Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849

e-ISSN: 2548-1398

Vol. 6, No. 12, Desember 2021

 

ANALISIS PERKEMBANGAN TEOLOGI DAN POLARISASI DALAM KEKRISTENAN DI INDONESIA: DOKTRIN TRITUNGGAL

 

Djone Georges Nicolas, Abdon Amtiran

Sekolah Tinggi Teologi (STT) IKAT Jakarta, Indonesia

Email: [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Penelitian ini bertujuan menganalis relevansi Doktrin Tritunggal yang dianggap hoax dan juga doktrin berhala, sehingga muncul sebuah gerakan teologi pembebasan dari doktrin Tritunggal karena dipandang tidak Alkitabiah dan tidak relevan di masa kini di tengah perkembangan teologi dan polarisasi dalam kekristenan di Indonesia. Pendekatan yang dipakai adalah kualitatif deskriptif fenomenologi dengan analisa literatur dan teknik pengumpulan data melalui sumber buku-buku, artikel digital, jurnal serta dokumen lain yang berkaitan dengan masalah yang menjadi objek kajian. Hasilnya, penafsiran yang berbeda menghasilkan ajaran yang berbeda pula, oleh karena itu gap dalam mendefinisikan teologi menjadi sebuah persoalan tersendiri dalam dunia teologi maupun dalam berteologi, sehingga mengakibatkan polarisasi di media digital terutama di kalangan Kristen sendiri. Kesimpulannya, Doktrin Tritunggal merupakan konsep yang Alkitabiah sehingga dalam perkembangan teologi dan polarisasi yang terus menerus terjadi dari abad ke abad, dari generasi ke generasi, relevansinya tetap sampai kekekalan, sebab doktrin Tritunggal berhubungan dengan hakekat dan pluralitas Allah yang mungkin masih misteri bagi banyak orang, namun tidak menghilangkan fakta bahwa Allah tetaplah Allah dan justru misteri tentang Dia membuktikan keunikan-Nya sebagai Allah, Doktrin Tritunggal merupakan ciri khas dalam kekristenan, bukan buah paganisme.

 

Kata Kunci: perkembangan teologi; polarisasi dalam kekristenan; doktrin tritunggal

 

Abstract

This study aims to analyze the relevance of the Trinity Doctrine which is considered a hoax and also the doctrine of idols, so that a liberation theology movement emerges from the Trinity doctrine because it is seen as unbiblical and irrelevant in today's theological developments and polarization in Christianity in Indonesia. The approach used is qualitative descriptive phenomenology with literature analysis and data collection techniques through sources of books, digital articles, journals and other documents related to the problem that is the object of study.As a result, different interpretations produce different teachings, therefore the gap in defining theology becomes a separate problem in the world of theology and in theology, resulting in polarization in digital media, especially among Christians themselves.In conclusion, the Trinity Doctrine is a biblical concept so that in the development of theology and polarization that continues from century to century, from generation to generation, its relevance remains for eternity, because the Trinity doctrine is related to the nature and plurality of God which may still be a mystery to many people,but it does not eliminate the fact that God is still God and precisely the mystery about Him proves His uniqueness as God, the Trinity Doctrine is a hallmark of Christianity, not the fruit of paganism.

 

Keywords:��� development of theology; polarization in christianity; trinity doctrine

 

Received: 2021-11-20; Accepted: 2021-12-05; Published: 2021-12-20

 

Pendahuluan

Dalam perkembangan teologi, sejumlah sarjana Kristen telah menghasilkan beberapa jenis teologi baru yang sering kali dipandang kontroversial dan menjadi obyek kritikan dari satu sisi, tetapi juga dianggap sebagai sebuah pengharapandi sisi yang lain. Pandemi Covid 19 berdampak besar bagi seluruh aspek kehidupan manusia, baik dalam skala dunia maupun negara seperti di Indonesia, termasuk dalam dunia teologi dan gereja. Krisis hampir selalu menjadi penyebab muncul perkembangan pemikiran-pemikiran yang membuahkan teologi-teologi yang baru yang dianggap sebagai jawaban atas krisis yang terjadi, tidak terkecuali di tengah krisis pandemi Covid-19 di media sosial dan dengan cara terbuka seperti �Deja vu�, gugatan terhadap eksistensi dan relevansi doktrin Tritunggal menjadi isu perdebatan sengit yang menarik perhatian masyarakat luas terutama kalangan Kristen.

Alkitab merupakan dasar dari semua ajaran dalam keKristenan sehingga berfungsi�� sebagai tolak ukur dalam pembahasan apapun termasuk Doktrin Tritunggal.Menurut Fanny Yapi Markus Kasekeaa terdapatsejumlahpendapatdarigolongan bidat yang berpendapat bahwa tidak terdapat ajaran doktrin Trintunggal di dalam Alkitab dikarenakan istilah tersebut tidak terdapat secara eksplisitdalamAlkitab, namun Alkitabsesungguhnya penegasan ajaran Alkitab tentang Trinitas sangatlah nyata (Kaseke, 2021).

Klaim mendesaknya kebutuhan pembebasan dari doktrin Tritunggal yang dianggap hoax dan juga doktrin berhala yang membutakan banyak orang Kristen selama ini, serta tidak memiliki relevansi di masa kini oleh pendeta Joshua Tewuh (Youtube Kalam Kristus, 10 April 2019), yang juga memberi judul �Trinitas Ternyata Produk Paganisme Platonik� Mari lepaskan Bapa, Anak & Roh Kudus dari Penjara Trinitariasnisme� Bapa Anak & Roh Kudus diculik dari dalam Alkitab dipenjara dalam tirani teologi Trinitarianisme Ayo hancurkan penjara paganisme ituREFORMASI TOTAL R.I.P TRINITY DOCTRINE PAGANISME TEOLOGY� yang ditayangkan pada 22 April 2021 di channel Youtube yang sama, sehingga mendapat pertentangan keras dari sejumlah teolog seperti Pdt. Esra Alfred Soru, Deky Nggadas bersama rekan-rekan-nya dari Asosiasi Apologis Indonesia (ASASI).

Dalam perkembangan teologi, gereja bukan sekedar mempertahankan pembangunan dari bagian dalam, tetapi juga dari sejumlah lawan yang secara sistematis mempunyai niat merusak gereja dalam pokok pengajaran yang tidak bersesuaian dengan Alkitab sebagai kebenaran, sehingga gereja tetap bertahan di tengah berbagai gejolak yang dialami secara internal (Zaluchu, 2009). Menurut Sri Dahlia, formulasi trinitas sudah terdapat dalam tradisi Kristen Klasik sehingga mudah dimengerti akal sehat secara khusus oleh sebagian teolog muslim. Yakni, saat pribadi-pribadiNya dihubungkan dengan sifat Allah (Sri Dahlia, 2017). Julianus berpendapat bahwa selain pengajaran yang berkaitan dengan keesaan Allah yang bekepribadian trinitaris sudah menjadisalahsatuciri khas identitas kekristenan Indonesia, khususnya di kalangan Protestan (Mojau, 2017). Di lain sisi, Tridarmanto menilai bahwa diperlukan pengurangan penekanan Yesus yang digambarkan sebagai penguasa atas alam semesta dan setara dengan Allah dalam pendekatan Kristologi, sebab jika demikian, hal tersebut dapat kurang efektif bagi umat Kristen dalam menyampaikan identitas Kristologis-nya di Indonesia (Tridarmanto, 2012).

Maka dari pemaparan di atas, berbeda dengan pandangan Tridarmanto dan Pendeta Joshua Tewuh, penulis hendak menganalisis relevansi Doktrin Tritunggal di tengah perkembangan teologi dan polarisasi dalam kekristenan di Indonesia, sehingga membatasi pada beberapa pertanyaan yang dalam pandangan penulis memerlukan jawaban: yakni, masih relevankah doktrin Tritunggal pada masa kini? Atau sebaliknya Doktrin Tritunggal merupakan paganisme sehingga umat Kristen perlu dibebaskan dari ikatannya yang selama ini sudah mengakar di dalam kalangan gereja?

 

Metode Penelitian

Pendekatan penelitian yang dipakai adalah kualitatif deskriptif fenomenologi dengan tujuan menganalisa relevansi Doktrin Tritunggal yang dianggap hoax dan juga doktrin berhala, sehingga muncul sebuah gerakan teologi pembebasan dari doktrin Tritunggal karena dipandang tidak Alkitabiah dan tidak relevan di masa kini di tengah perkembangan teologi dan polarisasi dalam kekristenan di Indonesia. Dalam rangka pencapaian tujuan seperti telah disampaikan di atas,�� penulis menerapkan analisadataliterarur maupun mempergunakan library research dan teknik�� pengumpulan�� data�� melalui jurnal, berbagai sumber buku, artikel digital, dan dokumentasi tertentu yang memiliki keterkaitan dengan persoalan yang menjadi objek kajian.���� Bodgan berpendapat bahwa penelitian kualitatif (Amir, 2020) adalah prosedurpenelitianyang membuahkan data yang tipenya adalah deskriptif seperti ucapanmaupun tulisan , serta perilakupribadi-pribadi yang diperhatikan di dalam suatu konteks dan yang dikajidarisudutpandangkomprehensif maupun holistik (Amir, 2020).

 

Hasil dan Pembahasan

Berdasarkan 2 Korintus 11:4, Pendeta Joshua Tewuh menyampaikan bahwa terdapat dua versi Yesus yang diberitakan: yakni Yesus Alkitab dan Yesus teologi yang juga dianggap Yesus yang lain dari Yesus yang telah diberitakan para rasul di mana doktrin Tritunggal merupakan ajaran teolog-teolog dan tidak Alkitabiah (Youtube Kalam Kristus berjudul �Kata Allah Tritunggal sudah tidak relevan di abad ke-21 Ps. Joshua FT. Paul Zhang� yang ditayangkan pada 20 Agustus 2020, menit ke-18:30 hingga 26:07). Di lain kesempatan, ia menyampaikan bahwa doktrin Tritunggal masuk kategori teologi hoax karena pada kenyataan-nya tidak terdapat di dalam Alkitab dan pada faktanya Allah itu Esa, yaitu Yesus Kristus Tuhan yang adalah Bapa, yang juga adalah Anak, dan juga adalah Roh Kudus, sehingga doktrin Tritunggal menjadi batu sandungan bagi kekristenan (Youtube Kalam Kristus berjudul: �Doktrin Teologi Allah Tritunggal adalah Berhala Yang Membutakan Banyak Orang Kristen Selama Ini. 666� yang ditayangkan pada 10 April 2019).

Paul Zhang beranggapan bahwa konsep doktrin Tritunggal merupakan konsep yang absurd karena jika Yesus bukanlah Bapa, itu merupakan pelanggaran firman Tuhan yang terdapat dalam Yohanes 10:30 di mana Yesus menyatakan kesatuan-Nya dengan Bapa (Youtube Joseph Paul Zhang berjudul: Membongkar Trinitas-1 yang ditayangkan pada 27 April 2020 menit 1:30 hingga 2:24), sehingga Joshua tewuh menyampaikan bahwa pemulihan segala sesuatu telah tiba sehingga doktrin palsu Tritunggal yang sudah berabad-abad, atau yang disebut juga teologi monster yang menampilkan tiga Allah dengan tiga wajah dan tiga badan,sudah terbongkar dan seperti terang datang dan gelap pergi, demikian juga doktrin Tritunggal perlu ditiadakan (Youtube Kalam Kristus berjudul: Trinitas Ternyata Produk Paganisme Platonik���� yang ditayangkan pada 22 April 2021).

Di lain sisi, Pangeran Manurung menyatakan bahwa Joshua Tewuh lebih bodoh dari Saksi Yehuwa karena tidak dapat membedahkan antara Yesus sebagai Allah dan Yesus sebagai manusia anak Maria sesuai Yohanes 1:1 dan Yohanes 1:14 (Youtube Albert Rumampuk berjudul: �Dr. Pangeran Manurung Melibas Joshua Tewuh� yang ditayangkan pada 15 April 2021 menit 4:30 hingga 9:02). Decky Nggadas menyampaikan melalui Channel Youtubenya bernama Verbum Veritatis bertanggal 15 Agustus 2020 bahwa Joshua Tewuh adalah pengajar sesat, dan Paul Zhang dikatakan paling bidat dari semua bidat oleh Muriwali Yanto Manalu melalui tayangan Youtubenya bertanggal 25 Maret 2021 berjudul: �Paul Zhang, Hamba Seyan Yang Menyamar Jadi Pendeta�.

A.    Perkembangan Teologi

Definisi teologi berbeda sesuai dengan zamannya. Sebagian mendefinisikan teologi sebagai karunia yang melihat dalam hakekat Allah, yang lain sebagai Allah memperhatikan manusia, sebagian sebagai ilmu yang mempelajari Allah dan hubungan-Nya dengan alam semesta, walaupun Allah adalah transenden dan tidak terbatas sehingga sesungguhnya secara logis mustahil dipelajari, oleh karena Dia bukan obyek tetapi subyek yang bisa diketahui sejauh Dia memperkenalkan diriNya. Barth berpandangan bahwa manusia tidak bisa berbicara tentang Allah, melainkan hanya bisa berbicara kepada Dia (Harvie, 2012). Maka, teologi tidak terbatas pada suatu konteks tertentu waulaupun ada konteks yang menguntungkan maupun sebaliknya merugikan perkembangan teologi.

Teologi Pembebasan dilatarbelakangi situasi sosial masyarakat yang panjang di abad ke-15 dengan asal-usul Amerika Latin oleh Gustavo Gutierrez, tetapi berkembang ke Asia dan Afrika, sehingga teologi pembebasan dapat dipahami sebagai sebuah refleksi teologis yang dipusatkan pada tema Alkitab mengenai pembebasan, dan kepentingan untuk diwujudkandalam praksis atau praktek. Teologi-teologi baru yang muncul merupakan reaksi terhadap apa yang menjadi pergumulan-pergumulan yang dialami oleh masyarakat, dan pada awalnya sering dianggap sesat karena biasanya bersifat resistensi. Namun, pada akhirnya diterima dan diakui sebagai teologi-teologi baru seperti teologi Feminis, teologi Hitam, teologi Dalit, teologi Kerbau dan teologi Minjung. Jan S. Aritonga menyampaikan bahwa teologi Trinitarian dalam bidang pembebasan dan kemanusiaan dapat dimengerti sebagai konstruksi dan juga imajinasi yang kreatif dalam berteologi tentang locus apapun dalam cermin Trinitarian (Aritonga, 2018).

B.     Doktrin Tritunggal

Doktrin Tritunggal hampir selalu menjadi objek kontroversi karena dianggap merupakan produk ciptaan gereja oleh teolog-teolog atau yang biasa dikenal dengan sebutan Bapa-bapa gereja, seperti yang ditulis oleh Aritonga bahwa istilah Trinitas tidak lain adalah kreativitas teolog-teolog Bapa-Bapa Gereja dalam rangka mencerna relasi atau hubungan nama Bapa, Anak dan Roh Kudus, dengan Tertullianus sebagai perumus iman autentik akan Allah Trinitas: yakni �una substantia, tres personae, satu substansi, tiga pribadi (Aritonga, 2018). Alan Roxburgh berpandangan bahwa doktrin Tritunggal bukanlah merupakan dogma yang abstrak hasil karya gereja yang disebabkan oleh kebutuhan sosial dalam rangka mengubah orang-orang kafir maupun berdebat dengan para filsuf Yunani, namun penngakuan Allah sebagai Tritunggal merupakan tanggapan terhadap kasih Bapa, realitas historis Yesus Kristus, dan pengalaman Roh Kudus (Alan Roxburg, 2000). Robert Letham dalam pandangannya tentang keuntungan pemulihan ajaran tentang Trinitas memandang sangat penting pada tingkat dasar pengertian yang benar tentang Trinitas seharusnya dapat memberi pengaruh terhadap perlakuan umat Allah terhadap sesamanya, sebab Bapa menumbuhkan kerajaan-Nya melalui Anak-Nya, Anak-Nya memberi kemuliaan bagi BapaNya, dan Roh memberi kesaksian bukan tentang pribadiNya tetapi tentang Anak, serta Bapa memberi kemuliaan kepada Anak sehingga Yesus akan disebut �Tuhan� oleh Roh Kudus demi Bapa dimuliakan. Sebab setiap pribadi dari Trinitas bersuka akan kebaikan setiap yang lainnya (Robert Letham, 2019).

C.    Relevansi Doktrin Tritunggal Pada Masa Kini

Dalam menolak doktrin Tritunggal, pengugat seperti Doktrin Oneness Pentacostalism biasanya menggunakan dua premis sebagai dasarnya: yakni bahwa hanya terdapat satu Allah karena Allah itu adalah Esa sesuai Ulangan 6:4, dan Allah yang Esa adalah Bapa sesuai 1 Korintus 8:6. Demikian oleh karena Yesus ada sebelum Abraham (Yohanes 8:58), Yesus adalah Allah(Titus 2:13), dan Yesus menyampaikan kepada Filipus bahwa barangsiapa telah melihat Dia telah melihat Bapa (Yohanes 14:8-9), dengan otomatis Yesus itu adalah Allah dan Bapa, dan juga Roh Kudus satu pribadi yang satu dan sama. Namun, Michael Reeves menyampaikan bahwa walaupun Trinitas dianggap sebagai dogma yang tidak relevan dan basi, tetapi fakta bahwa Allah adalah kasih tetap dikarenakan Allah pada hakekat-Nya adalah suatu Trinitas (Michael Reeves, 2018). Kompleksitas doktrin Tritunggal tidak boleh dipandang sebagai sebuah kesalahan, oleh karena kompleksitas adalah suatu implikasi secara logika dari hakekat Allah dalam kesempurnaan-Nya mengingat transendensiNya. Penolakan akan Trinitas adalah menuju jalan buntu yang akan berujung kepada keputusasaan, kebodohan dan kematian rohani. Sebab hanya terdapat satu pilihan antara Trinitas dan neraka (Michael Reeves, 2018).

Surat Efesus yang ditulis oleh Paulus menunjukkan bahwa dari semula hingga sekarang, maupun di waktu yang akan datang, hidup rohani yang dinikmati oleh orang-orang percaya bersumber dari rencana dan karya Tritunggal: yakni Bapa, Anak dan Roh Kudus. Maka menurut Decky Nggadas berkaitan dengan Efesus 1:3-14, pekerjaan Bapa, Anak, dan Roh Ku-dus dalam rencana keselamatan telah diawali di dalam kekekalan, terwujud di dalam di masa kini, dan akan terkulminasi di���� dalam kekekalan di masa yang akan datang. Artinya, keselamatan tergenapi atas inisiasi Bapa, atas penebusan yang dilaksanakan oleh Kristus, dan terwujud oleh peran Roh Kudus, sehingga Paulus memandangnya sebagai Injil keselamatan yang murni (Nggadas, 2018). Dengan kata lain, Doktrin Tritunggal berhubungan bukan sekedar merupakan dasar teologis penting dalam konsep keselamatan Kristen, tetapi juga merupakan dasar pemahaman yang benar akan siapa dan seperti apakah Allah yang Esa. Dalam wawancara dengan beberapa pendeta yang merupakan gembala sidang gereja lokal (berjumlah 7 orang), dari pertanyaan:

1.      Apakah Doktrin Tritunggal adalah Alkitabiah? Semuanya sepakat dan menjawab setuju dan meyakini bahwa Doktrin Tritunggal bersumber dari Alkitab.

2.      Apa yang dipahami tentang Tritunggal? 4 dari 7 menjawab satu substansi dan tiga pribadi yang berbeda yang berinteraksi bersama dalam mewujudkan karya penciptaan, penebusan maupun keselamatan. Tiga yang lain berpandangan bahwa Tritunggal adalah satu pribadi yang bermanifestasi diri dalam tiga wujud, yakni Yesus yang adalah Bapa dalam karya penciptaan, menjadi anak dalam karya penebusan, dan setelah kenaikan-Nya kembali ke sorga, hadir hari ini dalam bentuk Roh Kudus di hati manusia sesuai dengan janjiNya bahwa Ia tidak akan meninggalkan kita sebagai Yatim piatu (Yohanes 14:18).

3.      Apakah Doktrin Tritunggal masih relevan pada masa kini? 5 dari 7 menyatakan bahwa doktrin Tritunggal masih sangat relevan sampai kapan pun, dikarenakan doktrin Tritunggal merupakan ciri khas Allah yang unik yang disembah oleh orang Kristen yang membedahkan-Nya dari Allah yang diimani oleh agama-agama yang lain. Namun, dua yang lain berpendapat bahwa di masa kini, sepertinya idealnya adalah fokus kepada Yesus dengan alasan Doktrin Tritunggal sulit dipahami sehingga sering menjadi sumber perdebatan, serta menjadi sebuah cela yang dipakai agama-agama tertentu untuk mencela kekristenan.

Dari hasil wawancara yang diuraikan di atas, dapat dilihat bahwa walaupun semua narasumber mempunyai keyakinan bahwa doktrin Tritunggal adalah bersumber dari Alkitab, terdapat juga perbedaan dalam pemahaman tentang doktrin Tritunggal karena sebagian masih memiliki pemandangan modalistik terhadap kepribadian yang terdapat di dalam Tritunggal Allah yang sesungguhnya merupakan pemahaman yang bukan Trinitarian, melainkan unitarian. Di lain sisi berkaitan dengan relevansi doktrin Tritunggal di masa kini, dapat dilihat sebuah pandangan kontradiktif dan inkonsistensi dari dua narasumber yang menyatakan doktrin Tritunggal perlu dikesampingkan karena alasan kesulitan dalam memahaminya dan membinggungkan, serta menjadi cela. Sebab, apa bila mereka menyatakan meyakini bahwa doktrin Tritunggal adalah Alkitabiah, konsekuensi logisnya adalah bahwa mengesampingkan doktrin Tritunggal secara langsung dan sadar artinya mengurangi maupun meragukan isi Alkitab yang diakui sebagai satu-satunya dasar iman. Hal ini menunjukkan bahwa dalam internal gereja saja, masih terdapat perbedaan dalam pemahaman akan doktrin Tritunggal, sehingga menjadi suatu pekerjaan rumah yang perlu dicari solusi penyelesaiannya. Maka, dalam sejarah perkembangan pemikiran tentang doktrin Tritunggal, Eko Wahyu memyampaikan terdapat dua golongan, yakni: golongan yang memberi penekanan kepada keEsaan Allah sehingga dengan demikian melemahkan keTritunggalan Allah, dan golongan yang memberi penekanan pada keTritunggalan Allah dan dengan demikian melemahkam ke-Esaan Allah (Suryaningsih, 2019).

SubordinasionismedalamAllahTritunggal menurut Fanny Yapi sebenarnyatidakada.Perbedaan hanya terlihat dari hal menyangkut fungsi tiga pribadi Allah yang berbeda dalam berhubungan dengan ciptaan (opera ad extra) (Kaseke, 2021). Sri Dahlia sebagai orang beragama Islam menyampaikan bahwa justru dengan rasionalitasnya yang tinggi mampu memiliki pemahaman tentang konsep trinitas yang menjadi keyakinan orang Kristen, karena pemahaman eksistensi oknum-oknumnya menjadi mudah apa bila dihubungkan dengan konsep sifat Tuhan (Sri Dahlia, 2017). Hal ini justru menunjukkan bahwa, walaupun berbeda keyakinan agama dan mungkin berbeda pemahaman, doktrin Tritunggal tidak sesulit yang dipikirkan untuk dipahami.

Doktrin Tritunggal merupakan sebuah doktrin yang berasal dari Alkitab.Dalam doa Yesus yang terdapat dalam Injil Yohanes17 dapat dilihat gambarankesetaraan antara Bapa,Yesus sebagai Anak Allah danRoh Kudus, sebab istilah �Kita� yang digunakan-Nya khususnya dalam Yohanes 17:22 juga menunjukkan juga kesatuan mereka, sehingga dapat dilihat keEsaan Allah dalam hakekat/esensinya, tetapi juga pluralitas Allah dalam pribadi-pribadi-Nya. Injil Matius 28:19, pluralitas Allah pun ditekankan dalam perkara baptisan di mana dilaksanakan atau diaplikasikan dalam satu nama (Tunggal) yang disebut: Bapa, Anak dan Roh Kudus (tiga pribadi). Yang perlu menjadi catatan penting berkaitan dengan relevansi doktrin Tritunggal adalah bahwa perintah baptisan hingga masa kini masih berlaku dan bahkan di masa yang akan datang sebelum kedatangan Yesus Kristus yang kedua kali akan tetap relevan berhubungan dengan Amanat Agung-Nya yang masih harus menjadi prioritas gereja. Robert Letham memaparkan bahwa Roh setara dengan Bapa dan Anak, leb8h jauh Roh berbagian dalam satu keberadaan Allah sehingga Roh bukan sebatas setara, namun juga satu identitas dengan Bapa dan Anak (Robert Letham, 2019). 1 Yohanes 5:7 (TB)mencatat bahwa terdapat tiga yang menjadi pemberi kesaksian di dalam Kerajaan Sorga: yakni Bapa, Firman Allah yang juga adalah Anak Allah, dan Roh Kudus dengan penegasan bahwa ketiganya adalah satu. Dalam Yohanes 1:1 digambarkan juga kesetaraan firman Allah dengan Allah, tetapi juga di waktu yang sama diperlihatkan perbedaan antara Allah dan firman dalam kesatuan, sehingga dapat dibedahkan pribadi yang mana telah menjadi daging di dalam Yohanes 1:14, yang jawabannya jelas adalah firman Allah yang juga disebut Anak Manusia.

 

Kesimpulan

Doktrin Tritunggal merupakan konsep yang Alkitabiah sehingga dalam perkembangan teologi dan polarisasi yang terus menerus terjadi dari abad ke abad, dari generasi ke generasi, relevansinya tetap sampai kekekalan, sebab doktrin Tritunggal berhubungan dengan hakekat dan pluralitas Allah yang mungkin masih misteri bagi banyak orang, namun tidak menghilangkan fakta bahwa Allah tetaplah Allah dan justru misteri tentang Dia membuktikan keunikan-Nya sebagai Allah, Doktrin Tritunggal merupakan ciri khas dalam kekristenan, bukan buah paganisme. Perkembangan teologi pasti akan terus bergulir seiring dengan perkembangan zaman, namun, doktrin Tritunggal merupakan jantung dan dasar dari teologi Kristen akan tetap bertahan, sebab gugatan terhadap Alkitab maupun doktrin Trintunggal bukan baru kali ini terjadi, sebab dari zaman ke zaman Alkitab menjadi obyek kritik dan pembedahan dari berbagai aspek ilmiah, tetapi hingga hari ini tetap eksis, sebab Doktrin Tritinggal adalah Alkitabiah dan Alkitab sendiri adalah kebenaran yang tidak tergoncangkan.

 


BIBLIOGRAFI

 

Alan Roxburg. (2000). Rethinking Trinatarian Misiology, dalam Global Missiology for 21st Century. Grand Rapids:Baker Academy.

 

Amir, H. (2020). Metode Penelitian dan Perkembangan. Journal of Undergraduate SosialScience and Technology. Google Scholar

 

Aritonga, Jan S. (2018). Teologi-teologi Kontemporer. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Google Scholar

 

Harvie, M. Conn. (2012). Teologi Kontemporer. Malang: Literatur SAAT.

 

Kaseke, Fanny Yapi Markus. (2021). Subordinasionisme Allah Tritunggal Dalam Pengajaran Pluralisme. Missio Ecclesiae, 10(1), 68�82. Google Scholar

 

Michael Reeves. (2018). Bersukacita Dalam Allah Trinitas: Menikmati Bapa, Anak, dan Roh. Malang: Literatur SAAT.

 

Mojau, Julianus. (2017). Identitas-Identitas Teologis Kristen Protestan Indonesia Pasca Orde Baru: Sebuah Pemetaan Awal. GEMA TEOLOGIKA: Jurnal Teologi Kontekstual Dan Filsafat Keilahian, 2(2), 109�126. Google Scholar

 

Nggadas, Deky Hidnas Yan. (2018). Monotheisme Yahudi Kuno dan Doktrin Trinitas. Jurnal Luxnos Vol, 4(1). Google Scholar

 

Robert Letham. (2019). Allah Trinitas. Surabaya: Penerbit Momentum.

 

Sri Dahlia. (2017). Trinitas Dan Sifat Tuhan: Studi Analisis Perbandingan Antara Teologi Kristen dan Teologi Islam. Jurnal Penelitian, 11(2).

 

Suryaningsih, Eko Wahyu. (2019). Doktrin tritunggal kebenaran alkitabiah. PASCA: Jurnal Teologi Dan Pendidikan Agama Kristen, 15(1), 16�22. Google Scholar

 

Tridarmanto, Yusak. (2012). Wajah Kristus di Mata Warga Masyarakat Multikultural Indonesia. Orasi Pada Dies Natalis Ke-4 Universitas Halmahera, Tobelo, 11. Google Scholar

 

Zaluchu, Sonny E. (2009). Perkembangan Teologi Kristen Di Dekade Pertama Abad XXI. Google Scholar

 

Copyright holder:

Djone Georges Nicolas, Abdon Amtiran (2021)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: