�Syntax Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849

��e-ISSN : 2548-1398

Vol. 6, No. 11, November 2021

�

ANALISIS KEBUTUHAN AUDIT PEMBIAYAAN PERBANKAN SYARIAH

 

Muhammad Syafril Nasution

IAIN Lhokseumawe, Aceh, Indonesia

Email: [email protected]

 

Abstrak

Perbankan syariah saat ini mengalami perkembangan yang signifikan karena kemajuan ekonomi islam yang pesat. Nasabah akan semakin banyak menggunakan transaksi keuangan dengan bank syariah. Bank syariah pada dasarnya menawarkan bisnis produk keuangan sesuai dengan prinsip syariah Islam. Oleh sebab itu, perlu pengawasan pada perbankan syariah untuk menjalankan transaksi pembiayaan agar tetap berpegang teguh terhadap prinsip syariah. Dewan Pengawas Syariah (DPS) sebagai lembaga yang secara ketat akan mengawasi dan memastikan bahwa bank akan beroperasi dibawah aturan syariah sehingga nasabah memiliki keyakinan terhadap bank syariah. DPS bertugas untuk memberikan laporan internal bersama dengan auditor eksternal setiap tahunnya. Audit laporan keuangan yang paling krusial untuk meyakinkan informasi yang diberikan yang akan digunakan dalam pengambilan keputusan. Pemeriksaan dilakukan oleh auditor eksternal independen yang berkualifikasi dalam mengelola akuntansi. Hal ini mungkin menimbulkan pertanyaan apakah relevan bahwa auditor konvensional memeriksa dan menghasilkan laporan pemeriksaan untuk Bank Syariah meskipun profesional dan kompetensi. Oleh karena itu, dalam tulisan ini akan dipaparkan peran lembaga keuangan syariah terkait dengan analisis kebutuhan audit syariah. Bertujuan untuk menjaga koridor prinsip syariah dalam penerapan pembiayaan pada perbankan syariah di Indonesia.

 

Kata Kunci: bank syariah, dewan pengawas syariah (DPS), audit syariah, prinsip syariah

 

Abstract

�Islamic banking is currently experiencing significant development due to the rapid progress of the Islamic economy. Customers will increasingly use financial transactions with Islamic banks. Islamic banks basically offer business financial products in accordance with Islamic sharia principles. Therefore, it is necessary to supervise Islamic banking to carry out financing transactions in order to stick to sharia principles. Sharia Supervisory Board (DPS) as an institution that will strictly supervise and ensure that banks will operate under sharia rules so that customers have confidence in sharia banks. DPS is tasked with providing an internal report together with the external auditor every year. The audit of financial statements is the most crucial to ensure that the information provided will be used in decision making. The audit is carried out by an independent external auditor who is qualified in managing accounting. This may raise the question of whether it is relevant that conventional auditors examine and produce audit reports for Islamic banks despite being professional and competent. Therefore, this paper will describe the role of Islamic financial institutions related to the analysis of sharia audit needs. Aims to maintain the corridor of sharia principles in the application of financing to Islamic banking in Indonesia.

 

Keywords: islamic bank, sharia supervisory board (DPS), sharia audit, sharia principles.

 

Received: 2021-10-20; Accepted: 2021-11-05; Published: 2021-11-20

 

Pendahuluan

Sistem pembayaran saat ini mengalami perkembangan seiiring dengan kemajuan zaman. Pengaruh teknologi menjadikan sistem pembayaran semakin tepat, cepat dan akurat. Sistem perbankan salah satunya yang mengalami perkembangan, terutama pada penerapan teknologi elektronik. Penerapan teknologi dapat memberikan solusi pada sistem transaksi seperti, transfer, kredit dan lainnya yang disediakan untuk para konsumen. Memudahkan urusan sehingga efektif dan efisien. Hal ini tentunya akan berdampak pada banyaknya konsumen yang menggunakan jasa pelayanan perbankan (Nasution, 2021).

Salah satu perbankan yang mengalami perkembangan saat ini ialah perbankan Syariah. Hal ini disebabkan karena perkembangan ekonomi islam yang begitu pesat. Bank Syariah yang pertama kali didirikan adalah bank Muamalat Indonesia pada tahun 1992. Kemudian sampai saat ini terus mengalami perkembangan hingga diterima secara global. Menjadikan perbankan syariah menjadi pilihan alternatif bagi masyarakat yang menginginkan kepatuhan syariah (syariah compliance) pada sistem transaksinya. Selain itu juga sebagai profit source yaitu sumber keuntungan bagi pasar konvensional (Fauzi & Supandi, 2019).

Perkembangan secara global produk keuangan yang berbasis syariah Islam saat ini dibuktikan dengan sudah berdirinya lembaga-lembaga yang mendukung keuangan Islam. Misalnya seperti, Interational Islamic Financial Market (IIFM), Islamic Research and Traininf Institute (IRTI), International Financial Service Board (IFSB), Accounting and Auditing Organization for Islamic Institution (AAOIFI). Tidak hanya negara Timur Tengah atau Asia Tenggara saja, sistem keuangan yang berbasis syariah islam juga diaplikasikan berbagai negara lain termasuk negara Asia, Eropa maupun Amerika Serikat (Fauzi & Supandi, 2019).

Bank syariah ialah bank yang pada dasarnya menawarkan bisnis produk keuangan sesuai dengan prinsip syariah Islam. Oleh sebab itu, perlu pengawasan pada perbankan syariah untuk menjalankan transaksi pembiayaan agar tetap sejalan pada koridor prinsip syariah. Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memiliki otoritas untuk mengawasi perbankan syariah. Namun, secara khusus Dewan Syariah Nasional (DSN) dan Dewan Pengawas Syariah (DPS) akan melakukan pengawasan dan audit terhadap bank syariah. DPS akan memberikan pengawasan dan masukan terhadap sistem operasi bank syariah dengan memastikan prinsip syariah benar-benar diterapkan sehingga nasabah akan memiliki keyakinan terhadap bank syariah (Suazhari, 2015). Evaluasi terhadap kebutuhan audit syariah sangat penting untuk dilakukan sebagai upaya� menyempurnakan mekanisme kepatuhan syariah yang sudah ada.�

Adanya audit syariah sangat diperlukan guna menjaga kepatuhan syariah. Hal ini karena ���������� berbagai tantangan dan kendala baik secara praktis maupun teoritis masih ditemukan dalam pelaksanaan ekonomi islam. Misalnya, secara teoritis belum terumusnya berbagai konsep ekonomi islam secara utuh. Jumlah institusi dan kelembagaan yang belum memadai secara luas dalam mendukung ekonomi islam sebagai tantangan secara praktis. Selain itu, aspek internal dari umat islam itu sendiri dalam menerapkan ekonomi islam yang belum maksimal. Konsep-konsep ekonomi konvensional yang masih banyak diterapkan pada praktik-praktik kebiasaan kehidupan ekonomi juga menjadi faktor aspek eksternal (Fauzi & Supandi, 2019).

Risiko yang paling krusial pada sistem perbankan syariah ialah pembiayaan. Risiko pembiyaan adalah tidak terpenuhinya kewajiban nasabah seperti pembayaran pinjaman yang tidak sesuai dalam waktu yang telah disepakati maupun ketidakmampuan nasabah untuk memenuhi kewajiban sesuai dengan akad. Selain itu, ada risiko kepatuhan yang diakibatkan dari tidak terpenuhinya kewajiban yang dilakukan perbankan. Seperti bank tidak melakasanakan ketentuan peraturan perundang-undangan yang telah diterapkan. Sisi risiko pembiyaan perbankan syariah biasanya ketika perhitungan tingkat Non Performing Financing (NPF) yaitu tingkat masalah pembiyaan yang diakibatkan oleh masalah-masalah tertentu. Apabila diakibatkan oleh faktor eksternal seperti bencana alam perbankan tidak perlu menganalisis lebih lanjut, hanya perlu melakukan penggantian kerugian nasabah. Jika risiko pembiyaan dari faktor internal seperti kesalahan manajemen bank, maka hal itu berkaitan dengan lemahnya pengawasan meskipun telah dilakukan pengawasan secara seksama� (Djamil, 2012).

Oleh karena itu, dalam tulisan ini akan dipaparkan peran lembaga keuangan syariah terkait dengan analisis kebutuhan audit syariah. Bertujuan untuk menjaga koridor prinsip syariah dalam penerapan pembiayaan pada perbankan syariah di Indonesia.

 

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskripsi kualitatif. Data yang dihasilkan berupa data deskriptif dalam bentuk tulisan. Bertujuan untuk menjelaskan kejadian atau fenomena dengan apa adanya secara faktual, sistematis dan akurat pada objek yang diselidiki.� Variabel yang digunakan yaitu audit keuangan syariah dan fokuskan pada aktivitas pembiayaan, audit internal bank syariah, peran Dewan Pengawas Syariah (DPS) dan kebutuhan auditor syariah. Variabel penelitian yang berkaitan satu dengan lainnya akan digunakan untuk memperjelas gejala sosial yang terjadi. Menggunakan berbagai sumber seperti buku, jurnal ilmiah, dan undang-undang sebagai literatur utama yang relevan dengan audit perbankan syariah. Analisis yang dihasilkan dari berbagai literatur tersebut akan memberikan gambaran suatu proses secara sistematis sehingga dapat menjawab dengan rinci permasalahan yang diteliti.

 

Hasil dan Pembahasan

Karakteristik operasional yang perlu dihindari dari perbankan syariah. Pertama yaitu transaksi yang haram. Kegiatan yang dapat mengakibatkan dampak buruk terhadap generasi muda ataupun masyarakat seperti pornografi, peternakan babi, bisnis keuangan yang berbunga, perjudian, tembakau, amunisi dan senjata (pengecualian tertentu), dan minuman beralkohol harus dihindari oleh perbankan syariah. Larangan tersebut tidak hanya sekedar urusan secara langsung dengan bank akan tetapi, juga termasuk pembiayaan nasabah yang masuk dalam ketegori komoditas tersebut. Kedua, perbankan juga harus menghindari riba yaitu keuntungan yang diperoleh dari sistem dan prosedur yang haram, maisir (judi), gaharar (ketidakjelasan). Ketiga, akad transaksi yang dilakukan tidak sah. Maksudnya akad yang dilakukan harus memenuhi persyaratan rukun akad yang sah diantaranya pihak yang terikat, objek atau barang akad, dan ijab qobul (Lestari & Oktaviana, 2020). Kegiatan operasional Perbankan Syariah sebenarnya sama dengan perbankan konvensional. Misalnya kegiatan operasional seperti aktivitas pembiayaan, aktivitas pendanaan, aktivitas jasa dan kegiatan sosial.

1.     Aktivitas Pembiyaan

����������� Aktivitas pembiayaan menjadi salah satu kegiatan operasional yang sangat penting untuk diperhatikan dalam pengambilan keputusan audit perbankan syariah. Selain itu juga krusial karena risiko pembiayaan yang dapat merugikan perbankan. Aktivitas Pembiayaan bank syariah menawarkan produk dan jasa bagi nasabah yang berkaitan dengan dana, seperti kegiatan sewa-menyewa, membeli kendaraan (sepeda motor dan mobil), maupun� kegiatan bisnis nasabah.

����������� Ada tiga jenis kontrak yang ditawarkan kepada nasabah (1) kontrak kemitraan (2) kontrak penjualan (3) sewa kontrak. Kontrak kemitraan menggunakan akad pembiayaan mudharabah dan musharakah. Pembiayaan mudharabah yaitu investasi bersama dimana shahibul maal menyediakan semua pendanaan dan mudharib yang melakukan pengelolaan usaha. Pembiayaan musharakah melakukan usaha dengan investasi bersama dimana kedua belah pihak mengeluarkan dana dan mengelola bisnis secara bersama. Kontrak penjualan menggunakan salam,� murabahah, dan istishna. Salam ialah sistem pelunasan kontrak jual beli yang dilunasi sebelum barang yang dipesan diterima. Sementara itu, murabahah yaitu bank syariah akan membeli barang menggunakan nama pelanggan atas permintaannya. Istishna ialah pembelian produk barang-barang manufaktur dengan spesifikasi yang telah disepakati bersama yang spesifikasinya disyaratkan oleh pembeli. Sewa kontrak menggunakan ijarah muntahiyah bittamlik dan ijarah. Ijarah ialah sewa menyewa antara bank syariah sebagai pemilik aset dan nasabah sebagai penyewa dengan kesepakatan biaya dan periode sewa tertentu. Sedangkan, ijarah muntahiyah bittamlik hampir sama dengan ijarah, hanya berbeda pada perpindahan hak milik diakhir periode (Peni Nugraheni, 2012).

����������� Analisis pembiayaan yang keliru pada internal bank dan kepatuhan nasabah yang rendah mengawali terjadinya pembiayaan bermasalah. Usaha preventif pembiayaan bermasalah dapat dilakukan dengan berpedoman pada SE. No. 27/7/UPPB, bank syariah sebagai bank umum untuk melakukan pelakasanaan kebijaksanaan dan melakukan penyusunan terhadap pembiayaan yang disalurkannya. Pembiayaan rawan untuk merugikan bank sehingga kebijaksanaan yang dapat diterapkan adalah Bank harus memiliki pengawasan pembiayaan (Muljono, 1999).

����������� Kegiatan bisnis perbankan rawan risiko sehingga bank harus
memiliki pengawasan. Hal ini dilakukan agar operasional bank berjalan dengan sesuai ketentuan yang berlaku (auditing). Selain itu,� sekaligus memeriksa tindakan kepatuhan perorangan atau organisasi dengan� kriteria kebijakan, peraturan, dan perundang-undangan salah satunya aktivitas pembiayaan yang produktif.

2.     Audit internal Bank Syariah

����������� Menurut (Mulyadi, 2014) bank harus memiliki sistem pengedalian intern untuk memastikan kepatuhan bank sesuai dengan standar kepatuhan yang berlaku. Bertujuan sebagai langkah preventif penyalahgunaan wewenang dan pembiayaan yang tidak sehat. Auditor bank akan bertindak sebagai pengendalian intern untuk memberikan penilaian audit pembiayaan apakah bank sudah sesuai atau belum. Kegiatan audit ini pada dasarnya untuk menjadikan usaha keuangan yang sehat sehingga mampu berkompetitif dengan pasar. Audit internal harus dilakukan secara independen yang berarti harus bersifat netral, tidak memberatkan salah satu pihak dan tidak terpengaruh pada kepentingan yang lebih bernilai.

����������� Salah satu organisasi audit internal ialah Satuan Kerja Audit Intern (SKAI). Direktur utama berwenang utnuk mengangkat dan memberhentikan kepala SKAI dengan izin Dewan Audit yang kemudian dilaporkan ke BI.� Berbagai informasi audit akan disampaikan kepala SKAI kepada Dewan Audit secara langsung dan bertanggung jawab terhadap Direktur utama.� Konsep SPFAIB sebagai standar pelaksanaan audit menjelaskan bahwa Dewan Audit harus bersifat independen terhadap manajemen bank yang diaudit. Ada yang disebut dengan Piagam Dewan Audit Charter (Internal Audit Charter) yang menjadi acuan SKAI dalam melaksanakan tugasnya. Berisi tanggung jawab, fungsi, wewenang dan kode etik. Selain itu juga untuk membedakan antara SKAI dengan manajemen baik pada lingkup tanggung jawab maupun wewenang (Kumaat, 2011).

3.     Peran Dewan Pengawas Syariah (DPS)

����������� Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dalam kegiatannya akan diarahkan, ditinjau dan diawasi oleh DPS. DPS akan mengeluarkan laporan yang berkaitan dengan semua transaksi keuangan mengenai pernyataan kepatuhan bank syariah terhadap prinsip syariah islam. Dewan Lembaga Syariah (DPS) disebut juga dengan Komite Syariah merupakan salah satu lembaga yang penting untuk memastikan kepatuhan syariah dalam mekanisme govenance lembaga keuangan syariah. DPS juga bertugas untuk memastikan operasional LKS berjalan sesuai dengan prinsip syariah manajemen keuangan islam. DPS akan bertanggung jawab memberikan pendapat dan pernyataan terhadap kepatuhan prinsip syariah yang dijalankan oleh Lembaga Keuangan Islam. Selain itu, DPS juga akan memberikan nasihat, pelatihan dan bimbingan terhadap LKS mengenai prinsip-prinsip syariah yang harus dipatuhi oleh perbankan syariah. Hal ini diharapkan manajemen LKS mampu dalam mengoperasikan dan memberi informasi yang berhubungan dengan kepatuhan prinsip syariah. DPS yang memiliki posisi penting dan tanggung jawab besar terhadap Lembaga Keuangan Islam mendorong anggotanya memiliki wawasan seperti dalam aspek sumber syariah yaitu Al-Qur�an dan As Sunnah, akuntansi, keuangan, hukum, pemasmasaran maupun pratik bisnis (Nasution, 2021).

����������� Karim (1990) dalam (Peni Nugraheni, 2012) menjelaskan bahwa meningkatkan kredibilitas laporan keuangan maupun non-keuangan dalam suatu organisasi salah satunya bergantung pada� komposisi DPS dalam LKS. Setidaknya komposisi DPS dalam LKS memiliki tiga anggota, bukan termasuk direksi atau pemegang saham. Maka dari itu DPS harus bersifat independen untuk memberikan fakta yang sebenarnya tanpa pengaruh dari internal meskipun posisi DPS itu sendiri masuk dalam internal organisasi.

4.     Kebutuhan Audit Syariah

����������� Faktanya, audit konvensional memiliki peran penting dalam memastikan kewajaran perusahaan dalam memberikan laporan keuangan selama bertahun-tahun. Pertumbuhan kapitalisme yang berkembang di barat, menjadikan profesi akuntansi juga ikut berkembang dalam proses audit untuk memberikan pandangan yang benar dan adil dalam laporan keuangan perusahaan. Poin yang penting dalam praktik audit konvensional yaitu (1) auditor bertanggung jawab langsung tehadap organisasi yang dimiliki. Auditor harus memberikan laporan dan berpendapat terhadap laporan keuangan apakah perusahaan sudah mewakili pandangan yang adil dan benar kepada pemegang saham. Hal ini karena pemegang saham dianggap sebagai pemilik bisnis. Auditor juga tidak mempunyai tanggung jawab kepada� pemangku kepentingan perusahaan misalnya kreditor, pelanggan dan pemasok. (2) Norma-norma dalam masyarakat tidak dikenakan kewajiban sosial yang ditanggung oleh auditor. Artinya, auditor tidak bertanggung jawab dengan adanya masalah yang mengakibatkan Sumber Alam (SDA) mengalami kerusakan atau sesutu hal yang dapat membahayakan masyarakat. (3) Hukum sekuler digunakan auditor dalam laporanmya untuk menilai kepatuhan organisasi. Tidak bersangkutan dengan hukum agama apapun, sehingga hal-hal yang berkaitan dengan perilaku etis perusahaan tidak menjadi tanggung jawab auditor. (4) Auditor juga tidak bertanggung jawab terhadap kepatutan kebijakan organisasi untuk dilaporkan. Hal ini berarti adanya kesalahan atau kelalaian pada organisasi tidak menjadi tanggung jawab auditor untuk melaporkannya (Suazhari, 2015).

����������� Menurut penelitian (Mardiyah & Mardiyah, 2016) menjelaskan bahwa audit syariah di Indonesia baru memiliki ruang lingkup dua hal diantaranya laporan keuangan (Islamic Social Report dan CSR) serta kepatuhan syariah oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS). Namun, pedoman pemeriksaan yang belum jelas pada DPS dikhawatirkan memberikan pemeriksaan di luar aspek kepatuhan syariah. Oleh karena itu, audit syariah secara umum mencakup laporan keuangan berdasarkan standar yang berlaku dan kesyariahan produk.

5.     Kerangka syariah yang belum jelas

����������� Memiliki audit syariah yang independen dan mengembangkan kerangka audit syariah pada LKS sebagai kebutuhan mendesak. Tujuannya untuk memberikan keefektivitasan jalannya kepatuhan syariah pada LKS sehingga dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat. Saat ini audit syariah memiliki tiga alternatif dalam tugasnya di LKS. (1) Auditor internal memiliki keahlian dan ahli syariah yang ada di LKS, asalkan tidak memberikan pengaruh objektivitas auditor. (3) LKS pengetahuan yang luas terhadap syariah islam. (2) Auditor intenal dapat berdiskusi dengan dapat memilih auditor eksternal sebagai audit syariah organisasinya (Mardiyah & Mardiyah, 2016).

����������� Tuntutan stakeholder untuk memastikan perbankan syariah tetap menjalankan kepatuhan syariah mengharuskan audit syariah dilakukan secara sistematis. Peran auditor syariah harus dibuat jelas terlebih dahulu sebelum mengembangkan kerangka audit yang komprehensif. Hal ini disebabkan auditor syariah memiliki ruang lingkup kerja yang lebih luas dibandingkan auditor konvensional. Program audit syariah yang sistematis sesuai kebutuhan LKS perlu dikembangkan dalam kerangka konseptual islam. Akan tetapi, masalah utamanya ialah tidak adanya pedoman standar yang diakui bersama dalam standar audit syariah untuk menyusun kerangka audit syariah. Contohnya ialah tidak digunakannya standar yang dikembangkan AAOIFI untuk diterapkan di Indonesia maupun Malaysia karena sifatnya yang tidak wajib. Berarti dalam mengembangkan program dan standar dalam organisasa yang digunakan menjadi masalah karena tidak sifat yang tidak memaksa (Aprillianto, Roziq, Agustini, Sayekti, & Jember, 2017).

����������� Kerangka audit konvensionl masih banyak digunakan dalam audit Lembaga Keuangan Islam (LKS). Hal ini karena kerangka audit syariah belum tersedia meskipun sebenarnya antara audit syariah dan audit konvensional berbeda. Sebaiknya kerangka audit syariah bersifat komprehensif dan terpadu untuk meningkatkan kebutuhan LKS yang diatur oleh asosiasi badan pengatur LKS.

6.     Kebutuhan audit syariah untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan audit

����������� Lembaga Keuangan Syariah (LKS) suatu organisasi yang berbeda dengan bisnis lainnya karena kebutuhan audit� dan auditor syariah. Standar audit telah dikeluarkan oleh AAOIFI, akan tetapi karena sifatnya tidak memaksa seluruh anggotanya untuk menggunakan semua sttandarnya sehingga penerapannya tidak maksimal. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan audit syariah diperlukan perbaikan dari setiap aspek.

7.     Program audit syariah

Program-progam audit syariah perlu dilakukan perkembangan untuk dapat menjelaskan produk dan layanan keuangan islam. Misalnya, mengembangkan aktivitas pembiayaan seperti mudharabah, musyarakah dan murabahah. Selain itu juga disarankan menggunakan bahasa yang dapat mudah dipahami oleh stakeholder. Tujuannya untuk memberikan kepastian bahwa program audit yang telah dikembangkan memiliki pengaruh dalam memberikan keputusan berbagai pemangku kepentingan yang berkaitan dengan lembaga-lembaga Islam. Tujuan ini dapat tercapai jika ada kerja sama dari berbagai pihak seperti Bank Sentral, Lembaga Keuangan Syariah (LKS) Asosiasi Profesi Akuntan, Dewan Pengawas� Syariah (DPS) dan Kantor Akuntan Publik (Peni Nugraheni, 2012).

8.     Kualifikasi dan Pendidikan Auditor Shariah

����������� Auditor harus memiliki keahlian disipilin ilmu teori dan prkatik manajemen seperti fiqh islam dan ushul, keuangan, akuntansi, dan organisasi bisnis. Pengetahuan dasar yang harus ada dalam program pelatihan dan pendidikan auditor syariah yang diterapkan dalam perbankan� ada dua hal yaitu keterampilan akutansi dan auditing serta pengetahuan khusus syariah. Pengetahuan dasar yang harus dimiliki oleh auditor syariah perbankan adalah produk perbankan syariah, prinsip fiqh muamalah, standar akuntansi dan audit AAOIFI. Selain itu juag harus mampu melakukan review fatwa yang dikeluarkan DPS bank syariah. Adanya kualifikasi pendidikan yang berkompetan diharapkan auditor syariah mampu melalukan audit perbankan syariah sesuai dengan tugas praktik dan kewajiban sesuai dengan prinsip syariah (Suazhari, 2015).

9.     Independensi Auditor Syariah

����������� Saat ini masih ada yang meragukan independensi auditor syariah. Keraguan yang ada ini karena masih terlibatnya� lingkup internal dalam praktik syariah oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS). Mengingat DPS masuk dalam organisasi internal perusahaan, maka dianggap dalam proses audit rentan terjadi ketidak-independensian. Kemungkinan masih bisa terpengaruh oleh kepentingan internal perusahaan sehingga proses audit yang dijalankan tidak sesuai. Selain itu juga rentan jika pihak eksternal melakukan audit kinerja lembaga keuangan syariah sehingga akan melakukan kecurangan untuk meningkatkan penilaian perusahaan. DPS dalam melaksanakan audit dilakukan sendiri, sehingga muncul isu konflik kepentingan sehingga independensi auditor diragukan. Selain itu, auditor eksternal juga tidak melakukan pengecekan kembali hasil pendapat yang dikeluarkan oleh DPS. DPS berpendapat bahwa DPS memiliki independensi karena tidak terlibat dalam aktivitas operasi dan berada di atas manajemen. Selain itu mengacu bahwa DPS sejajar dengan direksi di dalam lembaga organisasi dan berada di bawah komite audit serta bertanggung jawab langsung kepada direktur (Fauzi & Supandi, 2019).

����������� Eksternal auditor bertanggung jawab langsung pada semua masyarakat terutama stakeholder. Selain itu juga menjaga kepercayaan publik dan nama baik kantor. Posisi eksternal auditor berada di luar lembaga sehingga akan merasa lebih independensi. Mengenai independensi selalu berkaitan dengan fungsi pengawasan. Semua memiliki risiko sekalipun Akuntan Publik (AP). Oleh karena itu, hal terpenting adalah kesadaran suatu auditor syariah baik auditor internal, auditor eksternal maupun DPS bahwa bukan hanya manusia atau stakeholder saja yang melakukan kinerja pengawasan. Akan tetapi, hal yang paling penting adalah Allah SWT untuk tujuan kebahagiaan dunia dan akhirat serta kemaslahatan bersama (Dewi, Hukum, & Pamulang, 2018).

 

Kesimpulan

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa laporan keuangan yang dilakukan oleh auditor harus memiliki tanggung jawab untuk memberikan audit yang etis dan profesional. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kualitas audit dibutuhkan berbagai aspek yang mendukung mulai dari program audit yang perlu dikembangkan. Aspek penting lainnya yaitu auditor perbankan syariah tidak hanya mempunyai pengetahuan akuntansi dan kode etik beperilaku sesuai dengan nilai- aturan yang sudah ditetapkan oleh badan akuntansi profesional sebagaimana bank konvensional. Akan tetapi, untuk karakteristik audit pembiayaan perbankan syariah juga diperlukan pengetahuan mengenai produk bank syariah dan ilmu muamalat dan fiqh. Hal ini karena untuk memastikan dan mendapatkan kepercayaan bahwa audit perbankan syariah terutama akitivitas pembiayaan tetap di dalam koridor prinsip syariah. Selain itu, Dewan Pengawas Syariah (DPS) sebagai badan pengawas Lembaga Keuangan Syariah harus bersifat independen untuk menciptakan audit perbankan syariah yang sehat.

 


 

BIBLIOGRAFI

 

Aprillianto, Bayu, Roziq, Ahmad, Agustini, Aisa Tri, Sayekti, Yosefa, & Jember, Univesitas. (2017). Praktik Audit Syariah Dalam Perspektif Internasional. Prosiding Seminar Nasional SNAPER_EBIS 2017 HAL 169-178, 2017, 27�28. Google Scholar

 

Dewi, Aliya Sandra, Hukum, Fakultas, & Pamulang, Universitas. (2018). Jurnal Surya Kencana Satu : Dinamika Masalah Hukum dan Keadilan Vol. 9 No. 1 Maret 2018 19. Surya Kencana Satu, 09(01), 19�36. Google Scholar

 

Djamil, Fathurrahman. (2012). Penyelesaian pembiayaan bermasalah di bank syariah. Sinar Grafika. Google Scholar

 

Fauzi, Ahmad, & Supandi, Ach Faqih. (2019). Perkembangan Audit Syariah Di Indonesia. Jurnal Istiqro, 5(1), 24�35. Google Scholar

 

Kumaat, Valery G. (2011). Internal Audit. Jakarta: Erlangga. Google Scholar

 

Lestari, Iin Fitri, & Oktaviana, Ulfi Kartika. (2020). PERANAN KOMITE AUDIT DAN DEWAN PENGAWAS SYARIAH TERHADAP KUALITAS LAPORAN KEUANGAN (Studi Kasus pada BPRS di Jawa Timur). El Dinar, 8(1), 29. https://doi.org/10.18860/ed.v8i1.7611 Google Scholar

 

Mardiyah, Qonita, & Mardiyah, Sepky. (2016). Praktik Audit Syariah Di Lembaga Keuangan Syariah Indonesia. Akuntabilitas, 8(1). https://doi.org/10.15408/akt.v8i1.2758 Google Scholar

 

Muljono, Pudjo Teguh. (1999). Bank Auditing: Petunjuk Pemeriksaan InternBank. Jakarta: Djambatan. Google Scholar

 

Mulyadi. (2014). Auditing. Jakarta: Salemba Empat. Google Scholar

 

Nasution, Muhammad Lathief Ilhamy. (2021). ANALISIS MEKANISME AUDIT PEMBIAYAAN PADA BANK SYARIAH. HUMAN FALAH: Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Islam, 8(1). Google Scholar

 

Peni Nugraheni. (2012). Kebutuhan dan Tantangan Audit Syariah dan Auditor Syariah. 2(1), 76�88. Google Scholar

 

Suazhari, Suazhari. (2015). Pengaruh Pemahaman Manajer Tentang Standar Akuntansi Keuangan Syariah Dan Peran Dewan Pengawas Syariah Terhadap Kualitas Laporan Keuangan Bprs Di Aceh. Jurnal Perspektif Ekonomi Darussalam, 1(1), 1�8. Google Scholar

 

 

 

Copyright holder:

Eko Prasetyo, Ivan Anindito Arista, Rudi Hermawan, Erlanda Pane (2021)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: