�Syntax Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849

��e-ISSN : 2548-1398

Vol. 6, Special Issue No. 2, Desember 2021

�

STUDI KERAGAMAN JENIS VEGETASI DI KAWASAN KONSERVASI CAGAR ALAM DOLOK TINGGI RAJA KECAMATAN DOLOK MERAWA KABUPATEN SIMALUNGUN

 

Tri Astuti, Rozalina, Marulam MTSimarmata, Yustril Fajril

Fakultas Pertanian Universitas Simalungun, Sumatera Utara, Indonesia

Email: [email protected], [email protected], [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Cagar Alam (CA) Dolok Tinggi Raja merupakan salah satu kawasan konservasi dengan luas 202,4 , yang terletak di Desa Dolok Merawa Kecamatan Silou Kahean Kabupaten Simalungun. Cagar Alam ini merupakan kawasan dengan ekosistem hutan hujan tropis yang subur menghijau dengan komposisi jenis pepohonan yang beraneka ragam.� Studi keragaman jenis sangat perlu dilakukan untuk memperoleh data terkini tentang potensi yang ada di dalam kawasan konservasi� Tujuan� penelitian untuk mengetahui Jumlah Jenis, Indeks Nilai Penting dan� keragaman jenis sebagai kawasan konservasi perlu dilakukan penelitian keragaman jenis vegetasi yang tumbuh di Cagar Alam Dolok Tinggi Raja. Pengambilan data menggunakan metode systematic sampling. mengambil sebanyak 50 petak ukur dengan rincian, petak ukur 20 x 20 meter untuk tingkat pohon ,10 x 10 meter untuk tingkat tiang, 5 x 5 meter untuk tingkat pancang dan 2 x 2 meter untuk tingkat semai .� Hasil penelitian Cagar Alam Dolok Tinggi Raja� memiliki� 207 jumlah jenis� vegetasi yang tersebar pada tingkat semai sebanyak��� jenis,68 tingkat pancang sebanyak 34, tingkat tiang sebanyak, 56�� dan tingkat pohon sebanyak�� jenis 49 .Untuk� tingkat keanekaragaman jenisnya� tinggi melimpah pada tingkat semai, tiang dan pohon,dan tingkat pancang memiliki keanekaragaman sedang

 

Kata Kunci: cagar alam;� jumlah jenis;� keragaman jenis

 

Abstract

The Dolok Tinggi Raja Nature Reserve (CA) is a conservation area with an area of 202.4 m, which is located in Dolok Merawa Village, Silou Kahean District, Simalungun Regency. This Nature Reserve is an area with a tropical rain forest ecosystem that is lush green with a composition of diverse tree species. Study of species diversity is very necessary to obtain up-to-date data on the potential that exists in the conservation area. The purpose of this research is to determine the number of species, Important Value Index and species diversity as a conservation area. Collecting data using systematic sampling method. Take 50 plots with details, 20 x 20 meter plots for tree level, 10 x 10 meters for pole level, 5 x 5 meters for sapling level and 2 x 2 meters for seedling level.� The results of the research of the Dolok Tinggi Raja Nature Reserve have 207 types of vegetation spread at the seedling level as many as 34 species, 68 sapling levels, 56 pole levels, and 49 species tree levels. trees, and saplings have moderate diversity

 

Keywords: nature reserve; number of species; diversity

 

Received: 2021-10-20; Accepted: 2021-11-05; Published: 2021-11-20

 

Pendahuluan

Hutan tropis Indonesia merupakan� habitat bagi� flora dan fauna yang terdiri dari berbagai species dan� memberikan� manfaat bagi kehidupan manusia baik dalam jasa lingkungan, ekonomi dan pengetahuan. Masyarakat dan kawasan konservasi merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Masyarakat sekitar hutan melakukan interaksi dengan kawasan konservasi untuk memenuhi kebutuhannya� terutama dalam hal kebutuhan ekonominya. Menurut Susanto et al., (n.d.) keadaan ini tentunya akan mengancam� keanekaragaman hayati dan kelestarian hutan tropis sebagai salah satu sumber daya alam di Indonesia. Untuk� melindungi� keanekaragaman hayati dilakukan strategi dengan membangun� hutan konservasi. Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya (Napitu, 2007).

Salah� satu bentuk kawasan konservasi adalah cagar alam. Cagar Alam (CA) Dolok Tinggi Raja merupakan salah satu kawasan konservasi dengan luas 202,4 hektar yang berada di bawah pengelolaan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumatera Utara yang terletak di Desa Dolok Merawa Kecamatan Silou Kahean Kabupaten Simalungun. Cagar Alam ini merupakan kawasan dengan ekosistem hutan hujan tropis yang subur menghijau dengan komposisi jenis pepohonan yang beraneka ragam. Selain itu CA ini memiliki sumber air belerang yang unik sehungga sering dikunjungi masyarakat dari berbagai daerah.� Studi keragaman jenis sangat perlu dilakukan untuk memperoleh data terkini tentang potensi yang ada di dalam kawasan konservasi ini. Untuk mengetahui potensi keragaman jenis sebagai kawasan konservasi perlu dilakukan penelitian keragaman jenis vegetasi yang tumbuh di Cagar Alam Dolok Tinggi Raja.� Menurut Agustina et al., (2021) vegetasi adalah kumpulan dari berbagai� jenis tumbuh-tumbuhan yang hidup secara bersama-sama pada satu tempat dan terjadinya interaksi antar penyusun komponen, baik antara tumbuh-tumbuhan maupun hewan-hewan yang hidup di lingkungan

�Penelitian ini bertujuan untuk �mengetahui jumlah� jenis vegetasi� dan keragaman jenis vegetasi� di Cagar Alam Dolok Tinggi Raja. Kabupaten Simalungun.

 

Metode Penelitian

Waktu dan Lokasi penelitian

�Penelitian dilakukan di Kawasan Konservasi Cagar Alam Dolok Tinggi Raja yang berada di Desa Dolok Merawa, Kecamatan Silou Kahean, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Administratif pemangkuan kawasan (Unit Pengelolaan) CA. Dolok Tinggi Raja termasuk ke dalam wilayah Seksi Konservasi Wilayah III Kisaran, Bidang KSDA Wilayah II Pematangsiantar, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Utara. Penelitian dilaksanakan� mulai bulan Januari �Maret� 2021.

 

Gambar 1

Lokasi Penelitian

 

Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam studi keragaman jenis vegetasi ini adalah Alat yang digunakan pada penelitian ini, adalah meteran roll, Gunting, Tali rafia, Mistar, Parang, Kamera, Alat tulis menulis, Global posisition sistem (GPS.

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah vegetasi yang berada di kawasan Cagar Alam Dolok Tinggi Raja. Kabupaten Simalungun.�

Metode Pengambilan Data

Pengambilan data pada petak ukur dalam studi keanekaragaman jenis vegetasi dengan menggunakan metode systematic sampling. mengambil sebanyak 50 petak ukur dengan rincian 1 petak ukur 20 x 20 meter (400 m�) dengan jarak antar petak ukur adalah 100 m� dimana luas keseluruhan petak ukur adalah seluas 2,5 Ha dengan Intensitas Sampling 1 % dari total luas kawasan 202,4 Ha. Petak ukur 20 x 20 meter untuk tingkat pohon 10 x 10 meter untuk tingkat tiang, 5 x 5 meter untuk tingkat pancang dan 2 x 2 meter untuk tingkat semai Semua Data yang diperoleh kemudian dicatat ke dalam tabel tally sheet .

Analisi data

Analisis data yang digunakan adalah dengan melalukan pengukuran, pengamatan dan pencatatan parameter di lapangan dan pengumpulan data sekunder. Metode yang dilakukan dalam pengumpulan data vegetasi tumbuhan ini adalah dengan teknik observasi, yaitu survei langsung ke lapangan dengan membuat petak ukur (Sampling Plot) di lapangan berdasarkan lokasi yang telah ditentukan. Selanjutanya untuk mengukur parameter digunakan rumus berikut:

a.   Kerapatan

Kerapatan adalah jumlah individu setiap spesies yang dijumpai dalam petak contoh.Kerapatan masing-masing spesies tumbuhan dihitung menggunakan rumus:

K� =��������� Individu suatu jenis

Luas seluruh petak contoh

KR =

K Suatu jenis

100%

K Seluruh� jenis

 

 

 

b.   Frekuensi

F  = Petak contoh ditemukan suatu jenis Seluruh petak contoh

FR =

F Suatu jenis

100 %

 

c.   Dominansi

Dominansi adalah luas bidang dasar pohon atau luas penutupan tajuk setiap spesies yang dijumpai dalam plot. Dominansi dapat diukur dengan rumus:

D =

Luas bidang dasar suatu jenis

 

Luas seluruh petak contoh

 

 

DR =

D Suatu jenis

100%

D Seluruh

jenis

 

 

 

 

d.   Indeks Keanekaragaman Jenis

Keanekaragaman jenis adalah parameter yang sangat berguna untuk membandingkan dua komunitas atau lebih, terutama untuk mempelajari pengaruh gangguan biotik, untuk mengetahui tingkatan suksesi atau kestabilan suatu komunitas. Rumus Indeks Keranekagaman Jenis sebagai berikut :

H� = - ∑ (ni/N) * ln(ni/N)

 

Kriteria nilai H� yang digunakan adalah:

a)     Nilai H�>3 menunjukkan bahwakeragaman spesies adalah tinggi.

b)    Nilai H� 1 < H� < 3 menunjukkan bahwa keragaman spesies adalah sedang.

c)     Nilai H�<1 menunjukkan bahwa keragaman spesies adalah sedikit (Soerianegara & Indrawan, 1998).

 

Hasil dan Pembahasan

1.   Jumlah Jenis

Jumlah jenis menunjukkan banyaknya jenis tanaman yang ditemukan pada areal penelitian. Penelitian jumlah jenis dilakukan pada tingkat semai, pancang, tiang dan pohon. Berdasarkan hasil pengamatan pada lokasi penelitian, ditemukan sebanyak 207 jenis vegetasi dengan jumlah individu sebanyak 1.288 individu yang mewakili setiap tingkat pertumbuhan vegetasi dapat dilihat pada rincian Gambar 2.

Jumlah jenis dan individu pada setiap tingkat vegetasi

Gambar 2

Grafik Pertumbuhan Vegetasi

Sumber : Data Hasil Penelitian 2021

 

Berdasarkan Gambar 2. menunjukkan bahwa jumlah jenis pada setiap tingkat pertumbuhan vegetasi berbeda-beda.� Pada tingkat pancang mempunyai jumlah jenis paling sedikit diantara tingkatan yang lainnya. Untuk tingkat semai ditemukan sebanyak 68 jenis dengan 386 jumlah individu, tingkat pancang sebanyak 34 jenis dengan 366 individu, sedangkan tingkat tiang sebanyak 56 jenis dengan 334 individu, dan tingkat pohon sebanyak 49 jenis dengan jumlah 202 individu. Terjadinya� perbedaan� jumlah jenis dalam setiap fase pertumbuhan menunjukkan adanya dinamika dalam masyarakat tumbuhan, dan hal ini akan� mempengaruhi keanekaragaman jenisnya. Sebagaimana� dinyatakan Yuslinawari et al, (2021) keanekaragaman yang tinggi akan membantu keseimbangan ekologi� dan terbentuk dinamika tumbuhan� yang dinamis. Faktor� lingkungan berperan penting dalam pertumbuhan vegetasi di hutan alam . Sebagaimana kondisi dan lokasi Kawasan CA Dolok Tinggi Raja berbatasan dengan� masyarakat dan juga sebagai kawasan wisata karena memiliki ekosistem yang unik karena memiliki sumber air belerang.

2.   Indeks Nilai Penting

Indeks Nilai Penting (INP) merupakan salah satu indikator penguasaan jenis dalam suatu komunitas tumbuhan. INP juga mengambarkan� tingkat dominansi, penyebaran dan jumlah� jenis. Beragam nilai INP ini menunjukkan adanya pengaruh lingkungan tempat tumbuh seperti kelembaban, suhu, dan persaingan� dalam perebutan zat hara, sinar matahari dan� tempat tumbuh dengan jenis-jenis lainnya yang� berpengaruh pada� pertumbuhan diameter batang suatu tanaman (Bonita, 2009).

Untuk melihat INP pada tingkat semai dapat dilihat pada Tabel berikut ini:

 

Tabel 1

INP Tingkat Semai

No.

Nama Ilmiah

KR%

FR %

INP

 

1

Actinodaphne sp.

13,47%

6,67%

20,14%

 

2

Syzygium sp

9,84%

5,71%

15,56%

 

3

Dacryocar puselatum

4,92%

3,81%

8,73%

 

4

Cinnamomum sp.

3,37%

4,76%

8,13%

 

5

Excoecaria agallocha

3,63%

4,29%

7,91%

 

6

Dehaasia sp.

3,63%

4,29%

7,91%

 

7

Intsia sp.

3,63%

3,81%

7,44%

 

8

Acronychia sp.

3,11%

4,29%

7,39%

 

9

Ixora sp.

2,85%

4,29%

7,14%

 

10

Shorea leprosula

3,37%

2,38%

5,75%

 

11

Agathis sp.

2,85%

2,38%

5,23%

 

12

Cinnamomum sp.

2,33%

2,86%

5,19%

 

13

Shorea leprosula

3,11%

1,90%

5,01%

 

14

Pterospermum javanicum

2,07%

2,86%

4,93%

 

15

Dacrydium sp.

2,33%

2,38%

4,71%

 

16

Petungah spp.

2,07%

1,90%

3,98%

 

17

Coffea sp

2,07%

1,90%

3,98%

 

18

Dacrydium sp.

1,55%

2,38%

3,94%

 

19

Horsfieldia sp.

1,81%

1,90%

3,72%

 

20

Arengapinnata

1,81%

1,90%

3,72%

 

21

Agathis sp.

1,55%

1,90%

3,46%

 

22

Ormosia sp.

1,81%

1,43%

3,24%

 

23

Peronema canescens

1,30%

1,90%

3,20%

 

24

Filicium sp.

1,55%

1,43%

2,98%

 

25

Knema laurina

1,30%

1,43%

2,72%

 

26

Sygizigium polyantum

0,78%

1,43%

2,21%

 

27

Dryobalanops sp.

1,04%

0,95%

1,99%

 

28

Calameaa sp.

1,04%

0,95%

1,99%

 

29

Shorea sp.

1,04%

0,95%

1,99%

 

30

Dipterocarpus sp.

0,78%

0,95%

1,73%

 

31

Cinnamomum sp.

0,78%

0,95%

1,73%

 

32

Hopea sangal Korth

0,78%

0,95%

1,73%

 

33

Mangifera sp.

0,52%

0,95%

1,47%

 

34

Lantana camara

0,52%

0,95%

1,47%

 

35

Shorea sp.

0,78%

0,48%

1,25%

 

36

Actinodaphne sp.

0,78%

0,48%

1,25%

 

37

Agathis sp.

0,52%

0,48%

0,99%

 

38

Dipterocarpus crinitus

0,52%

0,48%

0,99%

 

39

Schima walicii

0,52%

0,48%

0,99%

 

40

Ficusglandulifera

0,52%

0,48%

0,99%

 

41

Mallotus barbatus

0,52%

0,48%

0,99%

 

42

Hopeadryo balanoides

0,52%

0,48%

0,99%

 

43

Arenga pinnata

0,26%

0,48%

0,74%

 

44

Shoreapan chyphylla

0,26%

0,48%

0,74%

 

45

Lantana camara

0,26%

0,48%

0,74%

 

46

Acronychia sp.

0,26%

0,48%

0,74%

 

47

Acronychia pedunculata

0,26%

0,48%

0,74%

 

48

Acronychia pedunculata

0,26%

0,48%

0,74%

 

49

Cinnamomum sp.

0,26%

0,48%

0,74%

 

50

Filicium sp.

0,26%

0,48%

0,74%

 

51

Shorea sp

0,26%

0,48%

0,74%

 

52

Shorea sp.

0,26%

0,48%

0,74%

 

53

Areca catechu

0,26%

0,48%

0,74%

 

54

Pterocarpus sp.

0,26%

0,48%

0,74%

 

55

Hopeadryo balanoides

0,26%

0,48%

0,74%

 

56

Eurya sp.

0,26%

0,48%

0,74%

 

57

Santalum album

0,26%

0,48%

0,74%

 

58

Eurya sp.

0,26%

0,48%

0,74%

 

59

Compassia sp.

0,26%

0,48%

0,74%

 

60

Dipterocarpus crinitus

0,26%

0,48%

0,74%

 

61

Dipterocarpus cornotus

0,26%

0,48%

0,74%

 

62

Aleuritesmoluccana

0,26%

0,48%

0,74%

 

63

Acronychia sp.

0,26%

0,48%

0,74%

 

64

Ficus benjaminia

0,26%

0,48%

0,74%

 

65

Urtica spp

0,26%

0,48%

0,74%

 

66

Garcinia atroviridis

0,26%

0,48%

0,74%

 

67

Nephelium sp.

0,26%

0,48%

0,74%

 

68

Sellaginella wildenowii

0,26%

0,48%

0,74%

 

 

 

Total

100%

100%

200%

 

Tabel 2

INP Tingkat Pancang

No

Nama Ilmiah

 

KR%

 

FR%

 

INP

1

 

Mallotus barbatus

 

22,7%

 

16,8%

 

39,5%

2

 

Agathis sp.

 

9,3%

 

9,5%

 

18,8%

3

 

Ficus glandulifera

 

8,7%

 

8,9%

 

17,7%

4

 

Syzigium polyantum

 

6,3%

 

7,9%

 

14,2%

5

 

Dehaasia sp.

 

5,5%

 

5,3%

 

10,7%

6

 

Syzygium sp

 

4,9%

 

4,7%

 

9,7%

7

 

Mallotus barbatus

 

4,1%

 

4,7%

 

8,8%

8

 

Acronychia sp.

 

4,1%

 

4,7%

 

8,8%

9

 

Peronema canescens

 

4,1%

 

4,2%

 

8,3%

10

 

Agathis sp.

 

3,6%

 

3,2%

 

6,7%

12

 

Intsia sp.

 

3,0%

 

2,6%

 

5,6%

11

 

Petungah spp.

 

2,5%

 

3,2%

 

5,6%

13

 

Garcinia atroviridis

 

2,7%

 

2,6%

 

5,4%

14

 

Compassia sp.

 

2,7%

 

2,6%

 

5,4%

15

 

Coffe robustaa

 

1,6%

 

1,6%

 

3,2%

16

 

Shorea sp.

 

1,4%

 

1,6%

 

2,9%

 

17

Cinnamomum sp.

1,4%

1,6%

2,9%

18

Dryobalanops sp.

1,4%

1,1%

2,4%

19

Alstonia sp.

0,8%

1,6%

2,4%

20

Arenga pinnata

1,1%

1,1%

2,1%

21

Cinnamomum sp.

1,1%

1,1%

2,1%

22

Cratoxylon spp.

1,1%

1,1%

2,1%

23

Lantana camara

0,8%

1,1%

1,9%

24

Shorea sp.

0,8%

1,1%

1,9%

25

Dipterocarpus cornotus

0,5%

1,1%

1,6%

26

Dehaasia sp.

0,5%

1,1%

1,6%

27

Ormosia sp.

0,8%

0,5%

1,3%

28

Actinodaphne sp.

0,8%

0,5%

1,3%

29

Acronychia pedunculata

0,3%

0,5%

0,8%

30

Intsia sp.

0,3%

0,5%

0,8%

31

Acronychia sp.

0,3%

0,5%

0,8%

32

Dehaasia sp.

0,3%

0,5%

0,8%

33

Shorea sp.

0,3%

0,5%

0,8%

34

Dyeracastula hook

0,3%

0,5%

0,8%

 

Total

100%

100%

200%

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tabel 3

INP Tingkat Tiang

No.

Nama Ilmiah

KR%

FR%

DR%

INP

1

Dehaasia sp.

16,77%

4,57%

0,86%

22,20%

2

Agathis sp.

5,09%

4,00%

3,12%

12,21%

3

Horsfieldia irya

5,99%

4,57%

1,24%

11,80%

4

Compassia sp.

3,89%

4,57%

3,12%

11,58%

5

Cinchona sp.

3,59%

5,71%

1,69%

11,00%

6

Lantana camara

3,59%

3,43%

2,49%

9,52%

7

Macaranga javanica

3,29%

5,14%

0,70%

9,14%

8

Rauvolfia serpentina

0,30%

6,86%

1,94%

9,10%

9

Agathis sp.

3,89%

2,29%

2,49%

8,67%

10

Castanea sp.

3,29%

4,00%

1,24%

8,54%

11

Dacryocarpus elatum

5,99%

0,57%

1,94%

8,50%

12

Sterculia macrophylla

2,69%

2,29%

3,12%

8,10%

13

Litsea sp.

2,99%

2,86%

1,94%

7,79%

14

Dalbergia sp.

1,80%

2,29%

2,21%

6,29%

15

Antosephalus sp.

1,20%

2,29%

2,80%

6,28%

16

Garcinia mangostam

0,60%

2,86%

2,80%

6,25%

18

Dillenia spp.

0,90%

1,71%

3,12%

5,73%

17

Dipterocarpus cornotus

2,40%

2,29%

0,86%

5,54%

19

Cinnamomum sp.

1,80%

1,71%

1,94%

5,45%

20

Alstonia sp.

3,59%

1,14%

0,70%

5,43%

21

Mallotus barbatus

0,90%

1,14%

3,12%

5,16%

22

Pterospermum javanicum

0,90%

1,14%

3,12%

5,16%

23

Ficus glandulifera

0,30%

4,00%

0,70%

5,00%

24

Syzygium sp

0,60%

1,14%

3,12%

4,86%

25

Eurya sp.

1,20%

1,71%

1,94%

4,85%

26

Anisoptera marginata

0,90%

1,14%

2,80%

4,84%

27

Acronychia pedunchulata

0,90%

1,14%

2,80%

4,84%

28

Peronema canescens

1,80%

1,71%

1,24%

4,75%

29

Shorea Sp.

1,20%

1,14%

2,35%

4,69%

30

Cinnamomum sp.

1,50%

2,29%

0,86%

4,65%

31

Agathis sp.

1,20%

1,14%

1,69%

4,03%

32

Nephelium sp.

0,30%

0,57%

3,12%

3,99%

33

Acronychia pedunculata

1,50%

1,14%

1,24%

3,88%

34

Dryobalanops sp.

1,20%

0,57%

1,94%

3,71%

36

Endiandra sp.

0,30%

0,57%

2,80%

3,67%

37

Actinodaphne sp.

0,30%

0,57%

2,80%

3,67%

35

Cinnamomum sp.

0,60%

1,14%

1,70%

3,44%

38

Shorea leprosula

0,30%

0,57%

2,49%

3,37%

39

Falcourtia rukam

1,20%

1,14%

0,86%

3,20%

40

Garcinia atroviridis

1,20%

1,14%

0,86%

3,20%

41

Koompassia malaccensis

0,60%

0,57%

1,94%

3,11%

42

Cinnamomum sp.

1,20%

1,14%

0,70%

3,04%

43

Petungah spp.

0,60%

0,57%

1,69%

2,86%

44

Excoecaria agallocha

0,60%

0,57%

1,69%

2,86%

45

Aquilaria moluccensi

0,30%

0,57%

1,94%

2,81%

46

Ficus glandulifera

0,90%

0,57%

1,24%

2,71%

47

Cinnamomum sp.

0,60%

0,57%

1,24%

2,41%

48

Ficus benjaminia

0,60%

0,57%

1,24%

2,41%

49

Actinodaphne sp.

0,60%

0,57%

1,11%

2,28%

50

terminalia spp.

0,30%

0,57%

1,13%

2,00%

51

Shorea sp.

0,30%

0,57%

0,70%

1,57%

52

Cinnamomum sp.

0,30%

0,57%

0,70%

1,57%

53

Litsea sp.

0,30%

0,57%

0,70%

1,57%

54

Dehaasia sp.

0,30%

0,57%

0,70%

1,57%

55

Endiandra sp.

0,30%

0,57%

0,70%

1,57%

56

Dalbergia sp.

0,30%

0,57%

0,70%

1,57%

 

Total

100%

100%

100%

300%

 

 

 

 

 

 

Tabel 4

INP Tingkat Pohon

No

Nama Ilmiah

KR %

FR %

DR%

INP

1

Dehaasia sp.

22,28%

20,00%

1,66%

43,94%

2

Agathis sp.

5,94%

6,40%

17,57%

29,91%

3

Actinodaphne sp.

1,98%

3,20%

23,95%

29,13%

4

Shorea panchyphylla

5,94%

4,80%

8,62%

19,36%

5

Shorea sp.

3,96%

7,20%

1,64%

12,80%

6

Anisoptera marginata

0,50%

0,80%

10,32%

11,62%

7

Shorea sp.

7,43%

3,20%

0,16%

10,78%

8

Intsia sp.

0,50%

0,80%

9,04%

10,34%

9

Radermachera gigantea

5,45%

4,00%

0,07%

9,51%

10

Cotylelobyum melanoxylon

3,96%

4,80%

0,15%

8,91%

11

Dacryocarpus elatum

5,94%

2,40%

0,07%

8,41%

12

Cinnamomum sp.

2,97%

2,40%

3,00%

8,37%

13

Morus alba

3,96%

2,40%

0,05%

6,41%

14

Shorea bracteolata dyer

1,49%

1,60%

2,93%

6,01%

15

Hopea dryobalanoides

1,98%

3,20%

0,11%

5,29%

16

Agathis sp.

0,50%

0,80%

3,48%

4,78%

17

Dyera castula Hook

0,99%

0,80%

2,65%

4,44%

18

Syzygium sp

2,48%

1,60%

0,07%

4,15%

19

Dehaasia sp.

0,50%

0,80%

2,68%

3,97%

20

Shorea platyclados

0,50%

0,80%

2,57%

3,87%

21

Dryobalanops sp.

0,50%

0,80%

2,49%

3,79%

22

Actinodaphne sp.

1,49%

1,60%

0,60%

3,69%

23

Petungah spp.

1,98%

1,60%

0,05%

3,63%

24

Cinnamomum sp.

1,49%

1,60%

0,36%

3,44%

25

Ormosia sp.

1,49%

1,60%

0,19%

3,27%

26

Eurya sp.

0,99%

1,60%

0,08%

2,67%

27

Gluta sp.

0,99%

1,60%

0,05%

2,64%

28

Acronychia sp

0,50%

0,80%

1,27%

2,56%

29

Dipterocarpus cornotus

0,50%

0,80%

0,88%

2,17%

30

Ficus glandurifera

0,99%

0,80%

0,26%

2,05%

31

Cinnamomum sp.

0,99%

0,80%

0,06%

1,85%

32

Acronychia pedunculata

0,50%

0,80%

0,47%

1,77%

33

Horsfieldia sp.

0,50%

0,80%

0,39%

1,68%

34

Mallotus barbatus

0,50%

0,80%

0,36%

1,65%

35

Syzygium sp

0,50%

0,80%

0,21%

1,51%

36

Agathis sp.

0,50%

0,80%

0,22%

1,51%

37

Macaranga javanica

0,50%

0,80%

0,20%

1,49%

38

Peronema canescens

0,50%

0,80%

0,19%

1,48%

39

Urtica spp

0,50%

0,80%

0,17%

1,46%

40

Cinnamomum sp.

0,50%

0,80%

0,13%

1,42%

41

Ficus grossulariodes

0,50%

0,80%

0,12%

1,42%

42

Lithocarpus encleisacarpus

0,50%

0,80%

0,11%

1,40%

43

Garcinia atroviridis

0,50%

0,80%

0,09%

1,39%

44

Intsia sp.

0,50%

0,80%

0,08%

1,38%

45

Excoecaria agallocha

0,50%

0,80%

0,04%

1,33%

46

Cinnamomum sp.

0,50%

0,80%

0,03%

1,33%

47

Shorea leprosula

0,50%

0,80%

0,03%

1,32%

48

Agathis sp.

0,50%

0,80%

0,03%

1,32%

49

Ixora sp.

0,50%

0,80%

0,03%

1,32%

 

 

 

 

 

 

 

Total

100%

100%

100%

300%

Sumber : data yang diolah 2021

 

Dari hasil penelitian� diperoleh data INP� sebagai berikut :

1.   Tingkat semai di dominasi jenis�� Actinodaphne sp. (20,14%), Syzygium sp (15,56%),� sedangkan INP terendah terdapat pada Arenga pinnata Shoreapan chyphylla, Lantana camara, Acronychia sp. Acronychia pedunculata, Acronychia pedunculata,Cinnamomum sp.Filicium sp, Shorea spAreca catechu, Pterocarpus sp. Hopeadryo balanoides, Eurya sp. Santalum album,� Eurya sp. Compassia sp. Dipterocarpus crinitus, Dipterocarpus cornotus, Aleuritesmoluccana, Acronychia sp. Ficus benjaminia, Urtica sppn, Garcinia atroviridis, Nephelium sp. Sellaginella wildenowii� masing-masing memiliki INP ),74%

2.   Tingkat� pancang�� Dacryocar puselatum� (8,73%),�� Mallotus barbatus (39,5%)� Agathis sp. ( 18,8% ) Ficus glandulifera (17,7%),� Syzigium polyantum (14,2%) Dehaasia sp. (10,7%), sedangkan INP� terendah� terdapat pada jenis Acronychia pedunculata, Intsia sp. Acronychia sp. Dehaasia sp. Shorea sp.Dyeracastula hook� masing-masing memiliki INP,8%

3.   Tingkat tiang,�� Dehaasia sp. (22,20%, ), Agathis sp. (12,21%,) Horsfieldia irya� (11,80%,)� Compassia sp.� (11,58%, ) Cinchona sp. (11,00%), sedangkan INP terendah terdapat pada jenis� yaitu Shorea sp,Cinnamomum sp, Litsea sp, Dehaasia sp, Endiandra sp, Dalbergia sp. Masing-masing memiliki INP� 1,57%

4.   Tingkat pohon, Shorea leprosula (3,37%), Falcourtia rukam (3,20%),� Garcinia atroviridis (3,20%), Koompassia malaccensis (3,11%) Cinnamomum sp. (3,04%). Cinnamomum sp, Acronychia pedunculata, Horsfieldia sp, Mallotus barbatus Syzygium sp Agathis sp.,Macaranga javanica,� Peronemacanescens, Urtica spp, Cinnamomum sp. Ficus grossulariodes, Lithocarpus encleisacarpus, Garcinia atroviridis, Intsia sp,Excoecaria agallocha, Cinnamomum sp,� Shorea leprosula, Agathis sp, Ixora sp, dengan nilai INP antara 1,32% -1,85%

Jika dilihat persentase� INP tingkat semai, pancang dan tiang memiliki nilai diatas tinggi rata-rata data 8%, namun pada tingkat tiang INP nya berkisar di atas 3%.� Hal ini menunjukkan bahwa semakin bertambah fase pertumbuhan� vegetasi mengalami penurunan baik dari segi� kerapatan, frekuensi atau dominansi. Berkurangnya terjadi karena adanya faktor lingkungan yang berperan penting terhadap pertumbuhan dan penyebaran jenis. Hal ini sesuai pernyataan Vickery (1984) yang menyatakan bahwa Pada setiap habitat pasti terdapat sumber daya alam yang jumlahnya terbatas untuk mendukung semua mahluk� hidup yang hidup di atasnya, dan kompetisi� diantarnya� tidak dapat dihilangkan. Penggantian jenis tumbuhan oleh jenis� lainnya dalam suatu habitat bergantung kepada kemampuannya untuk berkompetisi dalam memanfaatkan ruang atau tempat,cahaya,air,dan unsur hara yang ada pada lingkungan tersebut. Bagi tumbuhan yang memiliki INP tertinggi menunjukkan bahwa jenis tersebut mampu beradaptasi dan berkompetensi dengan lingkungan tempat tumbuhanya. Sebagaimana dinyatakan oleh Soegianto (1994) bahwa spesies-spesies yang dominan (yang berkuasa) dalam suatu komunitas tumbuhan akan memiliki indeks nilai penting yang tinggi , sehingga spesies yang paling dominan tentu saja memiliki indeks nilai penting yang paling besar.

Adanya gangguan alam dan aktivitas manusia juga berpengaruh terhadap kelangsungan jenis yang ada di CA Dolok Tinggi Raja.� Sebagaimana diketahui� bahwa kawasan CA merupakan salah satu objek wisata yang sering dikunjungi manusia untuk�� menikmati keindahan dan keunikan alamnya, keadaan ini secara tidak langsung berpengaruh terhadap� kondisi, ekosistem�� Aktivitas manusia� baik masyarakat setempat� atau pengunjung dapat memepengaruhi kondisi� hutan, termasuk habitat dari jenis vegetasi yang ada di atasnya.��� Hal ini sesuai dengan pendapat� Panuntun et al, (2019) yang menyatakan� lokasi� cagar alam berbatasan� dengan pemukiman�� maka dengan mudah masyarakat dapat masuk untuk melakukan aktivitas di dalam kawasan cagar alam sehingga dapat menimbulkan gangguan kelestarian sumberdaya alam yang ada di cagar alam.

 

3.   Indeks Keanekaragaman Jenis

�� Keanekaragaman jenis vegetasi� merupakan gambaran keadaan� suatu jenis vegetasi meliputi kerapatan, frekuensi, tingkat dominansi suatu species pada suatu hutan.� Dalam ekologi hutan, satuan vegetasi yang dipelajari atau diselidiki berupa komunitas tumbuhan yang merupakan asosiasi konkret dari semua spesies tumbuhan yang menempati suatu habitat (Indriyanto, 2012). Hasil Indeks Keragaman Shannon di Kawasan Cagar Alam Dolok Tinggi Raja dapat dilihat dari tabel 6:

�

Tabel 6

Data Nilai Keanekaragaman Jenis Vegetasi di Kawasan� CA Dolok Tinggi Raja

No

Tingkat Vegetasi

Indeks� Keragaman� Shanon� (H�)

keterangan

1

Semai

3,5

Melimpah tinggi

2

Pancang

2,8

Sedang� melimpah

3

Tiang

3,2

Melimpah� tinggi

4

Pohon

3,1

Melimpah tinggi

Sumber: data yang diolah 2021

 

Berdasarkan tabel 6 dapat dilihat sebaran indeks keragamaan jenis di CA DoloK Tinggi Raja berada pada kondisi sedang melimpah� sampai melimpah tinggi, dimana indeks tertinggi terdapat pada tingkat semai,� kemudian pada tingkat tiang, dan tingkat pohon dengan nilai 3,1-3,5 menunjukkan kenekaragaman yang melimpah tinggi.� Namun pada tingkat pancang terjadi penurunan� dari tingkat semai, namun masih� dalam kondisi yang baik atau sedang melimpah

�� Tingginya nilai keanekaragaman menunjukkan bahwa kondisi vegetasi di CA Dolok Tinggi Raja sangat baik, karena� memiliki nilai yang melimpah tinggi.� Keanekaragaman komposisi vegetasi jenis tumbuhan penyusun hutan dapat dilihat dari komposisi jenis penyusun vegetasi tersebut (Putri & Riniarti, 2019).� Ada berbagai faktor yang mempengaruhi keanekaragaman jenis , seperti kelimpahan� dan daya hidup. Menurut Indriyanto (2012) daya hidup juga sangat membantu meningkatkan kemampuan setiap spesies tumbuhan dalam beradaptasi terhadap kondisi tempat tumbuhnya . Odum (1996) (dalam Sombo et al., 2020) Untuk komunitas yang memiliki jenis yang banyak maka cenderung menjadi��� lebih stabil jika dibandingkan dengan komunitas yang memiliki jenis sedikit. Semakin tinggi nilai indeks keanekaragamaan� suatu vegetasi maka jumlah jenis akan semakin banyak (beranekaragam), demikian sebaliknya, yaitu semakin rendah indeks keanekaragaman� suatu vegetasi maka jumlah jenis sedikit, sehingga jenis-jenis yang tumbuh menjadi lebih seragam. Keanekaragaman hayati menyangkut dua komponen yaitu jumlah jenis atau kekayaan jenis dan jumlah jenis� dalam populasi tertentu atau kelimpahan relatif. Tingkat keanekaragaman yang tinggi mempengaruhi kestabilan jenis dalam suatu ekosistem.� Suatu jenis yang memiliki tingkat kestabilan yang tinggi mempunyai peluang lebih besar untuk mempertahankan kelestariann jenisnya (Ainiyah et al., 2017).

 

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, Cagar Alam Dolok Tinggi Raja memiliki 207 jumlah jenis� vegetasi yang tersebar pada tingkat semai sebanyak jenis, 68 tingkat pancang sebanyak 34, tingkat tiang sebanyak, 56�� dan tingkat pohon sebanyak jenis 49. Untuk� tingkat keanekaragaman jenisnya� tinggi melimpah pada tingkat semai, tiang dan pohon,dan tingkat pancang memiliki keanekaragaman sedang.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAPHY

 

Agustina, S., Maulana, Y., & Zahara, N. (2021). Analisis Vegetasi Jenis Pohon di Kawasan Pegunungan Desa Iboh Kecamatan Sukakarya Kota Sabang. Prosiding Biotik, 9(1). Google Scholar

 

Ainiyah, R., Fathurraman, A., Wibisono, M., Aji, F. R., & Yusuf, D. (2017). Pengaruh jenis tegakan terhadap komposisi dan keanekaragaman tumbuhan bawah di Hutan Sapen Kecamatan Prigen Kabupaten Pasuruan. AGROMIX, 8(1), 50�63. Google Scholar

 

Bonita, M. K. (2009). Analisis fasilitas ekowisata di zona pemanfaatan Taman Nasional Gunung Rinjani. Universitas Gadjah Mada. Google Scholar

 

Indriyanto, I. (2012). Ekologi Hutan (4th ed.). Bumi Aksara. Google Scholar

 

Napitu, J. P. (2007). Pengelolaan kawasan konservasi. Yogyakarta: Program Studi Konservasi Sumber Daya Alam Dan Lingkungan Sekolah Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada. Google Scholar

 

Panuntun, M. D. W. I., Marhaento, H., & Hut, S. (2019). Pola Distribusi Aktivitas Masyarakat di Cagar Alam dan Taman Wisata Alam Pananjung Pangandaran. Universitas Gadjah Mada. Google Scholar

 

Putri, S. M., & Riniarti, M. (2019). Komposisi Jenis dan Struktur Vegetasi Hutan Lindung Bengkunat di Resort III KPH Unit I Pesisir Barat. Jurnal Silva Tropika, 3(1), 118�131. Google Scholar

 

Soegianto, A. (1994). Ekologi Kuantitatif: Metode analisis populasi dan komunitas. Surabaya: Usaha Nasional. Google Scholar

 

Soerianegara, I., & Indrawan, A. (1998). Ekologi Hutan Indonesia. Laboratorium Ekologi Hutan. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Google Scholar

 

Sombo, I. T., Sepe, F. Y., Nau, G. W., Buku, M. N. I., & Djalo, A. (2020). Analisis Vegetasi Tumbuhan Herba di Hutan Lingkungan Kampus Unwira Penfui Kupang. BIO-EDU: Jurnal Pendidikan Biologi, 5(2), 56�61. Google Scholar

 

Susanto, D., Faida, L. R. W., Lubis, F. R. H., & Hanisaputra, R. (n.d.). Interaksi Masyarakat Sekitar dengan Kawasan Cagar Alam dan Cagar Alam Laut pangandaran. Google Scholar

 

Vickery, A. (1984). Ekologi Hutan Indonesia. UGM Press. Yogyakarta. Google Scholar

 

Yuslinawari, Y., Doris, D., & Wahyudiono, S. (2021). Kajian Identifikasi Jenis Flora dan Kelimpahannya di Lahan Penetapan Taman Keanekaragaman Hayati Kelurahan Karangasem, Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunung Kidul. JOURNAL OF PEOPLE, FOREST AND ENVIRONMENT, 1(1), 34�42. Google Scholar

 

 

 

Copyright holder:

Tri Astuti, Rozalina, Marulam MTSimarmata, Yustril Fajril (2021)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: