�Syntax Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia
p�ISSN: 2541-0849
��e-ISSN : 2548-1398
Vol.
6, Special Issue No. 2, Desember 2021
�
STUDI KERAGAMAN JENIS
VEGETASI DI KAWASAN KONSERVASI CAGAR ALAM DOLOK TINGGI RAJA KECAMATAN DOLOK
MERAWA KABUPATEN SIMALUNGUN
Tri Astuti, Rozalina, Marulam MTSimarmata, Yustril Fajril
Fakultas Pertanian Universitas Simalungun, Sumatera Utara, Indonesia
Email: [email protected], [email protected], [email protected], [email protected]
Abstrak
Cagar Alam (CA) Dolok Tinggi Raja
merupakan salah satu kawasan konservasi dengan luas 202,4 , yang terletak di
Desa Dolok Merawa Kecamatan Silou Kahean Kabupaten Simalungun. Cagar Alam ini
merupakan kawasan dengan ekosistem hutan hujan tropis yang subur menghijau
dengan komposisi jenis pepohonan yang beraneka ragam.� Studi keragaman jenis sangat perlu dilakukan
untuk memperoleh data terkini tentang potensi yang ada di dalam kawasan
konservasi� Tujuan� penelitian untuk mengetahui Jumlah Jenis,
Indeks Nilai Penting dan� keragaman jenis
sebagai kawasan konservasi perlu dilakukan penelitian keragaman jenis vegetasi
yang tumbuh di Cagar Alam Dolok Tinggi Raja. Pengambilan data menggunakan
metode systematic sampling. mengambil sebanyak 50 petak ukur dengan rincian,
petak ukur 20 x 20 meter untuk tingkat pohon ,10 x 10 meter untuk tingkat
tiang, 5 x 5 meter untuk tingkat pancang dan 2 x 2 meter untuk tingkat semai
.� Hasil penelitian Cagar Alam Dolok
Tinggi Raja� memiliki� 207 jumlah jenis� vegetasi yang tersebar pada tingkat semai
sebanyak��� jenis,68 tingkat pancang
sebanyak 34, tingkat tiang sebanyak, 56��
dan tingkat pohon sebanyak�� jenis
49 .Untuk� tingkat keanekaragaman
jenisnya� tinggi melimpah pada tingkat
semai, tiang dan pohon,dan tingkat pancang memiliki keanekaragaman sedang
Kata Kunci: cagar alam;� jumlah jenis;� keragaman jenis
Abstract
The Dolok Tinggi Raja Nature Reserve (CA) is a
conservation area with an area of 202.4 m, which is located in Dolok Merawa
Village, Silou Kahean District, Simalungun Regency. This Nature Reserve is an
area with a tropical rain forest ecosystem that is lush green with a
composition of diverse tree species. Study of species diversity is very
necessary to obtain up-to-date data on the potential that exists in the
conservation area. The purpose of this research is to determine the number of
species, Important Value Index and species diversity as a conservation area.
Collecting data using systematic sampling method. Take 50 plots with details,
20 x 20 meter plots for tree level, 10 x 10 meters for pole level, 5 x 5 meters
for sapling level and 2 x 2 meters for seedling level.� The results of the research of the Dolok
Tinggi Raja Nature Reserve have 207 types of vegetation spread at the seedling
level as many as 34 species, 68 sapling levels, 56 pole levels, and 49 species
tree levels. trees, and saplings have moderate diversity
Keywords: nature reserve; number of species; diversity
Received:
2021-10-20; Accepted: 2021-11-05; Published: 2021-11-20
Pendahuluan
Hutan tropis
Indonesia merupakan� habitat bagi� flora dan fauna yang terdiri dari berbagai species
dan� memberikan� manfaat bagi kehidupan manusia baik dalam
jasa lingkungan, ekonomi dan pengetahuan. Masyarakat dan kawasan konservasi
merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Masyarakat sekitar hutan
melakukan interaksi dengan kawasan konservasi untuk memenuhi kebutuhannya� terutama dalam hal kebutuhan ekonominya. Menurut Susanto et al., (n.d.) keadaan
ini tentunya akan mengancam�
keanekaragaman hayati dan kelestarian hutan tropis sebagai salah satu
sumber daya alam di Indonesia. Untuk�
melindungi� keanekaragaman hayati
dilakukan strategi dengan membangun�
hutan konservasi. Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas
tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan
satwa serta ekosistemnya (Napitu, 2007).
Salah� satu bentuk kawasan konservasi adalah cagar
alam. Cagar Alam (CA) Dolok Tinggi Raja merupakan salah satu kawasan konservasi
dengan luas 202,4 hektar yang berada di bawah pengelolaan Balai Besar
Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumatera Utara yang terletak di Desa Dolok
Merawa Kecamatan Silou Kahean Kabupaten Simalungun. Cagar Alam ini merupakan
kawasan dengan ekosistem hutan hujan tropis yang subur menghijau dengan
komposisi jenis pepohonan yang beraneka ragam. Selain itu CA ini memiliki
sumber air belerang yang unik sehungga sering dikunjungi masyarakat dari
berbagai daerah.� Studi keragaman jenis
sangat perlu dilakukan untuk memperoleh data terkini tentang potensi yang ada
di dalam kawasan konservasi ini. Untuk mengetahui potensi keragaman jenis
sebagai kawasan konservasi perlu dilakukan penelitian keragaman jenis vegetasi
yang tumbuh di Cagar Alam Dolok Tinggi Raja.�
Menurut Agustina et
al., (2021) vegetasi adalah kumpulan dari
berbagai� jenis tumbuh-tumbuhan yang
hidup secara bersama-sama pada satu tempat dan terjadinya interaksi antar
penyusun komponen, baik antara tumbuh-tumbuhan maupun hewan-hewan yang hidup di
lingkungan
�Penelitian ini bertujuan untuk �mengetahui jumlah� jenis vegetasi� dan keragaman jenis vegetasi� di Cagar Alam Dolok Tinggi Raja. Kabupaten
Simalungun.
Metode Penelitian
Waktu dan Lokasi
penelitian
�Penelitian dilakukan di Kawasan Konservasi
Cagar Alam Dolok Tinggi Raja yang berada di Desa Dolok Merawa, Kecamatan Silou
Kahean, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Administratif pemangkuan kawasan
(Unit Pengelolaan) CA. Dolok Tinggi Raja termasuk ke dalam wilayah Seksi
Konservasi Wilayah III Kisaran, Bidang KSDA Wilayah II Pematangsiantar, Balai
Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Utara. Penelitian dilaksanakan� mulai bulan Januari �Maret� 2021.
Gambar 1
Lokasi Penelitian
Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam
studi keragaman jenis vegetasi ini adalah Alat yang digunakan pada penelitian
ini, adalah meteran roll, Gunting, Tali rafia, Mistar, Parang, Kamera, Alat
tulis menulis, Global posisition sistem (GPS.
Bahan yang digunakan pada
penelitian ini adalah vegetasi yang berada di kawasan Cagar Alam Dolok Tinggi
Raja. Kabupaten Simalungun.�
Metode Pengambilan Data
Pengambilan data pada petak
ukur dalam studi keanekaragaman jenis vegetasi dengan menggunakan metode
systematic sampling. mengambil sebanyak 50 petak ukur dengan rincian 1 petak
ukur 20 x 20 meter (400 m�) dengan jarak antar petak ukur adalah 100 m� dimana
luas keseluruhan petak ukur adalah seluas 2,5 Ha dengan Intensitas Sampling 1 %
dari total luas kawasan 202,4 Ha. Petak ukur 20 x 20 meter untuk tingkat pohon
10 x 10 meter untuk tingkat tiang, 5 x 5 meter untuk tingkat pancang dan 2 x 2
meter untuk tingkat semai Semua Data yang diperoleh kemudian dicatat ke dalam
tabel tally sheet .
Analisi data
Analisis data yang digunakan
adalah dengan melalukan pengukuran, pengamatan dan pencatatan parameter di
lapangan dan pengumpulan data sekunder. Metode yang dilakukan dalam pengumpulan
data vegetasi tumbuhan ini adalah dengan teknik observasi, yaitu survei
langsung ke lapangan dengan membuat petak ukur (Sampling Plot) di lapangan
berdasarkan lokasi yang telah ditentukan. Selanjutanya untuk mengukur parameter
digunakan rumus berikut:
a. Kerapatan
Kerapatan adalah jumlah
individu setiap spesies yang dijumpai dalam petak contoh.Kerapatan
masing-masing spesies tumbuhan dihitung menggunakan rumus:
K� =��������� Individu suatu jenis
Luas seluruh petak contoh
KR = |
K Suatu jenis |
100% |
|
K Seluruh� jenis |
|||
|
|
b. Frekuensi
F = Petak contoh ditemukan suatu jenis Seluruh petak contoh
FR = |
F Suatu jenis |
100 % |
c. Dominansi
Dominansi adalah luas bidang
dasar pohon atau luas penutupan tajuk setiap spesies yang dijumpai dalam plot.
Dominansi dapat diukur dengan rumus:
D = |
Luas bidang dasar suatu jenis |
||||
|
Luas seluruh petak contoh |
||||
|
|
||||
DR = |
D Suatu jenis |
100% |
|||
D Seluruh |
jenis |
||||
|
|
|
d. Indeks Keanekaragaman Jenis
Keanekaragaman jenis adalah
parameter yang sangat berguna untuk membandingkan dua komunitas atau lebih,
terutama untuk mempelajari pengaruh gangguan biotik, untuk mengetahui tingkatan
suksesi atau kestabilan suatu komunitas. Rumus Indeks Keranekagaman Jenis
sebagai berikut :
H� = - ∑ (ni/N) * ln(ni/N)
Kriteria
nilai H� yang digunakan adalah:
a)
Nilai H�>3 menunjukkan
bahwakeragaman spesies adalah tinggi.
b)
Nilai H� 1 < H� < 3
menunjukkan bahwa keragaman spesies adalah sedang.
c)
Nilai H�<1 menunjukkan bahwa keragaman spesies adalah sedikit (Soerianegara & Indrawan,
1998).
Hasil dan Pembahasan
1. Jumlah Jenis
Jumlah jenis
menunjukkan banyaknya jenis tanaman yang ditemukan pada areal penelitian.
Penelitian jumlah jenis dilakukan pada tingkat semai, pancang, tiang dan pohon.
Berdasarkan hasil pengamatan pada lokasi penelitian, ditemukan sebanyak 207
jenis vegetasi dengan jumlah individu sebanyak 1.288 individu yang mewakili
setiap tingkat pertumbuhan vegetasi dapat dilihat pada rincian Gambar 2.
Jumlah jenis
dan individu pada setiap tingkat vegetasi
Gambar 2
Grafik
Pertumbuhan Vegetasi
Sumber : Data Hasil Penelitian 2021
Berdasarkan
Gambar 2. menunjukkan bahwa jumlah jenis pada setiap tingkat pertumbuhan
vegetasi berbeda-beda.� Pada tingkat
pancang mempunyai jumlah jenis paling sedikit diantara tingkatan yang lainnya.
Untuk tingkat semai ditemukan sebanyak 68 jenis dengan 386 jumlah individu,
tingkat pancang sebanyak 34 jenis dengan 366 individu, sedangkan tingkat tiang
sebanyak 56 jenis dengan 334 individu, dan tingkat pohon sebanyak 49 jenis
dengan jumlah 202 individu. Terjadinya�
perbedaan� jumlah jenis dalam
setiap fase pertumbuhan menunjukkan adanya dinamika dalam masyarakat tumbuhan,
dan hal ini akan� mempengaruhi
keanekaragaman jenisnya. Sebagaimana�
dinyatakan Yuslinawari et al, (2021)
keanekaragaman yang tinggi akan membantu keseimbangan ekologi� dan terbentuk dinamika tumbuhan� yang dinamis. Faktor� lingkungan berperan penting dalam pertumbuhan
vegetasi di hutan alam . Sebagaimana kondisi dan lokasi Kawasan CA Dolok Tinggi
Raja berbatasan dengan� masyarakat dan
juga sebagai kawasan wisata karena memiliki ekosistem yang unik karena memiliki
sumber air belerang.
2. Indeks Nilai
Penting
Indeks Nilai
Penting (INP) merupakan salah satu indikator penguasaan jenis dalam suatu
komunitas tumbuhan. INP juga mengambarkan�
tingkat dominansi, penyebaran dan jumlah�
jenis. Beragam nilai INP ini menunjukkan adanya pengaruh lingkungan
tempat tumbuh seperti kelembaban, suhu, dan persaingan� dalam perebutan zat hara, sinar matahari
dan� tempat tumbuh dengan jenis-jenis
lainnya yang� berpengaruh pada� pertumbuhan diameter batang suatu tanaman (Bonita, 2009).
Untuk melihat
INP pada tingkat semai dapat dilihat pada Tabel berikut ini:
Tabel 1
INP Tingkat Semai
No. |
Nama Ilmiah |
KR% |
FR % |
INP |
|
|||||
1 |
Actinodaphne sp. |
13,47% |
6,67% |
20,14% |
|
|||||
2 |
Syzygium sp |
9,84% |
5,71% |
15,56% |
|
|||||
3 |
Dacryocar puselatum |
4,92% |
3,81% |
8,73% |
|
|||||
4 |
Cinnamomum sp. |
3,37% |
4,76% |
8,13% |
|
|||||
5 |
Excoecaria agallocha |
3,63% |
4,29% |
7,91% |
|
|||||
6 |
Dehaasia sp. |
3,63% |
4,29% |
7,91% |
|
|||||
7 |
Intsia sp. |
3,63% |
3,81% |
7,44% |
|
|||||
8 |
Acronychia sp. |
3,11% |
4,29% |
7,39% |
|
|||||
9 |
Ixora sp. |
2,85% |
4,29% |
7,14% |
|
|||||
10 |
Shorea leprosula |
3,37% |
2,38% |
5,75% |
|
|||||
11 |
Agathis sp. |
2,85% |
2,38% |
5,23% |
|
|||||
12 |
Cinnamomum sp. |
2,33% |
2,86% |
5,19% |
|
|||||
13 |
Shorea leprosula |
3,11% |
1,90% |
5,01% |
|
|||||
14 |
Pterospermum javanicum |
2,07% |
2,86% |
4,93% |
|
|||||
15 |
Dacrydium sp. |
2,33% |
2,38% |
4,71% |
|
|||||
16 |
Petungah spp. |
2,07% |
1,90% |
3,98% |
|
|||||
17 |
Coffea sp |
2,07% |
1,90% |
3,98% |
|
|||||
18 |
Dacrydium sp. |
1,55% |
2,38% |
3,94% |
|
|||||
19 |
Horsfieldia sp. |
1,81% |
1,90% |
3,72% |
|
|||||
20 |
Arengapinnata |
1,81% |
1,90% |
3,72% |
|
|||||
21 |
Agathis sp. |
1,55% |
1,90% |
3,46% |
|
|||||
22 |
Ormosia sp. |
1,81% |
1,43% |
3,24% |
|
|||||
23 |
Peronema canescens |
1,30% |
1,90% |
3,20% |
|
|||||
24 |
Filicium sp. |
1,55% |
1,43% |
2,98% |
|
|||||
25 |
Knema laurina |
1,30% |
1,43% |
2,72% |
|
|||||
26 |
Sygizigium polyantum |
0,78% |
1,43% |
2,21% |
|
|||||
27 |
Dryobalanops sp. |
1,04% |
0,95% |
1,99% |
|
|||||
28 |
Calameaa sp. |
1,04% |
0,95% |
1,99% |
|
|||||
29 |
Shorea sp. |
1,04% |
0,95% |
1,99% |
|
|||||
30 |
Dipterocarpus sp. |
0,78% |
0,95% |
1,73% |
|
|||||
31 |
Cinnamomum sp. |
0,78% |
0,95% |
1,73% |
|
|||||
32 |
Hopea sangal
Korth |
0,78% |
0,95% |
1,73% |
|
|||||
33 |
Mangifera sp. |
0,52% |
0,95% |
1,47% |
|
|||||
34 |
Lantana camara |
0,52% |
0,95% |
1,47% |
|
|||||
35 |
Shorea sp. |
0,78% |
0,48% |
1,25% |
|
|||||
36 |
Actinodaphne sp. |
0,78% |
0,48% |
1,25% |
|
|||||
37 |
Agathis sp. |
0,52% |
0,48% |
0,99% |
|
|||||
38 |
Dipterocarpus crinitus |
0,52% |
0,48% |
0,99% |
|
|||||
39 |
Schima walicii |
0,52% |
0,48% |
0,99% |
|
|||||
40 |
Ficusglandulifera |
0,52% |
0,48% |
0,99% |
|
|||||
41 |
Mallotus barbatus |
0,52% |
0,48% |
0,99% |
|
|||||
42 |
Hopeadryo balanoides |
0,52% |
0,48% |
0,99% |
|
|||||
43 |
Arenga pinnata |
0,26% |
0,48% |
0,74% |
|
|||||
44 |
Shoreapan chyphylla |
0,26% |
0,48% |
0,74% |
|
|||||
45 |
Lantana camara |
0,26% |
0,48% |
0,74% |
|
|||||
46 |
Acronychia sp. |
0,26% |
0,48% |
0,74% |
|
|||||
47 |
Acronychia pedunculata |
0,26% |
0,48% |
0,74% |
|
|||||
48 |
Acronychia pedunculata |
0,26% |
0,48% |
0,74% |
|
|||||
49 |
Cinnamomum sp. |
0,26% |
0,48% |
0,74% |
|
|||||
50 |
Filicium sp. |
0,26% |
0,48% |
0,74% |
|
|||||
51 |
Shorea sp |
0,26% |
0,48% |
0,74% |
|
|||||
52 |
Shorea sp. |
0,26% |
0,48% |
0,74% |
|
|||||
53 |
Areca catechu |
0,26% |
0,48% |
0,74% |
|
|||||
54 |
Pterocarpus sp. |
0,26% |
0,48% |
0,74% |
|
|||||
55 |
Hopeadryo balanoides |
0,26% |
0,48% |
0,74% |
|
|||||
56 |
Eurya sp. |
0,26% |
0,48% |
0,74% |
|
|||||
57 |
Santalum album |
0,26% |
0,48% |
0,74% |
|
|||||
58 |
Eurya sp. |
0,26% |
0,48% |
0,74% |
|
|||||
59 |
Compassia sp. |
0,26% |
0,48% |
0,74% |
|
|||||
60 |
Dipterocarpus crinitus |
0,26% |
0,48% |
0,74% |
|
|||||
61 |
Dipterocarpus cornotus |
0,26% |
0,48% |
0,74% |
|
|||||
62 |
Aleuritesmoluccana |
0,26% |
0,48% |
0,74% |
|
|||||
63 |
Acronychia sp. |
0,26% |
0,48% |
0,74% |
|
|||||
64 |
Ficus benjaminia |
0,26% |
0,48% |
0,74% |
|
|||||
65 |
Urtica spp |
0,26% |
0,48% |
0,74% |
|
|||||
66 |
Garcinia atroviridis |
0,26% |
0,48% |
0,74% |
|
|||||
67 |
Nephelium sp. |
0,26% |
0,48% |
0,74% |
|
|||||
68 |
Sellaginella wildenowii |
0,26% |
0,48% |
0,74% |
|
|||||
|
|
Total |
100% |
100% |
200% |
|||||
Tabel 2
INP Tingkat Pancang
No |
Nama Ilmiah |
|
KR% |
|
FR% |
|
INP |
|
1 |
|
Mallotus barbatus |
|
22,7% |
|
16,8% |
|
39,5% |
2 |
|
Agathis sp. |
|
9,3% |
|
9,5% |
|
18,8% |
3 |
|
Ficus glandulifera |
|
8,7% |
|
8,9% |
|
17,7% |
4 |
|
Syzigium polyantum |
|
6,3% |
|
7,9% |
|
14,2% |
5 |
|
Dehaasia sp. |
|
5,5% |
|
5,3% |
|
10,7% |
6 |
|
Syzygium sp |
|
4,9% |
|
4,7% |
|
9,7% |
7 |
|
Mallotus barbatus |
|
4,1% |
|
4,7% |
|
8,8% |
8 |
|
Acronychia sp. |
|
4,1% |
|
4,7% |
|
8,8% |
9 |
|
Peronema canescens |
|
4,1% |
|
4,2% |
|
8,3% |
10 |
|
Agathis sp. |
|
3,6% |
|
3,2% |
|
6,7% |
12 |
|
Intsia sp. |
|
3,0% |
|
2,6% |
|
5,6% |
11 |
|
Petungah spp. |
|
2,5% |
|
3,2% |
|
5,6% |
13 |
|
Garcinia atroviridis |
|
2,7% |
|
2,6% |
|
5,4% |
14 |
|
Compassia sp. |
|
2,7% |
|
2,6% |
|
5,4% |
15 |
|
Coffe robustaa |
|
1,6% |
|
1,6% |
|
3,2% |
16 |
|
Shorea sp. |
|
1,4% |
|
1,6% |
|
2,9% |
17 |
Cinnamomum sp. |
1,4% |
1,6% |
2,9% |
18 |
Dryobalanops sp. |
1,4% |
1,1% |
2,4% |
19 |
Alstonia sp. |
0,8% |
1,6% |
2,4% |
20 |
Arenga pinnata |
1,1% |
1,1% |
2,1% |
21 |
Cinnamomum sp. |
1,1% |
1,1% |
2,1% |
22 |
Cratoxylon spp. |
1,1% |
1,1% |
2,1% |
23 |
Lantana camara |
0,8% |
1,1% |
1,9% |
24 |
Shorea sp. |
0,8% |
1,1% |
1,9% |
25 |
Dipterocarpus cornotus |
0,5% |
1,1% |
1,6% |
26 |
Dehaasia sp. |
0,5% |
1,1% |
1,6% |
27 |
Ormosia sp. |
0,8% |
0,5% |
1,3% |
28 |
Actinodaphne sp. |
0,8% |
0,5% |
1,3% |
29 |
Acronychia pedunculata |
0,3% |
0,5% |
0,8% |
30 |
Intsia sp. |
0,3% |
0,5% |
0,8% |
31 |
Acronychia sp. |
0,3% |
0,5% |
0,8% |
32 |
Dehaasia sp. |
0,3% |
0,5% |
0,8% |
33 |
Shorea sp. |
0,3% |
0,5% |
0,8% |
34 |
Dyeracastula hook |
0,3% |
0,5% |
0,8% |
|
Total |
100% |
100% |
200% |
Tabel 3
INP Tingkat Tiang
No. |
Nama Ilmiah |
KR% |
FR% |
DR% |
INP |
1 |
Dehaasia sp. |
16,77% |
4,57% |
0,86% |
22,20% |
2 |
Agathis sp. |
5,09% |
4,00% |
3,12% |
12,21% |
3 |
Horsfieldia irya |
5,99% |
4,57% |
1,24% |
11,80% |
4 |
Compassia sp. |
3,89% |
4,57% |
3,12% |
11,58% |
5 |
Cinchona sp. |
3,59% |
5,71% |
1,69% |
11,00% |
6 |
Lantana camara |
3,59% |
3,43% |
2,49% |
9,52% |
7 |
Macaranga javanica |
3,29% |
5,14% |
0,70% |
9,14% |
8 |
Rauvolfia serpentina |
0,30% |
6,86% |
1,94% |
9,10% |
9 |
Agathis sp. |
3,89% |
2,29% |
2,49% |
8,67% |
10 |
Castanea sp. |
3,29% |
4,00% |
1,24% |
8,54% |
11 |
Dacryocarpus elatum |
5,99% |
0,57% |
1,94% |
8,50% |
12 |
Sterculia macrophylla |
2,69% |
2,29% |
3,12% |
8,10% |
13 |
Litsea sp. |
2,99% |
2,86% |
1,94% |
7,79% |
14 |
Dalbergia sp. |
1,80% |
2,29% |
2,21% |
6,29% |
15 |
Antosephalus sp. |
1,20% |
2,29% |
2,80% |
6,28% |
16 |
Garcinia mangostam |
0,60% |
2,86% |
2,80% |
6,25% |
18 |
Dillenia spp. |
0,90% |
1,71% |
3,12% |
5,73% |
17 |
Dipterocarpus cornotus |
2,40% |
2,29% |
0,86% |
5,54% |
19 |
Cinnamomum sp. |
1,80% |
1,71% |
1,94% |
5,45% |
20 |
Alstonia sp. |
3,59% |
1,14% |
0,70% |
5,43% |
21 |
Mallotus barbatus |
0,90% |
1,14% |
3,12% |
5,16% |
22 |
Pterospermum javanicum |
0,90% |
1,14% |
3,12% |
5,16% |
23 |
Ficus glandulifera |
0,30% |
4,00% |
0,70% |
5,00% |
24 |
Syzygium sp |
0,60% |
1,14% |
3,12% |
4,86% |
25 |
Eurya sp. |
1,20% |
1,71% |
1,94% |
4,85% |
26 |
Anisoptera marginata |
0,90% |
1,14% |
2,80% |
4,84% |
27 |
Acronychia pedunchulata |
0,90% |
1,14% |
2,80% |
4,84% |
28 |
Peronema canescens |
1,80% |
1,71% |
1,24% |
4,75% |
29 |
Shorea Sp. |
1,20% |
1,14% |
2,35% |
4,69% |
30 |
Cinnamomum sp. |
1,50% |
2,29% |
0,86% |
4,65% |
31 |
Agathis sp. |
1,20% |
1,14% |
1,69% |
4,03% |
32 |
Nephelium sp. |
0,30% |
0,57% |
3,12% |
3,99% |
33 |
Acronychia pedunculata |
1,50% |
1,14% |
1,24% |
3,88% |
34 |
Dryobalanops sp. |
1,20% |
0,57% |
1,94% |
3,71% |
36 |
Endiandra sp. |
0,30% |
0,57% |
2,80% |
3,67% |
37 |
Actinodaphne sp. |
0,30% |
0,57% |
2,80% |
3,67% |
35 |
Cinnamomum sp. |
0,60% |
1,14% |
1,70% |
3,44% |
38 |
Shorea leprosula |
0,30% |
0,57% |
2,49% |
3,37% |
39 |
Falcourtia rukam |
1,20% |
1,14% |
0,86% |
3,20% |
40 |
Garcinia atroviridis |
1,20% |
1,14% |
0,86% |
3,20% |
41 |
Koompassia malaccensis |
0,60% |
0,57% |
1,94% |
3,11% |
42 |
Cinnamomum sp. |
1,20% |
1,14% |
0,70% |
3,04% |
43 |
Petungah spp. |
0,60% |
0,57% |
1,69% |
2,86% |
44 |
Excoecaria agallocha |
0,60% |
0,57% |
1,69% |
2,86% |
45 |
Aquilaria moluccensi |
0,30% |
0,57% |
1,94% |
2,81% |
46 |
Ficus glandulifera |
0,90% |
0,57% |
1,24% |
2,71% |
47 |
Cinnamomum sp. |
0,60% |
0,57% |
1,24% |
2,41% |
48 |
Ficus benjaminia |
0,60% |
0,57% |
1,24% |
2,41% |
49 |
Actinodaphne sp. |
0,60% |
0,57% |
1,11% |
2,28% |
50 |
terminalia spp. |
0,30% |
0,57% |
1,13% |
2,00% |
51 |
Shorea sp. |
0,30% |
0,57% |
0,70% |
1,57% |
52 |
Cinnamomum sp. |
0,30% |
0,57% |
0,70% |
1,57% |
53 |
Litsea sp. |
0,30% |
0,57% |
0,70% |
1,57% |
54 |
Dehaasia sp. |
0,30% |
0,57% |
0,70% |
1,57% |
55 |
Endiandra sp. |
0,30% |
0,57% |
0,70% |
1,57% |
56 |
Dalbergia sp. |
0,30% |
0,57% |
0,70% |
1,57% |
|
Total |
100% |
100% |
100% |
300% |
Tabel 4
INP
Tingkat Pohon
No |
Nama Ilmiah |
KR % |
FR % |
DR% |
INP |
1 |
Dehaasia sp. |
22,28% |
20,00% |
1,66% |
43,94% |
2 |
Agathis sp. |
5,94% |
6,40% |
17,57% |
29,91% |
3 |
Actinodaphne sp. |
1,98% |
3,20% |
23,95% |
29,13% |
4 |
Shorea panchyphylla |
5,94% |
4,80% |
8,62% |
19,36% |
5 |
Shorea sp. |
3,96% |
7,20% |
1,64% |
12,80% |
6 |
Anisoptera marginata |
0,50% |
0,80% |
10,32% |
11,62% |
7 |
Shorea sp. |
7,43% |
3,20% |
0,16% |
10,78% |
8 |
Intsia sp. |
0,50% |
0,80% |
9,04% |
10,34% |
9 |
Radermachera gigantea |
5,45% |
4,00% |
0,07% |
9,51% |
10 |
Cotylelobyum melanoxylon |
3,96% |
4,80% |
0,15% |
8,91% |
11 |
Dacryocarpus elatum |
5,94% |
2,40% |
0,07% |
8,41% |
12 |
Cinnamomum sp. |
2,97% |
2,40% |
3,00% |
8,37% |
13 |
Morus alba |
3,96% |
2,40% |
0,05% |
6,41% |
14 |
Shorea bracteolata
dyer |
1,49% |
1,60% |
2,93% |
6,01% |
15 |
Hopea dryobalanoides |
1,98% |
3,20% |
0,11% |
5,29% |
16 |
Agathis sp. |
0,50% |
0,80% |
3,48% |
4,78% |
17 |
Dyera castula
Hook |
0,99% |
0,80% |
2,65% |
4,44% |
18 |
Syzygium sp |
2,48% |
1,60% |
0,07% |
4,15% |
19 |
Dehaasia sp. |
0,50% |
0,80% |
2,68% |
3,97% |
20 |
Shorea platyclados |
0,50% |
0,80% |
2,57% |
3,87% |
21 |
Dryobalanops sp. |
0,50% |
0,80% |
2,49% |
3,79% |
22 |
Actinodaphne sp. |
1,49% |
1,60% |
0,60% |
3,69% |
23 |
Petungah spp. |
1,98% |
1,60% |
0,05% |
3,63% |
24 |
Cinnamomum sp. |
1,49% |
1,60% |
0,36% |
3,44% |
25 |
Ormosia sp. |
1,49% |
1,60% |
0,19% |
3,27% |
26 |
Eurya sp. |
0,99% |
1,60% |
0,08% |
2,67% |
27 |
Gluta sp. |
0,99% |
1,60% |
0,05% |
2,64% |
28 |
Acronychia sp |
0,50% |
0,80% |
1,27% |
2,56% |
29 |
Dipterocarpus cornotus |
0,50% |
0,80% |
0,88% |
2,17% |
30 |
Ficus glandurifera |
0,99% |
0,80% |
0,26% |
2,05% |
31 |
Cinnamomum sp. |
0,99% |
0,80% |
0,06% |
1,85% |
32 |
Acronychia pedunculata |
0,50% |
0,80% |
0,47% |
1,77% |
33 |
Horsfieldia sp. |
0,50% |
0,80% |
0,39% |
1,68% |
34 |
Mallotus barbatus |
0,50% |
0,80% |
0,36% |
1,65% |
35 |
Syzygium sp |
0,50% |
0,80% |
0,21% |
1,51% |
36 |
Agathis sp. |
0,50% |
0,80% |
0,22% |
1,51% |
37 |
Macaranga javanica |
0,50% |
0,80% |
0,20% |
1,49% |
38 |
Peronema canescens |
0,50% |
0,80% |
0,19% |
1,48% |
39 |
Urtica spp |
0,50% |
0,80% |
0,17% |
1,46% |
40 |
Cinnamomum sp. |
0,50% |
0,80% |
0,13% |
1,42% |
41 |
Ficus grossulariodes |
0,50% |
0,80% |
0,12% |
1,42% |
42 |
Lithocarpus encleisacarpus |
0,50% |
0,80% |
0,11% |
1,40% |
43 |
Garcinia atroviridis |
0,50% |
0,80% |
0,09% |
1,39% |
44 |
Intsia sp. |
0,50% |
0,80% |
0,08% |
1,38% |
45 |
Excoecaria agallocha |
0,50% |
0,80% |
0,04% |
1,33% |
46 |
Cinnamomum sp. |
0,50% |
0,80% |
0,03% |
1,33% |
47 |
Shorea leprosula |
0,50% |
0,80% |
0,03% |
1,32% |
48 |
Agathis sp. |
0,50% |
0,80% |
0,03% |
1,32% |
49 |
Ixora sp. |
0,50% |
0,80% |
0,03% |
1,32% |
|
|
|
|
|
|
|
Total |
100% |
100% |
100% |
300% |
Sumber : data yang
diolah 2021
Dari hasil penelitian� diperoleh data INP� sebagai berikut :
1. Tingkat semai di dominasi jenis�� Actinodaphne sp. (20,14%), Syzygium sp (15,56%),� sedangkan INP terendah terdapat pada Arenga pinnata Shoreapan chyphylla, Lantana camara, Acronychia sp. Acronychia pedunculata, Acronychia pedunculata,Cinnamomum sp.Filicium sp, Shorea spAreca catechu, Pterocarpus sp. Hopeadryo balanoides, Eurya sp. Santalum album,� Eurya sp. Compassia sp. Dipterocarpus crinitus, Dipterocarpus cornotus, Aleuritesmoluccana, Acronychia sp. Ficus benjaminia, Urtica sppn, Garcinia atroviridis, Nephelium sp. Sellaginella wildenowii� masing-masing memiliki INP ),74%
2. Tingkat� pancang�� Dacryocar puselatum� (8,73%),�� Mallotus barbatus (39,5%)� Agathis sp. ( 18,8% ) Ficus glandulifera (17,7%),� Syzigium polyantum (14,2%) Dehaasia sp. (10,7%), sedangkan INP� terendah� terdapat pada jenis Acronychia pedunculata, Intsia sp. Acronychia sp. Dehaasia sp. Shorea sp.Dyeracastula hook� masing-masing memiliki INP,8%
3. Tingkat tiang,�� Dehaasia sp. (22,20%, ), Agathis sp. (12,21%,) Horsfieldia irya� (11,80%,)� Compassia sp.� (11,58%, ) Cinchona sp. (11,00%), sedangkan INP terendah terdapat pada jenis� yaitu Shorea sp,Cinnamomum sp, Litsea sp, Dehaasia sp, Endiandra sp, Dalbergia sp. Masing-masing memiliki INP� 1,57%
4. Tingkat pohon, Shorea leprosula (3,37%), Falcourtia rukam (3,20%),� Garcinia atroviridis (3,20%), Koompassia malaccensis (3,11%) Cinnamomum sp. (3,04%). Cinnamomum sp, Acronychia pedunculata, Horsfieldia sp, Mallotus barbatus Syzygium sp Agathis sp.,Macaranga javanica,� Peronemacanescens, Urtica spp, Cinnamomum sp. Ficus grossulariodes, Lithocarpus encleisacarpus, Garcinia atroviridis, Intsia sp,Excoecaria agallocha, Cinnamomum sp,� Shorea leprosula, Agathis sp, Ixora sp, dengan nilai INP antara 1,32% -1,85%
Jika dilihat persentase� INP tingkat semai, pancang dan tiang memiliki nilai diatas tinggi
rata-rata data 8%, namun pada tingkat
tiang INP nya berkisar di atas 3%.� Hal ini menunjukkan bahwa semakin bertambah fase pertumbuhan� vegetasi
mengalami penurunan baik dari segi� kerapatan, frekuensi atau dominansi. Berkurangnya terjadi karena adanya faktor lingkungan
yang berperan penting terhadap pertumbuhan dan penyebaran jenis. Hal ini sesuai pernyataan
Vickery (1984) yang menyatakan
bahwa Pada setiap habitat pasti terdapat sumber daya alam
yang jumlahnya terbatas untuk mendukung semua mahluk� hidup
yang hidup di atasnya, dan kompetisi� diantarnya� tidak dapat dihilangkan. Penggantian jenis
tumbuhan oleh jenis� lainnya
dalam suatu habitat bergantung kepada kemampuannya untuk berkompetisi dalam memanfaatkan ruang atau tempat,cahaya,air,dan unsur hara yang ada pada lingkungan tersebut. Bagi tumbuhan yang memiliki INP tertinggi menunjukkan bahwa jenis tersebut mampu beradaptasi dan berkompetensi dengan lingkungan tempat tumbuhanya. Sebagaimana dinyatakan oleh Soegianto (1994)
bahwa spesies-spesies yang dominan (yang berkuasa)
dalam suatu komunitas tumbuhan akan memiliki indeks
nilai penting yang tinggi , sehingga spesies yang paling dominan tentu saja
memiliki indeks nilai penting yang paling besar.
Adanya gangguan alam
dan aktivitas manusia juga berpengaruh terhadap kelangsungan jenis yang ada di CA Dolok Tinggi Raja.� Sebagaimana diketahui� bahwa kawasan CA merupakan salah satu objek wisata
yang sering dikunjungi manusia untuk�� menikmati keindahan dan keunikan alamnya, keadaan ini secara tidak
langsung berpengaruh terhadap� kondisi, ekosistem�� Aktivitas manusia� baik masyarakat setempat� atau pengunjung dapat memepengaruhi kondisi� hutan, termasuk habitat dari jenis vegetasi
yang ada di atasnya.��� Hal ini sesuai dengan pendapat� Panuntun et al, (2019) yang menyatakan� lokasi� cagar alam berbatasan� dengan pemukiman�� maka dengan mudah masyarakat dapat masuk untuk melakukan
aktivitas di dalam kawasan cagar alam
sehingga dapat menimbulkan gangguan kelestarian sumberdaya alam yang ada di cagar alam.
3. Indeks Keanekaragaman
Jenis
�� Keanekaragaman jenis vegetasi� merupakan gambaran keadaan� suatu jenis vegetasi meliputi kerapatan, frekuensi, tingkat dominansi suatu species pada suatu hutan.� Dalam ekologi hutan, satuan vegetasi yang dipelajari atau diselidiki berupa komunitas tumbuhan yang merupakan asosiasi konkret dari semua spesies tumbuhan yang menempati suatu habitat (Indriyanto, 2012). Hasil Indeks Keragaman Shannon di Kawasan Cagar Alam Dolok Tinggi Raja dapat dilihat dari tabel 6:
�
Tabel 6
Data Nilai Keanekaragaman Jenis Vegetasi di Kawasan� CA Dolok
Tinggi Raja
No |
Tingkat Vegetasi |
Indeks� Keragaman� Shanon� (H�) |
keterangan |
1 |
Semai |
3,5 |
Melimpah tinggi |
2 |
Pancang |
2,8 |
Sedang� melimpah |
3 |
Tiang |
3,2 |
Melimpah� tinggi |
4 |
Pohon |
3,1 |
Melimpah tinggi |
Sumber: data yang diolah 2021
Berdasarkan tabel 6 dapat dilihat sebaran indeks keragamaan jenis di CA DoloK Tinggi Raja berada pada kondisi sedang melimpah� sampai melimpah tinggi, dimana indeks tertinggi terdapat pada tingkat semai,� kemudian pada tingkat tiang, dan tingkat pohon dengan nilai 3,1-3,5 menunjukkan kenekaragaman yang melimpah tinggi.� Namun pada tingkat pancang terjadi penurunan� dari tingkat semai, namun masih� dalam kondisi yang baik atau sedang melimpah
�� Tingginya nilai keanekaragaman menunjukkan bahwa kondisi vegetasi
di CA Dolok Tinggi Raja sangat baik,
karena� memiliki nilai yang melimpah tinggi.� Keanekaragaman komposisi vegetasi jenis tumbuhan penyusun hutan dapat dilihat
dari komposisi jenis penyusun vegetasi tersebut (Putri &
Riniarti, 2019).� Ada berbagai
faktor yang mempengaruhi keanekaragaman jenis , seperti kelimpahan� dan daya hidup. Menurut Indriyanto (2012) daya hidup juga sangat membantu
meningkatkan kemampuan setiap spesies tumbuhan dalam beradaptasi terhadap kondisi tempat tumbuhnya .
Odum (1996) (dalam Sombo et al., 2020) Untuk
komunitas yang memiliki jenis yang banyak maka cenderung menjadi��� lebih stabil jika
dibandingkan dengan komunitas yang memiliki jenis sedikit. Semakin tinggi nilai indeks keanekaragamaan� suatu vegetasi maka jumlah
jenis akan semakin banyak (beranekaragam), demikian sebaliknya, yaitu semakin rendah indeks keanekaragaman� suatu vegetasi maka jumlah
jenis sedikit, sehingga jenis-jenis yang tumbuh menjadi lebih seragam. Keanekaragaman hayati menyangkut dua komponen yaitu jumlah jenis atau
kekayaan jenis dan jumlah jenis� dalam
populasi tertentu atau kelimpahan relatif. Tingkat keanekaragaman
yang tinggi mempengaruhi kestabilan jenis dalam suatu ekosistem.� Suatu jenis yang memiliki tingkat kestabilan yang tinggi mempunyai peluang lebih besar
untuk mempertahankan kelestariann jenisnya (Ainiyah et al., 2017).
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, Cagar Alam Dolok Tinggi Raja memiliki 207 jumlah jenis� vegetasi yang tersebar pada tingkat semai sebanyak jenis, 68 tingkat pancang sebanyak 34, tingkat tiang sebanyak, 56�� dan tingkat pohon sebanyak jenis 49. Untuk� tingkat keanekaragaman jenisnya� tinggi melimpah pada tingkat semai, tiang dan pohon,dan tingkat pancang memiliki keanekaragaman sedang.
Agustina, S., Maulana, Y., &
Zahara, N. (2021). Analisis Vegetasi Jenis Pohon di Kawasan Pegunungan Desa
Iboh Kecamatan Sukakarya Kota Sabang. Prosiding Biotik, 9(1). Google Scholar
Ainiyah, R., Fathurraman, A., Wibisono, M.,
Aji, F. R., & Yusuf, D. (2017). Pengaruh jenis tegakan terhadap komposisi
dan keanekaragaman tumbuhan bawah di Hutan Sapen Kecamatan Prigen Kabupaten
Pasuruan. AGROMIX, 8(1), 50�63. Google Scholar
Bonita, M. K. (2009). Analisis fasilitas
ekowisata di zona pemanfaatan Taman Nasional Gunung Rinjani. Universitas
Gadjah Mada. Google Scholar
Indriyanto, I. (2012). Ekologi Hutan
(4th ed.). Bumi Aksara. Google Scholar
Napitu, J. P. (2007). Pengelolaan kawasan
konservasi. Yogyakarta: Program Studi Konservasi Sumber Daya Alam Dan
Lingkungan Sekolah Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada. Google Scholar
Panuntun, M. D. W. I., Marhaento, H., &
Hut, S. (2019). Pola Distribusi Aktivitas Masyarakat di Cagar Alam dan Taman
Wisata Alam Pananjung Pangandaran. Universitas Gadjah Mada. Google Scholar
Putri, S. M., & Riniarti, M. (2019).
Komposisi Jenis dan Struktur Vegetasi Hutan Lindung Bengkunat di Resort III KPH
Unit I Pesisir Barat. Jurnal Silva Tropika, 3(1), 118�131. Google Scholar
Soegianto, A. (1994). Ekologi Kuantitatif:
Metode analisis populasi dan komunitas. Surabaya: Usaha Nasional. Google Scholar
Soerianegara, I., & Indrawan, A.
(1998). Ekologi Hutan Indonesia. Laboratorium Ekologi Hutan. Bogor: Fakultas
Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Google Scholar
Sombo, I. T., Sepe, F. Y., Nau, G. W.,
Buku, M. N. I., & Djalo, A. (2020). Analisis Vegetasi Tumbuhan Herba di
Hutan Lingkungan Kampus Unwira Penfui Kupang. BIO-EDU: Jurnal Pendidikan
Biologi, 5(2), 56�61. Google Scholar
Susanto, D., Faida, L. R. W., Lubis, F. R.
H., & Hanisaputra, R. (n.d.). Interaksi Masyarakat Sekitar dengan Kawasan
Cagar Alam dan Cagar Alam Laut pangandaran. Google Scholar
Vickery, A. (1984). Ekologi Hutan
Indonesia. UGM Press. Yogyakarta. Google Scholar
Yuslinawari, Y., Doris, D., &
Wahyudiono, S. (2021). Kajian Identifikasi Jenis Flora dan Kelimpahannya di
Lahan Penetapan Taman Keanekaragaman Hayati Kelurahan Karangasem, Kecamatan
Ponjong, Kabupaten Gunung Kidul. JOURNAL OF PEOPLE, FOREST AND ENVIRONMENT,
1(1), 34�42. Google Scholar
Copyright holder: Tri Astuti, Rozalina, Marulam MTSimarmata, Yustril Fajril (2021) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia |
This article is licensed
under: |