan, meskipun ujaran itu hanya
menirukan ujaran orang
lain, apalagi dalam menanggapi pembicaraan. Oleh sebab itu, sangat berbeda dengan apa yang dialami oleh Gibran, ia dapat membentuk
kalimat dari dua kata, meskipun belum utuh sempurna.
Fenomena tersebut
diperkuat dengan pernyataan Dardjowidjojo (2012) yang mengungkapkan bahwa pada umur sekitar 1 tahun anak mulai
mengeluarkan bunyi yang dapat diidentifikasi sebagai kata lalu meningkat menjadi ujaran satu kata, dan pada umur menjelang 2 tahun mulailah dengan ujaran dua
kata. Fenomena seperti Noval ini dipengaruhi
oleh kurangnya stimulasi berbahasa dari ibu atau pengasuhnya.
Untuk itu, Noval tidak mendapatkan
input yang cukup.
3)
Tahap Semantik
Pemerolehan bahasa
pada tahap ini, berkaitan dengan bagaimana anak dapat memaknai kata yang diperolehnya.
(7)
Gibran: �ambuk, kur kur kur *sambil
mengangkat tangan kanan ke atas
dengan menggerakkan jarinya* (ambuk, memanggil burung)
Ibu Gibran: celuen, kongkon
rene (panggil aja, suruh ke
sini)
Gibran: �kur kur kur *sambil mengangkat
tangan kanan ke atas dengan
menggerakkan jarinya*� (memanggil burung)
(8)
Noval: �ndo, opo iku?�
(wah, apa
itu?)
Ibu Noval: �hema� (suara sapi)
Dialog dalam (7) dilakukan
oleh Girban dan ibunya, sedangkan pada (8), dilakukan
oleh Noval bersama ibunya. Dalam dialog (7), Gibran memaknai cara memanggil
burung yang terbang di atasnya
dengan panggilan kur kur kur
dengan diselingi tangan kanan diangkat
lalu digerakkan jari jemarinya. Begitu juga Noval pada (8), ia memaknai sapi
dengan menirukan suara sapi, yaitu
hema. Jika dibandingkan antara Gibran dan Noval dalam kemampuan pada tahap ini, keduanya
memiliki kemampuan yang relatif sama, dapat
memaknai kata yang diperolehnya.
4)
Tahap Pragmatik
Pemerolehan bahasa
pada tahap ini, Anak memperoleh bahasa dengan mempelajari norma dan budaya yang berlaku di sekitarnya, artinya itu berkaitan
dengan etika dalam berkomunikasi agar terjalin adanya sopan santun. Sopan
santun dalam berkomunikasi merupakan hal penting yang perlu diajarkan pada anak sejak dini.
Itu dilakukan supaya anak selalu
mengingat hal-hal yang sopan ketika berkomunikasi,
karena masa dini merupakan waktu anak berproses tumbuh dan berkembang. Untuk itu, orang tua perlu memberi
contoh yang baik.
(9)
Ibu Gibran:
�bubuk nggeh!� (tidur ya!)
Gibran: �enggeh� (iya)
(10)
Ibu Noval: �mau iyam
mbi sopo?� (tadi mandi sama
siapa?)
Noval: �pak�
(bapak)
Jika kita lihat lebih mendalam, Gibran mengujar kata �enggeh� bukan �iyo� untuk
menanggap pertanyaan ibunya. �enggeh� dan �iyo� memiliki makna
yang sama, yaitu �iya�, namun cara
penggunaannya berbeda. Dalam bahasa jawa,
kata �enggeh� dikatakan lebih sopan dari
pada �iyo. Adapun pada (10), ibu
Noval bertanya kepada Noval dengan
situasi saat itu bapaknya Noval
sedang berada di sampingnya. Ibu Noval bertanya: �mau iyam mbi sopo?�
lalu dijawab oleh Noval dengan menuturkan
�pak� bukan �wong iki� atau
�iku� sambil menunjuk ke arah
bapaknya. Dalam budaya jawa, jika
ada orang yang lebih tua ditunjuk oleh yang lebih muda, tanpa
menyebut nama atau statusnya, itu terkesan tidak
sopan. Untuk itu, kata tersebut menunjukkan kesopanan saat merespon pertanyaan.
Dilihat dari dialog (9) dan
(10), Noval dan Gibran menguasai
etika kesopanan dalam budaya jawa.
Sehingga, dapat dikatakan keduanya memiliki kemampuan tahap pragmatik cukup baik.
Kesimpulan
Chaer, Abdul. (2009). Kajian Teoritik Psikolinguistik.
Jakarta: Rineka Cipta. Google Scholar
Chomsky, Noam. (2006). Language and mind.
Cambridge University Press. Google Scholar
DardjowidDardjowidjojo, S. (2003). Psikolinguistik:
Pengantar pemahaman bahasa manusia. Yayasan Pustaka Obor Indonesia.jojo,
Soenjono. (2003). Psikolinguistik: Pengantar pemahaman bahasa manusia.
Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Google Scholar
Epstein, Joyce L. (2001). School, family, and
community partnerships: Preparing educators andimproving schools. Westview
Press. Google Scholar
Evans, Gary W., Maxwell, Lorraine E., & Hart,
Betty. (1999). Parental language and verbal responsiveness to children in
crowded homes. Developmental Psychology, 35(4), 1020. Google Scholar
Hainstock, Elizabeth G., & Lumley, Benjamin.
(1999). Metode pengajaran montessori untuk anak pra-sekolah. Pustaka
Delapratasa. Google Scholar
Levey, Sandra, & Polirstok, Susan. (2010). Language
development: understanding language diversity in the classroom. Sage
Publications. Google Scholar
Skinner, Burrhus Frederic. (1957). Verbal behavior.
New York: Appleton-Century-Crofts. Google Scholar
Tamis-LeMonda, Catherine S., & Rodriguez, Eileen
T. (2008). Parents� role in fostering young children�s learning and language
development. Encyclopedia on Early Childhood Development, 1,
1�11. Google Scholar
Copyright holder: Awaliyah Ainun
Niswah (2021) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia |
This article is licensed
under: |