Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 6, No. 2, Special Issue, Desember 2021

�

ANALISIS HUKUM POTENSI TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN DENGAN PENYEDIA FASILITAS KESEHATAN DALAM SISTEM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

 

Erna Ariyani, Mexsasai Indra, Davit Rahmadan

Fakultas Hukum Pascasarjana, Universitas Riau, Indonesia

Email: [email protected], [email protected], [email protected] ��

 

Abstrak

Fungsi penyelenggaraan pelayanan kesehatan mencakup seleksi fasilitas kesehatan, penyediaan jaringan fasilitas kesehatan, pemberian pelayanan kesehatan secara terstandarisasi, terstruktur, berjenjang, dan terintegrasi. Pemerintah menetapkan regulasi-regulasi yang mengatur standar infrastruktur pelayanan kesehatan, standar pelayanan kesehatan, standar tenaga kesehatan, tarif pelayanan, daftar sediaan obat dan tarif obat, serta standar dan tarif alat medis. Selanjutnya, regulasi-regulasi tersebut menjadi dasar hukum bagi kontrak kerjasama antara BPJS Kesehatan dan fasilitas kesehatan untuk pemberian pelayanan kepada peserta. BPJS menetapkan kriteria seleksi fasilitas kesehatan dan menyeleksi fasilitas kesehatan yang layak untuk bekerjasama. Penetapan kriteria ini bertujuan untuk menjaga kulitas pelayanan kesehatan yang akan didapatkan oleh masyarakat. Oleh karena itu pada proses penyelenggaraannya BPJS Kesehatan berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat, dalam hal mengeluarkan rekomendasi bahwa fasilitas kesehatan tersebut dianggap memenuhi kriteria menjadi mitrakerja/vendor dalam sistem JKN. Peraturan khusus (lex specialis) tentang pengadaan barang jasa pemerintah mempedomani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang Jasa Pemerintah yang merupakan perubahan dari Peraturan Presiden No 16 Tahun 2018.� Adapun petunjuk tertulis dari Perpres ini tertuang didalam Peraturan Lembaga (Perlem) Kebijakan Pengadaan Barang dan jasa Pemerintah (LKPP) Nomor 9 tahun 2018. Dalam Perlem LKPP Nomor 9 tahun 2018 tentang syarat kualifikasi administrasi/legalitas penyedia Barang/Jasa bahwa pimpinan dan pengurus badan usaha bukan sebagai pegawai kementerian/ lembaga/perangkat daerah. Fakta yang ditemukan dilapangan, tidak semua pemilik fasilitas kesehatan swasta mitrakerja BPJS Kesehatan merupakan pelaku usaha non pemerintah, namun ada juga pelaku usaha yang berprofesi sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang mana mereka terlibat secara langsung ataupun tidak langsung didalam proses pengadaan seleksi penunjukan penyedia fasilitas kesehatan swasta dalam sistem JKN. Data ini dapat ditemukan dari informasi yang dipublikasikan oleh BPJS kesehatan, yang dapat diakses oleh masyarakat.� Fenomena ini berpotensi terjadinya tindak pidana korupsi (tipikor). Tindak pidana korupsi adalah suatu perbuatan melawan hukum, memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu badan yang secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan negara, atau diketahui atau patut disangka olehnya bahwa perbuatan tersebut merugikan keuangan negara dan perekonomian negara.

 

Kata Kunci: fasilitas kesehatan; pidana korupsi; perjanjian kerja sama

 

Abstract

The function of providing health services includes the selection of health facilities, the provision of a network of health facilities, the provision of standardized, structured, tiered, and integrated health services. The government stipulates regulations that regulate health service infrastructure standards, health service standards, health personnel standards, service rates, list of drug preparations and drug tariffs, as well as standards and rates for medical devices. Furthermore, these regulations become the legal basis for the cooperation contract between BPJS Health and health facilities for the provision of services to participants. BPJS determines the selection criteria for health facilities and selects appropriate health facilities to cooperate. The determination of these criteria aims to maintain the quality of health services that will be obtained by the community. Therefore, in the implementation process, BPJS Kesehatan coordinates with the local District/City Health Office, in terms of issuing a recommendation that the health facility is considered to meet the criteria for being a partner/vendor in the JKN system. The special regulation (lex specialis) regarding the procurement of government goods and services is guided by Presidential Regulation (Perpres) Number 12 of 2021 concerning the Procurement of Government Goods and Services which is a change from Presidential Regulation No. 16 of 2018. The written instructions from this Perpres are contained in an Institutional Regulation (Perlem). Government Goods and Services Procurement Policy (LKPP) Number 9 of 2018. In the LKPP Perlem Number 9 of 2018 concerning the requirements for administrative qualifications/legality of goods/services providers that the leaders and administrators of business entities are not employees of ministries/institutions/regional apparatuses. Facts found in the field, not all owners of private health facilities with BPJS Health partners are non-government business actors, but there are also business actors who work as Civil Servants (PNS) where they are directly or indirectly involved in the procurement process for the selection of facility providers. private health in the JKN system. This data can be found from information published by BPJS Kesehatan, which can be accessed by the public. This phenomenon has the potential for corruption (tipikor). A criminal act of corruption is an act against the law, enriching oneself, another person, or an entity that directly or indirectly harms state finances, or is known or suspected by him to be detrimental to state finances and the state economy.

�

Keywords: health facilities; corruption crime; cooperation agreement

 

Received: 2021-11-20; Accepted: 2021-12-05; Published: 2021-12-07

 

Pendahuluan

Tindak Pidana Korupsi adalah suatu kejahatan luar biasa yang berpotensi dilakukan oleh setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara (Evi Hartanti, 2005). Pengadaan Barang dan Jasa adalah kegiatan Pengadaan Barang dan Jasa oleh Kementerian/ Lembaga/ Perangkat Daerah yang dibiayai oleh APBN/APBD yang prosesnya sejak identifikasi kebutuhan, sampai dengan serah terima pekerjaan.

Perjanjian Kerja Sama (Kontrak) adalah Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya disebut Kontrak adalah perjanjian tertulis antara PA/KPA/PPK dengan Penyedia Barang/Jasa atau pelaksana Swakelola Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai Pegawai ASN secara tetap oleh pejabat Pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan (Kasiyanto & SH, 2018). BPJS Kesehatan adalah merupakan Badan Hukum publik yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden dan memiliki tugas untuk menyelenggarakan Jaminan Kesehatan Nasional untuk seluruh rakyat Indonesia.

Fasilitas Kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan baik promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang pelayanannya dilakukan oleh pemerintah dan/atau masyarakat. Jaminan Kesehatan Nasional adalah bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional atau SJSN (yang diselenggarakan dengan menggunakan asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar Kesehatan masyarakat yang layak diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah).�

 

Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis adalah penelitian hukum normatif atau penelitian hukum doktriner atau penelitian perpustakaan. Penelitian hukum normatif, hukum yang tertulis dikaji dari berbagai aspek. Pendekatan yang digunakan oleh penulis adalah studi kasus dari putusan Hakim yang berkekuatan hukum tetap. Jenis data terbagi dalam dua hal yakni: (1) Data Primer yaitu data yang diperoleh dari sumber utamanya dengan melakukan wawancara dan survey secara langsung. (2) Data Sekunder, yang terdiri darai bahan hukum primer, sekunder dan tersier.

 

Hasil dan Pembahasan

1.     Peluang terjadinya potensi tindak pidana korupsi dalam perjanjian kerjasama antara BPJS Kesehatan dengan penyedia Fasilitas Kesehatan dalam sistem JKN

Korupsi adalah suatu kejahatan luar biasa (extra ordinary crime), secara umum memiliki ciri-ciri sebagai berikut, yaitu (1) berpotensi dilakukan oleh siapa saja, (2) korbannya bisa siapa saja karena tidak memilih target atau korban (random target atau random victim), (3) kerugiannya besar dan meluas (snowball effect atau domino effect), dan (4) terorganisasi atau oleh organisasi (Ifrani, 2018).�

Tindakan yang terjadi karena adanya kesempatan dan potensi yang menimbulkan perbuatan melawan hukum dalam arti formil dan materiil sehingga merugikan keuangan atau perekonomian negara maka termasuk kedalam tindak pidana korupsi yang diatur oleh Undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Didalam Undang-Undang ini, pengertian tindak pidana korupsi adalah sebagai berikut;

1.     Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara;

2.     Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, meyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

3.     Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaiman dimaksud dalam pasal 209, 210, 387 atau 388, 415, 416, 417, 418, dan pasal 419 Kitab Undang-undang Hukum Pidana;

4.     Setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut;

5.     Setiap orang yang melanggar ketentuan Undang-undang yang secara tegas menyatakan bahwa pelanggaran terhadap ketentuan Undang-undang tersebut sebagai tindak pidana korupsi berlaku ketentuan yang diatur dalam Undang-undang ini;

6.     Setiap orang yang melakukan percobaan, pembatuan, atau pemufakaatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi;

7.     Setiap orang diluar wilayah negara Republik Indonesia yang memberikan bantuan, kesempatan, sarana, atau keterangan untuk tindak pidana korupsi.

Menurut penulis, dari penjelasan diatas potensi bentuk tindak pidana korupsi yang dapat terjadi didalam perjanjian kerjasama antara BPJS Kesehatan dengan penyedia yaitu fasilitas kesehatan pada pelaksanaan Sistim Jaminan Kesehatan nasional (JKN) sebagai berikut:

a.  Merugikan keuangan atau perekonomian Negara

b.  Benturan kepentingan

 

Dari kedua peluang perbuatan utama yang berpotensi tindak pidana korupsi dapat dijelaskan sebagai berikut:

a.       Merugikan keuangan atau perekonomian negara

Undang-undang nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara pasal 1 ayat (1) menyatakan bahwa Keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Kerugian keuangan negara/daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja ataupun lalai, Undang-undang 1 tahun 2004 pasal 1 ayat (22).

Menurut Yunus Husein �Kerugian Negara Dalam Tindak Pidana Korupsi� menyebutkan ada beberapa cara terjadinya kerugian negara, yaitu kerugian negara yang terkait dengan berbagai transaksi: transaksi barang dan jasa, transaksi yang terkait dengan utang-piutang, dan transaksi yang terkait dengan biaya dan pendapatan.� Kerugian negara dapat menimbulkan beberapa kemungkinan peristiwa yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

 

Tabel 1

Potensi Merugikan Keuangan Negara

Potensi Tindak Pidana Korupsi

Uraian Peluang Potensi Tindak Pidana Korupsi

Dimana dapat dilakukan

Pihak yang

dapat terlibat

Merugikan keuangan negara

Pengeluaran suatu sumber (dapat berupa uang, barang) yang seharusnya tidak dikeluarkan

1.BPJS Kesehatan

2.Fasilitas pelayanan kesehatan

 

1.BPJS Kesehatan

2.Fasilitas pelayanan Kesehatan

3.Dinas Kesehatan

 

 

Pengeluaran suatu sumber/kekayaan lebih besar dari yang seharusnya menurut kriteria yang berlaku

1.BPJS Kesehatan

2.Fasilitas pelayanan kesehatan

 

1.BPJS Kesehatan

2.Fasilitas pelayanan Kesehatan

3.Dinas Kesehatan

 

 

Penerimaan sumber/kekayaan lebih kecil/rendah dari seharusnya diterima

1.BPJS Kesehatan

2.Fasilitas pelayanan kesehatan

 

1.BPJS Kesehatan

2.Fasilitas pelayanan Kesehatan

3.Dinas Kesehatan

 

Timbulnya suatu kewajiban yang seharusnya tidak ada

1.BPJS Kesehatan

2.Fasilitas pelayanan kesehatan

 

1.BPJS Kesehatan

2.Fasilitas pelayanan Kesehatan

3.Dinas Kesehatan

 

Timbulnya suatu kewajiban yang lebih besar dari seharusnya

1.BPJS Kesehatan

2.Fasilitas pelayanan kesehatan

 

1.BPJS Kesehatan

2.Fasilitas pelayanan Kesehatan

3.Dinas Kesehatan

 

Hilangnya suatu hak yang seharusnya dimiliki/diterima menurut aturan yang berlaku

1.BPJS Kesehatan

2.Fasilitas pelayanan kesehatan

 

1.BPJS Kesehatan

2.Fasilitas pelayanan Kesehatan

3.Dinas Kesehatan

 

 

Hak yang diterima lebih kecil dari yang seharusnya diterima

1.BPJS Kesehatan

2.Fasilitas pelayanan kesehatan

 

1.BPJS Kesehatan

2.Fasilitas pelayanan Kesehatan

3.Dinas Kesehatan

 

Tindakan fraud yang sudah ditetapkan dan terdapat kerugian keuangan negara yang dituangkan didalam produk hukum dan tidak ditindaklanjuti sesuai ketentuan

1.BPJS Kesehatan

2.Fasilitas pelayanan Kesehatan

3.Dinas Kesehatan

 

1.BPJS Kesehatan

2.Fasilitas pelayanan Kesehatan

3.Dinas Kesehatan

 

 

b.     Benturan Kepentingan

Benturan kepentingan merupakan suatu kondisi dimana pertimbangan pribadi mempengaruhi dan/atau dapat menyiingkirkan profesionalitas seorang pejabat dalam mengemban tugas. Pertimbangan pribadi tersebut dapat berasal dari kepentingan pribadi, kerabat atau kelompok yang kemudian mendesak atau mereduksi gagasan yang dibangun berdasarkan nalar profesionalnya sehingga keputusannya menyimpang dari orisinalitas keprofesionalannya dan akan berimplikasi pada penyelenggaraan negara khususnya dibidang pelayanan publik menjadi tidak efisien dan efektif. Benturan kepentingan yang dapat menimbulkan potensi tindak pidana korupsi didalam dalam perjanjian kerjasama antara badan penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan dengan penyedia fasilitas kesehatan dalam Sistem Jaminan Kesehatan Nasional adalah sebagai berikut:

Tabel 2

Potensi Benturan Kepentingan

Potensi Tindak Pidana Korupsi

Peluang Potensi Tindak Pidana Korupsi

Dimana dapat dilakukan

Pihak yang dapat terlibat

Benturan kepentingan didalam pengadaan barang dan jasa

Menerima gratifikasi atau pemberian atas suatu keputusan/jabatan

1.   BPJS Kesehatan

2.   Fasilitas pelayanan Kesehatan

3.   Dinas Kesehatan

 

1. BPJS Kesehatan

2. Fasilitas pelayanan�� Kesehatan

3. Dinas Kesehatan

 

Penggunaan aset jabatan untuk kepentingan pribadi atau golongan

Perangkapan jabatan di beberapa instansi yang memiliki hubungan langsung atau tidak langsung, sejenis atau tidak sejenis, sehingga menyebabkan pemanfaatan suatu jabatan untuk kepentingan jabatan lainnya

Kewenangan penilaian suatu objek kualifikasi dan objek tersebut merupakan hasil dari si penilai

Penyalagunaan jabatan

Moonlighting atau Outside employment (bekerja lain diluar pekerjaan pokoknya)

Penggunaan Diskresi yang menyalahgunaan wewenang

 

2.     Analisis Hukum Potensi Tindak Pidana Korupsi Dalam Perjanjian Kerjasama Antara BPJS Kesehatan Dengan Penyedia Fasilitas Kesehatan Dalam Sistem JKN

Pemerintah Indonesia telah meluncurkan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang telah ditujukan untuk pemenuhan cakupan kesehatan masyarakat Indonesia (Organization, 2016). Berdasarkan dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), sistem JKN adalah program jaminan sosial yang menjamin biaya pemeliharaan kesehatan serta pemenuhan kebutuhan dasar kesehatan yang diselenggarakan nasional secara bergotong-royong, wajib oleh seluruh penduduk Indonesia dengan membayar iuran berkala atau iurannya dibayari oleh pemerintah kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Berdasarkan pasal 23 UU SJSN Nomor 40 Tahun 2004 disebutkan bahwa jaminan kesehatan diberikan pada fasilitas kesehatan milik pemerintah atau non pemreintah yang menjalin kerjasama dengan BPJS Kesehatan. fasilitas kesehatan meliputi rumah sakit, dokter praktik, klinik, laboratorium, apotik, dan fasilitas kesehatan lainnya. Hubungan kerjasama antara BPJS Kesehatan dengan fasilitas kesehatan dilakukan dengan basis kontrak, yaitu perjanjian tertulis antara kedua pihak (Putri, 2014).

Analisis hukum potensi tindak pidana korupsi dalam perjanjian Kerjasama antara BPJS Kesehatan dengan penyedia Fasilitas Kesehatan dalam sistem JKN merupakan struktur hukum yang kompleks. Mulai dari hukum perdata, hukum administrasi negara hingga hukum pidana.� Tindak pidana korupsi merupakan suatu bentuk hukum pidana khusus. Aspek hukum pidana Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dihubungkan dengan Undang-undang Tipikor adalah sejauh mana prosedur pengelolaan keuangan Negara telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (untuk menemukan unsur melawan hukum) dan apakah telah timbul keuntungan pribadi atau orang lain atau korporasi (rekanan), dan apakah telah terjadi kerugian keuangan Negara sebagai akibat perbuatan melawan hukum.

Unsur kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak bersifat mutlak, yaitu bahwa kerugian itu tidak harus telah terjadi. Sekedar suatu perbuatan memperkaya dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, perbuatan memperkaya secara melawan hukum telah memenuhi rumusan pasal ini (Kemendikbud, 2013).�

Unsur melawan hukum (wederechtelijke) dapat dikualifikasikan sebagai melawan hukum formil maupun materiil.� Sifat melawan hukum formil artinya perbuatan pelaku bertentangan dengan ketentuan hukum formal seperti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri dan lain-lain. Potensi kerugian keuangan negara pada perjanjian Kerjasama antara BPJS kesehatan dengan fasilitas pelayanan kesehatan berawal dari cacat wewenang, cacat prosedur dan cacat substansi sehingga� mengakibatkan penyalahgunaan kewenangan sangat erat kaitan dengan terdapatnya ketidaksahan (cacat yuridis) dari suatu keputusan dan atau tindakan pemerintah/penyelenggara negara yaitu pegawai BPJS Kesehatan dan pegawai dinas kesehatan kabupaten/kota atau daerah dan pegawai negeri dari fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah seperti puskesmas dan rumah sakit pemerintah daerah setempat yang merangkap sebagai pemilik fasilitas kesehatan swasta yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.

Selain itu pegawai pemerintah tersebut ikut serta dalam proses pengadaan barang/jasa pemerintah dari tahap perencanaan sampai dengan pelaksanaan kontrak yang dibutikan dengan adanya perjanjian kerjasama dan pembayaran yang dilakukan oleh BPJS Kesehatan kepada penyedia tersebut, sehingga memenuhi penyalahgunaan kewenangan dalam hukum administrasi dapat diartikan dalam 3 (tiga) wujud, yaitu:

1.      Penyalahgunaan kewenangan untuk melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan kepentingan umum atau untuk menguntungkan kepentingan pribadi, kelompok atau golongan;

2.      Penyalahgunaan kewenangan dalam arti bahwa tindakan pejabat tersebut adalah benar ditujukan untuk kepentingan umum, tetapi menyimpang dari tujuan kewenangan yang diberikan oleh undang- undang atau peraturan-peraturan lainnya;

3.      Penyalahgunaan kewenangan dalam arti menyalahgunakan prosedur yang seharusnya dipergunakan untuk mencapai tujuan tertentu, tetapi telah menggunakan prosedur lain agar terlaksana.

Tindakan maladminstrasi ini berujung merugikan keuangan negara dan memenuhi unsur-unsur pasal 2 dan pasal 3 UU Tipikor.� Adapun secara singkat, dapat dijelaskan pada table dibawah ini.

 

 

 

 

 

Tabel 3

Analisis Hukum Potensi Tindak Pidana Korupsi Merugikan Keuangan Negara

Potensi Tindak Pidana Korupsi

Pihak yang

dapat terlibat

 

Dasar Hukum

Merugikan keuangan negara

1.     Pegawai BPJS Kesehatan

2.     Pemilik Fasilitas pelayanan Kesehatan yang berprofesi sebagai pegawai negeri sipil.

3.     Pegawai Dinas Kesehatan Daerah

 

Asas hukum lex specialis drogat lex generalis

Pasal 2 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;

Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;

Pasal 1 angka 22 UU RI Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara

Pasal 1 angka 1 UU RI No 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara;

Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 11 tahun 2020.

Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang Jasa Pemerintah yang merupakan perubahan dari Peraturan Presiden No 16 Tahun 2018.�

Peraturan Lembaga (Perlem) Kebijakan Pengadaan Barang dan jasa Pemerintah (LKPP) Nomor 12 tahun 2021.

 

Dalam rangka meningkatkan pelaksanaan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) yang bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme perlu diciptakan lingkungan yang dapat menimbulkan perilaku positif, kondusif dan terbebas dari adanya benturan kepentingan. Benturan kepentingan adalah situasi dimana terdapat konflik kepentingan seseorang yang memanfaatkan kedudukan dan wewenang yang dimilikinya (baik dengan sengaja maupun tidak sengaja) untuk kepentingan pribadi, keluarga, atau golongannya sehingga tugas yang diamanatkan tidak dapat dilaksanakan dengan obyektif dan berpotensi menimbulkan kerugian.

Analisis hukum terhadap benturan kepentingan sebagai potensi tindak pidana korupsi dalam perjanjian Kerjasama antara BPJS Kesehatan dengan Fasilitas pelayanan kesehatan dalam program JKN merupakan suatu bentuk kesengajaan dan kelalaian dilakukan oleh pegawai yang terkait. Oleh karena itulah tidak jarang saat ini kita jumpai fasilitas pelayanan kesehatan non pemerintah merupakan pemilik dari oknum-oknum pegawai dinas kesehatan kabupaten/kota dan pegawai negeri sipil di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah seperti puskesmas dan rumah sakit pemerintah daerah. Para oknum ini berpotensi melakukan tindak pidana korupsi dan telah memenuhi unsur pada pasal 12 UU tipikor. Sumber benturan kepentingan yang ditemui pada hal ini yaitu:

1.     Penyalahgunaan wewenang, yaitu dengan membuat keputusan atau tindakan yang tidak sesuai dengan tujuan atau melampaui batas-batas pemberian wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan;

2.     Perangkapan jabatan, yaitu pegawai menduduki dua atau lebih jabatan publik sehingga tidak bisa menjalankan jabatannya secara profesional, independen dan akuntabel selain yang telah diatur dalam Peraturan Perundang undangan;

3.     Hubungan afiliasi, yaitu hubungan yang dimiliki oleh pegawai dengan pihak tertentu baik karena hubungan darah, hubungan perkawinan maupun hubungan pertemanan yang dapat mempengaruhi keputusannya;

4.     Kelemahan sistem organisasi, yaitu keadaan yang menjadi kendala bagi pencapaian tujuan pelaksanaan kewenangan pegawai yang disebabkan karena struktur dan budaya organisasi yang ada;

5.     Kepentingan pribadi, yaitu keinginan/kebutuhan pegawai mengenai suatu hal yang bersifat pribadi

6.     Penyalahgunaan wewenang, yaitu dengan membuat keputusan atau tindakan yang tidak sesuai dengan tujuan atau melampaui batas-batas pemberian wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan;

7.     Perangkapan jabatan, yaitu pegawai menduduki dua atau lebih jabatan publik sehingga tidak bisa menjalankan jabatannya secara profesional, independen dan akuntabel selain yang telah diatur dalam Peraturan Perundang undangan;

8.     Hubungan afiliasi, yaitu hubungan yang dimiliki oleh pegawai dengan pihak tertentu baik karena hubungan darah, hubungan perkawinan maupun hubungan pertemanan yang dapat mempengaruhi keputusannya;

9.     Kelemahan sistem organisasi, yaitu keadaan yang menjadi kendala bagi pencapaian tujuan pelaksanaan kewenangan pegawai yang disebabkan karena struktur dan budaya organisasi yang ada;

10.  Kepentingan pribadi, yaitu keinginan/kebutuhan pegawai mengenai suatu hal yang bersifat pribadi

 

Secara singkat, analisis hukum benturan kepentingan sebagai potensi tindak pidana korupsi dalam perjanjian Kerjasama BPJS kesehatan dengan fasilitas pelayanan kesehatan, penulis tuangkan table dibawah ini.

 

 

 

 

 

 

Tabel 4

Analisis Hukum Potensi Tindak Pidana Korupsi Benturan Kepentingan

Potensi Tindak Pidana Korupsi

Pihak yang

dapat terlibat

Dasar Hukum

Benturan Kepentingan

1.     Pegawai BPJS Kesehatan

2.     Pemilik Fasilitas pelayanan Kesehatan yang berprofesi sebagai pegawai negeri sipil.

3.     Pegawai Dinas Kesehatan Daerah

 

Pasal 12 huruf I UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;

Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi RI Nomor 37 tahun Tentang Pedoman Umum Penanganan Benturan Kepentingan

Peraturan Lembaga (Perlem) Kebijakan Pengadaan Barang dan jasa Pemerintah (LKPP) Nomor 12 tahun 2021.

 

3.     Penataan regulasi yang baik dalam perjanjian Kerjasama terhadap pengadaan barang dan jasa oleh penyedia dalam rangka pencegahan tindak pidana korupsi

Pemerintah melalui Menteri Kesehatan RI dan BPJS Kesehatan� telah membuat kebijakan-kebijakan untuk melakukan pencegahan tindak pidana korupsi, yaitu dengan menerbitkannya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 16 Tahun 2019 tentang pencegahan dan penanganan kecurangan (Fraud) serta pengenaan sanksi administrasi terhadap kecurangan (Fraud) dalam pelaksanaan program Jaminan Kesehatan dan telah mengunakan sistim informasi teknologi didalam melaksanakan pengadaan barang dan jasa dilingkungannya serta meningkatkan profesionalitas dan modernisasi secara berkelanjutan untuk mencapai pelaksanaan pengadaan barang/jasa yang sesuai dengan asas-asas pengadaan barang dan jasa.

Namun menurut penulis ada celah hukum yang dapat digunakan oleh oknum-oknum yang ingin berupaya menguntungkan diri sendiri atau oranglain atau koorporasi dengan mengunakan kewenangannya ataupun kekuasaannya untuk melakukan pembenaran terhadap tindakan yang tidak diatur secara tertulis dan tegas oleh pihak BPJS Kesehatan dan Pemerintah, karena salah satu cara mengaburkan proses pengadaan oleh oknum-oknum adalah dengan mengurangi atau menambahkan ataupun mengurangi� persyaratan yang tidak tegas ataupun� relevan guna mengkondisikan calon penyedia yang berafiliasi dengan oknum tersebut untuk dapat disetujui menjadi penyedia.

 

 

Kesimpulan

Dalam perjanjian kerjasama antara badan penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan dengan penyedia fasilitas kesehatan dalam Sistem Jaminan Kesehatan Nasional� terdapat potensi tindak pidana korupsi� yaitu kerugian� keuangan negara dan benturan kepentingan yang dapat digunakan oleh oknum ASN/PNS yang menjadi penyedia didalam BPJS Kesehatan didalam pelaksanaan pelayanan dasar kesehatan dengan melakukan perbuatan melawan hukum terkait peraturan perundang-undangan tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 hal ini disebabkan adanya celah hukum yang tidak mengatur secara tegas larangan terhadap PNS untuk menjadi penyedia barang dan jasa dilingkungan Pemerintah yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Aparatur Sipil Negara dan petunjuk teknis pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional melalui Peraturan Menteri Kesehatan dan atau Peraturan BPJS.

 

 

 


 

BIBLIOGRAFI

 

Evi Hartanti, S. H. (2005). Tindak Pidana Korupsi. Penerbit Sinar Grafika, Jakarta. Google Scholar

 

Ifrani, Ifrani. (2018). Tindak Pidana Korupsi Sebagai Kejahatan Luar Biasa. Al-Adl: Jurnal Hukum, 9(3), 319�336. Google Scholar

 

Kasiyanto, H. Agus, & SH, M. H. (2018). Tindak Pidana Korupsi: Pada Proses Pengadaan Barang dan Jasa. Prenada Media. Google Scholar

 

Kemendikbud, R. I. (2013). Buku Pendidikan Anti-Korupsi Untuk Perguruan Tinggi. Kemendikbud. Google Scholar

 

Organization, World Health. (2016). Questions and answers on universal health coverage. WHO. Google Scholar

 

Putri, Asih Eka. (2014). Seri Buku Saku�4: Paham JKN�Jaminan Kesehatan Nasional. Jakarta: Friedrich-Ebert-Stiftung Kantor Perwakilan Indonesia. Google Scholar

 

 

 

Copyright holder:

Erna Ariyani, Mexsasai Indra, Davit Rahmadan (2021)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: