Syntax Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849

e-ISSN : 2548-1398

Vol. 6, Special Issue No. 2, Desember 2021

AKSES MASYARAKAT MISKIN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU TERHADAP AIR BERSIH DAN SANITASI

 

Hartoto

Dosen Ekonomi Syariah, STAI Miftahul Ulum Tanjungpinang, Kepulauan Riau, Indonesia

Email: [email protected]

 

Abstrak

Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin, mengamanahkanbahwa penanganan fakir miskin merupakan upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat dalam bentuk kebijakan, program dan kegiatan pemberdayaan, pendampingan, serta fasilitasi untuk memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara. Salah satu implementasi dari penanganan fakir miskin adalah tersedianya Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Tulisan ini merupakan analisis data kemiskinan mikro yang diperoleh dari data primer hasil verifikasi dan validasi DTKS tahun 2018 dan tahun 2019.Metodologi analisis data mikro menggunakan analisa statistik diskriptif dengan rekap data, dan tabulasi. Data DTKS dibuat rekap sesuai dengan daftar isian yang terdapat pada pre list. Hasil analisis data kemiskinan mikro di Provinsi Kepulauan Riau menunjukkan bahwa program penanggulangan kemiskinan yang dilaksanakan pemerintah, baik pusat maupun daerah berdampak positif terhadap penurunan jumlah dan presentase penduduk miskin. Program penanggulangan kemiskinan yang dibuat MOU antara Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau dengan Pemerintah Kabupaten/Kota tahun 2010 sebaiknya dapat diprogramkan kembali agar jumlah dan presentase penduduk miskin di Provinsi Kepulauan Riau dapat menurun. Program penyediaan air bersih dan sanitasi yang dilaksanakan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau maupun Pemerintah Pusat terutama untuk masyarakat miskin sebaiknya tetap diprioritaskan pada masa akan datang. Peranan Pemerintah Kabupaten/Kota dan peran masyarakat juga perlu ditingkatkan pada masa yang akan datang.

 

Kata Kunci: Masyarakat Miskin; Akses; Air Bersih dan Sanitasi

 

Abstract

Law (UU) Number 13 of 2011 concerning Handling the Poor, mandates that the handling of the poor is a directed, integrated, and sustainable effort carried out by the Government, regional governments, and/or the community in the form of policies, programs and empowerment activities, mentoring, and facilitation to meet the basic needs of every citizen. One of the implementations of handling the poor is the availability of Integrated Social Welfare Data (DTKS). This paper is an analysis of micro poverty data obtained from primary data from DTKS verification and validation in 2018 and 2019. The micro data analysis methodology uses descriptive statistical analysis with data recap, and tabulation. lists. The results of the analysis of micro poverty data in the Riau Islands Province show that poverty reduction programs implemented by the government, both central and regional, have a positive impact on reducing the number and percentage of poor people. The poverty reduction program made by the MOU between the Riau Islands Provincial Government and the Regency/City Government in 2010 should be reprogrammed so that the number and percentage of poor people in the Riau Islands Province can decrease. The program for providing clean water and sanitation implemented by the Riau Islands Provincial Government and the Central Government, especially for the poor, should be prioritized in the future. The role of the Regency/City Government and the role of the community also needs to be improved in the future.

 

Keywords: Poor society; Access; Clean Water and Sanitation

 

Pendahuluan

Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan UUD 1945telah mengamanatkan kepada negara untuk memelihara fakir miskin guna memenuhi kebutuhan dasar yang layak. Sedangkan dalam Undang-Undang (UU) No. 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin, Fakir miskin merupakan kondisi orang yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan/atau mempunyai sumber mata pencaharian tetapi tidak mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kehidupan dirinya dan/atau keluarganya. Upaya penanganan fakir miskin merupakan langkah-langkah yang dilakukan secara terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat dalam bentuk kebijakan, program dan kegiatan pemberdayaan, pendampingan, serta memfasilitasi masyarakatuntuk memenuhi kebutuhan dasar (Cahyati, 2020).

Selanjutnya, menurut UU No. 13 Tahun 2011, Kementerian Sosial melakukan verifikasi dan validasi terhadap hasil pendataan yang dilakukan oleh lembaga pemerintah penyelenggara urusan statistik. Data diverifikasi dan validasi oleh Pemerintah Kabupaten/Kota bersama Kementerian Sosial berbasis Informasi Teknologi (IT) yang dilakukan sekurang-kurangnya dua tahun sekali. Data yang telah dilakukan verifikasi dan validasi tersebut disebut Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Sedangkan masyarakat miskin yang dimaksud dalam penulisan ini masyarakat miskin dan tidak mampu yang terdapat pada DTKS

DTKS tersebut pada awalnya belum menjadi kesepakatan semua pihak untuk dipergunakan sebagai data rujukan program. Hal ini menyebabkan masing-masing Kementerian/Lembaga dan pemerintah daerah memiliki sasaran sendiri-sendiri. Pada Kabinet Kerja (2019-2024) sudah diterapkan sasaran yang sama bersumber dari satu data. Hal ini diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 39 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia

DTKS sebagai salah satu data terpadu yang dikelola oleh Kementerian Sosial sehingga Program Keluarga Harapan (PKH), Program Indonesia Sehat melalui KIS, Program Indonesia Pintar melalui KIP, Bansos Sembako, Bantuan Sosial Tunai (BST), Subsidi Listrik, Subsidi Gas elpiji 3 kg, dan sebagainya memiliki sasaran yang sama. Sehingga pada akhirnya memiliki daya pengungkit mengurangi angka kemiskinan Untuk mengetahui kinerja penanganan fakir miskin yang dilakukan secara terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat dalam bentuk kebijakan, program dan kegiatan pemberdayaan, pendampingan, serta fasilitasi untuk memenuhi kebutuhan dasar warga Provinsi Kepulauan Riau terutama program air bersih dan sanitasi maka perlu dibuat analisis akses masyarakat miskin di Provinsi Kepulauan Riau terhadap air bersih dan sanitasi berdasarkan DTKS tahun 2018-2019.

Negara berkembang merupakan negara yang dicengkeram kemiskinan.Kemiskinan merupakan keadaan ketidakmampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, papan, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan memiliki berbagai macam aspek dan yang menjadi prioritas dalam perencanaan pembangunan di negara sedang berkembang. Faktor lainnya meliputi: pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, dan distribusi pendapatan.

Menurur BPS, Kemiskinan absolut ditentukan berdasarkan ketidakmampuan seseorang untuk mencukupi kebutuhan pokok minimum seperti pangan, sandang, papan, kesehatan, pendidikan untuk dapat hidup dan bekerja. Nilai kebutuhan minimum kebutuhan dasar tersebut dikenal dengan istilah garis kemiskinan. Sedangkan penduduk yang pendapatannya di bawah garis kemiskinan digolongkan sebagai penduduk miskin (Statistik, 2011).

Kemiskinan relatif merupakan kondisi miskin karena pengaruh kebijakan pembangunan yang belum mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat sehingga terjadi ketimpangan distribusi pendapatan.

Kemiskinan merupakan masalah yang dihadapi oleh semua negara di dunia. Negara miskin, menghadapi masalah klasik, yaitu: pertumbuhan versus distribusi pendapatan. Bila pertumbuhan disumbang oleh golongan kaya, maka golongan kaya yang paling mendapat manfaat dari pertumbuhan. Sementara kemiskinan dan distribusi pendapatan semakin memburuk. Namun, bila pertumbuhan disumbang oleh banyak orang, maka pertumbuhan ekonomiakan dirasakan semakin merata. Banyak negara dunia ketiga mengalami laju pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi tetapi kurang memberikan manfaat bagi penduduk miskin.Keluarga miskin adalah pelaku yang berperan sepenuhnya untuk menetapkan tujuan, mengendalikan sumber daya, dan mengarahkan pada proses yang mempengaruhi kehidupannya (Kuncoro, 2000).

Berdasarkan data yang dipublikasikan oleh BPS dan hasil pengamatan Hartoto di Provinsi Kepulauan Riau, pada tahun 2007 penduduk miskin presentasenya sebesar 9,18% dan berhasil diturunkan menjadi sebesar 5,90 % pada tahun 2019. Penurunan presentase penduduk miskin tersebut tidak terlepas dari program penanggulangan yang dijalankan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah (Hartoto, 2020).

 

Metode Penelitian

Dalam penelitian ini pendekatan kuantitatif. Penelitian kuantitatif merupakan penelitian ilmiah yang sistematis terhadap fenomena yang telah terjadi (Sugiyono, 2019). Data fakir miskin dan orang tidak mampu direkap dari DTKS Kabupaten/Kota Provinsi Kepulauan Riau untuk tahun 2018-2019.

Penyajian data hasil verifikasi dan validasi DTKS disajikan dalam tabel. Beberapa judul tabel yang secara spesifik adalah: (a) Jumlah anggota rumah tangga; (b). Jumlah rumah tangga menurut desa/kelurahan dan sumber air minum dan cara memperoleh air minum; (c). Jumlah rumah tangga menurut desa/kelurahan dan penggunaan fasilitas tempat buang air besar; dan (d). Jumlah rumah tangga menurut desa/kelurahan dan tempat pembuangan akhir tinja.

 

Hasil dan Pembahasan

Karakteristik sosial demografi yang disajikan adalah rata-rata jumlah anggota rumah tangga. Pada tahun 2018 rumah tangga miskin sebanyak 107.214 rumah tangga (ruta) dengan anggota rumah tangga (ART) sebanyak 393.875 jiwa.Sedangkan pada tahun 2019rumah tangga miskin sebanyak 105.487ruta dengan ART sebanyak 403.351 jiwa.Gambaran secara terinci terdapat pada Tabel 1.

 

Tabel 1

Karakteristik Demografi Rumah Tangga Miskin Provinsi Kepulauan Riau, Tahun 2018 dan 2019

Kabupaten/Kota������������������

2018

2019

Rumah Tangga

Anggota Rumah Tangga

Rumah Tangga

Anggota Rumah Tangga

1

Karimun

������ 14.752

54.252

������ 15.307

������ 54.813

2

Bintan

�������� 9.727

35.947

�������� 9.747

������ 35.992

3

Natuna

�������� 4.933

15.558

�������� 5.741

������ 18.819

4

Lingga

�������� 8.206

28.027

�������� 8.683

������ 28.273

5

Kepulauan Anambas

�������� 2.531

��� 8.236

�������� 2.445

�������� 7.285

6

Batam

������ 56.388

211.539

������ 52.513

���� 200.869

7

Tanjungpinang

������ 10.677

40.316

������ 11.051

������ 40.442

Kepulauan Riau

�� 107.214

393.875

 

105.487

403.351

Sumber: DTKS 2018 dan 2019(diolah)

 

Dari Tabel 1. apabila dibandingkan rata-rata jumlah anggota rumah tangga, pada tahun 2018 rata-rata anggota rumah tangga sebesar 3,67, sedangkan kondisi tahun 2019 terjadi kenaikan menjadi sebesar 3,86.Artinya dalam satu rumah tangga secara umum terdiri dari 3-4 anggota rumah tangga.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan BPS tahun 2018, terdapat hubungan antara kemiskinan dengan jumlah anggota rumah tangga.Rumah tangga miskin cenderung memiliki jumlah tanggungan lebih banyak dibandingkan dengan keluarga non miskin. Apabila data tersebut kita bandingkan dengan hasil Susenas bulan Maret 2018 di Provinsi Kepulauan Riau, rata-rata jumlah anggota rumah tangga sebesar 4,90. Artinya dalam satu rumah tangga secara umum terdiri dari 4-5 anggota rumah tangga.Dengan demikian, tanggungan keluarga keluarga miskin yang masuk dalam DTKS lebih kecil dari data makro yang dipublikasikan oleh BPS.Hal ini dapat dipahami karena sebagian besar penduduk miskin mendapatkan bantuan Program Keluarga Harapan (PKH).Dimana peserta PKH dilakukan pembinaan secara intensif oleh pendamping khususnya untuk komponen kesehatan, diharuskan berkomitmen dengan rutin melakukan verifikasi kesehatan dengan mendatangi fasilititas kesehatan.Peserta PKH juga mengikuti pembinaan kelompok yang selalu menekankan pentingnya hidup sehat, dan anaknya wajib bersekolah.

Penelitian tentanghubungan antara kemiskinan dan jumlah anggota rumah tangga menunjukkan bahwa rumah tangga miskin cenderung memiliki jumlah anggota rumah tangga lebih banyak dibandingkan dengan rumah tangga tidak miskin. Dengan jumlah anggota rumah tangga yang cenderung banyak maka akan berdampak pada rendahnya kemampuan rumah tangga tersebut untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar anggota rumah tangganya. Dengan demikian, jumlah anggota rumah tangga yang besar dapat menghambat peningkatan sumber daya manusia masa depan, yang dalam hal ini adalah anak-anak.

Secara sosiologis, ada sebagian anggapan di masyarakatbanyak anak banyak rejeki� juga masih banyak dianut oleh masyarakat.Pada masa anak-anak semboyan tersebut tidak berlaku.Karena masing-masing anak-anak memerlukan kebutuhan makanan dan non makanan termasuk perumahan, kesehatan, pendidikan yang lebih tinggi.Ruta dengan kemampuan ekonomi sangat terbatas akan kesulitan untuk dapat memenuhi kebutuhan makanan dan non makanan tersebut. Hal ini mendorong ruta miskin akan sangat rentan terkena gizi buruk, derajat kesehatan rendah, dan tingkat pendidikan anggota ruta cenderung rendah.

Sumber air minum

Ketersediaan fasilitas air bersih sebagai sumber air minum untuk kebutuhan sehari-hari ruta merupakan indikator perumahan yang juga dapat mencirikan sehat tidaknya suatu rumah. Air bersih dalam uraian berikut didefinisikan sebagai air yang bersumber dari air kemasan/ledeng/PAM/sumur terlindung/mata air terlindung. Ketidaktersediaan air bersih di ruta adalah salah satu indikasi dari kemiskinan. Dilihat dari distribusi ruta miskin menurut ketersediaan air bersih berdasarkan data makro BPS tahun 2018, tampak bahwa persentase ruta miskin yang telah menikmati ketersediaan air bersih sebagai sumber air minum tercatat sebesar 80,50 persen, sedangkan persentase ruta miskin yang belum menikmati ketersediaan air bersih tercatat sebesar 19,50 persen. Menurut sumber air minum yang digunakan, ruta miskin paling banyak menggunakan air yang berasal dari air isi ulang, yaitu sebesar 39,08 persen. Selanjutnya, sumber air minum yang paling banyak digunakan adalah sumur terlindung dan ledeng, yaitu masing-masing sebesar 20,68 persen dan 17,46 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa ketersediaan fasilitas air bersih sebagai sumber air minum pada ruta miskin sudah cukup baik.

Berdasarkan DTKS tahun 2018, ada sebanyak 82.131 rumah (76,60 persen) penduduk miskin telah memiliki sumber air sehat yang meliputi air kemasan, ledeng, dan sumber terlindung. Ruta miskin dengan sumber air tidak terlindung sebanyak 19.332 rumah (18,03 persen), dan ada sebanyak 5.571 rumah (5,36 persen) sumber air minum lainnya. Data secara rinci sumber air minum Ruta DTKS seperti pada Tabel 2.

Tabel 2

Ruta DTKS berdasarkan sumber air minum Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2018 dan 2019

Kabupaten/Kota�����������������

2018

2019

Air Kemasan/

Ledeng/Sumber Terlindung

Sumber Tidak Terlindung

Lainnya

Air Kemasan/

Ledeng/Sumber Terlindung

Sumber Tidak Terlindung

Lainnya

1

Karimun

������� 9.856

4.000

�������� 896

������� 8.804

4.466

659

2

Bintan

������� 6.284

3.070

�������� 373

������� 6.295

3.065

364

3

Natuna

������� 3.228

1.607

���������� 98

������� 3.227

1.607

98

4

Lingga

������� 5.134

2.479

�������� 593

������� 5.515

2.567

493

5

Kepulauan Anambas

���������� 600

1.928

������������ 3

���������� 600

1.928

3

6

Batam

����� 47.669

5.241

����� 3.478

����� 46.541

5.284

2.737

7

Tanjungpinang

������� 9.360

1.007

�������� 310

������� 9.198

963

159

Kepulauan Riau

��� 82.131

��� 19.332

���� 5.751

���� 80.180

19.880

4.513

Presentase

����� 76,60

18,03

������ 5,36

������ 76,67

19,01

4,32

Sumber: DTKS 2018 dan 2019 (diolah)

Dari Tabel 2 terlihat bahwa sebagian besar masyarakat miskin DTKS sudah menggunakan air bersih dan sehat.Dari data tersebut juga masih ada penduduk miskin memanfaatkan sumber air lainnya yang menunjukkan penurunan. Pada tahun 2018 penduduk miskin memanfaatkan sumber air lainya sebesar 5,36 persen, sedangkan pada tahun 2019 menjadi 4,32 persen diikuti kenaikan pada penggunaan air bersih dan sumber air tidak terlindung.

Apabila air bersih tersebut dilihat dari cara perolehannya, maka pada tahun 2018 ada 39.236 rumah mendapatkan air dengan membeli eceran, sebanyak 18.572 rumah secara langganan, dan ada sebanyak 49.406 rumah tidak membeli air bersih. Sedangkan kondisi tahun 2019, ada 38.418 rumah mendapatkan air dengan membeli eceran, sebanyak 18.229 rumah secara langganan, dan ada sebanyak 47.926 rumah tidak membeli air bersih. Perkembangan rutacara memperoleh sumber air bersih seperti terdapat pada Tabel 3.

Tabel 3

Ruta DTKS berdasarkan cara memperoleh air bersih di Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2018 dan 2019

Kabupaten/Kota�����������������

2018

2019

Membeli Enceran

Langganan

Tidak Membeli

Membeli Enceran

Langganan

Tidak Membeli

1

Karimun

������ 1.493

��������� 1.149

���12.110

�������� 1.689

������������� 767

������ 11.473

2

Bintan

������ 2.532

������������ 680

������ 6.515

�������� 2.536

������������� 682

�������� 6.506

3

Natuna

��������� 783

������������ 680

������ 3.470

����������� 782

������������� 680

�������� 3.470

4

Lingga

��������� 523

��������� 1.648

������ 6.035

����������� 549

���������� 1.691

�������� 6.335

5

Kepulauan Anambas

��������� 341

������������ 534

������ 1.656

����������� 341

������������� 534

�������� 1.656

6

Batam

���� 29.845

������� 12.619

���� 13.924

������ 28.870

�������� 12.608

������ 13.084

7

Tanjungpinang

������ 3.719

��������� 1.262

������ 5.696

�������� 3.651

���������� 1.267

�������� 5.402

Kepulauan Riau

�� 39.236

������ 18.572

��� 49.406

����� 38.418

������ 18.229

����� 47.926

Presentase

����� 36,60

�������� 17,32

����� 46,08

������� 36,74

��������� 17,43

������� 45,83

Sumber: DTKS2018 dan 2019 (diolah)

Dari Tabel 3. terlihat bahwa pada tahun 2018, cara memperoleh air bersih dengan cara membeli sebesar 36,60 persen, berlangganan sebesar 17,32 persen, dan tidak membeli sebesar 46,08 persen. Sedangkan berdasarkan DTKS tahun 2019cara memperoleh air bersih dengan cara membeli sebesar 36,74 persen, berlangganan sebesar 17,43 persen, dan tidak membeli sebesar 45,83 persen.

 

Penggunaan fasilitas buang air besar

Ketersediaan jamban menjadi salah satu fasilitas rumah sehat yang sangat penting dalam mendukung pola hidup sehat. Di samping ada tidaknya jamban, indikator penggunaan fasilitas jamban juga penting, di mana dibedakan atas jamban sendiri, jamban bersama, danjamban umum/tidak ada. Dilihat dari distribusi rumah tangga miskin menurut ketersediaan dan penggunaan fasilitas buang air besar, Berdasarkan data makro BPS pada tahun 2018 tampak bahwa persentase rumah tangga miskin yang menggunakan jamban sendiri tercatat sebesar 87,43 persen dan yang menggunakan jamban bersama sebesar 6,78 persen. Data secara terinci terdapat pada Tabel 4.

Tabel 4

Ruta DTKS berdasarkan fasilitas tempat pembuangan air besar di Provinsi Riau Tahun 2018 dan 2019

Kabupaten/Kota�����������������

2018

2019

Jamban Sendiri

Jamban Bersama

Tidak Ada

Jamban Sendiri

Jamban Bersama

Tidak Ada

1

Karimun

��������� 11.001

����������� 1.093

������������ 2.658

������ 11.159

�������� 1.131

�������� 1.639

2

Bintan

����������� 8.187

�������������� 630

��������������� 910

�������� 8.195

����������� 633

����������� 896

3

Natuna

����������� 3.678

�������������� 156

������������ 1.099

�������� 3.677

���������� 156

�������� 1.099

4

Lingga

����������� 5.678

�������������� 869

������������ 1.659

�������� 6.106

����������� 933

�������� 1.536

5

Kepulauan Anambas

����������� 2.258

�������������� 126

��������������� 147

�������� 2.258

����������� 126

����������147

6

Batam

��������� 51.231

����������� 2.858

������������ 2.299

������ 50.104

�������� 2.645

�������� 1.813

7

Tanjungpinang

����������� 9.255

�������������� 944

��������������� 478

�������� 9.183

����������� 883

����������� 254

Kepulauan Riau

�������� 91.288

��������� 6.676

����������� 9.250

����� 90.682

������� 6.507

������� 7.384

Presentase

���������� 85,15

������������ 6,23

������������� 8,63

������� 86,72

��������� 6,22

��������� 7,06

 

Sumber: DTKS 2018 dan 2019 (diolah)

 

Dari Tabel 4 terlihat terjadi kenaikan persentase penduduk dengan jamban sendiri pada tahun 2018 sebesar 85,15 persen naik menjadi sebesar 86,72 persen pada tahun 2019. Kondisi tersebut diikuti penurunan penggunaan jamban bersama dari 6,23 persen pada tahun 2018 menjadi sebesar 6,22 persen pada tahun 2019, dan tidak memiliki jambandari 8,63 persen pada tahun 2018 menjadi sebesar 7,06 persen pada tahun 2019. Penduduk yang belum memiliki jamban pada tahun 2019 sebanyak 7.384 rumah perlu untuk mendapatkan perhatian semua pihak terutama peranan pemerintah daerah.

Berdasarkan bentuk jamban yang dibangun berdasarkan DTKS tahun 2018 ada sebesar 74.947 rumah (69,90 persen) dengan bentuk sanitasi leher angsa, ada sebesar 2.568 rumah (2,40 persen) dengan bentuk sanitasi plengsengan, sebesar 18.916 rumah (17,64 persen) dengan bentuk sanitasi cemplung/cebluk, dansebesar 10.783 rumah (10,06 persen) memakai sanitasi.Sedangkan, pada tahun 2019 ada sebesar 73.302 rumah (70,10 persen) dengan bentuk sanitasi leher angsa, ada sebesar 3.869 rumah (3,70 persen) dengan bentuk sanitasi plengsengan, sebesar 19.030 rumah (18,20 persen) dengan bentuk sanitasi cemplung/cebluk, dansebesar 8.373 rumah (8,01 persen) tidak memakai sanitasi. Data secara terinci data sanitasi DTKS seperti terdapat pada Tabel 5.

Tabel 5

Ruta DTKS Provinsi Kepulauan Riau berdasarkan bentuk sanitasi Tahun 2018 dan 2019

Kabupaten/Kota�����������������

2018

2019

Leher Angsa

Plengsengan

Cemplung/Cubluk

Tidak Pakai

Leher Angsa

Plengsengan

Cemplung/Cubluk

Tidak Pakai

1

Karimun

10.255

���� 360

���� 1.366

2.771

9.708

1.271

����� 1.490

1.460

2

Bintan

�� 7.298

������ 82

���� 1.352

����� 995

7.304

82

����� 1.357

981

3

Natuna

�� 2.229

���� 114

���� 1.456

�� 1.134

2.229

113

����� 1.456

1.134

4

Lingga

�� 2.823

���� 209

���� 3.402

�� 1.772

3.133

306

����� 3.476

1.660

5

Kepulauan Anambas

����� 588

������ 25

���� 1.753

����� 165

588

25

����� 1.753

165

6

Batam

43.152

1.358

���� 8.425

�� 3.453

42.292

1.425

���� 8.143

2.702

7

Tanjungpinang

�� 8.602

���� 420

���� 1.162

����� 493

8.048

647

����� 1.355

270

Kepulauan Riau

74.947

2.568

�� 18.916

10.783

73.302

3.869

��� 19.030

8.372

Presentase

�� 69,90

��� 2,40

���� 17,64

�� 10,06

70,10

3,70

��� 18,20

8,01

Sumber: DTKS 2018 dan 2019 (diolah)

 

Berdasarkan Tabel 5. terlihat bahwa kualitas sanitasi pada tahun 2019 lebih baik dibandingkan dengan kondisi tahun 2018. Hal ini ditandai dengan semakin tinggi kualitas sanitasi leher angsa, bentuk sanitasi plengsengan, bentuk sanitasi cemplung/cebluk, dan terjadi penurunan untuk tidak memakai sanitasi.

Ruta jika diklasifikasikan menurut tempat pembuangan akhir tinja DTKS Provinsi Kepulauan Riau, pada tahun 2018 ada sebanyak 56.671 rumah(52,86 persen) dengan tangki/SPAL,ada sebanyak 19.484 rumah (18,17 persen) dengan lubang tanah, dan sebanyak 31.059 rumah (28,97 persen). Sedangkan pada tahun 2019ada sebanyak 54.246 rumah (51,87 persen) dengan tangki/SPAL,ada sebanyak 21.704 rumah (20,75 persen) dengan lubang tanah, dan sebanyak 28.623 rumah (27,37 persen). Data secara terinci rumah tangga DTKS berdasarkan tempat pembuangan akhir tinja terdapat pada Tabel 6.

Tabel 6

Jumlah rumah tangga menurut tempat pembuangan akhir tinja DTKS Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2018 dan 2019

Kabupaten/Kota�����������������

2018

2019

Tangki/SPAL

Lubang Tanah

Lainnya

Tangki/SPAL

Lubang Tanah

Lainnya

1

Karimun

8.308

2.345

4.099

6.647

4.265

3.017

2

Bintan

5.089

2.170

2.468

5.103

2.165

2.456

3

Natuna

938

1.318

2.677

938

1.318

2.676

4

Lingga

2.171

692

5.343

2.052

1.182

5.341

5

Kepulauan Anambas

322

98

2.111

322

98

2.111

1

Batam

34.881

9.381

2.126

34.456

9.234

10.872

2

Tanjungpinang

4.962

3.480

2.235

4.728

3.442

2.150

Kepulauan Riau

56.671

19.484

31.059

54.246

21.704

28.623

Presentase

52,86

18,17

���� 28,97

���� 51,87

20,75

27,37

Sumber: DTKS 2018 dan 2019 (diolah)

 

Dari Tabel 6. terlihat bahwa rumah tangga DTKS dilihat daritempat pembuangan akhir tinja bahwa RTM lebih setengah persentasenya sudah menggunakan tangka/SPAL yang dari kesehatan lebih baik dan terlindung dari pada lubang tanah atau lainnya. Namun demikian, yang memiliki tempat pembuangan akhir tinja lainnya masih cukup tinggi. Pada tahun 2018 terdapat 28,97 persen turun menjadi sebesar 27,37 persen. Lubang tanah yang dibuat KTM dikawatirkan akan mencemari air tanah. Program pemerintah seperti PAMSIMAS, WSLIC dan program sanitasi lingkungan lainnya diharapkan dapat lebih menyasar kepada RTM yang terdapat pada DTKS.

 

Kesimpulan

Berdasarkan data kemiskinan makro jumlah penduduk miskin, persentase penduduk miskin di Provinsi Kepulauan Riau. Pada tahun 2007 presentase penduduk miskin sebesar 9,18persen berhasil diturunkan menjadi sebesar 5,90 persen pada bulan Maret 2019. Tingkat kemiskinan penduduk di Provinsi Kepulauan Riau cenderung mengalami penurunan, baik dari sisi jumlah maupun persentase.Secara khusus tahun 2018-2019 terlihat masyarakat miskin masih ada yang belum tersentuk program air bersih dan sanitasi.


 

BIBLIOGRAFI

 

Cahyati, Cahyati. (2020). Penanganan Kemiskinan di Desa Sangiang Kecamatan Mancak Kabupaten Serang (Studi tentang Program Pelatihan Keterampilan Tata Boga Perempuan Rawan Sosial Ekonomi Dinas Sosial Kabupaten Serang). UIN SMH BANTEN. Google Scholar

 

Hartoto. (2020). 17 Tahun Program Penanggulangan Kemiskinan di Provinsi Kepulauan Riau. Jurnal Tabir. Google Scholar

 

Kuncoro, Mudrajad. (2000). Ekonomi Pembangunan: Teori, Masalah, dan Kebijakan. Google Scholar

 

Statistik, Badan Pusat. (2011). Profil Kemiskinan di Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2011. Google Scholar

 

Sugiyono, P. (2019). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D (D. Sutopo. S. Pd, MT, Ir. Bandung: Alfabeta. Google Scholar

 

 

 

Copyright holder:

Hartoto (2021)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: