Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849

e-ISSN: 2548-1398

Vol. 6, Special Issue No. 1, November 2021

���������

FAKTOR-FAKTOR PENGHAMBAT PENGELOLAN DANA DESA DI KECAMATAN ENDE, KABUPATEN ENDE, NTT

 

Yosefina Itu

Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Santa Ursula, Indonesia

Email: [email protected]

 

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan mendeskripsikan faktor-faktor yang menghambat pengelolaan keuangan dana desa di Desa Ruku Ramba, Desa Nembo Ramba, Desa Waja Kea Jaya dan Desa Tonggopapa, Kecamatan Ende, Kabupaten Ende, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Manfaat penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah dan masyarakat desa dalam mengelola dan memanfaatkan dana desa serta sebagai dasar kebijakan pengelolaan dana desa untuk mengatasi kendala dalam pengelolaan desa dan desa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan purposive sampling. Jenis data adalah data primer dengan responden adalah Kepala Desa, Sekretaris Desa, Kabag Pembangunan, Ketua RT dan Masyarakat Desa. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara, observasi dan dokumentasi. Teknik dan analisis data yang digunakan adalah triangulasi, peer debriefing dengan mengacu pada catatan hasil yang ditemukan di lokasi sasaran penelitian. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa masih banyak kendala yaitu kendala dalam pengelolaan dana desa di lokasi penelitian diantaranya kendala sumber daya, kebijakan penganggaran, dan partisipasi. Ketiga hambatan tersebut dominan ditemukan di empat desa sasaran penelitian. Kendala sumber daya umumnya berasal dari pihak pengelola dan masyarakat, kebijakan anggaran terkait alokasi dan pengaturan regulasi yang bersifat restriktif, serta kurangnya partisipasi masyarakat dan aparatur dalam semua tahapan pengelolaan dana desa.

 

Kata Kunci: kendala; pengelolaan; dana; desa

 

Abstract

The purpose of the research is to identifiy and describe the factors that inhibiting to financial management of vilage fund in Ruku Ramba Village, Nembo Ramba Village, Waja Kea Jaya Village and Tonggopapa Village, Ende District, Ende Regency, East Nusa Tenggara Province. The benefits of this research are expected to be input for the government and village communities in managing and utilizing village funds and as a basis for policy on managing village funds to overcome obstacles in village and village management. The method used ini this research is descriptive qualitative method with purposive sampling approach. Data type is primary data with the respondent were the Village Head, Village Secretary, Head of Development, Head of RT and Village Community. Data collection techniques in the study are interview, observation and documentation. Technique and data analyses used is triangulation, peer debriefing with reference to the records of the results found in the research target locations. Based on the results of this study concluded that there are still many obstacles, namely obstacles in managing village funds at the research location including resource constraints, budgeting policies, and participation. These three barriers were dominantly found in the four research target villages. Resource constraints generally come from the management and the community, budgetary policies related to allocations and restrictive regulatory arrangements, and the lack of community and apparatus participation in all stages of managing village funds.

 

Keywords: obstacle; management; fund; village

 

Received: 2021-10-20; Accepted: 2021-11-05; Published: 2021-11-20

 

Pendahuluan

Agenda prioritas pembangunan nasional dalam pemerintahan Presiden Jokowi yang dituangkan dalam Undang-Undang No.6 Tahun 2014 yaitu bahwa pemerintah berkeinginan untuk membangun Indonesia dari hulu ke hilir dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perhatian pemerintah terhadap pembangunan desa dalam beberapa periode pembangunan terus mengalami peningkatan. Kondisi ini terlihat dalam deretan perubahan regulasi tentang desa mulai dari desa diatur secara umum dalam undang-undang tentang pemerintahan daerah/otonomi daerah sampai pada pengaturan secara spesifik tentang desa. Sejak dikeluarkannya Undang-Undang Desa No. 6 tahun 2014, desa menjadi primadona pembangunan. Eksistensi desa dan masyarakatnya mendapat pengakuan dan porsi perhatian lebih, demikian juga pengalokasian sejumlah dana dan sumber daya terpusat ke desa. Dalam rumusan undang-undang ini, Desa merupakan desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul dan/hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (Psl 1 UU No. 6/2014).

Melalui pemberlakuan Undang-undang No. 6 tahun 2014, Desa sebagai unit pemerintahan terkecil yang dihidupi oleh suatu komunitas organik yang memiliki daya kemandirian mulai mendapatkan hak-haknya yang selama ini terabaikan. Hak asal-usul desa sebagai self governing community dan self local government direstitusi melalui asas rekognisi. Sementara melalui asas subsidiaritas, desa diberi keleluasaan untuk menyelenggarakan urusannya tanpa perlu intervensi dari entitas supra desa (Psl 3). Setidaknya ada empat urusan yang dipegang secara eksklusif oleh desa saat ini, yakni penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa. Dalam kerangka ini undang-undang desa merupakan implementasi dari nawacita ke 3 tentang membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan. Filosofi dasar dari Nawacita ini yakni satu kota tidak bisa membangun seribu desa, tetapi seribu desa akan sangat mudah membangun kota.

Harapannya pemerintah desa mampu menyelenggarakan pemerintahan di wilayahnya masing-masing secara mandiri termasuk di dalamnya pengelolaan aset, pendapatan desa,keuangansehingga pelayanan dan pemberdayaan masyarakat dapat dirasakan langsung oleh masyarakat. Tahun 2015 merupakan tahun pertama kalinya Indonesia mengucurkan Dana Desa sesuai amanat UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Dana ini diharapkan agar dimanfaatkan oleh pemerintah desa untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat desa.

Sejak ditetapkannya peraturan pelaksana melalui PP No 60 tahun 2014 dan perubahan melalui PP NO 22 tahun 2015 pemerintah telah menetapkan dana desa yang bersumber dari APBN. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015, pemerintah telah menetapkan anggaran sebesar Rp20,766 triliun untuk alokasi Dana Desa pada tahun 2015. Dana Transfer ke Daerah dan Dana Desa mengalami peningkatan menjadi Rp 664,6 triliun atau meningkat Rp17,6 triliun dari APBN 2015. Dana tersebut telah dibagikan kepada kurang lebih 74 ribu desa di seluruh Indonesia. Dana desa yang dialokasikan bagi 3.259 desa di Propinsi Nusa Tenggara Timur sebesar 248.70 Milyar Rupiah. Sedangkan untuk 255 desa di Kabupaten Ende mendapatkan alokasi dana desa sejak tahun 2015 sampaitahun 2020 dengan besaran nominal yang semakin meningkat sebagaimana tertera dalam tabel berikut :

 

Tabel 1

Jumlah Dana Desa Untuk Kabupaten Ende

Tahun 2015 � 2020

No.

Tahun

JumlahDana Desa

1

2015

67.298.428.000

2

2016

115.708.288.000

3

2017

192.723.464.000

4

2018

186 Miliar

5

2019

198 Miliar

6

2020

202 Miliar

���������������� Sumber Data : Olahan Peneliti

 

Keadaan tahun 2017 menunjukkan bahwa masing-masing desa mendapat alokasi dana desa mulai dari 200-an juta sampai 400-an juta rupiah (Perbup No 4 tahun 2017). Sebagai penjabaran pelaksanaan aturan perundang-undangan tersebut. Pemerintah Kabupaten Ende telah menerbitkan lima peraturan Bupati yakni Peraturan Bupati no 11 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, Peraturan Bupati nomor 12 tentangPedoman Pengelolaan Alokasi Dana Desa Di Kabupaten Ende, Peraturan Bupati Nomor 14 tentang Pedoman Tata Cara Pengadaan Barang / Jasa di Desa, Peraturan Bupati Nomor 18 tentang Penetapan Besaran Dana Dan Pengelolaan Dana Desa yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta Peraturan Bupati nomor 20 tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Bupati Nomor 18 tentang Tata Cara Pembagian, Penetapan Besaran Dana yang Bersumber dari Anggaran Anggaran dan Pendapatan Negara.

Rumusan sejumlah kebijakan lokal di Kabupaten Ende sebagaimana diuraikan di atas tidak terlepas dari Amanat Nawa Cita ke 3 Presiden Joko Widodo � Jusuf Kala dan manivestasi dari visi pemerintah Kabupaten Ende yakni �Mewujudkan Karakteristik Kabupaten Ende dengan membangun dari Desa dan Kelurahan, menuju masyarakat yang mandiri, sejahtera dan berkeadilan�. Sinkronisasi Nawa Cita dan visi daerah tentang desa antara pemerintah pusat dan daerah dalam tataran kebijakan sudah sampai pada taraf operasional. Seharusnya sudah tidak ada lagi kandala regulasi yang menghambat implementasi. Dana desa yang dikucurkan dalam jumlah yang besar idealnya menjadi berkah bagi desa agar dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat desa. Dana-dana desa yang diarahkan desa seharusnya sudah mampu mengubah wajah desa tidak saja secara fisik tetapi mengubah tingkat kesejahteraan masyarakat desa ke arah yang lebih baik. Meskipun demikian, setelah dana desa yang bersumber dari APBN berjalan setahun; dan dana-dana desa yang bersumber dari APBD berjalan beberapa tahun, disana-sini masih ada catatan korektif yang harus dibenahi. Misalnya menurut KPK, Dana Desa yang bersumber dari APBN ternyata belum digunakan secara optimal untuk menggali sumber pendapatan baru melalui investasi produktif yang dijalankan oleh masyarakat. Dana desa terkesan menimbulkan ketergantungan baru, karena belum digunakan untuk kegiatan yang dapat menopang perekonomian masyarakat setempat serta meningkatkan pendapatan asli desa (Kawaldesa.org). Fenomena persoalan ini umumnya dialami hampir diseluruh desa di Indonesia termasuk desa-desa di Kabupaten Ende.

Berdasarkan latar belakang yang di kemukakan di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor Penghambatpengelolaan dana desa, studi pada Desa Ruku Ramba, Desa Nembo Ramba, Desa Waja Kea Jaya dan Desa Tonggopapa, di Kecamatan Ende,Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor penghambat pengelolaan dana desa di Desa Ruku Ramba, Desa Nembo Ramba, Desa Waja Kea Jaya dan Desa Tonggopapa, di Kecamatan Ende,Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur.

 

Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif yaitu penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan hasil penelitian. Menurut Bogdan dan Taylor dalam Maleong (2010:4), mengemukakan bahwa metodologi penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis dan lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Lokasi Penelitian: desa-desapada kategori pesisir, pegunungan, dan desa baru/mekaran di Kecamatan Ende, Kabupaten Ende. Pilihan lokasi ini berdasarkan pertimbangan purposif yakni keterwakilan wilayah dengan merujuk pada indikator dasar dalam pendistribusian dana desapada Pasal 11 PP No 20/2015). Lokasi penelitian ini. dilakukan di desa Ruku Ramba, Nembo Ramba, Waja Kea Jaya dan Desa Tonggopapa di Kecamatan Ende Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur. Ada 2 jenis data yaitu data primer dan data sekunder. Adapun Teknik pengumpulan datayaitu observasi menurut Nasution dalam Sugiyono (2009). Observasi melalui pengalaman Esterberg dalam Sugiyono (2009) mendefinisikan wawancara sebagai pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawabfactor-faktor penghmbat pengelolaan dana desa. Wawancara, sehingga dapat dikonstruksikan makna dari satu topik tertentu, Teknik analisis data menurut Milles dan Huberman dalam Sugiyono (2009) terdapat tidak komponen analisis yaitu reduksi data yaitu merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal penting, dicari tema dan polanya.

 

Hasil dan Pembahasan

Tahun 2015 merupakan tahun pertama kalinya Pemerintah Indonesia mengucurkan Dana Desa sesuai amanat UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Dana ini diharapkan agar dapat dimanfaatkan oleh pemerintah desa untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat desa.Penggunaan dana desa ini pun harus melalui sebuah mekanisme dan prosedur yang telah ditetapkan oleh pemerintah agar dana desa tersebut mampu menjawab cita-cita yaitu menuju masyarakat yang mandiri, sejahtera dan berkeadilan.

Sebagai penjabaran pelaksanaan aturan perundang-undangan tersebut, Pemerintah Kabupaten Ende telah menerbitkan lima Peraturan Bupati yakni Peraturan Bupati no 11 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, Peraturan Bupati nomor 12 tentangPedoman Pengelolaan Alokasi Dana Desa Di Kabupaten Ende, Peraturan Bupati Nomor 14 tentang Pedoman Tata Cara Pengadaan Barang / Jasa di Desa, Peraturan Bupati Nomor 18 tentang Penetapan Besaran Dana Dan Pengelolaan Dana Desa yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta Peraturan Bupati nomor 20 tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Bupati Nomor 18 tentang Tata Cara Pembagian, Penetapan Besaran Dana yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Peraturan-peraturan ini yang menjadi acuan dan rujukan dalam pengelolaan dana-dana desa.

Pada bagian ini peneliti mendeskripsikan hasil penelitian yang diperoleh dari 4 (empat) desa sasaran penelitian. Secara umum, data-data yang dipaparkan dan dianalisis tersebut bermaksud untuk mendapatkan gambaran tentang faktor- faktor penghambat dalam pengelolaan dana-dana desa serta jalan keluar untuk mengatasi hambatan pengelolaan dana-dana desa tersebut pada Desa Rukuramba, Desa Waja Kea Jaya, Desa Nemboramba dan Desa Tonggopapa di Kecamatan Ende, Kabupaten Ende.

A.  Faktor Penghambat Dalam Pengelolaan Dana-Dana Desa

Dalam pengelolaan dana-dana desa di desa-desa wilayah penelitian, ada sejumlah kandala yang dialami mulai dari aspek alam, sumber daya pengelola sampai dengan dukungan partisipasi masyarakat. Berdasarkan hasil wawancara dengan para narasumber, sejumlah permasalahan yang menjadi faktor penghambat dalam pengelolaan dana-dana desa terbagi dalam empat bidang utama antara lain sebagai berikut :

1)   Bidang Penyelenggaraan Pemerintahan

Adapun permasalahan yang dihadapi dalam penyelenggaraan Pemerintah Desa selama ini adalah :

a)   Kantor desa yang belum dioptimalkan menjadi pusat pelayanan kepada masyarakat sehingga kadang masyarakat harus mendapatkan pelayanan di luar kantor. Kondisi kantor desa juga perlu di tata dan di bangun secara baik sehingga dapat menjadi tempat yang nyaman untuk berbagai pelayanan pemerintahan.

b)  Beberapa desa, Lembaga BPD belum memiliki kantor sendiri sehingga dalam menjalankan kegiatan masih satu atap dengan kantor Kepala Desa.

c)   Alokasi anggaran untuk belanja pegawai (penghasilan tetap aparat pemerintah desa) masih terlalu sedikit dibanding dengan beban kerja yang ada.

d)  Kemampuan SDM perangkat desa yang masih rendah dalam pengelolaan keuangan desa.

2)   Bidang Pelaksanan Pembangunan

Adapun permasalah yang dihadapi dalam bidang pembangunan selama ini adalah :

a)   Keterbatasan anggaran untuk menunjang bidang pembangunan terutama sarana prasarana dasar dan penunjang.

b)  Pides (Pagu Indikatif Desa) yang dialokasikan setiap tahun belum mencukupi untuk mengatasi permasalahan pembangunan di semua bidang.

c)   Kemampuan SDM perangkat desa dalam pelaksaaan pembangunan Desa masih terbatas.

3)   Bidang Pembinaan Kemasyarakatan

Adapun permasalahan yang dihadapi dalam bidang pembinaan kemasyarakatan selama ini adalah :

a)   Rendahnya alokasi dana untuk operasional desa siaga, program-program unggulan desa dan BKP (Badan Ketahanan Pangan)

b)  Rendahnya alokasi dana untuk pembinaan anak dan remaja sementara mereka membutuhkan perhatian dari pemerintah.

c)   Kurang adanya perhatian pemerintah dalam pembinaan lembaga adat.

4)   Bidang Pemberdayaan Masyarakat

Adapun permasalah yang dihadapi dalam bidang pemberdayaan masyarakatan selama ini adalah:

a)   Kurangnya keterampilan para remaja dalam memanfaatkan sumberdaya alam yang dimiliki desa.

b)  Kurangnya keterampilan petani dalam hal bercocok tanam yang baik sehingga menurunnya pendapatan.

c)   Minimnya SDM aparat pemerintahan desa sehingga butuh pelatihan peningkatan kapasitas.

Selain permasalahan-permasalahan di atas ada juga permasalahan lain yang berkaitan dengan kelembagaan di desa yaitu masih rendahnya partisipasi atau keterlibatan dari beberapa lembaga tertentu dalam proses pelaksanaan pembangunan di desa. Ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap rendahnya partisipasi lembaga-lembaga tersebut antara lain :

1.   Kurangnya pemahaman peran (tupoksi) masing-masing lembaga dalam pembangunan desa.

2.   Masih memiliki pola pikir yang berorientasi pada keuntungan ekonomis (uang).

3.   Kurangnya kerjasama antara semua lembaga yang ada di desa.

Dari beberapa temuan di atas, dapat dijelaskan bahwa masalah utama dalam pengelolaan dana-dana desa terletak pada faktor kesiapan sumber daya manusia baik masyarakat maupun aparatur pemerintahan desa, dukungan kerja sama dari berbagai lembaga yang ada di desa serta dukungan pemerintah Kabupaten melalui perhatian terhadap infrastruktur dasar di desa.

Merujuk pada temuan-temuan tersebut, dapat dikatakan bahwa Tipe rasionalitas Weber yang relevan adalah rasionalitas praktis yang didefinisikan Kalberg sebagai setiap cara hidup yang memandang dan menilai kegiatan duniawi terkait dengan kepentingan-kepentingan individual pragmatis dan egoisitis belaka. Orang mempraktikkan rasionalitas praktis, menerima realitas-realitas yang sudah ada dan hanya memikirkan cara-cara yang paling bijaksana untuk menghadapi kesulitan-kesulitan yang dihadirkannya. Rasionalitas ini membawa orang untuk tidak mempercayai nilai-nilai yang tidak praktis baik rasionalitas intelektual yang religius, utopia religius maupun sekuler, dan rasionalitas teoritis.

Berbagai persoalan dan hambatan dalam pengelolaan dana-dana desa bersumber dari adanya dominasi kepentingan-kepentingan individual yang ditonjolkan oleh masing-masing aktor pembangunan di desa. Kolektifitas yag dibangun adalah kolektifitas semu. Pemerintah desa dan segenap lembaga yang ada di desa belum dapat bersinergis secara baik sehingga muncul sikap egois, dan kurang mementingkan kepatuhan pada kolektifitas sebagai sebuah sistem.

Dalam konteks ini, agenda pemberdayaan tidak dapat dijalankan secara maksimal karena pemerintah dan masyarakat desa tidak mengoptimalkan potensi yang dimiliki untuk menyelesaikan berbagai masalah dan tantangan yang ada. Justru, berbagai tantangan semakin bermunculan dikala agenda pembangunan dijalankan untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi. Dalam konteks ini, substansi pemberdayaan tidak dihayati secara sungguh-sungguh sehingga berdampak pada munculnya berbagai permasalahan pembangunan.

 

 

 

Kesimpulan

Berdasarkan temuan penelitian pada 4 desa yaitu Ruku Ramba, Nembo Ramba, Waja Kea Jaya dan Desa Tonggopapa di wilayah Kecamatan Ende, dapat disimpulkan sebagai berikut 1) Mekanisme pengelolaan dana-dana desa pada masing-masing desa secara umum dimulai dari perencanaan di tingkat dusun, sampai ditetapkan peraturan desa tentang APBDes. Selain itu, sumber utama perencanaan desa merujuk pada RPJMDes masing-masing desa. Setiap tahun, masing-masing kepala desa menyusun RKPDes untuk dijadikan rujukan pelaksanaan kegiatan pembangunan di desa. 2) Kreatifitas pemerintah desa dan masyarakat dalam pengelolaan dana-dana desa masih sangat terbatas. Hal ini karena keterbatasan pemahaman tentang sejumlah regulasi yang mengatur. Mayoritas pemerintah desa tidak mau mengambil resiko, sehingga tidak mau menafsir sejumlah regulasi sesuai dengan apa yang dibutuhkan masayarakat. Bacaan terhadap peraturan perundang-undangan dibatasi oleh kapasitas dan kreatifitas yang dimiliki. Sehingga term kreatifitas yang diajukan dianggap melanggar peraturan perundang-undangan. 3) Dasar pengelolaan dana-dana desa mayoritas berpedoman pada pengaturan regulasi yang dikeluarkan pemerintah, meskipun ada desa yang sudah mulai merujuk pada pendasaran kebutuhan dan masalah yang dihadapi masyarakat. Pertimbangan lainnya adalah kebutuhan masyarakat yang dituangkan dalam hasil perencanaan baik di tingkat dusun maupun di tingkat desa. 4) Beberapa hambatan dalam pengelolaan dana-dana desa pada lokasi penelitian mencakup hambatan sumber daya, kebijakan penganggaran, dan partisipasi. Ketiga hambatan ini dominan ditemukan di 4 desa sasaran penelitian. Hambatan sumber daya umumnya datang dari pihak pengelola dan masyarakat, kebijakan penganggaran terkait alokasi dan pengaturan regulasi yang membatasi, serta minimnya partisipasi komunitas maupun aparatur dalam semua tahapan pengelolaan dana-dana desa.

 


BIBLIOGRAFI

 

Arikunto. 2013. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. Rineka cipta.

Budi Winarno. 2008.Gagalnya Organisasi Desa dalam Pembangunan Di Indonesia, Yogyakarta,

Tiara Wacana. 2013. Etika Pembangunan, Yogyakarta, CAPS

Denzin, Norman K. 2009. Handbook of Qualitatif Research, Yogyakarta Pustaka Pelajar

Djohani, Rianingsih, (Ed). 2003. Berbuat Bersama Berperan Setara, Acuan Partisipasi Rural Appraisal, Denpasar: Studio Driya media dan konsorsium pengembangan masyarakat nusa tenggara, 2003

Edlina Edin, (Penterj.). 1994. Mewujudkan Partisipasi, Jakarta: Perpustakaan Nasional

George Ritzer. 2012. Teori Sosiolog, Dari Sosiologi Klasik sampai perkembangan Postmodern Edisi Kedelapan, Yogyakarta, Pustaka Pelajar

John W. Creswell. 2010. Research Design Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches, Yogyakarta, Pustaka Pelajar

Jim Ife, Frank Tesoriero. 2014. Community Development, Yogyakarta :PustakaPelajar,

----------------------------- (2008) Alternatif Pengembangan Masyarakat di Era Globalisasi, Community Development, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

Kumalasari, Deti. 2016. Transparansi dan Akuntabilitas Pemerintah Desa dalam Pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD). Studi kasus di Desa Bomo, Rogojampi, Banyuwangi. Jurnal Ilmiah Ekonomi dan Bisnis. (STIESIA Surabaya). http://www.ejournal.stiesia.ac.id.(diakses:1 April 2018)

Kuncoro, Mudrajad. 1997. Ekonomi Pembangunan: Teori, Masalah, dan Kebijakan, Yogyakarta,.

Tambunan, Tulus T.H. 1996. Perekonomian Indonesia, Jakarta: Ghalia Indonesia,.

Tjokroamidjojo, Bintoro; Mustopadidjaja. 1984. Pengantar Pemikiran tentang Teori dan Strategi Pembangunan nasional, Jakarta,.

Ulber Silalahi. 2010. Metode Penelitian Sosial, Bandung, Refika Aditama

Wahyudi Kessa. 2015. Buku 6 Perencanaan Pembangunan Desa, Jakarta, Kementrian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia

Undang-Undang No. 6 tahun 2014 tentang Desa

PP No 43 tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksana UU No 6 tahun 2014

PP No 60 tahun 2014 tentangDana Desa yang bersumber dari APBN

Perubahan Peraturan Pemerintah no 22 tahun 2015 tentang perubahan atas PP nomor 60 tahun 2014 tentang dana desa yang bersumber dari APBN

Peraturan menteri Desa PDT no 5 tahun 2015 tentang penetapan prioritas penggunaan dana desa tahun 2015

Peraturan bupati Kab. Ende no 11, tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa,

Peraturan Bupati Kab Ende no 12tentangPedoman Pengelolaan Alokasi Dana Desa Di Kabupaten Ende,

Peraturan bupati Kab. Ende no 14, tentang Pedoman Tata Cara Pengadaan Barang / Jasa di Desa, Peraturan Bupati Kab Ende no 18 tentang Penetapan Besaran Dana Dan Pengelolaan Dana Desa yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta

 

Peraturan bupati Kab. Ende no 20 tentang Perubahan 18 tentang Tata Cara Pembagian, Penetapan Besaran Dana yang Bersumber dari Anggaran Anggaran dan Pendapatan Negara.

 

Copyright holder:

Yosefina Itu (2021)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: