�Syntax Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia
p�ISSN: 2541-0849
��e-ISSN : 2548-1398
Vol.
6, Special Issue No. 2, Desember 2021
�
ANALISIS KEJADIAN ANGIN
PUTING BELIUNG MENGGUNAKAN CITRA SATELIT HIMAWARI-8� (STUDI KASUS KOTA BOGOR, JAWA BARAT 21
SEPTEMBER 2021)
Aqasha Raechan Anam, Sayful
Amri
Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Banten, Indonesia
Email: [email protected],
[email protected]
Abstrak
Kejadian angin puting beliung adalah sebuah fenomena cuaca ekstrem yang terjadi di wilayah tropis seperti wilayah Indonesia. Banyaknya kejadian angin puting beliung di Indonesia menjadikan kejadian ekstrem ini menarik untuk diteliti lebih lanjut.� Pada hari� Kamis tanggal 21 September 2021 sekitar pukul� 15.00 WIB telah dianalisis kejadian ekstrem angin puting beliung di wilayah Kota Bogor. Dilakukan analisis data Reanalysis Sea Surface Temperature (SST),� curah hujan, kelembapan relatif (RH), K-indeks dan TT indeks. Dilakukan juga analisis data observasi suhu udara permukaan dan tekanan udara permukaan. Sedangkan untuk analisis citra satelit Himawari-8 dilakukan menggunakan software SATAID. Melalui analisis tersebut didapatkan bahwa� nilai suhu udara permukaan dan tekanan udara permukaan menurun secara signifikan dan telah terjadi shearline pada analisis streamline angin� di wilayah Kota Bogor. Sedangkan untuk analisis sea surface temperature (SST) dan kelembapan relatif (RH) berpengaruh lemah terhadap kejadian angin puting beliung. Untuk analisis K indeks dan TT indeks juga dihasilkan nilai sedang untuk dijadikan parameter terjadinya kejadian angin puting beliung. Selanjutnya untuk analisis citra satelit Himawari-8 melalui kanal IR, timeseries IR, dan contour menggunakan SATAID dihasilkan terdapat penebalan�� awan konvektif dan kenaikan suhu puncak awan saat terjadi kejadian angin puting beliung.
Kata Kunci: cuaca ekstrem; SATAID; puting beliung; reanalysis
Abstract
Tornado events are an
extreme weather phenomenon that occurs in tropical areas such as Indonesia. The
number of tornadoes in Indonesia makes this extreme event interesting for
further investigation. On Thursday, September 21, 2021, at around 15.00 WIB, an
extreme tornado event in the Bogor City area was analyzed. Reanalysis of Sea
Surface Temperature (SST) data was analyzed, rainfall, relative humidity (RH),
K-index and TT index were carried out. Analysis of the observation data of
surface air temperature and surface air pressure was also carried out.
Meanwhile, analysis of the Himawari-8 satellite image was carried out using
SATAID software. Through this analysis, it was found that the values
of surface air temperature and surface air pressure decreased
significantly and shearline had occurred in wind streamline analysis in the
Bogor City area. Meanwhile, the analysis of sea surface temperature (SST) and
relative humidity (RH) has a weak effect on the occurrence of hurricanes. For
the analysis of the K index and the TT index, medium values are
also produced to be used as parameters for the occurrence of hurricane events.
Furthermore, for the analysis of Himawari-8 satellite imagery via IR channel,
IR timeseries, and contour using SATAID, it is found that there is a thickening
of convective clouds and an increase in cloud top temperature when a hurricane
occurs.
Keywords: extreme weather; SATAID; tornado; reanalysis
Received:
2021-10-20; Accepted: 2021-11-05; Published: 2021-11-20
Pendahuluan
Indonesia merupakan salah satu
negara tropis yang memiliki potensi bencana ekstrem yang besar. Cuaca ekstrem
adalah kondisi cuaca dimana pengamatan unsur-unsur cuaca yang teramati melebihi
ambang batas yang telah ditetapkan dan pada umumnya dapat menimbulkan bencana
hidrometeorologi (BMKG, 2019). Salah satu cuaca ekstrem adalah puting
beliung. Puting beliung adalah sebuah fenomena angin yang berputar dengan
kecepatan lebih dari 60�90 km/jam yang berlangsung sekitar 5- 10 menit yang
diakibatkan adanya perbedaan tekanan yang besar dalam area dengan skala kecil
yang terjadi di sekitar awan Cumulonimbus (Sudibyakto, 2018).
Dalam rentang waktu 2008-2021 puting beliung merupakan bencana dengan jumlah
paling banyak setelah bencana banjir (BNPB, 2021). Kota Bogor merupakan salah
satu daerah yang diterjang puting beliung pada tanggal 21 September 2021.
Berdasarkan laporan sementara total 34 rumah rusak dengan 115 jiwa yang
terdampak. Penulisan ini secara khusus bertujuan untuk menganalisa keadaan
atmosfer dan faktor-faktor yang mempengaruhi sebelum, saat, dan sesudah
kejadian puting beliung yang terjadi di Kota Bogor.
Telah dilakukan penelitian
sebelumnya kejadian angin puting beliung pada di Kabupaten Bombana pada tanggal
01 Agustus 2021 dan disimpulkan bahwa pola konvergensi streamline angin, suhu
muka laut (SST), indeks labilitas udara, dan pertumbuhan
awan konvektif menjadi faktor pendukung terjadinya kejadian angin puting
beliung (Saragih, 2020). Untuk�� memperkirakan�� cuaca�� tidak�� cukup memperhatikan��
parameter�� cuaca�� dalam�� skala regional,melainkan diperlukan
juga parameter dalam skala lokal atau analisa
data berdasarkan stasiun tunggal dengan memanfaatkan data hasil pengamatan� sounding (Silitonga, Saragin, & Saragih, 2017).
Penelitian ini bertujuan untuk
mengembangkan hasil-hasil penelitian sebelumnya dan menambahkan faktor-faktor
pendukung lain jika nantinya ada dalam penelitian ini.
Metode Penelitian
Penelitian
ini dilakukan di wilayah Kota Bogor yang terletak di Provinsi Jawa Barat.
Secara astronomis Kota Bogor terletak antara 106�43'30�BT - 106�51'00�BT dan
30'30�LS � 6�41'00�LS. Secara administratif Sebelah Utara berbatasan dengan
Kec. Kemang, Bojong Gede, dan Kec. Sukaraja Kabupaten Bogor. Sebelah Timur
berbatasan dengan Kec. Sukaraja dan Kec. Ciawi, Kabupaten Bogor. Sebelah Barat
berbatasan dengan Kec. Darmaga dan Kec. Ciomas, Kabupaten Bogor.
Gambar 1
Peta Penelitian ( Kota Bogor)
Data observasi
yang digunakan adalah data
AWS dari stasiun AWS Gunung Geulis Bogor, data Citra Satelit Himawari-8, dan data Monthly Reanalysis yang diambil dari situs https://cds.climate.copernicus.eu/.
Data observasinya berdurasi
per 10 menit untuk data AWS
dan data Citra satelit. Data citra
satelit Himawari-8 kemudian
akan diolah menggunakan aplikasi SATAID (Satellite
Animation and Interactive Diagnosis). SATAID adalah aplikasi yang dikembangkan oleh
Japan Meteorology Agency (JMA) yang berfungsi untuk mengolah data citra satelit berbentuk
biner menjadi gambar (Harsa, Linarka, Kurniawan, & Noviati,
2011).
Data satelit memiliki resolusi temporal yang cukup tinggi dan dapat mencakup wilayah lautan yang
sangat jarang memiki data pengamatan permukaan (Prasetyo & Pusparini, 2018).
Hasil dan Pembahasan
1. Analisis Suhu Udara Permukaan
Gambar 2
Grafik Suhu Udara Permukaan
Kota Bogor
Berdasarkan gambar
pengamatan suhu udara permukaan, pada tanggal 21 September 2021 terlihat
bahwa terjadi penurunan suhu udara permukaan 60 menit sebelum terjadinya
puting beliung yaitu pukul 13.29 � 14.29 WIB.
2. Analisis Tekanan
Udara Permukaan
Gambar 3
Grafik Tekanan� Udara Permukaan Kota Bogor
Berdasarkan gambar
pengamatan suhu udara permukaan, pada tanggal 21 September 2021 terlihat
terdapat penurunan tekanan udara permukaan
50 menit sebelum terjadinya puting beliung yaitu 13.09 � 14.29. Dengan adanya penurunan
tekanan udara permukaan menyebabkan terjadinya massa udara yang berkumpul yang memicu terbentuknya awan konvektif seperti awan cumulonimbus.
3. Analisis Streamline Angin
Gambar 4
Perbandingan Streamline Apada 00 UTC (kiri) , 03 UTC (kanan), dan 07 UTC (bawah) sebelum kejadian angin puting beliung
di Kota Bogor
Berdasarkan gambar
streamline diatas dapat dilihat pada pukul 00 UTC pola dan arah gerak
anginnya masih normal seperti biasa di sekitaran wilayah Kota Bogor. Selanjutnya
untuk pukul 03 UTC sudah terlihat terjadi divergensi dimana di sekitaran wilayah Kota
Bogor pola dan arah gerak anginnya sudah mulai menyebar
dimana biasanya daerah tersebut memiliki kecepatan angin paling kencang dibandingkan daerah sekitarnya. Selanjutnya kondisi pola dan arah gerak angin
1 jam sebelum kejadian angin puting beliung
telah terjadi shearline atau belokan angin
dimana kondisi angin di sekitaran wilayah Kota
Bogor berbelok paling tidak
90o. Shearline identik dengan
tempat berkumpulnya massa udara sehingga
menjadi faktor pemicu pertumbuhan awan-awan konvektif penyebab cuaca buruk seperti awan
cumulonimbus.
4. Analisis Suhu
Muka Laut (SST)
Gambar 5
Nilai Suhu Muka Laut (SST)
Berdasarkan analisis
Suhu Muka Laut (SST) pada tanggal 21
September 2021 pada jam 00.UTC di sekitar wilayah
Kota Bogor menunjukkan nilai
suhu muka lautnya berkisar antara 299-303 K. Kondisi tersebut mengindikasikan terjadi potensi penguapan massa uap air. Dengan demikian dapat mempengaruhi terjadinya pembentukan awan-awan konvektif di Wilayah Kota Bogor.
5. Analisis Kelembapan
(RH)
Gambar 6
Perbandingan nilai RH pukul
07 UTC pada lapisan 700 mb (kiri) , 850 mb (kanan), dan 925 mb (bawah) sebelum kejadian angin puting beliung di Kota Bogor
Berdasarkan analisis
Kelembapan Udara (RH) di sekitar
wilayah Kota Bogor pada tanggal 21 September 2021
pada pukul 07.UTC di lapisan
700 mb berkisar antara
90-100%, pada lapisan 850 mb berkisar
antara 90-100%, dan pada lapisan
925 mb berkisar antara
100-110%.� Berdasarkan
nilai-nilai kelembapan udara pada setiap lapisan yang telah ditentukan di wilayah Kota Bogor dapat
dikategorikan bahwa nilai kelembapan udara di atmosfer terbilang cukup tinggi sehingga dapat dijadikan faktor pendukung dalam pembentukan awan-awan konvektif (CB) di
wilayah Kota Bogor.
6. Analisis K indeks
dan Total-total (TT) indeks
K indeks
merupakan parameter penduga
stabilitas suhu dan kelembapan sedangkan total-total
(TT) indeks merupakan
parameter yang digunakan untuk
dijadikan indikator cuaca buruk dan didasarkan pada data kelembapan
dan suhu di lapisan 850 m,
700 mb, 500 mb, dan 200 mb. Berikut merupakan tabel nilai K indeks dan total-total
(TT) indeks :
Tabel 1
Tabel Nilai K Indeks dan Total-Total
(TT) Indeks
Indeks |
Potensial Thunderstorm |
||
Lemah |
Sedang |
Kuat |
|
K |
< 25 |
25 � 35 |
>35 |
TT indeks |
< 45 |
45 -55 |
>55 |
Sumber : The Universal RAwinsonde OBservation program
(RAOB)
Selanjutnya akan
dianalisis nilai K indeks dan TT indeks di sekitaran wilayah Kota Bogor tempat
terjadinya angin puting beliung. Berikut analisis peta K indeks dan total-total
(TT) indeks.
Gambar 7
Peta Nilai K-indeks dan TT indeks wilayah Kota Bogor
7. Analisis SATAID
1) �Analisis Himawari-8
IR
Merupakan analisis
yang digunakan untuk mengetahui nilai suhu puncak awan
yang didapatkan dari hasil pengamatan radiasi dengan panjang gelombang 10.4 mikrometer yang kemudian diklasifikasikan dengan pewarnaan-pewarnaan tertentu. Selanjutnya akan dilakukan analisis himawari-8 IR dengan menggunakan software
SATAID untuk sekitaran
wilayah Kota Bogor untuk mengetahui
suhu puncak awan .
a. Tahap Pertumbuhan
Gambar 8
Himawari-8 IR Tutupan awan 06.00 UTC
Pada tahap ini suhu lingkungan
awan sama dengan suhu titik
embun parsel udara sekitarnya. Keadaan� dimana parsel massa udara
mulai berkondensasi dikenal dengan dasar awan sedangkan
keadaan dimana parsel massa udara
serta butiran air tidak naik lagi disebut dengan puncak awan. Dalam
gambar diatas dapat dilihat bahwa
petumbuhan awan disekitaran wilayah Kota Bogor sudah
mulai terlihat pada pukul 06 UTC sebelum kejadian angin puting beliung dengan ditandai adanya tutupan awan. Dapat dilihat
juga tutupan awan tersebut berasal dari arah utara
wilayah Kota Bogor yaitu dari
laut Jawa.
b. Tahap pematangan
Gambar 9
Himawari-8 IR Tutupan Awan
07.00 UTC
Pada tahap ini
proses pertumbuhan awan terus terjadi. Butir �butir air didalam awan akan
terus membesar melalui sebuah proses tumbukan dan penggabungan sampai butiran airnya mencapai maksimum. Pembesaran butiran air ini biasanya terjadi secara simultan, sehingga masih ada gerakan vertical dalam awan. Butir-butir
air yang sudah mencapai ukuran yang besar akan turun ke
level yang lebih rendah dan
berada didasar awan sampai gaya
berat mendominasi dari gaya-gaya lain yang ada pada butiran air tersebut. Dalam gambar tersebut terlihat bahwa proses kondensasi dan pembesaran butir air dalam awan terus berlangsung
disekitaran wilayah Kota Bogor pada pukul 07 UTC sebelum terjadinya kejadian angin puting beliung
dengan ditandai tutupan awan mulai
banyak dan membesar.
c. Tahap Disipasi
Gambar 10
Himawari-8 IR Tutupan Awan
09.00 UTC
Selanjutnya memasuki
tahap disipasi. Dalam tahap ini
butir-butir air yang akan ukurannya sudah mencapai batas maksimum akan turun
sebagai air hujan sedangkan butir-butir yang masih kecil akan
menguap kembali. Dalam kaitannya dengan awan cumulonimbus tahapan ini berlangsung
sangat singkat dengan intensitas hujan yang tinggi. Dalam gambar
tersebut dapat dilihat tutupan awannya terus menebal
dan sudah berada dalam kondisi yang sangat tebal sehingga dapat dijadikan indikator bahwa pertumbuhan dan keberadaan awan-awan konvektif seperti awan cumulonimbus disekitaran wilayah Kota Bogor sudah
ada.
2) Analisis Time Series
Gambar 11
Time Series Kanal IR
Berdasarkan analisis
time series suhu puncak awan pola suhu
puncak awan di sekitaran wilayah Kota Bogor dapat
terlihat bahwa suhu puncak awan
pada pukul 04 UTC masih terlihat stabil dan mulai terjadi penurunan
saat mendekati pukul 05 UTC tetapi masih fluktuatif perkembangannya. Pada pukul 05
UTC terus terjadi penurunan� sampai pada angka 0o C pada pukul 06 UTC.
Pada pukul 06 UTC terjadi penurunan yang signifikan secara terus menerus
hingga pada pukul 07 UTC yaitu satu jam sebelum terjadinya kejadian angin puting beliung disekitaran wilayah Kota Bogor. Pada pukul
08 UTC dimana waktu terjadinya kejadian angin puting beliung
suhu puncak awan mencapai nilai
terendahnya selama empat jam terakhir.
3) Analisis Contour
Gambar 12
Peta Contour Suhu Puncak Awan
Selanjutnya dilakukan
analisis contour suhu puncak awan disekitaran
wilayah Kota Bogor. Dapat terlihat
pada pukul 05.57 UTC suhu puncak awannya masih normal tidak terjadi penurunan maupun penaikan. Pada pukul 06.57 UTC suhu puncak awan sudah
mulai terjadi penurunan dan nilainya sebesar -42.5 untuk sekitaran wilayah Kota Bogor. Selanjutnya
pada pukul 07.57 waktu terjadinya kejadian angin puting beliung
disekitaran wilayah Kota Bogor suhu
puncak awannya mencapai nilai berkisar antara -62.5 sampai -67.5.
Kesimpulan
Dari hasil
analisis penelitian ini maka dapat
disimpulkan bahwa :
Harsa, Hastuadi, Linarka, Utoyo Ajie, Kurniawan, Roni,
& Noviati, Sri. (2011). Pemanfaatan SATAID untuk analisa banjir dan angin
puting beliung: studi kasus jakarta dan Yogyakarta. Jurnal Meteorologi Dan
Geofisika, 12(2). Google Scholar
Prasetyo, Budi, & Pusparini, Nikita.
(2018). Pemanfaatan SATAID Untuk Analisa Atmosfer di Wilayah Perairan. JFA
(Jurnal Fisika Dan Aplikasinya), 14(2), 37�44. Google Scholar
Saragih, Rino Wijatmiko Saragih. (2020).
Analisis Kondisi Atmosfir, Indeks Labilitas, dan Citra Satelit Saat Kejadian
Puting Beliung di Pontianak Kalimantan Barat (Studi Kasus 17 Juli 2020). Jurnal
Fisika, 10(2), 62�71. Google Scholar
Silitonga, Andreas Kurniawan, Saragin,
Immanuel Jhonson Arizona, & Saragih, Rino Wijatmiko. (2017). DESKRIPSI
PARAMETER CUACA DAN STABILITAS UDARA TERKAIT KEJADIAN ANGIN PUTING BELIUNG
PONTIANAK (STUDI KASUS 30 AGUSTUS 2016). PROSIDING SEMINAR NASIONAL FISIKA
(E-JOURNAL), 6, SNF2017-EPA. Google Scholar
Sudibyakto, H. A. (2018). Manajemen
bencana di Indonesia ke mana? UGM PRESS. Google Scholar
Copyright holder: Aqasha Raechan
Anam, Sayful Amri (2021) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia |
This article is licensed
under: |