�Syntax Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia
p�ISSN: 2541-0849
��e-ISSN : 2548-1398
Vol.
6, Special Issue No. 2, Desember 2021
�
PERBANDINGAN TINGKAT
ANSIETAS MAHASISWA KEDOKTERAN YANG DITERIMA MELALUI JALUR SNMPTN, SBMPTN DAN
MANDIRI DAN KECENDERUNGAN CABIN FEVER DALAM MELAKSANAKAN UJIAN BLOK PADA MASA
PANDEMI
Nathania Maulina, Margarita Maria Maramis, David Sontani Perdanakusuma, Lilik Djuari
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya,
Indonesia
Email: [email protected], [email protected], [email protected], [email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan
untuk membandingkan tingkat kecemasan mahasiswa kedokteran yang diterima
melalui jalur SNMPTN, SBMPTN dan jalur mandiri. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan desain cross
sectional yang melibatkan 244 mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga angkatan 2020. Data diperoleh melalui pengisian kuesioner Cabin Fever
Scale dan State Trait Anxiety Inventory yang dilakukan sebanyak dua kali. ,
yaitu sebelum dan sesudah ujian blok. Hasil: Sebagian besar siswa yang diterima
melalui jalur SNMPTN (90,4%), SBMPTN (89,3%), dan mandiri (89,7%) merasa cukup
cemas. Sebelum menghadapi ujian blok, mayoritas siswa yang diterima melalui
jalur SNMPTN (90,4%), SBMPTN (94,7%), dan mandiri (89,8%) merasa cukup cemas.
Setelah menghadapi ujian blok, mayoritas siswa yang diterima melalui jalur
SNMPTN (92,3%), SBMPTN (88,0%), dan mandiri (83,8%) merasa cukup cemas. Tidak
ada hubungan antara jalur masuk dengan tingkat kecemasan sebelum dan sesudah
ujian blok (p = 0,493 dan p = 0,442). Sebagian besar siswa (50,8%) mengalami
demam kabin yang parah. Ada hubungan antara cabin fever dengan kecemasan
sebelum melakukan tes blok (p < 0,001), tetapi tidak dengan kecemasan
setelah melakukan tes blok (p = 0,387). Tidak ada hubungan antara jalur
penerimaan dengan tingkat kecemasan sebelum dan sesudah ujian blok. Ada
hubungan antara demam kabin dengan kecemasan sebelum melakukan tes blok, tetapi
tidak dengan kecemasan setelah melakukan tes blok.
Kata Kunci : jalur
penerimaan; kecemasan; cabin fever
Abstract
This study aims to compare the anxiety levels of medical
students who are accepted through the SNMPTN, SBMPTN and independent channels. The
method used in this research is an observational analytic study with a cross
sectional design involving 244 students of the Faculty of Medicine, Airlangga
University batch 2020. Data were obtained through filling out Cabin Fever Scale
and State Trait Anxiety Inventory questionnaires which were carried out twice,
namely before and after the block exam. Results: The majority of students who
were accepted through the SNMPTN (90.4%), SBMPTN (89.3%), and independent
(89.7%) felt quite anxious. Before facing the block exam, the majority of
students who were accepted through the SNMPTN (90.4%), SBMPTN (94.7%), and
independent (89.8%) felt quite anxious. After facing the block exam, the
majority of students who were accepted through the SNMPTN (92.3%), SBMPTN
(88.0%), and independent (83.8%) felt quite anxious. There was no correlation
between the admissions path and the level of anxiety before and after the block
exam (p = 0.493 and p = 0.442). The majority of students (50.8%) experienced
severe cabin fever. There was a correlation between cabin fever and anxiety
before doing the block test (p < 0.001), but not with anxiety after doing
the block test (p = 0.387). There is no correlation between the admissions path
and the level of anxiety before and after the block exam. There is a
correlation between cabin fever and anxiety before doing the block test, but
not with anxiety after doing the block test.
Keywords: admissions pathway; anxiety; cabin fever
Received:
2021-10-20; Accepted: 2021-11-05; Published: 2021-11-20
Pendahuluan
Ansietas
adalah respons alami tubuh manusia saat merasa stres ataupun tertekan. Setiap
individu memiliki tingkat kecemasan, kekhawatiran yang berbeda antar satu sama
lain dan timbul oleh penyebab yang tidak spesifik. Menurut Kusuma, dalam Hapilan, Kusmaedi, dan Fitri (2017)
bahwa kecemasan adalah suatu keadaan yang ditandai dengan perasaan ketakutan
yang disertai dengan tanda somatik. Terjadi hiperaktifitas sistem syaraf otonom
dan gejala yang tidak spesifik yang sering ditemukan dan sering kali merupakan
suatu emosi yang normal.
Jalur
penerimaan mahasiswa fakultas kedokteran UNAIR dibagi menjadi 3 jalur seleksi,
yaitu jalur SNMPTN, jalur SBMPTN dan jalur Mandiri. SNMPTN merupakan jalur
undangan untuk siswa/i calon mahasiswa yang dianggap berkompetensi berdasarkan
nilai rapor selama duduk di bangku SMA. Siswa yang diterima jalur SNMPTN dapat
dianggap sebagai siswa yang cerdas secara akademik dan merupakan siswa unggulan
di sekolah. Jalur kedua adalah SBMPTN yang merupakan seleksi mahasiswa yang
diadakan serentak oleh beberapa perguruan tinggi negeri di seluruh Indonesia.
Pada jalur ujian tulis serentak ini, mahasiswa yang diterima dituntut mampu
bersaing dengan mahasiswa lain yang diterima di perguruan tinggi tanpa melalui
tes. Jalur penerimaan mahasiswa terakhir adalah jalur mandiri. Jalur mandiri
merupakan seleksi mahasiswa baru melalui ujian tulis berdasarkan minat dan
kemampuan calon mahasiswa secara finansial dengan tetap memperhatikan kemampuan
dan kompetensi. Seleksi mahasiswa ini dilaksanakan dan diselenggarakan secara
mandiri oleh Universitas Airlangga.
Intelligence
Quotient (IQ) adalah skor total yang diperoleh dari serangkaian tes standar
yang dirancang untuk menilai kecerdasan manusia (Braaten & Norman, 2006).� Ada
paradigma yang menyatakan bahwa tingkat intelejensia berpengaruh terhadap
kelolosan dalam jalur penerimaan mahasiswa baru (Munawaroh, 2015). Disebutkan
bahwa mahasiswa yang diterima melalui jalur SNMPTN� cenderung�
memiliki tingkat kecerdasan�
intelektual� lebih� tinggi�
daripada� mahasiswa� yang diterima dengan� jalur�
kemitraan. Penelitian oleh Handayani dan Ludigdo (2013)
menunjukkan hubungan positif dan siginifikan antara jalur masuk dengan prestasi
belajar mahasiswa. SNMPTN lebih mengutamakan tingkat intelejensia, sehingga
tingkat intelejensia dapat berpengaruh terhadap prestasi belajar. Hasil
penelitian tersebut sependapat dengan rasionalisasi bahwa keketatan jalur masuk
dapat mencerminkan tingkat kecerdasan dan kemampuan mahasiswa dalam prestasi
belajar mahasiswa. Penelitian lain oleh Irhas (2017)
dan Mawarni (2017)
justru menyebutkan tidak adanya perbedaan prestasi akademik dilihat dari jalur
penerimaan, baik pada kelompok jalur SNMPTN, SBMPTN dan UM. Hal tersebut
menunjukkan bahwa terdapat faktor lain yang mempengaruhi prestasi selain
kecerdasan intelektual (IQ), yaitu stabilitas emosi dan kreativitas, faktor
kepribadian, lingkungan kampus dan keluarga, serta motivasi belajar (Irhas, 2017, Noor Akbar dan Nur Rachmah, 2020).
Siswa yang
baru saja masuk ke jenjang perguruan tinggi akan merasakan masa transisi
perubahan lingkungan belajar. Hal ini dapat berpengaruh pada kejiwaan
mahasiswa. Tingkat ansietas tiap mahasiswa akan berbeda, tergantung pada
bagaimana mekanisme koping yang digunakan untuk menghadapi stressor penyebab
kecemasan tersebut, karena semakin tinggi level kecemasan maka perlu adanya
mekanisme koping yang di gunakan dalam mengatasi kecemasan yang terjadi (Sumoked, Wowiling, &
Rompas, 2019). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa jalur
penerimaan mahasiswa baru mempengaruhi tingkat kecemasan mahasiswa. Penelitian
Worumi (2017) mendapat gambaran angka kejadian cemas tertinggi pada mahasiswa
preklinik Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin pada jalur masuk
penerimaan mahasiswa melalui SBMPTN, namun hasil penelitian Shapariah (2009) tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna antara
kecemasan mahasiswa yang masuk melalui jalur PMDK, Reguler, dan Swadana. Chairina, Mardijana, dan Fajar Kusuma (n.d.) mengemukakan bahwa terdapat hubungan signifikan
antara tingkat kecerdasan dan tingkat kecemasan siswa menjelang UAS, dengan
nilai koefisen sebesar 0,620 (negatif) yang berarti antara tingkat kecemasan
dan tingkat kecerdasan berhubungan kuat dengan arah berlawanan yakni semakin
tinggi kecerdasan siswa semakin rendah tingkat kecemasan saat menjelang UAS dan
sebaliknya kecemasan yang tinggi akan menurunkan kemampuan (kecerdasan) dalam
belajar.
