Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN:
2541-0849
e-ISSN: 2548-1398
Vol. 6,
No. 11, November 2021
� ���������
PENGARUH
ATURAN GANJIL GENAP TERHADAP RIDERSHIP BRT TRANSJAKARTA
Sri Musrifah, Khoirunurrofik
Universitas
Indonesia, Indonesia
Email: [email protected]
Abstrak
Kebijakan Ganjil
Genap diterapkan di beberapa ruas jalan
utama di DKI Jakarta untuk mengatasi kemacetan. Pemerintah DKI jakarta Juga menyiapkan angkutan umum BRT Transjakarta. Sebagian besar penelitian, hanya berfokus pada satu kebijakan untuk mengatasi kemacetan oleh karena itu� dalam penelitian dilihat dampak dari kebijakan
ganjil genap terhadap peningkatan penumpang BRT Transjakarta. Metode yang digunakan adalah Difference in Difference (DiD)
dengan� data panel penumpang
penumpang harian BRT transjakarta pada 13 kodiridor. Hasilnya adalah kebijakan Ganjil Genap dapat meningkatkan
jumlah penumpang rata-rata sebanyak 2%. Kenaikan tertinggi pada 3 minggu pertama yaitu 6.07%. Namun peningkatan tersebut secara gradual berkurang untuk jangka panjang.
Kata Kunci: ganjil
genap; BRT transjakarta; DiD
Abstract
The odd-even policy is applied in several main roads
in DKI Jakarta to overcome congestion. The DKI Jakarta government is also
preparing Transjakarta BRT public transportation.
Most of the research only focused on one policy to overcome traffic congestion.
Therefore, in the study, the impact of the odd-even policy on the increase in Transjakarta BRT passengers was conducted. The method used
is the difference in difference (DID) with the daily passenger panel data of Transjakarta BRT passengers on 13 corridors. The result is
that the even-odd policy can increase the number of passengers on average by
2%. The highest increase in the first three weeks was 6.07%. However, the
increase is gradually decreasing in the long run.
Keywords: odd-even;
transjakarta BRT; DiD
Received: 2021-10-20; Accepted:
2021-11-05; Published: 2021-11-20
Pendahuluan
Kemacetan lalu
lintas adalah salah satu dari berbagai
permasalahan yang dihadapi
oleh kota-kota di seluruh
dunia. Di Amerika yang merupakan salah satu negara maju, disebutkan bahwa US $306 miliar hilang karena
dampak dari terjadinya kemacetan (Cook-son,
2018). Dari studi gabungan Bappenas dan JICA (2019), kerugian
ekonomi akibat macet diprediksi mencapai Rp 65 triliun pada 2020,
terdiri dari biaya waktu yang terbuang sebesar Rp36,9 triliun dan tambahan biaya operasi kendaraan
sebesar Rp28,1 triliun.
Dari studi ini lah, Presiden Jokowi mengungkap angka Rp 65 triliun tentang besaran� kerugian
yang disebabkan oleh kemacetan
di Jabodetabek. Kemacetan� tidak hanya berdampak pada� lingkungan, tetapi juga ekonomi seperti tidak efisiennya� pengiriman serta distribusi barang dan sumber daya alam (Santos, Behrendt, Maconi, Shirvani, & Teytelboym, 2010).
(Steg & Tertoolen, 1999)
berpendapat bahwa perlu adanya perubahan
perilaku manusia untuk mengatasi kemacetan lalu lintas yang ditimbulkan dari banyaknya penggunaan mobil pribadi.
Jakarta,
yang merupakan ibukota di
Indonesia menduduki peringkat
ke 4 sebagai kota terpadat di dunia diproyeksikan pada tahun 2019 mencapai jumlah penduduk sebesar 10,5 juta jiwa (sumber:
BPS dan Bappenas, 2018). Hal ini harus menjadi
perhatian bagi pemerintah untuk segera mengatasi kemacetan kota-kota di Indonesia terutama Jakarta yang merupakan pusat kegiatan bisnis dan pemerintahan. Pemerintah Pusat Indonesia melalui
Pemerintah provinsi DKI
Jakarta, telah menyusun Rencana pengembangan sistem transportasi kota Jakarta yang tertuang dalam Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 103 tahun 2007 tentang Pola Transportasi Makro yaitu:
a.
Mengoptimalkan penggunaan angkutan
umum sebagai tulang punggung sistem dan menerapkan kebijakan manajemen permintaan (Transport Demand Management/TDM) serta penyediaan jaringan jalan sebagai pendukungnya.
b.
Meningkatkan aksesibilitas dan mobilitas
di daerah dan sekitarnya, serta menata ulang
moda transportasi secara terpadu.
c.
Memasyarakatkan sistem angkutan umum massal.
d.
Meningkatkan jaringan jalan
e.
Menggalakkan penggunaan angkutan
umum.
f.
Mengurangi penggunaan kendaraan
pribadi.
Pada akhir Mei 2016 s.d Juli 2016 tidak ada kebijakan pembatasan
terhadap kendaraan yang melewati jalan raya yang terletak pada koridor utama, pada masa transisi kebijakan tersebut mendorong (Hana
et al., 2017) melakukan penelitian terhadap kondisi lalu lintas
saat setelah 3 in 1 dihapuskan. Hasil dari penelitiannya menunjukkan bahwa waktu tundaan
meningkat sebesar 1 menit per km pada jam puncak pagi dan 2,7 menit per km pada
jam puncak malam. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi lalu
lintas memburuk selama kekosongan kebijakan tersebut. Kemudian pada tanggal 30 Agustus 2016 mulai diberlakukan kebijakan Ganjil Genap tahap
1, yaitu hanya kendaraan yang berplat nomor ganjil dapat
melintas di tanggal ganjil dan kendaraan yang berplat nomor genap
hanya bisa melintas di tanggal genap. Kebijakan ini berlaku pada jam puncak pagi yaitu
pukul 06.00 hingga pukul 10.00 WIB dan pada jam puncak
malam yaitu pukul 16.00 hingga pukul 21.00 WIB.
Beberapa kota
di dunia juga telah menerapkan
sistem Ganjil Genap. Paris, Perancis membatasi kendaraan berdasarkan plat nomor yang masuk ke kota
pada pukul 05.30 pagi, pemilihan waktunya didasari oleh tingkat polusi yang sangat tinggi di pagi hari. Beijing, China juga memberlakukan kebijakan ganjil genap untuk
menyambut Olimpiade 2008 dalam rangka mengurangi
polusi (Li et al., 2016). Mexico City menerapkan peraturan ganjil genap tahun
1989 dengan sebutan kebijakan Hoy no Circula (hari ini mobil
anda tidak boleh lewat) kebijakan
ini berlaku dari pukul 05.00 pagi hingga pukul
10.00 malam, dampak negatif kebijakan ini malah mendorong
membeli mobil baru sehingga polusi
malah naik dan kebijakan ini dianggap tidak
efektif. Bogota, Columbia menerapkan
peraturan ganjil genap ini dengan
sebutan kebijakan Pico y
Placa, berlaku pada pukul 06.00 hingga pukul 08.30 dan pukul 15.00 hingga pukul 19.30.� New Delhi India, menerapkan
pada tahun 2016 dan 2017 (Kumar, Gulia, Harrison, & Khare, 2017)
tetapi kebijakan ini ditolak oleh masyarakat India karena belum memadainya saran dan prasarana angkutan umum.
Telah dilakukan penelitian oleh melakukan penelitian oleh (Nafila, 2018)
tentang ganjil genap di Jakarta. Hasil penelitian
tersebut adalah kebijakan ganjil genap dapat mengurangi
kemacetan tetapi hanya dalam cakupan
luas area yang terbatas, sehingga perlu didapatkan data yang valid karena
disini hanya menggunakan data berupa wawancara dengan para pengguna jalan, dikaitkan dengan rencana penerapan ERP (Electronic
Road Pricing) yang akan mulai
diberlakukan tahun 2019. Peneliti lain, (Yudhistira, Kusumaatmadja, & Hidayat, 2019)
juga melakukan analisa penerapan ganjil genap di Jakarta tetapi perbedaannya melihat dampaknya tehadap lamanya waktu tempuh
perjalanan yang berpendapat
bahwa kebijakan ini hanya efektif
di 3 minggu penerapannya, sehingga perlu kebijakan pendukung dan kotrol lain untuk mendukung keberhasilan kebijakan ganjil genap ini.
Dapat dilihat
bahwa pada studi sebelumnya, para peneliti hanya berfokus pada 1 kebijakan untuk mengatasi kemacetan, padahal perlu adanya
dukungan kebijakan lain dalam mengatasi kemacetan (Behrendt et al., 2010), karena mustahil mengubah perilaku individu tanpa adanya dukungan kebijakan lain. Oleh karena itu, dalam penelitian
ini melihat keterkaitan penerapan ganjil genap dengan
angkutan transportasi massal berbasis jalan yaitu Bus Rapid Transit
(BRT) Transjakarta. Transjakarta
Busway/Bus Rapid Transit (BRT) telah dibangun oleh pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan beroperasi
sejak Tahun 2004 atau sebelum aturan
ganjil genap diberlakukan. Dalam kurun waktu enam
belas tahun, sejak tahun 2004 sampai dengan Tahun
2020, sebanyak 13 Koridor Transjakarta BRT telah beroperasi, dari 15 koridor BRT yang direncanakan, tentu akan menjadi
alternatif pilihan bagi para pengguna jalan. Hal ini juga sesuai dengan pendapat� (Kaffashi et al., 2016)
bahwa mempromosikan perpindahan moda ke angkutan umum
telah dilakukan terbukti mengurangi kemacetan secara efektif. Penggunaan BRT sebagai angkutan massal yang paling revolusioner perkembangan dan manfaatnya juga telah dibuktikan oleh (Jiang, Zegras, & Mehndiratta, 2012)
karena memiliki fleksibilas yang tinggi, biaya rendah, implementasi
yang cepat dan kinerja operasional yang tinggi. Pemberlakuan ganjil genap akan berpotensi
meningkatkan beban dari bus transjakarta karena adanya spillover
perpindahan pengguna kendaraan pribadi ke angkutan umum.
Metode Penelitian
1. Data Yang Digunakan
Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penerapan Ganjil Genap terhadap
perubahan jumlah penumpang bus
Transjakarta. Pemilihan ini didasarkan pada pengaruh spillover
terhadap jumlah peningkatan penumpang Transjakarta akibat penerapan
ganjil genap. Penggunaan variabel jumlah penumpang dilakukan untuk
mengisi gap pada penelitian sejenis �sebelumnya seperti
penggunaan variabel� BBM (EskelaEskeland, G. S., & Feyzioglu, T. (1997). Rationing can
backfire: the �day without a car� in Mexico City. The World Bank Economic
Review, 11(3), 383�408.nd & Feyzioglu, 1997),
waktu tempuh, kecepatan perjalanan dan arus lalu lintas
(Li
et al., 2016) dan (Yudhistira et al., 2019),
kemudian variabel�� delay time/ waktu
tundaan (Hanna, Kreindler, & Olken, 2017),
serta emisi gas� CO,NO (Fardha
et al., 2018).
Penelitian ini
akan menggunakan data panel tap in pada 13 koridor utama dengan 140 trayek perjalanan,
serta unit waktu harian dari �1 Januari
2017 sampai dengan 31
Desember 2019. Dimana sejak tanggal
1 Agustus 2018 adalah dimulainya penerapan kebijakan ganjil genap tahap 2 (Yudhistira et al., 2019).
Oleh karena itu, maka data yang digunakan termasuk kategori data panel dengan unit individu berupa koridor dan waktu berupa harian
(Sudarto, 2019).
Penggunaan data panel dapat menjaga kebiasan karena data panel memungkinkan mengidentifikasi perubahan pada persamaan tunggal (time series maupun cross section). Penggunaan data panel ini juga menyebabkan jumlah pengamatan menjadi lebih banyak sehingga derajat kebebasan (degree of freedom) menjadi lebih tinggi dan dapat mengurangi kolinearitas antar variabel bebas. Oleh karena itu, data panel lebih cocok digunakan untuk mempelajari dinamika perubahan dan meminimalkan bias agregasi (Gujarati & Porter, 2012).
2. Model Empiris
Penelitian ini menggunakan metode difference
in difference merujuk pada model
�yang dikembangkan oleh (Hanna et al., 2017, Yudhistira
et al.,2019 dan Wing et al.,2018). Penerapan Ganjil Genap terbagi menjadi
2 tahap, yaitu tahap 1 mulai 30 Agustus 2016 sampai dengan 1 Agustus 2018 sebanyak 5 ruas jalan ex 3 in 1 (Nafilla,
2018) dan tahap 2 mulai
tanggal 1 Agustus 2018 sampai sekarang diperluas menjadi 25 ruas jalan (Yudhistira et al., 2019).
Karena keterbatasan data harian
jumlah penumpang bus Transjakarta, yang hanya didapat dari tahun
2017 sampai dengan tahun 2019, maka penelitian ini hanya akan meneliti
dampak penerapan ganjil genap tahap
2.
Metode DiD mengasumsikan bahwa variabel-variabel unmeasurable �adalah konstan sepanjang waktu. Oleh karena itu hasil pada setiap time series untuk setiap grup harus
memiliki perbedaan yang tetap untuk setiap
periode. Atau dapat dikatakan grafik time series harus menunjukkan trend garis yang parallel (parallel trend/
common trend). Akan tetapi trend tersebut
tidak harus selalu linier, dapat naik turun dari periode
satu ke periode
yang lain (Wing, Simon, & Bello-Gomez, 2018).
Merujuk hal tersebut, maka pengujian parallel trend juga dilakukan
pada penelitian ini.
Untuk menjawab
pertanyaan penelitian tentang penerapan Ganjil Genap (gage) berpengaruh terhadap perubahan jumlah pengguna Bus Transjakarta, digunakan metode estimasi Difference in Difference (DID) dengan membandingkan antara jumlah penumpang
sebelum dan sesudah diberlakukannya kebijakan ganjil genap (before=0/after=1)� pada koridor yang berada pada ruas yang dikenakan dan tidak dikenakan kebijakan ganjil genap (treatment=1/ control=0). Pembagian
kelompok yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada tabel 3.1 sebagai berikut:
Tabel 1
Pembagian Treatment Group dan Control
Group pada Penelitian
Treated Control |
Sebelum penerapan ganjil
genap (b) (01jan 17 � 31Jul 18) |
Setelah penerapan ganjil genap (a) (01 Agt 18 � 31 Des
19) |
Difference |
Group 1 (Treat: ruas gage =1) |
β_0+β_1 |
β_0+β_1+β_2+β_3 |
∆_(pnpt )= β_2+β_3 |
Group 2 (Control: non ruas gage=0) |
β_0 |
β_0+β_2 |
∆_(pnpc )= β_2 |
Difference |
|
|
∆_(pnp )= β_3 |
������ Sumber: Gertler, 2011
Regresi menggunakan model umum log linier yang menunjukkan perubahan prosentase jumlah penumpang sebagai dampak dari pemberlakuan
kebijakan ganjil genap di Jakarta, seperti yang ditampilkan pada model 3.1.
��.. (3.1)
Persamaan 3.1 terdiri
dari 3 komponen utama, yaitu �(efek
individu berupa koridor), ��(efek waktu berupa harian) dan TA (variabel
interaksi, koridor yang di
treatment saat intervensi kebijakan dijalankan)� dengan
variabel penjelas lainnya yang dijelaskan dalam model 3.2.� Dikarenakan jumlah penumpang dinyatakan dalam bentuk logaritma
natural, maka dampak kebijakan ganjil genap terhadap perubahan jumlah penumpang BRT Transjakarta dinyatakan dalam bentuk presentase yaitu� 100 () (Wooldridge, 2012).
Karena karakteristik
dari data panel, masalah kesalahan dalam kelompok (a grouped eror term)
mungkin timbul di dalam model DiD (Bertland, Duflo, & Mullainathan, 2003).
Pada penelitian ini standart eror dikelompokkan
dalam level koridor, karena mungkin saja terjadi hubungan
antar koridor seiring berjalannya waktu. Ini menjelaskan
bahwa hubungan dan perubahan varian diperbolehkan di dalam setiap koridor tetapi independen antar koridor.
�.. (3.2)
Dimana adalah perubahan jumlah penumpang pada koridor i,� dalam harian t. at adalah dampak setelah diterapkannya kebijakan ganjil genap pada koridor treatment. Workingday mewakili hari kerja dari hari senin hingga jumat tidak termasuk hari libur nasional. Variabel workingday mengacu pada penelitian (Yudhistira et al., 2019) yang membedakan weekday dan weekend. Variabel idul fitri dan asiangames mewakili kejadian istimewa yang terjadi, hal ini mengacu pada penelitian Jianwey et al., 2009 yang memasukkan Olimpiane Beijing sebagai varibel penjelas. Armada menjelaskan jumlah ketersediaan armada busway sedangkan halte mewakili jumlah halte atau transit pemberhentian dalam koridor. Variabel arah menjelaskan arah perjalanan Tranjakarta dari Utara ke Selatan yaitu menuju arah CBD, hal ini mengacu pada (Hana et al., 2017) dan (Yudhistira et al., 2019).
Model ini mengasumsikan bahwa koefisien elastisitas antara dependent dan independent adalah konstan, karenanya model ini juga dikenal dengan sebutan constant elasticity model. �Pada model ini variabel yang di log linier kan adalah jumlah penumpang
(ln y), armada (ln armada),�
dan halte (ln halte).
Dari model dasar pada
persamaan untuk model selanjutnya, penulis mengontrol dengan menambahkan dummy karakteristik
koridor dan dummy karakteristik
waktu harian sesuai data.
The Stable Unit Ttreatment
Value Assumption (SUTVA) juga digunakan dalam penelitian ini memastikan tidak ada hubungan causal effect
antara koridor treatment
dan control. Hal tersebut dilakukan
karena SUTVA memiliki peran penting dalam
mengidentifikasi hubungan sebab akibat (Laffers et al., 2020). Dalam
penelitian ini koridor 4 karena diduga mengalami causal effect dengan koridor 6 dengan cara meregres
koridor 4 sebagai koridor yang terkena dampak kebijakan ganjil genap (t=1) dan akan dilihat hasilnya
apabila diberlakukan sebagai koridor yang tidak terdampak kebijakan ganjil genap (t=0).
Hasil dan Pembahasan
A.
Analisa Deskriptif
1.
Perkembangan Pengguna Moda
transportasi BRT Transjakarta
BRT Transjakarta adalah salah satu upaya pemerintah
mengatasi kemacetan Jakarta
setelah kegagalan proyek sebelumnya
seperti monorail. Transjakarta
beroperasi dengan 13 koridor yang mempunyai� lintasan
terpanjang di dunia (230,9 km) mempunyai
246 stasiun (halte) BRT (Sumber : www.transjakarta.co.id).
Jam pengoperasian BRT Transjakarta
adalah pukul 05.00 hingga 22.00 WIB.
Rata penumpang pertahun
untuk masing-masing koridor
BRT Transjakarta akan ditampilkan pada tabel 2 berikut:
Tabel 2
Rata-rata penumpang pertahun
untuk tiap
koridor periode 2017-2019
Nama Koridor |
Rata-rata Penumpang Harian |
Koridor 1 |
2.210.018 |
Koridor 2 |
739.681 |
Koridor 3 |
971.591 |
Koridor 4 |
655.088 |
Koridor 5 |
917.066 |
Koridor 6 |
890.700 |
Koridor 7 |
867.223 |
Koridor 8 |
897.705 |
Koridor 9 |
1.322.802 |
Koridor 10 |
702.451 |
Koridor 11 |
279.101 |
Koridor 12 |
211.237 |
Koridor 13 |
562.427 |
Diolah dari sumber PT Transportasi Jakarta
Dari Tabel 2 menunjukkan
bahwa secara data koridor 1 mempunyai rata-rata penumpang lebih tinggi jika dibandingkan
dengan koridor yang lain, bagaimana dengan hasil regresinya nanti?
Rata-rata penumpang BRT Transjakarta dari 1 Januari 2017 sampai dengan 2019 untuk setiap koridor
dapat
dilihat dari Gambar 2.
Gambar 2
Jumlah penumpang BRT Transjakarta per
koridor periode
2017-2019
����������������� Sumber:
Hasil Pengolahan, 2020
Garis biru putus-putus di bulan Agustus tahun
2018 pada Grafik 1 menjelaskan
titik awal diberlakukannya kebijakan ganjil genap tahap
II yang merupakan perluasan
dari tahap I. Salah satu yang mendasari penerapan kebijakan Ganjil Genap tahap
II adalah untuk mengantisipasi pertambahan kemacetan karena diselenggarakannya pesta olahraga Asian games di Jakarta. Penerapan
Ganjil Genap ini dimulai sejak
01 Agustus 2018.
Koridor BRT Transjakarta yang beririsan
langsung dengan rute ganjil genap
ini adalah koridor 1 (Blok M-Kota), koridor
2 (Pulo Gadung-Harmoni), koridor 3 (Terminal Kalideres-Pasar
Baru), koridor 4 (Pulo Gadung-Tosari ICBC), koridor 5 (Ancol- Terminal
Kampung Melayu), koridor 6
(Ragunan-Dukuh Atas II), koridor
9 (Pinang Ranti-Pluit), koridor
11 (Kampung Melayu-Pulo Gebang),
dan koridor 13 (Ciledug-Kapten
Tendean).
Sedangkan untuk koridor yang tidak beririsan dengan kebijakan ganjil genap adalah
koridor 4 (Pulogadung-Dukuh
Atas 2), koridor 7 (Kampung Rambutan-Kampung Melayu), koridor 8 (Lebak bulus-Harmoni), koridor 10 (Tanjung Priok-Cililitan), dan koridor 12
(Pluit-Tanjung Priuk).
Untuk melihat besarnya
rata-rata jumlah penumpang
per tahun periode 2017-2019
untuk semua koridor, dapat dilihat pada Gambar 3. Dapat dilihat bahwa trend penumpang BRT Transjakarta mengalami peningkatan, namun lonjakan penambahan penumpang terjadi pada periode setelah kebijakan ganjil genap Tahap
II ditetapkan yaitu setelah 01Agustus 2018.
Gambar 3
Rata-Rata Jumlah Penumpang
Transjakarta periode
2017-2019
������������������� Sumber: Hasil Pengolahan, 2020
Rata-rata bulanan jumlah penumpang dengan adanya pelaksanaan Ganjil genap adalah
sebesar 156.043 penumpang, sementara apabila tanpa adanya kebijakan
ganjil genap adalah sebesar 142.780. Besaran perbedaannya adalah sebesar ∆=13.263 penumpang. Nilai ∆=13.263 menjelaskan� bahwa terjadi peningkatan rata-rata penumpang sebanyak 13.263 pada saat kebijakan diterapkan.
Perubahan
jumlah penumpang pada koridor yang terdampak kebijakan (treated) dan koridor
yang tidak terdampak (control)
dapat dilihat dalam bentuk grafik
3. Perbedaan rata-rata� jumlah penumpang antara treatment dan
control dapat dilihat
pada Gambar 4 Trend diantara treatment dan control
pun dapat terlihat jelas, yaitu dengan
ditetapkannya ganjil genap, jumlah penumpang
BRT Transjakarta memiliki
trend yang linier meningkat.
Gambar 4
Rata-rata jumlah penumpang Transjakarta periode
2017-2019 berdasarkan
treatment dan control
������������ �����Sumber:
Hasil Pengolahan, 2020
2. Karakteristik Koridor
BRT Transjakarta merupakan
sistem transportasi Bus
Rapid Transit (BRT) yang pertama di Asia Tenggara dan
Selatan yang beroperasisejak tahun
2004. Sistem ini mengadaptasi sistem Trans Milenio yang lebih dahulu sukses di Bogota, Kolombia. Transjakarta merupakan sistem BRT dengan jalur lintasan terpanjang di dunia (230 km) dengan
243 stasiun BRT (halte)
yang tersebar pada 13 koridor.
Jumlah armada yang dioperasikan
pada seluruh koridor pada tahun 2019 sebanyak 847 bus (data
dari PT Transjakarta,
2020). Untuk lebih jelasnya, penjelasan mengenai data karakteristik BRT Transjakarta dapat dilihat pada tabel 5 berikut ini:
Tabel 5
Data Karakteristik
Koridor BRT Tansjakarta
Koridor |
Jumlah
Armada |
Panjang Lintasan Koridor (m) |
Jumlah Halte |
1 |
86 |
12.969 |
19 |
2 |
66 |
23.400 |
32 |
3 |
51 |
19.000 |
16 |
4 |
60 |
12,330 |
17 |
5 |
96 |
13.530 |
18 |
6 |
52 |
13.300 |
20 |
7 |
66 |
12.800 |
14 |
8 |
53 |
26,000 |
21 |
9 |
107 |
28.800 |
29 |
10 |
63 |
19.400 |
22 |
11 |
18 |
15,000 |
15 |
12 |
29 |
23.750 |
23 |
13 |
100 |
9.400 |
15 |
������������ ��������Sumber: PT Transportasi Jakarta, 2020
Dalam pengoperasian
BRT Transjakarta dalam
masing-masing koridornya ada
yang saling terintegrasi dalam koridor dan tidak.� Yang dimaksud terintegrasi dalam koridor adalah
antar koridor BRT Transjakarta dihubungkan oleh� halte
yang sama, antara lain : Koridor 4 dan Koridor 9 yang bertemu di halte Dukuh Atas, Koridor 6 dan Koridor 9 yang bertemu di Halte Kuningan Barat. Tetapi ada juga koridor yang tidak berintegrasi dalam koridor sama sekali
seperti Koridor 1 dan koridor 12, koridor 3 dan 12, hal ini terjadi
karena rute dari kedua koridor
tadi tidak saling bertemu. Hubungan korelasi antar koridor secara
sederhana ditampilkan pada tabel 5.
Dari hasil analisa tabel 5 didapatkan bahwa yang koridor yang tidak berkorelasi satu sama lain yang angka korelasinya kurang dari 0,75. Untuk lebih memudahkan
pembacaan, korelasi dengan nilai dibawah
0,75 diberi warna kuning. Sebaliknya untuk korelasi sangat tinggi diatas 0,90 diberi warna biru.
Hal ini bisa terlihat bahwa koridor yang tidak berkorelasi adalah koridor 1 dengan koridor 12, koridor 1 dengan koridor 13, koridor 3 dengan koridor 13, koridor 4 dengan koridor 13, koridor 5 dengan koridor 13, koridor 6 dengan koridor 12, koridor 6 dengan koridor 13, koridor 9 dengan koridor 12, koridor 9 dengan koridor 13, koridor 11 dengan koridor 13, koridor 12 dengan koridor 13. Hal ini sesuai apabila kita lihat pada peta rute koridor
BRT Transjakarta, koridor tersebut memang tidak berintegrasi dalam koridor (tidak beremu pada halte yang sama).
Tabel 5
Korelasi antar
Koridor BRT Transjakarta
Koridor |
1 |
2 |
3 |
4 |
5 |
6 |
7 |
8 |
9 |
10 |
11 |
12 |
13 |
1 |
1 |
||||||||||||
2 |
0.854 |
1 |
|||||||||||
3 |
0.876 |
0.861 |
1 |
||||||||||
4 |
0.849 |
0.838 |
0.905 |
1 |
|||||||||
5 |
0.834 |
0.893 |
0.895 |
0.883 |
1 |
� |
|||||||
6 |
0.832 |
0.772 |
0.820 |
0.922 |
0.823 |
1 |
|||||||
7 |
0.822 |
0.916 |
0.872 |
0.886 |
0.928 |
0.823 |
1 |
||||||
8 |
0.838 |
0.917 |
0.895 |
0.938 |
0.929 |
0.886 |
0.946 |
1 |
|||||
9 |
0.851 |
0.822 |
0.904 |
0.964 |
0.871 |
0.935 |
0.867 |
0.941 |
1 |
||||
10 |
0.827 |
0.877 |
0.911 |
0.967 |
0.924 |
0.905 |
0.930 |
0.973 |
0.961 |
1 |
|||
11 |
0.801 |
0.872 |
0.861 |
0.863 |
0.931 |
0.832 |
0.941 |
0.903 |
0.838 |
0.903 |
1 |
||
12 |
0.681 |
0.833 |
0.727 |
0.733 |
0.856 |
0.690 |
0.864 |
0.838 |
0.712 |
0.812 |
0.864 |
1 |
|
13 |
0.558 |
0.803 |
0.624 |
0.675 |
0.699 |
0.542 |
0.786 |
0.777 |
0.655 |
0.755 |
0.657 |
0.717 |
1 |
Sumber
: Hasil Analisa Data Harian Penumpang
Transjakarta, 2020
Keterangan :
>0,9 |
Berkorelasi sangat kuat |
<0,75 |
Berkorelasi lemah |
Korelasi yang kuat
antar koridor menunjukkan bahwa ada hubungan (conection)
perjalanan antar koridor dalam halte.
Halte- halte yang menjadi pertemuan perjalanan antar koridor diantaranya adalah : Halte Harmoni menjadi pertemuan untuk koridor 2-7, koridor 2-8, koridor 4-8, dan koridor 5-8. Halte Dukuh Atas menjadi pertemuan untuk koridor 4-9. Halte BPKP menjadi pertemuan untuk koridor 4-10. Halte PGC Cililitan 1 menjadi pertemuan untuk koridor 5-7. Halte Kuningan Barat menjadi pertemuan untuk koridor� 6-9. Halte Cawang Uki menjadi
pertemuan untuk koridor� 6-10, dan koridor
7-10. Halte Grogol menjadi pertemuan untuk koridor 8-9. Halte Kampung Melayu menjadi pertemuan antara koridor 8-11. Halte PGC Cililitan 2 menjadi pertemuan koridor 9-10.
Halte-halte yang menjadi
pertemuan perjalanan antar koridor atau
disebut sebagai halte transit mendapat perhatian khusus dengan dibedakan karakteristiknya dari halte dalam koridor
pada umumnya. �Halte Harmoni (HCB) yang letaknya
melintang di atas aliran sungai Ciliwung
menjadi transit pertemuan perjalanan beberapa koridor, titik transitnya berada dalam 2 halte yang berdekatan, maka disediakan jembatan akses transit yang dikhususkan untuk pengguna Transjakarta (sumber:
www.Transjakarta.co.id). Korelasi terkuat
ditunjukkan oleh hubungan antara koridor 10 dan koridor 8 yaitu memiliki nilai korelasi sebesar 0,973 tetapi pada kenyataan di lapangan kedua koridor tersebut tidak dihubungkan oleh halte transit yang sama. Hal ini disebabkan karena kedua halte
tersebut disebut memiliki korelasi yang positif karena memiliki tujuan arah yang sama yaitu dari selatan
menuju ke utara yang diikuti oleh peningkatan jumlah penumpang (Duli, 2019).
3. Hasil Estimasi dan Pembahasan
1. Dampak Kebijakan Ganjil Genap Terhadap
Jumlah Penumpang BRT
Dampak penerapan
kebijakan ganjil genap terhadap jumlah penumpang BRT Transjakarta menggunakan metode DID (differennce in difference) �sebagaimana
bisa terlihat dari hasil regresi
pada tabel 4. Pada setiap kolom dependent variable adalah
merupakan perubahan jumlah penumpang busway untuk menangkap dampak kebijakan ganjil genap. Dummy aktif digunakan untuk menunjukkan bahwa koridor 13 baru aktif pada tanggal 13 Agustus 2018.
Tabel 4 adalah
hasil regresi dengan dari persamaan
3.1 dengan menambah dummy aktif karena koridor
13 baru mulai beroperasi� pada tanggal
13 agustus 2017, sedangkan
pengamatan dimulai tanggal 1 Januari 2017. Pada
kolom 1, model� sudah memasukkan fixed effect koridor.
Berdasarkan model (1) terlihat
bahwa nilai koefisien sebesar 0.213. Karena model menggunakan bentuk logaritma linier, maka koefisien yang didapat dikonversikan ke dalam nilai
100 ()
(Wooldridge, 2012).� Maka didapatkan� bahwa dengan adanya kebijakan
ganjil genap menyebabkan peningkatan penumpang sebesar 100(e0.213-1)
atau senilai 23.74%.
Tabel 4
Hasil
Estimasi Dampak Pemberlakuan
Kebijakan� Ganjil Genap
terhadap
Jumlah Penumpang BRT Transjakarta
|
(1) |
(2) |
VARIABLES |
Model 1 |
Model 2 |
|
|
|
at |
0.213*** |
-0.0108 |
|
(0.0531) |
(0.0562) |
aktif |
9.609*** |
9.581*** |
Constant |
1.459*** |
1.508*** |
|
(0.00646) |
(0.0652) |
|
|
|
Observations |
14,235 |
14,235 |
Number of koridor |
13 |
13 |
r2_w |
0.950 |
0.987 |
r2_o |
0.968 |
0.992 |
|
|
|
Control |
|
|
Fe_koridor |
Y |
Y |
Timetrend_waktu harian |
N |
Y |
|
|
|
Robust standard errors in parentheses
*** p<0.01, **
p<0.05, * p<0.1
Pada model di kolom (2),� tetelah dikontrol dengan fixed effect koridor dan timetrend waktu harian, nilai
koefisien at adalah sebesar -0.0108. Hal ini menunjukkan bahwa setelah ada kebijakan
ganjil genap dengan adanya jumlah
penumpang mengalami penurun sebesar -0.17%. Hasil
pada kolom (2) tersebut tidak memiliki hubungan yang positif, hal ini menunjukkan
kebijakan ganjil masih belum berdampak
pada peningkatan jumlah BRT
Jakarta jika hanya dimasukkan fixed effect koridor
dan timetrend waktu harian.
Untuk
itu penulis mencoba untuk memasukkan
beberapa variable kontrol penjelas untuk koridor dan waktu. Varibel penjelas koridor yang dimasukkan adalah variabel arah, untuk menerangkan� mengenai tarikan perjalanan menuju ke pusat
kegiatan� (Hana
et� al.,�
2017) dan (Yudhistira et al., 2019),
variabel halte dan armada
juga dimasukkan karena berkaitan dengan standart minimal pelayanan dari moda angkutan
umum (Nafila, 2018).
Sedangkan variabel-variabel
penjelas waktu yang digunakan adalah asian games dan idul fitri hal ini
merujuk pada penelitian (Jianwei, Zhenxiang, & Zhiheng, 2009)
yang memasukkan event olimpiade
Beijing pada tahun 2009. Penulis
memasukkan juga variable workingday
merujuk pada penelitian (Yudhistira et al., 2019)
yang membedakan antara weekday
dan weekend. Penambahan variabel-variabel
tersebut merujuk pada persamaan (3.2). Hasil dari regresi dengan penambahan variable penjelas tersebut diatas dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5
Hasil
Estimasi dengan Penambahan
Varibel Penjelas Waktu dan Koridor
VARIABLES |
Model 1 |
Model 2 |
at |
0.149*** |
0.0188 |
|
(0.0444) |
(0.0719) |
aktif |
9.406*** |
9.468*** |
|
(0.0768) |
(0.117) |
workingday |
0.327*** |
0.296*** |
|
(0.0418) |
(0.114) |
idulfitri |
-0.308*** |
-0.239** |
|
(0.0382) |
(0.120) |
asiangames |
0.0475 |
0.142* |
|
(0.0311) |
(0.0744) |
larmada |
0.311*** |
0.195 |
|
(0.104) |
(0.183) |
lhalte |
-1.240*** |
-1.626*** |
|
(0.229) |
(0.459) |
arah |
1.693*** |
1.809*** |
Constant |
2.080** |
3.772** |
|
(0.969) |
(1.876) |
|
|
|
Observations |
14,235 |
14,235 |
Number of koridor |
13 |
13 |
r2_w |
0.977 |
0.988 |
r2_o |
0.985 |
0.992 |
Control |
|
|
Fe_koridor |
Y |
Y |
Tmetrend__waktu harian |
N |
Y |
Robust standard errors in parentheses
*** p<0.01, **
p<0.05, * p<0.1
Pada kolom 1 tabel 5 adalah model yang sudah memasukkan fixed effect koridor.
Nilai koefisien at sebesar
0,149 signifikan pada 1% hal
ini berarti bahwa setelah kebijakan
ganjil genap jumlah penumpang BRT mengalami peningkatan sebesar 16,1%. Sedangkan pada kolom 2 setelah dikontrol dengan fixed effect
koridor dan timetrend
waktu harian, menunjukkan koefisien at sebesar 0.0188. Hal tersebut mengindikasikan adanya peningkatan jumlah penumpang busway sebesar 0.9% semenjak diberlakukannya kebijakan ganjil genap tetapi tidak
signifikan. Dua model tersebut diatas memiliki hubungan yang positif, yaitu setelah diberlakukannya kebijakan ganjil genap menyebabkan peningkatan jumlah penumpang BRT.
Semua koefisien
variabel� pada kolom 1
menunjukkan angka yang meningkat� signifikan pada 1% kecuali pada
variable asian games, tetapi
jumlah penumpang tetap mengalami peningkatan.
Pada kolom 2 variabel Asiangames menunjukkan koefisien sebesar 0.142 signifikan pada 10%, hal ini berarti bahwa
adanya Asiangames menyebabkan� peningkatan jumlah penumpang harian rata-rata sebesar 15,25%. Dengan demikian adanya Asian games menyebabkan kenaikan jumlah penumpang sehingga perlu diterapkan� kebijakan
untuk mengatasi travel
demand dalam jangka pendek yang disebabkan oleh event
olahraga spesial salah satunya adalah kebijakan ganjil genap (Li et al., 2016).
Idul fitri
yang diikuti dengan libur karena cuti
bersama sering dimanfaatkan oleh penduduk
Jakarta terutama untuk
mudik (pulang kampung), sehingga
kejadian ini berdampak pada jumlah perjalanan harian. Oleh karenanya penulis perlu memasukkan variabel kontrol idul fitri dalam
model persamaan. Variabel idulfitri memiliki koefisien yang negatif yaitu sebesar
-0.308 dan � 0.239 masing-masing pada Model (1) dan Model (2). Hal tersebut menunjukkan bahwa pada saat hari besar idul
fitri terjadi penurunan penumpang sebesar -26.5% pada model (1) dan -21.3% pada model (2).
Hal tersebut terjadi memang karena pada saat idul fitri
merupakan hari libur nasional dan mayoritas penduduk Jakarta pergi ke luar
kota (Kementerian Perhubungan,
2019).
Baik
pada model (1) maupun model (2), pada variable halte menunjukkan nilai yang negatif. Hal ini menerangkan bahwa semakin banyaknya
halte dalam koridor akan menurunkan
jumlah penumpang BRT. Koefisien pada variabel haltemenunjukkan nilai� -1.24 model (1), dan
-1.626 pada model (2),yang artinya bahwa dengan adanya
penambahan jumlah halte dalam koridor
akan mengurangi jumlah penumpang sebesar 71% pada model 1 dana 80,3% pada model 2. Hal ini berarti bahwa
semakin banyak halte dalam koridor
maka akan menambah jumlah waktu transit sehingga menambah waktu tempuh sehingga preferensi orang akan berkurang menggunakan BRT Transjakarta yang mempunyai banyak halte dalam
koridornya (Nafila, 2018).
Variable arah memiliki koefisien
1.693 pada model (1) dan 1.809 pada model (2). Nilai tersebut
menerangkan bahwa arah perjalanan ke utara atau
ke selatan memiliki penumpang lebih banyak sebesar
443.6% dan 197.1% masing-masing untuk model (1) dan
model (2). Lokasi tujuan perjalanan
yang mayoritas menuju daerah CBD yang merupakan segita emas sebagai
pusat bisnis dan pemerintahan itulah yang melatarbelakangi tingginya preferensi penumpang BRT (Nafila, 2018).
Wilayah CBD yang dimaksud adalah
Sudirman, MH. Thamrin, dan Merdeka Barat yang dilalui oleh koridor 6. Kemudian MT. Haryono - Gatot Subroto yang dilalui koridor 9. Selanjutnya Jalan Rasuda Said Kota yang dilalui koridor 1. Dimana kesemua tujuan perjalan tersebut mempunyai arah perjalanan� selatan-utara.
Pola pergerakan perjalanan yang terjadi disebabkan oleh pola perjalanan kerja dan kegiatan bisnis yang bersumber di daerah CBD. Pola pergerakan ini banyak terjadi
di hari kerja (workingday). Perjalanan hari kerja terjadi
pada hari senin-jumat. Variabel working day pada kedua
model menunjukkan hubungan
yang positif. Jumlah
penumpang BRT Transjakarta lebih tinggi jika
dibandingkan dengan hari weekend (sabtu-minggu)
ataupun hari libur sebesar 38.7% dan 34.4%
masing-masing untuk Model (1) dan Model (2).
Pengoperasian koridor
BRT Transjakarta dilakukan secara bertahap berdasarkan prioritas kebutuhan di lapangan. Sejarah pengoperasian BRT Transjakarta adalah sebagai berikut:
�
Koridor 1 diresmikan pada tanggal
15 Januari 2004
�
Koridor 2 dan 3 diresmikan pada tanggal
15 Januari 2006
�
Koridor 4, 5, 6 dan 7 diresmikan pada tanggal 27Januari 2007
�
Koridor 8 diresmikan pada tanggal
21 Februari 2009
�
Koridor 9 dan 10 diresmikan pada tanggal
31 Desember 2010
�
Koridor 11 diresmikan pada tanggal
28 Desember 2011
�
Koridor 12 diresmikan pada tanggal
14 Februari 2013
�
Koridor 13 mulai beroperasi tanggal 13 Agustus 2017 dan diresmikan 16 Agustus 2017
Oleh karena data set yang digunakan
pada penelitian ini adalah sejak tanggal
01 Januari 2017, maka perlu ditambahkan dummy aktif ( =1 untuk
yang beroperasi dan =0 untuk
yang belum beroperasi). Variabel aktif pada model (1) dan
model (2) memiliki koefisien
masing-masing sebesar 9.406 dan 9.468. Hal tersebut menunjukkan bahwa dengan aktifnya
koridor menyebabkan penambahan penumpang BRT.
Armada adalah infrastruktur
(sarana) yang digunakan untuk mengangkut barang dan orang (penumpang) dari asal ke
lokasi tujuan (Morlok, 1978). Yang dimaksud
armada dalam penelitian ini adalah banyaknya
bus yang disediakan per koridor
untuk mengangkut penumpang. Variabel armada pada
model (1) menunjukkan bahwa
dengan adanya 1 tambahan armada akan� meningkatkan� jumlah penumpang secara rata-rata sebesar 36.5% penumpang dengan asumi ceteris paribus.
Sedangkan pada model (2) sedikit
lebih rendah yaitu sebesar 21.5%. Dalam penentuan jumlah� armadaini tidak serta merta
karena mengikuti peningkatan jumlah penumpang akan tetapi juga ditentukan oleh� volume arus lalu lintas, kapasitas
jalan, kecepatan rata-rata,
kepadatan, dan headway (waktu
antara kedatangan angkutan).
Model yang sesuai dengan
kaidah DiD menurut (Wing et al., 2018)
adalah model yang sudah memasukkan kontrol individu dan kontrol waktu. Untuk itu
model (2) merupakan model yang paling tepat untuk dipilih
sebagai model penelitian.
4. Parallel
Trend
Parallel trend dilakukan untuk
mengecek robustness pada model penelitian yang mengacu pada persamaan (3.2). Hal ini dilakukan berdasarkan asumsi bahwa DiD
harus memiliki trend yang paralel pada setiap periode sebagaimana yang telah dijelaskan pada bab 3. Hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel 6.
Pemeriksaan� dilakukan menggunakan persamaan 3.1� dengan 3 kondisi yang berbeda yaitu dengan mengasumsikan
perubahan terhadap jumlah koridor yang terkena dampak kebijakan ganjil genap sepanjang waktu pengamatan. Pada kolom 1, diasumsikan� bahwa� ada 4 koridor (koridor: 1,2,3,5) yang terdampak� kebijakan ganjil genap. Kemudian pada kolom 2 jumlah kolom yang terdampak kebijakan menjadi 6� koridor
(koridor: 1,2,3,5,6,9), Dan yang terakhir
pada kolom 3 diasumsikan bahwa ada 8 koridor
yang terdampak kebijakan ganjil genap (koridor:
1,2,3,5,6,9,11,13).
Hasil pada table 6 menunjukkan� meskipun
kebijakan diterapkan pada jumlah koridor yang berbeda, timetrendxt �sebagai variabel yang mewakili parallel
trend test� menunjukkan
hasil yang tidak signifikan, sehingga dapat dikatakan asumsi DiD terpenuhi.
Asumsi utama dari DiD ditunjukkan
oleh koridor yang terdampak
kebijakan ganjil genap (treated) memiliki trend
yang sama selama kebijakan diterapkan (Wing et al., 2018).
Tabel 6
Parallel
Trend Test
|
(1) |
(2) |
(3) |
|
VARIABLES |
Model 1 |
Model 2 |
Model 3 |
|
|
4 koridor |
6 koridor |
8 koridor |
|
|
|
|
|
|
timetrend |
0.000289*** |
0.000289*** |
0.000289*** |
|
|
(9.73e-05) |
(9.73e-05) |
(9.73e-05) |
|
timetrendxt |
-2.24e-06 |
-2.24e-06 |
-2.24e-06 |
|
|
(0.000114) |
(0.000114) |
(0.000114) |
|
aktif |
9.461*** |
9.461*** |
9.461*** |
|
|
(0.126) |
(0.126) |
(0.126) |
|
workingday |
0.326*** |
0.326*** |
0.326*** |
|
|
(0.0416) |
(0.0416) |
(0.0416) |
|
idulfitri |
-0.318*** |
-0.318*** |
-0.318*** |
|
|
(0.0359) |
(0.0359) |
(0.0359) |
|
asiangames |
0.0767*** |
0.0767*** |
0.0767*** |
|
|
(0.0249) |
(0.0249) |
(0.0249) |
|
larmada |
0.138 |
0.138 |
0.138 |
|
|
(0.166) |
(0.166) |
(0.166) |
|
lhalte |
0.404 |
0.404 |
0.404 |
|
|
(0.460) |
(0.460) |
(0.460) |
|
arah |
0.547** |
0.547** |
0.547** |
|
|
(0.253) |
(0.253) |
(0.253) |
|
Constant |
-1.757 |
-1.757 |
-1.757 |
|
|
(1.386) |
(1.386) |
(1.386) |
|
|
|
|
|
|
Observations |
14,235 |
14,235 |
14,235 |
|
Number of koridor |
13 |
13 |
13 |
|
r2_w |
0.979 |
0.979 |
0.979 |
|
r2_o |
0.880 |
0.880 |
0.880 |
|
Robust standard errors in
parentheses
*** p<0.01, ** p<0.05, * p<0.1
5. Stable Unit Ttreatment Value Assumption (SUTVA) Test
Robustness test pada model ini juga dilakukan dengan pengecekan SUTVA dengan tujuan untuk memastikan
tidak ada hubungan causal effect antara koridor treatment dan control. Hal tersebut
dilakukan karena SUTVA memiliki peran penting dalam mengidentifikasi
hubungan sebab akibat (Laffers et al., 2020). Dalam penelitian ini koridor 4 sebagai
koridor control diduga mengalami causal effect dengan koridor 6 sebagai koridor treatment.
Ada dugaan perjalanan
penumpang dari koridor 6 mempengaruhi� jumlah
penumpang koridor 4 karena bertemu di halte yang sama yaitu Dukuh Atas. Sehingga diduga bahwa koridor 4 juga terkena dampak dari treatment kebijakan ganjil genap sehingga
bisa dianggap sebagai koridor treated (t=1).
Oleh karena itu pengujian dilakukan dengan mengasumsikan koridor 4 sebagai koridor treated (t=1) dan hasilnya
dibandingkan dengan koridor 4 yang tetap diasumsikan sebagai koridor control (t=0). Hasil ini
dapat dilihat pada hasil tabel 7.
Tabel 7
Pengujian SUTVA
|
(1) |
(2) |
VARIABLES |
Model 1 |
Model 2 |
|
kor 4, t=0 |
kor 4, t=1 |
|
|
|
at |
0.0188 |
0.0063 |
|
(0.0719) |
(0.0534) |
aktif |
9.468*** |
9.474*** |
|
(0.117) |
(0.101) |
workingday |
0.296*** |
0.304*** |
|
(0.114) |
(0.104) |
idulfitri |
-0.239** |
-0.230** |
|
(0.120) |
(0.108) |
asiangames |
0.142* |
0.150** |
|
(0.0744) |
(0.0698) |
larmada |
0.195 |
0.189 |
|
(0.183) |
(0.169) |
lhalte |
-1.626*** |
-1.654*** |
|
(0.459) |
(0.400) |
arah |
1.809*** |
1.816*** |
|
(0.144) |
(0.129) |
|
|
|
Constant |
3.772** |
3.868** |
|
(1.876) |
(1.662) |
|
|
|
Observations |
14,235 |
14,235 |
Number of koridor |
13 |
13 |
r2_w |
0.988 |
0.988 |
r2_o |
0.992 |
0.992 |
|
|
|
Control |
|
|
Fe_Koridor |
Y |
Y |
Timetrend_Waktu |
Y |
Y |
Dengan tetap
memakai persamaan (3.2), maka didapatkan bahwa hasil regresi
pada semua variabel menunjukkan nilai secara statistik sama pada saat koridor 4 diasumsikan sebagai koridor control pada
kolom 1 dan sebagai koridor treatment �pada kolom 2 tabel 4.6. Sehingga dengan demikian dapat dikatakan bahwa jumlah penumpang
di koridor 4 tidak dipengaruhi oleh koridor 6 sehingga dapat tetap diasumsikan bahwa koridor 4 adalah sebagai koridor control yang tidak
terkena dampak kebijakan ganjil genap.
6. Sustainability Kebijakan Ganjil Genap
Kebijakan ganjil
genap dapat memberikan dampak yang berbeda pada setiap periodenya. Kebijakan tersebut diharapkan dapat merubah perilaku
yang semula mengandalkan
pada pengggunaan kendaraan pribadi menjadi penumpang angkutan umum. Namun dimungkinkan
perilaku pengguna kendaraan pribadi tidak berubah yang disebabkan beberapa hal. Untuk menangkap
perilaku tersebut, diperlukan tes keberlanjutan dampak kebijakan dalam jangka pendek dan jangka panjang.
Tabel 8
Pengujian Kebijakan
Jangka Pendek (Short Run)
|
(1) |
(2) |
(3) |
(4) |
VARIABLES |
Model 1 |
Model 2 |
Model 3 |
Model 4 |
|
1minggu |
2 minggu |
3 minggu |
1 bulan |
|
|
|
|
|
at |
0.0466 |
0.0437 |
0.0589 |
0.0541 |
|
(0.0383) |
(0.0459) |
(0.0523) |
(0.0531) |
aktif |
9.175*** |
9.179*** |
9.186*** |
9.193*** |
|
(0.0692) |
(0.0713) |
(0.0742) |
(0.0772) |
workingday |
0.180** |
0.192** |
0.233*** |
0.262*** |
|
(0.0801) |
(0.0786) |
(0.0507) |
(0.0557) |
idulfitri |
-0.281*** |
-0.283*** |
-0.284*** |
-0.285*** |
|
(0.0702) |
(0.0705) |
(0.0710) |
(0.0715) |
asiangames |
|
|
-0.0337 |
-0.0738 |
|
|
|
(0.0662) |
(0.0765) |
larmada |
0.370 |
0.378 |
0.382 |
0.389 |
|
(0.231) |
(0.235) |
(0.241) |
(0.247) |
lhalte |
-0.895*** |
-0.898*** |
-0.907*** |
-0.914** |
|
(0.321) |
(0.329) |
(0.342) |
(0.355) |
arah |
1.807*** |
1.796*** |
1.789*** |
1.779*** |
|
|
|
|
|
Constant |
1.187 |
1.164 |
1.174 |
1.172 |
|
(1.661) |
(1.697) |
(1.754) |
(1.808) |
|
|
|
|
|
Observations |
7,592 |
7,683 |
7,774 |
7,904 |
Number
of koridor |
13 |
13 |
13 |
13 |
r2_w |
0.991 |
0.991 |
0.991 |
0.991 |
r2_o |
0.996 |
0.996 |
0.996 |
0.995 |
|
|
|
|
|
Control |
|
|
|
|
Fe_Koridor |
Y |
Y |
Y |
Y |
Timetrend_Waktu Harian |
Y |
Y |
Y |
Y |
Robust standard errors in
parentheses
*** p<0.01, ** p<0.05, * p<0.1
Dalam penelitian
ini penulis mencoba melakukan uji jangka pendek dan jangka panjang. Untuk pengujian jangka pendek, dilakukan pengujian untuk minggu pertama,
minggu kedua, minggu ketiga, dan minggu keempat. Regresi dilakukan dengan menggunakan persamaan (3.2) dengan hasil sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 8.
Nilai koefisien variabel
at pada Tabel 8 diilustrasikan
pada Gambar 1. Pada Gambar 1, dapat dilihat bahwa dampak
kebijakan ganjil genap secara umum
pada periode jangka pendek berdampak meningkatkan jumlah penumpang BRT Transjakarta. Namun persentase peningkatan tersebut tidak linier sepanjang waktu.� Pada minggu pertama peningkatan terjadi sebesar 4.77%, tetapi pada minggu ke dua
peningkatan tersebut mengalami penurunan sebanyak 0.3% menjadi 4.47%. Pada
minggu ke tiga terjadi peningkatan
lagi sebesar 1.6% menjadi 6.07%. Hal ini mengindikasikan bahwa pada tiga minggu pertama
kebijakan ganjil genap dapat dikatakan
efektif jika dilihat dari trend peningkatan jumlah penumpang BRT Transjakarta. Namun pada saat memasuki periode 1 (satu) bulan, menunjukkan
tren penurunan sebesar 0.5% menjadi 5.56%. Untuk itu dalam
penelitian ini dilakukan juga pengujian efektifitas kebijakan ganjil genap untuk
jangka panjang/ long run.
Gambar 1
Tes Dampak Kebijakan Short Run
Pengujian long run dilakukan mulai dari bulan pertama,
bulan ke tiga, bulan ke
enam, dan bulan ke 12. Dengan tetap
menggunakan persamaan
(3.2), hasil regresi untuk melihat dampak
jangka panjang dapat dilihat pada tabel 4.9. Penulis mengilustrasikan hasil pesentase peningkatan jumlah penumpang BRT Transjakarta berdasarkan koefisien at pada� Tabel 9 ke dalam Gambar 2 untuk memudahkan dalam melakukan analisa.
Tabel 9
Pengujian Kebijakan
Jangka Panjang (Long Run)
|
(1) |
(2) |
(3) |
(4) |
VARIABLES |
Model 1 |
Model 2 |
Model 3 |
Model 4 |
|
1 bulan |
3 bulan |
6 bulan |
12 bulan |
|
|
|
|
|
at |
0.0541 |
0.0180 |
0.0330 |
0.0261 |
|
(0.0531) |
(0.0461) |
(0.0568) |
(0.0692) |
aktif |
9.193*** |
9.221*** |
9.316*** |
9.423*** |
|
(0.0772) |
(0.0897) |
(0.107) |
(0.111) |
workingday |
0.262*** |
0.239*** |
0.0718 |
0.235** |
|
(0.0557) |
(0.0829) |
(0.145) |
(0.117) |
idulfitri |
-0.285*** |
-0.296*** |
-0.287*** |
-0.247** |
|
(0.0715) |
(0.0733) |
(0.0745) |
(0.123) |
asiangames |
-0.0738 |
0.122* |
0.122 |
0.138* |
|
(0.0765) |
(0.0725) |
(0.0754) |
(0.0729) |
larmada |
0.389 |
0.441* |
0.336 |
0.213 |
|
(0.247) |
(0.261) |
(0.263) |
(0.198) |
lhalte |
-0.914** |
-0.937** |
-1.225*** |
-1.537*** |
|
(0.355) |
(0.405) |
(0.460) |
(0.443) |
arah |
1.779*** |
1.716*** |
1.768*** |
1.826*** |
|
|
|
|
|
Constant |
1.172 |
1.053 |
2.195 |
3.469* |
|
(1.808) |
(1.995) |
(2.150) |
(1.885) |
|
|
|
|
|
Observations |
7,904 |
8,697 |
9,893 |
12,246 |
Number of koridor |
13 |
13 |
13 |
13 |
r2_w |
0.991 |
0.991 |
0.990 |
0.988 |
r2_o |
0.995 |
0.995 |
0.994 |
0.993 |
|
|
|
|
|
Control |
|
|
|
|
Fe_Koridor |
Y |
Y |
Y |
Y |
Timetrend_Waktu Harian |
Y |
Y |
Y |
Y |
Robust standard errors in parentheses
*** p<0.01, **
p<0.05, * p<0.1
���������������� Gambar 2
Tes Dampak Kebijakan
Long Run
Untuk
melihat dampak dari minggu pertama
sampai dengan minggu ke 48 (1 Tahun) penerapan ganjil genap, dapat
dilihat dari Gambar 3. Pada
gambar tersebut dapat diketahui bahwa peningkatan jumlah penumpang masih cenderung fluktuatif. Hal ini disebabkan oleh pada awal penerapan kebijakan penegakan hukumnya masih dilakukan secara manual yaitu menempatkan petugas pada beberapa lokasi pemantauan di jalur ganjil genap. Memasuki
periode minggu ke 23, telah dipasang
beberapa CCTV analitik untuk uji coba tilang otomatis, sehingga jumlah penumpang BRT Transjakarta mengalami peningkatan lagi namun tidak
setinggi pada minggu-minggu
pertama karena pengguna moda sudah
menemukan alternatif moda atau jalur
lainnya untuk menghindari jalur ganjil genap.
Gambar 3
Tes Dampak Kebijakan SR dan LR
Salah satu kelemahan
dari sistem transportasi yang ada saat ini adalah
tidak terpadunya belum ada layanan
door to door yang mengangkut penumpang dari tempat tinggal ke tempat tujuan.
Salah satu contohnya adalah sistem BRT Transjakarta yang letak halte terdekatnya tidak langsung berada dekat dengan
tempat tinggal atau tempat tujuan
dari pengguna moda, hal inilah
alasan penurunan preferensi penggunaan BRT Transjakarta. Tidak terpadunya sistem transportasi ini menyebabkan adanya gap
yang saat ini dimanfaatkan oleh moda angkutan online seperti gojek, grab dan sejenisnya. Angkutan online ini dipilih karena murah, mudah dipesan,
cepat dan praktis (Nafila, 2018).
Kesimpulan
Akai, Nobuo, Nishimura, Yukihiro, & Sakata,
Masayo. (2007). Complementarity, fiscal decentralization and economic growth. Economics
of Governance, 8(4), 339�362.
https://doi.org/10.1007/s10101-007-0032-5. Google Scholar
Bertland, Marianne, Duflo, Esther, & Mullainathan,
Sendhil. (2003). How Much Should We Trust Difference-in-Differences
Estimators? Working Paper, Massachusetts Institute of Technology. Google Scholar
Duli, Nikolaus. (2019). Metodologi Penelitian
Kuantitatif: Beberapa konsep dasar untuk penulisan skripsi & analisis data
dengan SPSS. Deepublish. Google Scholar
EskelaEskeland, G. S., & Feyzioglu, T. (1997).
Rationing can backfire: the �day without a car� in Mexico City. The World Bank
Economic Review, 11(3), 383�408.nd, Gunnar S., & Feyzioglu, Tarhan. (1997).
Rationing can backfire: the �day without a car� in Mexico City. The World
Bank Economic Review, 11(3), 383�408. Google Scholar
Gujarati, Damodar N., & Porter, Dawn C. (2012).
Dasar-Dasar Ekonometrika, Edisi 5. Jakarta: Salemba Empat. Google Scholar
Hanna, Rema, Kreindler, Gabriel, & Olken, Benjamin
A. (2017). Citywide effects of high-occupancy vehicle restrictions: Evidence
from �three-in-one� in Jakarta. Science, 357(6346), 89�93. Google Scholar
Jiang, Yang, Zegras, P. Christopher, &
Mehndiratta, Shomik. (2012). Walk the line: station context, corridor type and
bus rapid transit walk access in Jinan, China. Journal of Transport
Geography, 20(1), 1�14. Google Scholar
Jianwei, H. E., Zhenxiang, ZENG, & Zhiheng, L. I.
(2009). An analysis on effectiveness of transportation demand management in
Beijing. Journal of Transportation Systems Engineering and Information
Technology, 9(6), 114�119. Google Scholar
Kaffashi, Sara, Shamsudin, Mad Nasir, Clark, Maynard
S., Sidique, Shaufique Fahmi, Bazrbachi, Abdullatif, Radam, Alias, Adam, Shehu
Usman, & Rahim, Khalid Abdul. (2016). Are Malaysians eager to use their
cars less? Forecasting mode choice behaviors under new policies. Land Use
Policy, 56, 274�290. Google Scholar
Kumar, Prashant, Gulia, Sunil, Harrison, Roy M., &
Khare, Mukesh. (2017). The influence of odd�even car trial on fine and coarse
particles in Delhi. Environmental Pollution, 225, 20�30. Google Scholar
Nafila, Oktaniza. (2018). Road space rationing to
reduce traffic congestion: an evaluation of the odd-even scheme in Jakarta,
Indonesia. University of Twente. Google Scholar
Santos, Georgina, Behrendt, Hannah, Maconi, Laura,
Shirvani, Tara, & Teytelboym, Alexander. (2010). Part I: Externalities and
economic policies in road transport. Research in Transportation Economics,
28(1), 2�45. Google Scholar
Steg, Linda, & Tertoolen, Gerard. (1999).
Sustainable transport policy: the contribution from behavioural scientists. Public
Money and Management, 19(1), 63�69. Google Scholar
Sudarto, A. N. (2019). Efektifitas Dampak
Pembangunan Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) di Provinsi DKI Jakarta.
Tesis. Jakarta. Google Scholar
Wing, Coady, Simon, Kosali, & Bello-Gomez, Ricardo
A. (2018). Designing difference in difference studies: best practices for
public health policy research. Annual Review of Public Health, 39.
Google Scholar
Yudhistira, Muhammad Halley, Kusumaatmadja, Regi,
& Hidayat, Mochammad Firman. (2019). Does traffic management matter?
Evaluating congestion effect of odd-even policy in jakarta. Institute for
Economic and Social Research. Google Scholar
Copyright holder: Sri Musrifah, Khoirunurrofik (2021) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia |
This article is licensed
under: |