����� �Syntax
Literate : Jurnal
Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849
������
e-ISSN : 2548-1398
������
Vol. 3, No. 11 November 2018
FAKTOR-FAKTOR
YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMANFAATAN PELAYANAN TES HIV OLEH PASANGAN PENGANTIN
DI KUA KOTA CIREBON
Ani Nurhaeni
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Mahardika
Cirebon
Email: [email protected]
�
Abstrak
Acquired Immune Deficiency Syndrome
(AIDS) disebabkan oleh virus Human Imunodeficiency Virus (HIV). Jalur penularan
HIV melalui hubungan seksual (80-90%), dari ibu yang terinfeksi kepada anaknya
sebesar 30-50%. Pemerintah Kota Cirebon melakukan kegiatan pencegahan dan
penanggulangan HIV/AIDS salah satunya melalui tes HIV pada calon pengantin yang
dilaksanakan KUA Kota Cirebon. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor�faktor yang berhubungan dengan
pemanfaatan pelayanan tes HIV oleh Pasangan Pengantin di KUA Kota Cirebon Tahun
2016. Penelitian ini� merupakan
penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional. Populasi dalam penelitian
ini berjumlah 428 dengan jumlah sampel 177 orang. Analisa data yang digunakan
adalah univariat, bivariat dan multivariate. Hasil penelitian ada hubungan
antara dukungan sosial (OR=3,416) dan sumber informasi (OR=19,681) dengan
dengan pemanfaatan pelayanan tes HIV. Ditemukan 2 variabel confounder yaitu
persepsi dan pengetahuan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pasangan
pengantin yang mendapatkan dukungan sosial memiliki kecenderungan 3,4 kali dan
pasangan pengantin yang terpapar sumber informasi memiliki kecenderungan 19,6
kali untuk memanfaatkan pelayanan tes HIV di KUA Kota Cirebon Tahun 2016.
Diharapkan KUA Kota Cirebon meningkatkan cakupan pemanfaatan pelayanan tes HIV
karena merupakan pintu rujukan dalam pencegahan, penanggulangan, perawatan dan
pengobatan.
Kata kunci: Pemanfaatan Pelayanan, Tes HIV, Pasangan
Pengantin, KUA.
�
Pendahuluan
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)
disebabkan oleh virus Human
Imunodeficiency Virus (HIV). Virus ini menyerang sel�sel darah putih atau
sistem kekebalan tubuh manusia, sehingga orang yang terserang penyakit ini
tidak dapat melawan berbagai jenis penyakit yang menyerang tubuhnya. AIDS dapat
didefinisikan sebagai suatu sindrom atau kumpulan gejala penyakit dengan
karakteristik defisiensi imun yang berat, dan merupakan manifestasi stadium
akhir infeksi HIV. (Desmon
Katiandagho, 2015. h. 11)
������ Data terbaru UNAIDS sampai dengan tahun
2015 mencakup 160 negara, secara kumulatif infeksi HIV adalah 36,7 juta. Kasus
tertinggi HIV di Afrika Timur dan Selatan yaitu 19 juta dan terendah yaitu
Timur Tengah dan Afrika Utara yaitu 230.000 kasus. Tahun 2015 kasus baru
infeksi HIV adalah 2,1 juta, kasus tertinggi HIV di Afrika Timur dan Selatan
yaitu 960.000 kasus dan terendah yaitu Timur Tengah dan Afrika Utara yaitu
21.000 kasus. (UNAIDS, 2016. h. 1-2)
������ Berdasarkan Data dari
Kementrian Kesehatan tahun 2016, di Indonesia jumlah kumulatif infeksi HIV dari
tahun 1987 sampai dengan tahun 2015 sebanyak 191.073. Jumlah infeksi HIV di
jawa barat (17.679) tertinggi setelah DKI Jakarta (39.347), diikuti Jawa Timur
(24.916), Papua (20.859), dan terendah diantara lima propinsi adalah Provinisi
Jawa Tengah (12.835). Lebih dari 6,5 juta perempuan di
Indonesia menjadi populasi rawan tertular dan menularkan HIV. Perempuan usia
subur di Indonesia yang telah terinfeksi HIV (+) sebanyak 24.000. Di Indonesia
lebih dari 9.000 perempuan HIV hamil dalam setiap tahunnya, 30% diantaranya
melahirkan bayi yang akan tertular bila tidak ada program Pencegahan Penularan
HIV dari Ibu ke Anak (PPIA). (Desmon Katiandagho, 2015. h. 11)
Jumlah kumulatif
AIDS dari tahun 1987 sampai dengan Desember 2015 sebanyak 77.112 orang. Cirebon merupakan salah
satu kota di Propinsi Jawa Barat. Kota Cirebon sampai dengan tahun 2015 total
kumulatif HIV/AIDS 675 kasus. Berdasarkan kelompok umur angka HIV/AIDS kota
Cirebon tertinggi adalah usia 25-34 tahun yaitu 180 kasus (27,1%). (KPA Kota
Cirebon, 2016).
Jalur penularan
HIV yang paling banyak adalah melalui hubungan seksual (80-90%), sedangkan dari
ibu yang terinfeksi kepada anaknya sebesar 30-50%, baik melalui plasenta,
melalui darah saat melahirkan ataupun melalui ASI saat menyusui. HIV terdapat
dalam darah dan cairan tubuh seseorang yang telah tertular, walaupun orang
tersebut belum menunjukan keluhan atau gejala penyakit. Pemanfaatan pelayanan
konseling dan tes HIV sangat penting karena merupakan entry point yang
diakui secara internasional sebagai strategi yang efektif untuk pencegahan dan
penanggulangan HIV dan AIDS bagi calon pengantin.
Peraturan
Presiden No. 75 Tahun 2006 mengamanatkan perlunya peningkatan upaya pencegahan
dan penanggulangan HIV dan AIDS di seluruh Indonesia. Respons harus ditujukan
untuk menjaga kelangsungan penanggulangan AIDS dan menghindari dampak yang
lebih besar dibidang kesehatan, sosial, politik, dan ekonomi; serta mengurangi
semaksimal mungkin peningkatan kasus baru dan kematian.
Berdasar pada
Peraturan Mentri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2007, Peraturan Mentri Kesehatan
Nomor 21 Tahun 2013, Peraturan Daerah Propinsi Jawa Barat Nomor 12 Tahun 2012
dan Peraturan Daerah Kota Cirebon Nomor 3 Tahun 2015. Pemerintah Kota Cirebon
melakukan kegiatan pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS. Pencegahan dan
penanggulangan yang tersebut salah satunya adalah kursus calon pengantin
(suscatin), meliputi penyuluhan kesehatan reproduksi, Penyakit Menular Seksual
(PMS), HIV/AIDS dan tes HIV secara sukarela untuk melindungi secara dini resiko
tertular HIV dan AIDS. Pencegahan merupakan tindakan antisipasi untuk
mengurangi kemungkinan timbulnya atau berkembangnya kejadian infeksi HIV dan
untuk mengurangi angka kesakitan AIDS.
Anjuran
untuk memelihara kesehatan juga jelas tertuang dalam kitab suci Al-Qur�an.
Hidup sehat, baik itu sehat jasmani dan rohani tersebut dapat diwujudkan
melalui upaya memahami ilmu kesehatan, usaha untuk berobat ketika sakit,
memelihara kesehatan, mencegah terjangkit penyakit dengan berperilaku hidup
bersih dan sehat serta menghindari perilaku berisiko dan sebagainya. Penjagaan
diri pada waktu sehat, lebih baik dari pada pengobatan pada waktu sakit, hal
tersebut selaras dengan firman Allah dalam Al-Quran:
Artinya
:�dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu
sendiri kedalam kebinasaan�.
Kota Cirebon
terdiri dari 5 (lima) kecamatan dan masing-masing kecamatan terdapat Kantor
Urusan Agama (KUA) yakni KUA Kesambi, Harjamukti, Kejaksan, Lemahwungkuk dan
Pekalipan. Kegiatan pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS melalui
penyelenggaraan konseling dan tes HIV bagi pasangan yang akan melaksanakan
pernikahan telah berjalan sejak bulan Agustus tahun 2015 dengan jumlah sasaran
penyuluhan tes HIV adalah 260 calon pengantin pria dan wanita dan yang bersedia
melaksanakan tes HIV sebanyak 184 calon pengantin. Sedangkan sasaran penyuluhan
dan tes HIV bulan Januari�April 2016 dapat dilihat pada table berikut ini:
Tabel. 1
Rekapitulasi
Suscatin Penyuluhan HIV/AIDS dan pemeriksaan HIV/AIDS di Kota Cirebon periode
Januari-April 2016
No |
KUA |
Kegiatan
Pencegahan |
% Tes
HIV & IMS |
||
Diundang |
Penyuluhan |
Tes
HIV & IMS |
|||
1 |
Kesambi |
282 |
163 |
47 |
16,6%, |
2 |
Harjamukti |
306 |
189 |
37 |
12,1% |
3 |
Kejaksan |
60 |
45 |
45 |
75,0% |
4 |
Lemahwungkuk |
312 |
205 |
95 |
30,4% |
5 |
Pekalipan |
122 |
104 |
82 |
78,8% |
|
|
1082 |
706 |
306 |
|
(KPA Kota Cirebon, 2016)
Berdasarkan
uraian diatas peneliti tertarik untuk meneliti �Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemanfaatan Pelayanan Tes HIV
oleh Pasangan Pengantin di KUA Harjamukti dan Pekalipan Kota Cirebon Tahun
2016�.
Metode
Penelitian
Penelitian
ini menggunakan desain penelitian potong lintang yang bersifat deskriptif
analitis. Dalam studi analitik faktor yang diporasionalkan menjadi variabel
independen dihubungkan secara statistik dengan masalah kesehatan yang
dioprasionalkan menjadi variabel dependen yaitu pemanfaatan pelayanan tes HIV.
Variabel independen dan dependen yang ditemukan dan dikumpulkan pada waktu
bersamaan atau disebut cross sectional (Buchori
Lapau, 2013.h.42-43). Populasi dalam penelitian ini adalah pasangan yang telah
menikah pada periode Januari-April tahun 2016 berjumlah 428 orang, dalam
penelitian ini disebut pasangan pengantin yang diundang dalam acara kursus
pengantin dengan kriteria inklusi adalah pasangan pengantin di KUA Harjamukti
dan KUA Pekalipan, bersedia menjadi responden, pasangan dalam keadaan sehat.
Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah pasangan pengantin di KUA
Lemahwungkuk, Kesambi dan Kejaksan. Dalam penelitian ini peneliti mengambil sampel dari populasi
pasangan pengantin yang berjumlah 428 orang Perhitungan sampel minimal
menggunakan aplikasi perangkat lunak besar sampel dihasilkan sampel minimal
sebesar 177 sampel. Teknik sampling yang digunakan adalah dengan mengundi nama-nama pasangan
pengantin pada periode Januari-April 2016 sampai mendapatkan jumlah yang telah
ditentukan diatas. Peneliti mengumpulkan pasangan yang diundang dalam kursus
calon pengantin di KUA Harjamukti dan Pekalipan, kemudian peneliti membagikan
angket dan peneliti memandu responden dalam pengisian angket tersebut. Menurut
bentuknya angket dalam penelitian ini dirancang berstruktur, disusun sedemikian
rupa, tegas, definitive terbatas dan
konkret, sehingga responden dapat dengan mudah mengisi dan menjawabnya.� Sebagaimana di sebutkan dalam desain
penelitian bahwa penelitian ini adalah jenis penelitian kuantitatif yaitu data
yang berhubungan dengan angka. Analisa data yang digunakan adalah analisa
univariat(distribusi frekuensi) bivariat (chi-square)
dan multivariate (regresi logistik berganda).
Hasil
dan Pembahasan�
1.
Hubungan
Umur dengan Pemanfaatan Pelayanan Tes HIV
Hasil
analisis dari 177 responden didapatkan hasil umur ≥ 25 tahun memanfaatkan
tes HIV berjumlah 76,4%, tidak memanfaatkan 23,6%. Umur 18-24 tahun
memanfaatkan Tes HIV berjumlah 70,5%, tidak memanfaatkan tes HIV berjumlah
29,5%.
Hasil
uji Chi-Square menunjukan p-value�
> dari 0,05 yaitu 0,468 dengan OR�
1,358 (CI 95%= 0,695-2,654). Sehingga tidak ada hubungan antara umur
responden dengan pemanfaatan pelayanan tes HIV oleh pasangan pengantin di KUA
Harjamukti dan KUA Pekalipan. Umur ≥ 25 tahun memiliki kecenderungan 0,5
kali� tidak memanfaatkan tes HIV
dibandingkan dengan umur 18-24 tahun.
Berdasarkan
kelompok umur angka HIV/AIDS kota Cirebon tertinggi adalah usia 25-34 tahun
yaitu 180 kasus (27,1%). (KPAK Cirebon, 2016). Sejalan dengan data Ditjen PP
dan PL Kemenkes RI (2014) bahwa orang terinfeksi HIV dan AIDS rentang umur
produktif. Pada penelitian yang dilakukan oleh Darmawansyah terhadap 152
responden didapatkan hasil ada hubungan antara umur dengan pemanfaatan VCT. Pemanfaatan
layanan berkaitan dengan usia, usia mempunyai hubungan yang signifikan dalam
keputusan dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan. Hasil penelitian lain yang
dilakukan oleh Leni Syafitri (2012)�
mengambarkan tidak ada hubungan secara signifikan antara usia dengan
variabel pemanfaatan pelayanan Tes HIV.
Faktor
usia sebagai karakteristik individu menyebabkan faktor usia kurang berperan
dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan.
�
2.
Hubungan
Jenis Kelamin dengan Pemanfaatan Pelayanan Tes HIV
Hasil
analisis dari 177 responden didapatkan hasil jenis kelamin laki-laki
memanfaatkan tes HIV berjumlah 71,4%, tidak memanfaatkan 28,6%. Perempuan
memanfaatkan Tes HIV berjumlah 75,6%, tidak memanfaatkan 24,4%. Hasil uji Chi-Square menunjukan p-value�
> dari 0,05 yaitu 0,649 dengan OR 0,808 (CI
95%=0,413-1,578).� Sehingga tidak ada
hubungan antara jenis kelamin responden dengan pemanfaatan pelayanan tes HIV
oleh pasangan pengantin di KUA Harjamukti dan KUA Pekalipan. Jenis kelamin
laki-laki memiliki kecenderungan 0,8 kali tidak memanfaatkan tes HIV
dibandingkan dengan perempuan.
Hasil penelitian Kisanga (2004)
juga menyimpulkan bahwa jenis kelamin tidak berpengaruh terhadap keinginan
untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan. Hasil penelitian Flett (2004) tentang
prediktor pemanfaatan pelayanan kesehatan juga menyimpulkan bahwa jenis kelamin
tidak berpengaruh terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan.
Berdasarkan hasil penelitian, jenis
kelamin tidak berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan tes HIV, dimana jenis
kelamin perempuan maupun laki-laki sama saja dalam memanfaatkan pelayanan tes
HIV.
3.
Hubungan
Pendidikan dengan Pemanfaatan Pelayanan Tes HIV
Hasil
analisis dari 177 responden didapatkan hasil pendidikan tinggi memanfaatkan tes
HIV berjumlah 72,7%, tidak memanfaatkan 27,3%. Pendidikan rendah memanfaatkan
Tes HIV berjumlah 78,3%, tidak memanfaatkan 21,7%. Hasil uji Chi-Square menunjukan p-value�
> dari 0,05 yaitu 0,759 dengan OR 0,741(CI 95%=0,259-2,122).
Sehingga tidak ada hubungan antara pendidikan responden dengan pemanfaatan
pelayanan tes HIV oleh pasangan pengantin di KUA Harjamukti dan KUA Pekalipan.
Pendidikan tinggi memiliki kecenderungan 0,7 kali� tidak memanfaatkan tes HIV dibandingkan
dengan pendidikan rendah.
Penelitian yang dilakukan oleh
Syafitri (2012) tidak ada hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan
pemanfaatan pelayanan tes HIV. Hasil penelitian Kisanga (2004) juga
menyimpulkan bahwa tingkat pendidikan tidak berpengaruh terhadap keinginan
untuk memanfaatkan pelayanan tes HIV.
Pendidikan merupakan cerminan dari
tingkat kehidupan sosial di masayarakat dan individu. Hal ini karena dengan
pendidikan tinggi maka meningkatnya pemanfaatan terhadap pelayanan kesehatan.
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka perilaku akan semakin mudah
untuk menyerap informasi yang didapatkan terkait dengan pemanfaatan pelayanan
tes HIV.
Dalam penelitian ini tidak ada
hubungan pendidikan dengan pemanfaatan pelayanan tes HIV, berdasarkan
pengamatan, tingkat pendidikan tidak menunjukkan pengaruh terhadap pemanfaatan
pelayanan tes HIV disebabkan informasi tentang HIV/AIDS tidak menjadi fokus
pada sarana pendidikan. Pengetahuan tentang adanya pelayanan tes HIV, pengetahuan
tentang penyebab, penularan dan pengobatan HIV/AIDS banyak diperoleh dari media
massa. Sehingga orang dengan latar belakang pendidikan apapun dapat mengakses
informasi tentang pelayanan tes HIV, tentang pencegahan, penularan, hingga
pengobatan HIV/AIDS.
4.
Hubungan
Pekerjaan dengan Pemanfaatan Pelayanan Tes HIV
Hasil
analisis dari 177 responden didapatkan hasil responden bekerja memanfaatkan tes
HIV berjumlah 73,7%, tidak memanfaatkan 26,3%. Responden tidak bekerja
memanfaatkan Tes HIV berjumlah 73,1%, tidak memanfaatkan 26,9%. Hasil uji Chi-Square menunjukan p-value�
> dari 0,05 yaitu 1,000 dengan OR 1,034(CI 95%=0,529-2,024).
Sehingga tidak ada hubungan antara pekerjaan�
responden dengan pemanfaatan pelayanan tes HIV oleh pasangan pengantin
di KUA Harjamukti dan Pekalipan Kota Cirebon. Responden bekerja memiliki
kecenderungan 1 kali� untuk memanfaatkan
tes HIV dibandingkan dengan responden yang tidak bekerja.
Pada
penelitian ini status pekerjaan tidak berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan
tes HIV, penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Wulandari
(2014) tidak terdapat hubungan yang signifikan antara status pekerjaan dengan
niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT. Hal ini dipengaruhi faktor lain,
yaitu persepsi individu atau kebutuhan. Asumsinya bahwa status pekerjaan dapat
berpengaruh dengan tindakan seseorang dalam pemanfaatan layanan kesehatan
apabila orang yang bekerja memiliki persepsi yang positif atau memiliki
kebutuhan terhadap layanan tersebut. Namun, penelitian ini tidak sejalan dengan
penelitian yang dilakukan Khairrurahmi (2009), yang menyebutkan bahwa status
pekerjaan memiliki hubungan yang bermakna dengan pemanfaatan klinik VCT.
5.
Hubungan
Pengetahuan dengan Pemanfaatan Pelayanan Tes HIV
Hasil
analisis dari 177 responden didapatkan hasil pengetahuan baik memanfaatkan tes
HIV berjumlah 69,0%, tidak memanfaatkan 31,0%. Pengetahuan kurang memanfaatkan
Tes HIV berjumlah 81,3%, tidak memanfaatkan 18,7%. Hasil uji regresi logistik menunjukan p-value� > dari 0,05 yaitu
0,059 dengan OR 0,418 dan sebagai variabel confounder.
Sehingga pengetahuan pasangan pengantin mempengaruhi hubungan antara sumber
informasi dan dukungan dengan pemanfaatan pelayanan tes HIV di KUA Harjamukti
dan Pekalipan Kota Cirebon.
Pengetahuan
merupakan salah satu faktor predisposisi yang memengaruhi pemanfaatan suatu
pelayanan kesehatan oleh masyarakat. Sebagai suatu hasil tahu, dan hasil
penginderaan terhadap suatu objek tertentu yang dilakukan menggunakan panca
indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa, dan
peraba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga
(Notoatmodjo, 2012b).
Menurut
Amiruddin (2011) bahwa seseorang dengan tingkat pengetahuan yang tinggi tentang
suatu penyakit dan pelayanan kesehatan akan meningkatkan kesadaran dan
kewaspadaan mereka dalam menjaga kesehatan, maka mereka cenderung memanfaatkan
pelayanan kesehatan jika mengalami gangguan kesehatan. Pengetahuan merupakan
domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Sehingga,
semakin tinggi pengetahuan seseorang tentang suatu hal maka perilakunya
mengenai hal tersebut juga semakin baik. Sebuah studi oleh Tsegay et al. (2013)
yang menunjukkan bahwa ada hubungan pengetahuan tentang HIV dan AIDS dengan
pemanfaatan VCT terhadap 753 orang pelajar di Ethiopia. Namun, penelitian
Juniwati (2012) di Puskesmas Wisata Bandar Baru, Deli Serdang yang menyatakan
bahwa tidak ada hubungan pengetahuan tentang penyakit HIV dan AIDS dengan
pemanfaatan pelayanan klinik VCT, hal tersebut dikarenakan 57,1% responden
memiliki pengetahuan yang buruk dan tidak memanfaatkan klinik VCT di Puskesmas
Wisata Bandar Baru tersebut.
6.
Hubungan
Sumber Informasi dengan Pemanfaatan Pelayanan Tes HIV
Hasil
analisis dari 177 responden didapatkan hasil terpapar informasi memanfaatkan
tes HIV berjumlah 93,7%, tidak memanfaatkan 6,3%. Tidak terpapar memanfaatkan
Tes HIV berjumlah 50,0%, tidak memanfaatkan 50,0%. Hasil uji regresi logistik menunjukan p-value� < dari 0,05 yaitu
0,000 dengan OR 19,681. Sehingga responden terpapar informasi memiliki
kecenderungan 19 kali� untuk memanfaatkan
tes HIV dibandingkan dengan responden yang tidak terpapar informasi. Bedasarkan
hasil kuesioner sumber informasi yang kurang adalah dari internet, majalah dan
surat kabar.
Fibriana,
2011. h.164 dalam penelitiannya menunjukan hasil Hasil uji chi square menunjukkan
bahwa ada hubungan yang signifikan antara isyarat melakukan tindakan dengan
praktik VCT.
Teori
Health Belief Model Rosenstock bahwa dalam melakukan tindakan kesehatan
terdapat faktor pencetus untuk memutuskan menerima atau menolak alternatif
tindakan tersebut. Isyarat ini dapat bersifat internal maupun eksternal.
a.
Isyarat internal, yaitu
isyarat untuk bertin�dak yang berasal dari dalam diri individu, misal gejala
yang dirasakan (demam, pa�nas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, dan
lain-lain).
b.
Isyarat eksternal,
yaitu isyarat untuk ber�tindak yang berasal dari interaksi interper�sonal, misal
peraturan daerah, media massa,�
pesan,� nasehat, anjuran atau
konsultasi dengan petugas kesehatan. Dalam pemanfaatan pelayanan tes HIV, calon
pengantin akan melakukan VCT ka�rena pernah mengikuti sosialisasi penyakit
HIV/AIDS dari petugas kesehatan, mem�baca poster tentang HIV/AIDS atau
pengalaman orang lain yang ada dilingkungan nya.
7.
Hubungan
Dukungan Sosial dengan Pemanfaatan Pelayanan Tes HIV
Hasil
analisis dari 177 responden didapatkan hasil dukungan sosial mendukung untuk
memanfaatkan tes HIV berjumlah 81,7%, tidak memanfaatkan 18,3%. Kurang
mendukung memanfaatkan Tes HIV berjumlah 64,3%, tidak memanfaatkan 35,7%. Hasil
uji regresi logistik menunjukan p-value�
< dari 0,05 yaitu 0,005 dengan OR (CI 95%) 3,416. Sehingga
responden yang mendapatkan dukungan sosial memiliki kecenderungan 2,4 kali� untuk memanfaatkan tes HIV dibandingkan
dengan responden yang mendapatkan dukungan sosial. Berdasarkan hasil kuesioner,
dukungan sosial yang kurang adalah bersumber dari dukungan keluarga karena
keluarga tidak menyarankan untuk melakukan tes HIV, keluarga tidak mengantar
untuk melakukan tes HIV dan keluarga tidak menanyakan kepada pasangan pengantin
ataupun kepada petugas kesehatan tentang hasil tes HIV.
Sejalan
dengan penelitian Sumarlin (2013) menyatakan bahwa dukungan keluarga adalah
faktor yang paling berpengaruh dibandingkan motivasi dan pengetahuan dalam
perubahan perilaku pemanfaatan klinik VCT pada pasien di Klinik VCT Bunga
Harapan RSUD Banyumas. Penelitian Nurul (2012) bahwa ada hubungan dukungan tenaga
kesehatan dengan pemanfaatan pelayanan VCT di RSP Jumpandang Baru Kota
Makassar.
Keluarga
merupakan unit terkecil dalam tatanan masyarakat sekaligus menjadi bagian yang
paling dekat dan berpengaruh terhadap seseorang. Keluarga dapat memberikan
dukungan berupa dukungan informasi maupun instrumental yang berpengaruh
terhadap keputusan seseorang dalam pemanfaatan suatu pelayanan kesehatan.
Seseorang yang menerima dukungan keluarga cukup akan lebih aktif dalam
memanfaatkan klinik VCT.
Petugas
kesehatan merupakan yang memiliki pengaruh bagi masyarakat dalam memanfaatkan
suatu pelayanan kesehatan. Pengaruh dapat berupa dukungan petugas kesehatan
yang dapat menjadi faktor pendorong dalam pemanfaatan klinik VCT. Dukungan
tersebut khusunya dalam bentuk dukungan informasi baik berupa informasi tentang
cara penularan HIV dan pencegahannya, serta memberikan motivasi kepada
masyarakat guna melakukan pemeriksaan HIV secara sukarela.
8.
Hubungan
Gejala Penyakit yang diamali orang lain dengan Pemanfaatan Pelayanan Tes HIV
Hasil
analisis dari 177 responden didapatkan hasil ada gejala penyakit yang dialami
orang lain memanfaatkan tes HIV berjumlah 75,0%, tidak memanfaatkan 25,0%.
Tidak ada gejala penyakit yang dialami orang lain memanfaatkan Tes HIV
berjumlah 70,5%, tidak memanfaatkan 29,5%. Hasil uji Chi-Square menunjukan p-value� > dari 0,05 yaitu 0,641 dengan OR
1,256(CI 95%=0,628-2,510). Sehingga tidak ada hubungan antara umur responden
dengan pemanfaatan pelayanan tes HIV oleh pasangan pengantin di KUA Harjamukti
dan KUA Pekalipan. Responden yang mendapatkan gejala yang dialami orang lain
memiliki kecenderungan 1,2 kali� untuk
memanfaatkan tes HIV dibandingkan dengan responden yang tidak terpapar
inmendapatkan gejala yang dialami orang lain.
Fibriana,
2011. h.164 dalam penelitiannya menunjukan hasil Hasil uji chi square menunjukkan
bahwa ada hubungan yang signifikan antara isyarat melakukan tindakan dengan
praktik VCT.
Teori
Health Belief Model Rosenstock bahwa dalam melakukan tindakan kesehatan
terdapat faktor pencetus untuk memutuskan menerima atau menolak alternatif
tindakan tersebut. Isyarat ini dapat bersifat internal maupun eksternal.
a. Isyarat
internal, yaitu isyarat untuk bertin�dak yang berasal dari dalam diri individu,
misal gejala yang dirasakan (demam, pa�nas, nafsu makan menurun, berat badan
menurun, dan lain-lain).
b. Isyarat
eksternal, yaitu isyarat untuk ber�tindak yang berasal dari interaksi interper�sonal,
misal media massa, pesan, nasehat, anjuran atau konsultasi dengan petugas
kesehatan. Dalam pemanfaatan pelayanan tes HIV, calon pengantin akan melakukan
VCT ka�rena pernah mengikuti sosialisasi penyakit HIV/AIDS dari petugas
kesehatan, mem�baca poster tentang HIV/AIDS atau pengalaman orang lain yang ada
dilingkungan nya.
Penelitian
ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Febriana mungin karena objek
penelitian yang berbeda. Pasangan yang telah menikah pada periode Januari-April
2016 merasa asing terhadap penyakit HIV/AIDS sehingga meskipun ada teman atau
orang lain dilingkungannya yang menderita AIDS akan tetapi tidak mendorong
untuk melakukan tes HIV.
9.
Hubungan
Persepsi dengan Pemanfaatan Pelayanan Tes HIV
Hasil
analisis dari 177 responden didapatkan hasil persepsi individu positif
memanfaatkan tes HIV berjumlah 77,8%, tidak memanfaatkan 22,2%. Persepsi
negatif memanfaatkan Tes HIV berjumlah 66,3%, tidak memanfaatkan 33,7%. Hasil
uji regresi logistik ganda menunjukan
p-value�
> dari 0,05 yaitu 0,186 dengan OR 0,545 dan sebagai variabel confounder. Sehingga persepsi pasangan
pengantin mempengaruhi hubungan antara sumber informasi dan dukungan dengan
pemanfaatan pelayanan tes HIV di KUA Harjamukti dan Pekalipan Kota Cirebon.
Hasil
penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilaksanakan oleh
Darmawansyah (2012), Hasil analisis multivariat menunjukkan variabel-variabel health belief model yang secara
signifikan berpengaruh secara bersama-sama terhadap pemanfaatan VCT kelompok risiko tinggi di Sulawesi Selatan
yakni variabel manfaat yang dirasakan (perceived benefit) (p=0,015), ancaman yang dirasakan (perceived threats) (p=0,016).
Fibriana,
2011. h. 162-164 dalam penelitiannya menunjukan hasil uji chi square
bahwa ada hubungan yang signifikan antara persepsi HIV/AIDS dengan praktik VCT.
Responden
yang persepsi (kerentanan, keparahan, manfaat dan hambatan)� positif memiliki proporsi lebih besar untuk
memanfaatkan pelayanan tes HIV dibanding�kan dengan responden yang persepsinya
negatif. Sebaliknya responden yang persepsi (kerentanan, keparahan, manfaat dan
hambatan) negatif memiliki proporsi lebih besar untuk tidak memanfaatkan
pelayanan tes HIV dibandingkan dengan responden yang persepsinya positif.
Kesimpulan
Penelitian
yang di lakukan di KUA Kota Cirebon terkait Pemanfaatan Pelayanan Tes HIV pada
calon pengantin dapat disimpulkan bahwa:
1.
Tidak ada hubungan
faktor usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan dan gejala penyakit yang dialami
orang lain dengan pemanfaatan pelayanan tes HIV oleh pasangan pengantin di KUA
Kota Cirebon tahun 2016.
2.
Meskipun tidak ada
hubungan faktor pengetahuan dan persepsi dengan pemanfaatan pelayanan tes HIV
oleh pasangan pengantin di KUA Kota Cirebon tahun 2016. Akan tetapi pengetahuan
dan persepsi mempengaruhi hubungan pemanfaatan pelayanan tes HIV oleh pasangan
pengantin dengan dukungan sosial dan sumber informasi.
����������� Faktor� sumber�
informasi dan dukungan sosial merupakan faktor yang berhubungan dengan
pemanfaatan pelayanan tes HIV oleh pasangan pengantin di KUA Kota Cirebon tahun
2016. Pasangan pengantin yang terpapar sumber informasi memiliki kecenderungan
19 kali dan pasangan pengantin yang mendapatkan dukungan sosial memiliki
kecenderungan 3,4 kali untuk memanfaatkan pelayanan tes HIV dibandingkan dengan
pasangan pengantin yang tidak terpapar sumber informasi.
BIBLIOGRAFI
Amiruddin,
Ridwan. 2011. Epidemiologi Perencanaan dan Pelayanan Kesehatan. Makassar
: Masagena Press.
Darmawansyah, dkk. Pemanfaatan Pelayanan Voluntary
and Counseling Testing� pada��
Kelompok Risiko Tinggi Tertular HIV/AIDS�
di Sulawesi Selatan. FKM. UNHAS.
Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Pemerindah Daerah Proponsi Jawa Barat.
Peraturan Daerah Jawa Barat No. 12 Tahun 2012.
Dinas
Kesehatan Kota Cirebon, Kementrian Kesehatan Kota Cirebon, KPAK. 2015.
Kesepakatan Bersama: Penyuluhan Kesehatan�
Reproduksi, IMS, HIV/AIDS dan tes HIV.
Juniwati,
Darwita. 2012. Hubungan Faktor Pendukung dan Faktor Penguat PSK (Pekerja
Seks Komersil) dengan Pemanfaatan Klinik VCT (Voluntary Conselling Testing) di
Wilayah Kerja Puskesmas Wisata Bandar Baru Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli
Serdang Tahun 2012. Tesis Pascasarjana. Universitas Sumatera Utara.
Katiandagho,
D.� 2015. Epidemiologi HIV-AIDS. Bogor:
In Media.
Kemenkes RI . 2013. Pedoman Nasional Tes dan� Konseling HIV dan AIDS.
Kemenkes
RI, 2011. Pedoman� Nasional Pencegahan
Penularan HIV dari Ibu Ke Anak. Jakarta: Kemenkes RI.
Kemenkes
RI, 2016. Laporan Perkembangan HIV-AIDS Triwulan IV Desember 2015.
Kementrian
Negara Indonesia. Peraturan Mentri Dalam Negri No. 20 Tahun 2007.
Kementrian
Negara Indonesia. Peraturan Mentri Kesehatan No. 21 Tahun 2013.
Khairurrahmi.
2009. Pengaruh Faktor Predisposisi, Dukungan Keluarga dan Level Penyakit
Orang dengan HIV/AIDS terhadap Pemanfaatan VCT di Kota Medan. Tesis Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara.
Kisanga,
F. et al. 2004. Utilization of Health
Care Service for STD treatment in Kahe Community of Kilimanjaro Region in
Tanzanian. East African Journal of�
Public Health, Vol 1 No 1:5-11.
Komisi
Penanggulangan AIDS. Strategi Nasional
Penanggulangan HIV� dan AIDS
2007-2010.
Komisi
Penanggulangan AIDS/KPA Kota Cirebon, 2016.
Lapau,
B. 2013. Metode Penelitian Kesehatan,
metode ilmiah penulisan skripsi, tesis dan desertasi. Jakarta: Yayasan
Pustaka Obor Indonesia.
Notoatmodjo,
S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo,
S. 2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Edisi Revisi.
Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo,
S. 2014. Ilmu Perilaku Kesehatan.
Jakarta: Rineka Cipta.
Tsegay
et al. 2011. Assesment of Voluntary Counseling and Testing Service
Utilization and Associated Factors among Debre Markos University Students,
North West Ethiopia; A Cross-Sectional Survey In 2011. Jurnal BMC Public
Health.
UNAIDS, 2016. Global AIDS up date 2016.
Wahyunita
Syahrir. 2014. Faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan klinik voluntary counseling and testing (VCT) di Puskesmas Kota
Makassar. Makasar: Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin.