�Syntax Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia
p�ISSN: 2541-0849
��e-ISSN : 2548-1398
Vol.
6, Special Issue No. 2, Desember 2021
�
�ROLE MODEL� PENANAMAN DAN PENDIDIKAN NILAI-NILAI PANCASILA DI
UNIVERSITAS PANCASILA
Adnan Hamid
Fakultas Hukum Universitas Pancasila, Jakarta, Indonesia
Email: [email protected]
Abstrak
Penanaman
nilai-nilai Pancasila harus terus dilakukan. Berbagai upaya, dari hulu ke hilir
tetap dilakukan secara berkelanjutan dan berkesinambungan. Mulai dari aktor
pembentuk kebijakan, sampai dengan ke aktor pelaksana kebijakan itu. Pendidikan
Tinggi menjadi sebuah sarana yang strategis untuk menanamkan nilai-nilai itu
kepada calon lulusan penerus generasi bangsa. Terlebih di tengah derasnya arus
globalisasi yang tidak dapat dipungkiri telah membonceng paham radikalisme,
terorisme, dan separatisme. Unggahan berbau SARA dapat dengan mudah ditemukan
dalam konten media sosial. Universitas Pancasila sebagai Perguruan Tinggi yang
mengemban nama Pancasila memiliki tanggung jawab penting, untuk terus-menerus
mengupayakan langkah-langkah kebijakan strategis dalam hal penanaman
nilai-nilai Pancasila untuk pembentukan karakter Mahasiswa. Kebijakan daro
Dosen untuk menyampaikan dan menjelaskan dihadapan kelas, atas nilai-nilai
kebaikan yang telah dilakukan dari berbagai tokoh selama 5 (lima) sampai dengan
10 (sepuluh) menit baik di awal, ditengah dan atau di akhir perkuliahan. Jadi
diperlukan adanya pendekatan historical kepada Mahasiswa bahwa masih ada
tokoh-tokoh bahkan dari kalangan milenial yang juga dalam kehidupnnyaupannya
mencerminkan nilai-nilai Pancasila.
Kata Kunci: pancasila, universitas pancasila,
nilai � nilai, dosen
Abstract
The
cultivation of Pancasila values must continue. Various efforts,
from upstream to downstream, are still carried out in a sustainable and
sustainable manner. Starting from the actors forming the policy, to the actors
implementing the policy. Higher education becomes a strategic means to instill
these values into prospective graduates of the nation's next
generation. Especially in the midst of the swift currents of globalization,
which cannot be denied, has carried the concept of radicalism, terrorism, and
separatism. SARA-related posts can be easily found in social media content.
Pancasila University as a university that carries the name Pancasila has an
important responsibility, to continuously seek strategic policy steps in terms
of inculcating Pancasila values for the formation of student
character. It is the policy of the lecturer to convey and explain in front of
the class the good values that have been carried out by various
figures for 5 (five) to 10 (ten) minutes either at the beginning, in the middle
and or at the end of the lecture. So it is necessary to have a historical
approach to students that there are still figures even from the millennial
circles who also in their lives reflect the values of Pancasila.
Keywords: pancasila, universitas pancasila, values, lecturers
Received:
2021-10-20; Accepted: 2021-11-05; Published: 2021-11-20
Pendahuluan
Pancasila yang terkandung dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar� Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) telah ditetapkan sebagai dasar negara pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada dasarnya merupakan penjelmaan kehendak seluruh rakyat Indonesia yang merdeka. Lebih tegasnya dapat dilihat dalam paragraf ke IV Pembukaan UUD 1945, yang antara lain menyatakan bahwa �Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat didasarkan pada ketuhanan yang maha esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.� Oleh karena itu, Pembukaan UUD 1945 menjadi bagian yang sangat penting dalam sejarah kebangsaan Indonesia karena di dalamnya, diletakan dasar Negara Indonesia yang dikenal dengan Pancasila.
Pancasila yang berisi
nilai-nilai luhur bangsa, merupakan dasar pemikiran dari para pendiri bangsa, yang pada hakekatnya merupakan suatu warisan luhur (a noble heritage)
yang harus terus dipegang teguh serta menjadi pedoman
dan falsafah kehidupan bangsa Indonesia guna mempertahankan eksistensi bangsa Indonesia. W.T.Stace mengatakan bereksistensi jika hal itu bersifat
publik, objek itu sendiri harus
dialami atau banyak dialami oleh banyak orang yang melakukan pengamatan (Kattsoff, 2004). Pancasila sebagai warisan luhur dapat dimaknai
sebagai pernyataan jati diri bangsa
Indonesia yang merupakan hasil
pemikiran dan gagasan dasar bangsa Indonesia tentang kehidupan yang baik yang memberikan karakter, corak, dan ciri khas masyarakat
Indonesia (Kaderi, 2015).
Menurut Yudi Latif
(2011:41),� Pancasila merupakan
sumber jati diri, kepribadian, moralitas, dan arah penyelamatan bangsa, serta nilai-nilai Pancasila dapat dijadikan sebagai jangkar transendental bagi warga negara Indonesia, nilai-nilai
yang menjadi pegangan dan pijakan dalam kehidupan
sehari-hari (Murdiono, 2014).
Cara hidup
dan filosofi Pancasila dapat
dipahami sebagai kristalisasi nilai-nilai yang menjadi kebenaran oleh masyarakat Indonesia agar dapat mewujudkannya dalam sikap tingkah laku
dan perbuatan, pola perilaku masyarakat Indonesia harus mencerminkan proses pelaksanaan nilai-nilai dasar Pancasila (Kaelan, 2019) serta merupakan
fondasi moral dari hukum serta nilai
dalam tataran ideal (Rato, 2011) guna mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia (Hamid, 2019).
Menurut Alfian, dalam Keraf dan Kollo (2019), Pancasila dipandang
sebagai ideologi yang mengandung tiga dimensi penting dalam menjaga relevansinya
dengan perkembangan zaman,
dan ketiga dimensi tersebut adalah (1) dimensi realitas, (2) dimensi idealisme, (3) dimensi fleksibilitas.
Era globalisasi, proses integrasi masyarakat dunia yang telah terhubung satu sama lainnya dikarenakan adanya akselerasi kemajuan teknologi dan informasi (The DOC Research Institute, 2016), dan tentunya berimplikasi pada sebagian besar negara dalam hal hubungan perdagangan, masyarakat dengan budaya yang berbeda (Choong). Menurut Clark dalam (Sabanadze, 2020), globalisasi berarti intensifikasi dan perluasan interaksi internasional. Dengan kata lain, globalisasi memiliki banyak kesamaan dengan pengertian integrasi, interdependensi, multilateralisme, dan keterbukaan. Kehidupan masyarakat Indonesia di era globalisasi memiliki pengaruh yang sangat kuat dari nilai-nilai budaya luar, mulai banyak sikap dan perilaku yang tidak sejalan dengan nilai-nilai Pancasila (Maftuh, 2008) sehingga diharuskan adanya kewaspadaan nasional terhadap ideologi baru (Mayerni, 2020).
Banyaknya ideologi alternatif yang dapat diakses melalui media teknologi informasi dan komunikasi (TIK) berakibat pada semakin mudah dijangkau oleh seluruh anak bangsa seperti fenomena radikalisme, ekstremisme, konsumerisme dan fenomena eksklusivisme sosial serta lainnya membuat masyarakat cenderung mengalami penurunan intensitas pembelajaran Pancasila. Hal ini yang menjadi permasalahan yang kritikal di Indonesia pada saat ini. Fenomena eksklusivisme sosial terkait dengan derasnya arus globalisasi yang mengarah kepada menguatnya kecenderungan politisasi identitas, gejala polarisasi dan fragmentasi sosial yang berbasis SARA. Selain itu, penyebaran norma dan praktik internasional yang disertai tekanan untuk mematuhinya juga dapat dianggap sebagai aspek politik globalisasi (Sabanadze, 2020).
Realita yang terjadi di masyarakat dalam kehidupan sehari-hari yang menyangkut masalah kehidupan berbangsa, mulai tampak telah terjadinya disorientasi dimana belum dihayatinya nilai-nilai Pancasila itu sendiri. Keterbatasan perangkat kebijakan terpadu dalam mewujudkan nilai-nilai Pancasila dan bergesernya nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta mulai memudarnya kesadaran terhadap nilai-nilai budaya bangsa yang pada akhirnya akan melemahkan kemandirian bangsa (Nasional, 2010).� Hal inilah yang menjadi tantangan bagi bangsa Indonesia pada umumnya dan teristimewa bagi para dosen sebagai tenaga pendidik profesional dan ilmuwan yang antara lain mempunyai tugas utama mentransformasikan, mengembangkan dan menyebarkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni kepada mahasiswanya melalui pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Oleh karena itu, dosen menjadi pemain kunci dalam membantu mahasiswa selama proses belajar/ mengajar (Molina, 2016).
�Dengan demikian, dosen sangat berperan dalam menghantarkan kepada para mahasiswanya agar memiliki skill dan ketrampilan, kreatifitas dan inovasi bahkan mempengaruhi proses penguatan karakter melalui penanaman nilai-nilai Pancasila dalam pembelajaran baik secara langsung maupun tidak langsung. Proses penguatan karakter dengan berbagai contoh yang diberikan oleh dosen, diharapkan mampu menjadi penyaring atau filter terhadap pengaruh asing di era globalisasi guna menyikapi fenomena-fenomena yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Leal Filho et al. (2018) yang menyatakan bahwa Universitas harus bertransformasi untuk menjadi model keadilan sosial dan pengelolaan lingkungan, dan menjadi pendorong untuk pembelajaran berkelanjutan.
Universitas Pancasila sebagai perguruan tinggi yang menyandang nama Pancasila, tentunya harus menjadi pelopor dan berdiri di depan dalam memelihara dan menyelamatkan Pancasila sebagai ideologi negara. Bahkan Universitas Pancasila harus dapat mengembangkan nilai-nilai Pancasila itu sendiri, agar dapat terus relevan sebagai pandangan hidup bangsa. Oleh karena itu seorang dosen di Universitas Pancasila harus memiliki dan memancarkan karakteristik kepancasilaan dalam dirinya, yang harus tercermin dalam menjalankan tugas pokoknya berupa Tri Dharma Perguruan Tinggi yang meliputi pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengabdian pada masyarakat (Pusat Studi Pancasila, 2013 :i).
Dosen sesuai dengan kompetensinya tentu mempunyai kewajiban untuk menyampaikan ilmu pengetahuan transfer of knowledge, di samping itu seorang dosen juga harus dapat berfungsi sebagai fasilitator dan motivator bagi mahasiswanya. Semestinya seorang dosen tidaklah cukup hanya dengan menyampaikan dan mentransfer pengetahuan akan tetapi seorang dosen juga dituntut untuk menjadi seorang pendidik. Dosen sebagai pendidik, di dorong untuk ikut bertanggung jawab memberikan pendidikan karakter, melalui proses belajar dan mengajar sekaligus menanamkan nilai-nilai pancasila agar anak didiknya dapat menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki akhlak mulia, memiliki sifat-sifat yang jujur, toleran, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, memiliki rasa ingin tahu, mempunyai semangat kebangsaan, memiliki cinta tanah air, cinta damai, suka membantu orang lain, memiliki kepedulian sosial, serta peduli lingkungan dan bertanggung jawab (Pusat Studi Pancasila, 2013 :7).
Dengan demikian, dosen di Universitas Pancasila memiliki peran yang penting dan strategis dalam pendidikan dan menanamkan nilai-nilai Pancasila sebagai warisan luhur (a noble of heritage) bangsa Indonesia khususnya bagi civitas akademika dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu diperlukan pemahaman yang sama, agar dapat menjadi pegangan bagi para dosen di Universitas Pancasila untuk menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai luhur pancasila kepada mahasiswanya. Diperlukan sebuah kebijakan untuk memandu bagi dosen dalam menanamkan nilai-nilai luhur Pancasila.
Salah satu kebijakan yang diambil oleh Ketua Pembina Yayasan Pendidikan dan Pembina Universitas Pancasila, adalah �mewajibkan� dan mendorong agar setiap dosen pengajar di Universitas Pancasila sebelum memberikan materi perkuliahannya atau setelah materi perkuliahannya berakhir, untuk menyampaikan, menceritakan, menggambarkan dan/atau memberikan contoh pengalaman dari kehidupan seorang tokoh (baik itu tokoh nasional, tokoh masyarakat atau tokoh mahasiswa) yang dapat dijadikan �suri tauladan� yang menncerminkan nilai-nilai Pancasila, dan itu dapat dilakukan selama 5 (lima) sampai 10 (sepuluh) menit. Pengalaman yang disampaikan atau contoh kehidupan yang baik tersebut, menjadi role model dalam pendidikan dan penanaman nilai-nilai Pancasila di Universitas Pancasila. Dari pengalaman dan contoh kehidupan yang disampaikan tersebut, diharapkan dapat tertanam di mahasiswa, sehingga diharapkan dapat membentuk karakter yang sejalan dengan nilai-nilai Pancasila. Bentuk penanaman dan pendidikan nilai-nilai Pancasila yang disampaikan oleh dosen melalui contoh dan gambaran pengalaman kehidupan dari berbagai tokoh tersebut, menjadi �Rule Model� yang terus dikembangkan di Universitas Pancasila. Oleh karena itu pokok masalah yang akan di bahas dalam tulisan ini sebagai berikut:������������������������������������������������������������������������������������������������������������������������
1.
Bagaimana
kebijakan yang diambil dalam penanaman
dan pendidikan nilai-nilai Pancasila sebagai warisan luhur (a noble of heritage) di Universitas
Pancasila?
2.
Bagaimana �Role Model� yang dikembangkan dalam upaya penanaman dan pendidikan nilai-nilai Pancasila di
Universitas Pancasila?
Metode Penelitian
Metode penulisan yang
digunakan dalam penulisan ini adalah metode yuridis normatif dan yuridis
Sosiologis. Metode yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian bersifat
deskriptif analitis, yaitu dengan meneliti dan mengkaji data sekunder, terkait
dengan berbagai bentuk penanaman dan pendidikan nilai-nilai Pancasila di
perguruan tinggi. Sementara metode yuridis normatif ini digunakan untuk
menjawab pokok masalah tentang kebijakan yang diambil oleh yayasan sebagai
pengelola sebuah perguruan tinggi dan kebijakan dari Rektor sebagai pimpinan
universitas yang menjalankan kebijakan Yayasan tersebut dalam memberikan
kewajiban kepada seluruh dosen dalam penanaman dan pendidikan nilai-nilai
Pancasila di Universitas Pancasila. Sedangkan metode yuridis sosiologis yaitu
dengan mengidentifikasi dan mengkonsepsikan hukum sebagai institusi sosial yang
riil dan fungsional dalam sistim kehidupan yang nyata (Soerjono Soekanto, 1986
: 9). Metode yuridis sosiologis ini digunakan untuk menjawab pokok masalah
tentang role model yang dikembangkan dalam upaya penanaman dan pendidikan
nilai-nilai Pancasila di Universitas Pancasila dan masyarakat pada umumnya.
Hasil dan Pembahasan
Penanaman dan Pendidikan Nilai-nilai Pancasila
Sebagai Warisan Luhur (a noble of
heritage) di Universitas Pancasila
Pancasila
sebagai dasar negara Indonesia, merupakan rumusan dan pedoman kehidupan
berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia, sementara UUD NRI Tahun
1945 sebagai Konstitusi atau hukum dasar tertulis yang menjadi landasan bagi
penyelenggaraan pemerintahan negara Republik Indonesia saat ini. Landasan
konstitusional diperlukan, agar kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan
cita bangsa maka pendidikan menjadi hal yang sangat penting. Pendidikan
nasional di Indonesia mempunyai fungsi sebagai berikut: (1). Mengembangkan kemampuan;
(2). Membentuk watak; (3). Membentuk peradaban bangsa yang bermartabat; serta
(4). Mencerdaskan kehidupan bangsa.
Upaya
penanaman dan pendidikan nilai-nilai Pancasila sebagai warisan luhur (a noble
of heritage) oleh Dosen di Universitas Pancasila, dilakukan bersamaan dalam
proses belajar dan mengajar. Pendidikan melalui proses belajar dan mengajar
merupakan suatu pondasi dalam kehidupan yang harus dibangun dengan sebaik
mungkin. Secara umum pendidikan itu sendiri dapat dimaknai sebagai proses pembelajaran
pengetahuan, keterampilan serta kebiasaan yang dilakukan suatu individu dari
satu generasi ke generasi lainnya. Adapun tujuan dari Pendidikan nasional di
Indonesia yang berdasarkan pada Pancasila dan UUD 1945, yaitu menjadikan
individu tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang mandiri, bertanggung jawab,
kreatif, berilmu, sehat, berakhlak mulia dan baik dilihat dari aspek jasmani
dan rohani. Di dalam Pasal 3 Undang-Undang�
No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dinyatakan bahwa
tujuan pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dengan demikian, pendidikan
memiliki peranan yang strategis karena melalui pendidikan akan mampu mewujudkan
konsep pendidikan melalui cara pembinaan, pelatihan dan pemberdayaan sumber
daya manusia Indonesia secara berkelanjutan dan berkeadilan.�
�Menurut Horton dan Hunt (1980) dalam
Samson-Akpan (2006 : 9-10) bahwa fungsi pendidikan dapat menjadi fungsi
manifest sebagai berikut: (1). Pendidikan melestarikan budaya dengan
mewariskannya dari satu generasi ke generasi berikutnya. Ini mendorong partisipasi
demokratis dengan mengajarkan keterampilan verbal dan mengembangkan kemampuan
orang untuk berpikir secara rasional dan mandiri; (2) Pendidikan memperkaya
kehidupan dengan memungkinkan mahasiswa�
sebagai peserta didik untuk memperluas wawasan intelektual dan
estetikanya; meningkatkan penyesuaian pribadi melalui konseling pribadi dan
kursus; (3)� Pendidikan juga membantu
memberikan warga negara patriotik melalui topik yang menggambarkan kejayaan
negara; dan akhirnya membangun karakter bangsa. Sedangkan hakikat pendidikan
karakter itu sendiri dalam konteks pendidikan di Indonesia, adalah pendidikan
nilai, yaitu pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya Indonesia
itu sendiri, guna menumbuhkan kepribadian generasi muda.
Pendidikan
karakter adalah melakukan segala sesuatu di institusi pendidikan karena dengan
cara mempengaruhi peserta didik menjadi manusia dalam proses kegiatan belajar
dan mengajar terkait dengan keterampilan, pengetahuan, dan karakter �(Istiningsih, 2016). Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengintegrasikan
kebajikan intelektual ke dalam kurikulum dan praktik pedagogis dalam
mempersiapkan pemimpin di masa depan (Ray, Pijanowski, & Lasater, 2020).
Berdasarkan
pendapat tersebut, dapat dinyatakan bahwa pimpinan Yayasan Pendidikan dan
Pembina Universitas Pancasila sebagai penanggung jawab dalam pengelolaan
perguruan tinggi swasta, memasukkan kebijakan penanaman dan pendidikan
nilai-nilai Pancasila sebagai warisan luhur (a noble of heritage) di proses
belajar dan mengajar di Universitas Pancasila. Proses penanaman dan pendidikan
nilai-nilai Pancasila melalui proses belajar dan mengajar tersebut, dilakukan
oleh dosen dalam setiap perkuliahan.
Kebijakan
Yayasan sebagaimana tersebut di atas, oleh Rektor sebagai pimpinan perguruan
tinggi, diejawantahkan dengan mewajibkan kepada setiap dosen di Universitas
Pancasila untuk menanamkan pendidikan nilai-nilai Pancasila dalam proses
belajar dan mengajar. Rektor sebagai pimpinan universitas �mewajibkan� dan/atau
mendorong kepada semua dosen pengajar di lingkungan Universitas Pancasila, agar
dalam menyampaikan perkuliahannya juga ikut membentuk karakter mahasiswanya berdasarkan
nilai-nilai Pancasila. Adanya kebijakan dengan �mewajibkan� dan mendorong
setiap dosen, agar menceritakan dan/atau menggambarkan pengalaman hidup
seseorang, yang dalam menjalankan kehidupannya patut di contoh sebagai �suri
tauladan�, karena telah menjalankan nilai-nilai luhur pancasila dalam
kehidupannya. Penyampaian itu dilakukan dalam waktu 5 (lima) sampai 10
(sepuluh) menit sebelum materi pokok perkuliahan disampaikan. Pada praktiknya,
bisa saja seorang dosen menceritakan pengalaman dari seorang tokoh nasional,
tokoh agama, atau tokoh masyarakat bahkan bisa juga tokoh mahasiswa. Dengan
demikian, melalui berbagai contoh dan berbagai pengalaman kehidupan yang di
sampaikan oleh dosen tersebut, diharapkan dapat menanamkan nilai-nilai
Pancasila untuk membentuk karakter Mahasiswa. Hal ini sangat penting dalam
menanamkan dan melestarikan nilai-nilai Pancasila sebagai warisan luhur dan
mewariskannya dari satu generasi ke generasi berikutnya. Bentuk penanaman dan
pendidikan nilai-nilai pancasila ini, menjadi bagian dan tanggung jawab setiap
dosen, karena walaupun hanya beberapa menit saja diharapkan dapat dingat terus
oleh mahasiswa. Dengan demikian diperlukan peran aktif dosen, agar mampu
mendorong mahasiswa, untuk tidak hanya mempunyai ketrampilan akan tetapi mampu
mengembangkan kemampuan untuk berpikir secara rasional dan mandiri dengan
mengedepankan nilai-nilai pancasila.
Penanaman dan
pendidikan nilai-nilai Pancasila sebagai karakter, corak, dan ciri khas
masyarakat Indonesia adalah suatu keniscayaan. Oleh karena itu, menjadi penting
untuk dilakukannya penanaman dan pendidikan karakter bagi mahasiswa secara
terus menerus di sebuah perguruan tinggi, mengingat mahasiswa sebagai generasi
penerus bangsa atau dengan kata lain, penanaman dan pendidikan karakter menjadi
suatu keharusan.
Karakter
adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk
hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan
negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat
keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia
buat (Zainuri,
2018). Menurut Rokhman (2014) , karakter� dapat dianggap sebagai elemen perilaku yang
menekankan pada elemen somatopsikis yang dimiliki oleh manusia yang biasanya
dilihat dari perspektif psikologis seperti aspek perilaku, sikap dan kualitas
yang membedakan seseorang dengan orang lain atau spesifik elemen yang dapat
membuat seseorang menjadi lebih menonjol dari yang lain. Karakter adalah bagian
dari unsur khusus manusia yang meliputi kemampuannya dalam menghadapi tantangan
dan kesulitan (Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat 2010: 7).
Menurut Hill
(2005) dalam Rokhman (2014) bahwa karakter menentukan pikiran pribadi
seseorang dan tindakan yang dilakukan seseorang. Karakter yang baik adalah
motivasi batin untuk melakukan apa yang benar, sesuai dengan standar perilaku
tertinggi dalam setiap situasi. Dengan demikian, karakter meliputi nilai moral,
sikap, dan perilaku. Seseorang dianggap memiliki karakter yang baik dari sikap
dan tindakan yang dilakukannya yang mencerminkan karakter tertentu. Oleh karena
itu, karakter dilihat atau tercermin dari kebiasaan sehari-hari manusia
(Cronbach,1977).
�Selanjutnya, karakter adalah aspek perilaku,
kepercayaan, perasaan, dan tindakan yang saling terkait satu sama lain sehingga
jika seseorang ingin mengubah karakter tertentu perlu menata ulang elemen
karakter dasarnya. dalam tiga elemen terkait; pengetahuan moral, perasaan
moral, dan tindakan moral (Lickona,1992 dalam Rokhman,
2014). Berdasarkan ketiga unsur tersebut seseorang dianggap memiliki
karakter yang baik jika mengetahui hal-hal yang baik (pengetahuan moral),
memiliki minat terhadap hal-hal yang baik (perasaan moral) dan berbuat tindakan
(tindakan moral) serta ketiga unsur tersebut akan menuntun seseorang untuk
memiliki kebiasaan yang baik dalam berpikir, berperasaan, dan bertindak
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, entitas individu, sesama, lingkungan, dan
bangsanya.
Berdasarkan
uraian tersebut, kebijakan yang diambil oleh Pimpinan Yayasan Pendidikan dan
Pembina Universitas Pancasila dalam upaya penanaman dan pendidikan nilai-nilai
Pancasila di Universitas Pancasila dilakukan dalam proses belajar dan mengajar
melalui dosen dalam setiap memberikan perkuliahan. Jika Pancasila dianggap
sebagai wawasan kebudayaan, wawasan kebangsaan dan wawasan kewarganegaraan,
maka cara untuk menanamkan� wawasan
tersebut melalui jalur Pendidikan, sebagaimana yang dikatakan oleh Bung Hatta
bahwa � yang diajarkan dalam pendidikan itu adalah kebudayaan, sedangkan yang
dihasilkan oleh proses pendidikan adalah produk-produk kebudayaan (Pusat Studi
Pancasila, 2013; i).
Pendidikan
itu sendiri mempunyai 4 fungsi di antaranya adalah sebagai Learning to know,
yang mengajarkan tentang bagaimana mengetahui sila-sila dalam Pancasila dengan
segala kandungan-kandungannya dan mempelajari aspek-aspek yang ada dalam
Pancasila. Sebagai Learning to do, yaitu belajar bagaimana berbuat berdasarkan
nilai-nilai Pancasila. Learning to be yaitu belajar bagaimana menjadikan
nilai-nilai Pancasila diimplementasikan dalam setiap perbuatan serta Learning
to live together, yaitu bagaimana mendidik mahasiswa supaya mereka dalam kehidupan
bersama yang mejemuk itu, bisa mengembangkan nilai-nilai Pancasila (Pusat Studi
Pancasila, 2013; ii).
Selanjutnya
menurut Siswono Yudohusodo selaku ketua Yayasan Pendidikan dan Pembina
Universitas Pancasila mengatakan bahwa Pendidikan karakter diperlukan agar
mahasiswa memiliki karakter yang kuat dalam menghadapi persaingan di dunia
internasional. Pendidikan karakter memberikan ruang bagi mahasiswa untuk
mengembangkan karakternya dengan tetap berdasarkan pada budaya masing-masing
berdasarkan nilai-nilai luhur Pancasila. Yayasan Pendidikan dan Pembina
Universitas Pancasila sebagai pengelola dan/atau sekaligus sebagai Pembina
Universitas Pancasila, mendorong agar para dosen sebagai ujung tombak dari
institusi pendidikan tinggi, �diwajibkan�, selama beberapa menit baik sebelum
perkuliahan, atau di tengah perkuliahan atau di akhir perkuliahan memberikan
memotivasi kepada para mahasiswanya agar dapat berprilaku dan berkepribadian
serta berkaraker berdasarkan nilai-nilai Pancasila.
Berdasarkan
kebijakan Yayasan tersebut, Rektor Universitas Pancasila melalui lembaga yang
dikenal dengan Pusat Studi Pancasila (PSP), terus mengkaji dan mengembangkan
serta menanamkan pendidikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan yang semakin
terus berkembang seiring dengan masuknya era globalisasi yang begitu deras.
Universitas dan Fakultas harus menjadi pendudkung utama dalam kegiatan
tersebut. Oleh karena itu Fakultas maupun Universitas harus menunjukkan
keteladanan sebagai pencerminan dari nilai-nilai Pancasila. Bentuk keteladanan
dapat juga ditunjukkan dari sikap dosen dalam memberikan contoh
tindakan-tindakan yang baik , sehingga tentunya dapat dijadikan panutan bagi
mahasiswanya.
��Role
Model� yang Dikembangkan Dalam Upaya Penanaman dan pendidikan nilai-nilai
Pancasila di Universitas Pancasila
� Menurut Kresna (2013)
dan Notonagoro dalam �(Sutrisno, 2006) bahwa Pancasila adalah kreativitas dan
bentuk baru yang sesuai dengan keadaan daripada ideologi Indonesia dan merupakan
pemahaman operasional tingkat nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan,
Demokrasi dan Keadilan. Pancasila merupakan suatu kesatuan, dan sila-sila itu
sendiri saling terkait dalam hakikat persatuan-kesatuan serta sifat dasar itu
adalah filsafat manusia. Pancasila, yakni rumus filosofis manusia sebagai
makhluk monodualis/monopluralis �(Sutrisno, 2006).
Ideologi
dapat dimaknai sebagai ilmu tentang pengertian dasar atau ide. Menurut The
American Voter, Converse (1964)� dalam Carmines dan D�Amico (2015)
ideologi sebagai suatu jenis sistem kepercayaan, yaitu segala konfigurasi
gagasan atau sikap yang diikat menjadi satu dalam bentuk saling
ketergantungan., dan memandang dunia harus terstruktur (Carmines & D�Amico, 2015).
Menurut Drijakara (1980) dan Subandi Al Marsudi (2003) dalam Imron (2014), sebagai sebuah ideologi nasional dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara, Pancasila dipahami sebagai sebuah konsensus
bangsa Indonesia tentang nilai-nilai dasar yang dijadikan arah dalam upaya
mewujudkan tujuan berbangsa dan bernegara serta sering juga disebut sebagai
Philosofische Grondslag atau Weltanschauung yang merupakan jiwa keinginan
terdalam anak bangsa dalam mendirikan negara Indonesia �(Imron, 2014).
Nilai-nilai
yang terkandung dalam Pancasila pada hakikatnya merupakan gambaran bagaimana
kehidupan bernegara harus dijalankan sebagaimana Negara Indonesia adalah negara
hukum, menurut Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang berarti bahwa seluruh aspek
kehidupan masyarakat, negara dan pemerintah harus berdasarkan hukum (Hamid, 2020).
Berdasarkan
berbagai uraian tersebut di atas, upaya penanaman dan pendidikan nilai-nilai
Pancasila sebagai pegangan dan pandangan hidup serta pijakan dalam kehidupan
sehari-hari di Universitas Pancasila adalah dilakukan oleh setiap dosen dalam
setiap perkuliahan. Adapun penyampaian maupun penggambaran dari kisah hidup
atau contoh pengalaman hidup yang di alami oleh berbagai tokoh, baik itu tokoh
nasional, tokoh masyarakat, tokoh agama bahkan mungkin tokoh mahasiswa yang
dalam kehidupannya patut menjadi suri tauladan dan contoh nyata, yang perlu
disampaikan kepada para mahasiswanya dalam setiap pertemuan perkuliahan.
Sebagai dosen
di Universitas Pancasila tidak saja bertanggung jawab untuk menyampaikan ilmu
pengetahuan sesuai dengan kompetensi dan mata kuliah yang diampunya, namun juga
berkewajiban mendidik mahasiswanya agar menjadi mahasiswa yang Pancasilais
melalui penanaman dan pendidikan nilai-nilai Pancasila di setiap proses belajar
dan mengajar dalam perkuliahan. Sebagaimana telah di jelaskan sebelumnya, bahwa
Kebijakan dari Yayasan dan Pendidikan dan Pembina Universitas Pancasila yang
mewajibkan dan mendorong setiap dosen di Universitas Pancasila untuk berperan
serta dalam penanaman dan pendidikan nilai-nilai Pancasila merupakan Role Model
yang ada dan terus dikembangkan dalam penanaman dan pendidikan nilai-nilai
Pancasila di sebuah perguruan tinggi.
Role Model dalam penanaman dan pendidikan nilai-nilai Pancasila yang dilakukan di Universitas Pancasila ini terus dievaluasi, karena mengingat kemampuan dan wawasan dari setiap dosen berbeda-beda dalam penyampaian dan menggambarkan serta mengembangkan contoh-contoh kehidupan yang relevan dan sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Oleh karena itu, keberadaan lembaga pusat studi Pancasila yang ada di Universitas Pancasila ini, harus terus memberikan pemahaman melalui diskusi-diskusi dengan para dosen. Hal ini penting agar para dosen sebagai pilar terdepan dalam penanaman dan pendidikan nilai-nilai Pancasila, dapat memahami operasionalisasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari serta dapat menjelaskan kepada mahasiswannya bahwa kelima sila yang ada dalam Pancasila tersebut, merupakan suatu kesatuan yang utuh.
Kesimpulan
Bahwa kebijakan yang diambil dalam penanaman dan pendidikan nilai-nilai Pancasila sebagai warisan luhur di Universitas Pancasila, di dasarkan pada Kebijakan Yayasan Pendidikan dan Pembina Universitas Pancasila yang mewajibkan agar dalam setiap sesi perkuliahan, apakah pada awal pertemuan, di tengah-tengah perkuliahan atau di akhir perkuliahan, seorang dosen harus dapat menyampaikan dan/atau menggambarkan melalui contoh-contoh kehidupan dari seorang tokoh yang telah melaksanakan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Kebijakan Yayasan Pendidikan dan Pembina Universitas Pancasila sebagai Yayasan pengelola perguruan tinggi ini, ditindaklanjuti oleh Rektor sebagai pimpinan perguruan tinggi dengan membentuk pusat studi Pancasila, sebagai lembaga yang akan mengawal penanaman dan pendidikan nilai-nilai Pancasila di Universitas Pncasila.
Bahwa role model yang dikembangkan dalam upaya penanaman dan pendidikan nilai-nilai Pancasila di Universitas Pancasila sebagaimana yang di uraikan tersebut di atas, tentunya harus dapat di evaluasi. Evaluasi harus dilakukan oleh lembaga pusat studi Pancasila, untuk mengetahui dan melihat optimalisasi capaian atas kelebihan dan kekurangan dari dosen dalam memberikan dan menggambarkan contoh kehidupan yang sesuai dan sejalan dengan nilai-nilai Pancasila. Pada akhirnya role model yang dikembangkan ini, diharapkan dapat berdampak positif bagi mahasiswa pada khususnya dan seluruh sivitas akademika pada umumnya dengan memegang teguh Pancasila sebagai warisan luhur (a noble of heritage) dan karakter bangsa dan ciri khas masyarakat Indonesian serta� menjadikan Pancasila sebagai pegangan dan pandangan serta pijakan dalam kehidupan sehari-hari sehingga dapat berperan sebagai pemersatu bangsa, menjaga persatuan dan kesatuan, serta dapat mengarahkan bangsa Indonesia untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan.
Carmines, E. G., & D�Amico, N. J.
(2015). The new look in political ideology research. Annual Review of
Political Science, 18, 205�216. Google Scholar
Choong, S.
(n.d.). Socio-Cultural Globalisation :Are we all becoming the same culture?
Retrieved Oktober 4, 2019, from ArcGIS StoryMaps Google Scholar
Hamid, A. (2019). Protection Of Indonesian
Domestic Workers: A Study Of Law No. 13 Of 2003 Concerning Labor. International
Journal of Scientific & Technology Research. Https://Www. Ijstr.
Org/Paper-References. Php. Google Scholar
------------ (2020). Analysis of the Importance of
Omnibus Law Cipta Kerja In Indonesia. International Journal of Scientific
Research and Management, 236�250. Google Scholar
Imron, A.
(2014). Pelembagaan hukum perdata Islam di Indonesia melalui screening board
Pancasila. Wahana Akademika. Google Scholar
Indonesia, Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
Indonesia, Undang-Undang
tentang Sistem Pendidikan
Nasional, Undang-Undang Nomor
20, (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003, Nomor
78, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor
4301).
Indonesia, Undang-Undang
tentang Guru dan Dosen,
Undang-Undang Nomor 14, (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005, Nomor
157, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor
4586).
Istiningsih. (2016). Character Education of the Most Developed
Countries in ASEAN. Journal of Education and e-Learning Research, pp.
32-37. Google Scholar
Kaderi, M. A. (2015). Pendidikan Pancasila
untuk perguruan tinggi. IAIN Antasari Press. Google Scholar
Kaelan, H.
(2019). Negara kebangsaan Pancasila: Kultura; Hitorisitas, Filosofis,
Yuridis, dan Aktualisasinya. Yogyakarta: Paradigma Google Scholar
Kattsoff, L. O. (2004). Pengantar Filsafat,
terj. Soejono Soemargono, Yogyakarta: Tiara Wacana. Google Scholar
Keraf, F. M. P., & Kollo, F. L. (2019).
Preventing Radicalism Through The Values of Pancasila and Instilling the Value
of Character in Young Citizens. International Journal for Educational and
Vocational Studies, 1(4), 339�344. Google Scholar
Kresna, A.
(2013). Pembentukan karakter generasimu dan berwawasan nilai-nilai Pancasila
melalui video game bertema RPG. Aret�. Google Scholar
Leal Filho, W., Raath, S., Lazzarini, B.,
Vargas, V. R., de Souza, L., Anholon, R., � Orlovic, V. L. (2018). The role of
transformation in learning and education for sustainability. Journal of
Cleaner Production, 199, 286�295. Google Scholar
Maftuh, B.
(2008). Internalisasi nilai-nilai Pancasila dan nasionalisme melalui Pendidikan
Kewarganegaraan. Educationist, Jurnal Kajian Filosofi, Teori, Kualitas, Dan
Manajemen Pendidikan. Google Scholar
Mayerni, R.
(2020, Maret 9). �Focus Group Discussion - FGD tentang Mencari Bentuk
Implementasi Nilai-Nilai Pancasila dalam Era Globalisasi. Retrieved from
Lemhanas:
http://www.lemhannas.go.id/index.php/berita/berita-utama/844-pancasila-di-tengah-era-glob. Google Scholar
Molina, V. M.
(2016). The role of lecturers and inclusive education. Retrieved from
https:// onlinelibrary.wiley.com/doi/full/10.1111/1471-3802.12361 Google Scholar
Murdiono, M. (2014). Pendidikan Kewarganegaraan
untuk membangun wawasan global warga Negara muda. Jurnal Cakrawala
Pendidikan, 33(3). Google Scholar
Nasional, K. P. (2010). Buku Induk Pembangunan Karakte.
Jakarta: Kemendiknas. Google Scholar
Rato, D. (2011). Filsafat Hukum: Mencari. Menemukan
Dan Memahami Hukum, Surabaya: LaksBang Justitia. Google Scholar
Ray, J., Pijanowski, J., & Lasater, K.
(2020). The self-care practices of school principals. Journal of Educational
Administration. Google Scholar
Rokhman, F. e.
(2014). Character Education For Golden Generation 2045 (National Character
Building for Indonesian Golden Years . Procedia - Social and Behavioral
Sciences. Google Scholar
Sabanadze, N.
(2020). Open Edition Book. Google Scholar
Sutrisno, S.
(2006). Filsafat dan Ideologi Pancasila . Yogyakarta: Penerbit Andi. Google Scholar
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional
Undang-Undang Nomor 14 Tahun
2005 tentang Guru dan Dosen
Zainuri, A.
(2018). Pendidikan Karakter Integral di Keluarga, Sekolah, dan Masyarakat. Rafah
Press. Google Scholar
Copyright holder: Adnan Hamid (2021) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia |
This article is licensed
under: |