Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849

e-ISSN: 2548-1398

Vol. 6, No. 12, Desember 2021

 

HUBUNGAN KADAR SERUM KLOTHO DENGAN KEJADIAN PREEKLAMSIA (ASSOCIATION OF SERUM KLOTHO LEVELS WITH THE INCIDENCE OF PREECLAMPSIA)

 

Vera Martinova, Legiran, Ferry Yusrizal

Program Studi Ilmu Biomedik FK Universitas Sriwijaya (UNSRI), Departemen Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya (UNSRI), Bagian Obstetri dan Ginekologi RSUP Dr. Mohammad Hoesin, Palembang, Indonesia

Email:� [email protected], [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Preeklamsia merupakan penyakit multifaktorial yang memiliki berbagai faktor risiko, diantaranya usia ibu, jumlah anak (paritas) dan riwayat preeklamsia pada kehamilan sebelumnya. α-Klotho (KL) larut lebih tinggi pada wanita hamil dibandingkan dengan wanita tidak hamil. Namun, Preeklamsia bersama dengan bayi kecil untuk usia kehamilan dikaitkan dengan tingkat yang lebih rendah dari normal. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kadar serum Klotho dengan kejadian preeklamsia. Penelitian ini merupakan penelitian case control yang bertujuan untuk melihat hubungan kejadian preeklamsia dengan kadar serum KL pada ibu hamil dengan preeklamsia yang dibandingkan dengan kehamilan normal. Sebanyak 62 responden, pengumpulan sampel dilakukan pada bulan April-Juli 2020, dengan jumlah sampel masing-masing sebanyak 31 sampel pada kasus dan kontrol yang telah memenuhi kriteria inklusi. Hasil penelitian ini didapatkan rerata kadar serum KL pada ibu hamil preeklamsia lebih rendah dibandingkan rerata kadar serum KL pada control, dari hasil tersebut ditemukan bahwa kadar serum KL menurun pada ibu dengan preeklamsia jika dibandingkan dengan ibu hamil normal. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu terdapat hubungan yang signifikan antara kadar serum KL dengan kejadian preeklamsia dengan nilai p = 0,024.

Kata Kunci:�� kadar serum; klotho; preeklamsia

 

Abstract

Preeclampsia is a multifactorial disease that has various risk factors, including maternal age, number of children (parity) and a history of preeclampsia in previous pregnancies. -Klotho (KL) dissolves higher in pregnant women than in non-pregnant women. However, preeclampsia along with infants is small for relationship age with lower than normal rates. The purpose of this study was to determine the relationship between Klotho serum levels and the incidence of preeclampsia. This study is a case control study that aims to examine the relationship between the incidence of preeclampsia and serum KL levels in pregnant women with preeclampsia compared to normal pregnancies. A total of 62 respondents, sample collection was carried out in April-July 2020, with a total of 31 samples in each case and control that met the inclusion criteria. From the results of this study, it was found that the average serum KL level in preeclampsia pregnant women was lower than the average serum KL level in the control, from these results it was found that the serum KL level decreased in pregnant women with preeclampsia when compared to normal pregnant women. The conclusion of this study is that there is a significant relationship between serum KL levels and the incidence of preeclampsia with p value = 0.024.

 

Keywords: serum levels; klotho; preeclampsia

 

Received: 2021-11-20; Accepted: 2021-12-05; Published: 2021-12-20

 

Pendahuluan

Preeklamsia (PE) adalah kelainan multisistem spesifik pada kehamilan yang ditandai oleh timbulnya hipertensi dan protein uria setelah umur kehamilan 20 minggu, Kelainan ini dianggap berat jika tekanan darah dan protein uria meningkat secara bermakna atau terdapat tanda-tanda kerusakan organ termasuk gangguan pertumbuhan janin (Cunningham et al., 2010). Berdasarkan data World Health Organization (WHO) pada tahun 2013, angka kejadian preeklamsia di seluruh dunia berkisar 0,51%- 38,4%. Di Negara maju, angka kejadian preeklamsia berkisar 6%-7%.

Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, AKI sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini meningkat tajam dari tahun 2007 yang sudah mencapai 228. Angka kematian ibu di Indonesia jauh lebih tinggi dibandingkan negara lain di ASEAN seperti di Singapura hanya 6 per 100.000 kelahiran hidup, Brunei 33 per 100.000 kelahiran hidup, dan Filipina 112 per 100.000 kelahiran hidup, sedangkan angka kejadian di Indonesia adalah sekitar 3,8-8,5% per 100.000 kelahiran hidup (Depkes RI, 2015). Preeklamsia termasuk penyebab kematian ibu yang tinggi sebesar 24% (Depkes RI 2012). Studi lapangan yang dilakukan di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang didapatkan 20-30 ibu hamil dengan preeklamsia perbulannya.

Faktor predisposisi dari preeklamsia yaitu usia, paritas, status sosial ekonomi, genetik, komplikasi obtsetrik dan kondisi medis yang sudah ada sebelumnya (Kandar & Iswanti, 2019). Tetapi, mekanisme yang mendasari patogenesis preeklamsia masih belum diketahui. Disfungsi endotel vaskular, aktivasi platelet, proses inflamasi dan koagulopatik yang saling terkait dianggap bertanggung jawab atas patogenesis preeklamsia (Dharma, Wibowo, & Raranta, 2005).

Grow Arrest Spesific 6 (GAS6) adalah ligan yang berikatan dengan reseptor TAM (Tyro-3 / Axl / Mer) (Avanzi GC,dkk.1998). GAS6 memicu aktivasi sel endotel dalam menanggapi rangsangan inflamasi in vitro dan in vivo dengan meningkatkan interaksi antara trombosit, sel endotel dan leukosit selama inflamasi (Bonauer et al., 2009) bahwa kadar serum GAS6 berkorelasi terbalik dengan penanda inflamasi seperti tumor necrosis factor a (TNF- ), interleukin 6 (IL-6) dan termasuk molekul adhesi sel vaskular 1 pada penderita diabetes (Hung, Lee, Chu, & Shieh, 2010). Diakui bahwa pada pasien preeklamsia, peningkatan produksi sitokin dan molekul adhesi berhubungan dengan peradangan sistemik. Oleh karena itu, kami berhipotesis bahwa GAS6 dapat berkontribusi pada pengembangan preeklamsia.