Dalam
perkuliahan di fakultas kedokteran, ujian blok merupakan rutinitas setiap akhir
mata kuliah ataupun blok. Ujian merupakan salah satu fokus utama mahasiswa dan dapat
menjadi sebuah masalah, karena mahasiswa merasa tertekan dan cemas menghadapi
ujian tersebut. Kecemasan menjelang ujian ini disebut dengan test anxiety atau
kecemasan ujian.� Studi oleh oleh Singh et al., (2012) menunjukkan
bahwa level stress dan kortisol saliva pada mahasiswa kedokteran secara
signifikan meningkat selama menghadapi ujian. Terdapat beberapa gejala fisik,
emosional, dan kognitif jika seseorang kecemasan ujian. Kecemasan ujian berubah
menjadi masalah jika kecemasan menjadi sangat tinggi sehingga mengganggu
persiapan dan kinerja ujian. Seperti kesulitan dalam berkonsentrasi, sehingga
pemikiran tidak jernih dan lupa materi yang telah di pelajari.
Saat ini,
mahasiswa yang mengikuti pendidikan tinggi lebih rentan terhadap gangguan
kecemasan yang dapat menurunkan kualitas hidupnya. Hal ini harus segera diatasi
karena dapat menyebabkan berbagai efek seperti menurunnya konsentrasi
mahasiswa� dalam proses pendidikan, dan
juga berkaitan dengan pencapaian prestasi belajar yang rendah yang kemudian dapat
memicu terjadinya depresi. Hal ini berbahaya karena dapat berujung pada
pencederaan diri atau bunuh diri. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman yang
baik mengenai kecemasan dan hubungannya dengan proses pendidikan sehingga dapat
mencegah terjadinya depresi pada mahasiswa (Mirulilalini dan Wayan, 2017).
Saat ini,
pandemi COVID-19 telah berdampak pada restrukturisasi kurikulum dan ujian serta
perubahan pendidikan klinis yang signifikan pada fakultas kedokteran. Transisi
metode pembelajaran dan ujian yang saat ini seluruhnya dilakukan secara daring
dapat menjadi stressor dan mengharuskan mahasiswa beradaptasi dengan cepat
(Goothy et al., 2020). Studi telah menunjukkan bahwa kesehatan mental mahasiswa
kedokteran lebih buruk dibanding populasi umum dan dengan adanya stressor
akademik sebagai faktor risiko utama, perubahan pembelajaran akibat pandemi ini
akan berefek secara signifikan pada kesehatan mental mahasiswa (O�Byrne, Gavin, &
McNicholas, 2020). Jervis dan Brown (2020) menyatakan bahwa working from home selama social
distancing membuat mahasiswa dikelilingi dengan tekanan keluarga yang ekstra,
yang dihadapi semua mahasiswa selama pandemi ini. Kondisi ini ditambah dengan
format ujian yang baru dan asing dapat menjadi stressor untuk mahasiswa.
Terbatasnya aktivitas juga memaksa mahasiswa untuk lebih sering menghabiskan
waktu di dalam rumah, menyebabkan risiko terjadinya cabin fever.
Pada dasarnya
cabin fever bukanlah kondisi medis yang spesifik, tetapi merupakan istilah awam
yang umumnya dipahami untuk merujuk pada kombinasi perasaan cemas, kelesuan,
iritabilitas, murung, kebosanan, depresi, atau perasaan tidak puas dalam
menanggapi isolasi sosial, cuaca buruk, rutinitas, atau kurangnya
stimulasi/aktivitas. Seseorang yang terkena cabin fever mungkin menderita sulit
tidur (insomnia) atau sangat mengantuk (hipersomnia). Mereka bahkan mungkin
mengembangkan paranoia dan kesulitan dalam pengambilan keputusan yang rasional.
Pada ekstremnya, orang mungkin merasa terdorong untuk melepaskan diri dari
batasan spasial atau rutinitas terbatas mereka, terlepas dari kondisi eksternal
atau biaya untuk diri mereka sendiri atau orang lain. Cabin fever juga dapat
menyebabkan kekerasan yang diarahkan pada diri sendiri dan orang lain, termasuk
bunuh diri (Crawford, 2021).
Kecemasan
ujian juga dapat diberi label sebagai kecemasan antisipatif, kecemasan
situasional, atau kecemasan evaluasi. Beberapa kecemasan adalah hal yang normal
dan seringkali membantu untuk tetap waspada secara mental dan fisik (Hashmat,
2008). Kecemasan yang dirasakan bisa saja hilang sesudah ujian selesai, namun
tidak menutup kemungkinan bahwa setelah ujian blok mahasiswa masih mengalami
ansietas. Tingkat ansietas bervariasi mulai dari ansietas ringan, ansietas
sedang, ansietas berat dan dapat menjadi panik atau burnout. Dalam sebuah
penelitian terhadap 4.287 siswa di tujuh sekolah kedokteran, tingkat burnout
diperkirakan mencapai 49,6%, dengan hanya 26,5% yang pulih pada tindak lanjut 1
tahun (Detre, 2003).
Menurut
Stuart GW (2005) peningkatan kecemasan tidak selamanya berarti buruk. Jika
diarahkan dengan benar maka seseorang dengan peningkatan tingkat kecemasan akan
melakukan mekanisme coping yang baik sehingga menghasilkan hasil yang baik.
Dengan mengetahui test anxiety, mahasiswa dapat mampu meningkatkan performa
sebelum, selama dan sesudah ujian serta meminimalisir dampak dari test anxiety
itu sendiri.
Berdasarkan
uraian di atas, terlihat bahwa masalah ansietas dalam menghadapi ujian blok
merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting untuk diperhatikan karena
kondisi tersebut dapat mengganggu konsentrasi dan performa mahasiswa dalam
menjalani ujian. Diduga jalur penerimaan mahasiswa baru (SNMPTN, SBMPTN,
mandiri) dan cabin fever akibat pandemi COVID-19 merupakan faktor yang
berpengaruh terhadap kondisi ini. Sampai proposal penelitian ini dibuat, belum
pernah dilakukan penelitian yang mengangkat permasalahan ini di FK UNAIR. Hal
inilah yang membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini, sekaligus
menjadikannya penting untuk dilakukan. Rumusan yang muncul dalam penelitian ini
adalah:
1) Bagaimana tingkat ansietas state yang
paling banyak diidap oleh mahasiswa FK UNAIR angkatan 2020?
2) Bagaimana tingkat ansietas trait mahasiswa
FK UNAIR angkatan 2020 yang diterima melalui SNMPTN, SBMPTN dan Mandiri dalam
menghadapi ujian blok?
3) Bagaimana gambaran kecenderungan cabin
fever pada mahasiswa FK UNAIR angkatan 2020?
4) Apakah ada korelasi cabin fever dengan
ansietas mahasiswa pada sebelum dan sesudah ujian blok?
Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian
analisis observasional. Rancangan penelitian yang dipilih adalah cross
sectional study (studi potong lintang) dengan alat ukur State Trait Anxiety
Rating (STAI) dan� Cabin Fever Scale
dengan desain pre dan post test. Selanjutnya data yang sudah dikumpulkan
kemudian dilakukan tahapan pengolahan data yang meliputi editing, coding, dan
cleaning.
1) Editing
Tahap
ini berupa pengecekan kuesioner dan memastikan kelengkapan dari jawaban
responden.
2) Coding
Kuesioner
yang telah dilakukan proses editing akan diubah menjadi data yang berbentuk
angka.
3) Cleaning
Proses pengecekan
kembali data yang sudah di entry dan melakukan koreksi bila ada kesalahan
selama analisis sehingga dapat segera dilakukan perbaikan. Selanjutnya data
dikelompokkan berdasarkan variabel penelitian.
Pembahasan
Tingkat kecemasan dasar mahasiswa kedokteran yang diterima melalui jalur
SNMPTN, SBMPTN, dan Mandiri
Hasil
penelitian ini mendapati bahwa pada mahasiswa yang diterima melalui jalur
SNMPTN, sebanyak 1,9% tidak mengalami ansietas, 90,4% mengalami ansietas pada
kategori cukup cemas, dan 7,7% mengalami ansietas pada kategori sangat cemas.
Pada mahasiswa yang diterima melalui jalur SBMPTN, sebanyak 6,7% tidak
mengalami ansietas, 89,3% mengalami ansietas pada kategori cukup cemas, dan
4,0% mengalami ansietas pada kategori sangat cemas. Pada mahasiswa yang
diterima melalui jalur mandiri, sebanyak 2,6% tidak mengalami ansietas, 89,7%
mengalami ansietas pada kategori cukup cemas, dan 7,7% mengalami ansietas pada
kategori sangat cemas. Berdasarkan uraian deskriptif tersebut, terlihat bahwa
mahasiswa yang diterima melalui jalur SBMPTN memiliki tingkat ansietas yang
relatif lebih rendah daripada mahasiswa yang diterima melalui jalur SNMPTN dan
mandiri. Mahasiswa yang diterima melalui jalur SNMPTN memiliki tingkat ansietas
yang relatif lebih tinggi daripada mahasiswa yang diterima melalui jalur
mandiri.
Hasil yang
relatif sejalan dengan penelitian ini didapatkan pada sebuah penelitian yang
dilakukan oleh Hadiati (2017) di Universitas Diponegoro. Penelitian dengan
desani cross sectional yang melibatkan 368 orang mahasiswa kedokteran tersebut
bertujuan untuk mengetahui perbedaan tingkat kecemasan dan depresi pada
mahasiswa sistem perkuliahan tradisional dengan sistem perkuliahan
terintegrasi. Peneltian tersebut menggunakan kuesioner Zung Self-rating Anxiety
Scale untuk mengukur tingkat kecemasan. Salah satu hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa mahasiswa yang masuk lewat jalur SNMPTN dan SBMPTN memiliki
tingkat kecemasan yang secara signifikan lebih besar daripada mahasiswa yang
masuk lewat jalur mandiri (p = 0,036) .
Hasil serupa
juga didapatkan pada sebuah penelitian yang dilakukan oleh Maulana (2014) di
Universitas Lampung. Penelitian dengan desani cross sectional yang melibatkan
184 orang mahasiswa kedokteran tersebut bertujuan untuk mengetahui perbedaan
tingkat stres antara mahasiswa tahun pertama dan tahun kedua di Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung. Peneltian tersebut menggunakan kuesioner PSS-10
untuk mengukur tingkat stres. Salah satu hasil penelitian tersebut menunjukkan
bahwa tidak terdapat perbedaan tingkat stres yang sgnifikan antara mahasiswa
yang masuk lewat jalur SNMPTN, SBMPTN, atau mandiri (p > 0,05). Meskipun
demikian, secara deskriptif, mahasiswa yang masuk lewat jalur SNMPTN dan SBMPTN
memiliki tingkat stres yang relatif lebih tinggi daripada mahasiswa yang masuk
lewat jalur mandiri . Meskipun menunjukkan hasil yang relatif sama, tetapi
penelitian Maulana meneliti variabel stres, bukan ansietas. Maulana juga
melaporkan bahwa stres dapat menyebabkan ansietas, sehingga hasil penelitian
Maulana tetap dibenarkan untuk mendukung hasil penelitian ini.
Hasil berbeda
didapatkan pada sebuah penelitian yang dilakukan oleh Hidayanto (2010) di
Universitas Sebelas Maret. Penelitian dengan desani cross sectional yang
melibatkan 60 orang mahasiswa kedokteran tersebut bertujuan untuk mengetahui
perbedaan kecemasan antara mahasiswa kedokteran yang masuk lewat jalur SNMPTN
dan mandiri. Peneltian tersebut menggunakan kuesioner L-MMPI dan T-MAS untuk
mengukur tingkat kecemasan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa
mahasiswa yang masuk lewat jalur mandiri memiliki tingkat kecemasan yang secara
signifikan lebih besar daripada mahasiswa yang masuk lewat jalur SNMPTN (p <
0,05) . Perbedaan hasil tersebut diduga disebabkan oleh perbedaan instrumen kuesioner
yang digunakan.
Perbandingan tingkat ansietas sesaat mahasiswa kedokteran yang diterima
melalui jalur SNMPTN, SBMPTN, dan Mandiri dalam menghadapi ujian blok
Hasil
penelitian ini mendapati bahwa pada mahasiswa yang diterima melalui jalur
SNMPTN, sebanyak 3,8% tidak mengalami ansietas, 90,4% mengalami ansietas pada
kategori cukup cemas, dan 5,8% mengalami ansietas pada kategori sangat cemas
sebelum ujian blok. Sedangkan setelah ujan blok, sebanyak 3,8% tidak mengalami
ansietas, 92,3% mengalami ansietas pada kategori cukup cemas, dan 3,8%
mengalami ansietas pada kategori sangat cemas. Berdasarkan uraian tersebut
terlihat bahwa tingkat ansietas mahasiswa yang diterima melalui jalur SNMPTN
relatif berkurang setelah menghadapi ujian blok.
Hasil
penelitian ini juga mendapati bahwa pada mahasiswa yang diterima melalui jalur
SBMPTN, sebanyak 2,7% tidak mengalami ansietas, 94,7% mengalami ansietas pada
kategori cukup cemas, dan 2,7% mengalami ansietas pada kategori sangat cemas
sebelum ujian blok. Sedangkan setelah ujan blok, sebanyak 10,7% tidak mengalami
ansietas, 88,0% mengalami ansietas pada kategori cukup cemas, dan 1,3%
mengalami ansietas pada kategori sangat cemas. Berdasarkan uraian tersebut
terlihat bahwa tingkat ansietas mahasiswa yang diterima melalui jalur SBMPTN
relatif berkurang setelah menghadapi ujian blok.
Pada
mahasiswa yang diterima melalui jalur mandiri, sebanyak 7,7% tidak mengalami
ansietas, 86,3% mengalami ansietas pada kategori cukup cemas, dan 6,0%
mengalami ansietas pada kategori sangat cemas sebelum ujian blok. Sedangkan
setelah ujan blok, sebanyak 7,7% tidak mengalami ansietas, 83,8% mengalami
ansietas pada kategori cukup cemas, dan 8,5% mengalami ansietas pada kategori
sangat cemas. Berdasarkan uraian tersebut terlihat bahwa tingkat ansietas
mahasiswa yang diterima melalui jalur mandiri relatif bertambah setelah
menghadapi ujian blok.
Data
deskriptif yang didapatkan pada penelitian ini menunjukkan bahwa sebelum ujian
blok, tingkat ansietas pada kategori tidak cemas dengan jumlah terbanyak
didapatkan pada mahasiswa yang diterima melalui jalur mandiri, tingkat
ansiestas pada kategori cukup cemas dengan jumlah terbanyak didapatkan pada
mahasiswa yang diterima pada jalur SBMPTN, dan tingkat ansietas pada kategori
sangat cemas dengan jumlah terbanyak didapatkan pada mahasiswa yang diterima
melalui jalur mandiri. Sementara itu, setelah ujian blok, tingkat ansietas pada
kategori tidak cemas dengan jumlah terbanyak didapatkan pada mahasiswa yang
diterima melalui jalur SBMPTN, tingkat ansiestas pada kategori cukup cemas
dengan jumlah terbanyak didapatkan pada mahasiswa yang diterima pada jalur
SNMPTN, dan tingkat ansietas pada kategori sangat cemas dengan jumlah terbanyak
didapatkan pada mahasiswa yang diterima melalui jalur mandiri. Terlihat bahwa mahasiswa
yang diterima melalui jalur SBMPTN memiliki penurunan tingkat ansietas setelah
ujian blok yang relatif lebih besar daripada mahasiswa yang diterima melalui
jalur SNMPTN. Tingkat ansietas pada mahasiswa yang diterima melalui jalur
mandiri justru mengalami peningkatan setelah ujian blok.
Hasil
analisis korelatif penelitian ini mendapati bahwa tidak terdapat korelasi yang
signifikan antara jalur penerimaan mahasiswa dengan tingkat ansietas sebelum
dan setelah ujian blok (masing-masing p = 0,493 dan p = 0,442). Hasil tersebut
juga didukung dengan nilai koefisien korelasi (r) sebesar -0,044 dan 0,049 yang
menandakan bahwa korelasi antara jalur penerimaan mahasiswa dengan tingkat
ansietas sebelum dan setelah ujian blok memiliki kekuatan yang termasuk dalam
kategori sangat lemah, sehingga korelasinya dapat diabaikan. Sampai laporan
penelitian ini dibuat, belum terdapat satu pun penelitian yang menganalisis
hubungan antara jalur penerimaan mahasiswa dengan tingkat ansietas sebelum dan
setelah ujian. Hal ini membuat penelitian ini memiliki nilai kebaruan (novelty) yang dapat menjadi kelebihan utama penelitian
ini.
Penelitian
ini juga melakukan analisis tingkat ansietas mahasiswa berdasarkan jenis
kelamin. Sebelum menjalani ujian blok, mahasiswa perempuan memiliki tingkat
ansietas yang relatif lebih tinggi daripada mahasiswa laki-laki sebelum ujian
blok. Setelah menjalani ujian blok, mahasiswa perempuan tetap memiliki tingkat
ansietas yang relatif lebih tinggi daripada mahasiswa laki-laki, tetapi tingkat
ansietas tersebut relatif berkurang dibandingkan dengan tingkat ansietas
sebelum menjalani ujian blok.
Kecenderungan kecemasan menghadapi ujian blok
Salah satu
faktor yang diduga memiliki pengaruh terhadap kecemasan mahasiswa dalam
menghadapi ujian blok adalah cabin fever, suatu gejala psikologis yang dapat
dialami orang ketika mereka tidak dapat meninggalkan rumah dan terlibat dalam
interaksi sosial yang saat ini dikaitkan dengan pandemi COVID-19. Penelitian
ini mendapati bahwa mayoritas mahasiswa (50,8%) mengalami cabin fever berat.
Berdasarkan domisili, didapatkan bahwa mahasiswa yang berdomisili di Pulau Jawa
memiliki proporsi terbesar untuk mengalami cabin fever pada penelitian ini.
Namun gambaran deskriptif cabin fever berdasarkan domisili ini tidak dapat digunakan
untuk menggambarkan prevalensi cabin fever yang sesungguhnya di Indonesia
karena proporsi responden penelitian yang berdomisili di Pulau Jawa pada
penelitian ini jauh lebih besar dibandingkan lokasi domisili lainnya.
Beberapa
penelitian sebelumnya telah melaporkan bahwa cabin fever berhubungan dengan
kejadian kecemasan, terutama pada pelajar dan mahasiswa. Hal ini dilaporkan
salah satunya pada penelitian Hawes (2021) di New York, Amerika Serikat.
Penelitian dengan desain cross sectional yang melibatkan 451 orang remaja dan
dewasa muda tersebut bertujuan untuk mengetahui perubahan tingkat depresi dan
kecemasan selama masa pandemi COVID-19. Penelitian tersebut menggunakan Screen
for Child Anxiety Related Symptoms untuk mengukur tingkat kecemasan. Penelitian
tersebut melaporkan bahwa terdapat dugaan cabin fever berhubungan dengan
kecemasan selama masa pandemi COVID-19. Meskipun demikian, penelitian tersebut
tidak melakukan analisis statistik terhadap hubungan tersebut . Hasil serupa
juga didapatkan pada sebuah penelitian yang dilakukan oleh Chen (2021) di Cina.
Penelitian dengan desain kualitatif yang melibatkan 12 orang dewasa muda
tersebut bertujuan untuk mengetahui gambaran klinis cabin fever selama masa
pandemi COVID-19. Penelitian tersebut melaporkan bahwa kecemasan merupakan
salah satu manifestasi klinis utama yang ditemukan pada dewasa muda selama masa
pandemi COVID-19 .
Korelasi cabin fever dengan ansietas pada sebelum dan sesudah ujian blok
Penelitian ini mendapati bahwa terdapat korelasi antara cabin fever dengan kecemasan sebelum melakukan ujian blok (p < 0,001). Korelasi antara keduanya termasuk dalam kategori lemah dan arah kekuatan positif (r = 0,384). Hal ini menunjukkan bahwa semakin berat derajat cabin fever, semakin tinggi juga tingkat kecemasan yang dialami sebelum ujian blok. Karena bersifat korelatif, hasil tersebut juga dapat diartikan bahwa semakin tinggi tingkat kecemasan sebelum ujian blok akan diiringi dengan semakin beratnya derajat cabin fever.� Sementara itu, tidak terdapat korelasi antara cabin fever dengan kecemasan setelah melakukan ujian blok (p = 0,387). Hilangnya korelasi tersebut setelah mahasiswa melakukan ujian blok diduga disebabkan berkurangnya kecemasan yang dirasakan karena telah menyelesaikan ujian. Meskipun beberapa mahasiswa masih melaporkan adanya kecemasan, tetapi secara umum skor kecemasan setelah menjalani ujian blok mengalami penurunan. Hingga laporan penelitian ini dibuat, tidak terdapat satu pun penelitian yang meneliti korelasi antara cabin fever dengan kecemasan sebelum atau setelah melakukan ujian pada mahasiswa. Hal ini menjadi kelebihan utama penelitian ini karena memberikan nilai kebaruan (novelty) yang dapat digunakan sebagai landasan dari penelitian-penelitian selanjutnya dengan permasalahan serupa.
Kesimpulan
1) Mahasiswa FK UNAIR angkatan 2020 mayoritas
mendapatkan hasil skor 49,24 yang berarti cukup cemas. Dengan minimal skor 31
yang menunjukkan hasil tidak cemas dan maksimal skor 80 yang menunjukkan bahwa
secara dasar mahasiswa merasakan ansietas sangat cemas.
2) Mahasiswa FK UNAIR angkatan 2020 yang
diterima melalui jalur SNMPTN dan SBMPTN mengalami penurunan tingkat ansietas
setelah menghadapi ujian blok, tetapi tingkat ansietas pada mahasiswa yang
diterima melalui jalur mandiri mengalami peningkatan.
3) Mayoritas mahasiswa FK UNAIR angkatan 2020
mengalami cabin fever berat (50,8%), cabin fever ringan (48%) dan (1.2%) tidak
mengalami cabin fever.
4) Terdapat korelasi antara cabin fever
dengan kecemasan sebelum melakukan ujian blok, tetapi tidak dengan kecemasan
setelah melakukan ujian blok pada mahasiswa FK UNAIR angkatan 2020
Braaten, E. B., & Norman, D. (2006). Intelligence
(IQ) testing. Pediatrics in Review, 27(11), 403.Google Scholar
Chairina, R. R., Mardijana, A., & Fajar
Kusuma, I. (n.d.). Kecerdasan dan Kecemasan pada Siswa Berhubungan Kuat
Menjelang Ujian Akhir Semester (A Strong Relation Between Intelligence and
Anxiety of Students Towards Final Semester Exam). Google Scholar
Handayani, A. T., & Ludigdo, U. (2013).
Pengaruh Tingkat Pendidikan Orang Tua dan Jalur Masuk Terhadap Prestasi Belajar
Mahasiswa Akuntansi (Studi pada Mahasiswa Jurusan Akuntansi Universitas Brawijaya
Malang). Jurnal Ilmiah Mahasiswa FEB, 2(2). Google Scholar
Hapilan, P., Kusmaedi, N., & Fitri, M.
(2017). Perbandingan Tingkat Kecemasan Pelatih dan Atlet Taekwondo. JTIKOR
(Jurnal Terapan Ilmu Keolahragaan), 2(1), 38�43. Google Scholar
Irhas, M. (2017). Analisis Kuantitatif Dan
Kualitatif Hasil Belajar Mahasiswa Menurut Jalur Penerimaan Mahasiswa Program
Studi Pendidikan Biologi FMIPA UNNES. Universitas Negeri Semarang. Google Scholar
Jervis, C. G., & Brown, L. R. (2020).
The prospects of sitting �end of year�open book exams in the light of COVID-19:
A medical student�s perspective. Medical Teacher, 42(7), 830�831. Google Scholar
Mawarni, P. I. (2017). Perbandingan Hasil
Belajar Akuntansi Mahasiswa Pendidikan Akuntansi Universitas Negeri Surabaya
Ditinjau Dari Latar Belakang Pendidikan Dan Jalur Seleksi Masuk Perguruan
Tinggi. Jurnal Pendidikan Akuntansi (JPAK), 5(2). Google Scholar
Noor Akbar, S., & Nur Rachmah, D.
(2020). The Comparison of inteligence quotient (IQ) and grade point average
(GPA) among undergraduate students in classs of 2015 which has been selected
admission throught SNMPTN, SBMPTN, and jalur utama, in study program of
psychology, medical faculty, lambung mangkurat university. Google Scholar
O�Byrne, L., Gavin, B., & McNicholas,
F. (2020). Medical students and COVID-19: the need for pandemic preparedness. Journal
of Medical Ethics, 46(9), 623�626. Google Scholar
Shapariah, S. (2009). Perbedaan kecemasan
antara mahasiswa pmdk, reguler, dan swadana semester v di fakultas kedokteran
Universitas Sebelas Maret Surakarta. Google Scholar
Singh, R., Goyal, M., Tiwari, S.,
Ghildiyal, A., Nattu, S. M., & Das, S. (2012). Effect of examination stress
on mood, performance and cortisol levels in medical students. Indian J
Physiol Pharmacol, 56(1), 48�55. Google Scholar
Sumoked, A., Wowiling, F., & Rompas, S.
(2019). Hubungan Mekanisme Koping Dengan Kecemasan Pada Mahasiswa Semester Iii
Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Yang Akan Mengikuti Praktek
Klinik Keperawatan. Jurnal Keperawatan, 7(1). Google Scholar
Copyright holder: Nathania Maulina, Margarita Maria Maramis,
David Sontani Perdanakusuma,
Lilik Djuari (2021) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia |
This article is licensed
under: |