Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849

e-ISSN: 2548-1398

Vol. 6, No. 12, Desember 2021

 

RADIKALISASI SEBAGAI POLA POLITIK HUKUM INDONESIA DI ERA SOCIETY 5.0

 

Fanila Kasmita Kusuma

Institut Pemerintahan dalam Negeri, Sumedang, Jawa Barat, Indonesia

Email: [email protected]

 

Abstrak

Manusia akan� selalu mengalami perubahan, dari berbagai era yang telah dilaluinya seakan menjadi bukti bahwa perkembangan zaman terus digalakkan disebabkan naluri untuk terus berinovasi menciptakan teknologi yang sedemikian mutakhir terus berkembang. Hari-hari ini manusia memasuki sebuah babak baru yakni era society 5.0. dalam hal tersebut, negara tetap harus mempertahankan bagaimana politik hukumnya agar bisa menyesuaikan atau tetap aksis ditengah pergantian era demi era. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui radikalisasi sebagai pola politik hukmm Indonesia di era society 5.0. Metode penelitian ini ialah penelitian kualitatif mencakup analisis data sekunder yang di dapatkan dari berbagai studi telaah literatur. Hasil yang diperoleh bahwa radikal sangat diperlukan sebagai pola politik hukum Indonesia dalam menyongsong fenomena maysrakat 5.0 dan menampilkan sikap bijaksana sebelum mengambil sebuah keputusan. Karena sifat radikal sendiri sangat berkesesuaian dijadikan sebagai pola untuk membuat politik hukum di Indonesia tetap eksis atau bahkan tetap bertahan ditengah pergantaian era yang ada.

 

Kata Kunci: radikalisasi; radikal; politik hukum; society 5.0

 

Abstract

Humans will always experience changes, from the various eras that they have gone through as if they are proof that the times are constantly being encouraged due to the instinct to continue to innovate to create such a cutting-edge technology that continues to develop. These days, humans are entering a new phase, namely the era of society 5.0. In this case, the state still has to maintain its legal politics so that it can adjust or remain active in the midst of changing era after era. This study aims to determine radicalization as a pattern of Indonesian legal politics in the era of society 5.0. This research method is qualitative research which includes secondary data analysis obtained from various literature review studies. The results obtained are that radicals are indispensable as a pattern of Indonesian legal politics in welcoming the phenomenon of society 5.0 and displaying a wise attitude before making a decision. Because the radical nature itself is very suitable to be used as a pattern to make legal politics in Indonesia still exist or even remain in the midst of changing eras.

 

Keywords: radicalization; radical; legal politics; society 5.0�����

 

Received: 2021-11-20; Accepted: 2021-12-05; Published: 2021-12-20

 

Pendahuluan

Berbagai negara di dunia ini pastiah memiliki tujuannya masing-masing dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa maupun bernegaranya. Tujuan dari sebuah negara, pada umumnya berdasarkan ataupun bersendirikan pada apa yang menjadi cita-citanya negara tersebut. Maka, negara harus mewujudkan apa yang menjadi cita-citnya sesuai dengan undang-undang dasarnya masing-masing. Tujuan negara adalah apa yang hendak diraihnya dengan sistematikan dan instrumen hukum yang ada pada negaranya, Rogel Soltau mengatakan bahwa tujuan negara yakni bisa memberikan ruang bagi para rakyat agar juga turut bisa berkembang dan terselenggaranya daya cipta dengan sebebas-bebasnya.

Indonesia, sebagai sebuah negara yang berpihak di diatas hukum, dan menjadikan hukum sebagai pijakannya, menyandarkan cita-citnya serta tujuannya dengan instrumen hukum sebagai sarananya, atau dengan diksi lain bisa dikatakan bahwa hukum merupakan sarana yang dipakai oleh bangsa Indoensia dalam menggapai tujuan negara. Maka, politik dan hukum memiliki kaitan disebabkan politik memiliki sifat yakni kepentingan yang acapkali menumbuhkan konflik serta haruslah diarahkan ataupun dikendalikan dengan adanya hukum agar tujuan negara bisa tercapai.

Politik hukum dapat diartikan sebagai sebuah sarana ataupun instrumen yang pemerintah manfaatkan agar bisa mewujudkan sistem hukum nasional yang ia kehendaki agar terwujudnya cita-cita bangsa Indonesia (Hartono, 1991). Hal tersebut kemudian bisa disimpulkan bahwa politik hukum adalah sebuah kebijakan sebagai pegangan dasar untuk menyelenggarakan negara, terkhusus pada ranah hukum berkaitan dengan hukum yang akan berjalan, sedang atapun yang sudah berlaku yang diambil dari berbagai nilai yang hidup dalam masyarakat agar tercapai tujuan suatu negara seusai dengan pembukaan UUD 1945 Alinea 4.

Di dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara, tentunya zaman dan era akan senantiasa berkembang dan berubah. Maka berkembang pula semua hal yang ada padanya. Dunia telah mengecap bagaimana era masyarakat/society 1.0, 2.0, 3.0, 4.0 dengan segala dinamikanya. Perubahan masyarakat tersebut haruslah dibarangi dengan penyesuaian reformasi penegakan hukum. Hal ini senada dengan pernyataan MK yang diwakilli oleh salah satu Hakim MK yakni Suhartoyo, yang dalam pidatonya menekankan diperlukannya reformasi penegakan hukum guna menyambut society 5.0 (antaranews, 2021).

Praktik penegakan hukum di era masyarakt 5.0 mendapat dukungan dari Internet Of Things (IOT) dalam ranah penegakan hukum. Era society 5.0 akan mengembangkan manusia agar lebih terpusat pada kepentingannya yakni membuat seimbang laju ekonomi agar bisa menekan kesenjangan serta masalah-masalah sosial lainnya dengan memanfaatkan sistem agar bisa mengintegrasikan ruang siber dan fisik (antaranews, 2021).

Perubahan dan adaptasi menuju pada perubahan ke era masyarakat 5.0 harus menjadi salah satu tugas dai para stakeholder agar apa yang masuk dalam rencana nasional dapat terwujud. Hal tersebut kemudian menjadi sebuah pola yang berisikan berbagai langkah dan cara agar bisa merubah politik hukum Indonesia pada masyarakat 5.0.

Maka, pendekatan yang paling memungkinkan dipakai adalah sikap radikal dari pemerintah itu sendiri dalam mengimplementasikan tujuannya atau yang telah menjadi sebuah pola politik hukum. Sikap radikal digunakan, karena ia adalah sebuah kata sifat dari seseorang yang menginginkan perubahan mendasar terkhusus pada pemerintahan ataupun politik menurut pandangan Merriam Webstar. Tidak hanya sebagai alat yang dapat melandasi pola politik hukum di Indonesia agar bisa menyasar sebuah peradaban manusia baru. Bahkan dalam segala hal pun, paradigma radikal bisa digunakan, disebabkan orang yang radikal ialah orang yang berfikir untuk mencari akar masalah, dan orang tersebut ialah orang yang fokus ingin mencabut akar dari sebuah permasalahan.

Peradaban manusia bertahap memasuki era society 5.0 yang ditandai dengan peggunaan teknologi yang telah melingkupi berbagai sisi kehidupan manusia bahkan dalam aspek bernegara agar tercipta sebuah proses pemecahan masalah utamnya dalam hal politik hukum di sebuah negara.

Society 5.0 atau yang diartikan sebagai masyarakat 5.0 ialah sebuah konsep yang dirintis kali pertama oleh Jepang. Konsepnya tidak hanya melingkupi sisi manufaktur saja, namun juga bagaimana cara agar masalah bisa diatasi dengan dibantu pada integrasi ruang fisik serta firtual (Skobelev, P & Borovik, 2017). Society memiliki tujuan untuk membuat masyarakat menjadi semakin sejahtera dengan banyaknya pelayanan yang disediakan misalnya: (Tesa Lonika D.P, Handriyanto, Noviani, 2021)

1.      Pelayanan pada bidang kesehatan.

Bentuk dari pelayanan ini ialah perluasan data kesehatan di berbagai penjuru masyarakat untuk bisa memperoleh pelayanan dirumah.

2.      Peningkatan mobilitas

Pada layanan ini, ialah tersedianya teknologi pada berbagai pelosok daerah dengan tujuan untuk menekan kekurangan distributor.

3.      Teknologi infrastruktur

Hal ini sangat membantu pekerjaan manusia utamanya untuk membantu manusia dalam peningkatan potensinya.

4.      Dan lain sebagainya.

Era society 5.0 memiliki tujuan yang utama yaitu untuk mengadakan kesejahteraan yang lebih baik dengan memanfaatkan perkembangan teknologi pada seluruh lini masyarakat (Wasitarini, 2019) era society 5.0 merujuk pada sebuah kosep yakni penerapan teknologi papda revolusi industri 4.0 yang memperhatikan sisi humaniora untuk bisa menuntaskan berbagai masalah sosial (Faruqi, 2019). Era society 5.0 juga dimaknai sebagai bentuk kecerdasan yang kuat hingga bisa memberikan integrasi pada ruang fisik serta ruang cyber. Maka, tatanan kehidupan era society 5.0 ialah bentuk kehidupan yang memadukan data dengan perantara teknologi informasi guna mendorong tingkat kecerdasan manusia dalam berbagai pengembangan yang ditujukan untuk penyelesain problematika.

Indonesia sebagai negara yang aktif berkiprah di dalam dunia internasional tentunya tidak bisa terlepas dari pengaruh perkembangan teknologi informasi, misalnya dalam hal revolusi industri 4.0. disebabkan revolusi industri 4.0 lekat dengan barat, maka Indonesia hanya sekadar ikut tanpa memilih dan memfilter, akan membuat bangsa Indonesia bisa tenggelam dalam hegemoni barat khususnya dalam dunia hukum.

Seiring dengan perkembangan teknologi dan inovasi berlomba-lomba untuk diciptakan, perpolitikan pemerintahan yang baik masih belum bisa diadopsi dalam kehidupan masyarakat sehari-hari disebabkan belum adanya sebuah platform yang disiapkan guna menyongsong era soeciety 5.0. Sugiyono Dalam penelitian yang dilakukan oleh Saksono, ia menjabarkan bahwa tata kelola pemerintahan Indonesia belumlah bisa berjalan dengan baik untuk mendukung terimplementasinya era soeciety 5.0.

Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa dibutuhkan sebuah adaptasi agar Indonesia bisa menyongsong era soeciety 5.0 agar bisa merata diseluruh pelosok negeri. Berkaitan dengan hal tersebut, pola politik hukum Indonesia mengehendaki agar teap eksis terlepas dari perkembangan dunia dan masyarakat yang telah memasuk era demi era. Karena politik hukum adalah instrumen dalam mewujudkan tujuan bernegara.

Seperti yang telah diketahui bahwa setiap negara memiliki tujuan dan tujuan negara disandarkan pada keinginan untuk mewujudkan cita-cita negara. Politik hukum atau legal poliy sebagai alat untukk mewujudka cita-cita negara, yang telah dilaksanakan oleh Indonesia yakni: (Mahfud, 1998)

1.      Pembangunan hukum yang memiliki inti, yakni pembuatan serta pembaharuan pada berbagai materi hukum yang berkesesuaian dengan kebutuhan.

2.      Pelaksanaan ketentuan hukum yang sudah ada, termasuk penegasan fungsi lembaga pembinaan para penegak hukum.

Adapun dalam rangka mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia, maka politik hukum terbentuk dengan tujuan yakni: (Serizawa, 2014)

1.      Sebagai alat atau instrumen yang dapat dipakai oleh pemerintah guna mengadakan sebuah sistem hukum nasional yang diinginkan.

2.      Dengan sistem hukum nasional, maka akan terwujud cita-cita bangsa Indonesia yang lebih besar.

Pentingnya politik hukum di Indonesia, karena ia adalah dasar yang paling fundamental dalam terselenggaranya negara, terkhusus pada sisi hukum yang berkenaan dengan hukum yang akan berjalan, sedang berjalan dan yang telah berjalan guna mencapai tujun negara.

Dalam mewujudkan tujuan negara dengan adanya politik hukum ditengah maysrakat 5.0, maka diperlukan sebuah pola yang berisi strategi ataupun kebijakan yang terstruktur sebagai upaya pengimplementasiannya. Pola yang dikehendaki tersebut ialah pola yang mampu membuat sang pelakunya memiliki sikap ingin mengadakan perubahan sampai pada sisi fundamental, ataupun sikap yang menginginkan adanya perubahan mendasar dan kokoh. Sebab apa yang ia perjuangkan yakni politik hukum di Indonesia bukanlah hal yang sederhana ditengah arus adaptasi masyarakat society 5.0

Maka, sikap radikal sangat dibutuhkan sebagai penggerak atau wajah dari pola politik hukum di Indonesia untuk memasuki babak baru perkembangan kehidupan manusia yakni masyarakat society 5.0. Disebabkan pelaku radikal memiliki paham yang mendalam, pada akar terdalam, kritis serta tajam. Dalam hal sebagai pola politik di Indonesia maka radikalisasi ialah sebuah proses untuk menyongsong era society 5.0 dengan politik hukum Indonesia yang kokoh dan berakar serta tidak tergerus oleh perubahan masa ke masa.

 

Metode Penelitian

Fokus utama penelitian ini adalah untuk mencari tahu bagaiamana radikalisasi sebagai pola politik hukum di Indonesia di era society 5.0. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan penelitian kualitatif berdasarkan data sekunder yang diperoleh dengan metode tinjauan sistematis dan analisis isi literatur ilmiah, analisis data sekunder. Data sekunder di dapatkan dari tinjauan literatur yakni jurnal dan penelitian ilmiah yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas.

�������������������������������������������������������������������������������������������������������

Hasil Dan Pembahasan

A.    Pentingnya Eksistensi Politik Hukum Bagi Bangsa Indoensia

Dari sudut pandang hukum tata negara, maka negara merupakan sebuah organisasi besar, ataupun organisasi kekuasaan. Organisasi tersebut ialah tata kerja dari alat kelengkapan negara yang merupakan satu keutuhan. Tujun dari negara ialah cita-cita negara yang hendak ia wujudkan, dengan perantara instrumen hukum yang terdapat pada negara tersebut.

Emmanuel Kant berasumsi bahwa tujuan negara ialah membentuk serta mempertahankan hukum yang menjamin kedudukan hukum dari setiap individu di dalam masyarakat dan berarti bahwa setiap negara memiliki kedudukan hukum dan tidak boleh mendapat perlakuan yang semena-mena oleh penguasa. Indonesia mempertegas tujuan didirikannya NKRI yakni termaktub dalam konstitusinya, yaitu di dalam pembukaan UUD 1945 yang disebutkan bahwa tujuan dibentuknya NKRI ialah:

1.      melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia

2.      memajukan kesejahteran umum

3.      mencerdaskan kehidupan bangsa

4.      ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Kebijakan penyelenggaraan negara yang bersifat mendasar dalam menentukan arahnya, bentuk ataupun isi dari hukum yang kelak digunakan sebagai kriteria dalam menghukum sesuatu merupakan penjabaran dari politik hukum dalam pandangan Padwi Wajhono (Wahyono, 1986) sedangkan dalam pandangan Teuku Muhammad Radhie, mengatakan bahwa politik hukum merupakan sebuah pernyataan kehendak penguasa berkenaan hukum yang eksis di negaranya dan mengenai arah perkembangan hukum yang dibangun. Dalam defenisi lain, Hartono mengatakan politik hukum dapat diartikan sebagai sebuah sarana ataupun instrumen yang pemerintah manfaatkan agar bisa mewujudkan sistem hukum nasional yang ia kehendaki agar terwujudnya cita-cita bangsa Indonesia.����

Satjipto Rahardjo memberikan defenisi politik hukum yakni kegiatan memilih serta cara yang akan digunakan guna tercapainya sebuah tujuan sosial dan hukum di dalam masyarakat (Rahardjo, 1991). Satjipto berpendapat bahwa beberapa pertanyaan mendasar yang muncul sehubungan dengan politik hukum yakni:

1.      Tujuan yang akan diraih dari sistem hukum yang ada

2.      Cara seperti apa, mana yang dinilai paling baik dalam mencapai tujuan yang dimaksud

3.      Kapan waktu hukum tersebut harus dirubah serta dengan cara apa perubahan tersebut dilakukan

4.      Apakah bisa dirumuskan sebuah pola� untuk bisa membantu dalam memutuskan proses pemilihan tujuan serta cara agar tujuan tersebut tercapai dengan baik

Khususnya di Indonesia, politik hukum sangat penting adanya, hal ini terumuskan misalnya di dalam pasal 2 aturan peralihan UUD 1945 yang sekarang menjadi pasal I aturan peralihan UUD 1945, amandemen memberikan isyarat pada pembentuk undang-undang di Indonesia agar bisa mewujudkan cita-cita hukum nasional, dan untuk bisa memenuhi cita-cita tersebut, maka dibutuhkan pembangunan serta pembinaan hukum. Dalam merumuskan serta menetapkan politik hukum yang sudah dan akan dilakukan, maka politik hukum memberikan otoritas legislasi pada penyelenggara negara. Arah dari hal tersebut ialah dalam rangka mencapai tujuan negara.

William Zavenbergen berujar bahwa politik hukum mencoba memberikan jawaban dari pertanyaan peraturan hukum mana yang relevan untuk dijadikan hukum (Zevenbergen, 2011). Politik hukum� pada� berguna untuk memberikan landasar pada tahapan perkembangan di masyarakat dengan tetap mengacu pada kebutuhan masyarakat pada hukum itu sendiri (Mahfud, 2009).

Maka, di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia, politik hukum sangat lekat kaitannya dengan peran dalam hal pembuatan peraturan perundang-undangan yakni:

1.      Sebagai alasan mengapa dibutuhkan terbentuknya sebuah perturan perundang-undangan

2.      Untuk menentukan apa yang ingin diartikan ke dalam kalimat hukum serta rumusan pasal.

Dua hal tersebut sangat penting adanya disebabkan eksistensi peraturan perundang-undangan dan perumusan pasal ialah jembatan yang mengantarai politik hukum dalam tahapan implementasi peraturan perundang-undangan. Hal� tersebut mengingat antara pelaksaan peraturan perundang-undangan haruslah ada konsistensi serta keterkaian yang erat dengan apa yang disebut dengan politik (Sari, 2019).

B.     Era Society 05.0

Semakin berkembangnya waktu, maka teknologi yang digagas oleh manusia juga akan selalu mengalami perkembangan. Maka society 5.0 merupakan sebuah perkembangan yang dimotori oleh Jepang. Konsep society 5.0 memungkinkan manusia untuk bisa menggunakan ilmu pengetahuan dengan basis AL, Robot, IOT dan lain sebagainya, semua itu diperuntukkan agar manusia bisa hidup dengan nyaman.

Konsep yang disematkan pada society 5.0, ialah penyempurnaan dari berbagai konsep yang telah ada sebelumnya, yakni society 1.0 dimana manusia masih berkutat pada era berburu dan baru mengenal tulisan. Society 2.0 merupakan kelanjutan dari era sebelumnya dimana manusia telah mengenal sistem bercocok tanam. Society 3.0 adalah era dimana manusia telah memasuki dunia industri yang ditandai dengan banyaknya dipakai mesin-mesin untuk meringankan kinernaya. Society 4.0 ialah era dimana manusia telah memanfaatkan komputer serta internet. Dan yang mutakhir, yakni society 5.0 merupakan era dimana keseluruhan teknologi merupakan bagian dari manusia itu sendiri, dan tidak hanya sekedar sebagai informasi, namun juga yang dipakai manusia dalam menjalani kehidupan.

Pemerintah jepang mendefenisikan masyarakat society 5.0 sebagai masyarakat yang terpusat pada manusia itu sendiri yakni yang bisa menyeimbangkan antara kemajuan� ekonomi dengan sebuah penyelesiaan masalah atau persoalan dengan memanfaatkan sistem yang mengintegrasikan antara dunia maya dengan dunia fisik. Dalam pandangan Fayakuma, apa yang dimaksudkan dengan society 5.0 ialah sebuah rencana dasar sains dan teknologi kelima yang dicanangkan oleh dewan sains, teknologi dan inovasi yang mendapat persetujuan dari kabinet pada 2016 lalu. (Fukuyama, 2018).

Society 5.0 menawarkan masyarakat yang berupusat pada manusia hingga mampu membuat dengan seimbang antara kemajuan ekonomi serta penyelesaian masalah sosial dengan sistem yang saling berkaitan antara dunia nyata dengan dunia maya.� Era tersebut merupakan era dimana semua teknologi ialah bagian dari diri manusia sendiri. Internet tidak hanya sebatas pada sumber informasi, melainkan diperuntukkan untuk menjalani kehidupan.

Society 5.0 ialah masyarakat yang bisa menyelesaikan bebagai masalah yang ada pada dirinya dengn memanfaatkan inovasi yang lahir di revolusi industri 4.0 misalnya internet on Things (internet untuk segala sesuatu), Artificial Intelligence (kecerdasan buatan), Big Data (data dalam jumlah besar), ataupun robot untuk membantu meningkatkan kualitas hidup manusia. Society 5.0 merupakan masa dimana masyarakat berpusat pada manusia yang berusaha untuk membuat seimbang antara kemajuan ekonomi dengan penyelesaian masalah dengan menggunakan ruang dunia maya serta dunia fisik (Puspita, Fitriani, Astuti, & Novianti, 2020).

Di dalam society ada nilai baru yang tercipta dengan perantara inovasi dan akan menghilangkan ketimpangan regional, usia, jenis kelamin serta bahasa dan akan memungkinkan tersedianya produk dan layanan yang bisa disesuaikan dengan baik untuk memenuhi keberagaman kebutuhan indiividu serta kelompok. Dengan adanya cara ini, maka akan sangat memungkin untuk bisa sampai pada taraf masyarakat yang mampu meningkatkan pembangunan ekonominya. Tujuan dari adanya society 5.0 ialah untu mewujudkan masyarakat yang manusia tersebut bisa menikmati bagaimana hidup sepenuhnya. Pertumbuhan ekonomi serta perkembangan teknologi hadir sebagai alat untuk menyejahterakan kehidupan seseorang dan bisa digunakan untuk berkontribusi guna menyelesaikan tentangan dan problematika masyarakat di seluruh dunia (Fukuyama, 2018).

C.    Radikalisasi Sebagai Pola Politik Hukum Indonesia Di Era Society 5.0

Telah dijabarkan sebelumnya bahwa politik hukum utamanya di Indonesia memiliki arti dan fungsi yang sangat signifikan adanya, mislanya ketika amandemen memberikan isyarat pada pembentuk undang-undang di Indenesia agar bisa mewujudkan cita-cita hukum nasional, dan untuk bisa memenuhi cita-cita tersebut, maka dibutuhkan pembangunan serta pembinaan hukum. Dalam merumuskan serta menetapkan politik hukum yang sudah dan akan dilakukan, maka politik hukum memberikan otoritas legislasi pada penyelenggara negara. Arah dari hal tersebut ialah dalam rangka mencapai tujuan negara.

Maka penerapan guna eksistensinya politik hukum dengan tidak tergerus oleh zaman yang dilaluinya misalnya ketika manusia telah menyongsong era society 5.0 sangat penting untuk dicari sebuah pola guna tercapai tujuan yang dimaksudkan. Maka dalam hal ini, dibutuhkan sebuah pemahaman atau sikap dari diri seseorang yang memiliki paham mendalam, pada akar terdalam, kritis serta tajam dalam mewujudkan satu tujuan, ataupun sikap yang digambarkan sangat fundamental/ mendasar (sampai kepada hal yang prinsip) pada keinginan untuk mengimplementasikan sebuah tujuan, amat keras menuntut perubahan (undang-undang, pemerintahan). Hal tersebut merupakan satu kesatuan yang ada pada pendefenisian dari kata radikal.

Radikal, dalam ilmu filsafat berasal dari kata radix yang berarti berakar, mendalam, komprehenshif, mengakar. Berfikir radikal berarti berfikir mendalam, pada akarnya, tajam, kritis. Kemudian makna radikalisasi adalah sebuah proses mewujudkan seseorang yang belajar secara tajam dan mendalam. Atau dalam konteks ini, yakni seseorang kritis terhadap sebuah tujuan. . Hanya saja image yang ada masyarakat istilah radikal itu telah mengalami peleburan dan pergeseran makna pada hal yang lebih sempit. Istilah radikalisme merupakan faham yang berupaya melakukan perubahan secara menyeluruh, cepat dengan menggunakan cara-cara kekerasan yang kemudian mengatasnamakan agama, membalut perilaku kekerasan dengan identitas agama dengan mengemas aksi dengan narasi keagamaan.

Radikal tentu berbeda dengan radikalisme yang banyak di dengung-dengunkan dengan konotasi makna yang jahat dan harus dihindari. Radikalisme sendiri berasal dari bahasa Latin, radix, yang berarti akar. Ia merupakan paham yang menghendaki adanya perubahan dan perombakan besar untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Kemunculan radikalisme diasumsikan dikarenakan ketidakadilan dan ketidakbebasan yang diselenggarakan kelompok dominan dalam politik dan ekonom.

Maka, radikal tentunya berseberangan dengan radikalisme yang berkonotasi negatif. Pemanfaatan sikap radikal sebagai sebuah pola dalam politik hukum di era society 5.0 ialah hal yang dibutuhkan. Sebab dengan adanya sifat yang melekat dengan kata radikal, akan membuat pelakunya kritis terhadap apa yang dicanangkan, serta semangat dalam pengimplementasian tujuan tersebut, hal ini mengingat bahwa politik hukum adalah instrumen atau sarana bangsa dalam upaya untuk mencapai tujuannya dan hal demikian tentu saja terlepas dari era yang ada.

Secara etimologis, kata radikal sesungguhnya netral. Radikalis, kata sifat ini berasal dari bahasa Latin, radix atau radici. Menurut The Concise Oxford Dictionary (1987), istilah radikal berarti �akar�, �sumber�, atau �asal-mula�. Dimaknai lebih luas, istilah radikal mengacu pada hal-hal mendasar, prinsip-prinsip fundamental, pokok soal, dan esensial atas bermacam gejala, atau juga bisa bermakna �tidak biasanya�.

Berbicara mengenai penggunaan istilah radikal yang pertama kali dalam jagat politik, sejarah menyematkan kepada sosok Charles James Fox di tahun 1797. Seturut Encyclopedia Britannica, James Fox diceritakan menyerukan pembaharuan radikal (reform radical) di Inggris terkait sistem pemilihan bagi siapa saja yang telah dewasa. Sejak itulah, istilah radikal mulai digunakan sebagai istilah umum bagi semua gerakan yang mendukung gerakan reformasi parlemen. KBBI keluaran tahun 1990, istilah radikal diartikan sebagai �secara menyeluruh,� �habis-habisan,� dan �maju dalam berpikir atau bertindak. Artinya, di sini mudah diduga telah terjadi proses perubahan makna dari istilah ini.

Bahkan di dalam pendekatan filsafat, berpikir radikal justru sangat diperlukan. Sebab, berpikir radikal dalam berfilsafat bermakna berpikir mendalam (mendasar) sampai pada akar objek yang dikaji. Hal ini juga dijelaskan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan radikal dalam arti �secara mendasar (sampai kepada hal yang perinsip); atau maju dalam berpikir atau bertindak�. Dalam konteks ini, berfikir radikal merupakan proses berfikir secara mendalam sampai pada makna kebenaran yang tertinggi. Melalui proses berfikir secara radikal, manusia mampu memperoleh kebenaran dan menemukan sejumlah penemuan ilmiah (ilmu pengetahuan). Berfikir secara radikal dapat pula dimaknai sebagai upaya berfikir sampai pada akar persoalan yang ada, sehingga diharapkan sebuah keputusan benar-benar bijak dan tidak salah dalam mengambil keputusan.

Pada titik inilah, mudah dipahami istilah radikal sebenarnya bermakna netral. Istilah radikal bisa bermakna positif atau negatif tergantung pada konteks ruang dan waktu sebagai latar belakang penggunaan istilah tersebut.� Atau secara sederhana menjauhkan stigma yang buruk pada kata radikal, dan justru penyifatannya amat dibutuhkan dalam sebuah misi pembaharuan tertentu.

Bila dirujuk dari makna di atas, terlihat bahwa berfikir radikal sangat diperlukan sebagai pola politik hukum Indonesia dalam menyongsong fenomena maysrakat 5.0 dan menampilkan sikap bijaksana sebelum mengambil sebuah keputusan. Namun, bertolak belakang dengan makna radikalisme. Sebab, radikalisme merupakan paham ekstrem yang acapkali menggunakan pemaksaan dan kekerasan agar apa yang diinginkan (diyakini) diterima oleh orang lain dengan menghalalkan segala cara. Kelompok penganut radikalisme ini bukan hanya berhadapan pada negara (politik), akan tetapi juga terkadang berhadapan dengan antar agama, suku, budaya, bahkan intern agama. Gerakan radikalisme biasanya bersifat masif dan membentuk karakter intoleran dan memandang kebenaran tunggal hanya milik kelompoknya. Melihat kondisi ini, gerakan radikalisme sangat berbahaya bagi tatanan suatu negara dan peradaban umat manusia. Eksistensi radikalisme menjadikannya sebagai musuh bersama dan perlu ditindak secara serius.

Penyifatan dan cir-ciri yang tergambar dari kata radikal tersebut bisa dimanfaatkan sebagai sebuah alat ataupun pola khususnya dalam hal politik nasional Indonesia yang menginginkan agar ia tetap eksis tidak terikat dengan perkembangan zaman yang tengah dilalui ummat manusia. Sebab sejatinya tujuan dari negara adalah hal yang harus selalu diraih, dan alat sarana untuk meraihnya ialah dengan regulasi kebijakan politik hukum yang memainkan peran yang snagat signifikan dalam sebuah tatanan bangsa.


 

Kesimpulan

Politik hukum dapat diartikan sebagai sebuah sarana ataupun instrumen yang pemerintah manfaatkan agar bisa mewujudkan sistem hukum nasional yang ia kehendaki agar terwujudnya cita-cita bangsa Indonesia. Hal tersebut kemudian bisa disimpulkan bahwa politik hukum adalah sebuah kebijakan sebagai pegangan dasar untuk menyelenggarakan negara, terkhusus pada ranah hukum berkaitan dengan hukum yang akan berjalan, sedang atapun yang sudah berlaku yang diambil dari berbagai nilai yang hidup dalam masyarakat agar tercapai tujuan suatu negara seusai dengan pembukaan UUD 1945 Alinea 4. Khususnya di Indonesia, politik hukum sangat penting adanya, misalanya saat amandemen memberikan isyarat pada pembentuk undang-undang di Indoensia agar bisa mewujudkan cita-cita hukum nasional, dan untuk bisa memenuhi cita-cita tersebut, maka dibutuhkan pembangunan serta pembinaan hukum. Dalam merumuskan serta menetapkan politik hukum yang sudah dan akan dilakukan, maka politik hukum memberikan otoritas legislasi pada penyelenggara negara. Arah dari hal tersebut ialah dalam rangka mencapai tujuan negara.

Secara sederhana, Society 5.0 ialah masyarakat yang bisa menyelesaikan bebagai masalah yang ada pada dirinya dengn memanfaatkan inovasi yang lahir di revolusi industri 4.0 misalnya internet on Things (internet untuk segala sesuatu), Artificial Intelligence (kecerdasan buatan), Big Data (data dalam jumlah besar), ataupun robot untuk membantu meningkatkan kualitas hidup manusia. Society 5.0 merupakan masa dimana masyarakat berpusat pada manusia yang berusaha untuk membuat seimbang antara kemajuan ekonomi dengan penyelesaian masalah dengan menggunakan ruang dunia maya serta dunia fisik.

Berfikir radikal sangat diperlukan sebagai pola politik hukum Indonesia dalam menyongsong fenomena maysrakat 5.0 dan menampilkan sikap bijaksana sebelum mengambil sebuah keputusan. Jiwa yang bersemayam pada sifat radikal bisa dimanfaatkan sebagai sebuah alat ataupun pola khususnya dalam hal politik nasional Indonesia yang menginginkan agar ia tetap eksis tidak terikat dengan perkembangan zaman yang tengah dilalui ummat manusia. Sebab sejatinya tujuan dari negara adalah hal yang harus selalu diraih, dan alat sarana untuk meraihnya ialah dengan regulasi kebijakan politik hukum yang memainkan peran yang sangat signifikan dalam sebuah bangsa.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Antaranews. (2021). MK: Perlu reformasi penegakan hukum untuk sambut Society 5.0.

 

Faruqi. (2019). Future Service In Industry 5.0. Jurnal Sistem Cerdas, Vol. 2(1). Google Scholar

 

Fukuyama, Mayumi. (2018). Society 5.0: Aiming for a New Human-Centered Society. Japan Economy Foundation Journal - Japan SPOTLIGHT. Google Scholar

 

Hartono, Sunarjati. (1991). Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional. Bandung: ALUMNI. Google Scholar

 

MD, MAahfud. (1998). Politik Hukum di Indonesia. Jakarta: PT. Pustaka LP3ES. Google Scholar

 

MD, Mahfud. (2009). Politik Hukum Di Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers. Google Scholar

 

Puspita, Yenny, Fitriani, Yessi, Astuti, Sri, & Novianti, Sri. (2020). Selamat Tinggal Revolusi Industri 4.0, Selamat Datang Revolusi Industri 5.0. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Program Pascasarjana Universitas Pgri Palembang. Google Scholar

 

Rahardjo, Satjipto. (1991). , Ilmu Hukum (Cet. III). Bandung: Citra Aditya Bakti. Google Scholar

 

Sari, Cindy Permata. (2019). Politik Hukum di Indonesia. Artikel.

 

Serizawa, Ali. (2014). Pengertian Politik Hukum Nasional dan Tujuannya.

 

Skobelev, P & Borovik, YS. (2017). On The Way From Industri 4.0 To Industri 5.0: From Digital Manufactureing To Digital Society. International Scientific Research Journal Industri. Google Scholar

 

Tesa Lonika D.P, Handriyanto, Amallia Noviani, Muhammad Mona Adha. (2021). Civic Literacy: Sebagai Upaya Dalam Mempersiapkan Warga Negara Menuju Era Society 5.0. E Prosiding Seminar Nasional Virtual Pendidikan Kewarganegaraan. Google Scholar

 

Wahyono, Padmo. (1986). Indonesia Negara Berdasatkan atas hukum. Jakarta: Ghalia Indonesia. Google Scholar

 

Wasitarini. (2019). Perpustakaan Satu Data. Jurnal Madika, Vol. 5(2). Google Scholar

 

Zevenbergen, William. (2011). Politik Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.

Copyright holder:

Fanila Kasmita Kusuma (2021)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: