Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN:
2541-0849
e-ISSN: 2548-1398
Vol. 6, Special Issue No. 1, November 2021
� ���������
FAKTOR-FAKTOR
PENGHAMBAT PENGELOLAN DANA DESA DI KECAMATAN ENDE, KABUPATEN ENDE, NTT
Yosefina Itu
Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat
Santa Ursula,
Indonesia
Email: [email protected]
Abstrak
Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengidentifikasi dan mendeskripsikan faktor-faktor yang menghambat
pengelolaan keuangan dana desa di Desa Ruku Ramba, Desa Nembo Ramba, Desa Waja
Kea Jaya dan Desa Tonggopapa, Kecamatan Ende, Kabupaten Ende, Provinsi Nusa
Tenggara Timur. Manfaat penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi
pemerintah dan masyarakat desa dalam mengelola dan memanfaatkan dana desa serta
sebagai dasar kebijakan pengelolaan dana desa untuk mengatasi kendala dalam
pengelolaan desa dan desa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan purposive sampling. Jenis data
adalah data primer dengan responden adalah Kepala Desa, Sekretaris Desa, Kabag
Pembangunan, Ketua RT dan Masyarakat Desa. Teknik pengumpulan data dalam
penelitian ini adalah wawancara, observasi dan dokumentasi. Teknik dan analisis
data yang digunakan adalah triangulasi, peer debriefing dengan mengacu pada
catatan hasil yang ditemukan di lokasi sasaran penelitian. Berdasarkan hasil
penelitian disimpulkan bahwa masih banyak kendala yaitu kendala dalam
pengelolaan dana desa di lokasi penelitian diantaranya kendala sumber daya,
kebijakan penganggaran, dan partisipasi. Ketiga hambatan tersebut dominan
ditemukan di empat desa sasaran penelitian. Kendala sumber daya umumnya berasal
dari pihak pengelola dan masyarakat, kebijakan anggaran terkait alokasi dan
pengaturan regulasi yang bersifat restriktif, serta kurangnya partisipasi
masyarakat dan aparatur dalam semua tahapan pengelolaan dana desa.
Kata Kunci: kendala;
pengelolaan; dana; desa
Abstract
The purpose of the research is to
identifiy and describe the factors that inhibiting to
financial management of vilage fund in Ruku Ramba Village, Nembo Ramba Village, Waja Kea Jaya Village and Tonggopapa
Village, Ende District, Ende Regency, East Nusa Tenggara Province. The benefits
of this research are expected to be input for the government and village
communities in managing and utilizing village funds and as a basis for policy
on managing village funds to overcome obstacles in village and village
management. The method used ini this research is
descriptive qualitative method with purposive sampling approach. Data type is
primary data with the respondent were the Village Head, Village Secretary, Head
of Development, Head of RT and Village Community. Data collection techniques in
the study are interview, observation and documentation. Technique and data
analyses used is triangulation, peer debriefing with reference to the records
of the results found in the research target locations. Based on the results of
this study concluded that there are still many obstacles, namely obstacles in
managing village funds at the research location including resource constraints,
budgeting policies, and participation. These three barriers were dominantly
found in the four research target villages. Resource constraints generally come
from the management and the community, budgetary policies related to
allocations and restrictive regulatory arrangements, and the lack of community
and apparatus participation in all stages of managing village funds.
Keywords: obstacle;
management; fund; village
Received: 2021-10-20; Accepted:
2021-11-05; Published: 2021-11-20
Pendahuluan
Agenda prioritas
pembangunan nasional dalam pemerintahan Presiden Jokowi yang dituangkan dalam Undang-Undang No.6 Tahun 2014 yaitu bahwa pemerintah berkeinginan untuk membangun Indonesia dari hulu ke hilir
dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perhatian pemerintah terhadap pembangunan desa
dalam beberapa periode pembangunan terus mengalami peningkatan. Kondisi ini
terlihat dalam deretan perubahan regulasi tentang desa mulai dari desa diatur
secara umum dalam undang-undang tentang pemerintahan daerah/otonomi daerah
sampai pada pengaturan secara spesifik tentang desa. Sejak dikeluarkannya
Undang-Undang Desa No. 6 tahun 2014, desa menjadi primadona pembangunan.
Eksistensi desa dan masyarakatnya mendapat pengakuan dan porsi perhatian lebih,
demikian juga pengalokasian sejumlah dana dan sumber daya terpusat ke desa.
Dalam rumusan undang-undang ini, Desa merupakan desa dan desa adat atau yang
disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa adalah kesatuan masyarakat
hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa
masyarakat, hak asal usul dan/hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam
sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (Psl 1 UU No. 6/2014).
Melalui
pemberlakuan Undang-undang No. 6 tahun 2014, Desa sebagai unit pemerintahan
terkecil yang dihidupi oleh suatu komunitas organik yang memiliki daya
kemandirian mulai mendapatkan hak-haknya yang selama ini terabaikan. Hak
asal-usul desa sebagai self governing
community dan self local government direstitusi
melalui asas rekognisi. Sementara melalui asas subsidiaritas, desa diberi
keleluasaan untuk menyelenggarakan urusannya tanpa perlu intervensi dari
entitas supra desa (Psl 3). Setidaknya ada empat urusan yang dipegang secara
eksklusif oleh desa saat ini, yakni penyelenggaraan pemerintahan desa,
pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan
masyarakat desa. Dalam kerangka ini undang-undang desa merupakan implementasi
dari nawacita ke 3 tentang membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat
daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan. Filosofi dasar dari
Nawacita ini yakni satu kota tidak bisa membangun seribu desa, tetapi seribu
desa akan sangat mudah membangun kota.
Harapannya
pemerintah desa mampu menyelenggarakan pemerintahan di wilayahnya
masing-masing secara mandiri
termasuk di dalamnya pengelolaan aset, pendapatan desa,keuangan� sehingga pelayanan dan pemberdayaan masyarakat dapat dirasakan langsung oleh masyarakat. Tahun 2015 merupakan tahun pertama kalinya Indonesia mengucurkan Dana
Desa sesuai amanat UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Dana ini diharapkan agar
dimanfaatkan oleh pemerintah desa untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan,
pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat desa.
Sejak
ditetapkannya peraturan pelaksana melalui PP No 60 tahun 2014 dan perubahan
melalui PP NO 22 tahun 2015 pemerintah telah menetapkan dana desa yang
bersumber dari APBN. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan
(APBN-P) 2015, pemerintah telah menetapkan anggaran sebesar Rp20,766 triliun
untuk alokasi Dana Desa pada tahun 2015. Dana Transfer ke Daerah dan Dana
Desa mengalami peningkatan menjadi Rp 664,6 triliun atau meningkat Rp17,6
triliun dari APBN 2015. Dana tersebut telah dibagikan kepada kurang lebih 74
ribu desa di seluruh Indonesia. Dana desa yang dialokasikan bagi 3.259 desa di Propinsi Nusa
Tenggara
Timur sebesar 248.70 Milyar Rupiah. Sedangkan untuk 255
desa di Kabupaten Ende mendapatkan alokasi dana desa sejak tahun 2015
sampai� tahun 2020 dengan besaran nominal yang semakin meningkat
sebagaimana tertera dalam tabel berikut :
Tabel 1
Jumlah Dana Desa
Untuk Kabupaten Ende
Tahun 2015 � 2020
No. |
Tahun |
Jumlah� Dana Desa |
1 |
2015 |
67.298.428.000 |
2 |
2016 |
115.708.288.000 |
3 |
2017 |
192.723.464.000 |
4 |
2018 |
186 Miliar |
5 |
2019 |
198 Miliar |
6 |
2020 |
202 Miliar |
���������������� Sumber Data : Olahan Peneliti
Keadaan tahun
2017 menunjukkan bahwa masing-masing desa mendapat alokasi dana desa mulai dari
200-an juta sampai 400-an juta rupiah (Perbup No 4 tahun 2017). Sebagai penjabaran pelaksanaan aturan
perundang-undangan tersebut. Pemerintah Kabupaten Ende telah menerbitkan lima peraturan Bupati yakni
Peraturan Bupati no 11 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Desa, Peraturan Bupati nomor 12 tentang� Pedoman
Pengelolaan Alokasi Dana Desa Di Kabupaten Ende, Peraturan Bupati Nomor 14
tentang Pedoman Tata Cara Pengadaan Barang / Jasa di Desa, Peraturan Bupati
Nomor 18 tentang Penetapan Besaran Dana Dan Pengelolaan Dana Desa yang
Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta Peraturan Bupati
nomor 20 tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Bupati Nomor 18 tentang
Tata Cara Pembagian, Penetapan Besaran Dana yang Bersumber dari Anggaran
Anggaran dan Pendapatan Negara.
Rumusan
sejumlah kebijakan lokal di Kabupaten Ende sebagaimana diuraikan di atas tidak
terlepas dari Amanat Nawa Cita ke 3 Presiden Joko Widodo � Jusuf Kala dan manivestasi dari visi pemerintah
Kabupaten Ende yakni �Mewujudkan Karakteristik Kabupaten Ende dengan membangun
dari Desa dan Kelurahan, menuju masyarakat yang mandiri, sejahtera dan
berkeadilan�. Sinkronisasi Nawa Cita dan visi daerah tentang desa antara
pemerintah pusat dan daerah dalam tataran kebijakan sudah sampai pada taraf
operasional. Seharusnya sudah tidak ada lagi kandala regulasi yang menghambat
implementasi. Dana desa yang
dikucurkan dalam jumlah yang besar idealnya menjadi berkah bagi desa agar dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan
kemandirian dan kesejahteraan masyarakat desa. Dana-dana desa yang diarahkan desa seharusnya
sudah mampu mengubah wajah desa tidak saja secara fisik tetapi mengubah tingkat
kesejahteraan masyarakat desa ke arah yang lebih baik. Meskipun demikian,
setelah dana desa yang bersumber dari APBN berjalan setahun; dan dana-dana desa
yang bersumber dari APBD berjalan beberapa tahun, disana-sini masih ada catatan
korektif yang harus dibenahi. Misalnya menurut KPK, Dana Desa yang bersumber
dari APBN ternyata belum digunakan secara optimal untuk menggali sumber
pendapatan baru melalui investasi produktif yang dijalankan oleh masyarakat.
Dana desa terkesan
menimbulkan ketergantungan baru, karena belum digunakan untuk kegiatan yang
dapat menopang perekonomian masyarakat setempat serta meningkatkan pendapatan
asli desa (Kawaldesa.org). Fenomena persoalan ini
umumnya dialami hampir diseluruh desa di Indonesia termasuk desa-desa di
Kabupaten Ende.
Berdasarkan
latar belakang yang di kemukakan di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor Penghambat� pengelolaan dana desa, studi pada Desa Ruku
Ramba, Desa Nembo
Ramba, Desa Waja Kea
Jaya dan Desa
Tonggopapa, di Kecamatan Ende,� Kabupaten
Ende, Nusa Tenggara Timur.
Tujuan penelitian
ini adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor penghambat pengelolaan dana desa di Desa Ruku Ramba,
Desa Nembo Ramba, Desa Waja
Kea Jaya dan Desa Tonggopapa,
di Kecamatan Ende,� Kabupaten
Ende, Nusa Tenggara Timur.
Metode Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif yaitu penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan hasil penelitian. Menurut Bogdan dan Taylor dalam Maleong (2010:4), mengemukakan bahwa metodologi penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata
tertulis dan lisan dari orang-orang dan perilaku
yang diamati. Lokasi Penelitian: desa-desa�
pada kategori pesisir, pegunungan, dan desa baru/mekaran di Kecamatan
Ende, Kabupaten Ende. Pilihan lokasi ini berdasarkan pertimbangan purposif
yakni keterwakilan wilayah dengan merujuk pada indikator dasar dalam
pendistribusian dana desa� pada Pasal 11
PP No 20/2015). Lokasi penelitian ini. dilakukan di desa Ruku
Ramba, Nembo Ramba, Waja Kea Jaya dan Desa Tonggopapa di Kecamatan Ende
Kabupaten Ende, Nusa
Tenggara Timur. Ada 2 jenis data yaitu
data primer dan data sekunder. Adapun Teknik pengumpulan data� yaitu observasi menurut Nasution dalam Sugiyono (2009). Observasi melalui pengalaman Esterberg dalam Sugiyono (2009) mendefinisikan wawancara sebagai pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab� factor-faktor penghmbat pengelolaan dana desa. Wawancara, sehingga dapat dikonstruksikan makna dari satu
topik tertentu, Teknik analisis data menurut Milles dan
Huberman dalam Sugiyono
(2009) terdapat tidak komponen analisis yaitu reduksi data yaitu merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal penting, dicari tema dan polanya.
Hasil dan Pembahasan
Tahun 2015
merupakan tahun pertama kalinya Pemerintah Indonesia mengucurkan Dana Desa
sesuai amanat UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Dana ini diharapkan agar dapat
dimanfaatkan oleh pemerintah desa untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan,
pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat desa.�
Penggunaan dana desa ini pun harus melalui sebuah mekanisme dan prosedur
yang telah ditetapkan oleh pemerintah agar dana desa tersebut mampu menjawab
cita-cita yaitu menuju masyarakat yang mandiri, sejahtera dan berkeadilan.
Sebagai penjabaran pelaksanaan aturan
perundang-undangan tersebut, Pemerintah Kabupaten Ende telah menerbitkan lima
Peraturan Bupati yakni Peraturan Bupati no 11 tentang Pedoman Penyusunan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, Peraturan Bupati nomor 12 tentang� Pedoman Pengelolaan Alokasi Dana Desa Di
Kabupaten Ende, Peraturan Bupati Nomor 14 tentang Pedoman Tata Cara Pengadaan
Barang / Jasa di Desa, Peraturan Bupati Nomor 18 tentang Penetapan Besaran Dana
Dan Pengelolaan Dana Desa yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara serta Peraturan Bupati nomor 20 tahun 2015 tentang Perubahan atas
Peraturan Bupati Nomor 18 tentang Tata Cara Pembagian, Penetapan Besaran Dana
yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Peraturan-peraturan
ini yang menjadi acuan dan rujukan dalam pengelolaan dana-dana desa.
Pada bagian ini peneliti mendeskripsikan
hasil penelitian yang diperoleh dari 4 (empat) desa sasaran penelitian. Secara
umum, data-data yang dipaparkan dan dianalisis tersebut bermaksud untuk
mendapatkan gambaran tentang faktor- faktor penghambat
dalam pengelolaan dana-dana desa serta jalan keluar untuk mengatasi hambatan
pengelolaan dana-dana desa tersebut pada Desa Rukuramba, Desa Waja Kea Jaya, Desa
Nemboramba dan Desa Tonggopapa di Kecamatan Ende, Kabupaten Ende.
A.
Faktor Penghambat Dalam Pengelolaan Dana-Dana Desa
Dalam
pengelolaan dana-dana desa di desa-desa wilayah penelitian, ada sejumlah
kandala yang dialami mulai dari aspek alam, sumber daya pengelola sampai dengan
dukungan partisipasi masyarakat. Berdasarkan hasil wawancara dengan para
narasumber, sejumlah permasalahan yang menjadi faktor penghambat dalam
pengelolaan dana-dana desa terbagi dalam empat bidang utama antara lain sebagai
berikut :
1)
Bidang
Penyelenggaraan Pemerintahan
Adapun permasalahan yang dihadapi dalam penyelenggaraan Pemerintah Desa selama ini adalah :
a)
Kantor desa yang belum dioptimalkan menjadi pusat pelayanan
kepada masyarakat sehingga kadang masyarakat harus mendapatkan pelayanan di
luar kantor. Kondisi kantor desa juga perlu di tata dan di bangun secara baik
sehingga dapat menjadi tempat yang nyaman untuk berbagai pelayanan
pemerintahan.
b) Beberapa desa, Lembaga BPD belum memiliki kantor
sendiri sehingga dalam menjalankan kegiatan masih satu atap dengan kantor
Kepala Desa.
c)
Alokasi
anggaran untuk belanja pegawai (penghasilan tetap aparat pemerintah desa) masih terlalu sedikit dibanding dengan beban
kerja yang ada.
d) Kemampuan SDM perangkat desa yang masih rendah dalam pengelolaan keuangan desa.
2)
Bidang
Pelaksanan Pembangunan
Adapun permasalah yang dihadapi dalam bidang
pembangunan selama ini adalah :
a)
Keterbatasan
anggaran untuk menunjang bidang pembangunan terutama sarana prasarana dasar dan
penunjang.
b) Pides (Pagu Indikatif Desa) yang dialokasikan setiap tahun belum mencukupi untuk
mengatasi permasalahan pembangunan di semua bidang.
c)
Kemampuan SDM
perangkat desa dalam
pelaksaaan pembangunan Desa masih terbatas.
3)
Bidang
Pembinaan Kemasyarakatan
Adapun permasalahan yang dihadapi dalam bidang pembinaan kemasyarakatan selama
ini adalah :
a)
Rendahnya alokasi dana untuk operasional
desa
siaga, program-program unggulan desa dan BKP (Badan Ketahanan
Pangan)
b) Rendahnya
alokasi dana untuk pembinaan anak dan remaja sementara mereka membutuhkan
perhatian dari pemerintah.
c)
Kurang adanya perhatian pemerintah dalam
pembinaan lembaga adat.
4)
Bidang
Pemberdayaan Masyarakat
Adapun permasalah yang dihadapi dalam bidang
pemberdayaan masyarakatan selama ini adalah:
a)
Kurangnya keterampilan para remaja dalam
memanfaatkan sumberdaya alam yang dimiliki desa.
b) Kurangnya
keterampilan petani dalam hal bercocok tanam yang baik sehingga menurunnya
pendapatan.
c)
Minimnya SDM aparat pemerintahan desa sehingga
butuh pelatihan peningkatan kapasitas.
Selain
permasalahan-permasalahan di atas ada juga permasalahan lain yang berkaitan
dengan kelembagaan di desa yaitu masih rendahnya partisipasi atau keterlibatan
dari beberapa lembaga tertentu dalam proses pelaksanaan pembangunan di desa. Ada
beberapa faktor yang berpengaruh terhadap rendahnya partisipasi lembaga-lembaga
tersebut antara lain :
1.
Kurangnya pemahaman peran (tupoksi)
masing-masing lembaga dalam pembangunan desa.
2.
Masih memiliki pola pikir yang
berorientasi pada keuntungan ekonomis (uang).
3.
Kurangnya kerjasama antara semua lembaga
yang ada di desa.
Dari beberapa
temuan di atas, dapat dijelaskan bahwa masalah utama dalam pengelolaan
dana-dana desa terletak pada faktor kesiapan sumber daya manusia baik masyarakat
maupun aparatur pemerintahan desa, dukungan kerja sama dari berbagai lembaga
yang ada di desa serta dukungan pemerintah Kabupaten melalui perhatian terhadap
infrastruktur dasar di desa.
Merujuk pada
temuan-temuan tersebut, dapat dikatakan bahwa Tipe rasionalitas Weber yang
relevan adalah rasionalitas praktis
yang didefinisikan Kalberg sebagai setiap cara hidup yang memandang dan menilai
kegiatan duniawi terkait dengan kepentingan-kepentingan individual pragmatis
dan egoisitis belaka. Orang mempraktikkan rasionalitas praktis, menerima
realitas-realitas yang sudah ada dan hanya memikirkan cara-cara yang paling
bijaksana untuk menghadapi kesulitan-kesulitan yang dihadirkannya. Rasionalitas
ini membawa orang untuk tidak mempercayai nilai-nilai yang tidak praktis baik
rasionalitas intelektual yang religius, utopia religius maupun sekuler, dan
rasionalitas teoritis.
Berbagai
persoalan dan hambatan dalam pengelolaan dana-dana desa bersumber dari adanya
dominasi kepentingan-kepentingan individual yang
ditonjolkan oleh masing-masing aktor pembangunan di desa. Kolektifitas yag
dibangun adalah kolektifitas semu. Pemerintah desa dan segenap lembaga yang ada
di desa belum dapat bersinergis secara baik sehingga muncul sikap egois, dan
kurang mementingkan kepatuhan pada kolektifitas sebagai sebuah sistem.
Dalam konteks
ini, agenda pemberdayaan tidak dapat dijalankan secara maksimal karena
pemerintah dan masyarakat desa tidak mengoptimalkan potensi yang dimiliki untuk
menyelesaikan berbagai masalah dan tantangan yang ada. Justru, berbagai
tantangan semakin bermunculan dikala agenda pembangunan dijalankan untuk
mengatasi berbagai masalah yang dihadapi. Dalam konteks ini, substansi
pemberdayaan tidak dihayati secara sungguh-sungguh sehingga berdampak pada
munculnya berbagai permasalahan pembangunan.
Kesimpulan
Arikunto. 2013. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. Rineka cipta.
Budi Winarno. 2008.� Gagalnya Organisasi Desa dalam Pembangunan Di Indonesia, Yogyakarta,
Tiara Wacana. 2013. Etika Pembangunan, Yogyakarta, CAPS
Denzin,
Norman K. 2009. �Handbook of Qualitatif Research,
Yogyakarta Pustaka Pelajar
Djohani, Rianingsih, (Ed). 2003. Berbuat
Bersama Berperan Setara, Acuan Partisipasi Rural
Appraisal, Denpasar: Studio Driya media dan konsorsium pengembangan masyarakat nusa tenggara, 2003
Edlina Edin, (Penterj.). 1994. Mewujudkan Partisipasi, Jakarta: Perpustakaan
Nasional
George
Ritzer. 2012. Teori Sosiolog,
Dari Sosiologi Klasik sampai perkembangan Postmodern Edisi Kedelapan, Yogyakarta,
Pustaka Pelajar
John W.
Creswell. 2010. Research Design
Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches, Yogyakarta,
Pustaka Pelajar
Jim
Ife, Frank Tesoriero. 2014. Community Development, Yogyakarta :PustakaPelajar,
-----------------------------
(2008) Alternatif Pengembangan
Masyarakat di Era Globalisasi, Community Development,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
Kumalasari, Deti. 2016. Transparansi dan Akuntabilitas Pemerintah Desa dalam Pengelolaan
Alokasi Dana Desa (ADD). Studi kasus di Desa Bomo, Rogojampi,
Banyuwangi. Jurnal
Ilmiah Ekonomi dan Bisnis. (STIESIA Surabaya). http://www.ejournal.stiesia.ac.id.(diakses:1 April
2018)
Kuncoro, Mudrajad. 1997. Ekonomi
Pembangunan: Teori, Masalah,
dan Kebijakan, Yogyakarta,.
Tambunan, Tulus T.H. 1996. Perekonomian
Indonesia, Jakarta: Ghalia Indonesia,.
Tjokroamidjojo, Bintoro; Mustopadidjaja. 1984. Pengantar Pemikiran tentang Teori dan Strategi
Pembangunan nasional, Jakarta,.
Ulber Silalahi. 2010. Metode Penelitian Sosial, Bandung, Refika Aditama
Wahyudi Kessa. 2015. Buku 6 Perencanaan Pembangunan Desa,
Jakarta, Kementrian Desa
Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia
Undang-Undang No. 6 tahun 2014 tentang Desa
PP
No 43 tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksana UU No 6 tahun 2014
PP
No 60 tahun 2014 tentang� Dana Desa
yang bersumber dari APBN
Perubahan Peraturan Pemerintah no 22 tahun 2015 tentang perubahan atas PP nomor 60 tahun 2014 tentang dana desa yang bersumber dari APBN
Peraturan menteri Desa PDT no 5 tahun 2015 tentang penetapan prioritas penggunaan dana desa tahun 2015
Peraturan bupati Kab. Ende no 11, tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa,
Peraturan Bupati Kab Ende no 12� tentang� Pedoman Pengelolaan Alokasi Dana Desa Di Kabupaten Ende,
Peraturan bupati Kab. Ende no 14, tentang Pedoman Tata Cara Pengadaan Barang / Jasa di Desa, Peraturan Bupati Kab Ende no 18 tentang Penetapan Besaran Dana Dan Pengelolaan Dana
Desa yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara serta
Peraturan bupati
Kab. Ende no 20 tentang Perubahan 18 tentang Tata Cara Pembagian, Penetapan Besaran Dana yang Bersumber dari Anggaran Anggaran
dan Pendapatan Negara.
Copyright holder: Yosefina Itu (2021) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia |
This article is licensed
under: |