Protein Klotho meningkatkan respons antioksidan melalui peningkatan produksi superoksida dismutase dan pengurangan pembentukan spesies oksigen reaktif (Kim, Hwang, Park, Kong, & Cha, 2015). Protein Klotho dapat berpartisipasi dalam patofisiologi preeklamsia melalui produksi oksida nitrat endotel, angiogenesis, antioksidan produksi dan perlindungan enzim terhadap disfungsi endotel (Loichinger, Towner, Thompson, Ahn, & Bryant-Greenwood, 2016). Miranda et al. menunjukkan bahwa konsentrasi plasma ibu rata-rata dari α-Klotho lebih rendah pada ibu yang melahirkan bayi usia kehamilan kecil (SGA) dibandingkan pada mereka dengan kehamilan yang tidak peduli apakah ibu mengalami preeklamsia atau tidak (Miranda et al., 2014). Untuk mengetahui hubungan kadar serum Klotho dengan kejadian preeklamsia.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan observasional analitik dengan pendekatan case control yang bertujuan untuk melihat hubungan kadar serum klotho dengan kejadian preeklamsia.

 

Hasil dan Pembahasan

A.  Preeklamsia

Preeklamsia merupakan kondisi spesifik pada kehamilan yang ditandai dengan adanya disfungsi plasenta dan respon maternal terhadap adanya inflamasi sistemik dengan aktivasi endotel dan koagulasi. Definisi preeklamsia adalah kehamilan yang disertai hipertensi dan proteinuri pada usia kehamilan di atas 20 minggu dan disertai gangguan sistem organ. Meskipun kriteria tersebut masih menjadi definisi klasik preeklamsia, beberapa wanita lain menunjukkan adanya hipertensi disertai gangguan multsistem lain yang menunjukkan adanya kondisi berat dari preeklampsia meskipun pasien tersebut tidak mengalami proteinuria, sedangkan, untuk edema tidak lagi dipakai sebagai kriteria diagnostik karena sangat banyak ditemukan pada wanita dengan kehamilan normal (Setiawati, Prihantono, Rafiah, & Usman, 2016).

Preeklamsia hingga saat ini masih merupakan komplikasi serius dalam kehamilan dan patofisiologinya masih belum diketahui dengan pasti (Irminger-Finger, Jastrow, & Irion, 2008). Kelainan yang bersifat progresif cepat ini ditandai dengan peningkatan tekanan darah dan timbulnya protein dalam urine. Preeklampsia memberikan dampak bagi kesehatan baik ibu maupun janin yang dikandungnya. Bagi janin, preeklampsia menyebabkan terjadinya hambatan pertumbuhan. Bagi ibu, komplikasi preeklampsia meliputi kegagalan ginjal, HELLP syndrome (haemolysis, elevated liver enzymes, and Low Platelet count), kejang dan stroke atau bahkan kematian (Burton & Jauniaux, 2004).

 

 

B.  Etiologi Preeklamsia

Etiologi dari Preeklamsia belum diketahui pasti. Beberapa hipotesis yang diajukan adalah kerusakan endotel pembuluh darah akibat stres oksidatif yang disebabkan atherosklerosis, teori lain yang diajukan adanya faktor genetik yang menjadi penyebab preeklamsia. Hasil penelitian menunjukkan pada preeklamsia- eklampsi adanya penurunan aliran darah uteroplasenter. Walaupun demikian belum jelas diketahui apakah penurunan aliran darah tersebut merupakan penyebab atau akibat dari preeklamsia-eklamsia (Kliman, 2000).

Ada banyak faktor risiko yang dicurigai berperan dalam terjadinya preeklamsia adalah sebagai berikut20:

� Anamnesis:

� Umur > 40 tahun

� Nulipara

� Multipara dengan riwayat preeklamsia sebelumnya

� Multipara dengan kehamilan oleh pasangan baru

� Multipara yang jarak kehamilan sebelumnya 10 tahun atau lebih

� Riwayat preeklamsia pada ibu atau saudara perempuan

� Kehamilan multipel

� IDDM (Insulin Dependent Diabetes Melitus)

� Hipertensi kronik

� Penyakit ginjal

� Sindrom antifosfolipid (APS)

� Kehamilan dengan inseminasi donor sperma, oosit atau embrio

� Obesitas sebelum hamil

� Pemeriksaan fisik:

� Indeks masa tubuh > 35

� Tekanan darah diastolik > 80 mmHg

� Proteinuria (dipstick >+l pada 2 kali pemeriksaan berjarak 6 jam atau secara kuantitatif 300 mg/24 jam)

C.  Penegakan Diagnosis Hipertensi

Hipertensi adalah tekanan darah sekurang-kurangnya 140 mmHg sistolik atau 90 mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan yang sama (Magee et al., 2014). Hipertensi berat adalah peningkatan tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg diastolic (Magee et al., 2014), (Obstetricians, 2013). Tensimeter yang digunakan sebaiknya tensimeter air raksa, namun apabila tidak tersedia dapat menggunakan tensimeter jarum atau tensimeter otomatis yang sudah divalidasi. Pengukuran tekanan darah menggunakan alat otomatis sering memberikan hasil yang lebih rendah (Tranquilli et al., 2014).

Pengukuran tekanan darah berdasarkan American Society of Hypertension yaitu ibu diberi kesempatan duduk tenang dalam 15 menit sebelum dilakukan pengukuran tekanan darah, pemeriksaan pengukuran dilakukan pada posisi duduk posisi manset setingkat dengan jantung, dan tekanan diastolik diukur dengan mendengar bunyi Korotkoff V (hilangnya bunyi). Ukuran manset yang sesuai dan kalibrasi alat juga senantiasa diperlukan agar tercapai pengukuran tekanan darah yang tepat. Pemeriksaan tekanan darah pada wanita dengan hipertensi kronik harus dilakukan pada kedua tangan, dengan menggunakan hasil pemeriksaan yang tertinggi (Obstetricians, 2013), (Tranquilli et al., 2014).

D.  Penentuan Proteinuria

Penetapan proteinuria dilakukan bila ekskresi protein di urin melebihi 300 mg dalam 24 jam atau tes urin dipstik > positif (Tranquilli et al., 2014) Pemeriksaan�� urin�� dipstik�� bukan merupakan pemeriksaan yang akurat dalam memperkirakan kadar proteinuria (Kuo, Koumantakis, & Gallery, 1992), (Alto, 2005). Konsentrasi protein pada sampel urin sewaktu bergantung pada beberapa faktor, termasuk jumlah urin (Tranquilli et al., 2014). Konsensus Australian Society for the Study of Hypertension in Pregnancy (ASSHP) dan panduan yang dikeluarkan oleh Royal College of Obstetrics and Gynecology (RCOG) menetapkan bahwa pemeriksaan proteinuria dipstik hanya dapat digunakan sebagai tes skrining dengan angka positif palsu yang sangat tinggi, dan harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan protein urin tampung 24 jam atau rasio protein banding kreatinin (Dharma et al., 2005).

E.  Penegakan Diagnosis Preeklamsia

Preeklamsia didefinisikan sebagai hipertensi yang baru terjadi pada kehamilan/ usia kehamilan ≥ 20 minggu disertai adanya gangguan organ. Jika hanya didapatkan hipertensi saja, kondisi tersebut tidak dapat disamakan dengan peeklamsia, harus didapatkan gangguan organ spesifik akibat preeklamsia tersebut. Kebanyakan kasus preeklamsia ditegakkan dengan adanya protein urin, namun jika protein urin tidak didapatkan, salah satu gejala dan gangguan lain dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis preeklamsia, yaitu: 24�26

1.    Trombositopenia����������� : trombosit��� <100.000 / microliter

2.    Gangguan ginjal����������������������� : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan kadar kreatinin serum pada kondisi tidak ada kelainan ginjal lainnya

3.    Gangguan liver������������� : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan atau adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen.

4.    Edema Paru.

5.    Didapatkan gejala neurologis: stroke, nyeri kepala, gangguan visus

6.    Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan sirkulasi uteroplasenta: Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau didapatkan adanya absent or reversed end diastolic velocity (ARDV)

F.   Patogenesis Preeklamsia

Terdapat 4 hipotesa yang mendasari patogenesa dari preeklamsia sebagai berikut:

1.    Iskemia Plasenta, Peningkatan deportasi sel trofoblas yang akan menyebabkan kegagalan invasi ke arteri sperialis dan akan menyebabkan iskemia pada plasenta.

2.    Mal Adaptasi Imun, terjadinya mal adaptasi imun dapat menyebabkan dangkalnya invasi sel trofoblas pada arteri spiralis. Dan terjadinya disfungsi endotel dipicu oleh pembentukan sitokin, enzim proteolitik dan radikal bebas.

3.    Genetic Inprenting, terjadinya preeklamsia dan eklamsia mungkin didasarkan pada gen resesif tunggal atau gen dominan dengan penetrasi yang tidak sempurna. Penetrasi mungkin tergantung pada genotip janin.

4.    �Perbandingan Very Low Density Lipoprotein (VLDL) dan Toxicity Preventing Activity (TxPA).

Sebagai kompensasi untuk peningkatan energi selama kehamilan, asam��� lemak nonesterifikasi akan dimobilisasi. Pada wanita hamil dengan kadar albumin yang rendah, pengangkatan kelebihan asam lemak nonesterifikasi dari jaringan lemak ke dalam hepar akan menurunkan aktivitas antitoksik albumin sampai pada titik di mana Very Low Density Lipoprotein (VLDL) terekspresikan. Jika kadar VLDL melebihi Toxicity Preventing Activity (TxPA), maka efek toksik dari VLDL akan muncul. Dalam perjalanannya keempat faktor di atas tidak berdiri sendiri, tetapi kadang saling berkaitan dengan titik temunya pada invasi trofoblas dan terjadinya iskemia plasenta.

Beberapa faktor yang mendahului terjadinya disfungsi endotel terbukti dengan adanya (Robson, 1999):

1.    Peroksida lipid yang merupakan hasil pemecahan lemak rantai tak jenuh yang meningkat pada penderita preeklamsia.

2.    ROS (radical oxygen species) menghasilkan superoksid anion radikal yang berperan pada kerusakan endotel.

3.    Sitokin (TNF-α dan IL-6) meningkat pada penderita preeklamsia yang menstimulasi terjadinya aktivasi neutrofil dan disfungsi endotel.

4.    Placenta synsitiotropoblast microvillus membrane (STBM), mempengaruhi aktivasi neutrofil serta pertumbuhan sel endotel lumen yang akan mempengaruhi disfungsi endotel

Hipotesis reaksi inflamasi yang terjadi pada preeklamsia adalah rangsangan pada sinsitiotropoblast microvillus membran (STBM). STBM ditemukan dalam plasma wanita hamil normal, namun kadarnya meningkat secara signifikan pada preeklampsia. Hal ini berhubungan dengan peningkatan seluler, sub seluler dan debris molekuler yang ditemukan juga dalam jumlah yang sedikit pada kehamilan normal. Debris ini diketahui berasal dari proses apoptosis dan nekrosis sinsitium yang terjadi pada kehamilan normal, namun sangat meningkat pada preeklamsia. STBM memediasi aktivasi neutrofil sehingga menimbulkan reaksi proinflamasi melalui pelepasan berbagai mediator. IL � 6 merupakan salah satu mediator proinflamasi yang dilepaskan yang pada akhirnya menimbulkan kerusakan sel endotel. Hipotesis ini menunjukkan bahwa disfungsi endotel memegang peranan utama pada patogenesis preeklamsia (Robson, 1999).

Penatalaksanaan Preeklamsia Pengelolaan�� klinis,�� preeklamsia dibagi sebagai berikut:

1.    Ditegakkan diagnosa preeklampsia berat jika ditemukan tanda dan gejala sebagai berikut:

a.    Tekanan darah pasien dalam keadaan istirahat: sistolik ≥ 160 mmHg dan diastolik ≥ 110 mmHg.

b.    Proteinuria ≥ 5 gr/24 jam atau dipstick ≥ 2 +.

c.    Oligouria < 500 ml/24 jam.

d.    Serum kreatinin meningkat.

e.    Edema paru atau sianosis.

2.    Disebut impending eklampsia apabila pada penderita ditemukan keluhan seperti:

a.    Nyeri epigastrium.

b.    Nyeri kepala frontal, skotoma dan pandangan kabur (gangguan susunan syaraf pusat).

c.    Gangguan fungsi hepar dengan meningkatnya alanine atau aspartate amino transferase.

d.    Tanda-tanda hemolisis dan mikro angiopatik.

e.    Trombositopenia < 100.000/mm3.

f. Munculnya komplikasi Sindroma HELLP.

3.    Disebut eklamsia jika pada penderita preeklamsia berat dijumpai kejang klonik dan tonik dapat disertai adanya koma.

Pada dasarnya penanganan penderita preeklamsia dan eklampsia yang difinitif adalah segera melahirkan bayi dan seluruh hasil konsepsi, tetapi dalam penatalaksanaannya kita harus mempertimbangkan keadaan ibu dan janinnya, antara lain umur kehamilan, proses perjalanan penyakit dan seberapa jauh keterlibatan organ (Sibai, 2005). Tujuan penatalaksanaan preeklamsia dan eklamsia adalah:

a.    Melahirkan bayi yang cukup bulan dan dapat hidup di luar, di samping itu mencegah komplikasi yang dapat terjadi pada ibu.

b.    Mencegah terjadinya kejang/eklamsia yang akan memperburuk keadaan ibu hamil.

c.    Morbiditas dan mortalitas penderita preeklamsia sangat ditentukan umur kehamilan saat ditemukan, beratnya penyakit, kualitas penanganan dan adanya penyakit penyerta lainnya31. Preeklamsia ringan yang ditemukan pada kehamilan >36 minggu biasanya tidak bermasalah dan prognosenya baik, sebaliknya preeklamsia berat yang ditemukan pada kehamilan <34 minggu akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas ibu, apalagi jika dijumpai penyakit penyerta lainnya. Gambaran klinis penderita preeklamsia sangat bervariasi, dari penderita tanpa gejala klinik sampai penderita dengan gajala klinik yang sangat progresif, berkembang dengan cepat dan membahayakan nyawa penderita. Pada preeklamsia umumnya perubahan patogenik telah lebih dahulu terjadi mendahului manifestasi klinik.

Pada dasarnya pada pengelolaan preeklamsia berat, kita sedapat mungkin harus berusaha mempertahankan kehamilan sampai aterm. Pada kehamilan aterm persalinan pervaginam adalah yang terbaik bila dibandingkan dengan seksio sesarea. Jika perjalanan penyakitnya memburuk dan dijumpai tanda-tanda impending eklamsia, kehamilan harus segera diakhiri tanpa memandang umur kehamilan. Di samping itu pemeriksaan terhadap kesejahteraan janin harus dilakukan secara ketat. Biometri janin, biophysical profile janin harus dievaluasi 2 x seminggu, bila keadaan janin memburuk terminasi kehamilan harus segera dilakukan, tergantung dari keadaan janinnya apakah persalinan dapat dilakukan pervaginam atau perabdominal (Roeshadi, 2007).

Pada kehamilan preterm ≤ 34 minggu yang akan dilakukan terminasi pemberian kortikosteroid seperti dexamethasone atau betamethasone untuk pematangan paru harus dilakukan Pada penderita preeklampsia berat obat-obat yang dapat diberi untuk memperbaiki keadaan ibu dan janinnya adalah:

a.    Magnesium sulfat

b.    Anti hipertensi

c.    Kortikosteroid: Dexamethasone atau betamethasone untuk pematangan paru.

Tujuan utama pemberian magnesium sulfat adalah untuk mencegah dan mengurangi terjadinya kejang. Di samping itu juga untuk mengurangi komplikasi yang terjadi pada ibu dan janin Pada pemberian magnesium sulfat kita harus berhati-hati terhadap gejala keracunan yang dapat ditandai dengan munculnya:

a.    Refleks patella yang menurun ataupun hilang

b.    Pernapasan < 16 x permenit

c.    Rasa panas di muka, bicara sulit, kesadaran menurun dan

d.    Cardiac arrest

e.    Antidotum pada keracunan magnesium sulfat adalah kalsium gluconat 10% dalam 10cc diberikan secara intravena.

G.  Gen Klotho

Klotho adalah gen yang secara kebetulan ditemukan pada tahun 1997 oleh kelompok Jepang yang mengeksplorasi mekanisme penuaan, klotho awalnya diidentifikasi sebagai gen anti-penuaan baru pada tikus yang pertama kali ditemukan pada tahun 199711. Mutasi penyisipan terletak di daerah mengapit 5‟ dari gen α-Klotho pada tikus dikaitkan dengan beberapa gejala penuaan dini, termasuk kalsifikasi jaringan lunak, arteriosklerosis, atrofi kulit, displasia gonad, infertilitas, hipoglikemia, hiperfosfatemia berat, osteoporosis, emfisema, dan masa hidup yang lebih pendek secara keseluruhan. Sebaliknya, ekspresi berlebih dari gen Klotho tikus memperlambat proses penuaan dan memperpanjang rentang umur 20-30%. Kedua hasil ini menunjukkan bahwa Klotho mungkin memiliki peranan penting dalam pengaturan proses penuaan. Ekspresi gen klotho diamati terutama di ginjal dan otak, serta di kelenjar hipofisis, plasenta, otot rangka, kandung kemih, aorta, pankreas, testis, ovarium, usus besar, dan kelenjar tiroid 11,36,37.

Gen Klotho dapat dijumpai pada manusia, tikus, dan juga elegans Danio rerio dan Caenorhabditis. Urutan protein Klotho antara manusia dan tikus adalah 98% identik. Pada manusia, varian fungsional gen Klotho telah terbukti berhubungan dengan kelangsungan hidup manusia yang berkurang dan penyakit arteri koroner38,39. Gen Klotho tersusun dari 5 ekson dan 4 intron terletak pada kromosom 13q12 dengan ukuran 50 kb dan, terdapat dua transkripsi dari gen tunggal ini yaitu satu full-length 5,2-kb yang mengkode 1012-protein asam amino (130-kDa), single-pass, yang terikat dengan membran37. Bentuk ini dilepaskan ke dalam sirkulasi setelah terjadi pembelahan pada tingkat membran (belahan-α) dan antara dua domain glikosidase globular (belahan β) oleh beberapa enzim metaloprotease seperti ADAM10 dan ADAM 1740.

Bentuk utama Klotho di sirkulasi adalah 130-135 kDa, suatu fragmen yang akhirnya dibagi menjadi dua fragmen yang lebih kecil yaitu 65 sampai 68 kDa. Bentuk transkripsi lain, yang berasal dari splicing mRNA alternatif, mengkodekan separuh N-terminal dari Klotho, sebuah protein yang terdiri dari 549 asam amino dengan berat molekul sekitar 65 sampai 68 kDa40. Gen klotho sebagian besar diekspresikan dalam ginjal tetapi telah terdeteksi juga di jaringan lain (yaitu, plasenta, ovarium, kelenjar prostat, dan usus kecil) 11,37.

H.  Protein Klotho

Protein Klotho termasuk dalam famili β-glikuronidase. Domain ekstraselular Klotho terdiri dari dua pengulangan internal (KL1 dan KL2) yang mirip Imunoglobulin G, masing-masing sekitar 450 asam amino panjangnya dengan kemiripan 21% satu sama lain. Kedua domain ini membentuk molekul berbentuk kupu-kupu pada permukaan membran seluler. Domain protein ini berbagi 20% sampai 40% urutan identitas β - glukosidase dari bakteri dan mamalia dan dengan glikosilseramidase laktase mamalia. Bagian mRNA Klotho terutama diekspresikan di ginjal (terutama di tubulus kontortus distal), otak, organ reproduksi, kelenjar pituitari, kelenjar paratiroid, kandung kemih, otot rangka, plasenta, kelenjar tiroid, dan kolon (Torres et al., 2009).

Klotho memiliki dua transkrip, trans- membran dan bentuk yang disekresikan, Klotho trans-membran diekspresikan terutama dalam sel tubulus ginjal, sedangkan α-Klotho ada terutama dalam darah, urin dan cairan serebrospinal. Adapun fungsinya, Klotho trans-membran lebih berpengaruh pada faktor pertumbuhan fibroblast, dan α-Klotho berfungsi sebagai faktor humoral yang mengatur aktivitas beberapa glikoprotein pada permukaan sel12 (Wang & Sun, 2009).

Berdasarkan kesamaan urutan, terdapat dua Klotho terkait lainnya gen yang mengkode protein yaitu 𝛽-Klotho dan 𝛾-Klotho. β-Klotho membentuk kompleks dengan FGFR1c dan FGFR4, sedangkan 𝛾-Klotho protein transmembran yang berikatan dengan reseptor faktor pertumbuhan fibroblast (FGFR) 1b, FGFR1c, dan FGFR2c, namun, fungsi kompleksnya tidak diketahui15�17. 𝛽- Klotho dan 𝛾-Klotho juga merupakan single pass transmembran glikoprotein tipe 1 Ini menunjukkan bahwa 𝛽-Klotho terdiri dari KL1 dan Domain KL2, berbagi 41% identitas asam amino dengan 𝛼-Klotho, dan terutama diekspresikan dalam hati, saluran pencernaan, limpa, ginjal, dan jaringan adiposa. 𝛾-Klotho terdiri dari Hanya domain KL1 dan dapat ditemukan terutama di adiposa jaringan, mata, dan ginjal (Hu, Shiizaki, Kuro-o, & Moe, 2013); (Kim et al., 2015); (Corsetti et al., 2016).

Serum Klotho merupakan bentuk terlarut yang dihasilkan oleh pelepasan protein transmembran, serum α-Klotho juga dapat dideteksi dalam cairan serebrospinal dan urin (Hu et al., 2013); (Imura et al., 2004). Serum α-Klotho dapat menyebabkan preeklamsia dengan mengatur stress oksidatif, peningkatan stress oksidatif memberikan dampak yang besar dalam perkembangan preeklamsia dan terjadinya preeklamsia juga memperburuk stress oksidatif, stress oksidatif yang dipengaruhi α-Klotho melalui berbagai mekanisme, juga dapat mempengaruhi berat lahir janin dan fungsi ginjal ibu (Song & Si, 2015), (Turpin, Sakyi, Owiredu, Ephraim, & Anto, 2015). Pada penelitian yang dilakukan oleh Fan et al yang mengukur ekspresi α-Klotho di plasenta dan konsentrasi α-Klotho di serum ibu dan tali pusat, hasil penelitian menunjukkan bahwa mRNA α-Klotho dan ekspresi protein menurun secara signifikan pada ibu preeklamsia jika dibandingkan dengan ibu hamil normal; serum α-Klotho lebih tinggi selama kehamilan dibandingkan pada keadaan tidak hamil. Selain itu, ibu dengan preeklamsia menunjukkan kadar α-Klotho serum yang lebih rendah jika dibandingkan dengan ibu yang tidak hamil (Fan et al., 2016).

Kadar Klotho serum ditemukan berkurang secara signifikan pada pasien hipertensi (esensial dan renovaskular) dengan CKD ringan jika dibandingkan dengan kontrol yang sehat, bahkan setelah penyesuaian dengan eGFR, rata-rata penurunan Klotho serum yang disesuaikan adalah 3,2 pg / mL untuk setiap 1 mL / menit / 1,73 m 2 eGFR menurun. Usia dan eGFR secara independen dikaitkan dengan kadar Klotho serum (Pavik et al., 2013). Peningkatan stres oksidatif dapat memberikan dampak yang besar pada perkembangan preeklamsia dan terjadinya preeklamsia juga memperburuk stres oksidatif. Stres oksidatif, yang dipengaruhi oleh α-klotho melalui berbagai mekanisme, juga mempengaruhi berat lahir janin dan fungsi ginjal ibu46. Klotho serum dan urin dapat menjadi penanda pengganti dari klotho di ginjal. Telah ditunjukkan bahwa kadar serum klotho mulai menurun pada pasien PGK ringan (stadium ≤ 2) dan penurunan ini terjadi sebelum timbulnya peningkatan serum FGF23, PTH, dan Fosfat. Hal ini menunjukkan bahwa Klotho mungkin merupakan biomarker yang sensitif terhadap terjadinya penurunan fungsi ginjal (Lu & Hu, 2017) Klotho dapat menginduksi produksi Nitric Oxide (NO), atau menunjukkan aksi anti-inflamasi dalam melindungi endotelium. Pada penuaan, kapasitas vasodilatasi menurun dengan berkurangnya sensitivitas terhadap vasodilator, misalnya Nitric Oxide (NO). Di sisi lain, vasokonstriksi meningkat dengan ligan seperti angiotensin II (AngII) dan endothelin-1. Cedera oksidatif kumulatif memainkan peran utama dalam proses penuaan sel. Stres oksidatif dan munculnya radikal bebas meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Klotho juga mencegah penuaan sel, apoptosis, dan kematian sel endotel vaskular dan sel otot polos yang disebabkan oleh berbagai penyebab, termasuk kelebihan P. Dapat ditarik kesimpulan bahwa Klotho adalah suatu modulator anti-inflamasi (Nitta, Nagano, & Tsuchiya, 2014).

Penelitian lain menunjukkan bahwa wanita hamil memiliki konsentrasi plasma α-klotho yang lebih tinggi daripada wanita yang tidak hamil, dan kadar α-klotho plasma meningkat seiring dengan pertumbuhan usia kehamilan49. Ekspresi klotho jauh lebih rendah pada ibu dengan preeklamsia, α-klotho disekresi menurun secara signifikan pada tali pusat ibu dengan preeklamsia, α-klotho serum dan berat lahir janin berkorelasi positif, α- klotho juga dapat mempengaruhi hambatan pertumbuhan janin yang disebabkan oleh preeklamsia (Fan et al., 2016).

Penelitian lain tentang Klotho yaitu penelitian Loichinger et al, yang diketahui bahwa Kadar α-Klotho plasma ibu secara signifikan lebih tinggi (p = 0,01) pada pasien dengan preeklamsia dibandingkan dengan kontrol (2019 � 1320 pg / mL vs 1277 � 909 pg / mL masing-masing, level meningkat sedikit pada kontrol dan sedikit menurun pada preeklamsia antara (Lipstein, Lee, & Crupi, 2003) dan (Torres et al., 2009) minggu, tidak ada yang signifikan, plasenta α-Klotho memiliki distribusi imunolokalisasi yang sama dalam preeklamsia seperti kontrol dan kuantisasi syncytiotrophoblast tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan, namun, sebagai fungsi usia kehamilan, kadar preeklamsia gagal menurun seperti pada kontrol. Tidak ada perbedaan signifikan dalam sitotrofoblas chorionic atau desidua dalam preeklamsia dibandingkan dengan control (Loichinger et al., 2016).

Fungsi α-Klotho dalam beberapa proses biologis yang terlibat dalam patofisiologi preeklamsia termasuk produksi oksida nitrat endotel, angiogenesis, produksi enzim antioksidan dan perlindungan terhadap disfungsi endotel 50�52. Klotho dapat bertindak sebagai koreseptor atau kofaktor untuk protein lain seperti FGF23. Studi terbaru telah telah menunjukkan bahwa Klotho secara langsung mengikat beberapa reseptor FGF (FGFr). Kompleks Klotho-FGFr mengikat FGF23 dengan afinitas yang lebih tinggi daripada FGFr atau Klotho sendiri. Selanjutnya, Klotho secara signifikan meningkatkan kemampuan FGF23 untuk menginduksi fosforilasi substansi FGFr dan sinyal ekstraselular yang diatur kinase pada berbagai jenis sel. Berdasarkan literatur yang ada, aksis tulang-ginjal tampaknya menunjukkan pengaturan keseimbangan kalsium yang ada dengan Klotho dan untuk memberikan efek yang lebih spesifik dan langsung pada homeostasis fosfat melalui FGF2340.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Fan et al yang mengukur ekspresi α- Klotho di plasenta dan konsentrasi α- Klotho di serum ibu dan tali pusat. Kami menemukan bahwa mRNA α-Klotho dan ekspresi protein menurun secara signifikan pada wanita preeklamsia jika dibandingkan dengan wanita hamil normal; serum α- Klotho lebih tinggi selama kehamilan dibandingkan pada keadaan tidak hamil. Selain itu, wanita dengan preeklamsia menunjukkan kadar α-Klotho serum yang lebih rendah jika dibandingkan dengan wanita tidak hamil (2. Z. Fan, 2005).

Preeklamsia memiliki efek buruk pada kesehatan neonatal dan ibu, meningkatkan beban penyakit baik secara mental maupun ekonomi. Banyak sekali penelitian mengungkapkan bahwa preeklamsia mempengaruhi perkembangan neonatus, yang mengarah ke hasil klinis yang serius seperti usia kehamilan kecil, usia kehamilan penyakit diovaskular, dan obesitas anak. Komplikasi ini disebabkan oleh efek preeklamsia pada hambatan pertumbuhan intrauterine (Zhang & He, 2015). Karakteristik klinis menunjukkan-bahwa pasien preeklamsia memiliki usia kehamilan yang lebih pendek dan akan melahirkan bayi dengan berat lahir lebih rendah, α-Klotho menurun secara signifikan pada wanita preeklamsia terutama pada tali pusat, serum α-Klotho dan berat lahir janin berkorelasi positif, menunjukkan bahwa α- Klotho dapat mempengaruhi hambatan pertumbuhan janin yang disebabkan oleh preeklamsia (Fan et al., 2016). Penelitian dengan tikus menunjukkan bahwa α-Klotho mungkin penting untuk kelangsungan hidup setelah lahir, tetapi tidak untuk perkembangan embrio (Pavik et al., 2013). Ohata et al. menunjukkan bahwa protein α-Klotho pada bayi berasal dari plasenta dan syncytiotrophoblast plasenta adalah salah satu sumber utama dari α- Klotho yang banyak beredar pada janin (Ohata et al., 2011).

Preeklamsia menyebabkan disfungsi multi-organ ibu seperti insufisiensi ginjal, keterlibatan hati, dan komplikasi neurologis, gangguan ginjal adalah jenis morbiditas parah yang terkait dengan preeklamsia, dan proteinuria adalah salah satu kriteria diagnostik penting dari preeklamsia (Al-Jameil, Khan, Khan, & Tabassum, 2014). Perkembangan gangguan ginjal berasal dari cedera sel endotel glomerulus dan podosit, yang menyebabkan proteinuria (Chen et al., 2011). Protein urin dapat berkontribusi untuk pemahaman yang lebih baik tentang patofisiologi preeklamsia, dan biomarker baru dapat memberikan strategi baru untuk pencegahan atau pengobatan sindrom ini. Studi klinis menunjukkan bahwa α-Klotho adalah faktor proteksi-ren potensial baik di AKI dan CKD, didukung oleh pengurangan ekspresi α-Klotho ginjal pada manusia dan beberapa hewan percobaan (Park et al., 2015). α-Klotho serum berkorelasi secara signifikan dengan SCr serta UA dan hasil ini menunjukkan bahwa deteksi fungsi ginjal dapat mengacu pada konsentrasi α- Klotho, meskipun mekanisme yang mendasari bagaimana α-Klotho mempengaruhi fungsi ginjal tidak sepenuhnya dipahami, satu penjelasan yang masuk akal adalah bahwa peningkatan ekspresi α-Klotho ginjal dapat mempengaruhi stres oksidatif ginjal dan menyebabkan gangguan ginjal (Yang et al., 2009). Jadi, α- Klotho dapat menjadi prediktor fungsi ginjal pada kehamilan dengan preeklamsia. Dalam prakteknya, SCr dan UA adalah dua biomarker untuk fungsi ginjal (Vassalotti et al., 2016).

Peningkatan stres oksidatif dapat menyebabkan preeklamsia dan terjadinya preeklamsia juga memperburuk stres oksidatif, pada akhir trimester pertama terjadi peningkatan awal stres oksidatif di plasenta sebelum perkembangan klinis preeklamsia (Cross, Tolba, Rondelli, Xu, & Abdel-Rahman, 2015). Beberapa penelitian menemukan bahwa bayi SGA telah mengurangi antioksidan dan meningkatkan kadar oksidan, dan uteroplasenta yang tidak mencukupi menyebabkan hipoksia plasenta dan peningkatan stres oksidatif, placenta dan uterus adalah tempat di mana janin berkembang, melakukan pertukaran gas dan mendapatkan asupan nutrisi dari ibunya, perkembangan janin dibatasi ketika sirkulasi uterroplacental tidak mencukupi46. Hasil penelitian Fan et al menunjukkan bahwa kapasitas anti- oksidatif sangat dikompromikan pada preeklamsia oleh konsentrasi MDA yang lebih tinggi secara signifikan dan konsentrasi SOD yang lebih rendah baik dalam serum ibu dan serum tali pusat. Beberapa studi mengungkapkan bahwa defisiensi α-Klotho meningkatkan stres oksidatif, yang dapat diselamatkan dengan pemberian antioksidan (Kuro-o, 2010).

 

Kesimpulan

Dari hasil penelitian ini didapatkan rerata kadar serum KL pada ibu hamil preeklamsia lebih rendah dibandingkan rerata kadar serum KL pada kontrol dari hasil tersebut ditemukan bahwa kadar serum KL menurun pada ibu dengan preeklamsia jika dibandingkan dengan ibu hamil normal. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu terdapat hubungan yang signifikan antara kadar serum KL dengan kejadian preeklamsia dengan nilai p = 0,024.

 

 


BIBLIOGRAFI

 

2. Z. Fan, J. G. Lu. (2005). Synthesis, characterization and luminescence properties of zinc oxide nanostructures. United States of America: Ohio University. ProQuest Dissertations Publishing.

 

Al-Jameil, Noura, Khan, Farah Aziz, Khan, Mohammad Fareed, & Tabassum, Hajera. (2014). A brief overview of preeclampsia. Journal of Clinical Medicine Research, 6(1), 1. Google Scholar

 

Alto, William A. (2005). No need for routine glycosuria/proteinuria screen in pregnant women. Journal of Family Practice, 54(11), 978. Google Scholar

 

Bonauer, Angelika, Carmona, Guillaume, Iwasaki, Masayoshi, Mione, Marina, Koyanagi, Masamichi, Fischer, Ariane, Burchfield, Jana, Fox, Henrik, Doebele, Carmen, & Ohtani, Kisho. (2009). MicroRNA-92a controls angiogenesis and functional recovery of ischemic tissues in mice. Science, 324(5935), 1710�1713. Google Scholar

 

Burton, Graham J., & Jauniaux, Eric. (2004). Placental oxidative stress: from miscarriage to preeclampsia. The Journal of the Society for Gynecologic Investigation: JSGI, 11(6), 342�352. Google Scholar

 

Chen, Guixiang, Zhang, Yang, Jin, Xiaohong, Zhang, Lihong, Zhou, Yunjiao, Niu, Jianying, Chen, Jing, & Gu, Yong. (2011). Urinary proteomics analysis for renal injury in hypertensive disorders of pregnancy with iTRAQ labeling and LC‐MS/MS. PROTEOMICS�Clinical Applications, 5(5‐6), 300�310. Google Scholar

 

Corsetti, Giovanni, Pasini, Evasio, Scarabelli, Tiziano M., Romano, Claudia, Agrawal, Pratik R., Chen-Scarabelli, Carol, Knight, Richard, Saravolatz, Louis, Narula, Jagat, & Ferrari-Vivaldi, Mario. (2016). Decreased expression of Klotho in cardiac atria biopsy samples from patients at higher risk of atherosclerotic cardiovascular disease. Journal of Geriatric Cardiology: JGC, 13(8), 701. Google Scholar

 

Cross, Courtney E., Tolba, Mai F., Rondelli, Catherine M., Xu, Meixiang, & Abdel-Rahman, Sherif Z. (2015). Oxidative stress alters miRNA and gene expression profiles in villous first trimester trophoblasts. BioMed Research International, 2015. Google Scholar

 

Cunningham, F. Gary, Leveno, Kenneth J., Bloom, Steven L., Hauth, John C., Rouse, Dwight J., & Spong, Catherine Y. (2010). Pregnancy hypertension. Williams Obstetrics, 23, 706. Google Scholar

 

Dharma, Rahajuningsih, Wibowo, Noroyono, & Raranta, Hessyani P. T. (2005). Disfungsi endotel pada preeklampsia. Makara Kesehatan, 9(2), 63�69. Google Scholar

 

Fan, Cuifang, WangFan, Cuifang, Wang, Yueqiao, Wang, Jingyi, Lei, Di, Sun, Yanmei, Lei, Sicong, Hu, Min, Tian, Yatao, Li, Rui, & Wang, Suqing. (2016). Clinic significance of markedly decreased α-klothoin women with preeclampsia. American Journal of Translational Resear, Yueqiao, Wang, Jingyi, Lei, Di, Sun, Yanmei, Lei, Sicong, Hu, Min, Tian, Yatao, Li, Rui, & Wang, Suqing. (2016). Clinic significance of markedly decreased α-klothoin women with preeclampsia. American Journal of Translational Research, 8(5), 1998. Google Scholar

 

Hu, Ming Chang, Shiizaki, Kazuhiro, Kuro-o, Makoto, & Moe, Orson W. (2013). Fibroblast growth factor 23 and Klotho: physiology and pathophysiology of an endocrine network of mineral metabolism. Annual Review of Physiology, 75, 503�533. Google Scholar

 

Hung, Yi Jen, Lee, Chien Hsing, Chu, Nain Feng, & Shieh, Yi Shing. (2010). Plasma protein growth arrest�specific 6 levels are associated with altered glucose tolerance, inflammation, and endothelial dysfunction. Diabetes Care, 33(8), 1840�1844. Google Scholar

 

Imura, Akihiro, Iwano, Akiko, Tohyama, Osamu, Tsuji, Yoshihito, Nozaki, Kazuhiko, Hashimoto, Nobuo, Fujimori, Toshihiko, & Nabeshima, Yo Ichi. (2004). Secreted Klotho protein in sera and CSF: implication for post‐translational cleavage in release of Klotho protein from cell membrane. FEBS Letters, 565(1�3), 143�147. Google Scholar

 

Irminger-Finger, Irmgard, Jastrow, Nicole, & Irion, Olivier. (2008). Preeclampsia: A danger growing in disguise. The International Journal of Biochemistry & Cell Biology, 40(10), 1979�1983. Google Scholar

 

Kandar, Kandar, & Iswanti, Dwi Indah. (2019). Faktor Predisposisi dan Prestipitasi Pasien Resiko Perilaku Kekerasan. Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa, 2(3), 149�156. Google Scholar

 

Kim, Ji Hee, Hwang, Kyu Hee, Park, Kyu Sang, Kong, In Deok, & Cha, Seung Kuy. (2015). Biological role of anti-aging protein Klotho. Journal of Lifestyle Medicine, 5(1), 1. Google Scholar

 

Kliman, Harvey Jon. (2000). Uteroplacental blood flow: the story of decidualization, menstruation, and trophoblast invasion. The American Journal of Pathology, 157(6), 1759. Google Scholar

 

Kuo, Vanessa S., Koumantakis, George, & Gallery, Eileen D. M. (1992). Proteinuria and its assessment in normal and hypertensive pregnancy. American Journal of Obstetrics and Gynecology, 167(3), 723�728. Google Scholar

 

Kuro-o, Makoto. (2010). Klotho. Pfl�gers Archiv-European Journal of Physiology, 459(2), 333�343. Google Scholar

 

Lipstein, Hadassah, Lee, Christopher C., & Crupi, Robert S. (2003). A current concept of eclampsia. The American Journal of Emergency Medicine, 21(3), 223�226. Google Scholar

 

Loichinger, Matthew H., Towner, Dena, Thompson, Karen S., Ahn, Hyeong Jun, & Bryant-Greenwood, Gillian D. (2016). Systemic and placental α-klotho: Effects of preeclampsia in the last trimester of gestation. Placenta, 41, 53�61. Google Scholar

 

Lu, Xiang, & Hu, Ming Chang. (2017). Klotho/FGF23 axis in chronic kidney disease and cardiovascular disease. Kidney Diseases, 3(1), 15�23. Google Scholar

 

Magee, Laura A., Pels, Anouk, Helewa, Michael, Rey, Evelyne, von Dadelszen, Peter, Audibert, Francois, Bujold, Emmanuel, C�t�, Anne Marie, Douglas, Myrtle Joanne, & Eastabrook, Genevieve. (2014). Diagnosis, evaluation, and management of the hypertensive disorders of pregnancy: executive summary. Journal of Obstetrics and Gynaecology Canada, 36(5), 416�438. Google Scholar

 

Nitta, Kosaku, Nagano, Nobuo, & Tsuchiya, Ken. (2014). Fibroblast growth factor 23/klotho axis in chronic kidney disease. Nephron Clinical Practice, 128(1�2), 1�10. Google Scholar

 

Obstetricians, AmericanCollegeof. (2013). Gynecologists. Hypertension in Pregnancy. Report of the American College of Obstetricians and Gynecologists� Task Force on Hypertension in Pregnancy. Obstet Gynecol, 122(5), 1122. Google Scholar

 

Ohata, Yasuhisa, Arahori, Hitomi, Namba, Noriyuki, Kitaoka, Taichi, Hirai, Haruhiko, Wada, Kazuko, Nakayama, Masahiro, Michigami, Toshimi, Imura, Akihiro, & Nabeshima, Yo ichi. (2011). Circulating levels of soluble α-Klotho are markedly elevated in human umbilical cord blood. The Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism, 96(6), E943�E947. Google Scholar

 

Park, Moo Yong, Herrmann, Sandra M., Saad, Ahmed, Eirin, Alfonso, Tang, Hui, Lerman, Amir, Textor, Stephen C., & Lerman, Lilach O. (2015). Biomarkers of kidney injury and klotho in patients with atherosclerotic renovascular disease. Clinical Journal of the American Society of Nephrology, 10(3), 443�451. Google Scholar

 

Pavik, Ivana, Jaeger, Philippe, Ebner, Lena, Wagner, Carsten A., Petzold, Katja, Spichtig, Daniela, Poster, Diane, W�thrich, Rudolf P., Russmann, Stefan, & Serra, Andreas L. (2013). Secreted Klotho and FGF23 in chronic kidney disease Stage 1 to 5: a sequence suggested from a cross-sectional study. Nephrology Dialysis Transplantation, 28(2), 352�359. Google Scholar

 

Robson, S. C. (1999). Hypertension and renal disease in pregnancy. Edmonds DK. editor. Dewhurst�s Textbook of Obstetrics and Gynaecology for Postgraduates. Blackwell Science, New York, 167�169. Google Scholar

 

Roeshadi, R. Haryono. (2007). Upaya menurunkan angka kesakitan dan angka kematian ibu pada penderita preeklampsia dan eklampsia. Indonesian Journal of Obstetrics and Gynecology. Google Scholar

 

Setiawati, Eka, Prihantono, Mardiana Ahmad, Rafiah, Sitti, & Usman, Andi Nilawati. (2016). The Influence Of 7% Table Salt Extract On Il-10 Cytokine Levels In Incision Wounds Of Female Wistar Rats Induced By Staphylococcus Aureus Bacteria. Turkish Journal of Physiotherapy and Rehabilitation, 32, 3.

 

Sibai, Baha M. (2005). Diagnosis, prevention, and management of eclampsia. Obstetrics & Gynecology, 105(2), 402�410. Google Scholar

 

Song, Shuang, & Si, Liang yi. (2015). Klotho ameliorated isoproterenol-induced pathological changes in cardiomyocytes via the regulation of oxidative stress. Life Sciences, 135, 118�123. Google Scholar

 

Torres, Pablo Urena, Pri�, Dominique, Beck, Laurent, De Brauwere, David, Leroy, Christine, & Friedlander, G�rard. (2009). Klotho gene, phosphocalcic metabolism, and survival in dialysis. Journal of Renal Nutrition, 19(1), 50�56. Google Scholar

 

Tranquilli, AL, Dekker, G., Magee, L., Roberts, J., Sibai, B. M., Steyn, W., Zeeman, G. G., & Brown, M. A. (2014). The classification, diagnosis and management of the hypertensive disorders of pregnancy: A revised statement from the ISSHP. Pregnancy Hypertension, 4(2), 97�104. Google Scholar

 

Turpin, Cornelius A., Sakyi, Samuel A., Owiredu, William K. B. A., Ephraim, Richard K. D., & Anto, Enoch O. (2015). Association between adverse pregnancy outcome and imbalance in angiogenic regulators and oxidative stress biomarkers in gestational hypertension and preeclampsia. BMC Pregnancy and Childbirth, 15(1), 1�10. Google Scholar

 

Vassalotti, Joseph A., Centor, Robert, Turner, Barbara J., Greer, Raquel C., Choi, Michael, Sequist, Thomas D., & Initiative, National Kidney Foundation Kidney Disease Outcomes Quality. (2016). Practical approach to detection and management of chronic kidney disease for the primary care clinician. The American Journal of Medicine, 129(2), 153�162. Google Scholar

 

Wang, Yuhong, & Sun, Zhongjie. (2009). Current understanding of klotho. Ageing Research Reviews, 8(1), 43�51. Google Scholar

 

Yang, Hai Chun, Deleuze, Sebastien, Zuo, Yiqin, Potthoff, Sebastian A., Ma, Li Jun, & Fogo, Agnes B. (2009). The PPARγ agonist pioglitazone ameliorates aging-related progressive renal injury. Journal of the American Society of Nephrology, 20(11), 2380�2388. Google Scholar

 

Zhang, Jian zhen, & He, Jing. (2015). Risk factors of recurrent preeclampsia and its relation to maternal and offspring outcome. Journal of Zhejiang University (Medical Science), 44(3), 258�263. Google Scholar

 

Copyright holder:

Vera Martinova, Legiran, Ferry Yusrizal (2021)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: