Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN:
2541-0849
e-ISSN: 2548-1398
Vol. 6, Special
Issue No. 2, Desember
2021������������������������������
KEPEMIMPINAN PEREMPUAN DALAM
MEMAJUKAN PERHOTELAN
Fariz
Fardani Nurbaihaqi, A. H. G Kusumah
Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, Indonesia
Email: [email protected], [email protected]
Abstrak
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik kepemimpinan perempuan dalam memajukan perhotelan. Subyek yang diteliti berjumlah delapan orang yang merupakan eksekutif perempuan. Penelitian ini dilakukan dengan metode wawancara langsung, menggunakan instrumen pedoman wawancara semi terstruktur, dengan arah wawancara bertujuan untuk 1) Memahami kekuatan dan kelemahan pemimpin perempuan di industri perhotelan, 2) Memahami motivasi pemimpin perempuan di industri perhotelan, 3) Memahami strategi hotelier perempuan dalam berkarir, 4) Memahami bagaimana gaya manajemen hotelier perempuan. Dari keempat sub judul tersebut dapat menghasilkan penelitian bahwa Maskulin dan feminim adalah dua prilaku yang dapat dimiliki oleh laki-laki dan perempuan.� Perilaku tersebut memiliki pengaruh yang besar terhadap gaya kepemimpinan yang akan diterapkan oleh pemimpin perempuan ke organisasi di perhotelan, kelompok dan masyarakat luas. Oleh karna itu, baik laki-laki dan perempuan harus memiliki jiwa kepemimpinan, sangat diperlukan sekali jiwa kepemimpinan pada setiap pribadi manusia. Jiwa kepemimpinan itu perlu selalu dipupuk dan dikembangkan. Diantaranya: dapat memberikan motivasi dan dukungan terhadap bawahan, menjadi pemimpin dan contoh yang baik kepada bawahan, bersifat tegas, kreatif dalam memimpin sebuah organisasi, bersikap adil, disiplin, serta arif dan bijaksana.
Kata Kunci: kepemimpinan perempuan; perhotelan; gaya kepemimpinan
Abstract
This study is conducted to
determine the characteristics of women's leadership in advancing hospitality.
The subjects studied are eight people, i. e., female executives. This research
is conducted by direct interview method, using a semi-structured interview
guide instrument, with interview directions aim at 1) understanding the
strengths and weaknesses of female leaders in the hospitality industry, 2)
understanding the motivations of female leaders in the hospitality industry, 3)
understanding the strategies of female hoteliers in their careers, 4)
understanding how women's hotelier management style. From the four subtitles,
it can be concluded that masculine and feminine are two behaviors that can be
owned by men and women. These behaviors have a great influence on the
leadership style that will be applied by women leaders to organizations in
hotels, groups, and the wider community. Therefore, both men and women must
have a leadership spirit which is very necessary in every human person. The
spirit of leadership must always be nurtured and developed. Among them include
being able to provide motivation and support to subordinates; being a leader
and a good example to subordinates; being assertive; creative in leading an
organization; being fair; disciplined; wise; and prudent.
Keywords: women's leadership, hospitality, leadership
style
Received: 2021-11-20;
Accepted: 2021-12-05; Published: 2021-12-09
Pendahuluan
Kepemimpinan perempuan
diberbagai organisasi seringkali mendapatkan tantangan besar.� Latar belakang budaya patriarkal dari
sebagian masyarakat menjadi salah satu penyebab mengapa kepemimpinan perempuan
cenderung mendapatkan tantangan yang lebih besar dibandingkan dengan
kepeminpinan laki-laki. Kemunculan para pemimpin perempuan pada level pemimpin
negara membuka gelombang wacana tentang model kepemimpinan perempuan (Swastika, 2008).
Wacana tentang kepemimpinan perempuan ini kemudian berkembang pada ranah
manajemen, militer, agama, kementerian, dan sebagainya.� Perkembangan fenomena ini didukung juga
dengan semakin berkembangnya kajian-kajian tentang feminisme pada tingkatan
kehidupan masyarakat sehari-hari.
Ide dan persepsi bahwa
perempuan memiliki keunggulan sifat kepemimpinan pun mulai berkembang. Sharpe
(2000) bahkan berargumen bahwa mempekerjakan seorang perempuan sebagai seorang
eksekutif adalah cara yang tepat agar kepemimpinan berjalan dengan efektif dan
melakukan hal yang benar.� Dalam
studi-studi pada bidang manajemen dan kepemimpinan, peningkatan jumlah
perempuan di posisi puncak juga turut membawa perubahan konsep dan teori
kepemimpinan. Hingga akhir 1960-an, kepemimpinan selalu dilihat dalam kaitannya
dengan modal kekuasaan, ekonomi atau politik (Swastika, 2008).
Akan tetapi, dalam dua dekade ini, kepemimpinan perempuan telah membuka
kemungkinan pengaplikasian model-model kepemimpinan yang berfokus pada
mengandalkan kerja kolaboratif (Swastika, 2008).
Pola kerja inilah yang dianggap sebagai salah satu perubahan radikal dalam
teori kepemimpinan kontemporer.
�� Pada model kepemimpinan laki-laki, struktur atas bawah dan konsep
hirarkis menjadi penanda utama. (Eagly & Johnson, 1990)
menyebutkan bahwa pemimpin laki-laki cenderung lebih suka memberi tugas dalam
bentuk perintah, sementara pemimpin perempuan menggunakan pendekatan
interpersonal dalam mendistribusikan tugas. Sementara disisi lain, dikarenakan
konstruksi sosial menempatkan perempuan sebagai pihak yang memiliki karakter
suka merawat (caring nature),
perempuan dipersepsi memiliki keterampilan bersosialisasi yang lebih besar
dibandingkan dengan laki-laki. Perbedaan inilah yang menyebabkan perempuan
cenderung memiliki gaya kepememimpinan yang lebih demokratik, sementara
laki-laki lebih memiliki gaya kepemimpinan yang lebih otokratik. Kecenderungan
gaya kepemimpinan perempuan tersebut dianggap menjadi keuntungan bagi pempimpin
perempuan karena gaya kepemipinan demokratik tersebut mengurangi relasi yang
subordinat (atasan bawahan), sehingga secara tidak langsung dapat menurunkan
sentimen negatif atau sikap resisten terhadap kepemimpinan perempuan.
�� Kajian dan literatur mengenai kepemimpinan perempuan mengalami
pertumbuhan signifikan dalam dua puluh tahun terakhir. Para akademisi bidang
sosial dan manajemen secara ekstensif melakukan penelitian tentang kepemimpinan
dalam organisasi, termasuk perbedaan gaya kepemimpinan antara laki-laki dan
perempuan (Sasmita & Raihan, 2014).
Perbedaan gaya kepemimpinan antara dua gender yang berbeda ini juga terjadi
pada industri perhotelan yang merupakan bisnis modern dan berfokus kepada
kompetensi dan performance. Pada masa awal perkembangan industri hotel,
kepemimpinan bisnis hotel didominasi oleh kaum laki-laki. Kondisi tersebut
didasari oleh persepsi mengenai perbedaan kemampuan laki-laki dengan perempuan
dalam memimpin dikarenakan aspek biologis yang melekat pada diri seseorang
dikarenakan perbedaan jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Persepsi
tersebutlah yang kemudian memunculkan istilah ketimpangan gender yang
menempatkan perempuan pada kondisi yang tidak menguntungkan dibandingkan dengan
laki-laki. Dalam pandangan tradisional, perempuan diidentikkan dengan sosok yang
lemah, halus, dan emosional. Sementara laki-laki digambarkan sebagai sosok yang
gagah, berani, dan rasional. Pandangan ini telah memposisikan perempuan sebagai
makhluk yang seolah-olah harus dilindungi dan senantiasa bergantung pada kaum
laki-laki. Pandangan stereotype ini mengakibatkan tidak banyaknya perempuan
yang memiliki kesempatan untuk dapat tampil menjadi pemimpin pada sektor
perhotelan karena tersisihkan oleh dominasi laki-laki dengan kultur male
chauvinistic-nya.
Namun perkembangan industri
hotel masa kini justru menunjukkan bahwa pemimpin perempuan juga dapat mencapai
tingkat kesuksesan yang sama ketika mengelola suatu hotel, sehingga gender
sudah bukan lagi faktor utama penentu keberhasilan suatu hotel. Saat ini banyak
pemimpin perempuan di industri perhotelan dengan pencapaian yang jauh lebih
baik dari pada para pemimpin laki-laki. Sikap dan karakter perempuan yang
nampak dapat bekerja lebih keras dengan determinasi yang tinggi serta loyal
dalam bekerja dianggap sebagai salah satu faktor krusial penentu keberhasilan
para pemimpin perempuan. Sementara beberapa faktor yang dianggap menjadi
penyebab kegagalan kepemimpinan perempuan adalah keputusasaan, kecurigaan
terhadap diskriminasi gender, emosi yang labil, dan tidak dapat mengendalikan
perkataan (Sasmita & Raihan, 2014).�
Penelitian sebelumnya telah
memperlihatkan hambatan apa yang dirasakan oleh Wanita di industri perhotelan (Mooney & Ryan, 2009)
melakukan wawancara dengan Wanita di Hotel untuk memahami apa yang mencegah
mereka mencapai posisi manajemen teratas yaitu sebagai general manager.
Hambatan tersebut berbeda-beda tergantung pada seberapa jauh karir responden
dan seberapa fleksibel mereka untuk berpindah tempat pekerjaan.
Dalam sebuah penelitian
terhadap 60.470 karyawan di berbagai organisasi (Elsesser & Lever, 2011),
(Sahoo & Lenka, 2016),
menemukan bahwa sementara 54% responden tidak memiliki preferensi jenis kelamin
atasan laki-laki daripada atasan perempuan. Beberapa alasan yang tercantum
untuk lebih memilih atasan perempuan adalah karena mereka lebih mengasuh dan
berbelas kasih, sementara mereka yang menyukai pemimpin laki-laki berfokus pada
perempuan yang terlalu emosional. Studi seperti ini menunjukkan bahwa ada sesuatu
yang dapat menyebabkan hambatan nyata atau imajiner bagi perempuan ketika
mereka mencoba untuk maju dalam karir mereka. Hambatan organisasi untuk
kemajuan perempuan termasuk tidak adanya kebijakan inklusif, kurangnya
perencanaan karir untuk perempuan, dan kurangnya dukungan manajemen tingkat
atas.�
Selain itu pada penelitian
sebelumnya menghasilkan kajian berdasarkan matrik dari karakteristik pekerjaan
dan gaya kepemimpinan membentuk empat kombinasi gaya kepemimpinan perempuan
yaitu feminism-maskulin, feminism-transaksional, maskulin-transformasional dan
transaksional-transformasional (Situmorang, 2011).
Namun dalam penelitian tersebut belum dijelaskan secara rinci mengenai
karakteristik kepemimpinan perempuan di perhotelan dan metode penelitian yang
digunakan hanya sebatas kajian teoritik berdasarkan literatur bersumber
jurnal-jurnal penelitian, buku dan makalah. Sehingga dirasa perlu melakukan
penelitian lanjutan khusus mengungkap gaya kepemimpinan perempuan di
perhotelan. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: �Bagaimanakah kepemimpinan
perempuan dalam memajukan perhotelan?�.
Metode Penelitian
Jenis penelitian yang
digunakan adalah pendekatan kualitatif untuk mengeksplorasi cara pimpinan mengelola
hotel mereka dan bagaimana mereka mengelola situasi sehari-hari.
Subyek yang diteliti berjumlah
delapan orang, merupakan eksekutif perempuan yang bekerja di Hotel Kota
Bandung. Dipilihnya mereka karena sudah memimpin hotel lebih dari 10 tahun dan
telah memiliki pengalaman yang kompeten dari hotel ke hotel. Narasumber
diperoleh melalui korespondensi Whatsapp. Wawancara dilakukan selama tiga hari
dengan masing-masing subyek satu hari, bertempat di tempat kerja masing-masing.
Selama wawancara subyek sangat kondusif, kooperatif, hal ini tampak dari
jawaban-jawaban mereka yang berkembang secara baik. Alat untuk wawancara
menggunakan media rekam HP.
Penelitian ini dilakukan
dengan metode wawancara langsung, menggunakan instrumen pedoman wawancara semi terstruktur.
Kisi-kisi instrumen sebagai berikut: 1) Apa kekuatan dan kelemahan pemimpin
perempuan dalam bidang industri perhotelan? 2) Apa motivasi perempuan untuk
terus maju berkarir pada bidang industri perhotelan? 3) Bagaimana strategi
hotelier perempuan dalam berkarir dibidang industri perhotelan? 4) Bagaimana
gaya manajemen hotelier executive perempuan? Sedangkan arah wawancara bertujuan
untuk 1) Memahami kekuatan dan kelemahan pemimpin perempuan di industri
perhotelan 2) Memahami motivasi pemimpin perempuan di industri perhotelan 3)
Memahami strategi hotelier perempuan dalam berkarir 4) Memahami bagaimana gaya
manajemen hotelier perempuan.
Hasil dan Pembahasan
1. Kekuatan dan
Kelemahan
Para nara sumber berpendapat kekuatan dan kelemahan dari pemimpin perempuan
dipilih di industri perhotelan, sebagai berikut:
Pemimpin perempuan selalu bergerak penuh makna. Pemimpin perempuan punya
kemampuan untuk melakukan apa yang dirasanya benar dan bermakna. Pemimpin
perempuan hanya melakukan kegiatan dan mengambil keputusan yang penting dan
menguntungkan. Faktanya, pemimpin perempuan cenderung berhubungan baik dengan
para karyawan karena pemimpin perempuan memiliki perasaan keibuan yang tinggi
dan memiliki rasa asuh untuk mengayomi karyawannya.
Pemimpin perempuan sangat memahami bawahannya. Kualitas terbaik pemimpin
yang hebat adalah dia selalu mampu memahami bawahannya dan mempertimbangkan
pandangannya kepada bawahannya dan keutuhan tim yang dia pimpin. Jika dia
menemukan pendapat penting dari karyawannya, perusahaan harus menerapkannya
demi sebuah keberhasilan dan tujuan bersama. Pemimpin perempuan mampu
melakukannya, hal ini mendorong orang lain untuk bekerja dan berupaya lebih
keras lagi.
Kelebihan lainnya yang dimiliki oleh pemimpin perempuan adalah memiliki
rasa kejujuran dan berintegritas tinggi. Hasil penelitian menunjukkan pemimpin
perempuan lebih jujur dibanding pemimpin laki-laki. Sesulit apapun kondisinya
mereka lebih memilih untuk jujur. Hal itu dirasa penting bagi perempuan karena
pemimpin perempuan bekerja dengan penuh rasa dalam dirinya. Sehingga di luar
sana banyak orang ingin bekerja dengan pemimpin yang jujur dan adil yang
dimiliki oleh seorang pemimpin perempuan.
Pemimpin perempuan memiliki kreatifitas yang unik, perempuan selalu
lebih kreatif dalam hal apapun. Jika ada masalah, para pemimpin perempuan
mencoba memandang dari berbagai sudut pandang. Mereka tak ingin bertahan di
satu sisi, tapi selalu berpikir luas. Sehingga produk ataupun rencana yang
dimiliki seoleh pemimpin perempuan selalu unik dan inovatif. Hal ini sangat
dibutuhkan oleh sebuah perhotelan karena bisnis perhotelan saat ini sangat
kompetitif dan bergerak secara dinamis.�
Hal yang sangat penting dalam sebuah industri perhotelan adalah
ketelitian karena berhubungan dengan budget yang telah direncanakan dan target
yang akan dicapai. Sehingga dengan kelebihan lain yang dimiliki oleh pemimpin
perempuan yaitu lebih rinci, perempuan tak pernah melewatkan hal sekecil
apapun. Maka saat sedang memimpin, perempuan cenderung peduli pada hal kecil
dalam pekerjaannya dan pekerjaan pegawainya. Dengan memperhatikan hal-hal kecil
lebih rinci, perempuan dapat membuatnya menjadi pemimpin hebat.
Kelebihan lain yang tampak dalam pemimpin perempuan yaitu mampu
menyelesaikan banyak tugas. Perempuan bisa menyeimbangkan karirnya dan
kehidupan pribadinya baik dengan keluarga maupun dengan pergaulannya diluar
pekerjaan. Selain itu, pemimpin perempuan juga hebat dalam melakukan banyak
pekerjaan secara bersamaan. Di rumah, seringkali menghadapi banyak urusan keluarga
sehingga saat di kantor perempuan sudah terbiasa dengan banyaknya pekerjaan
yang dihadapinya. Hal ini yang menjadi penilaian lebih dalam perusahaan karena
dapat mengerjakan semua pekerjaan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Ada banyak tantangan yang dihadapi perempuan dalam mendaki puncak karir
dalam organisasi. Salah satu yang utama adalah faktor budaya. Sejak jaman
dahulu, perempuan dan laki-laki telah melakukan pekerjaan yang berbeda.
Tugas-tugas yang mereka kerjakan membutuhkan keahlian yang berbeda. Faktor
budaya ini juga mempengaruhi bagaimana cara perempuan dan laki-laki bertindak
dan berpikir. Faktor budaya ini juga terlihat dalam organisasi. Laki-laki
dituntut untuk bersikap tegas dalam memimpin. Tetapi ketika perempuan bersikap tegas,
dia kerap disebut agresif atau bahkan dibilang judes.�
Faktor lain yang menghambat kemajuan perempuan adalah kurangnya
kebijakan dalam organisasi yang mendukung keseimbangan antara keluarga dan
pekerjaan, khususnya bagi perempuan yang telah berkeluarga. Kendati demikian,
sudah mulai banyak perusahaan yang women-friendly. Perusahaan-perusahaan itu
memberikan kesempatan bagi perempuan untuk meniti kariernya, serta menghasilkan
para perempuan yang sukses dalam karir dan keluarga. Mereka sadar bahwa memberikan
kesempatan bagi perempuan untuk naik ke posisi kepemimpinan merupakan salah
satu langkah strategis dan humanis untuk memajukan organisasi.
2. Motivasi
Pemimpin Perempuan
Pemimpin perempuan selalu ingin orang bawahannya berkembang. Dalam
profesi apapun, orang-orang selalu ingin lebih berkembang dalam bidangnya. Jika
tak mungkin, harus ada motivasi apapun yang bisa mendorongnya bekerja efisien.
Sebagai pemimpin, perempuan ingin pegawainya berkembang seiring dengan
pertumbuhan perusahaan.
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan perempuan untuk mengembangkan
kariernya, yaitu: a) Mencari pekerjaan yang sesuai dengan passion.� b) Mencari mentor untuk membimbing ke posisi
puncak. c) Meningkatkan visibilitas dengan menunjukkan prestasi kerja.
Narasumber menyatakan pandangan mereka tentang motivasi perempuan dapat
menjadi seorang pemimpin di industri perhotelan saat ini yang dimana zaman
emansipasi perempuan sudah terbentuk. Sehingga, perempuan memiliki kesetaraan
dengan laki-laki dalam memimpin sebuah hotel.
������� Sejalan dengan gerakan
emansipasi dan gerakan kesetaraan gender yang intinya berusaha menuntut adanya
persamaan hak perempuan dalam berbagai bidang kehidupan, maka setahap demi
setahap telah terjadi pergeseran dalam mempersepsi tentang sosok perempuan. Mereka
tidak dipandang lagi sebagai sosok lemah yang selalu berada pada garis
belakang, namun mereka bisa tampil di garis depan sebagai pemimpin yang sukses
dalam berbagai sektor kehidupan, yang selama ini justru dikuasai oleh
laki-laki.
Narasumber berpendapat bahwa perempuan memiliki kemampuan yang sama
untuk berada di posisi puncak dalam karir. Faktanya, dalam berbagai organisasi
perhotelan saat ini, saat gaya kepemimpinan yang keras dan kaku tidak lagi
sesuai untuk karyawan, gaya kepemimpinan perempuan yang komprehensif serta
nilai-nilai positif lainnya membuat mereka lebih cocok untuk menduduki posisi
puncak. Perempuan dapat menjadi pemimpin bila dididik dengan cara berbeda dan
tidak melulu menganggap diri mereka sebagai perempuan, melainkan bagian dari sesama
manusia.
Narasumber menjelaskan perempuan adalah mahluk yang mampu mengerjakan
banyak hal dan seluruhnya bisa dilakukan dengan konsentrasi yang sama. Ini
tidak ditemui pada lelaki yang kurang mampu menghadapi kompleksitas masalah dan
cenderung memperbaikinya satu-satu, sementara perempuan ingin semua bisa cepat
selesai dengan baik serta memahami masalah lebih prioritas agar solusi makin
cepat.
Narasumber meyakini bahwa pemimpin perempuan juga mampu mengontrol
emosinya. Dia tidak sembarangan mengucurkan air mata atau marah berlebihan di
depan orang banyak. Kepemimpinan seringkali membutuhkan figur seperti ini
sehingga dalam mengambil keputusan lebih matang terutama soal kebijakan di
perhotelan.
Karakter alami, banyak perempuan menyukai keindahan, kedamaian,
ketenangan, dan tentunya kondisi ini bisa menyejukkan hawa panas di kondisi
perhotelan yang penuh masalah. Namun perlu diakui sentuhan perempuan diperlukan
agar mempunyai banyak pertimbangan untuk menentukan kebijakan. Hal ini
sangatlah penting di industri perhotelan, karena pemimpin di hotel merupakan
penyambung komunikasi antara pemilik hotel dengan manajemen dan manajemen
dengan seluruh karyawan.
Pada dasarnya, perempuan memiliki sifat-sifat dasar untuk sukses sebagai
pemimpin. Mereka cenderung lebih sabar, memiliki empati, dan multitasking atau
mampu mengerjakan beberapa hal sekaligus. perempuan juga memiliki bakat untuk
menjalin relasi dan melakukan negosiasi. Kemampuan-kemampuan itu tentu saja
tidak eksklusif hanya ada pada perempuan. Namun ketimbang laki-laki, kaum
perempuan yang cenderung lebih sering menunjukkan sifat-sifat tersebut.
Motivasi seorang pemimpin perempuan untuk sukses kebanyakan bermula dari
sebuah tekanan dan didiskriminasi dalam lingkungan yang didominasi laki-laki.
Hal ini meningkatkan keinginannya untuk sukses dan membuktikan bahwa perempuan
juga bisa. Perempuan juga bertanggung jawab dan suka mengatasi tantangan-tantangan
dalam pekerjaannya.
3. Strategi
Hotelier Perempuan dalam Berkarir
Narasumber menegaskan mengenai strategi pemimpin perempuan pada dewasa
ini. Ternyata makin banyak perempuan yang bekerja di bidang pekerjaan
laki-laki. Mereka tidak saja bisa bertahan, namun juga sukses menjadi pemimpin.
Kaum perempuan pun bisa menunjukkan dirinya sebagai makhluk yang luar biasa kuat
dan berani, tidak kalah dari kaum laki-laki. Secara esensial dalam manajemen
dan kepemimpinan pun pada dasarnya tidak akan jauh berbeda dengan kaum
laki-laki. Beberapa tokoh perempuan yang berhasil menjadi pemimpin, Margareth
Tatcher di Inggris yang dijuluki sebagai �Si Perempuan Besi�, Indira Gandhi di
India, Cory Aquino di Philipina, Megawati dan Puan Maharani di Indonesia, juga
Sri Mulyani, Miranda Goeltom, Mari Elka Pangestu, Linda Amalia Sari, Felia
Salim, Eva Riyanti Hutapea, Karen Agustiawan, dan banyak lagi perempuan sukses
Indonesia.
Emansipasi bukan diartikan pertukaran fungsi karena seorang pemimpin
perempuan yang memahami posisi dirinya sebagai perempuan jangan diartikan
sebagai sebuah kelemahan, melainkan kekuatan & kecerdasan dalam menempatkan
diri di rumah, dunia kerja, tempat ibadah, dan lingkungan masyarakat sekitar.
Peran sebagai perempuan tidak dapat digantikan oleh kaum laki-laki, maka secara
tidak langsung pemimpin perempuan sudah memiliki ekstra posisi yang tidak dapat
digantikan.
Strategi lainnya yang diungkapkan oleh narasumber. Pemimpin perempuan
dapat menjadi pendengar yang baik. Fakta sederhana adalah perempuan lebih baik
dalam menyimak dan membuatnya menjadi pemimpin hebat. Pemimpin perempuan tidak
memilih untuk menjatuhkan orang lain dalam bekerja atau ingin mendapatkan
posisi yang lebih tinggi. Pemimpin perempuan cenderung memberikan kesempatan
bagi orang lain dalam timnya untuk mengeluarkan pendapat dan
mempertimbangkannya.
4. Gaya
Manajemen Hotelier Executive Perempuan
Mendapatkan jawaban dengan memberi kesempatan dan menyemangati perempuan
untuk berperan sebagai pemimpin, di lingkungan pemerintah dan organisasi dapat
memperluas bakat yang ada. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kepemimpinan
perempuan memiliki kelebihan untuk mengelola perhotelan, sikap-sikap atau gaya
pemimpin perempuan yang menjadi kelebihan adalah sebagai berikut:
a)
Kemampuan
untuk membujuk. Pemimpin perempuan umumnya lebih persuasif bila dibandingkan
dengan laki-laki. la cenderung lebih berambisi dibandingkan laki-laki.
Keberhasilannya dalam membujuk orang lain untuk berkata �ya� akan meningkatkan
egonya dan memberinya kepuasan. Meskipun demikian, saat memaksakan kehendaknya,
sisi sosial, feminin, dan sifat empatinya tidak akan hilang.
b)
Membuktikan
kritikan yang salah. Pemimpin perempuan memiliki tingkat kekuatan ego yang
lebih rendah dibandingkan laki-laki, artinya mereka masih bisa merasakan rasa
sakit akibat penolakan dan kritik. Namun, tingkat keberanian, empati,
keluwesan, dan keramahan yang tinggi membuat mereka cepat pulih, belajar dari
kesalahan, dan bergerak maju dengan sikap positif �akan saya buktikan�.
c)
Memiliki
semangat kerja tim. Pemimpin perempuan yang hebat cenderung menerapkan gaya
kepemimpinan secara komprehensif saat harus menyelesaikan masalah dan membuat
keputusan. Mereka juga lebih fleksibel, penuh pertimbangan, dan membantu
stafnya. Bagaimanapun, perempuan masih harus banyak belajar dalam hal
ketelitian saat memecahkan masalah dan membuat keputusan.
d)
Pemimpin
perempuan yang hebat umumnya memiliki kharisma yang kuat. Mereka persuasif,
percaya diri, serta berkemauan kuat untuk menyelesaikan tugas dan energik.
e)
Berani
mengambil risiko, tidak lagi berada di wilayah yang aman. Pemimpin perempuan
pada dasarnya berani mengambil risiko, mereka berspekulasi di luar batas-batas
perusahaan, dan tidak sepenuhnya menerima aturan struktural yang ada, seperti
peraturan dan kebijakan perusahaan.
Unleashing Women Leadership in Indonesia menyuarakan aspirasi perempuan tentang minimnya
kesempatan perempuan di posisi puncak. Harapannya, hasil studi ini bisa
mendorong perempuan untuk lebih berani menggapai posisi puncak. Pada industri
perhotelan yang lebih maju akan memberikan kesempatan bagi perempuan yang mampu
dan memenuhi persyaratan kepemimpinan sesuai situasi dan kondisi sekarang ini.
Pemimpin perempuan memiliki dedikasi tinggi dalam perusahaan yang
menjadi gaya mereka untuk memilih lebih lama bekerja disebuah perusahaan
ketimbang memilih untuk pindah pekerjaan saat memiliki sebuah masalah dan saat
muncul rasa bosan. Pemimpin perempuan haruslah berdedikasi tinggi pada
pekerjaannya. Jika tugasnya tak selesai, dia mempelajari tugas tersebut dan
nanti dia pasti menyelesaikannya diluar jam kerja. Dengan kata lain, pemimpin
perempuan memiliki loyalitas tinggi kepada pekerjaannya.�
Kesimpulan
Kepemimpinan perempuan idealnya memiliki karakteristik
kepemimpinan demokratik, karena jabatan yang disandangnya dari hasil pilihan
pemilik hotel, kendati pun banyak kalangan di dunia perhotelan yang menolaknya.
Pemimipin demokratik biasanya memandang peranannya selaku koordinator dari
berbagai unsur dan komponen organisasi sehingga bergerak sebagai suatu
totalitas, karena tipe pemimpin demokratik adalah tipe pemimipin yang paling
ideal dan paling didambakan. Memang, harus diakui bahwa pemimpin yang
demokratik tidak selalu merupakan pemimpin yang paling efektif dalam perusahaan
karena ada kalanya, dalam hal bertindak dan mengambil keputusan, bisa terjadi
keterlambatan sebagai konsekuensi keterlibatan para bawahan dalam proses
pengambilan keputusan tersebut. Sekalipun demikian, pemimpin yang demokratik
tetap dipandang sebagai pemimpin terbaik karena kelemahannya mengalahkan
kekurangannya.
Bila dikaji lebih lanjut diketahui karakteristik kepemimpinan
perempuan adalah kooperatif, berorientasi pada kesejahteraan, dan cenderung
kolektif. Hal ini berbeda dengan ciri kepemimpinan laki-laki yang kompetitif,
berorientasi pada kekuasaan dan terpusat. Karakteristik tersebut tidak lepas
dari pengalaman perempuan melahirkan dan memelihara kehidupan yang mengajarkan
kerja bersama di rumah tangga dan komunitas. Kepemimpinan perempuan termasuk
tipe kepemimpinan yang ideal di dunia perhotelan.
Tipe Pemimpin perempuan lebih suka menggunakan pendekatan
partisipasi dimana para bawahan didorong untuk memberikan sumbangsih demi
kepentingan organisasi. Dalam hal kuasa, perempuan lebih siap membagi kuasa dan
informasi yang dimilikinya kepada bawahan. Pemimpin perempuan cenderung
mengasosiasikan citra diri mereka dengan relasi atau hubungan pribadi.�
Gaya kepemimpinan kaum perempuan yang bersifat interaktif
merupakan kepanjangan dari naluri interaksi atau relasi yang sudah mengakar
dalam kepribadian mereka. Dengan cara ini mereka lebih terarah untuk tetap
terjaga dan berkelakuan secara �asertif�. Jika keadaan
ini terjadi, maka mereka lebih banyak menggunakan otoritas dari segi
tradisional dengan kecenderungan memberi arahan dan nasehat yang lebih banyak.
Pemimpin perempuan berperilaku model kepemimpinan
transformatif dan partisipatif. Pemimpin perempuan menunjukkan bahwa perempuan
tampil bekerja secara kooperatif dan memberdayakan koleganya serta memfungsikan
kerjasama tim secara efektif. Kepribadian pemimpin perempuan sebagai sosok yang
lebih supel, demokratis, perhatian, artistik, bersikap baik, cermat dan teliti,
berperasaan dan berhati-hati. Selain itu, mereka cenderung menjadi sosok
pekerja tim, lengkap dan sempurna. Mereka juga mengidentifikasi diri dan
mempersepsi dirinya sebagai sosok yang lebih rasional, relaks, aktif dan
kompetitif.
Perilaku yang relevan bagi lingkungan yang selalu
berubah-ubah atau situasi tertentu tidak harus dimiliki oleh perempuan atau
laki-laki, akan tetapi justru yang memiliki keberhasilan kepemimpinan yang pada
akhirnya akan berpengaruh terhadap efektivitas organisasi sama-sama ada pada
kapasitas seseorang, laki-laki atau perempuan.
Pemimpin perempuan selalu lebih mementingkan hubungan
interpersonal, komunikasi, motivasi pekerja, berorientasi tugas, dan bersikap
lebih demokratis dibandingkan dengan lelaki yang lebih mementingkan aspek
perancangan strategik dan analisis.
Penelitian ini juga mendapati bahwa perempuan mendapat nilai
lebih tinggi dari segi penilaian kerja dibandingkan laki-laki. Pada dasarnya,
perempuan memiliki sifat-sifat dasar untuk sukses sebagai pemimpin. Mereka
cenderung lebih sabar, memiliki empati, dan multitasking atau mampu mengerjakan
beberapa hal sekaligus. Oleh karna itu, baik laki-laki dan perempuan harus
memiliki jiwa kepemimpinan, sangat diperlukan sekali jiwa kepemimpinan pada
setiap pribadi manusia. Jiwa kepemimpinan itu perlu selalu dipupuk dan
dikembangkan. Diantaranya: dapat memberikan motivasi dan dukungan terhadap
bawahan, menjadi pemimpin dan contoh yang baik kepada bawahan, bersifat tegas,
kreatif dalam memimpin sebuah organisasi, bersikap adil, disiplin, serta arif
dan bijaksana.
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan seperti jumlah
narasumber penelitian yang relatif terbatas, dan belum dilakukannya konfirmasi
dan komparasi temuan kepada hotel eksekutif laki-laki untuk memperkuat hasil
temuan. Namun secara umum penelitian ini dapat berkontribusi terhadap
perkembangan diskusi akademik terkait kajian mengenai kepemimpinan perempuan
pada bidang perhotelan yang berkembang saat ini. Penelitian selanjutnya
mengenai kepemimpinan perempuan dalam bidang industri perhotelan perlu berfokus
pada kajian mengenai respon organisasi terhadap kepemimpinan perempuan, serta
komparasi karakter dan gaya kepemimpinan perempuan dengan laki-laki pada
industri perhotelan. Selain itu, penelitian mengenai karakteristik kepemimpinan
perempuan dengan pendekatan kuantitatif dapat juga dikembangkan untuk
mengkonfirmasi hasil penelitian ini.
BIBLIOGRAFI
Eagly, Alice H., & Johnson, Blair T. (1990).
Gender and leadership style: A meta-analysis. Psychological Bulletin, 108(2),
233. Google Scholar
Elsesser, Kim M., & Lever, Janet.
(2011). Does gender bias against female leaders persist? Quantitative and
qualitative data from a large-scale survey. Human Relations, 64(12),
1555�1578. Google Scholar
Mooney, Shelagh, & Ryan, Irene. (2009).
A woman�s place in hotel management: upstairs or downstairs? Gender in
Management: An International Journal. Google Scholar
Sahoo, Debashish Kumar, & Lenka, Usha.
(2016). Breaking the glass ceiling: Opportunity for the organization. Industrial
and Commercial Training. Google Scholar
Sasmita, Jumiati, & Raihan, Said As�ad.
(2014). Kepemimpinan Pria dan Wanita. Google Scholar
Situmorang, Nina Zulida. (2011). Gaya
kepemimpinan perempuan. Proceeding Pesat, 4. Google Scholar
Swastika, Alia. (2008). Kepemimpinan
Perempuan dalam Seni Pertunjukan. Jurnal Perempuan, No. 62, Edisi Khusus,
Desember 2008. Jakarta: YJP. Google Scholar
Copyright holder: Fariz Fardani
Nurbaihaqi, A. H. G Kusumah (2021) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed
under: |