����� Syntax Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849

������ e-ISSN : 2548-1398

������ Vol. 3, No. 11 November 2018

 


KOMPETENSI SPIRITUAL GURU DALAM MENCAPAI TUJUAN PENDIDIKAN YANG KOMPREHENSIF

Irnie Victorynie

Universitas Islam 45 Bekasi

Email: [email protected]

Abstrak

Sistem Pendidikan di Indonesia telah mengatur agar masyarakat sebagai peserta didik untuk dapat mengembangkan potensinya menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, kemudian berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab yang merupakan tujuan Pendidikan nasional. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.Dalam mengimplementasikan Sistem Pendidikan Nasional tersebut diatur juga ketentuan kompetensi setiap guru di Indonesia. Kompetensi ini wajib dimiliki setiap guru sebagai salah satu sub system Pendidikan yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan professional yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Tetapi dalam operasionalnya ternyata masih ada yang dirasakan kurang mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan lebih dalam mengenai perlunya tambahan kompetensi guru guna tercapainya tujuan pendidikan secara komprehensif. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan jenis penelitian eksplanatif. Adapun hasil pembahasannya adalah diperlukan adanya tambahan kompetensi spiritual dari setiap guru dalam menjalankan tugasnyasebagai langkah menghasilkan ketakwaan dan keimanan peserta didik dala rangka mewujudkan tujuan Pendidikan yang lebih komprehensif.

Kata kunci: Tujuan Pendidikan Nasional, Spiritual, Sosial, Profesional, Kepribadian Dan Pedagogik

 

Pendahuluan

Pendidikan dapat menumbuh kembangkan potensi-potensi sumber daya manusia. Hal tersebut menunjukkan bahwa untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia akan sangat ditentukan dengan pendidikan yang diperolehnya. Dengan kata lain bahwa peningkatan kualitas sumber daya manusia juga ditentukan dengan semakin meningkatnya sistem pendidikan di Indonesia. Karenanya pendidikan harus senantiasa berkembang sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan di setiap zamannya, agar sumber daya manusia Indonesia semakin berkualitas dan kuat bertahan menghadapi beragam kemajuan dan tantangan era baru. Perkembangan jaman sedang menghadapi era disrupsi, sebuah era dimana pergerakan dan perubahan terjadi dengan sangat cepat. Cakupan perubahannya sangat luas, merambah pada berbagai bidang dan sektor, termasuk perubahan dalam banyak faktor yang merupakan sistem pendidikan. Diantaranya perubahan dalam faktor sosial, budaya, ekonomi, politik, demografi, dan lain sebagainya. Fenomena era disrupsi ini memunculkan alternatif pilihan kondisi bagi pendidikan dalam menghadapinya, pendidikan harus bergerak dan berubah untuk semakin hari semakin baik atau pendidikan yang tidak mau berubah menjadi tidak bermanfaat di zamannya. Pilihan tersebut tentu saja menuntut para pakar pendidikan untuk terus bergerak memikirkan yang terbaik bagi pendidikan di Indonesia untuk bisa bersaing dan berkompetisi di zamannya serta semakin kuat dan sigap menghadapi tuntutan era kini.

Disisi lain pada kenyataannya pada masa-masa sekarang banyak ditemukan kepribadian siswa yang kurang baik dan kurang memiliki sopan santun dalam berkomunikasi dengan gurunya. Kadang kala ditemukan juga adanya siswa yang secara terang-terangan berani melawan dan membantah nasihat gurunya. Sungguh ironi yang perlu dituntaskan sampai ke akar-akarnya. Sedangkan masalah yang lain adalah yang perlu juga dicermati adalah metode Pendidikan agama di sekolah yang dirasakan kurang efektif sehingga perlu dilakukan evaluasi baik dari sisi metode maupun para gurunya. Untuk mengatasi beberapa masalah pendidikan tersebut harus dilakukan perbaikan ataupun perubahan dalam pendidikan tentunya dapat dimulai dari membenahi, menata, dan meningkatkan input-input pendidikan hingga akan berdampak pada perbaikan dan peningkatan kualitas proses dalam penyelenggaraan pendidikan.Sehingga pendidikan mampu menghasilkan peserta didik yang memiliki kualitas dan memiliki daya saing yang tinggi. Karena melalui input pendidikan merupakan cara untuk menyediakan segala hal kebutuhan pendidikan dan keberlangsungan proses Pendidikan.

Dari sekian banyak jenis input yang harus tersedia, maka diantaranya adalah sumber daya manusia sebagai salah satu input pendidikan. Adapun sumber daya sebagai input Pendidikan meliputi: kepala sekolah, guru, karyawan, dan peserta didik. Dari bermacam-macam input sumber daya manusia, guru merupakan salah satu input utama yang akan menjadi fokus dalam penelitian ini, dengan pertimbangan bahwa gurulah yang berinteraksi dengan peserta didik secara langsung di kelas dalam proses kegiatan belajar mengajar. Semakin berkualitas gurunya, maka proses kegiatan belajar mengajar akan semakin berkualitas, sehingga output sekolah akan lebih berkualitas.

Berdasarkan evaluasi bahwa ditemukan permasalahan yang dihadapi guru di Indonesia. Masalahnya yang pertama yaitu kualitas/mutu guru, masalah jumlah guru yang dirasakan kurang, kemudian distribusi guru dan juga masalah kesejahteraan guru. Khusus untuk kualitas dapat dilihat dari setiap guru dalam menerapkan kompetensinya. Guru harus memiliki setidaknya 4 kompetensi dasar yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Kompetensi tersebut yang wajib dimiliki oleh guru yaitu kompetensi kepribadian, pedagogik, profesional dan sosial. Berdasarkan beberapa fenomena di atas maka kami meneliti lebih dalam apakah di Indonesia perlu menambahkan kompetensi baru sebagai tambahan kompetensi dari seorang guru agar tujuan pendidikan nasional dapat lebih mudah dicapai.

Metode Penelitian

Pendekatan kualitatif merupakan pendekatan yang digunakan karena membutuhkan informasi yang lebih mendalam tentang bagaiman mewujudkan tujuan nasional yang sudah ditetapkan dalam peraturan pemerintah dan bermacam-macam kompetensi yang dimiliki oleh guru. Jenis penelitian ini bersifat eksplanatif. Adapun alasan penggunaan jenis penelitian ini adalah untuk mengumpulkan informasi mengenai topik pembahasan dan untuk mendapatkan gambaran informasi yang lebih jelas.

Hasil dan Pembahasan

Guru pada era kini dituntut memiliki kompetensi yang sesuai standar kompetensi yang sudah diatur dalam peraturan Undang Undang, agar mampu menjadi input positif yang akan memberikan pengaruh besar pada proses pendidikan. Namun mengamati hal tersebut menimbulkan sebuah pertanyaan yang cukup serius yaitu apakah empat kompetensi yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 sudah mencukupi kebutuhan kompetensi guru, sehingga tujuan Pendidikan bisa tercapai. Berdasarkan beberapa tujuan yang disebutkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa tujuan pendidikan yang pertama disebutkan adalah agar peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Tujuan tersebut tentu menimbulkan konsekuensi bagi pihak lembaga pendidikan untuk mempersiapkan guru yang tepat agar dapat mencapai tujuan Pendidikan yang telah ditetapkan.

Guru harus memiliki spiritual keagamaan sebagai kompetensi yang dibutuhkanagar dapat menghasilkan peserta didik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Ke-empat kompetensi yang disebutkan dalam Peraturan tentang Guru dan Dosen belum ada yang mengarah kepada pencapaian secara spesifik terhadap terwujudnya peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa. Untuk mewujudkannya diperlukan sebuah usulan strategis tentang perlunya sebuah penambahan terhadap kompetensi guru guna mengatasi kekosongan kompetensi yang wajib dimiliki guru. Usulan strategis terhadap kompetensi guru tersebut yaitu penerapan spiritual keagamaan agar tujuan pendidikan yang disebutkan dalam Undang-Undang dapat tercapai secara komprehensif.

 

Kompetensi Guru

Banyak pakar pendidikan yang telah mengemukakan makna dari kompetensi guru, diantaranya Broke and Stone dalam Mulyasa (2011) menjelaskan bahwa kompetensi guru sebagai desprective of qualitative nature of teacher behavior appears to be entirely meaningfull (kompetensi guru merupakan gambaran kualitatif tentang hakikat perilaku guru yang penuh arti). Pendapat senada disampaikan oleh Syaiful Sagala (2009) bahwa kompetensi adalah perpaduan dari penguasaan, pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak dalam melaksanakan tugas/pekerjaannya. Sejalan dengan dengan pendapat di atas dalam peraturan tentang Guru dan Dosen disebutkan tenaga professional yang berfungsi untuk meningkatkan mutu Pendidikan nasional adalah seorang guru. Berdasarkan beberapa penjelasan tersebut, dapat diambil asimilasi bahwa melalui kompetensi yang dimiliki guru dapat diperoleh asimilasi bahwa melalui kompetensinya maka guru dapat menampilkan kecakapan, keterampilan dan kemampuan yang dimilki dalam menjalankan tugas profesionalnya. Dalam mengemban tugasnya berdasarkan peraturan guru perlu memiliki beberapa kompetensi yaitu pedagogik, kepribadian, profesional dan sosial. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Pasal 28 ayat (3), menjelaskan bahwa untuk memberikan pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini diperlukan kompetensi pedagogik.

Kompetensi pedagogik adalah kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran kepada peserta didik yang terdiri dari pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pemberlajaran serta evaluasi hasil belajar kemudian pengembangan peserta didik dalam mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki. Merujuk pada Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru Dan Dosen menjelaskan tentang kompetensi pedagogik yaitu kemampuan seorang guru dalam mengelola proses pembelajaran yang berhubungan dengan peserta didik. Kompetensi ini terdiri dari pengertian secara mendalam tentang wawasan atau landasan pendidikan, juga terhadap peserta didik, pengembangan kurikulum atau silabus, perancangan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran yang mendidikan dan dialogis, pemanfaatan teknologi pembelajaran, evaluasi hasil pembelajaran serta pengembangan peserta didik untuk dapat mengaktualisasikan berbagai potensi diri yang dimilikinya.

Pengetahuan yang perlu diketahui tentang wawasan dan landasan Pendidikan adalah ketika seoarang guru mengambil Pendidikan keguruan di perguruan tinggi. Sedangkan pemahaman kepada peserta didik yaitu setiap orang yang menerima pengaruh dari seseorang atau sekelompok orang yang menjalankan Pendidikan. Guru dituntut mampu mengenal siswa-siswanya agar dapat membantu pertumbuhan dan perkembangan peserta didik secara efektif, kemudian dapat menentukan materi Pendidikan yang akan diberikan, menggunkan prosedur mengajar yang tepat dan serasi, mengadakan diagnosis atas kesulitan belajar yang dialami peserta didik dan kegiatan belajar lainnya yang terkait dengan peserta didik. Perancangan pembelajaran merupakan bagian dari kompetensi pedagogic yang wajib dimiliki seorang guru. Perancangan akan bertujuan kepada pelaksanaan pembelajaran yang akan memberikan Pendidikan secara dialogis. Karena itu pelaksanaan pembelajaran harus dimulai dari proses dialogir antar sesama subyek pembelajaran sehingga mampu melahirkan pemikiran kritis dan komunikatif. Sebab tanpa komunikasi maka tidak akan ada Pendidikan sejati.Pemanfaatan teknologi pembelajaran merupakan fasilitas Pendidikan yang mencakup sumber belajar, sarana dan prasarana penunjang lainnya sehingga untuk meningkatkan fasilitas Pendidikan harus berorientasi kepada peningkatan sumber-sumber belajar, baik kualitas maupun kuantitasnya yang sejalan dengan perkembangan teknologi Pendidikan saat ini.

Kompetensi kepribadian yaitu kemampuaan guru sebagai pribadi yang stabil, mantap, dewasa, arif dan berwibawa, serta mampu menjadi contoh yang baik bagi peserta didik karena berakhlak mulia. Karena itu kompetensi kepribadian sangat tergantung dari perilaku guru sehari-hari. Guru yang memiliki kepribadian yang baik akan dapat menjadi teladan dan mampu memberi contoh bagi peserta didik, sehingga guru akan menjadi pribadi yang patut digugu dan ditiru.

Seperti yang dikemukakan oleh Fachruddin Saudagar dan Ali Idrus (2011) kompetensi kepribadian merupakan kompetensi yang berkaitan dengan prilaku yang dimiliki oleh pribadi guru itu sendiri yang kelak harus memiliki nilai-nilai positif dan berbudi luhur sehingga terlihat dalam perilaku sehari-hari. Menurut Peraturan Mendiknas No. 16 Tahun 2007 tentang Kualifikasi dan Kompetensi Guru menjelaskan kompetensi kepribadian bagi seorang guru terutama pada jenjang Pendidikan dasar dan menengah yaitu bertindak sesuai norma agama, hukum, sosial dan kebudayaan nasional Indonesia. Tindakan tersebut meliputi (a) menghargai siswa tanpa membedakan keyakinan yang dianut, suku, adat istiadat, daerah asal, dan gender; dan (b) bersikap sesuai norma agama yang dianut, hukum dan social yang berlaku dalam masyarakat dan kebudayaan nasional Indonesia yang beragam.

Menampilkan diri sebagai pribadi yang dapat diteladani karena berakhlak mulia dan jujur. Hal ini diwujudkan dengan (a) berkepribadian yang tegas, manusiawi dan jujur; (b) berkepribadian yang menunjukan ketaqwaan dan akhlak mulia, dan (c) berkepribadian yang mampu diteladani oleh peserta didik dan masyarakat sekitar. Kemudian tampil sebagai pribadi yang menunjukkan kedewasaan, stabil, arif dan berwibawa, meliputi (a) mampu menunjukkan sebagai pribadi stabil dan mantap; dan (b) mampu menunjukkan sebagai pribadi yang dewasa, arif dan berwibawa.

Menunjukkan semangat kerja dengan tanggungjawab yang tinggi dan bangga menjadi guru meliputi (a) paham dan mengerti kode etik profesi guru; (b) mampu menerapkan kode etik profesi guru; (c) bertingkah laku sesuai dengan kode etik guru. Kompetensi professional yaitu kemampuan yang harus dimiliki guru terhadap penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam sehingga mampu membimbing peserta didik dalam rangka memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan oleh Standar Nasional Pendidikan.

Sedangkan untuk menjadi pendidik yang profesional maka guru harus mampu melakukan tugas utamanya yaitu mendidik, mengajar, membimbing, mengajar, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik. Oemar Hamalik (2006) menjelaskan bahwa guru dinyatakan kompeten secara profesional, apabila: dalam pembelajaran seorang guru dapat mengembangkan tanggung jawabnya dengan baik, maka sesungguhnya guru tersebut mampu melaksanakan peran dan tugasnya secara berhasil. Guru harus mampu berusaha secara maksimal dalam mencapai tujuan pendidikan. Guru harus mampu melaksanakan tugasnya dalam proses mengajar dan belajar di dalam kelas.

Mampu menggunakan dan mengembangkan berbagai alat media, dan peralatan belajar yang relevan. Mampu melaksanakan dan mengorganisasikan program pembelajaran. Mampu mengevaluasi hasil belajar peserta didik. Sanggup menatakepribadian peserta didik menjadi lebih baik. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat diasimilasikan bahwa guru profesional adalah guru yang mampu memiliki keahlian khusus sesuai standar yang ditetapkan sehingga mampu melaksanakan tugas profesinya sebagai seoarang guru.

Kompetensi sosial adalah kesanggupan guru sebagai bagian dari kelompok masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara baik dan efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar pendidikan. Guru adalah manusia atau individu yang juga anggota kelompok masyarakat yang dituntut untuk memiliki kompetensi sosial.Kompetensi sosial seorang guru menurut Hamzah B Uno (2008) adalah kemampuan yang dimiliki oleh soorang guru berkaitan dengan keahlian berkomunikasi dengan peserta didiknya dalam lingkungannya seperti, orang tua, saudara, tetangga, teman dan lainya.Kompetensi sosial menurut Slamet yang dikutip oleh Syaiful Sagala (2009) terdiri dari beberapa sub kompetensi yaitu: Memahami dan menghargai perbedaan serta memiliki kemampuan mengelola konflik dan benturan. Melaksanakan kerja sama secara harmonis.

Membangun kerjasama bersama rekan kerja (team work) yang dinamis, lincah dan kompak. Membangun komunikasi yang efektif dan menyenangkan. Mampu memahami dan mengimplementasikan perubahan lingkungan yang berdampak terhadap tugasnya. Mampu mengelola dirinya dalam mengikuti system nilai yang berlaku di masyarakat. Melaksanakan prinsip tata kelola yang baik Keempat kompetensi tersebut harus dimiliki oleh setiap guru pada semua jenjang pendidikan. Guru yang pandai dan terampil dalam proses belajar mengajar harus juga memiliki kepribadian yang baik dan mampu berkomunikasi serta berinteraksi dalam kehidupan bermasyarakat.

Kompetensi yang dimiliki dan dikuasai oleh guru akan mempengaruhi kualitas dan prestasi sekolah serta dapat mempengaruhi berhasil tidaknya sebuah sekolah dalam upayanya mencapai tujuan sekolah. Dalam hal ini, tujuan setiap sekolah dibuat berdasarkan tujuan pendidikan nasional yang telah diatur oleh pemerintah. Berikut ini pembahasan mengenai beberapa peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah tentang tujuan-tujuan yang diharapkan terwujud dari terselenggaranya pendidikan.

 

Tujuan-Tujuan Pendidikan berdasarkan Peraturan Pemerintah

Tujuan pendidikan di Indonesia telah diatur oleh pemerintah. Terdapat beberapa peraturan yang menjelaskan tentang tujuan-tujuan yang harus dicapai dari pelaksanaan pendidikan. Diantaranya menurut Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3, �tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab�. Tujuan pendidikan nasional terdiri dari beberapa indikator.

Dari beberapa indikator tujuan tersebut, maka yang menjadi indikator pertama adalah pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Tujuan pertama itulah yang mengundang perhatian untuk menelaah lebih lanjut mengenai keberadaan dan keterwakilan empat kompetensi guru yang sudah ada. Memperhatikan UU No 2 Tahun 1989, dapat diketahui bahwa tujuan pendidikan yang pertama dicantumkan dalam Undang-Undang tersebut selaras dengan tujuan pertama yang disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Kemudian beberapa peraturan berikut ini menyatakan bahwa tujuan pendidikan adalah untuk membentuk manusia yang mengamalkan pancasila, yaitu Undang-undang Nomor 12 Tahun 1954, Pasal 4, yang berbunyi �Pendidikan dan pengajaran berdasarkan atas asas-asas yang termaktub dalam Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan atas kebudayaan kebangsaan Indonesia. Kemudian dalam Tap MPRS No. 2 Tahun 1960 menyebutkan �Tujuan pendidikan adalah membentuk pancasilais sejati berdasarkan ketentuan-ketentuan yang dikehendaki oleh pembukaan UUD 1945 dan isi UUD 1945.� Ditambah lagi Tap MPRS No.XXVII/MPRS/1966 Bab II Pasal 3 menjelaskan �Tujuan Pendidikan membentuk manusia Pancasila sejati berdasarkan ketentuan-ketentuan seperti yang dikehendaki Pembukaan dan Isi Undang-Undang dasar 1945.� Peraturan lainnya dalam Tap MPR no. IV/MPR/1978 menyebutkan �Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan bertujuan meningkatkan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Kecerdasan, dan ketrampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian, dan mempertebal semangat kebangsaan, agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.�Tujuan pendidikan untuk membentuk manusia pancasilais tentu memiliki makna yang serupa dengan tujuan-tujuan utama dari peraturan-peraturan sebelumnya. Karena dalam pancasila butir yang pertama disebutkan adalah �Ketuhanan Yang Maha Esa�, hal tersebut menandakan bahwa manusia pancasilais adalah manusia yang berke-Tuhanan dan manusia yang memiliki keimanan dan ketakwaan.

Berdasarkan semua peraturan yang dikemukakan, telah terlihat dengan jelas bahwa dari semua poin tujuan terselenggaranya pendidikan, yang merupakan tujuan pertama dan utama dari pendidikan adalah untuk menciptakan manusia Indonesia yang memiliki keimanan dan ketakwaan pada Tuhan Yang Maha Esa. Untuk mewujudkan dan mencapai tujuan pendidikan tersebut tentu sangat memerlukan peran guru di sekolah untuk membentuk peserta didik agar memiliki kekuatan spiritual keagamaan. Dan untuk menghasilkan output peserta didik yang sesuai dengan tujuan pendidikan tersebut, maka diperlukan input guru yang memiliki kompetensi spiritual, agar dapat mentransferkan kecerdasan spiritualnya pada peserta didik. Kompetensi Spiritual Dari uraian tentang empat kompetensi yang harus dimiliki guru ternyata belum bisa memenuhi tujuan pendidikan sesuai Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003.

Hal ini semakin nyata dirasakan oleh publik ketika pemerintah kurang memberdayakan guru-guru agama yang seharusnya bisa mengisi kekosongan pencapaian tujuan pendidikan. Hal ini semakin penting dirsakan ketika secara aktual sudah membuat adanya indikasi degradasi moral dari para murid. Karena itu pemerintah harus segera membuat terobosan yang bersifat disruptif untuk mengatasi kekosongan kompetensi yang seharusnya bisa dilakukan oleh guru. Penulis melakukan analisis untuk memberikan terobosan bahwa kompetensi spiritual seharusnya wajib dimiliki oleh setiap guru dan bukan hanya digantungkan kepada pengaktifan kembali guru agama.

Kompetensi spiritual merupakan kompetensi yang belum termasuk kedalam empat kompetensi dasar yang yang selama ini diwajibkan untuk dikuasai oleh guru di Indonesia. Karena secara teoritis dan yuridis, guru hanya harus memiliki empat kompetensi saja, yaitu kompetensi pedagogik, profesional, kepribadian dan sosial. Kompetensi spiritual tidak tercantum secara yuridis dalam empat kompetensi dasar guru, padahal berdasarkan tujuan pendidikan yang tertera pada peraturan-peraturan pemerintah yang sudah dijelaskan, tujuan pendidikan yang pertama disebutkan adalah menghasilkan manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu adanya proses penyelenggaraan pendidikan spiritual keagamaan di sekolah sebagai upaya mendidik peserta didik agar beriman dan bertakwa. Zohar dan Marshall (2000) menjelaskan bahwa kecerdasan spiritual merupakan kemampuan individu dalam menghadapi dan`memecahkan permasalahan dengan memahami makna dan nilainya, sehingga individu tersebut mampu menempatkan sikap dan perilakunya sesuai dengan konteks makna dan nilai dari tindakannya. Pendapat lainnya menurut Allama Mirsa Ali Al-Qadhi yang dikutip oleh Yuliyatun (2013) juga menyatakan bahwa spiritualitas merupakan tahapan perjalanan batin seorang manusia untuk mencari dunia yang lebih tinggi dengan bantuan riyadahah dan berbagai amalan pengekangan diri sehingga perhatiannya tidak berpaling dari Tuhan, semata-mata untuk mencapai puncak kebahagiaan abadi Dari kedua pengertian tersebut, dapat diketahui bahwa pendidikan spiritual merupakan konsep pendidikan yang mengajarkan hakikat dan makna kehidupan secara seimbang.

Peserta didik tidak hanya diajarkan oleh guru cara menjalin hubungan baik dengan Tuhan melalui serangkaian ibadah saja, namun disertai dengan mengajarkan peserta didik untuk melakukan segala aktivitas kebaikan pada sesama manusia guna menemukan makna kehidupan dan kebahagiaan yang hakiki. Oleh karenanya pendidikan spiritual sangat diperlukan oleh seluruh peserta didik, termasuk pada jenjang sekolah dasar. Peserta didik tidak sebatas mengetahui dan memahami upaya dalam mengimplementasikan nilai-nilai keimanan dan ketakwaan secara kuantitatif. Namun pendidikan spiritual lebih menyentuh pada aspek riil dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan spiritual lebih menekankan pada mengoptimalkan kualitas kecerdasan batin anak yang dilakukan secara sadar dengan menempatkan sikap dan perilaku hidup secara lebih terarah sesuai dengan petunjuk agama.

Peserta didik dibimbing dan diarahkan untuk belajar berpikir, berucap, dan bersikap secara tepat melalui interrelasi antara peran akal dengan batinnya secara tepat. Konsep pendidikan spiritual memberikan makna bahwa kesuksesan peserta didik tidak hanya ditentukan oleh intelegence question (kecerdasan intelektual) semata. Akan tetapi ditentukan pula oleh emotional question (kecerdasan intelektual) dan spiritual question (kecerdasan intelektual).

Aspek kecerdasan spiritual menempati posisi sebagai dasar pendidikan bagi kecerdasan lainnya. Secara teknis, Danah Zohar (2002) mengemukakan beberapa hal yang dapat dilakukan dalam upaya pengembangan pendidikan spiritual pada peserta didik diantaranya adalah: a) kembangkan spiritualitas anak untuk belajar bersikap fleksibel (adaptif secara spontan dan aktif); b) kembangkan tingkat kesadaran diri anak secara bertahap guna mencapai tingkat spiritualitas dan kesadaran yang tinggi; c) kembangkan spiritualitas anak untuk belajar menghadapi dan memanfaatkan penderitaan; d) kembangkan spiritualitas anak untuk mampu menghadapi dan melampaui rasa sakit; e) kembangkan kualitas hidup anak yang diilhami oleh visi dan nilai-nilai spiritual; f) kembangkan spiritualitas anak untuk berani menghadapi keengganan yang menyebabkan kerugian yang tidak perlu; g) kembangkan spiritualitas anak dalam melihat keterkaitan antara berbagai hal; h) kembangkan spiritualitas anak untuk mampu bertanya mengapa atau bagaimana sehingga dapat diketemukan jawaban-jawaban yang mendasar; i) kembangkan spiritualitas anak untuk dapat hidup secara mandiri yakni memiliki kemudahan untuk bekerja melawan konvensi. Untuk melaksanakan pendidikan spiritual di sekolah tentu memerlukan tenaga pendidik yang memiliki kompetensi spiritual, agar mampu menerapkan semua konsep pendidikan spiritual bagi peserta didik. Dalam hal ini kompetensi spiritual guru diadaptasi dari penjelasan Wahyudin Siswanto (2010) yang tersusun dalam model pendidikan spiritual mencakup model pendidikan cinta dan kasih sayang, pendidikan percaya diri, pendidikan cerdas, pendidikan adil, pendidikan kemandirian, pendidikan perhatian, pendidikan kejujuran, pendidikan kedermawanan, pendidikan kesabaran, pendidikan bersyukur, dan pendidikan kebersihan.

Melalui pemenuhan kompetensi ini diharapkan guru dan peserta didik secara reflektif memiliki kesadaran yang tinggi untuk merawat dirinya sendiri secara lahir maupun batin sekaligus menjaga semua ciptaan Tuhan baik secara sikap, perbuatan ataupun dalam bentuk pikiran-pikiran yang humanis terhadap sesama dan alam sekitarnya. Berdasarkan penjelasan kompetensi yang pertama tersebut, menanamkan rasa cinta dan kasih sayang merupakan salah satu bentuk kompetensi spiritual yang sangat penting diterapkan oleh guru pada peserta didik. Guru dan peserta didik akan terbiasa bersikap kasih dan sayang, sehingga suasana pendidikan menjadi lebih kondusif dan menyenangkan.

Pada akhirnya akan tercipta output pendidikan yang merupakan manusia-manusia penebar kasih dan sayang kepada sesama. Sehingga melalui pemenuhan kompetensi spiritual pada peserta didik akan meminimalisir dan mengatasi berbagai macam dekadensi moral, tindakan kekerasan dan kejahatan yang dilakukan oleh peserta didik.

Kedua, Kompetensi Menumbuhkan Rasa Percaya Diri. Kompetensi ini dipahami sebagai kemampuan, pengetahuan dan sikap guru dalam menumbuhkan rasa percaya diri kepada peserta didik sehingga mengatasi perasaan rendah diri yang disebabkan oleh berbagai faktor. Menanamkan rasa percaya diri bukan berarti mengajarkan peserta didik untuk bersikap sombong, akan tetapi mengajaknya untuk menemukan kelebihan dan kelemahan yang dimiliki oleh setiap peserta didik. Dengan mengetahui kelebihan dan kelemahan yang melekat pada diri setiap peserta didik, diupayakan guru mampu membantu proses optimalisasi kelebihan atau bakat anak. Sehingga setiap peserta didik memiliki rasa percaya diri yang besar meskipun ia memiliki berbagai kekurangan dalam dirinya.

Ketiga, Kompetensi Cerdas. Kompetensi ini dimaksudkan bahwa guru memiliki seperangkat pengetahuan, pengalaman dan kemampuan serta sikap untuk menumbuh-kembangkan kecerdasan peserta didik secara spiritual. Kecerdasan spiritual tidak hanya memfokuskan kepada teoritik belaka, namun lebih fokus pada ranah implementasi. Artinya dalam proses mencerdaskan peserta didik secara spiritual, guru harus mencontohkan langsung melalui sikap, perbuatan, nasihat, dan sejenisnya. Sehingga kecerdasan spiritual peserta didik semakin hari semakin terpupuk dan terbina.

Keempat, Kompetensi Adil. Kompetensi ini berarti guru memiliki seperangkat kompetensi, pengetahuan dan pengalaman serta sikap untuk menanamkan sikap adil dalam setiap waktu baik adil terhadap diri sendiri, adil terhadap Tuhan, terhadap sesama manusia, hewan, tumbuhan ataupun adil kepada alam sekitar. Penanaman sikap adil dilakukan mulai dari sesuatu yang paling sederhana, paling kecil namun dilakukan secara konsisten. Perwujudan kompetensi ini juga dilakukan dengan melahirkan kesadaran bersama-sama antara guru dengan peserta didik baik dalam proses pembelajaran dikelas ataupun diluar kelas.

Kelima, Kompetensi Perhatian. Kompetensi ini dimaksudkan setiap guru harus memiliki seperangkat pengetahuan, pemahaman dan sikap untuk dapat memberikan perhatian kepada peserta didiknya agar ia mau memperhatikan Tuhan, sesama, dan alam sekitarnya. Berbagai bentuk memperhatikan Tuhan dan mahluk-mahluknya adalah sebagai salah satu bentuk dzikir kepada Tuhan melalui berpikir atau memperhatikan secara serius semua ciptaan-Nya. Dengan demikian guru dan peserta didik akan berpikir dinamis, progresif, aktual, ilmiah, alamiah sekaligus mengingat Tuhan melalui ciptaan-Nya.

Keenam, Kompetensi Kejujuran. Kompetensi kejujuran dimaksudkan bahwa guru memiliki seperangkat pengetahuan, pemahaman, sikap serta berkemampuan menanamkan kejujuran kepada setiap peserta didiknya, baik jujur terhadap dirinya sendiri, jujur terhadap Tuhan ataupun jujur terhadap orang lain, baik dalam kondisi sendiri ataupun dalam keadaaan diawasi.

Ketujuh, Kompetensi Kedermawanan. Kompetensi kedermawanan adalah seperangkat pengetahuan, pemahaman, pengalaman dan sikap guru dalam menanamkan sikap dermawan terhadap setiap peserta didiknya sekaligus memberikan pemahaman secara komprehensif bahwa seseorang yang dermawan akan memperoleh balasan rizki dan pahala dari Tuhan. Selain itu pemahaman dalam menumbuh kembangkan kepekaan peserta didik untuk bersikap dermawan harus dikuasai guru agar peserta didik memiliki jiwa pemurah, penyayang dan dermawan.

Kedelapan, Kompetensi Sabar. Kompetensi sabar berarti kemampuan memahami, mengamalkan dan menanamkan jiwa kesabaran pada diri setiap peserta didik melalui pengetahuan, pendekatan, sikap, strategi dan metode yang bermakna sehingga melahirkan pribadi yang sabar, tidak mudah menyerah atau lemah dalam menghadapi cobaan.

Kesembilan, Kompetensi Bersyukur. Kompetensi ini berarti memiliki pengetahuan, kemampuan, kemauan dan sikap untuk menanamkan atau melatih peserta didik agar menjadi seseorang yang pandai bersyukur. Penanaman jiwa bersyukur bagi peserta didik bukan sebatas memperbanyak ungkapan terima kasih. Akan tetapi melatih peserta didik bersyukur berarti mengajarkan mereka secara tepat untuk bisa menghargai orang lain, termasuk belajar untuk menerima kritik ataupun celaan dari orang lain.

Selain itu, penanaman sikap bersyukur juga dilakukan dengan memberikan pemahaman terhadap peserta didik untuk giat belajar, giat bekerja serta giat beribadah. Semua itu dilakukan sebagai upaya mengoptimalkan potensi dan perangkat dalam bentuk anggota tubuh yang lengkap dan sempurna sebagai pemberian Tuhan yang maha kuasa. Semua itu dilakukan secara disiplin, profesional, penuh pertimbangan agar belajar, bekerja dan beribadah dapat dilakukan secara tepat.

Kesepuluh, Kompetensi Kebersihan. Kompetensi kebersihan adalah seperangkat kemampuan, pengetahuan dan sikap guru dalam menumbuh kembangkan sikap hidup bersih dan suci secara jasmani maupun ruhani. Kesucian ruhani pendidik dan peserta didik secara umum hampir tidak begitu diperhatikan. Sebaliknya prestasi akademik lebih ditonjolkan serta produk-produk pengetahuan dan kreativitas tampaknya menjadi daya unggul dan modal persaingan antar sekolah. Dalam posisi itulah, kebutuhan spiritual seolah berdiri sendiri sehingga tidak terintegrasi dengan muatan pembelajaran lainnya. Penekanan pendidikan spiritual masih memprihatinkan. Sehingga kompetensi spiritual harus melekat pada diri setiap guru agar setiap peserta didik memiliki kesucian hati di samping kesucian lahir.

 

Kesimpulan

Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3 menyebutkan beberapa tujuan pendidikan nasional yaitu mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Dalam upaya mengemban amanah Undang-Undang tersebut guru harus memiliki beragam kompetensi yang mendukung pelaksanaan tugasnya dalam menghasilkan output-output pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Selama ini guru dituntut memiliki empat macam kompetensi dasar seperti yang disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pada pasal 10 ayat (1) yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.

Keempat kompetensi guru yang disebutkan di atas masih dirasa kurang mencukupi kebutuhan guru dalam upaya mencapai seluruh tujuan pendidikan nasional yang disebutkan dalam Undang-Undang. Diperlukan tambahan kompetensi spiritual dalam membantu tercapainya tujuan pendidikan nasional yang pertama yaitu menghasilkan peserta didik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Untuk menghasilkan output pendidikan yang beriman dan bertakwa sesuai dengan peraturan pemerintah, guru harus menguasai kompetensi spiritual agar dapat memberikan pengajaran yang tepat pada peserta didik. Dengan demikian, kompetensi spiritual menjadi mutlak dimiliki dan dikuasai oleh para guru di Indonesia agar dapat mencapai tujuan pendidikan nasional secara komprehensif dan bukan hanya mengandalkan peran guru agama.

Kompetensi spiritual guru yang diadaptasi dari penjelasan Wahyudin Siswanto (2010) menghasilkan rumusan kompetensi spiritual yang mencakup kompetensi cinta dan kasih sayang, kompetensi percaya diri, kompetensi cerdas, kompetensi adil, kompetensi kemandirian, kompetensi perhatian, kompetensi kejujuran, kompetensi kedermawanan, kompetensi kesabaran, kompetensi bersyukur, dan kompetensi kebersihan.

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Daryanto dan Tasrial. 2011. Konsep Pembelajaran Kreatif. Yogyakarta: Gavamedia.

 

Depdiknas. 2005. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas.

 

Hamalik, Oemar. 2006. Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi. Jakarta: Bumi Aksara.

 

Mulyasa. 2011. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: Remaja Rosdakarya.

 

Sagala, Syaiful. 2009. Administrasi Pendidikan Kontemporer. Bandung: Alfabeta.

 

Sagala, Syaiful. 2009. Kemampuan Professional Guru Dan Tenaga Kependidikan. Bandung: Alfabeta.

 

Saudagar, Fachruddin dan Idrus, Ali. 2011. Pengembangan Profesionalitas Guru. Jakarta: Gaung Persada Press.

 

Siswanto, Wahyudi, dkk. 2010. Membentuk Kecerdasan Spiritual Anak. Jakarta: Amzah.

 

Suparno. 2002. Reformasi Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.

 

Trianto,dkk. 2006. Tinjauan Yuridis Hak serta Kewajiban Pendidik Menurut UU Guru dan Dosen. Jakarta: Prestasi Pustaka.

 

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas. 2006. Bandung: Fermana.

 

Uno, Hamzah B. 2008. Profesi Kependidikan, Problema, Solusi dan Reformasi Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.

 

Yuliyatun. Juli-Desember 2013. Mengembangkan Kecerdasan Spiritual Anak Melalui Pendidikan Agama�. Thufula, Volume 1 Nomor 1, hal. 157.

 

Zohar dan Marshall. 2000. SQ: Spiritual Intelligence the Ultimate Intellegence. Soho Square London: Vloomsbury Publishing.

 

https://pendidikan.id/main/forum/diskusi-pendidikan/artikel-berita/8039-kondisi-pendidikan-di-indonesia-saat-ini

 

https://www.republika.co.id/berita/pendidikan/eduaction/17/05/03/opchjr354-ini-tujuh-masalah-pendidikan-di-indonesia-menurut-jppi

 

http://eduquestion-1993.blogspot.com/2011/12/permasalahan-guru-di-indonesia.html