Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN:
2548-1398
Vol. 6, No. 2, Special Issue, Desember 2021
�
ANALISIS HUKUM POTENSI TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PERJANJIAN
KERJASAMA ANTARA BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN DENGAN PENYEDIA FASILITAS
KESEHATAN DALAM SISTEM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
Erna Ariyani, Mexsasai
Indra, Davit Rahmadan
Fakultas Hukum Pascasarjana, Universitas Riau, Indonesia
Email: [email protected],
[email protected], [email protected] ��
Abstrak
Fungsi penyelenggaraan pelayanan kesehatan mencakup seleksi fasilitas kesehatan, penyediaan jaringan fasilitas kesehatan, pemberian pelayanan kesehatan secara terstandarisasi, terstruktur, berjenjang, dan terintegrasi. Pemerintah menetapkan regulasi-regulasi yang mengatur standar infrastruktur pelayanan kesehatan, standar pelayanan kesehatan, standar tenaga kesehatan, tarif pelayanan, daftar sediaan obat dan tarif obat, serta standar dan tarif alat medis. Selanjutnya, regulasi-regulasi tersebut menjadi dasar hukum bagi kontrak kerjasama antara BPJS Kesehatan dan fasilitas kesehatan untuk pemberian pelayanan kepada peserta. BPJS menetapkan kriteria seleksi fasilitas kesehatan dan menyeleksi fasilitas kesehatan yang layak untuk bekerjasama. Penetapan kriteria ini bertujuan untuk menjaga kulitas pelayanan kesehatan yang akan didapatkan oleh masyarakat. Oleh karena itu pada proses penyelenggaraannya BPJS Kesehatan berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat, dalam hal mengeluarkan rekomendasi bahwa fasilitas kesehatan tersebut dianggap memenuhi kriteria menjadi mitrakerja/vendor dalam sistem JKN. Peraturan khusus (lex specialis) tentang pengadaan barang jasa pemerintah mempedomani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang Jasa Pemerintah yang merupakan perubahan dari Peraturan Presiden No 16 Tahun 2018.� Adapun petunjuk tertulis dari Perpres ini tertuang didalam Peraturan Lembaga (Perlem) Kebijakan Pengadaan Barang dan jasa Pemerintah (LKPP) Nomor 9 tahun 2018. Dalam Perlem LKPP Nomor 9 tahun 2018 tentang syarat kualifikasi administrasi/legalitas penyedia Barang/Jasa bahwa pimpinan dan pengurus badan usaha bukan sebagai pegawai kementerian/ lembaga/perangkat daerah. Fakta yang ditemukan dilapangan, tidak semua pemilik fasilitas kesehatan swasta mitrakerja BPJS Kesehatan merupakan pelaku usaha non pemerintah, namun ada juga pelaku usaha yang berprofesi sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang mana mereka terlibat secara langsung ataupun tidak langsung didalam proses pengadaan seleksi penunjukan penyedia fasilitas kesehatan swasta dalam sistem JKN. Data ini dapat ditemukan dari informasi yang dipublikasikan oleh BPJS kesehatan, yang dapat diakses oleh masyarakat.� Fenomena ini berpotensi terjadinya tindak pidana korupsi (tipikor). Tindak pidana korupsi adalah suatu perbuatan melawan hukum, memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu badan yang secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan negara, atau diketahui atau patut disangka olehnya bahwa perbuatan tersebut merugikan keuangan negara dan perekonomian negara.
Kata Kunci: fasilitas kesehatan; pidana korupsi; perjanjian kerja sama
Abstract
The function of providing
health services includes the selection of health facilities, the provision of a
network of health facilities, the provision of standardized, structured,
tiered, and integrated health services. The government stipulates regulations that
regulate health service infrastructure standards, health service standards,
health personnel standards, service rates, list of drug preparations and drug
tariffs, as well as standards and rates for medical devices. Furthermore, these
regulations become the legal basis for the cooperation contract between BPJS
Health and health facilities for the provision of services to participants.
BPJS determines the selection criteria for health facilities and selects
appropriate health facilities to cooperate. The determination of these criteria
aims to maintain the quality of health services that will be obtained by the
community. Therefore, in the implementation process, BPJS Kesehatan coordinates
with the local District/City Health Office, in terms of issuing a recommendation
that the health facility is considered to meet the criteria for being a
partner/vendor in the JKN system. The special regulation (lex specialis)
regarding the procurement of government goods and services is guided by
Presidential Regulation (Perpres) Number 12 of 2021 concerning the Procurement
of Government Goods and Services which is a change from Presidential Regulation
No. 16 of 2018. The written instructions from this Perpres are contained in an
Institutional Regulation (Perlem). Government Goods and Services Procurement
Policy (LKPP) Number 9 of 2018. In the LKPP Perlem Number 9 of 2018 concerning
the requirements for administrative qualifications/legality of goods/services
providers that the leaders and administrators of business entities are not
employees of ministries/institutions/regional apparatuses. Facts found in the
field, not all owners of private health facilities with BPJS Health partners
are non-government business actors, but there are also business actors who work
as Civil Servants (PNS) where they are directly or indirectly involved in the
procurement process for the selection of facility providers. private health in
the JKN system. This data can be found from information published by BPJS
Kesehatan, which can be accessed by the public. This phenomenon has the
potential for corruption (tipikor). A criminal act of corruption is an act
against the law, enriching oneself, another person, or an entity that directly
or indirectly harms state finances, or is known or suspected by him to be
detrimental to state finances and the state economy.
�
Keywords: health facilities; corruption crime;
cooperation agreement
Received: 2021-11-20;
Accepted: 2021-12-05; Published: 2021-12-07
Pendahuluan
Tindak Pidana Korupsi adalah
suatu kejahatan luar biasa yang berpotensi dilakukan oleh setiap orang yang
secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang
lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara, dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain
atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang
ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara
atau perekonomian negara (Evi
Hartanti, 2005). Pengadaan
Barang dan Jasa adalah kegiatan Pengadaan Barang dan Jasa oleh Kementerian/
Lembaga/ Perangkat Daerah yang dibiayai oleh APBN/APBD yang prosesnya sejak
identifikasi kebutuhan, sampai dengan serah terima pekerjaan.
Perjanjian Kerja Sama
(Kontrak) adalah Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya disebut Kontrak adalah
perjanjian tertulis antara PA/KPA/PPK dengan Penyedia Barang/Jasa atau
pelaksana Swakelola Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah warga negara Indonesia
yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai Pegawai ASN secara tetap oleh
pejabat Pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan (Kasiyanto & SH, 2018).
BPJS Kesehatan adalah merupakan Badan Hukum publik yang bertanggung jawab
langsung kepada Presiden dan memiliki tugas untuk menyelenggarakan Jaminan
Kesehatan Nasional untuk seluruh rakyat Indonesia.
Fasilitas Kesehatan adalah
suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya
pelayanan kesehatan baik promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang
pelayanannya dilakukan oleh pemerintah dan/atau masyarakat. Jaminan
Kesehatan Nasional adalah bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional atau SJSN
(yang diselenggarakan dengan menggunakan asuransi kesehatan sosial yang bersifat
wajib dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar Kesehatan masyarakat yang
layak diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya
dibayar oleh pemerintah).�
Metode Penelitian
Jenis
penelitian yang digunakan oleh penulis adalah penelitian hukum normatif atau
penelitian hukum doktriner atau penelitian perpustakaan. Penelitian hukum
normatif, hukum yang tertulis dikaji dari berbagai aspek. Pendekatan
yang digunakan oleh penulis adalah studi kasus dari putusan Hakim yang berkekuatan
hukum tetap. Jenis data terbagi dalam dua hal yakni: (1) Data Primer yaitu data
yang diperoleh dari sumber utamanya dengan melakukan wawancara dan survey
secara langsung. (2) Data Sekunder, yang terdiri darai bahan hukum primer,
sekunder dan tersier.
Hasil dan Pembahasan
1.
Peluang terjadinya potensi tindak pidana korupsi
dalam perjanjian kerjasama antara BPJS Kesehatan dengan penyedia Fasilitas
Kesehatan dalam sistem JKN
Korupsi adalah suatu kejahatan luar
biasa (extra ordinary crime), secara umum memiliki ciri-ciri sebagai berikut,
yaitu (1) berpotensi dilakukan oleh siapa saja, (2) korbannya bisa siapa saja
karena tidak memilih target atau korban (random target atau random victim), (3)
kerugiannya besar dan meluas (snowball effect atau domino effect), dan (4)
terorganisasi atau oleh organisasi (Ifrani, 2018).�
Tindakan yang terjadi karena adanya
kesempatan dan potensi yang menimbulkan perbuatan melawan hukum dalam arti
formil dan materiil sehingga merugikan keuangan atau perekonomian negara maka
termasuk kedalam tindak pidana korupsi yang diatur oleh Undang-undang nomor 31
tahun 1999 sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang nomor 20 Tahun 2001
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Didalam Undang-Undang ini,
pengertian tindak pidana korupsi adalah sebagai berikut;
1. Setiap orang yang secara
melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau
suatu korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara;
2. Setiap orang yang dengan
tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,
meyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena
jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian
negara.
3. Setiap orang yang
melakukan tindak pidana sebagaiman dimaksud dalam pasal 209, 210, 387 atau 388,
415, 416, 417, 418, dan pasal 419 Kitab Undang-undang Hukum Pidana;
4. Setiap orang yang memberi
hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau
wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah
atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut;
5. Setiap orang yang
melanggar ketentuan Undang-undang yang secara tegas menyatakan bahwa
pelanggaran terhadap ketentuan Undang-undang tersebut sebagai tindak pidana
korupsi berlaku ketentuan yang diatur dalam Undang-undang ini;
6. Setiap orang yang
melakukan percobaan, pembatuan, atau pemufakaatan jahat untuk melakukan tindak
pidana korupsi;
7. Setiap orang diluar wilayah
negara Republik Indonesia yang memberikan bantuan, kesempatan, sarana, atau
keterangan untuk tindak pidana korupsi.
Menurut penulis, dari penjelasan
diatas potensi bentuk tindak pidana korupsi yang dapat terjadi didalam
perjanjian kerjasama antara BPJS Kesehatan dengan penyedia yaitu fasilitas
kesehatan pada pelaksanaan Sistim Jaminan Kesehatan nasional (JKN) sebagai
berikut:
a. Merugikan keuangan atau
perekonomian Negara
b. Benturan kepentingan
Dari kedua peluang perbuatan utama
yang berpotensi tindak pidana korupsi dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Merugikan keuangan atau
perekonomian negara
Undang-undang nomor 17 tahun 2003
tentang Keuangan Negara pasal 1 ayat (1) menyatakan bahwa Keuangan negara
adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta
segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik
negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Kerugian
keuangan negara/daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang
nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja
ataupun lalai, Undang-undang 1 tahun 2004 pasal 1 ayat (22).
Menurut Yunus Husein �Kerugian Negara
Dalam Tindak Pidana Korupsi� menyebutkan ada beberapa
cara terjadinya kerugian negara, yaitu kerugian negara yang terkait dengan
berbagai transaksi: transaksi barang dan jasa, transaksi yang terkait dengan
utang-piutang, dan transaksi yang terkait dengan biaya dan pendapatan.� Kerugian negara dapat menimbulkan beberapa
kemungkinan peristiwa yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian
negara.
Tabel 1
Potensi Merugikan Keuangan Negara
Potensi Tindak Pidana Korupsi |
Uraian Peluang Potensi Tindak Pidana Korupsi |
Dimana dapat dilakukan |
Pihak yang dapat terlibat |
Merugikan keuangan negara |
Pengeluaran suatu sumber (dapat berupa uang, barang) yang seharusnya tidak dikeluarkan |
1.BPJS Kesehatan 2.Fasilitas pelayanan kesehatan |
1.BPJS Kesehatan 2.Fasilitas pelayanan Kesehatan 3.Dinas Kesehatan |
|
Pengeluaran suatu sumber/kekayaan lebih besar dari yang seharusnya menurut kriteria yang berlaku |
1.BPJS Kesehatan 2.Fasilitas pelayanan kesehatan |
1.BPJS Kesehatan 2.Fasilitas pelayanan Kesehatan 3.Dinas Kesehatan |
|
Penerimaan sumber/kekayaan lebih kecil/rendah dari seharusnya diterima |
1.BPJS Kesehatan 2.Fasilitas pelayanan kesehatan |
1.BPJS Kesehatan 2.Fasilitas pelayanan Kesehatan 3.Dinas Kesehatan |
|
Timbulnya suatu kewajiban yang seharusnya tidak ada |
1.BPJS Kesehatan 2.Fasilitas pelayanan kesehatan |
1.BPJS Kesehatan 2.Fasilitas pelayanan Kesehatan 3.Dinas Kesehatan |
|
Timbulnya suatu kewajiban yang lebih besar dari seharusnya |
1.BPJS Kesehatan 2.Fasilitas pelayanan kesehatan |
1.BPJS Kesehatan 2.Fasilitas pelayanan Kesehatan 3.Dinas Kesehatan |
|
Hilangnya suatu hak yang seharusnya dimiliki/diterima menurut aturan yang berlaku |
1.BPJS Kesehatan 2.Fasilitas pelayanan kesehatan |
1.BPJS Kesehatan 2.Fasilitas pelayanan Kesehatan 3.Dinas Kesehatan |
|
Hak yang diterima lebih kecil dari yang seharusnya diterima |
1.BPJS Kesehatan 2.Fasilitas pelayanan kesehatan |
1.BPJS Kesehatan 2.Fasilitas pelayanan Kesehatan 3.Dinas Kesehatan |
|
Tindakan fraud yang sudah ditetapkan dan terdapat kerugian keuangan negara yang dituangkan didalam produk hukum dan tidak ditindaklanjuti sesuai ketentuan |
1.BPJS Kesehatan 2.Fasilitas pelayanan Kesehatan 3.Dinas Kesehatan |
1.BPJS Kesehatan 2.Fasilitas pelayanan Kesehatan 3.Dinas Kesehatan |
b. Benturan Kepentingan
Benturan kepentingan merupakan suatu
kondisi dimana pertimbangan pribadi mempengaruhi dan/atau dapat menyiingkirkan
profesionalitas seorang pejabat dalam mengemban tugas. Pertimbangan pribadi
tersebut dapat berasal dari kepentingan pribadi, kerabat atau kelompok yang
kemudian mendesak atau mereduksi gagasan yang dibangun berdasarkan nalar
profesionalnya sehingga keputusannya menyimpang dari orisinalitas
keprofesionalannya dan akan berimplikasi pada penyelenggaraan negara khususnya
dibidang pelayanan publik menjadi tidak efisien dan efektif. Benturan
kepentingan yang dapat menimbulkan potensi tindak pidana korupsi didalam dalam
perjanjian kerjasama antara badan penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan dengan
penyedia fasilitas kesehatan dalam Sistem Jaminan Kesehatan Nasional adalah
sebagai berikut:
Tabel 2
Potensi Benturan Kepentingan
Potensi Tindak Pidana Korupsi |
Peluang Potensi Tindak Pidana Korupsi |
Dimana dapat dilakukan |
Pihak yang dapat terlibat |
Benturan kepentingan didalam pengadaan barang dan jasa |
Menerima gratifikasi atau pemberian atas suatu keputusan/jabatan |
1. BPJS Kesehatan 2. Fasilitas pelayanan Kesehatan 3. Dinas Kesehatan |
1. BPJS Kesehatan 2. Fasilitas pelayanan�� Kesehatan 3. Dinas Kesehatan |
Penggunaan aset jabatan untuk kepentingan pribadi atau golongan |
|||
Perangkapan jabatan di beberapa instansi yang memiliki hubungan langsung atau tidak langsung, sejenis atau tidak sejenis, sehingga menyebabkan pemanfaatan suatu jabatan untuk kepentingan jabatan lainnya |
|||
Kewenangan penilaian suatu objek kualifikasi dan objek tersebut merupakan hasil dari si penilai |
|||
Penyalagunaan jabatan |
|||
Moonlighting atau Outside employment (bekerja lain diluar pekerjaan pokoknya) |
|||
Penggunaan Diskresi yang menyalahgunaan wewenang |
2.
Analisis
Hukum Potensi Tindak Pidana Korupsi Dalam Perjanjian Kerjasama Antara BPJS
Kesehatan Dengan Penyedia Fasilitas Kesehatan Dalam Sistem JKN
Pemerintah
Indonesia telah meluncurkan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang telah
ditujukan untuk pemenuhan cakupan kesehatan masyarakat Indonesia (Organization, 2016).
Berdasarkan dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional (SJSN), sistem JKN adalah program jaminan sosial yang menjamin
biaya pemeliharaan kesehatan serta pemenuhan kebutuhan dasar kesehatan yang
diselenggarakan nasional secara bergotong-royong, wajib oleh seluruh penduduk
Indonesia dengan membayar iuran berkala atau iurannya dibayari oleh pemerintah
kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Berdasarkan
pasal 23 UU SJSN Nomor 40 Tahun 2004 disebutkan bahwa jaminan kesehatan
diberikan pada fasilitas kesehatan milik pemerintah atau non pemreintah yang
menjalin kerjasama dengan BPJS Kesehatan. fasilitas kesehatan meliputi rumah
sakit, dokter praktik, klinik, laboratorium, apotik, dan fasilitas kesehatan
lainnya. Hubungan kerjasama antara BPJS Kesehatan dengan fasilitas kesehatan
dilakukan dengan basis kontrak, yaitu perjanjian tertulis antara kedua pihak (Putri, 2014).
Analisis
hukum potensi tindak pidana korupsi dalam perjanjian Kerjasama antara BPJS
Kesehatan dengan penyedia Fasilitas Kesehatan dalam sistem JKN merupakan
struktur hukum yang kompleks. Mulai dari hukum perdata, hukum administrasi
negara hingga hukum pidana.� Tindak
pidana korupsi merupakan suatu bentuk hukum pidana khusus. Aspek hukum pidana
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dihubungkan dengan Undang-undang Tipikor
adalah sejauh mana prosedur pengelolaan keuangan Negara telah dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (untuk
menemukan unsur melawan hukum) dan apakah telah timbul keuntungan pribadi atau
orang lain atau korporasi (rekanan), dan apakah telah terjadi kerugian keuangan
Negara sebagai akibat perbuatan melawan hukum.
Unsur
kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak bersifat mutlak, yaitu
bahwa kerugian itu tidak harus telah terjadi. Sekedar suatu perbuatan
memperkaya dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, perbuatan
memperkaya secara melawan hukum telah memenuhi rumusan pasal ini (Kemendikbud, 2013).�
Unsur
melawan hukum (wederechtelijke) dapat dikualifikasikan sebagai melawan hukum
formil maupun materiil.� Sifat melawan
hukum formil artinya perbuatan pelaku bertentangan dengan ketentuan hukum
formal seperti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden,
Peraturan Menteri dan lain-lain. Potensi kerugian keuangan negara pada
perjanjian Kerjasama antara BPJS kesehatan dengan fasilitas pelayanan kesehatan
berawal dari cacat wewenang, cacat prosedur dan cacat substansi sehingga� mengakibatkan penyalahgunaan kewenangan
sangat erat kaitan dengan terdapatnya ketidaksahan (cacat yuridis) dari suatu
keputusan dan atau tindakan pemerintah/penyelenggara negara yaitu pegawai BPJS
Kesehatan dan pegawai dinas kesehatan kabupaten/kota atau daerah dan pegawai
negeri dari fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah seperti puskesmas dan
rumah sakit pemerintah daerah setempat yang merangkap sebagai pemilik fasilitas
kesehatan swasta yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.
Selain itu
pegawai pemerintah tersebut ikut serta dalam proses pengadaan barang/jasa
pemerintah dari tahap perencanaan sampai dengan pelaksanaan kontrak yang
dibutikan dengan adanya perjanjian kerjasama dan pembayaran yang dilakukan oleh
BPJS Kesehatan kepada penyedia tersebut, sehingga memenuhi penyalahgunaan
kewenangan dalam hukum administrasi dapat diartikan dalam 3 (tiga) wujud,
yaitu:
1.
Penyalahgunaan kewenangan untuk
melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan kepentingan umum atau
untuk menguntungkan kepentingan pribadi, kelompok atau golongan;
2.
Penyalahgunaan kewenangan dalam
arti bahwa tindakan pejabat tersebut adalah benar ditujukan untuk kepentingan
umum, tetapi menyimpang dari tujuan kewenangan yang diberikan oleh undang-
undang atau peraturan-peraturan lainnya;
3.
Penyalahgunaan kewenangan dalam
arti menyalahgunakan prosedur yang seharusnya dipergunakan untuk mencapai
tujuan tertentu, tetapi telah menggunakan prosedur lain agar terlaksana.
Tindakan maladminstrasi
ini berujung merugikan keuangan negara dan memenuhi unsur-unsur pasal 2 dan
pasal 3 UU Tipikor.� Adapun secara
singkat, dapat dijelaskan pada table dibawah ini.
Tabel 3
Analisis Hukum Potensi
Tindak Pidana Korupsi Merugikan Keuangan Negara
Potensi Tindak Pidana Korupsi |
Pihak
yang dapat
terlibat |
Dasar
Hukum |
Merugikan keuangan negara |
1. Pegawai BPJS Kesehatan 2. Pemilik Fasilitas pelayanan Kesehatan yang berprofesi sebagai pegawai negeri sipil. 3. Pegawai Dinas Kesehatan Daerah |
Asas hukum lex
specialis drogat lex generalis |
Pasal 2 UU
Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang nomor 20
Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; |
||
Pasal 3 UU
Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang nomor 20
Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; |
||
Pasal 1 angka 22 UU RI Nomor 1
Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara |
||
Pasal 1 angka 1
UU RI No 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara; |
||
Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 11 tahun 2020. |
||
Peraturan Presiden (Perpres) Nomor
12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang Jasa Pemerintah yang merupakan
perubahan dari Peraturan Presiden No 16 Tahun 2018.� |
||
Peraturan Lembaga
(Perlem) Kebijakan Pengadaan Barang dan jasa Pemerintah (LKPP) Nomor 12
tahun 2021. |
Dalam rangka meningkatkan pelaksanaan
tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) yang bebas dari korupsi,
kolusi, dan nepotisme perlu diciptakan lingkungan yang dapat menimbulkan
perilaku positif, kondusif dan terbebas dari adanya benturan kepentingan.
Benturan kepentingan adalah situasi dimana terdapat konflik kepentingan
seseorang yang memanfaatkan kedudukan dan wewenang yang dimilikinya (baik
dengan sengaja maupun tidak sengaja) untuk kepentingan pribadi, keluarga, atau
golongannya sehingga tugas yang diamanatkan tidak dapat dilaksanakan dengan
obyektif dan berpotensi menimbulkan kerugian.
Analisis hukum terhadap benturan kepentingan
sebagai potensi tindak pidana korupsi dalam perjanjian Kerjasama antara BPJS
Kesehatan dengan Fasilitas pelayanan kesehatan dalam program JKN merupakan
suatu bentuk kesengajaan dan kelalaian dilakukan oleh pegawai yang terkait.
Oleh karena itulah tidak jarang saat ini kita jumpai fasilitas pelayanan
kesehatan non pemerintah merupakan pemilik dari oknum-oknum pegawai dinas
kesehatan kabupaten/kota dan pegawai negeri sipil di fasilitas pelayanan
kesehatan pemerintah seperti puskesmas dan rumah sakit pemerintah daerah. Para
oknum ini berpotensi melakukan tindak pidana korupsi dan telah memenuhi unsur
pada pasal 12 UU tipikor. Sumber benturan kepentingan yang ditemui pada hal ini
yaitu:
1. Penyalahgunaan wewenang,
yaitu dengan membuat keputusan atau tindakan yang tidak sesuai dengan tujuan
atau melampaui batas-batas pemberian wewenang yang diberikan oleh peraturan
perundang-undangan;
2. Perangkapan jabatan, yaitu
pegawai menduduki dua atau lebih jabatan publik sehingga tidak bisa menjalankan
jabatannya secara profesional, independen dan akuntabel selain yang telah
diatur dalam Peraturan Perundang undangan;
3. Hubungan afiliasi, yaitu
hubungan yang dimiliki oleh pegawai dengan pihak tertentu baik karena hubungan
darah, hubungan perkawinan maupun hubungan pertemanan yang dapat mempengaruhi
keputusannya;
4. Kelemahan sistem
organisasi, yaitu keadaan yang menjadi kendala bagi pencapaian tujuan
pelaksanaan kewenangan pegawai yang disebabkan karena struktur dan budaya
organisasi yang ada;
5. Kepentingan pribadi, yaitu
keinginan/kebutuhan pegawai mengenai suatu hal yang bersifat pribadi
6. Penyalahgunaan wewenang,
yaitu dengan membuat keputusan atau tindakan yang tidak sesuai dengan tujuan
atau melampaui batas-batas pemberian wewenang yang diberikan oleh peraturan
perundang-undangan;
7. Perangkapan jabatan, yaitu
pegawai menduduki dua atau lebih jabatan publik sehingga tidak bisa menjalankan
jabatannya secara profesional, independen dan akuntabel selain yang telah
diatur dalam Peraturan Perundang undangan;
8. Hubungan afiliasi, yaitu
hubungan yang dimiliki oleh pegawai dengan pihak tertentu baik karena hubungan
darah, hubungan perkawinan maupun hubungan pertemanan yang dapat mempengaruhi
keputusannya;
9. Kelemahan sistem
organisasi, yaitu keadaan yang menjadi kendala bagi pencapaian tujuan pelaksanaan
kewenangan pegawai yang disebabkan karena struktur dan budaya organisasi yang
ada;
10. Kepentingan pribadi, yaitu
keinginan/kebutuhan pegawai mengenai suatu hal yang bersifat pribadi
Secara singkat, analisis
hukum benturan kepentingan sebagai potensi tindak pidana korupsi dalam
perjanjian Kerjasama BPJS kesehatan dengan fasilitas pelayanan kesehatan,
penulis tuangkan table dibawah ini.
Tabel 4
Analisis Hukum Potensi Tindak Pidana Korupsi Benturan
Kepentingan
Potensi Tindak Pidana Korupsi |
Pihak
yang dapat
terlibat |
Dasar
Hukum |
Benturan Kepentingan |
1. Pegawai BPJS Kesehatan 2. Pemilik Fasilitas pelayanan Kesehatan yang berprofesi sebagai pegawai negeri sipil. 3. Pegawai Dinas Kesehatan Daerah |
Pasal 12 huruf
I UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang nomor
20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; |
Peraturan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi RI Nomor 37 tahun Tentang Pedoman
Umum Penanganan Benturan Kepentingan |
||
Peraturan Lembaga (Perlem) Kebijakan
Pengadaan Barang dan jasa Pemerintah (LKPP) Nomor 12 tahun 2021. |
3.
Penataan regulasi yang
baik dalam perjanjian Kerjasama terhadap pengadaan barang dan jasa oleh
penyedia dalam rangka pencegahan tindak pidana korupsi
Pemerintah melalui Menteri Kesehatan RI dan BPJS Kesehatan� telah membuat kebijakan-kebijakan untuk melakukan pencegahan tindak pidana korupsi, yaitu dengan menerbitkannya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 16 Tahun 2019 tentang pencegahan dan penanganan kecurangan (Fraud) serta pengenaan sanksi administrasi terhadap kecurangan (Fraud) dalam pelaksanaan program Jaminan Kesehatan dan telah mengunakan sistim informasi teknologi didalam melaksanakan pengadaan barang dan jasa dilingkungannya serta meningkatkan profesionalitas dan modernisasi secara berkelanjutan untuk mencapai pelaksanaan pengadaan barang/jasa yang sesuai dengan asas-asas pengadaan barang dan jasa.
Namun menurut penulis ada celah hukum yang dapat digunakan oleh oknum-oknum yang ingin berupaya menguntungkan diri sendiri atau oranglain atau koorporasi dengan mengunakan kewenangannya ataupun kekuasaannya untuk melakukan pembenaran terhadap tindakan yang tidak diatur secara tertulis dan tegas oleh pihak BPJS Kesehatan dan Pemerintah, karena salah satu cara mengaburkan proses pengadaan oleh oknum-oknum adalah dengan mengurangi atau menambahkan ataupun mengurangi� persyaratan yang tidak tegas ataupun� relevan guna mengkondisikan calon penyedia yang berafiliasi dengan oknum tersebut untuk dapat disetujui menjadi penyedia.
Kesimpulan
Dalam perjanjian kerjasama antara badan penyelenggara Jaminan
Sosial Kesehatan dengan penyedia fasilitas kesehatan dalam Sistem Jaminan
Kesehatan Nasional� terdapat potensi
tindak pidana korupsi� yaitu kerugian� keuangan negara dan benturan kepentingan yang
dapat digunakan oleh oknum ASN/PNS yang menjadi penyedia didalam BPJS Kesehatan
didalam pelaksanaan pelayanan dasar kesehatan dengan melakukan perbuatan
melawan hukum terkait peraturan perundang-undangan tentang pengadaan barang dan
jasa pemerintah dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2001 hal ini disebabkan adanya celah hukum yang tidak mengatur secara tegas
larangan terhadap PNS untuk menjadi penyedia barang dan jasa dilingkungan
Pemerintah yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin
Aparatur Sipil Negara dan petunjuk teknis pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Nasional melalui Peraturan Menteri Kesehatan dan atau Peraturan BPJS.
Evi Hartanti, S. H. (2005). Tindak Pidana Korupsi. Penerbit
Sinar Grafika, Jakarta. Google Scholar
Ifrani, Ifrani. (2018). Tindak Pidana Korupsi Sebagai
Kejahatan Luar Biasa. Al-Adl: Jurnal Hukum, 9(3), 319�336. Google Scholar
Kasiyanto, H. Agus, & SH, M. H. (2018). Tindak
Pidana Korupsi: Pada Proses Pengadaan Barang dan Jasa. Prenada Media. Google Scholar
Kemendikbud, R. I. (2013). Buku Pendidikan Anti-Korupsi
Untuk Perguruan Tinggi. Kemendikbud. Google Scholar
Organization, World Health. (2016). Questions and
answers on universal health coverage. WHO. Google Scholar
Putri, Asih Eka. (2014). Seri Buku Saku�4: Paham
JKN�Jaminan Kesehatan Nasional. Jakarta: Friedrich-Ebert-Stiftung Kantor
Perwakilan Indonesia. Google Scholar
Copyright holder: Erna Ariyani,
Mexsasai Indra, Davit Rahmadan (2021) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed
under: |