Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849

e-ISSN: 2548-1398

Vol. 6, No. 11, November 2021

� ���������

PENGARUH ATURAN GANJIL GENAP TERHADAP RIDERSHIP BRT TRANSJAKARTA

 

Sri Musrifah, Khoirunurrofik

Universitas Indonesia, Indonesia

Email: [email protected]

 

Abstrak

Kebijakan Ganjil Genap diterapkan di beberapa ruas jalan utama di DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan. Pemerintah DKI jakarta Juga menyiapkan angkutan umum BRT Transjakarta. Sebagian besar penelitian, hanya berfokus pada satu kebijakan untuk mengatasi kemacetan oleh karena itu� dalam penelitian dilihat dampak dari kebijakan ganjil genap terhadap peningkatan penumpang BRT Transjakarta. Metode yang digunakan adalah Difference in Difference (DiD) dengan� data panel penumpang penumpang harian BRT transjakarta pada 13 kodiridor. Hasilnya adalah kebijakan Ganjil Genap dapat meningkatkan jumlah penumpang rata-rata sebanyak 2%. Kenaikan tertinggi pada 3 minggu pertama yaitu 6.07%. Namun peningkatan tersebut secara gradual berkurang untuk jangka panjang.

 

Kata Kunci: ganjil genap; BRT transjakarta; DiD

 

Abstract

The odd-even policy is applied in several main roads in DKI Jakarta to overcome congestion. The DKI Jakarta government is also preparing Transjakarta BRT public transportation. Most of the research only focused on one policy to overcome traffic congestion. Therefore, in the study, the impact of the odd-even policy on the increase in Transjakarta BRT passengers was conducted. The method used is the difference in difference (DID) with the daily passenger panel data of Transjakarta BRT passengers on 13 corridors. The result is that the even-odd policy can increase the number of passengers on average by 2%. The highest increase in the first three weeks was 6.07%. However, the increase is gradually decreasing in the long run.

 

Keywords: odd-even; transjakarta BRT; DiD

 

Received: 2021-10-20; Accepted: 2021-11-05; Published: 2021-11-20

 

Pendahuluan

Kemacetan lalu lintas adalah salah satu dari berbagai permasalahan yang dihadapi oleh kota-kota di seluruh dunia. Di Amerika yang merupakan salah satu negara maju, disebutkan bahwa US $306 miliar hilang karena dampak dari terjadinya kemacetan (Cook-son, 2018). Dari studi gabungan Bappenas dan JICA (2019), kerugian ekonomi akibat macet diprediksi mencapai Rp 65 triliun pada 2020, terdiri dari biaya waktu yang terbuang sebesar Rp36,9 triliun dan tambahan biaya operasi kendaraan sebesar Rp28,1 triliun. Dari studi ini lah, Presiden Jokowi mengungkap angka Rp 65 triliun tentang besaran� kerugian yang disebabkan oleh kemacetan di Jabodetabek. Kemacetan� tidak hanya berdampak pada� lingkungan, tetapi juga ekonomi seperti tidak efisiennya� pengiriman serta distribusi barang dan sumber daya alam (Santos, Behrendt, Maconi, Shirvani, & Teytelboym, 2010). (Steg & Tertoolen, 1999) berpendapat bahwa perlu adanya perubahan perilaku manusia untuk mengatasi kemacetan lalu lintas yang ditimbulkan dari banyaknya penggunaan mobil pribadi.

Jakarta, yang merupakan ibukota di Indonesia menduduki peringkat ke 4 sebagai kota terpadat di dunia diproyeksikan pada tahun 2019 mencapai jumlah penduduk sebesar 10,5 juta jiwa (sumber: BPS dan Bappenas, 2018). Hal ini harus menjadi perhatian bagi pemerintah untuk segera mengatasi kemacetan kota-kota di Indonesia terutama Jakarta yang merupakan pusat kegiatan bisnis dan pemerintahan. Pemerintah Pusat Indonesia melalui Pemerintah provinsi DKI Jakarta, telah menyusun Rencana pengembangan sistem transportasi kota Jakarta yang tertuang dalam Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 103 tahun 2007 tentang Pola Transportasi Makro yaitu:

a.   Mengoptimalkan penggunaan angkutan umum sebagai tulang punggung sistem dan menerapkan kebijakan manajemen permintaan (Transport Demand Management/TDM) serta penyediaan jaringan jalan sebagai pendukungnya.

b.   Meningkatkan aksesibilitas dan mobilitas di daerah dan sekitarnya, serta menata ulang moda transportasi secara terpadu.

c.   Memasyarakatkan sistem angkutan umum massal.

d.   Meningkatkan jaringan jalan

e.   Menggalakkan penggunaan angkutan umum.

f.    Mengurangi penggunaan kendaraan pribadi.

Pada akhir Mei 2016 s.d Juli 2016 tidak ada kebijakan pembatasan terhadap kendaraan yang melewati jalan raya yang terletak pada koridor utama, pada masa transisi kebijakan tersebut mendorong (Hana et al., 2017) melakukan penelitian terhadap kondisi lalu lintas saat setelah 3 in 1 dihapuskan. Hasil dari penelitiannya menunjukkan bahwa waktu tundaan meningkat sebesar 1 menit per km pada jam puncak pagi dan 2,7 menit per km pada jam puncak malam. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi lalu lintas memburuk selama kekosongan kebijakan tersebut. Kemudian pada tanggal 30 Agustus 2016 mulai diberlakukan kebijakan Ganjil Genap tahap 1, yaitu hanya kendaraan yang berplat nomor ganjil dapat melintas di tanggal ganjil dan kendaraan yang berplat nomor genap hanya bisa melintas di tanggal genap. Kebijakan ini berlaku pada jam puncak pagi yaitu pukul 06.00 hingga pukul 10.00 WIB dan pada jam puncak malam yaitu pukul 16.00 hingga pukul 21.00 WIB.

Beberapa kota di dunia juga telah menerapkan sistem Ganjil Genap. Paris, Perancis membatasi kendaraan berdasarkan plat nomor yang masuk ke kota pada pukul 05.30 pagi, pemilihan waktunya didasari oleh tingkat polusi yang sangat tinggi di pagi hari. Beijing, China juga memberlakukan kebijakan ganjil genap untuk menyambut Olimpiade 2008 dalam rangka mengurangi polusi (Li et al., 2016). Mexico City menerapkan peraturan ganjil genap tahun 1989 dengan sebutan kebijakan Hoy no Circula (hari ini mobil anda tidak boleh lewat) kebijakan ini berlaku dari pukul 05.00 pagi hingga pukul 10.00 malam, dampak negatif kebijakan ini malah mendorong membeli mobil baru sehingga polusi malah naik dan kebijakan ini dianggap tidak efektif. Bogota, Columbia menerapkan peraturan ganjil genap ini dengan sebutan kebijakan Pico y Placa, berlaku pada pukul 06.00 hingga pukul 08.30 dan pukul 15.00 hingga pukul 19.30.� New Delhi India, menerapkan pada tahun 2016 dan 2017 (Kumar, Gulia, Harrison, & Khare, 2017) tetapi kebijakan ini ditolak oleh masyarakat India karena belum memadainya saran dan prasarana angkutan umum.

Telah dilakukan penelitian oleh melakukan penelitian oleh (Nafila, 2018) tentang ganjil genap di Jakarta. Hasil penelitian tersebut adalah kebijakan ganjil genap dapat mengurangi kemacetan tetapi hanya dalam cakupan luas area yang terbatas, sehingga perlu didapatkan data yang valid karena disini hanya menggunakan data berupa wawancara dengan para pengguna jalan, dikaitkan dengan rencana penerapan ERP (Electronic Road Pricing) yang akan mulai diberlakukan tahun 2019. Peneliti lain, (Yudhistira, Kusumaatmadja, & Hidayat, 2019) juga melakukan analisa penerapan ganjil genap di Jakarta tetapi perbedaannya melihat dampaknya tehadap lamanya waktu tempuh perjalanan yang berpendapat bahwa kebijakan ini hanya efektif di 3 minggu penerapannya, sehingga perlu kebijakan pendukung dan kotrol lain untuk mendukung keberhasilan kebijakan ganjil genap ini.

Dapat dilihat bahwa pada studi sebelumnya, para peneliti hanya berfokus pada 1 kebijakan untuk mengatasi kemacetan, padahal perlu adanya dukungan kebijakan lain dalam mengatasi kemacetan (Behrendt et al., 2010), karena mustahil mengubah perilaku individu tanpa adanya dukungan kebijakan lain. Oleh karena itu, dalam penelitian ini melihat keterkaitan penerapan ganjil genap dengan angkutan transportasi massal berbasis jalan yaitu Bus Rapid Transit (BRT) Transjakarta. Transjakarta Busway/Bus Rapid Transit (BRT) telah dibangun oleh pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan beroperasi sejak Tahun 2004 atau sebelum aturan ganjil genap diberlakukan. Dalam kurun waktu enam belas tahun, sejak tahun 2004 sampai dengan Tahun 2020, sebanyak 13 Koridor Transjakarta BRT telah beroperasi, dari 15 koridor BRT yang direncanakan, tentu akan menjadi alternatif pilihan bagi para pengguna jalan. Hal ini juga sesuai dengan pendapat� (Kaffashi et al., 2016) bahwa mempromosikan perpindahan moda ke angkutan umum telah dilakukan terbukti mengurangi kemacetan secara efektif. Penggunaan BRT sebagai angkutan massal yang paling revolusioner perkembangan dan manfaatnya juga telah dibuktikan oleh (Jiang, Zegras, & Mehndiratta, 2012) karena memiliki fleksibilas yang tinggi, biaya rendah, implementasi yang cepat dan kinerja operasional yang tinggi. Pemberlakuan ganjil genap akan berpotensi meningkatkan beban dari bus transjakarta karena adanya spillover perpindahan pengguna kendaraan pribadi ke angkutan umum.

 

 

Metode Penelitian

1.   Data Yang Digunakan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penerapan Ganjil Genap terhadap perubahan jumlah penumpang bus Transjakarta. Pemilihan ini didasarkan pada pengaruh spillover terhadap jumlah peningkatan penumpang Transjakarta akibat penerapan ganjil genap. Penggunaan variabel jumlah penumpang dilakukan untuk mengisi gap pada penelitian sejenis �sebelumnya seperti penggunaan variabel� BBM (EskelaEskeland, G. S., & Feyzioglu, T. (1997). Rationing can backfire: the �day without a car� in Mexico City. The World Bank Economic Review, 11(3), 383�408.nd & Feyzioglu, 1997), waktu tempuh, kecepatan perjalanan dan arus lalu lintas (Li et al., 2016) dan (Yudhistira et al., 2019), kemudian variabel�� delay time/ waktu tundaan (Hanna, Kreindler, & Olken, 2017), serta emisi gas� CO,NO (Fardha et al., 2018).

Penelitian ini akan menggunakan data panel tap in pada 13 koridor utama dengan 140 trayek perjalanan, serta unit waktu harian dari �1 Januari 2017 sampai dengan 31 Desember 2019. Dimana sejak tanggal 1 Agustus 2018 adalah dimulainya penerapan kebijakan ganjil genap tahap 2 (Yudhistira et al., 2019). Oleh karena itu, maka data yang digunakan termasuk kategori data panel dengan unit individu berupa koridor dan waktu berupa harian (Sudarto, 2019).

Penggunaan data panel dapat menjaga kebiasan karena data panel memungkinkan mengidentifikasi perubahan pada persamaan tunggal (time series maupun cross section). Penggunaan data panel ini juga menyebabkan jumlah pengamatan menjadi lebih banyak sehingga derajat kebebasan (degree of freedom) menjadi lebih tinggi dan dapat mengurangi kolinearitas antar variabel bebas. Oleh karena itu, data panel lebih cocok digunakan untuk mempelajari dinamika perubahan dan meminimalkan bias agregasi (Gujarati & Porter, 2012).

2.   Model Empiris

Penelitian ini menggunakan metode difference in difference merujuk pada model �yang dikembangkan oleh (Hanna et al., 2017, Yudhistira et al.,2019 dan Wing et al.,2018). Penerapan Ganjil Genap terbagi menjadi 2 tahap, yaitu tahap 1 mulai 30 Agustus 2016 sampai dengan 1 Agustus 2018 sebanyak 5 ruas jalan ex 3 in 1 (Nafilla, 2018) dan tahap 2 mulai tanggal 1 Agustus 2018 sampai sekarang diperluas menjadi 25 ruas jalan (Yudhistira et al., 2019). Karena keterbatasan data harian jumlah penumpang bus Transjakarta, yang hanya didapat dari tahun 2017 sampai dengan tahun 2019, maka penelitian ini hanya akan meneliti dampak penerapan ganjil genap tahap 2.

Metode DiD mengasumsikan bahwa variabel-variabel unmeasurable �adalah konstan sepanjang waktu. Oleh karena itu hasil pada setiap time series untuk setiap grup harus memiliki perbedaan yang tetap untuk setiap periode. Atau dapat dikatakan grafik time series harus menunjukkan trend garis yang parallel (parallel trend/ common trend). Akan tetapi trend tersebut tidak harus selalu linier, dapat naik turun dari periode satu ke periode yang lain (Wing, Simon, & Bello-Gomez, 2018). Merujuk hal tersebut, maka pengujian parallel trend juga dilakukan pada penelitian ini.

Untuk menjawab pertanyaan penelitian tentang penerapan Ganjil Genap (gage) berpengaruh terhadap perubahan jumlah pengguna Bus Transjakarta, digunakan metode estimasi Difference in Difference (DID) dengan membandingkan antara jumlah penumpang sebelum dan sesudah diberlakukannya kebijakan ganjil genap (before=0/after=1)� pada koridor yang berada pada ruas yang dikenakan dan tidak dikenakan kebijakan ganjil genap (treatment=1/ control=0). Pembagian kelompok yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada tabel 3.1 sebagai berikut:

 

Tabel 1

Pembagian Treatment Group dan Control

Group pada Penelitian

Treated

 

 

Control

Sebelum penerapan ganjil genap (b) (01jan 17 � 31Jul 18)

Setelah penerapan ganjil genap (a) (01 Agt 18 � 31 Des 19)

Difference

Group 1 (Treat: ruas gage =1)

β_0+β_1

β_0+β_1+β_2+β_3

_(pnpt )= β_2+β_3

Group 2 (Control: non ruas gage=0)

β_0

β_0+β_2

_(pnpc )= β_2

Difference

 

 

_(pnp )= β_3

������ Sumber: Gertler, 2011

 

Regresi menggunakan model umum log linier yang menunjukkan perubahan prosentase jumlah penumpang sebagai dampak dari pemberlakuan kebijakan ganjil genap di Jakarta, seperti yang ditampilkan pada model 3.1.

 

��.. (3.1)

 

Persamaan 3.1 terdiri dari 3 komponen utama, yaitu �(efek individu berupa koridor), ��(efek waktu berupa harian) dan TA (variabel interaksi, koridor yang di treatment saat intervensi kebijakan dijalankan)� dengan variabel penjelas lainnya yang dijelaskan dalam model 3.2.� Dikarenakan jumlah penumpang dinyatakan dalam bentuk logaritma natural, maka dampak kebijakan ganjil genap terhadap perubahan jumlah penumpang BRT Transjakarta dinyatakan dalam bentuk presentase yaitu� 100 () (Wooldridge, 2012).

Karena karakteristik dari data panel, masalah kesalahan dalam kelompok (a grouped eror term) mungkin timbul di dalam model DiD (Bertland, Duflo, & Mullainathan, 2003). Pada penelitian ini standart eror dikelompokkan dalam level koridor, karena mungkin saja terjadi hubungan antar koridor seiring berjalannya waktu. Ini menjelaskan bahwa hubungan dan perubahan varian diperbolehkan di dalam setiap koridor tetapi independen antar koridor.

 

�.. (3.2)

 

Dimana adalah perubahan jumlah penumpang pada koridor i,� dalam harian t. at adalah dampak setelah diterapkannya kebijakan ganjil genap pada koridor treatment. Workingday mewakili hari kerja dari hari senin hingga jumat tidak termasuk hari libur nasional. Variabel workingday mengacu pada penelitian (Yudhistira et al., 2019) yang membedakan weekday dan weekend. Variabel idul fitri dan asiangames mewakili kejadian istimewa yang terjadi, hal ini mengacu pada penelitian Jianwey et al., 2009 yang memasukkan Olimpiane Beijing sebagai varibel penjelas. Armada menjelaskan jumlah ketersediaan armada busway sedangkan halte mewakili jumlah halte atau transit pemberhentian dalam koridor. Variabel arah menjelaskan arah perjalanan Tranjakarta dari Utara ke Selatan yaitu menuju arah CBD, hal ini mengacu pada (Hana et al., 2017) dan (Yudhistira et al., 2019).

Model ini mengasumsikan bahwa koefisien elastisitas antara dependent dan independent adalah konstan, karenanya model ini juga dikenal dengan sebutan constant elasticity model. �Pada model ini variabel yang di log linier kan adalah jumlah penumpang (ln y), armada (ln armada),� dan halte (ln halte).

Dari model dasar pada persamaan untuk model selanjutnya, penulis mengontrol dengan menambahkan dummy karakteristik koridor dan dummy karakteristik waktu harian sesuai data.

The Stable Unit Ttreatment Value Assumption (SUTVA) juga digunakan dalam penelitian ini memastikan tidak ada hubungan causal effect antara koridor treatment dan control. Hal tersebut dilakukan karena SUTVA memiliki peran penting dalam mengidentifikasi hubungan sebab akibat (Laffers et al., 2020). Dalam penelitian ini koridor 4 karena diduga mengalami causal effect dengan koridor 6 dengan cara meregres koridor 4 sebagai koridor yang terkena dampak kebijakan ganjil genap (t=1) dan akan dilihat hasilnya apabila diberlakukan sebagai koridor yang tidak terdampak kebijakan ganjil genap (t=0).

 

Hasil dan Pembahasan

A.  Analisa Deskriptif

1.   Perkembangan Pengguna Moda transportasi BRT Transjakarta

BRT Transjakarta adalah salah satu upaya pemerintah mengatasi kemacetan Jakarta setelah kegagalan proyek sebelumnya seperti monorail. Transjakarta beroperasi dengan 13 koridor yang mempunyai� lintasan terpanjang di dunia (230,9 km) mempunyai 246 stasiun (halte) BRT (Sumber : www.transjakarta.co.id). Jam pengoperasian BRT Transjakarta adalah pukul 05.00 hingga 22.00 WIB.

Rata penumpang pertahun untuk masing-masing koridor BRT Transjakarta akan ditampilkan pada tabel 2 berikut:

 

 

 

Tabel 2

Rata-rata penumpang pertahun untuk tiap

koridor periode 2017-2019

Nama Koridor

Rata-rata Penumpang Harian

Koridor 1

2.210.018

Koridor 2

739.681

Koridor 3

971.591

Koridor 4

655.088

Koridor 5

917.066

Koridor 6

890.700

Koridor 7

867.223

Koridor 8

897.705

Koridor 9

1.322.802

Koridor 10

702.451

Koridor 11

279.101

Koridor 12

211.237

Koridor 13

562.427

Diolah dari sumber PT Transportasi Jakarta

 

Dari Tabel 2 menunjukkan bahwa secara data koridor 1 mempunyai rata-rata penumpang lebih tinggi jika dibandingkan dengan koridor yang lain, bagaimana dengan hasil regresinya nanti?

Rata-rata penumpang BRT Transjakarta dari 1 Januari 2017 sampai dengan 2019 untuk setiap koridor dapat dilihat dari Gambar 2.

 

Gambar 2

Jumlah penumpang BRT Transjakarta per

koridor periode 2017-2019

����������������� Sumber: Hasil Pengolahan, 2020

 

Garis biru putus-putus di bulan Agustus tahun 2018 pada Grafik 1 menjelaskan titik awal diberlakukannya kebijakan ganjil genap tahap II yang merupakan perluasan dari tahap I. Salah satu yang mendasari penerapan kebijakan Ganjil Genap tahap II adalah untuk mengantisipasi pertambahan kemacetan karena diselenggarakannya pesta olahraga Asian games di Jakarta. Penerapan Ganjil Genap ini dimulai sejak 01 Agustus 2018.

Koridor BRT Transjakarta yang beririsan langsung dengan rute ganjil genap ini adalah koridor 1 (Blok M-Kota), koridor 2 (Pulo Gadung-Harmoni), koridor 3 (Terminal Kalideres-Pasar Baru), koridor 4 (Pulo Gadung-Tosari ICBC), koridor 5 (Ancol- Terminal Kampung Melayu), koridor 6 (Ragunan-Dukuh Atas II), koridor 9 (Pinang Ranti-Pluit), koridor 11 (Kampung Melayu-Pulo Gebang), dan koridor 13 (Ciledug-Kapten Tendean).

Sedangkan untuk koridor yang tidak beririsan dengan kebijakan ganjil genap adalah koridor 4 (Pulogadung-Dukuh Atas 2), koridor 7 (Kampung Rambutan-Kampung Melayu), koridor 8 (Lebak bulus-Harmoni), koridor 10 (Tanjung Priok-Cililitan), dan koridor 12 (Pluit-Tanjung Priuk).

Untuk melihat besarnya rata-rata jumlah penumpang per tahun periode 2017-2019 untuk semua koridor, dapat dilihat pada Gambar 3. Dapat dilihat bahwa trend penumpang BRT Transjakarta mengalami peningkatan, namun lonjakan penambahan penumpang terjadi pada periode setelah kebijakan ganjil genap Tahap II ditetapkan yaitu setelah 01Agustus 2018.

 

Gambar 3

Rata-Rata Jumlah Penumpang

Transjakarta periode 2017-2019

������������������� Sumber: Hasil Pengolahan, 2020

 

Rata-rata bulanan jumlah penumpang dengan adanya pelaksanaan Ganjil genap adalah sebesar 156.043 penumpang, sementara apabila tanpa adanya kebijakan ganjil genap adalah sebesar 142.780. Besaran perbedaannya adalah sebesar ∆=13.263 penumpang. Nilai ∆=13.263 menjelaskan� bahwa terjadi peningkatan rata-rata penumpang sebanyak 13.263 pada saat kebijakan diterapkan.

Perubahan jumlah penumpang pada koridor yang terdampak kebijakan (treated) dan koridor yang tidak terdampak (control) dapat dilihat dalam bentuk grafik 3. Perbedaan rata-rata� jumlah penumpang antara treatment dan control dapat dilihat pada Gambar 4 Trend diantara treatment dan control pun dapat terlihat jelas, yaitu dengan ditetapkannya ganjil genap, jumlah penumpang BRT Transjakarta memiliki trend yang linier meningkat.

 

Gambar 4

Rata-rata jumlah penumpang Transjakarta periode

2017-2019 berdasarkan treatment dan control

������������ �����Sumber: Hasil Pengolahan, 2020

2.   Karakteristik Koridor

BRT Transjakarta merupakan sistem transportasi Bus Rapid Transit (BRT) yang pertama di Asia Tenggara dan Selatan yang beroperasisejak tahun 2004. Sistem ini mengadaptasi sistem Trans Milenio yang lebih dahulu sukses di Bogota, Kolombia. Transjakarta merupakan sistem BRT dengan jalur lintasan terpanjang di dunia (230 km) dengan 243 stasiun BRT (halte) yang tersebar pada 13 koridor. Jumlah armada yang dioperasikan pada seluruh koridor pada tahun 2019 sebanyak 847 bus (data dari PT Transjakarta, 2020). Untuk lebih jelasnya, penjelasan mengenai data karakteristik BRT Transjakarta dapat dilihat pada tabel 5 berikut ini:

 

Tabel 5

Data Karakteristik Koridor BRT Tansjakarta

Koridor

Jumlah Armada

Panjang Lintasan Koridor (m)

Jumlah Halte

1

86

12.969

19

2

66

23.400

32

3

51

19.000

16

4

60

12,330

17

5

96

13.530

18

6

52

13.300

20

7

66

12.800

14

8

53

26,000

21

9

107

28.800

29

10

63

19.400

22

11

18

15,000

15

12

29

23.750

23

13

100

9.400

15

������������ ��������Sumber: PT Transportasi Jakarta, 2020

 

Dalam pengoperasian BRT Transjakarta dalam masing-masing koridornya ada yang saling terintegrasi dalam koridor dan tidak.� Yang dimaksud terintegrasi dalam koridor adalah antar koridor BRT Transjakarta dihubungkan oleh� halte yang sama, antara lain : Koridor 4 dan Koridor 9 yang bertemu di halte Dukuh Atas, Koridor 6 dan Koridor 9 yang bertemu di Halte Kuningan Barat. Tetapi ada juga koridor yang tidak berintegrasi dalam koridor sama sekali seperti Koridor 1 dan koridor 12, koridor 3 dan 12, hal ini terjadi karena rute dari kedua koridor tadi tidak saling bertemu. Hubungan korelasi antar koridor secara sederhana ditampilkan pada tabel 5.

Dari hasil analisa tabel 5 didapatkan bahwa yang koridor yang tidak berkorelasi satu sama lain yang angka korelasinya kurang dari 0,75. Untuk lebih memudahkan pembacaan, korelasi dengan nilai dibawah 0,75 diberi warna kuning. Sebaliknya untuk korelasi sangat tinggi diatas 0,90 diberi warna biru. Hal ini bisa terlihat bahwa koridor yang tidak berkorelasi adalah koridor 1 dengan koridor 12, koridor 1 dengan koridor 13, koridor 3 dengan koridor 13, koridor 4 dengan koridor 13, koridor 5 dengan koridor 13, koridor 6 dengan koridor 12, koridor 6 dengan koridor 13, koridor 9 dengan koridor 12, koridor 9 dengan koridor 13, koridor 11 dengan koridor 13, koridor 12 dengan koridor 13. Hal ini sesuai apabila kita lihat pada peta rute koridor BRT Transjakarta, koridor tersebut memang tidak berintegrasi dalam koridor (tidak beremu pada halte yang sama).

 

Tabel 5

Korelasi antar Koridor BRT Transjakarta

Koridor 

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

1

1

2

0.854

1

3

0.876

0.861

1

4

0.849

0.838

0.905

1

5

0.834

0.893

0.895

0.883

1

�

6

0.832

0.772

0.820

0.922

0.823

1

7

0.822

0.916

0.872

0.886

0.928

0.823

1

8

0.838

0.917

0.895

0.938

0.929

0.886

0.946

1

9

0.851

0.822

0.904

0.964

0.871

0.935

0.867

0.941

1

10

0.827

0.877

0.911

0.967

0.924

0.905

0.930

0.973

0.961

1

11

0.801

0.872

0.861

0.863

0.931

0.832

0.941

0.903

0.838

0.903

1

12

0.681

0.833

0.727

0.733

0.856

0.690

0.864

0.838

0.712

0.812

0.864

1

13

0.558

0.803

0.624

0.675

0.699

0.542

0.786

0.777

0.655

0.755

0.657

0.717

1

Sumber : Hasil Analisa Data Harian Penumpang Transjakarta, 2020

 

Keterangan :

>0,9

Berkorelasi sangat kuat

<0,75

Berkorelasi lemah

 

Korelasi yang kuat antar koridor menunjukkan bahwa ada hubungan (conection) perjalanan antar koridor dalam halte. Halte- halte yang menjadi pertemuan perjalanan antar koridor diantaranya adalah : Halte Harmoni menjadi pertemuan untuk koridor 2-7, koridor 2-8, koridor 4-8, dan koridor 5-8. Halte Dukuh Atas menjadi pertemuan untuk koridor 4-9. Halte BPKP menjadi pertemuan untuk koridor 4-10. Halte PGC Cililitan 1 menjadi pertemuan untuk koridor 5-7. Halte Kuningan Barat menjadi pertemuan untuk koridor� 6-9. Halte Cawang Uki menjadi pertemuan untuk koridor� 6-10, dan koridor 7-10. Halte Grogol menjadi pertemuan untuk koridor 8-9. Halte Kampung Melayu menjadi pertemuan antara koridor 8-11. Halte PGC Cililitan 2 menjadi pertemuan koridor 9-10.

Halte-halte yang menjadi pertemuan perjalanan antar koridor atau disebut sebagai halte transit mendapat perhatian khusus dengan dibedakan karakteristiknya dari halte dalam koridor pada umumnya. �Halte Harmoni (HCB) yang letaknya melintang di atas aliran sungai Ciliwung menjadi transit pertemuan perjalanan beberapa koridor, titik transitnya berada dalam 2 halte yang berdekatan, maka disediakan jembatan akses transit yang dikhususkan untuk pengguna Transjakarta (sumber: www.Transjakarta.co.id). Korelasi terkuat ditunjukkan oleh hubungan antara koridor 10 dan koridor 8 yaitu memiliki nilai korelasi sebesar 0,973 tetapi pada kenyataan di lapangan kedua koridor tersebut tidak dihubungkan oleh halte transit yang sama. Hal ini disebabkan karena kedua halte tersebut disebut memiliki korelasi yang positif karena memiliki tujuan arah yang sama yaitu dari selatan menuju ke utara yang diikuti oleh peningkatan jumlah penumpang (Duli, 2019).

3.   Hasil Estimasi dan Pembahasan

1.   Dampak Kebijakan Ganjil Genap Terhadap Jumlah Penumpang BRT

Dampak penerapan kebijakan ganjil genap terhadap jumlah penumpang BRT Transjakarta menggunakan metode DID (differennce in difference) �sebagaimana bisa terlihat dari hasil regresi pada tabel 4. Pada setiap kolom dependent variable adalah merupakan perubahan jumlah penumpang busway untuk menangkap dampak kebijakan ganjil genap. Dummy aktif digunakan untuk menunjukkan bahwa koridor 13 baru aktif pada tanggal 13 Agustus 2018.

Tabel 4 adalah hasil regresi dengan dari persamaan 3.1 dengan menambah dummy aktif karena koridor 13 baru mulai beroperasi� pada tanggal 13 agustus 2017, sedangkan pengamatan dimulai tanggal 1 Januari 2017. Pada kolom 1, model� sudah memasukkan fixed effect koridor. Berdasarkan model (1) terlihat bahwa nilai koefisien sebesar 0.213. Karena model menggunakan bentuk logaritma linier, maka koefisien yang didapat dikonversikan ke dalam nilai 100 () (Wooldridge, 2012).� Maka didapatkan� bahwa dengan adanya kebijakan ganjil genap menyebabkan peningkatan penumpang sebesar 100(e0.213-1) atau senilai 23.74%.

Tabel 4

Hasil Estimasi Dampak Pemberlakuan

Kebijakan� Ganjil Genap terhadap

Jumlah Penumpang BRT Transjakarta

 

(1)

(2)

VARIABLES

Model 1

Model 2

 

 

 

at

0.213***

-0.0108

 

(0.0531)

(0.0562)

aktif

9.609***

9.581***

Constant

1.459***

1.508***

 

(0.00646)

(0.0652)

 

 

 

Observations

14,235

14,235

Number of koridor

13

13

r2_w

0.950

0.987

r2_o

0.968

0.992

 

 

 

Control

 

 

Fe_koridor

Y

Y

Timetrend_waktu harian

N

Y

 

 

 

Robust standard errors in parentheses

*** p<0.01, ** p<0.05, * p<0.1

 

Pada model di kolom (2),� tetelah dikontrol dengan fixed effect koridor dan timetrend waktu harian, nilai koefisien at adalah sebesar -0.0108. Hal ini menunjukkan bahwa setelah ada kebijakan ganjil genap dengan adanya jumlah penumpang mengalami penurun sebesar -0.17%. Hasil pada kolom (2) tersebut tidak memiliki hubungan yang positif, hal ini menunjukkan kebijakan ganjil masih belum berdampak pada peningkatan jumlah BRT Jakarta jika hanya dimasukkan fixed effect koridor dan timetrend waktu harian.

Untuk itu penulis mencoba untuk memasukkan beberapa variable kontrol penjelas untuk koridor dan waktu. Varibel penjelas koridor yang dimasukkan adalah variabel arah, untuk menerangkan� mengenai tarikan perjalanan menuju ke pusat kegiatan� (Hana et� al.,� 2017) dan (Yudhistira et al., 2019), variabel halte dan armada juga dimasukkan karena berkaitan dengan standart minimal pelayanan dari moda angkutan umum (Nafila, 2018). Sedangkan variabel-variabel penjelas waktu yang digunakan adalah asian games dan idul fitri hal ini merujuk pada penelitian (Jianwei, Zhenxiang, & Zhiheng, 2009) yang memasukkan event olimpiade Beijing pada tahun 2009. Penulis memasukkan juga variable workingday merujuk pada penelitian (Yudhistira et al., 2019) yang membedakan antara weekday dan weekend. Penambahan variabel-variabel tersebut merujuk pada persamaan (3.2). Hasil dari regresi dengan penambahan variable penjelas tersebut diatas dapat dilihat pada tabel 5.

 

Tabel 5

Hasil Estimasi dengan Penambahan

Varibel Penjelas Waktu dan Koridor

VARIABLES

Model 1

Model 2

at

0.149***

0.0188

 

(0.0444)

(0.0719)

aktif

9.406***

9.468***

 

(0.0768)

(0.117)

workingday

0.327***

0.296***

 

(0.0418)

(0.114)

idulfitri

-0.308***

-0.239**

 

(0.0382)

(0.120)

asiangames

0.0475

0.142*

 

(0.0311)

(0.0744)

larmada

0.311***

0.195

 

(0.104)

(0.183)

lhalte

-1.240***

-1.626***

 

(0.229)

(0.459)

arah

1.693***

1.809***

Constant

2.080**

3.772**

 

(0.969)

(1.876)

 

 

 

Observations

14,235

14,235

Number of koridor

13

13

r2_w

0.977

0.988

r2_o

0.985

0.992

Control

 

 

Fe_koridor

Y

Y

Tmetrend__waktu harian

N

Y

Robust standard errors in parentheses

*** p<0.01, ** p<0.05, * p<0.1

 

Pada kolom 1 tabel 5 adalah model yang sudah memasukkan fixed effect koridor. Nilai koefisien at sebesar 0,149 signifikan pada 1% hal ini berarti bahwa setelah kebijakan ganjil genap jumlah penumpang BRT mengalami peningkatan sebesar 16,1%. Sedangkan pada kolom 2 setelah dikontrol dengan fixed effect koridor dan timetrend waktu harian, menunjukkan koefisien at sebesar 0.0188. Hal tersebut mengindikasikan adanya peningkatan jumlah penumpang busway sebesar 0.9% semenjak diberlakukannya kebijakan ganjil genap tetapi tidak signifikan. Dua model tersebut diatas memiliki hubungan yang positif, yaitu setelah diberlakukannya kebijakan ganjil genap menyebabkan peningkatan jumlah penumpang BRT.

Semua koefisien variabel� pada kolom 1 menunjukkan angka yang meningkat� signifikan pada 1% kecuali pada variable asian games, tetapi jumlah penumpang tetap mengalami peningkatan. Pada kolom 2 variabel Asiangames menunjukkan koefisien sebesar 0.142 signifikan pada 10%, hal ini berarti bahwa adanya Asiangames menyebabkan� peningkatan jumlah penumpang harian rata-rata sebesar 15,25%. Dengan demikian adanya Asian games menyebabkan kenaikan jumlah penumpang sehingga perlu diterapkan� kebijakan untuk mengatasi travel demand dalam jangka pendek yang disebabkan oleh event olahraga spesial salah satunya adalah kebijakan ganjil genap (Li et al., 2016).

Idul fitri yang diikuti dengan libur karena cuti bersama sering dimanfaatkan oleh penduduk Jakarta terutama untuk mudik (pulang kampung), sehingga kejadian ini berdampak pada jumlah perjalanan harian. Oleh karenanya penulis perlu memasukkan variabel kontrol idul fitri dalam model persamaan. Variabel idulfitri memiliki koefisien yang negatif yaitu sebesar -0.308 dan � 0.239 masing-masing pada Model (1) dan Model (2). Hal tersebut menunjukkan bahwa pada saat hari besar idul fitri terjadi penurunan penumpang sebesar -26.5% pada model (1) dan -21.3% pada model (2). Hal tersebut terjadi memang karena pada saat idul fitri merupakan hari libur nasional dan mayoritas penduduk Jakarta pergi ke luar kota (Kementerian Perhubungan, 2019).

Baik pada model (1) maupun model (2), pada variable halte menunjukkan nilai yang negatif. Hal ini menerangkan bahwa semakin banyaknya halte dalam koridor akan menurunkan jumlah penumpang BRT. Koefisien pada variabel haltemenunjukkan nilai� -1.24 model (1), dan -1.626 pada model (2),yang artinya bahwa dengan adanya penambahan jumlah halte dalam koridor akan mengurangi jumlah penumpang sebesar 71% pada model 1 dana 80,3% pada model 2. Hal ini berarti bahwa semakin banyak halte dalam koridor maka akan menambah jumlah waktu transit sehingga menambah waktu tempuh sehingga preferensi orang akan berkurang menggunakan BRT Transjakarta yang mempunyai banyak halte dalam koridornya (Nafila, 2018).

Variable arah memiliki koefisien 1.693 pada model (1) dan 1.809 pada model (2). Nilai tersebut menerangkan bahwa arah perjalanan ke utara atau ke selatan memiliki penumpang lebih banyak sebesar 443.6% dan 197.1% masing-masing untuk model (1) dan model (2). Lokasi tujuan perjalanan yang mayoritas menuju daerah CBD yang merupakan segita emas sebagai pusat bisnis dan pemerintahan itulah yang melatarbelakangi tingginya preferensi penumpang BRT (Nafila, 2018). Wilayah CBD yang dimaksud adalah Sudirman, MH. Thamrin, dan Merdeka Barat yang dilalui oleh koridor 6. Kemudian MT. Haryono - Gatot Subroto yang dilalui koridor 9. Selanjutnya Jalan Rasuda Said Kota yang dilalui koridor 1. Dimana kesemua tujuan perjalan tersebut mempunyai arah perjalanan� selatan-utara.

Pola pergerakan perjalanan yang terjadi disebabkan oleh pola perjalanan kerja dan kegiatan bisnis yang bersumber di daerah CBD. Pola pergerakan ini banyak terjadi di hari kerja (workingday). Perjalanan hari kerja terjadi pada hari senin-jumat. Variabel working day pada kedua model menunjukkan hubungan yang positif. Jumlah penumpang BRT Transjakarta lebih tinggi jika dibandingkan dengan hari weekend (sabtu-minggu) ataupun hari libur sebesar 38.7% dan 34.4% masing-masing untuk Model (1) dan Model (2).

Pengoperasian koridor BRT Transjakarta dilakukan secara bertahap berdasarkan prioritas kebutuhan di lapangan. Sejarah pengoperasian BRT Transjakarta adalah sebagai berikut:

�     Koridor 1 diresmikan pada tanggal 15 Januari 2004

�     Koridor 2 dan 3 diresmikan pada tanggal 15 Januari 2006

�     Koridor 4, 5, 6 dan 7 diresmikan pada tanggal 27Januari 2007

�     Koridor 8 diresmikan pada tanggal 21 Februari 2009

�     Koridor 9 dan 10 diresmikan pada tanggal 31 Desember 2010

�     Koridor 11 diresmikan pada tanggal 28 Desember 2011

�     Koridor 12 diresmikan pada tanggal 14 Februari 2013

�     Koridor 13 mulai beroperasi tanggal 13 Agustus 2017 dan diresmikan 16 Agustus 2017

Oleh karena data set yang digunakan pada penelitian ini adalah sejak tanggal 01 Januari 2017, maka perlu ditambahkan dummy aktif ( =1 untuk yang beroperasi dan =0 untuk yang belum beroperasi). Variabel aktif pada model (1) dan model (2) memiliki koefisien masing-masing sebesar 9.406 dan 9.468. Hal tersebut menunjukkan bahwa dengan aktifnya koridor menyebabkan penambahan penumpang BRT.

Armada adalah infrastruktur (sarana) yang digunakan untuk mengangkut barang dan orang (penumpang) dari asal ke lokasi tujuan (Morlok, 1978). Yang dimaksud armada dalam penelitian ini adalah banyaknya bus yang disediakan per koridor untuk mengangkut penumpang. Variabel armada pada model (1) menunjukkan bahwa dengan adanya 1 tambahan armada akan� meningkatkan� jumlah penumpang secara rata-rata sebesar 36.5% penumpang dengan asumi ceteris paribus. Sedangkan pada model (2) sedikit lebih rendah yaitu sebesar 21.5%. Dalam penentuan jumlah� armadaini tidak serta merta karena mengikuti peningkatan jumlah penumpang akan tetapi juga ditentukan oleh� volume arus lalu lintas, kapasitas jalan, kecepatan rata-rata, kepadatan, dan headway (waktu antara kedatangan angkutan).

Model yang sesuai dengan kaidah DiD menurut (Wing et al., 2018) adalah model yang sudah memasukkan kontrol individu dan kontrol waktu. Untuk itu model (2) merupakan model yang paling tepat untuk dipilih sebagai model penelitian.

 

4.   Parallel Trend

Parallel trend dilakukan untuk mengecek robustness pada model penelitian yang mengacu pada persamaan (3.2). Hal ini dilakukan berdasarkan asumsi bahwa DiD harus memiliki trend yang paralel pada setiap periode sebagaimana yang telah dijelaskan pada bab 3. Hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel 6.

Pemeriksaan� dilakukan menggunakan persamaan 3.1� dengan 3 kondisi yang berbeda yaitu dengan mengasumsikan perubahan terhadap jumlah koridor yang terkena dampak kebijakan ganjil genap sepanjang waktu pengamatan. Pada kolom 1, diasumsikan� bahwa� ada 4 koridor (koridor: 1,2,3,5) yang terdampak� kebijakan ganjil genap. Kemudian pada kolom 2 jumlah kolom yang terdampak kebijakan menjadi 6� koridor (koridor: 1,2,3,5,6,9), Dan yang terakhir pada kolom 3 diasumsikan bahwa ada 8 koridor yang terdampak kebijakan ganjil genap (koridor: 1,2,3,5,6,9,11,13).

Hasil pada table 6 menunjukkan� meskipun kebijakan diterapkan pada jumlah koridor yang berbeda, timetrendxt �sebagai variabel yang mewakili parallel trend test� menunjukkan hasil yang tidak signifikan, sehingga dapat dikatakan asumsi DiD terpenuhi. Asumsi utama dari DiD ditunjukkan oleh koridor yang terdampak kebijakan ganjil genap (treated) memiliki trend yang sama selama kebijakan diterapkan (Wing et al., 2018).

 

Tabel 6

Parallel Trend Test

 

(1)

(2)

(3)

VARIABLES

Model 1

Model 2

Model 3

 

4 koridor

6 koridor

8 koridor

 

 

 

 

 

timetrend

0.000289***

0.000289***

0.000289***

 

(9.73e-05)

(9.73e-05)

(9.73e-05)

timetrendxt

-2.24e-06

-2.24e-06

-2.24e-06

 

(0.000114)

(0.000114)

(0.000114)

aktif

9.461***

9.461***

9.461***

 

(0.126)

(0.126)

(0.126)

workingday

0.326***

0.326***

0.326***

 

(0.0416)

(0.0416)

(0.0416)

idulfitri

-0.318***

-0.318***

-0.318***

 

(0.0359)

(0.0359)

(0.0359)

asiangames

0.0767***

0.0767***

0.0767***

 

(0.0249)

(0.0249)

(0.0249)

larmada

0.138

0.138

0.138

 

(0.166)

(0.166)

(0.166)

lhalte

0.404

0.404

0.404

 

(0.460)

(0.460)

(0.460)

arah

0.547**

0.547**

0.547**

 

(0.253)

(0.253)

(0.253)

Constant

-1.757

-1.757

-1.757

 

(1.386)

(1.386)

(1.386)

 

 

 

 

Observations

14,235

14,235

14,235

Number of koridor

13

13

13

r2_w

0.979

0.979

0.979

r2_o

0.880

0.880

0.880

Robust standard errors in parentheses

*** p<0.01, ** p<0.05, * p<0.1

 

5.   Stable Unit Ttreatment Value Assumption (SUTVA) Test

Robustness test pada model ini juga dilakukan dengan pengecekan SUTVA dengan tujuan untuk memastikan tidak ada hubungan causal effect antara koridor treatment dan control. Hal tersebut dilakukan karena SUTVA memiliki peran penting dalam mengidentifikasi hubungan sebab akibat (Laffers et al., 2020). Dalam penelitian ini koridor 4 sebagai koridor control diduga mengalami causal effect dengan koridor 6 sebagai koridor treatment.

Ada dugaan perjalanan penumpang dari koridor 6 mempengaruhi� jumlah penumpang koridor 4 karena bertemu di halte yang sama yaitu Dukuh Atas. Sehingga diduga bahwa koridor 4 juga terkena dampak dari treatment kebijakan ganjil genap sehingga bisa dianggap sebagai koridor treated (t=1). Oleh karena itu pengujian dilakukan dengan mengasumsikan koridor 4 sebagai koridor treated (t=1) dan hasilnya dibandingkan dengan koridor 4 yang tetap diasumsikan sebagai koridor control (t=0). Hasil ini dapat dilihat pada hasil tabel 7.

 

Tabel 7

Pengujian SUTVA

 

(1)

(2)

VARIABLES

Model 1

Model 2

 

kor 4, t=0

kor 4, t=1

 

 

 

at

0.0188

0.0063

 

(0.0719)

(0.0534)

aktif

9.468***

9.474***

 

(0.117)

(0.101)

workingday

0.296***

0.304***

 

(0.114)

(0.104)

idulfitri

-0.239**

-0.230**

 

(0.120)

(0.108)

asiangames

0.142*

0.150**

 

(0.0744)

(0.0698)

larmada

0.195

0.189

 

(0.183)

(0.169)

lhalte

-1.626***

-1.654***

 

(0.459)

(0.400)

arah

1.809***

1.816***

 

(0.144)

(0.129)

 

 

 

Constant

3.772**

3.868**

 

(1.876)

(1.662)

 

 

 

Observations

14,235

14,235

Number of koridor

13

13

r2_w

0.988

0.988

r2_o

0.992

0.992

 

 

 

Control

 

 

Fe_Koridor

Y

Y

Timetrend_Waktu

Y

Y

 

Dengan tetap memakai persamaan (3.2), maka didapatkan bahwa hasil regresi pada semua variabel menunjukkan nilai secara statistik sama pada saat koridor 4 diasumsikan sebagai koridor control pada kolom 1 dan sebagai koridor treatment �pada kolom 2 tabel 4.6. Sehingga dengan demikian dapat dikatakan bahwa jumlah penumpang di koridor 4 tidak dipengaruhi oleh koridor 6 sehingga dapat tetap diasumsikan bahwa koridor 4 adalah sebagai koridor control yang tidak terkena dampak kebijakan ganjil genap.

6.   Sustainability Kebijakan Ganjil Genap

Kebijakan ganjil genap dapat memberikan dampak yang berbeda pada setiap periodenya. Kebijakan tersebut diharapkan dapat merubah perilaku yang semula mengandalkan pada pengggunaan kendaraan pribadi menjadi penumpang angkutan umum. Namun dimungkinkan perilaku pengguna kendaraan pribadi tidak berubah yang disebabkan beberapa hal. Untuk menangkap perilaku tersebut, diperlukan tes keberlanjutan dampak kebijakan dalam jangka pendek dan jangka panjang.

 

Tabel 8

Pengujian Kebijakan Jangka Pendek (Short Run)

 

(1)

(2)

(3)

(4)

VARIABLES

Model 1

Model 2

Model 3

Model 4

 

1minggu

2 minggu

3 minggu

1 bulan

 

 

 

 

 

at

0.0466

0.0437

0.0589

0.0541

 

(0.0383)

(0.0459)

(0.0523)

(0.0531)

aktif

9.175***

9.179***

9.186***

9.193***

 

(0.0692)

(0.0713)

(0.0742)

(0.0772)

workingday

0.180**

0.192**

0.233***

0.262***

 

(0.0801)

(0.0786)

(0.0507)

(0.0557)

idulfitri

-0.281***

-0.283***

-0.284***

-0.285***

 

(0.0702)

(0.0705)

(0.0710)

(0.0715)

asiangames

 

 

-0.0337

-0.0738

 

 

 

(0.0662)

(0.0765)

larmada

0.370

0.378

0.382

0.389

 

(0.231)

(0.235)

(0.241)

(0.247)

lhalte

-0.895***

-0.898***

-0.907***

-0.914**

 

(0.321)

(0.329)

(0.342)

(0.355)

arah

1.807***

1.796***

1.789***

1.779***

 

 

 

 

 

Constant

1.187

1.164

1.174

1.172

 

(1.661)

(1.697)

(1.754)

(1.808)

 

 

 

 

 

Observations

7,592

7,683

7,774

7,904

Number of koridor

13

13

13

13

r2_w

0.991

0.991

0.991

0.991

r2_o

0.996

0.996

0.996

0.995

 

 

 

 

 

Control

 

 

 

 

Fe_Koridor

Y

Y

Y

Y

Timetrend_Waktu Harian

Y

Y

Y

Y

Robust standard errors in parentheses

*** p<0.01, ** p<0.05, * p<0.1

 

Dalam penelitian ini penulis mencoba melakukan uji jangka pendek dan jangka panjang. Untuk pengujian jangka pendek, dilakukan pengujian untuk minggu pertama, minggu kedua, minggu ketiga, dan minggu keempat. Regresi dilakukan dengan menggunakan persamaan (3.2) dengan hasil sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 8.

Nilai koefisien variabel at pada Tabel 8 diilustrasikan pada Gambar 1. Pada Gambar 1, dapat dilihat bahwa dampak kebijakan ganjil genap secara umum pada periode jangka pendek berdampak meningkatkan jumlah penumpang BRT Transjakarta. Namun persentase peningkatan tersebut tidak linier sepanjang waktu.� Pada minggu pertama peningkatan terjadi sebesar 4.77%, tetapi pada minggu ke dua peningkatan tersebut mengalami penurunan sebanyak 0.3% menjadi 4.47%. Pada minggu ke tiga terjadi peningkatan lagi sebesar 1.6% menjadi 6.07%. Hal ini mengindikasikan bahwa pada tiga minggu pertama kebijakan ganjil genap dapat dikatakan efektif jika dilihat dari trend peningkatan jumlah penumpang BRT Transjakarta. Namun pada saat memasuki periode 1 (satu) bulan, menunjukkan tren penurunan sebesar 0.5% menjadi 5.56%. Untuk itu dalam penelitian ini dilakukan juga pengujian efektifitas kebijakan ganjil genap untuk jangka panjang/ long run.

 

 

 

Gambar 1

Tes Dampak Kebijakan Short Run

 

Pengujian long run dilakukan mulai dari bulan pertama, bulan ke tiga, bulan ke enam, dan bulan ke 12. Dengan tetap menggunakan persamaan (3.2), hasil regresi untuk melihat dampak jangka panjang dapat dilihat pada tabel 4.9. Penulis mengilustrasikan hasil pesentase peningkatan jumlah penumpang BRT Transjakarta berdasarkan koefisien at pada� Tabel 9 ke dalam Gambar 2 untuk memudahkan dalam melakukan analisa.

 

 

 

Tabel 9

Pengujian Kebijakan Jangka Panjang (Long Run)

 

(1)

(2)

(3)

(4)

VARIABLES

Model 1

Model 2

Model 3

Model 4

 

1 bulan

3 bulan

6 bulan

12 bulan

 

 

 

 

 

at

0.0541

0.0180

0.0330

0.0261

 

(0.0531)

(0.0461)

(0.0568)

(0.0692)

aktif

9.193***

9.221***

9.316***

9.423***

 

(0.0772)

(0.0897)

(0.107)

(0.111)

workingday

0.262***

0.239***

0.0718

0.235**

 

(0.0557)

(0.0829)

(0.145)

(0.117)

idulfitri

-0.285***

-0.296***

-0.287***

-0.247**

 

(0.0715)

(0.0733)

(0.0745)

(0.123)

asiangames

-0.0738

0.122*

0.122

0.138*

 

(0.0765)

(0.0725)

(0.0754)

(0.0729)

larmada

0.389

0.441*

0.336

0.213

 

(0.247)

(0.261)

(0.263)

(0.198)

lhalte

-0.914**

-0.937**

-1.225***

-1.537***

 

(0.355)

(0.405)

(0.460)

(0.443)

arah

1.779***

1.716***

1.768***

1.826***

 

 

 

 

 

Constant

1.172

1.053

2.195

3.469*

 

(1.808)

(1.995)

(2.150)

(1.885)

 

 

 

 

 

Observations

7,904

8,697

9,893

12,246

Number of koridor

13

13

13

13

r2_w

0.991

0.991

0.990

0.988

r2_o

0.995

0.995

0.994

0.993

 

 

 

 

 

Control

 

 

 

 

Fe_Koridor

Y

Y

Y

Y

Timetrend_Waktu Harian

Y

Y

Y

Y

Robust standard errors in parentheses

*** p<0.01, ** p<0.05, * p<0.1

 

���������������� Gambar 2

Tes Dampak Kebijakan Long Run

 

Untuk melihat dampak dari minggu pertama sampai dengan minggu ke 48 (1 Tahun) penerapan ganjil genap, dapat dilihat dari Gambar 3. Pada gambar tersebut dapat diketahui bahwa peningkatan jumlah penumpang masih cenderung fluktuatif. Hal ini disebabkan oleh pada awal penerapan kebijakan penegakan hukumnya masih dilakukan secara manual yaitu menempatkan petugas pada beberapa lokasi pemantauan di jalur ganjil genap. Memasuki periode minggu ke 23, telah dipasang beberapa CCTV analitik untuk uji coba tilang otomatis, sehingga jumlah penumpang BRT Transjakarta mengalami peningkatan lagi namun tidak setinggi pada minggu-minggu pertama karena pengguna moda sudah menemukan alternatif moda atau jalur lainnya untuk menghindari jalur ganjil genap.

 

Gambar 3

Tes Dampak Kebijakan SR dan LR

 

Salah satu kelemahan dari sistem transportasi yang ada saat ini adalah tidak terpadunya belum ada layanan door to door yang mengangkut penumpang dari tempat tinggal ke tempat tujuan. Salah satu contohnya adalah sistem BRT Transjakarta yang letak halte terdekatnya tidak langsung berada dekat dengan tempat tinggal atau tempat tujuan dari pengguna moda, hal inilah alasan penurunan preferensi penggunaan BRT Transjakarta. Tidak terpadunya sistem transportasi ini menyebabkan adanya gap yang saat ini dimanfaatkan oleh moda angkutan online seperti gojek, grab dan sejenisnya. Angkutan online ini dipilih karena murah, mudah dipesan, cepat dan praktis (Nafila, 2018).

 

Kesimpulan

Penelitian ini megidentifikasi dampak kebijakan ganjil genap terhadap peningkatan jumlah penumpang BRT Transjakarta. Kontribusi pertama pada penelitian ini meunjukkan bahwa kebijakan ganjil genap meningkatkan rata-rata jumlah penumpang sebesar 2%. Apabila ditarik dampak setelah 1 bulan penerapan gajil genap ini, menunjukkan adanya kenaikan rata-rata jumlah penumpang sebesar 5,8 % , hal ini sesuai dengan hasil evaluasi yang dilakukan oleh Dinas Perhubungan DKI melalui Nota Dinas 4508/-1.754.14/2019. Peningkatan tersebut terutama disebabkan karena jumlah perjalanan yang terjadi adalah pada hari kerja (workingday) dan tujuan perjalanan menuju pusat bisnis dan pemerintahan (arah). Kontribusi kedua dari penelitian ini adalah penggunaan variabel jumlah penumpang harian BRT Transjakarta selama 3 tahun. Penelitian lain yang sejenis menggunakan variabel variabel� BBM (EskelaEskeland, G. S., & Feyzioglu, T. (1997). Rationing can backfire: the �day without a car� in Mexico City. The World Bank Economic Review, 11(3), 383�408.nd & Feyzioglu, 1997), waktu tempuh, kecepatan perjalanan dan arus lalu lintas (Li et al., 2016) dan (Yudhistira et al., 2019), kemudian variabel�� delay time/ waktu tundaan (Hanna et al., 2017), serta emisi gas� CO,NO (Fardha et al., 2018).

Kontribusi ketiga dari penelitian ini adalah melihat keberlanjutan dari dampak kebijakan ganjil genap terhadap jumlah penumpang BRT Transjakarta dalam jangka pendek dan jangka panjang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dampak kebijakan ganjil genap terhadap peningkatan jumlah penumpang BRT paling tinggi di 3 minggu pertama setelah penerapannya yaitu sebesar 6,07%. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian (Yudhistira et al., 2019) mengenai dampak jangka pendek dari kebijakan ganjil genap. Apabila dilihat pada jangka panjang kebijakan ganjil genap masih menyebabkan peningkatan jumlah penumpang, namun secara gradual berkurang dimulai dari minggu keduapuluh empat hingga minggu keempatpuluh delapan (1 tahun). Walaupun kebijakan ganjil genap secara signifikan meningkatkan jumlah penumpang BRT Transjakarta, namun dapat diperluas ruang lingkupnya dengan menambahkan variabel tarif dan tap in tiap halte dalam koridor sehingga didapatkan data dalam level halte agar didapatkan hasil yang lebih baik.

 


BIBLIOGRAFI

 

Akai, Nobuo, Nishimura, Yukihiro, & Sakata, Masayo. (2007). Complementarity, fiscal decentralization and economic growth. Economics of Governance, 8(4), 339�362. https://doi.org/10.1007/s10101-007-0032-5. Google Scholar

Bertland, Marianne, Duflo, Esther, & Mullainathan, Sendhil. (2003). How Much Should We Trust Difference-in-Differences Estimators? Working Paper, Massachusetts Institute of Technology. Google Scholar

Duli, Nikolaus. (2019). Metodologi Penelitian Kuantitatif: Beberapa konsep dasar untuk penulisan skripsi & analisis data dengan SPSS. Deepublish. Google Scholar

EskelaEskeland, G. S., & Feyzioglu, T. (1997). Rationing can backfire: the �day without a car� in Mexico City. The World Bank Economic Review, 11(3), 383�408.nd, Gunnar S., & Feyzioglu, Tarhan. (1997). Rationing can backfire: the �day without a car� in Mexico City. The World Bank Economic Review, 11(3), 383�408. Google Scholar

Gujarati, Damodar N., & Porter, Dawn C. (2012). Dasar-Dasar Ekonometrika, Edisi 5. Jakarta: Salemba Empat. Google Scholar

Hanna, Rema, Kreindler, Gabriel, & Olken, Benjamin A. (2017). Citywide effects of high-occupancy vehicle restrictions: Evidence from �three-in-one� in Jakarta. Science, 357(6346), 89�93. Google Scholar

Jiang, Yang, Zegras, P. Christopher, & Mehndiratta, Shomik. (2012). Walk the line: station context, corridor type and bus rapid transit walk access in Jinan, China. Journal of Transport Geography, 20(1), 1�14. Google Scholar

Jianwei, H. E., Zhenxiang, ZENG, & Zhiheng, L. I. (2009). An analysis on effectiveness of transportation demand management in Beijing. Journal of Transportation Systems Engineering and Information Technology, 9(6), 114�119. Google Scholar

Kaffashi, Sara, Shamsudin, Mad Nasir, Clark, Maynard S., Sidique, Shaufique Fahmi, Bazrbachi, Abdullatif, Radam, Alias, Adam, Shehu Usman, & Rahim, Khalid Abdul. (2016). Are Malaysians eager to use their cars less? Forecasting mode choice behaviors under new policies. Land Use Policy, 56, 274�290. Google Scholar

Kumar, Prashant, Gulia, Sunil, Harrison, Roy M., & Khare, Mukesh. (2017). The influence of odd�even car trial on fine and coarse particles in Delhi. Environmental Pollution, 225, 20�30. Google Scholar

Nafila, Oktaniza. (2018). Road space rationing to reduce traffic congestion: an evaluation of the odd-even scheme in Jakarta, Indonesia. University of Twente. Google Scholar

Santos, Georgina, Behrendt, Hannah, Maconi, Laura, Shirvani, Tara, & Teytelboym, Alexander. (2010). Part I: Externalities and economic policies in road transport. Research in Transportation Economics, 28(1), 2�45. Google Scholar

 

Steg, Linda, & Tertoolen, Gerard. (1999). Sustainable transport policy: the contribution from behavioural scientists. Public Money and Management, 19(1), 63�69. Google Scholar

Sudarto, A. N. (2019). Efektifitas Dampak Pembangunan Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) di Provinsi DKI Jakarta. Tesis. Jakarta. Google Scholar

Wing, Coady, Simon, Kosali, & Bello-Gomez, Ricardo A. (2018). Designing difference in difference studies: best practices for public health policy research. Annual Review of Public Health, 39. Google Scholar

Yudhistira, Muhammad Halley, Kusumaatmadja, Regi, & Hidayat, Mochammad Firman. (2019). Does traffic management matter? Evaluating congestion effect of odd-even policy in jakarta. Institute for Economic and Social Research. Google Scholar

 

Copyright holder:

Sri Musrifah, Khoirunurrofik (2021)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: