Syntax Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849

e-ISSN : 2548-1398

Vol. 6, Special Issue No. 2, Desember 2021

STUDI OPTIMISASI DISTRICT METER AREA (DMA) ZONA PELAYANAN 2 PERUMDA TIRTA PAKUAN KOTA BOGOR DALAM UPAYA PENANGGULANGAN NON-REVENUE WATER (NRW)

 

Julius Alex Fernando, Ali Masduqi, Gabriel Novianus Rumambo Pandin

Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Jakarta, Indonesia

Email: [email protected], [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Air minum merupakan salah satu kebutuhan utama bagi kelangsungan hidup setiap orang. Salah satu permasalahan yang terjadi pada setiap jaringan distribusi air minum adalah adanya Non Revenue Water (NRW). Tingginya tingkat NRW mengakibatkan kerugian bagi tiap stakeholders, Perumda Tirta Pakuan Kota Bogor berusaha mengoptimalkan jaringan distribusi air minum yang ada dengan menurunkan tingkat NRW. Perumda Tirta Pakuan Kota Bogor menghadapi kendala baik dari aspek teknis maupun non teknis. Salah satu kendala yang dihadapi dalam pelakasanaan program penurunan NRW adalah belum optimalnya District Meter Area (DMA) yang telah terbangun. Oleh karena itu untuk dapat mencapai target NRW nasional adalah dengan melakukan optimisasi terhadap DMA terbangun. Setelah dilakukan analisis disimpulkan bahwa DMA terbangun memiliki beberapa hal yang tidak sesuai dengan literatur, dan secara teknis terdapat beberapa pipa yang memiliki unit headloss yang tidak sesuai dengan persyaratan dari peraturan, sehingga dilakukan 3 Alternatif Optimisasi. Alternatif 1 adalah mempertahankan kondisi DMA yang ada dan menambahkan pipa parallel disebelah pipa yang memiliki unit headloss yang tinggi, Alternatif 2 adlaah dengan memutus interkoneksi yang ada dan Alternatif 3 adalah membagi DMA terbangun menjadi 2 bagian.

 

Kata Kunci: district meter area; non revenue water; distribusi; air minum; PDAM

 

Abstract

Drinking water is one of the main needs for the survival of everyone. One of the problems that occur in every drinking water distribution network is the existence of Non Revenue Water (NRW). The high level of NRW results in losses for each stakeholder, Perumda Tirta Pakuan Bogor City is trying to optimize the existing drinking water distribution network by reducing the level of NRW. Perumda Tirta Pakuan Bogor City faces obstacles both from technical and non-technical aspects. One of the obstacles faced in implementing the NRW reduction program is that the District Meter Area (DMA) that has been built hasn�t been optimal. Therefore, to be able to achieve the national NRW target, can be done is by optimizing the built DMA. After the analysis, it can be concluded that the built DMA has several things that are not in accordance with the literature, and technically there are several pipes that have headloss units that are not in accordance with the requirements of the regulations, so 3 Alternative Optimizations are carried out. Alternative 1 is to maintain the existing DMA condition and add a parallel pipe next to the pipe that has a high headloss unit, Alternative 2 is to break the existing interconnection and Alternative 3 is to divide the built DMA into 2 parts.

 

Keywords: district meter area; non revenue water; distribution; drinking water; PDAM

 

Pendahuluan ����������������������������������������������������������������������������������������

Salah satu permasalahan pelayanan air minum adalah tingginya nilai Non-Revenue Water (NRW). Menurut penilaian Badan Peningkatan Penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum (BPPSPAM) pada tahun 2020, rata-rata nasional tingkat NRW untuk PDAM adalah 32,67% (BPPSPAM, 2020). Tingginya nilai NRW menyebabkan kerugian baik bagi PDAM maupun masyarakat konsumen (Ditjen Cipta Karya, 2018). NRW dapat mengakibatkan penurunan tekanan air, penurunan kuantitas dan kualitas air yang dikonsumsi oleh konsumen, dan juga berdampak pada penurunan pendapatan PDAM.

Perumda Tirta Pakuan Kota Bogor memiliki tingkat NRW sebesar 32,00% berdasarkan audit BPPSPAM tahun 2020 (BPPSPAM, 2020). Tingginya tingkat NRW tersebut tentunya menyebabkan kerugian operasional bagi Perumda Tirta Pakuan dalam penyediaan air minum bagi Kota Bogor. Dengan volume produksi sebesar 74.276.352,00 m3 per tahun, Perumda Tirta Pakuan hanya dapat menjual air sebanyak 50.507.919,36 m3per tahun dan jumlah air yang hilang sebanyak 23.768.432,64 m3 per tahun. Jumlah air yang hilang tersebut jika dihitung berdasarkan tarif air rata-rata yang dimiliki, Perumda Tirta Pakuan Kota Bogor mengalami kerugian sebesar Rp 162.956.374.179,84 per tahun akibat NRW.

Salah satu kendala yang dihadapi Perumda Tirta Pakuan Kota Bogor dalam melaksanakan program penurunan NRW adalah DMA yang belum berjalan dengan baik. Dari seluruh DMA yang ada di kota Perumda Tirta Pakuan Bogor, hanya satu yang saat ini berkinerja baik dan berjalan dengan optimal. DMA lain, di sisi lain, masih memiliki beberapa masalah, seperti belum terisolasi dengan sempurna dan belum lengkapnya sarana yang dimiliki seperti meter induk, manometer, atau data logger. Hal ini membuat pengukuran debit air yang masuk ke DMA menjadi tidak akurat dan mempengaruhi hasil perhitungan tingkat NRW. Tingkat NRW yang dimiliki Perumda Tirta Pakuan Kota Bogor melebihi standar kebocoran air bersih PDAM secara nasional. Target NRW Nasional yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2020-2024 adalah sebesar 25% pada tahun 2024, masih terdapat selisih 7,00% untuk dapat mencapai target NRW tersebut. Diperlukan suatu strategi penurunan NRW yang tepat sasaran dan dapat diimplementasikan untuk dapat mengejar selisih tersebut. Salah satu strategi yang dapat dilakukan oleh Perumda Tirta Pakuan adalah dengan melakukan optimisasi terhadap DMA terbangun.

Dalam studi ini, akan dilakukan analisis dan evaluasi DMA yang dibangun untuk mendapatkan strategi alternatif untuk melakukan optimisasi terhadap DMA yang telah dibangun. Analisis dilakukan dengan menggunakan model jaringan DMA menggunakan software EPANET yang terintegrasi dengan QGIS. Aspek teknis dan finansial dari masing-masing alternatif yang diperoleh dievaluasi untuk mendapatkan strategi optimasi DMA yang paling tepat. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi acuan bagi Perumda Tirta Pakuan Kota Bogor untuk menyusun kebijakan dan perencanaan program untuk menurunkan tingkat NRW.

 

Metode Penelitian

Metode penelitian ini diawali dengan pengumpulan data primer berupa hasil pengambilan data Debit aliran masuk ke DMA adalah menggunakan alatElectromagnetic Flowmeter yang dipasangkan pada meter induk DMA dan juga pada interkoneksi di DMA yang tidak memiliki meter induk. Dilakukan selama 24 jam dalam 2 (dua) waktu dengan jarak 1 (satu) bulan. Sedangkan data sekunder didapat dari internal Perumda Tirta Pakuan Kota Bogor antara lain data rekening ditagih, peta jaringan perpipaan, neraca air, peta wilayah pelayanan, data lengkap mengenai DMA terbangun, dan buku evaluasi kinerja PDAM tahun 2016-2019.

Setelah diperoleh data yang diperlukan maka selanjutnya dilakukan analisis dan pengolahan pada data tersebut. Pada tahap analisis dan pengolahan data dilakukan Evaluasi zona pelayanan didasarkan pada analisis kondisi eksisting zona yang telah terbentuk di Kota Bogor. Dari seluruh zona yang ada kemudian dipilih satu zona untuk dijadikan sebagai fokus lokasi penelitian, yaitu Zona 2, kemudian dilakukan evaluasi terhadap DMA terbangun melalui pemodelan jaringan, evaluasi dilakukan dengan membandingkan DMA-DMA terbangun yang berpotensi untuk dianalisis. Pemilihan DMA kemudian didasarkan pada kelengkapan data, ketersediaan alat ukur, dan jumlah pelanggan. Kemudian dilakukan evaluasi terhadap kondisi eksisiting DMA dengan membandingkannya terhadap kriteria DMA yang ada pada literatur. Pemodelan jaringan distribusi eksisting pada DMA dilakukan dengan bantuan software EPANET yang terintegrasi dengan QGIS. Data peta jaringan GIS diakses melalui QGIS kemudian jaringan distribusi pada DMA diplot kembali dan pemodelan dilanjutkan dengan menggunakan EPANET. Hasil pemodelan kemudian dianalisis dengan membandingkannya dengan kriteria disain sistem distribusi yang ada pada literatur, kemudian dilanjutkan sampai diperoleh alternatif strategi optimisasi DMA terbangun.

 

Hasil dan Pembahasan

A.    Analisis Kondisi Eksisting Wilayah Studi

Zona 2 pada wilayah pelayanan Perumda Tirta Pakuan Kota Bogor memiliki 3 (lima) DMA terbangun, yaitu DMA Perumda Cipaku, DMA BBR, dan DMA Bogor Balcony Grande, DMA Perumda Cipaku memiliki ukuran yang lebih besar dibanding DMA yang lain. Ketiga DMA ini juga berada pada Jalur Distribusi Utama (JDU) yang sama. Adapun hanya DMA Unitex pada Zona Pelayanan 1 yang merupakan DMA yang telah berjalan dengan baik dan merupakan best practice DMA yang dimiliki oleh Perumda Tirta Pakuan Kota Bogor, sedangkan DMA lain pada seluruh zona pelayanan belum berjalan dengan baik akibat masih adanya beberapa permasalahan yang dimiliki. Berdasarkan hasil pengamatan pada tabel 1 di 3 DMA di Zona Pelayanan 2 maka dipilih DMA Perumda Cipaku sebagai lokasi yang akan dilakukan optimisasi DMA dengan harapan dapat menurunkan NRW pada DMA tersebut.

 

Tabel 1

Data Perbandingan Kelengkapan Data DMA Zona Pelayanan 2

Nama DMA

DMA Perumda Cipaku

DMA Bogor Balcony Residence

DMA Bogor Balcony Grande

Kelayakan DMA Berdasarkan SL

Layak (1.238 SL)

Tidak Layak (Hanya 53 SL)

Tidak Layak (Hanya 67 SL)

Kelengkapan Data

Data NRW tidak dapat dihitung dikarenakan data dari inlet meter tidak akurat

Data NRW tidak dapat dihitung dikarenakan data dari inlet meter tidak akurat

Persentase NRW

30,25%

Inlet Meter rusak sehingga tidak terhitung besaran debit air yang masuk

Inlet Meter rusak sehingga tidak terhitung besaran debit air yang masuk

Interkoneksi

2

1

1

 

DMA Perumda Cipaku memiliki jumlah pelanggan sebanyak 1.238 SL dan telah dilengkapi dengan meter induk DMA jenis elektromagnetik, manometer jenis mekanik, PRV, serta data logger. DMA ini memiliki 2 (dua) titik interkoneksi jaringan di mana salah satunya merupakan inlet DMA yang dilengkapi dengan alat ukur debit dan tekanan aliran masuk seperti yang terlihat pada gambar 1. Adapun titik yang lain hanya berupa interkoneksi tanpa adanya alat ukur debit dan tekanan aliran masuk ke DMA. Hal tersebut menyebabkan jumlah debit aliran sesungguhnya yang masuk ke dalam DMA menjadi tidak dapat terukur dengan baik.

 

Gambar 1

Peta DMA Perumda Cipaku

(Perumda Tirta Pakuan Kota Bogor, 2020)

 

AnalisisDMAterbangundilakukandenganmembandingkankondisi eksisting DMA Perumda Cipaku terhadap kriteria DMA yang ada pada literatur, sehingga dapat diketahui kondisi mana yang sudah sesuai dan belum sesuai dengan kondisi ideal suatu DMA. Perbandingan antara kondisi eksisting DMA Perumda Cipaku dengan kondisi ideal sesuai kriteria DMA yang ada pada literatur dapat dilihat pada tabel 2.

 

Tabel 2

Perbandingan Kondisi Eksisting DMA Perumda Cipaku dengan Kondisi Ideal Sesuai Kriteria DMA pada Literatur

 

No.

 

Kriteria DMA

Kondisi Ideal

Kondisi Eksisting

(Literatur)

DMA Perumda Cipaku

1

BentukDMA(jumlah SL)

1.000 � 2.500 SL

1.238 SL.

(Farley, Wyeth, Ghazali, Istandar, & Singh, 2008);

500 � 1.000 SL (BSN,

2011);

500 � 3.000 SL (Hajebi, Temate, Barrett, Clarke, & Clarke, 2014);

500 � 5.000 (Morrison, Tooms, & Rogers, 2007).

2

Jumlah katup yang harus ditutup (interkoneksi)

Sebaiknya hanya ada 1 interkoneksi sebagai

inlet DMA.

Terdapat 2 interkoneksi

DMA, di mana hanya 1 yang berfungsi sebagai inlet.

3

Peralatan pengukuran debit dan tekanan

Terdapat alat pengukuran debit dan tekanan, sehingga aliran yang

masuk DMA dapat dipantaumenerus

 

 

Pada interkoneksi yang memang difungsikan sebagai inlet, terdapat alat pengukuran debit dan tekanan yang terintegrasi dengan data logger. Sedangkan pada interkoneksi satunya tidak terdpat peralatan pengukuran debit dan tekanan.

4

Variasi permukaan tanah

Sebaiknya < 40 m

Elevasi tertinggi: 330 mdpl;

Elevasi terendah: 269 mdpl;

Variasi: 61 m.

5

Tinggi hidraulis pada pipa

5 7 m di critical point dan maksimal 25 m di downstream inlet DMA.

5 7 m di critical point dan 18 m di downstream inlet DMA.

6

Batas-batas DMA

Bisa menggunakan ciri- ciri topografis seperti jalan raya, sungai, dll.

DMA dibatasi oleh jalan raya, jalan permukiman dan sungai.

 

Tabel 2 menunjukkan bahwa pada kriteria bentuk DMA terkait jumlah pelanggan yang dimiliki, DMA Perumda Cipaku telah sesuai dengan kondisi ideal yang ada pada literatur, yaitu dengan jumlah pelanggan sebanyak 1.238 SL. Adapun jumlah pelanggan minimum dalam suatu DMA menurut literatur adalah sebanyak 500 SL. Suatu DMA sebaiknya hanya memiliki 1 (satu) inlet DMA sehingga terisolasi dengan baik. Jika memang diharuskan memiliki lebih dari satu inlet maka seluruh inlet tersebut harus memiliki alat pengukuran debit dan tekanan aliran yang masuk ke DMA. Dilihat dari Tabel 2, DMA Perumda Cipaku memiliki 2 (dua) interkoneksi, di mana yang satu memang difungsikan sebagai inlet dan memiliki peralatanpengukuransedangkanyanglainnyaberupa interkoneksiyang tidak dilengkapi dengan peralatan pengukuran.

Titik interkoneksi yang lain juga merupakan titik aliran masuk ke dalam DMA, namun tidak dilengkapi dengan alat ukur debit dan tekanan aliran masuk ke DMA, sehingga pembacaan kedua parameter tersebut tidak dapat dilakukan secara menerus. Hal ini tentunya bertentangan dengan konsep dasar DMA, di mana pengukuran dilakukan secara menerus sehingga DMA dapat terpantau dengan baik. Oleh karena itu diperlukan analisis lanjutan berupa pemodelan jaringan distribusi pada DMA menggunakan software, untuk mengetahui langkah yang tepat dalam mengisolasi DMA Perumda Cipaku.

Berdasarkan data-data yang diperoleh baik itu data sekunder maupun data primer maka diperoleh hasil pemodelan jaringan distribusi eksisting pada DMA Perumda Cipaku, adapunsetelah dilakukan pemodelan jaringan eksisting melalui program Epanet 2.2 Dapat diperoleh hasil analisis bahwa terdapat beberapa pipa pada jaringan eksisting yang tidak memenuhi beberapa kaidah sesuai dengan Permen PUPR Nomor 27/PRT/M/2016 dan SNI 7509-2011, seperti kecepatan minimum sebesar 0,3 m/detik; kecepatan maksimum sebesar 2,0 m/detik; tekanan minimum sebesar 10 m; tekanan maksimum sebesar 10 bar untuk pipa HDPE; dan headloss maksimum sebesar 10 m/km.

Gambar 2

Hasil Modelling Jaringan Distribusi Eksisting DMA Perumda Cipaku

 

Hasil analisis pemodelan jaringan distribusi eksisting menunjukkan bahwa selama pengaliran terdapat beberapa pipa yang mengalami headloss di atas kriteria desain, yaitu lebih dari 10 m/km. Pipa-pipa yang mengalami headloss di atas kriteria desain tersebut dapat dilihat pada Gambar 2 yang ditandai dengan warna merah. Tingginya headloss disebabkan oleh tingginya kecepatan aliran yang melalui pipa. Kecepatan aliran pada pipa dipengaruhi oleh luas penampang pipa atau diameter pipa. Semakin kecil diameter pipa yang digunakan maka kecepatan aliran pada pipa akan semakin tinggi, dan headloss yang terjadi juga akan semakin tinggi akibat gesekan yang terjadi. Oleh karena itu, untuk menurunkan headloss yang terjadi dapat dilakukan dengan memperbesar luas penampang pipa. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menambahkan pipa paralel, Dengan prinsip bahwa air minum harus dialirkan secara baik dan optimal kepada konsumen.

B.    Analisis Perencanaan Alternatif Optimisasi DMA

Perencanaan alternatif jaringan distribusi dilakukan dengan menggunakan software Epanet 2.2. Untuk memperoleh sistem distribusi terbaik, maka dibuat tiga alternatif jaringan distribusi. Ketiga alternatif memiliki pola yang berbeda-beda, yaitu alternatif 1 (satu) dengan mempertahankan interkoneksi dan menambahkan meter induk pada interkoneksi, alternatif 2 (dua) dengan menutup interkoneksi pada DMA, dan alternatif 3 (tiga) dengan memisahkan DMA Perumda Cipaku menjadi 2 DMA. Adapun pada ketiga alternatif tersebut tetap melakukan penggantian terhadap beberapa pipa yang secara standar sudah tidak memenuhi syarat. Pipa yang digunakan adalah pipa jenis High Density Polyethylene (HDPE) SDR 17 PN-10. Pertimbangan pemakaian pipa HDPE ini karena karakternya yang tidak mudah rusak dan bahkan tahan terhadap suhu hingga 60 derajat Celcius. Selain itu, pipa HDPE juga direkomendasikan untuk saluran air minum bertekanan yang mencapai 10 bar; dan berstandar food grade yang artinya aman untuk saluran air minum kebutuhan konsumsi. Diameter yang digunakan pada setiap alternatif bervariasi antara 100mm � 300mm.

C.    Pemodelan Rencana Optimisasi Jaringan Distribusi DMA dengan Alternatif 1

Permasalahan utama dalam mengisolasi DMA Perumda Cipaku adalah masih terdapatnya interkoneksi tempat aliran masuk ke DMA yang tidak dilengkapi dengan alat pengukuran debit dan tekanan. Oleh karena itu pada alternatif 1 optimisasi DMA Perumda Cipaku, titik interkoneksi tidak ditutup namun dijadikan sebagai inlet ke-2 dengan penambahan alat pengukuran debit dan tekanan yang dilengkapi dengan data logger. Dengan adanya penambahan alat pengukuran tersebut, diharapkan aliran air yang masuk ke DMA Perumda Cipaku menjadi terpantau dengan baik, serta menambahkan pipa parallel di pipa yang secara eksisting tidak memenuhi nilai unit headlossnya serta penambahan PRV pada wilayah pelayanan terjauh untuk menjaga tekanan tetap berada dalam kriteria teknis sesuai dengan Permen PUPR Nomor 27/PRT/M/2016 dan SNI 7509-2011 pada lokasi tersebut.

 

Gambar 3

Hasil Modelling Rencana Optimisasi (Alternatif 1) Jaringan Distribusi DMA Perumda Cipaku

 

Berdasarkan hasil analisis yang tercantum pada gambar 3 melalui pemodelan jaringan distribusi pada software EPANET 2.2, dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan titik interkoneksi sebagai inlet ke-2 DMA dapat dilakukan sebagai salah satu alternatif solusi optimisasi DMA Perumda Cipaku, hal ini dibuktikan karena berdasarkan hasil analisis dapat terlihat bahwa alternatif ini telah memenuhi aspek teknis sesuai dengan kriteria desain jaringan distribusi pada Permen PUPR Nomor 27/PRT/M/2016 dan SNI 7509:2011 yaitu tekanan berada pada 40 m di titik terjauh dan apabila ditinjau dari unit headloss juga terjaga pada rentang 1-9 m/km.

D.    Pemodelan Rencana Optimisasi Jaringan Distribusi DMA dengan Alternatif 2

Suatu DMA sebaiknya memiliki satu inlet tempat masuknya aliran ke dalam jaringan distribusi pada DMA. Dengan hanya memiliki satu inlet, maka pemantauan terhadap aliran yang masuk ke DMA menjadi lebih mudah dilakukan. Untuk itu, pada alternatif 2 optimisasi DMA Perumda Cipaku dilakukan pemodelan seperti yang terdapat pada gambar 4 dengan menutup salah satu titik aliran air masuk ke dalam DMA, dan menambahkan 2 PRV di pada lokasi pelayanan terjauh untuk menjaga tekanan pada wilayah tersebut.

 

Gambar 4

Hasil Modelling Rencana Optimisasi (Alternatif 2) Jaringan Distribusi DMA Perumda Cipaku

 

Berdasarkan hasil analisis melalui pemodelan jaringan distribusi pada software EPANET 2.2 seperti yang terlihat pada gambar 4, dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan titik interkoneksi sebagai inlet baru DMA dan penutupan inlet eksisting dapat dilakukan sebagai salah satu alternatif solusi optimisasi DMA Perumda Cipaku. Alternatif 2 optimisasi DMA Perumda Cipaku ini telah memenuhi aspek teknis sesuai dengan kriteria desain jaringan distribusi pada Permen PUPR Nomor 27/PRT/M/2016 dan SNI 7509:2011 dimana tekanan berada dalam kondisi yang sesuai dengan literatur dan peraturan yaitu berada pada 44 m di titik terjauh dan apabila ditinjau dari unit headloss juga terjaga pada rentang 1-4 m/km.

E.    Pemodelan Rencana Optimisasi Jaringan Distribusi DMA dengan Alternatif 3

DMA Perumda Cipaku merupakan DMA yang memiliki beda elevasi cukup tinggi yaitu 61 meter, terbagi dalam 2 wilayah yang terpisah oleh Jalan Nasional dan juga terisolir dengan wilayah lain karena berbatasan dengan sungai, dan juga memiliki jumlah SR yang cukup banyak yaitu 1389 SR untuk itu secara literatur DMA Perumda Cipaku sangat memungkinkan untuk dibagi menjadi 2 bagian oleh karena itu diberikan usulan Alternatif 3 dengan rencana optimisasi jaringan distribusi DMA Perumda Cipaku adalah dengan membagi DMA Perumda Cipaku menjadi 2 bagian yaitu DMA Perumda Cipaku dibagian selatan dilayani oleh inlet utama yang bermeter, sedangkan dibagian utara dilayani oleh inlet yang merupakan interkoneksi atau tapping yang tidak bermeter, dengan dibaginya DMA Perumda Cipaku menjadi 2 bagian diharapkan kedepannya dapat meningkatkan pelayanan di DMA tersebut dikarenakan dapat lebih mudah dalam melakukan manajemen tekanan maupun pemantauan kebocoran yang berada di wilayah tersebut.

 

Gambar 5

Hasil Modelling Rencana Optimisasi (Alternatif 3) Jaringan Distribusi DMA Perumda Cipaku A (Bagian Selatan)

 

Gambar 6

Hasil Modelling Rencana Optimisasi (Alternatif 3) Jaringan Distribusi DMA Perumda Cipaku B (Bagian Utara)

 

Berdasarkan hasil analisis melalui pemodelan jaringan distribusi pada software EPANET 2.2 seperti yang terlihat pada gambar 5 serta gambar 6, dapat disimpulkan bahwa pembagian DMA Perumda Cipaku menjadi 2 bagian ini telah memenuhi aspek teknis sesuai dengan kriteria desain jaringan distribusi pada Permen PUPR Nomor 27/PRT/M/2016 dan SNI 7509:2011 dimana ditinjau melalui Gambar 5 dapat ditarik kesimpulan bahwa secara teknis Alternatif 3 memang menjadi alternatif terbaik secara teknis karena pada alternatif berikut apabila dibandingkan dalam kriteria teknis yaitu unit headloss yang berada di rentang 0-3 m/km dan tekanan pada titik terjauh berada di angka 37,74 m lebih rendah dibandingkan dengan Alternatif 1 dan Alternatif 2.

F.    Analisis Penurunan NRW dengan 3 Alternatif

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, NRW terjadi dengan 9 (sembilan) kemungkinan kejadian, mulai dari yang paling sering terjadi adalah kehilangan air pada penampungan, yang disebabkan karena ada proses untuk kebutuhan pembersihan/flushing pipa dan pembungan angin (sprey), pembersihan sedimen, overflow pada saat di luar jam pemakaian, dan pencucian instalasi distribusi (73%). Kedua tersering adalah konsumsi air tidak berekening, karena tidak adanya pengawasan secara langsung dan rutin di masyarakat (71%). Berikutnya adalah kebocoran dan kerusakanan pada pipa pelanggan, hal ini disebabkan karena umur pipa yang sudah terlalu tua sehingga tekanan tinggi dapat mengurangi akurasi dan pipa menjadi mudah pecah (69%). Selanjutnya adalah kerusakan pada meter pelanggan disebabkan karena rendahnya upaya PDAM dalam melakukan kalibrasi (61%). Kelima adalah ketidakakuratan pembacaan pada meter pelanggan atau kesalahan memasukkan data karena proses pembacaan masih dilakukan secara manual dan beberapa water meter pelanggan yang telah rusak (56%) (Heston dan Pasawati, 2016).

Secara teknis penyebab yang paling besar adalah tingginya tekanan yang dapat menyebabkan kebocoran pada pipa (69%). Dengan menurunkan tekanan pada titik kritis diharapkan dapat menurunkan NRW pada DMA tersebut, melalui 3 simulasi pada ketiga alternatif tersebut maka dilakukan perhitungan apakah terdapat penurunan tekanan pada titik kritis dengan hasil yang dapat dilihat pada Tabel-tabel dibawah ini.

 

Tabel 3

Penurunan Pressure pada tiap Alternatif

 

Eksisting

Alternatif 1

Pressure pada Critical Point

58,51 m

41,88

Persentase penurunan tekanan

16,57%

 

Eksisting

Alternatif 2

Pressure pada Critical Point

58,51 m

43,88

Persentase Penurunan Tekanan

14,29%

 

Eksisting

Alternatif 3

Pressure pada Critical Point

58,51 m

37,74

Persentase penurunan tekanan

21,58%

 

Berdasarkan tabel 3 dapat disimpulkan bahwa pada Alternatif 1 dan 3 terdapat penurunan tekanan pada titik kritis dimana pada Alternatif 1 terjadi penurnan sebesar 16,58%, pada Alternatif 2 terjadi penurunan sebesar 14,29%, dan pada Alternatif 3 terdapat penurunan sebesar 21,58% apabila disandingkan dengan penelitian sebelumnya diharapkan dengan adanya penurunan tekanan di ke 3 alternatif tersebut juga dapat mengakibatkan adanya penurunan NRW, dan berdasarkan hitungan pada tabel 3 maka dapat disimpulkan pula bahwa Alternatif 3 secara teknis adalah Alternatif terbaik dengan penurunan sebesar 21,58% dari eksisting.

 

Kesimpulan

DMA Perumda Cipaku Eksisting memiliki variasi elevasi yang terlalu ekstrim sebesar >60 m, terdapat 2 Interkoneksi yang secara literatur tidak ideal, dimana salah satu interkoneksi tidak memiliki meter sehingga dapat menyebabkan analisis Non-revenue water yang tidak akurat.

Telah dilakukan analisis dan evaluasi terhadap DMA terbangun yang dimiliki oleh Perumda Tirta Pakuan Kota Bogor melalui pemodelan jaringan pada DMA menggunakan bantuan software EPANET yang terintegrasi dengan QGIS dan AutoCAD. Dimana terdapat setidaknya 16 pipa yang memiliki unit headloss yang lebih tinggi dari standar yang diatur dalam Peraturan, analisis terhadap alternatif strategi optimisasi DMA ditinjau dari aspek teknis dengan rincian sebagai berikut: a). Alternatif 1: Perbaikan pipa yang memiliki unit headloss yang lebih tinggi dari standar dengan diubah menjadi pipa parallel (menambahkan pipa dengan diameter sama di sebelahnya dan 1 PRV di wilayah terjauh). b). Alternatif 2: Menutup interkoneksi yang tidak bermeter dan menambah 2 PRV di wilayah terjauh. c). Alternatif 3: Memecah DMA Perumda Cipaku menjadi 2 Bagian (DMA Perumda Cipaku A & DMA Perumda Cipaku B)

Melalui simulasi terhadap 3 Alternatif tersebut maka Alternatif 3 secara teknis menjadi alternatif yang terbaik dikarenakan hasil simulasi tidak menunjukkan adanya kriteria jaringan distribusi yang dibawah standar, dan mampu menurunkan tekanan sebesar 21,58%.

 

 

 

 


BIBLIOGRAFI

 

Ditjen Cipta Karya. (2018). Modul Air Tak Berekening. Jakarta Selatan: Kementerian PUPR.

 

Farley, M., Wyeth, G., Ghazali, Z. Bin Md, Istandar, A., & Singh, S. (2008). Buku Pegangan tentang Air Tak Berekening (NRW) untuk Manajer: Panduan untuk Memahami Kehilangan Air. Jakarta: Direktorat Jenderal Cipta Karya PU. Google Scholar

 

Hajebi, S., Temate, S., Barrett, S., Clarke, A., & Clarke, S. (2014). Water distribution network sectorisation using structural graph partitioning and multi-objective optimization. Procedia Engineering, 89, 1144�1151. Google Scholar

 

Morrison, John, Tooms, Stephen, & Rogers, Dewi. (2007). District metered areas guidance notes. International Water Association. Google Scholar

 

Perumda Tirta Pakuan Kota Bogor. (2020). Company Profile Perumda Tirta Pakuan Kota Bogor. Bogor: Perumda Tirta Pakuan Kota Bogor.

 

Copyright holder:

Julius Alex Fernando, Ali Masduqi, Gabriel Novianus Rumambo Pandin (2021)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: