����� Syntax Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849

������ e-ISSN : 2548-1398

������ Vol. 3, No. 11 November 2018

 


FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMANFAATAN PELAYANAN TES HIV OLEH PASANGAN PENGANTIN DI KUA KOTA CIREBON

 

Ani Nurhaeni

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Mahardika Cirebon

Email: [email protected]

Abstrak

Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) disebabkan oleh virus Human Imunodeficiency Virus (HIV). Jalur penularan HIV melalui hubungan seksual (80-90%), dari ibu yang terinfeksi kepada anaknya sebesar 30-50%. Pemerintah Kota Cirebon melakukan kegiatan pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS salah satunya melalui tes HIV pada calon pengantin yang dilaksanakan KUA Kota Cirebon. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor�faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan tes HIV oleh Pasangan Pengantin di KUA Kota Cirebon Tahun 2016. Penelitian inimerupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 428 dengan jumlah sampel 177 orang. Analisa data yang digunakan adalah univariat, bivariat dan multivariate. Hasil penelitian ada hubungan antara dukungan sosial (OR=3,416) dan sumber informasi (OR=19,681) dengan dengan pemanfaatan pelayanan tes HIV. Ditemukan 2 variabel confounder yaitu persepsi dan pengetahuan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pasangan pengantin yang mendapatkan dukungan sosial memiliki kecenderungan 3,4 kali dan pasangan pengantin yang terpapar sumber informasi memiliki kecenderungan 19,6 kali untuk memanfaatkan pelayanan tes HIV di KUA Kota Cirebon Tahun 2016. Diharapkan KUA Kota Cirebon meningkatkan cakupan pemanfaatan pelayanan tes HIV karena merupakan pintu rujukan dalam pencegahan, penanggulangan, perawatan dan pengobatan.

 

Kata kunci: Pemanfaatan Pelayanan, Tes HIV, Pasangan Pengantin, KUA.

Pendahuluan

Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) disebabkan oleh virus Human Imunodeficiency Virus (HIV). Virus ini menyerang sel�sel darah putih atau sistem kekebalan tubuh manusia, sehingga orang yang terserang penyakit ini tidak dapat melawan berbagai jenis penyakit yang menyerang tubuhnya. AIDS dapat didefinisikan sebagai suatu sindrom atau kumpulan gejala penyakit dengan karakteristik defisiensi imun yang berat, dan merupakan manifestasi stadium akhir infeksi HIV. (Desmon Katiandagho, 2015. h. 11)

������ Data terbaru UNAIDS sampai dengan tahun 2015 mencakup 160 negara, secara kumulatif infeksi HIV adalah 36,7 juta. Kasus tertinggi HIV di Afrika Timur dan Selatan yaitu 19 juta dan terendah yaitu Timur Tengah dan Afrika Utara yaitu 230.000 kasus. Tahun 2015 kasus baru infeksi HIV adalah 2,1 juta, kasus tertinggi HIV di Afrika Timur dan Selatan yaitu 960.000 kasus dan terendah yaitu Timur Tengah dan Afrika Utara yaitu 21.000 kasus. (UNAIDS, 2016. h. 1-2)

������ Berdasarkan Data dari Kementrian Kesehatan tahun 2016, di Indonesia jumlah kumulatif infeksi HIV dari tahun 1987 sampai dengan tahun 2015 sebanyak 191.073. Jumlah infeksi HIV di jawa barat (17.679) tertinggi setelah DKI Jakarta (39.347), diikuti Jawa Timur (24.916), Papua (20.859), dan terendah diantara lima propinsi adalah Provinisi Jawa Tengah (12.835). Lebih dari 6,5 juta perempuan di Indonesia menjadi populasi rawan tertular dan menularkan HIV. Perempuan usia subur di Indonesia yang telah terinfeksi HIV (+) sebanyak 24.000. Di Indonesia lebih dari 9.000 perempuan HIV hamil dalam setiap tahunnya, 30% diantaranya melahirkan bayi yang akan tertular bila tidak ada program Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA). (Desmon Katiandagho, 2015. h. 11)

Jumlah kumulatif AIDS dari tahun 1987 sampai dengan Desember 2015 sebanyak 77.112 orang. Cirebon merupakan salah satu kota di Propinsi Jawa Barat. Kota Cirebon sampai dengan tahun 2015 total kumulatif HIV/AIDS 675 kasus. Berdasarkan kelompok umur angka HIV/AIDS kota Cirebon tertinggi adalah usia 25-34 tahun yaitu 180 kasus (27,1%). (KPA Kota Cirebon, 2016).

Jalur penularan HIV yang paling banyak adalah melalui hubungan seksual (80-90%), sedangkan dari ibu yang terinfeksi kepada anaknya sebesar 30-50%, baik melalui plasenta, melalui darah saat melahirkan ataupun melalui ASI saat menyusui. HIV terdapat dalam darah dan cairan tubuh seseorang yang telah tertular, walaupun orang tersebut belum menunjukan keluhan atau gejala penyakit. Pemanfaatan pelayanan konseling dan tes HIV sangat penting karena merupakan entry point yang diakui secara internasional sebagai strategi yang efektif untuk pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS bagi calon pengantin.

Peraturan Presiden No. 75 Tahun 2006 mengamanatkan perlunya peningkatan upaya pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS di seluruh Indonesia. Respons harus ditujukan untuk menjaga kelangsungan penanggulangan AIDS dan menghindari dampak yang lebih besar dibidang kesehatan, sosial, politik, dan ekonomi; serta mengurangi semaksimal mungkin peningkatan kasus baru dan kematian.

Berdasar pada Peraturan Mentri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2007, Peraturan Mentri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2013, Peraturan Daerah Propinsi Jawa Barat Nomor 12 Tahun 2012 dan Peraturan Daerah Kota Cirebon Nomor 3 Tahun 2015. Pemerintah Kota Cirebon melakukan kegiatan pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS. Pencegahan dan penanggulangan yang tersebut salah satunya adalah kursus calon pengantin (suscatin), meliputi penyuluhan kesehatan reproduksi, Penyakit Menular Seksual (PMS), HIV/AIDS dan tes HIV secara sukarela untuk melindungi secara dini resiko tertular HIV dan AIDS. Pencegahan merupakan tindakan antisipasi untuk mengurangi kemungkinan timbulnya atau berkembangnya kejadian infeksi HIV dan untuk mengurangi angka kesakitan AIDS.

Anjuran untuk memelihara kesehatan juga jelas tertuang dalam kitab suci Al-Qur�an. Hidup sehat, baik itu sehat jasmani dan rohani tersebut dapat diwujudkan melalui upaya memahami ilmu kesehatan, usaha untuk berobat ketika sakit, memelihara kesehatan, mencegah terjangkit penyakit dengan berperilaku hidup bersih dan sehat serta menghindari perilaku berisiko dan sebagainya. Penjagaan diri pada waktu sehat, lebih baik dari pada pengobatan pada waktu sakit, hal tersebut selaras dengan firman Allah dalam Al-Quran:

Artinya :�dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri kedalam kebinasaan�.

 

Kota Cirebon terdiri dari 5 (lima) kecamatan dan masing-masing kecamatan terdapat Kantor Urusan Agama (KUA) yakni KUA Kesambi, Harjamukti, Kejaksan, Lemahwungkuk dan Pekalipan. Kegiatan pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS melalui penyelenggaraan konseling dan tes HIV bagi pasangan yang akan melaksanakan pernikahan telah berjalan sejak bulan Agustus tahun 2015 dengan jumlah sasaran penyuluhan tes HIV adalah 260 calon pengantin pria dan wanita dan yang bersedia melaksanakan tes HIV sebanyak 184 calon pengantin. Sedangkan sasaran penyuluhan dan tes HIV bulan Januari�April 2016 dapat dilihat pada table berikut ini:

 

Tabel. 1

Rekapitulasi Suscatin Penyuluhan HIV/AIDS dan pemeriksaan HIV/AIDS di Kota Cirebon periode Januari-April 2016

No

KUA

Kegiatan Pencegahan

% Tes HIV & IMS

Diundang

Penyuluhan

Tes HIV & IMS

1

Kesambi

282

163

47

16,6%,

2

Harjamukti

306

189

37

12,1%

3

Kejaksan

60

45

45

75,0%

4

Lemahwungkuk

312

205

95

30,4%

5

Pekalipan

122

104

82

78,8%

 

 

1082

706

306

 

(KPA Kota Cirebon, 2016)

Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk meneliti �Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemanfaatan Pelayanan Tes HIV oleh Pasangan Pengantin di KUA Harjamukti dan Pekalipan Kota Cirebon Tahun 2016�.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian potong lintang yang bersifat deskriptif analitis. Dalam studi analitik faktor yang diporasionalkan menjadi variabel independen dihubungkan secara statistik dengan masalah kesehatan yang dioprasionalkan menjadi variabel dependen yaitu pemanfaatan pelayanan tes HIV. Variabel independen dan dependen yang ditemukan dan dikumpulkan pada waktu bersamaan atau disebut cross sectional (Buchori Lapau, 2013.h.42-43). Populasi dalam penelitian ini adalah pasangan yang telah menikah pada periode Januari-April tahun 2016 berjumlah 428 orang, dalam penelitian ini disebut pasangan pengantin yang diundang dalam acara kursus pengantin dengan kriteria inklusi adalah pasangan pengantin di KUA Harjamukti dan KUA Pekalipan, bersedia menjadi responden, pasangan dalam keadaan sehat. Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah pasangan pengantin di KUA Lemahwungkuk, Kesambi dan Kejaksan. Dalam penelitian ini peneliti mengambil sampel dari populasi pasangan pengantin yang berjumlah 428 orang Perhitungan sampel minimal menggunakan aplikasi perangkat lunak besar sampel dihasilkan sampel minimal sebesar 177 sampel. Teknik sampling yang digunakan adalah dengan mengundi nama-nama pasangan pengantin pada periode Januari-April 2016 sampai mendapatkan jumlah yang telah ditentukan diatas. Peneliti mengumpulkan pasangan yang diundang dalam kursus calon pengantin di KUA Harjamukti dan Pekalipan, kemudian peneliti membagikan angket dan peneliti memandu responden dalam pengisian angket tersebut. Menurut bentuknya angket dalam penelitian ini dirancang berstruktur, disusun sedemikian rupa, tegas, definitive terbatas dan konkret, sehingga responden dapat dengan mudah mengisi dan menjawabnya.Sebagaimana di sebutkan dalam desain penelitian bahwa penelitian ini adalah jenis penelitian kuantitatif yaitu data yang berhubungan dengan angka. Analisa data yang digunakan adalah analisa univariat(distribusi frekuensi) bivariat (chi-square) dan multivariate (regresi logistik berganda).

 

Hasil dan Pembahasan

1.      Hubungan Umur dengan Pemanfaatan Pelayanan Tes HIV

Hasil analisis dari 177 responden didapatkan hasil umur ≥ 25 tahun memanfaatkan tes HIV berjumlah 76,4%, tidak memanfaatkan 23,6%. Umur 18-24 tahun memanfaatkan Tes HIV berjumlah 70,5%, tidak memanfaatkan tes HIV berjumlah 29,5%.

Hasil uji Chi-Square menunjukan p-value> dari 0,05 yaitu 0,468 dengan OR1,358 (CI 95%= 0,695-2,654). Sehingga tidak ada hubungan antara umur responden dengan pemanfaatan pelayanan tes HIV oleh pasangan pengantin di KUA Harjamukti dan KUA Pekalipan. Umur ≥ 25 tahun memiliki kecenderungan 0,5 kalitidak memanfaatkan tes HIV dibandingkan dengan umur 18-24 tahun.

Berdasarkan kelompok umur angka HIV/AIDS kota Cirebon tertinggi adalah usia 25-34 tahun yaitu 180 kasus (27,1%). (KPAK Cirebon, 2016). Sejalan dengan data Ditjen PP dan PL Kemenkes RI (2014) bahwa orang terinfeksi HIV dan AIDS rentang umur produktif. Pada penelitian yang dilakukan oleh Darmawansyah terhadap 152 responden didapatkan hasil ada hubungan antara umur dengan pemanfaatan VCT. Pemanfaatan layanan berkaitan dengan usia, usia mempunyai hubungan yang signifikan dalam keputusan dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan. Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Leni Syafitri (2012)mengambarkan tidak ada hubungan secara signifikan antara usia dengan variabel pemanfaatan pelayanan Tes HIV.

Faktor usia sebagai karakteristik individu menyebabkan faktor usia kurang berperan dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan.

2.      Hubungan Jenis Kelamin dengan Pemanfaatan Pelayanan Tes HIV

Hasil analisis dari 177 responden didapatkan hasil jenis kelamin laki-laki memanfaatkan tes HIV berjumlah 71,4%, tidak memanfaatkan 28,6%. Perempuan memanfaatkan Tes HIV berjumlah 75,6%, tidak memanfaatkan 24,4%. Hasil uji Chi-Square menunjukan p-value> dari 0,05 yaitu 0,649 dengan OR 0,808 (CI 95%=0,413-1,578).Sehingga tidak ada hubungan antara jenis kelamin responden dengan pemanfaatan pelayanan tes HIV oleh pasangan pengantin di KUA Harjamukti dan KUA Pekalipan. Jenis kelamin laki-laki memiliki kecenderungan 0,8 kali tidak memanfaatkan tes HIV dibandingkan dengan perempuan.

Hasil penelitian Kisanga (2004) juga menyimpulkan bahwa jenis kelamin tidak berpengaruh terhadap keinginan untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan. Hasil penelitian Flett (2004) tentang prediktor pemanfaatan pelayanan kesehatan juga menyimpulkan bahwa jenis kelamin tidak berpengaruh terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan.

Berdasarkan hasil penelitian, jenis kelamin tidak berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan tes HIV, dimana jenis kelamin perempuan maupun laki-laki sama saja dalam memanfaatkan pelayanan tes HIV.

3.      Hubungan Pendidikan dengan Pemanfaatan Pelayanan Tes HIV

Hasil analisis dari 177 responden didapatkan hasil pendidikan tinggi memanfaatkan tes HIV berjumlah 72,7%, tidak memanfaatkan 27,3%. Pendidikan rendah memanfaatkan Tes HIV berjumlah 78,3%, tidak memanfaatkan 21,7%. Hasil uji Chi-Square menunjukan p-value> dari 0,05 yaitu 0,759 dengan OR 0,741(CI 95%=0,259-2,122). Sehingga tidak ada hubungan antara pendidikan responden dengan pemanfaatan pelayanan tes HIV oleh pasangan pengantin di KUA Harjamukti dan KUA Pekalipan. Pendidikan tinggi memiliki kecenderungan 0,7 kalitidak memanfaatkan tes HIV dibandingkan dengan pendidikan rendah.

Penelitian yang dilakukan oleh Syafitri (2012) tidak ada hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan pemanfaatan pelayanan tes HIV. Hasil penelitian Kisanga (2004) juga menyimpulkan bahwa tingkat pendidikan tidak berpengaruh terhadap keinginan untuk memanfaatkan pelayanan tes HIV.

Pendidikan merupakan cerminan dari tingkat kehidupan sosial di masayarakat dan individu. Hal ini karena dengan pendidikan tinggi maka meningkatnya pemanfaatan terhadap pelayanan kesehatan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka perilaku akan semakin mudah untuk menyerap informasi yang didapatkan terkait dengan pemanfaatan pelayanan tes HIV.

Dalam penelitian ini tidak ada hubungan pendidikan dengan pemanfaatan pelayanan tes HIV, berdasarkan pengamatan, tingkat pendidikan tidak menunjukkan pengaruh terhadap pemanfaatan pelayanan tes HIV disebabkan informasi tentang HIV/AIDS tidak menjadi fokus pada sarana pendidikan. Pengetahuan tentang adanya pelayanan tes HIV, pengetahuan tentang penyebab, penularan dan pengobatan HIV/AIDS banyak diperoleh dari media massa. Sehingga orang dengan latar belakang pendidikan apapun dapat mengakses informasi tentang pelayanan tes HIV, tentang pencegahan, penularan, hingga pengobatan HIV/AIDS.

4.      Hubungan Pekerjaan dengan Pemanfaatan Pelayanan Tes HIV

Hasil analisis dari 177 responden didapatkan hasil responden bekerja memanfaatkan tes HIV berjumlah 73,7%, tidak memanfaatkan 26,3%. Responden tidak bekerja memanfaatkan Tes HIV berjumlah 73,1%, tidak memanfaatkan 26,9%. Hasil uji Chi-Square menunjukan p-value> dari 0,05 yaitu 1,000 dengan OR 1,034(CI 95%=0,529-2,024). Sehingga tidak ada hubungan antara pekerjaanresponden dengan pemanfaatan pelayanan tes HIV oleh pasangan pengantin di KUA Harjamukti dan Pekalipan Kota Cirebon. Responden bekerja memiliki kecenderungan 1 kaliuntuk memanfaatkan tes HIV dibandingkan dengan responden yang tidak bekerja.

Pada penelitian ini status pekerjaan tidak berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan tes HIV, penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Wulandari (2014) tidak terdapat hubungan yang signifikan antara status pekerjaan dengan niat ibu hamil untuk memanfaatkan layanan VCT. Hal ini dipengaruhi faktor lain, yaitu persepsi individu atau kebutuhan. Asumsinya bahwa status pekerjaan dapat berpengaruh dengan tindakan seseorang dalam pemanfaatan layanan kesehatan apabila orang yang bekerja memiliki persepsi yang positif atau memiliki kebutuhan terhadap layanan tersebut. Namun, penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Khairrurahmi (2009), yang menyebutkan bahwa status pekerjaan memiliki hubungan yang bermakna dengan pemanfaatan klinik VCT.

5.      Hubungan Pengetahuan dengan Pemanfaatan Pelayanan Tes HIV

Hasil analisis dari 177 responden didapatkan hasil pengetahuan baik memanfaatkan tes HIV berjumlah 69,0%, tidak memanfaatkan 31,0%. Pengetahuan kurang memanfaatkan Tes HIV berjumlah 81,3%, tidak memanfaatkan 18,7%. Hasil uji regresi logistik menunjukan p-value> dari 0,05 yaitu 0,059 dengan OR 0,418 dan sebagai variabel confounder. Sehingga pengetahuan pasangan pengantin mempengaruhi hubungan antara sumber informasi dan dukungan dengan pemanfaatan pelayanan tes HIV di KUA Harjamukti dan Pekalipan Kota Cirebon.

Pengetahuan merupakan salah satu faktor predisposisi yang memengaruhi pemanfaatan suatu pelayanan kesehatan oleh masyarakat. Sebagai suatu hasil tahu, dan hasil penginderaan terhadap suatu objek tertentu yang dilakukan menggunakan panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa, dan peraba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2012b).

Menurut Amiruddin (2011) bahwa seseorang dengan tingkat pengetahuan yang tinggi tentang suatu penyakit dan pelayanan kesehatan akan meningkatkan kesadaran dan kewaspadaan mereka dalam menjaga kesehatan, maka mereka cenderung memanfaatkan pelayanan kesehatan jika mengalami gangguan kesehatan. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Sehingga, semakin tinggi pengetahuan seseorang tentang suatu hal maka perilakunya mengenai hal tersebut juga semakin baik. Sebuah studi oleh Tsegay et al. (2013) yang menunjukkan bahwa ada hubungan pengetahuan tentang HIV dan AIDS dengan pemanfaatan VCT terhadap 753 orang pelajar di Ethiopia. Namun, penelitian Juniwati (2012) di Puskesmas Wisata Bandar Baru, Deli Serdang yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan pengetahuan tentang penyakit HIV dan AIDS dengan pemanfaatan pelayanan klinik VCT, hal tersebut dikarenakan 57,1% responden memiliki pengetahuan yang buruk dan tidak memanfaatkan klinik VCT di Puskesmas Wisata Bandar Baru tersebut.

 

 

6.      Hubungan Sumber Informasi dengan Pemanfaatan Pelayanan Tes HIV

Hasil analisis dari 177 responden didapatkan hasil terpapar informasi memanfaatkan tes HIV berjumlah 93,7%, tidak memanfaatkan 6,3%. Tidak terpapar memanfaatkan Tes HIV berjumlah 50,0%, tidak memanfaatkan 50,0%. Hasil uji regresi logistik menunjukan p-value< dari 0,05 yaitu 0,000 dengan OR 19,681. Sehingga responden terpapar informasi memiliki kecenderungan 19 kaliuntuk memanfaatkan tes HIV dibandingkan dengan responden yang tidak terpapar informasi. Bedasarkan hasil kuesioner sumber informasi yang kurang adalah dari internet, majalah dan surat kabar.

Fibriana, 2011. h.164 dalam penelitiannya menunjukan hasil Hasil uji chi square menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara isyarat melakukan tindakan dengan praktik VCT.

Teori Health Belief Model Rosenstock bahwa dalam melakukan tindakan kesehatan terdapat faktor pencetus untuk memutuskan menerima atau menolak alternatif tindakan tersebut. Isyarat ini dapat bersifat internal maupun eksternal.

a.         Isyarat internal, yaitu isyarat untuk bertin�dak yang berasal dari dalam diri individu, misal gejala yang dirasakan (demam, pa�nas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, dan lain-lain).

b.         Isyarat eksternal, yaitu isyarat untuk ber�tindak yang berasal dari interaksi interper�sonal, misal peraturan daerah, media massa,pesan,nasehat, anjuran atau konsultasi dengan petugas kesehatan. Dalam pemanfaatan pelayanan tes HIV, calon pengantin akan melakukan VCT ka�rena pernah mengikuti sosialisasi penyakit HIV/AIDS dari petugas kesehatan, mem�baca poster tentang HIV/AIDS atau pengalaman orang lain yang ada dilingkungan nya.

7.      Hubungan Dukungan Sosial dengan Pemanfaatan Pelayanan Tes HIV

Hasil analisis dari 177 responden didapatkan hasil dukungan sosial mendukung untuk memanfaatkan tes HIV berjumlah 81,7%, tidak memanfaatkan 18,3%. Kurang mendukung memanfaatkan Tes HIV berjumlah 64,3%, tidak memanfaatkan 35,7%. Hasil uji regresi logistik menunjukan p-value< dari 0,05 yaitu 0,005 dengan OR (CI 95%) 3,416. Sehingga responden yang mendapatkan dukungan sosial memiliki kecenderungan 2,4 kaliuntuk memanfaatkan tes HIV dibandingkan dengan responden yang mendapatkan dukungan sosial. Berdasarkan hasil kuesioner, dukungan sosial yang kurang adalah bersumber dari dukungan keluarga karena keluarga tidak menyarankan untuk melakukan tes HIV, keluarga tidak mengantar untuk melakukan tes HIV dan keluarga tidak menanyakan kepada pasangan pengantin ataupun kepada petugas kesehatan tentang hasil tes HIV.

Sejalan dengan penelitian Sumarlin (2013) menyatakan bahwa dukungan keluarga adalah faktor yang paling berpengaruh dibandingkan motivasi dan pengetahuan dalam perubahan perilaku pemanfaatan klinik VCT pada pasien di Klinik VCT Bunga Harapan RSUD Banyumas. Penelitian Nurul (2012) bahwa ada hubungan dukungan tenaga kesehatan dengan pemanfaatan pelayanan VCT di RSP Jumpandang Baru Kota Makassar.

Keluarga merupakan unit terkecil dalam tatanan masyarakat sekaligus menjadi bagian yang paling dekat dan berpengaruh terhadap seseorang. Keluarga dapat memberikan dukungan berupa dukungan informasi maupun instrumental yang berpengaruh terhadap keputusan seseorang dalam pemanfaatan suatu pelayanan kesehatan. Seseorang yang menerima dukungan keluarga cukup akan lebih aktif dalam memanfaatkan klinik VCT.

Petugas kesehatan merupakan yang memiliki pengaruh bagi masyarakat dalam memanfaatkan suatu pelayanan kesehatan. Pengaruh dapat berupa dukungan petugas kesehatan yang dapat menjadi faktor pendorong dalam pemanfaatan klinik VCT. Dukungan tersebut khusunya dalam bentuk dukungan informasi baik berupa informasi tentang cara penularan HIV dan pencegahannya, serta memberikan motivasi kepada masyarakat guna melakukan pemeriksaan HIV secara sukarela.

8.      Hubungan Gejala Penyakit yang diamali orang lain dengan Pemanfaatan Pelayanan Tes HIV

Hasil analisis dari 177 responden didapatkan hasil ada gejala penyakit yang dialami orang lain memanfaatkan tes HIV berjumlah 75,0%, tidak memanfaatkan 25,0%. Tidak ada gejala penyakit yang dialami orang lain memanfaatkan Tes HIV berjumlah 70,5%, tidak memanfaatkan 29,5%. Hasil uji Chi-Square menunjukan p-value> dari 0,05 yaitu 0,641 dengan OR 1,256(CI 95%=0,628-2,510). Sehingga tidak ada hubungan antara umur responden dengan pemanfaatan pelayanan tes HIV oleh pasangan pengantin di KUA Harjamukti dan KUA Pekalipan. Responden yang mendapatkan gejala yang dialami orang lain memiliki kecenderungan 1,2 kaliuntuk memanfaatkan tes HIV dibandingkan dengan responden yang tidak terpapar inmendapatkan gejala yang dialami orang lain.

Fibriana, 2011. h.164 dalam penelitiannya menunjukan hasil Hasil uji chi square menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara isyarat melakukan tindakan dengan praktik VCT.

Teori Health Belief Model Rosenstock bahwa dalam melakukan tindakan kesehatan terdapat faktor pencetus untuk memutuskan menerima atau menolak alternatif tindakan tersebut. Isyarat ini dapat bersifat internal maupun eksternal.

a.       Isyarat internal, yaitu isyarat untuk bertin�dak yang berasal dari dalam diri individu, misal gejala yang dirasakan (demam, pa�nas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, dan lain-lain).

b.       Isyarat eksternal, yaitu isyarat untuk ber�tindak yang berasal dari interaksi interper�sonal, misal media massa, pesan, nasehat, anjuran atau konsultasi dengan petugas kesehatan. Dalam pemanfaatan pelayanan tes HIV, calon pengantin akan melakukan VCT ka�rena pernah mengikuti sosialisasi penyakit HIV/AIDS dari petugas kesehatan, mem�baca poster tentang HIV/AIDS atau pengalaman orang lain yang ada dilingkungan nya.

Penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Febriana mungin karena objek penelitian yang berbeda. Pasangan yang telah menikah pada periode Januari-April 2016 merasa asing terhadap penyakit HIV/AIDS sehingga meskipun ada teman atau orang lain dilingkungannya yang menderita AIDS akan tetapi tidak mendorong untuk melakukan tes HIV.

9.      Hubungan Persepsi dengan Pemanfaatan Pelayanan Tes HIV

Hasil analisis dari 177 responden didapatkan hasil persepsi individu positif memanfaatkan tes HIV berjumlah 77,8%, tidak memanfaatkan 22,2%. Persepsi negatif memanfaatkan Tes HIV berjumlah 66,3%, tidak memanfaatkan 33,7%. Hasil uji regresi logistik ganda menunjukan p-value> dari 0,05 yaitu 0,186 dengan OR 0,545 dan sebagai variabel confounder. Sehingga persepsi pasangan pengantin mempengaruhi hubungan antara sumber informasi dan dukungan dengan pemanfaatan pelayanan tes HIV di KUA Harjamukti dan Pekalipan Kota Cirebon.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilaksanakan oleh Darmawansyah (2012), Hasil analisis multivariat menunjukkan variabel-variabel health belief model yang secara signifikan berpengaruh secara bersama-sama terhadap pemanfaatan VCT kelompok risiko tinggi di Sulawesi Selatan yakni variabel manfaat yang dirasakan (perceived benefit) (p=0,015), ancaman yang dirasakan (perceived threats) (p=0,016).

Fibriana, 2011. h. 162-164 dalam penelitiannya menunjukan hasil uji chi square bahwa ada hubungan yang signifikan antara persepsi HIV/AIDS dengan praktik VCT.

Responden yang persepsi (kerentanan, keparahan, manfaat dan hambatan)positif memiliki proporsi lebih besar untuk memanfaatkan pelayanan tes HIV dibanding�kan dengan responden yang persepsinya negatif. Sebaliknya responden yang persepsi (kerentanan, keparahan, manfaat dan hambatan) negatif memiliki proporsi lebih besar untuk tidak memanfaatkan pelayanan tes HIV dibandingkan dengan responden yang persepsinya positif.

 

Kesimpulan

Penelitian yang di lakukan di KUA Kota Cirebon terkait Pemanfaatan Pelayanan Tes HIV pada calon pengantin dapat disimpulkan bahwa:

1.     Tidak ada hubungan faktor usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan dan gejala penyakit yang dialami orang lain dengan pemanfaatan pelayanan tes HIV oleh pasangan pengantin di KUA Kota Cirebon tahun 2016.

2.     Meskipun tidak ada hubungan faktor pengetahuan dan persepsi dengan pemanfaatan pelayanan tes HIV oleh pasangan pengantin di KUA Kota Cirebon tahun 2016. Akan tetapi pengetahuan dan persepsi mempengaruhi hubungan pemanfaatan pelayanan tes HIV oleh pasangan pengantin dengan dukungan sosial dan sumber informasi.

����������� Faktorsumberinformasi dan dukungan sosial merupakan faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan tes HIV oleh pasangan pengantin di KUA Kota Cirebon tahun 2016. Pasangan pengantin yang terpapar sumber informasi memiliki kecenderungan 19 kali dan pasangan pengantin yang mendapatkan dukungan sosial memiliki kecenderungan 3,4 kali untuk memanfaatkan pelayanan tes HIV dibandingkan dengan pasangan pengantin yang tidak terpapar sumber informasi.

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Amiruddin, Ridwan. 2011. Epidemiologi Perencanaan dan Pelayanan Kesehatan. Makassar : Masagena Press.

 

Darmawansyah, dkk. Pemanfaatan Pelayanan Voluntary and Counseling Testingpada�� Kelompok Risiko Tinggi Tertular HIV/AIDSdi Sulawesi Selatan. FKM. UNHAS.

 

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Pemerindah Daerah Proponsi Jawa Barat. Peraturan Daerah Jawa Barat No. 12 Tahun 2012.

 

Dinas Kesehatan Kota Cirebon, Kementrian Kesehatan Kota Cirebon, KPAK. 2015. Kesepakatan Bersama: Penyuluhan KesehatanReproduksi, IMS, HIV/AIDS dan tes HIV.

 

Juniwati, Darwita. 2012. Hubungan Faktor Pendukung dan Faktor Penguat PSK (Pekerja Seks Komersil) dengan Pemanfaatan Klinik VCT (Voluntary Conselling Testing) di Wilayah Kerja Puskesmas Wisata Bandar Baru Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012. Tesis Pascasarjana. Universitas Sumatera Utara.

 

Katiandagho, D.2015. Epidemiologi HIV-AIDS. Bogor: In Media.

 

Kemenkes RI . 2013. Pedoman Nasional Tes danKonseling HIV dan AIDS.

 

Kemenkes RI, 2011. PedomanNasional Pencegahan Penularan HIV dari Ibu Ke Anak. Jakarta: Kemenkes RI.

 

Kemenkes RI, 2016. Laporan Perkembangan HIV-AIDS Triwulan IV Desember 2015.

 

Kementrian Negara Indonesia. Peraturan Mentri Dalam Negri No. 20 Tahun 2007.

 

Kementrian Negara Indonesia. Peraturan Mentri Kesehatan No. 21 Tahun 2013.

 

Khairurrahmi. 2009. Pengaruh Faktor Predisposisi, Dukungan Keluarga dan Level Penyakit Orang dengan HIV/AIDS terhadap Pemanfaatan VCT di Kota Medan. Tesis Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

 

Kisanga, F. et al. 2004. Utilization of Health Care Service for STD treatment in Kahe Community of Kilimanjaro Region in Tanzanian. East African Journal ofPublic Health, Vol 1 No 1:5-11.

 

Komisi Penanggulangan AIDS. Strategi Nasional Penanggulangan HIVdan AIDS 2007-2010.

 

Komisi Penanggulangan AIDS/KPA Kota Cirebon, 2016.

 

Lapau, B. 2013. Metode Penelitian Kesehatan, metode ilmiah penulisan skripsi, tesis dan desertasi. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

 

Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta.

 

Notoatmodjo, S. 2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta.

 

Notoatmodjo, S. 2014. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

 

Tsegay et al. 2011. Assesment of Voluntary Counseling and Testing Service Utilization and Associated Factors among Debre Markos University Students, North West Ethiopia; A Cross-Sectional Survey In 2011. Jurnal BMC Public Health.

 

UNAIDS, 2016. Global AIDS up date 2016.

 

Wahyunita Syahrir. 2014. Faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan klinik voluntary counseling and testing (VCT) di Puskesmas Kota Makassar. Makasar: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin.