�Syntax Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia
p�ISSN: 2541-0849
��e-ISSN : 2548-1398
Vol.
6, Special Issue No. 2, Desember 2021
�
AKSES MASYARAKAT MISKIN DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU
TERHADAP AIR BERSIH DAN SANITASI
Hartoto
Dosen Ekonomi Syariah, STAI Miftahul Ulum Tanjungpinang, Kepulauan Riau, Indonesia
Email: [email protected]
Abstrak
Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin, mengamanahkanbahwa penanganan
fakir miskin merupakan upaya
yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat dalam bentuk kebijakan, program dan kegiatan pemberdayaan, pendampingan, serta fasilitasi untuk memenuhi kebutuhan dasar setiap warga
negara. Salah satu implementasi
dari penanganan fakir
miskin adalah tersedianya
Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Tulisan ini merupakan analisis data kemiskinan mikro yang diperoleh dari data primer hasil verifikasi dan validasi DTKS tahun 2018 dan tahun 2019.Metodologi analisis
data mikro menggunakan analisa statistik diskriptif dengan rekap data, dan tabulasi. Data DTKS dibuat rekap sesuai dengan
daftar isian yang terdapat
pada pre list. Hasil analisis data kemiskinan mikro di Provinsi Kepulauan Riau menunjukkan bahwa program penanggulangan kemiskinan yang dilaksanakan pemerintah, baik pusat maupun
daerah berdampak positif terhadap penurunan jumlah dan presentase penduduk miskin.
Program penanggulangan kemiskinan
yang dibuat MOU antara Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau dengan Pemerintah Kabupaten/Kota tahun 2010 sebaiknya dapat diprogramkan kembali agar jumlah dan presentase penduduk miskin di Provinsi Kepulauan Riau dapat menurun. Program penyediaan air bersih dan sanitasi yang dilaksanakan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau maupun Pemerintah Pusat terutama untuk masyarakat miskin sebaiknya tetap diprioritaskan pada masa akan datang. Peranan Pemerintah Kabupaten/Kota dan peran masyarakat juga perlu ditingkatkan pada masa yang
akan datang.
Kata Kunci: Masyarakat Miskin; Akses; Air Bersih dan Sanitasi
Abstract
Law (UU) Number 13
of 2011 concerning Handling the Poor, mandates that the handling of the poor is
a directed, integrated, and sustainable effort carried out by the Government,
regional governments, and/or the community in the form of policies, programs
and empowerment activities, mentoring, and facilitation to meet the basic needs
of every citizen. One of the implementations of handling the poor is the
availability of Integrated Social Welfare Data (DTKS). This paper is an
analysis of micro poverty data obtained from primary data from DTKS
verification and validation in 2018 and 2019. The micro data analysis
methodology uses descriptive statistical analysis with data recap, and
tabulation. lists. The results of the analysis of micro poverty data in the
Riau Islands Province show that poverty reduction programs implemented by the
government, both central and regional, have a positive impact on reducing the
number and percentage of poor people. The poverty reduction program made by the
MOU between the Riau Islands Provincial Government and the Regency/City
Government in 2010 should be reprogrammed so that the number and percentage of
poor people in the Riau Islands Province can decrease. The program for
providing clean water and sanitation implemented by the Riau Islands Provincial
Government and the Central Government, especially for the poor, should be
prioritized in the future. The role of the Regency/City Government and the role
of the community also needs to be improved in the future.
Keywords: Poor society; Access; Clean Water and
Sanitation
Pendahuluan
Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 dan UUD 1945telah mengamanatkan kepada negara untuk memelihara fakir miskin guna memenuhi kebutuhan
dasar yang layak. Sedangkan dalam Undang-Undang (UU) No. 13 Tahun
2011 tentang Penanganan
Fakir Miskin, Fakir miskin merupakan kondisi orang yang sama sekali tidak mempunyai
sumber mata pencaharian dan/atau mempunyai sumber mata pencaharian tetapi tidak mempunyai
kemampuan memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kehidupan
dirinya dan/atau keluarganya. Upaya penanganan fakir miskin merupakan
langkah-langkah yang dilakukan
secara terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat dalam bentuk kebijakan, program dan kegiatan pemberdayaan, pendampingan, serta memfasilitasi masyarakatuntuk memenuhi kebutuhan dasar (Cahyati, 2020).
Selanjutnya, menurut
UU No. 13 Tahun 2011, Kementerian Sosial
melakukan verifikasi dan validasi terhadap hasil pendataan yang dilakukan oleh lembaga pemerintah penyelenggara urusan statistik. Data diverifikasi dan validasi oleh Pemerintah Kabupaten/Kota bersama Kementerian Sosial berbasis Informasi Teknologi (IT) yang dilakukan sekurang-kurangnya dua tahun sekali. Data yang telah dilakukan verifikasi dan validasi tersebut disebut Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Sedangkan
masyarakat miskin yang dimaksud
dalam penulisan ini masyarakat miskin dan tidak mampu yang terdapat pada DTKS
DTKS tersebut pada awalnya belum menjadi
kesepakatan semua pihak untuk dipergunakan
sebagai data rujukan
program. Hal ini menyebabkan masing-masing Kementerian/Lembaga dan pemerintah daerah memiliki sasaran sendiri-sendiri. Pada Kabinet Kerja (2019-2024) sudah diterapkan sasaran yang sama bersumber dari satu data. Hal ini diatur dalam
Peraturan Presiden (Perpres) No. 39 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia
DTKS sebagai salah satu data terpadu yang dikelola oleh Kementerian Sosial sehingga Program Keluarga Harapan
(PKH), Program Indonesia Sehat melalui
KIS, Program Indonesia Pintar melalui
KIP, Bansos Sembako, Bantuan Sosial Tunai (BST), Subsidi Listrik, Subsidi Gas elpiji 3 kg, dan sebagainya memiliki sasaran yang sama. Sehingga pada akhirnya memiliki daya pengungkit
mengurangi angka kemiskinan Untuk mengetahui kinerja penanganan fakir miskin yang dilakukan
secara terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat dalam bentuk kebijakan,
program dan kegiatan pemberdayaan,
pendampingan, serta fasilitasi untuk memenuhi kebutuhan dasar warga Provinsi
Kepulauan Riau terutama
program air bersih dan sanitasi
maka perlu dibuat analisis akses masyarakat miskin di Provinsi Kepulauan Riau terhadap air bersih dan sanitasi berdasarkan DTKS tahun 2018-2019.
Negara berkembang merupakan negara yang dicengkeram
kemiskinan.Kemiskinan merupakan keadaan ketidakmampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, papan, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan memiliki berbagai macam aspek dan yang menjadi prioritas dalam perencanaan pembangunan di negara
sedang berkembang. Faktor lainnya meliputi: pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, dan distribusi pendapatan.
Menurur BPS, Kemiskinan
absolut ditentukan berdasarkan ketidakmampuan seseorang untuk mencukupi kebutuhan pokok minimum seperti pangan, sandang, papan, kesehatan, pendidikan untuk dapat hidup dan bekerja. Nilai kebutuhan
minimum kebutuhan dasar tersebut dikenal dengan istilah garis kemiskinan. Sedangkan penduduk yang pendapatannya di bawah garis kemiskinan digolongkan sebagai penduduk miskin (Statistik, 2011).
Kemiskinan relatif
merupakan kondisi miskin karena pengaruh kebijakan pembangunan yang belum mampu menjangkau
seluruh lapisan masyarakat sehingga terjadi ketimpangan distribusi pendapatan.
Kemiskinan merupakan
masalah yang dihadapi oleh semua negara di dunia. Negara miskin, menghadapi
masalah klasik, yaitu: pertumbuhan versus distribusi pendapatan. Bila pertumbuhan disumbang oleh golongan kaya, maka golongan kaya yang paling mendapat manfaat dari pertumbuhan. Sementara kemiskinan
dan distribusi pendapatan semakin memburuk. Namun, bila pertumbuhan
disumbang oleh banyak orang,
maka pertumbuhan ekonomiakan dirasakan semakin merata. Banyak negara
dunia ketiga mengalami laju pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi tetapi kurang
memberikan manfaat bagi penduduk miskin.Keluarga
miskin adalah pelaku yang berperan sepenuhnya untuk menetapkan tujuan, mengendalikan sumber daya, dan mengarahkan pada proses yang mempengaruhi
kehidupannya (Kuncoro, 2000).
Berdasarkan data yang dipublikasikan oleh BPS dan hasil
pengamatan Hartoto di Provinsi Kepulauan Riau, pada tahun 2007 penduduk miskin presentasenya sebesar 9,18% dan berhasil diturunkan menjadi sebesar 5,90 % pada tahun 2019. Penurunan presentase penduduk miskin tersebut tidak terlepas dari program penanggulangan yang dijalankan
oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah (Hartoto, 2020).
Metode Penelitian
Dalam penelitian
ini pendekatan kuantitatif. Penelitian kuantitatif merupakan penelitian ilmiah yang sistematis terhadap fenomena yang telah terjadi (Sugiyono, 2019).
Data fakir miskin dan orang tidak mampu
direkap dari DTKS Kabupaten/Kota Provinsi Kepulauan Riau untuk tahun 2018-2019.
Penyajian data hasil
verifikasi dan validasi
DTKS disajikan dalam tabel. Beberapa judul tabel yang secara spesifik adalah: (a) Jumlah anggota rumah tangga;
(b). Jumlah rumah tangga menurut desa/kelurahan dan sumber air minum dan cara memperoleh air minum; (c). Jumlah rumah tangga menurut
desa/kelurahan dan penggunaan fasilitas tempat buang air besar; dan (d). Jumlah rumah tangga menurut
desa/kelurahan dan tempat pembuangan akhir tinja.
Hasil dan Pembahasan
Karakteristik sosial
demografi yang disajikan adalah rata-rata jumlah anggota rumah tangga.
Pada tahun 2018 rumah tangga miskin sebanyak 107.214 rumah tangga (ruta)
dengan anggota rumah tangga (ART) sebanyak 393.875 jiwa.Sedangkan
pada tahun 2019rumah tangga
miskin sebanyak 105.487ruta dengan
ART sebanyak 403.351 jiwa.Gambaran
secara terinci terdapat pada Tabel 1.
Tabel 1
Karakteristik Demografi Rumah
Tangga Miskin Provinsi Kepulauan Riau, Tahun 2018 dan
2019
Kabupaten/Kota������������������ |
2018 |
2019 |
|||
Rumah Tangga |
Anggota Rumah Tangga |
Rumah Tangga |
Anggota Rumah Tangga |
||
1 |
Karimun |
������ 14.752 |
� 54.252 |
������ 15.307 |
������ 54.813 |
2 |
Bintan |
�������� 9.727 |
� 35.947 |
�������� 9.747 |
������ 35.992 |
3 |
Natuna |
�������� 4.933 |
� 15.558 |
�������� 5.741 |
������ 18.819 |
4 |
Lingga |
�������� 8.206 |
� 28.027 |
�������� 8.683 |
������ 28.273 |
5 |
Kepulauan Anambas |
�������� 2.531 |
��� 8.236 |
�������� 2.445 |
�������� 7.285 |
6 |
Batam |
������ 56.388 |
�211.539 |
������ 52.513 |
���� 200.869 |
7 |
Tanjungpinang |
������ 10.677 |
� 40.316 |
������ 11.051 |
������ 40.442 |
Kepulauan Riau |
�� 107.214 |
�393.875 |
105.487 |
403.351 |
|
Sumber: DTKS 2018 dan 2019(diolah) |
Dari Tabel 1. apabila
dibandingkan rata-rata jumlah
anggota rumah tangga, pada tahun 2018 rata-rata
anggota rumah tangga sebesar 3,67, sedangkan kondisi tahun 2019 terjadi kenaikan menjadi sebesar 3,86.Artinya dalam satu rumah
tangga secara umum terdiri dari
3-4 anggota rumah tangga.
Berdasarkan penelitian
yang dilakukan BPS tahun
2018, terdapat hubungan antara kemiskinan dengan jumlah anggota
rumah tangga.Rumah
tangga miskin cenderung memiliki jumlah tanggungan lebih banyak dibandingkan dengan keluarga non miskin. Apabila data tersebut kita bandingkan dengan hasil Susenas
bulan Maret 2018 di Provinsi Kepulauan Riau,
rata-rata jumlah anggota rumah tangga sebesar
4,90. Artinya dalam satu rumah tangga
secara umum terdiri dari 4-5 anggota rumah tangga.Dengan
demikian, tanggungan keluarga keluarga miskin yang masuk dalam DTKS lebih kecil dari
data makro yang dipublikasikan
oleh BPS.Hal ini dapat dipahami karena sebagian besar penduduk miskin mendapatkan bantuan Program Keluarga Harapan (PKH).Dimana peserta
PKH dilakukan pembinaan secara intensif oleh pendamping khususnya untuk komponen kesehatan, diharuskan berkomitmen dengan rutin melakukan verifikasi kesehatan dengan mendatangi fasilititas kesehatan.Peserta PKH
juga mengikuti pembinaan kelompok yang selalu menekankan pentingnya hidup sehat, dan anaknya wajib bersekolah.
Penelitian tentanghubungan
antara kemiskinan dan jumlah anggota rumah tangga menunjukkan
bahwa rumah tangga miskin cenderung memiliki jumlah anggota rumah tangga
lebih banyak dibandingkan dengan rumah tangga tidak
miskin. Dengan jumlah anggota rumah tangga
yang cenderung banyak maka akan berdampak
pada rendahnya kemampuan rumah tangga tersebut
untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar anggota rumah
tangganya. Dengan demikian, jumlah anggota rumah tangga
yang besar dapat menghambat peningkatan sumber daya manusia
masa depan, yang dalam hal ini adalah
anak-anak.
Secara sosiologis,
ada sebagian anggapan di masyarakat �banyak anak banyak
rejeki� juga masih banyak dianut oleh masyarakat.Pada masa anak-anak semboyan tersebut tidak berlaku.Karena masing-masing anak-anak
memerlukan kebutuhan makanan dan non makanan termasuk perumahan, kesehatan, pendidikan yang lebih tinggi.Ruta dengan kemampuan ekonomi sangat terbatas akan kesulitan untuk dapat memenuhi
kebutuhan makanan dan non makanan tersebut. Hal ini mendorong ruta
miskin akan sangat rentan terkena gizi buruk,
derajat kesehatan rendah, dan tingkat pendidikan anggota ruta cenderung rendah.
Sumber air minum
Ketersediaan fasilitas
air bersih sebagai sumber air minum untuk kebutuhan sehari-hari ruta merupakan indikator perumahan yang juga dapat mencirikan sehat tidaknya suatu rumah. Air bersih dalam uraian berikut
didefinisikan sebagai air
yang bersumber dari air kemasan/ledeng/PAM/sumur terlindung/mata air terlindung. Ketidaktersediaan air bersih di ruta adalah salah satu indikasi dari kemiskinan.
Dilihat dari distribusi ruta miskin menurut ketersediaan air bersih berdasarkan data makro BPS tahun 2018, tampak bahwa persentase
ruta miskin yang telah menikmati ketersediaan air bersih sebagai sumber air minum tercatat sebesar 80,50 persen, sedangkan persentase ruta miskin yang belum menikmati ketersediaan air bersih tercatat sebesar 19,50 persen. Menurut sumber air minum yang digunakan, ruta miskin paling banyak menggunakan air yang berasal dari air isi ulang, yaitu
sebesar 39,08 persen. Selanjutnya, sumber air minum yang paling banyak digunakan adalah sumur terlindung dan ledeng, yaitu masing-masing sebesar 20,68 persen dan 17,46 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa ketersediaan fasilitas air bersih sebagai sumber air minum pada ruta miskin sudah cukup baik.
Berdasarkan DTKS tahun
2018, ada sebanyak 82.131 rumah (76,60 persen) penduduk miskin telah memiliki sumber air sehat yang meliputi air kemasan, ledeng, dan sumber terlindung. Ruta miskin dengan sumber air tidak terlindung sebanyak 19.332 rumah (18,03 persen), dan ada sebanyak 5.571 rumah (5,36 persen) sumber air minum lainnya. Data secara rinci sumber air minum Ruta DTKS seperti pada Tabel 2.
�
Tabel 2
Ruta DTKS berdasarkan sumber air minum Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2018 dan 2019
Kabupaten/Kota����������������� |
2018 |
2019 |
|||||
Air Kemasan/ Ledeng/Sumber
Terlindung |
Sumber Tidak
Terlindung |
Lainnya |
Air Kemasan/ Ledeng/Sumber
Terlindung |
Sumber Tidak
Terlindung |
Lainnya |
||
1 |
Karimun |
�������
9.856 |
4.000 |
��������
896 |
�������
8.804 |
4.466 |
659 |
2 |
Bintan |
�������
6.284 |
3.070 |
��������
373 |
�������
6.295 |
3.065 |
364 |
3 |
Natuna |
�������
3.228 |
1.607 |
���������� 98 |
�������
3.227 |
1.607
|
98 |
4 |
Lingga |
�������
5.134 |
2.479 |
��������
593 |
�������
5.515 |
2.567 |
493 |
5 |
Kepulauan Anambas |
���������� 600 |
1.928 |
������������ 3 |
���������� 600 |
1.928 |
3 |
6 |
Batam |
�����
47.669 |
5.241 |
�����
3.478 |
�����
46.541 |
5.284 |
2.737
|
7 |
Tanjungpinang |
�������
9.360 |
1.007 |
��������
310 |
�������
9.198 |
963 |
159 |
Kepulauan Riau |
��� 82.131 |
��� 19.332 |
���� 5.751 |
���� 80.180 |
19.880 |
4.513 |
|
Presentase |
����� 76,60 |
18,03 |
������ 5,36 |
������ 76,67 |
19,01 |
4,32 |
Sumber: DTKS 2018 dan 2019 (diolah)
�
Dari Tabel 2 terlihat
bahwa sebagian besar masyarakat miskin DTKS sudah menggunakan air bersih dan sehat.Dari
data tersebut juga masih ada penduduk miskin memanfaatkan sumber air lainnya yang menunjukkan penurunan. Pada tahun 2018 penduduk miskin memanfaatkan sumber air lainya sebesar 5,36 persen, sedangkan pada tahun 2019 menjadi 4,32 persen diikuti kenaikan pada penggunaan air bersih dan sumber air tidak terlindung.
Apabila air bersih
tersebut dilihat dari cara perolehannya,
maka pada tahun 2018 ada 39.236 rumah mendapatkan air dengan membeli eceran, sebanyak 18.572 rumah secara langganan, dan ada sebanyak 49.406 rumah tidak membeli
air bersih. Sedangkan kondisi tahun 2019, ada 38.418 rumah mendapatkan air dengan membeli eceran, sebanyak 18.229 rumah secara langganan, dan ada sebanyak 47.926 rumah tidak membeli
air bersih. Perkembangan rutacara memperoleh sumber air bersih seperti terdapat pada Tabel 3.
�
Tabel 3
Ruta DTKS berdasarkan cara memperoleh air bersih di Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2018 dan
2019
Kabupaten/Kota����������������� |
2018 |
2019 |
|||||
Membeli Enceran |
Langganan |
Tidak Membeli |
Membeli Enceran |
Langganan |
Tidak Membeli |
||
1 |
Karimun |
������ 1.493 |
��������� 1.149 |
� ���12.110 |
�������� 1.689 |
������������� 767 |
������ 11.473 |
2 |
Bintan |
������ 2.532 |
������������ 680 |
������ 6.515 |
�������� 2.536 |
������������� 682 |
�������� 6.506 |
3 |
Natuna |
��������� 783 |
������������ 680 |
������ 3.470 |
����������� 782 |
������������� 680 |
�������� 3.470 |
4 |
Lingga |
��������� 523 |
��������� 1.648 |
������ 6.035 |
����������� 549 |
���������� 1.691 |
�������� 6.335 |
5 |
Kepulauan Anambas |
��������� 341 |
������������ 534 |
������ 1.656 |
����������� 341 |
������������� 534 |
�������� 1.656 |
6 |
Batam |
���� 29.845 |
������� 12.619 |
���� 13.924 |
������ 28.870 |
�������� 12.608 |
������ 13.084 |
7 |
Tanjungpinang |
������ 3.719 |
��������� 1.262 |
������ 5.696 |
�������� 3.651 |
���������� 1.267 |
�������� 5.402 |
Kepulauan Riau |
�� 39.236 |
������ 18.572 |
��� 49.406 |
����� 38.418 |
������ 18.229 |
����� 47.926 |
|
Presentase |
����� 36,60 |
�������� 17,32 |
����� 46,08 |
������� 36,74 |
��������� 17,43 |
������� 45,83 |
|
Sumber: DTKS2018 dan 2019 (diolah) |
Dari Tabel 3. terlihat
bahwa pada tahun 2018, cara memperoleh air bersih dengan cara
membeli sebesar 36,60 persen, berlangganan sebesar 17,32 persen, dan tidak membeli sebesar
46,08 persen. Sedangkan berdasarkan DTKS tahun 2019cara memperoleh air bersih dengan cara membeli
sebesar 36,74 persen, berlangganan sebesar 17,43 persen, dan tidak membeli sebesar 45,83 persen.
Penggunaan fasilitas buang air besar
Ketersediaan jamban
menjadi salah satu fasilitas rumah sehat yang sangat penting dalam mendukung pola hidup sehat.
Di samping ada tidaknya jamban,
indikator penggunaan fasilitas jamban juga penting, di mana dibedakan atas jamban sendiri,
jamban bersama, danjamban umum/tidak ada. Dilihat
dari distribusi rumah tangga miskin menurut ketersediaan dan penggunaan fasilitas buang air besar, Berdasarkan data makro BPS pada tahun 2018 tampak bahwa persentase rumah tangga miskin yang menggunakan jamban sendiri tercatat sebesar 87,43 persen dan yang menggunakan jamban bersama sebesar 6,78 persen. Data secara terinci terdapat pada Tabel 4.
�
Tabel 4
Ruta DTKS berdasarkan fasilitas tempat pembuangan air besar di Provinsi Riau Tahun 2018 dan 2019
Kabupaten/Kota����������������� |
2018 |
2019 |
|||||
Jamban Sendiri |
Jamban Bersama |
Tidak Ada |
Jamban Sendiri |
Jamban Bersama |
Tidak Ada |
||
1 |
Karimun |
���������
11.001 |
����������� 1.093 |
������������ 2.658 |
������
11.159 |
��������
1.131 |
��������
1.639 |
2 |
Bintan |
����������� 8.187 |
�������������� 630 |
��������������� 910 |
��������
8.195 |
����������� 633 |
����������� 896 |
3 |
Natuna |
����������� 3.678 |
�������������� 156 |
������������ 1.099 |
��������
3.677 |
���������� �156 |
��������
1.099 |
4 |
Lingga |
����������� 5.678 |
�������������� 869 |
������������ 1.659 |
��������
6.106 |
����������� 933 |
��������
1.536 |
5 |
Kepulauan Anambas |
����������� 2.258 |
�������������� 126 |
��������������� 147 |
��������
2.258 |
����������� 126 |
� ����������147 |
6 |
Batam |
���������
51.231 |
����������� 2.858 |
������������ 2.299 |
������
50.104 |
��������
2.645 |
��������
1.813 |
7 |
Tanjungpinang |
����������� 9.255 |
�������������� 944 |
��������������� 478 |
��������
9.183 |
����������� 883 |
����������� 254 |
Kepulauan Riau |
��������
91.288 |
���������
6.676 |
����������� 9.250 |
�����
90.682 |
�������
6.507 |
�������
7.384 |
|
Presentase |
���������� 85,15 |
������������ 6,23 |
������������� 8,63 |
�������
86,72 |
���������
6,22 |
���������
7,06 |
Sumber: DTKS 2018 dan 2019 (diolah)
Dari Tabel 4 terlihat
terjadi kenaikan persentase penduduk dengan jamban sendiri
pada tahun 2018 sebesar
85,15 persen naik menjadi sebesar 86,72 persen pada tahun 2019. Kondisi tersebut diikuti penurunan penggunaan jamban bersama dari 6,23 persen pada tahun 2018 menjadi sebesar 6,22 persen pada tahun 2019, dan tidak memiliki jambandari 8,63 persen pada tahun 2018 menjadi sebesar 7,06 persen pada tahun 2019. Penduduk yang belum memiliki jamban pada tahun 2019 sebanyak 7.384 rumah perlu untuk
mendapatkan perhatian semua pihak terutama
peranan pemerintah daerah.
Berdasarkan bentuk
jamban yang dibangun berdasarkan DTKS tahun 2018 ada sebesar 74.947 rumah (69,90 persen) dengan bentuk sanitasi
leher angsa, ada sebesar 2.568 rumah (2,40 persen) dengan bentuk sanitasi
plengsengan, sebesar 18.916
rumah (17,64 persen) dengan bentuk sanitasi
cemplung/cebluk, dansebesar 10.783 rumah (10,06 persen) memakai sanitasi.Sedangkan, pada tahun
2019 ada sebesar 73.302 rumah (70,10 persen) dengan bentuk sanitasi
leher angsa, ada sebesar 3.869 rumah (3,70 persen) dengan bentuk sanitasi
plengsengan, sebesar 19.030
rumah (18,20 persen) dengan bentuk sanitasi
cemplung/cebluk, dansebesar 8.373 rumah (8,01 persen) tidak memakai
sanitasi. Data secara terinci data sanitasi DTKS seperti terdapat pada Tabel 5.
�
Tabel 5
Ruta DTKS Provinsi Kepulauan
Riau berdasarkan bentuk sanitasi Tahun 2018 dan 2019
Kabupaten/Kota����������������� |
2018 |
2019 |
|||||||
Leher Angsa |
Plengsengan |
Cemplung/Cubluk |
Tidak Pakai |
Leher Angsa |
Plengsengan |
Cemplung/Cubluk |
Tidak Pakai |
||
1 |
Karimun |
�10.255 |
����
360 |
����
1.366 |
2.771 |
9.708 |
1.271
|
�����
1.490 |
1.460
|
2 |
Bintan |
��
7.298 |
������
82 |
����
1.352 |
�����
995 |
7.304 |
82 |
�����
1.357 |
981 |
3 |
Natuna |
��
2.229 |
����
114 |
����
1.456 |
��
1.134 |
2.229 |
113 |
�����
1.456 |
1.134 |
4 |
Lingga |
��
2.823 |
����
209 |
����
3.402 |
��
1.772 |
3.133 |
306 |
�����
3.476 |
1.660
|
5 |
Kepulauan Anambas |
�����
588 |
������
25 |
����
1.753 |
�����
165 |
588 |
25 |
�����
1.753 |
165 |
6 |
Batam |
�43.152 |
�
1.358 |
����
8.425 |
��
3.453 |
42.292
|
1.425
|
����
�8.143 |
2.702 |
7 |
Tanjungpinang |
��
8.602 |
����
420 |
����
1.162 |
�����
493 |
8.048 |
647 |
�����
1.355 |
270 |
Kepulauan Riau |
�74.947 |
� 2.568 |
�� 18.916 |
�10.783 |
73.302 |
3.869 |
��� 19.030 |
8.372 |
|
Presentase |
�� 69,90 |
��� 2,40 |
���� 17,64 |
�� 10,06 |
70,10 |
3,70 |
��� 18,20 |
8,01 |
Sumber: DTKS 2018 dan 2019 (diolah)
Berdasarkan Tabel
5. terlihat bahwa kualitas sanitasi pada tahun 2019 lebih baik dibandingkan dengan kondisi tahun 2018. Hal ini ditandai dengan semakin tinggi kualitas sanitasi leher angsa, bentuk
sanitasi plengsengan, bentuk sanitasi cemplung/cebluk, dan terjadi penurunan untuk tidak memakai
sanitasi.
Ruta jika diklasifikasikan menurut tempat pembuangan akhir tinja DTKS Provinsi Kepulauan Riau, pada tahun 2018 ada sebanyak 56.671 rumah� (52,86 persen) dengan tangki/SPAL,� ada sebanyak 19.484 rumah (18,17 persen) dengan lubang tanah,
dan sebanyak 31.059 rumah
(28,97 persen). Sedangkan
pada tahun 2019ada sebanyak
54.246 rumah (51,87 persen)
dengan tangki/SPAL,� ada
sebanyak 21.704 rumah
(20,75 persen) dengan lubang tanah, dan sebanyak 28.623 rumah (27,37 persen). Data secara terinci rumah tangga
DTKS berdasarkan tempat pembuangan akhir tinja terdapat pada Tabel 6.
�
Tabel 6
Jumlah rumah tangga
menurut tempat pembuangan akhir tinja DTKS Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2018 dan
2019
Kabupaten/Kota����������������� |
2018 |
2019 |
|||||
Tangki/SPAL |
Lubang Tanah |
Lainnya |
Tangki/SPAL |
Lubang Tanah |
Lainnya |
||
1 |
Karimun |
8.308 |
2.345 |
4.099 |
6.647 |
4.265 |
3.017 |
2 |
Bintan |
5.089 |
2.170 |
2.468 |
5.103 |
2.165 |
2.456 |
3 |
Natuna |
938 |
1.318 |
2.677 |
938 |
1.318 |
2.676 |
4 |
Lingga |
2.171 |
692 |
5.343 |
2.052 |
1.182 |
5.341 |
5 |
Kepulauan Anambas |
322 |
98 |
2.111 |
322 |
98 |
2.111 |
1 |
Batam |
34.881 |
9.381 |
�2.126 |
34.456 |
9.234 |
10.872 |
2 |
Tanjungpinang |
4.962 |
3.480 |
�
2.235 |
4.728 |
3.442 |
2.150 |
Kepulauan Riau |
� 56.671 |
� 19.484 |
�31.059 |
� 54.246 |
21.704 |
28.623 |
|
Presentase |
52,86 |
18,17 |
���� 28,97 |
���� 51,87 |
20,75 |
27,37 |
Sumber: DTKS 2018 dan 2019 (diolah)
Dari Tabel 6. terlihat
bahwa rumah tangga DTKS dilihat daritempat pembuangan akhir tinja bahwa
RTM lebih setengah persentasenya sudah menggunakan tangka/SPAL yang dari
kesehatan lebih baik dan terlindung dari pada lubang tanah atau lainnya.
Namun demikian, yang memiliki tempat pembuangan akhir tinja lainnya masih
cukup tinggi. Pada tahun 2018 terdapat 28,97 persen turun menjadi
sebesar 27,37 persen. Lubang tanah yang dibuat KTM dikawatirkan akan mencemari air tanah. Program pemerintah seperti PAMSIMAS, WSLIC dan program sanitasi
lingkungan lainnya diharapkan dapat lebih menyasar kepada RTM yang terdapat pada
DTKS.
Kesimpulan
Berdasarkan
data kemiskinan makro jumlah penduduk miskin, persentase penduduk miskin di
Provinsi Kepulauan Riau. Pada tahun 2007 presentase penduduk miskin sebesar
9,18persen berhasil diturunkan menjadi sebesar 5,90 persen pada bulan Maret
2019. Tingkat kemiskinan penduduk di Provinsi Kepulauan Riau cenderung
mengalami penurunan, baik dari sisi jumlah maupun persentase.Secara khusus
tahun 2018-2019 terlihat masyarakat miskin masih ada yang belum tersentuk
program air bersih dan sanitasi.
Cahyati, Cahyati. (2020). Penanganan Kemiskinan di
Desa Sangiang Kecamatan Mancak Kabupaten Serang (Studi tentang Program
Pelatihan Keterampilan Tata Boga Perempuan Rawan Sosial Ekonomi Dinas Sosial
Kabupaten Serang). UIN SMH BANTEN. Google Scholar
Hartoto. (2020). 17 Tahun Program
Penanggulangan Kemiskinan di Provinsi Kepulauan Riau. Jurnal Tabir. Google Scholar
Kuncoro, Mudrajad. (2000). Ekonomi
Pembangunan: Teori, Masalah, dan Kebijakan. Google Scholar
Statistik, Badan Pusat. (2011). Profil
Kemiskinan di Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2011. Google Scholar
Sugiyono, P. (2019). Metode Penelitian
Kuantitatif Kualitatif dan R&D (D. Sutopo. S. Pd, MT, Ir. Bandung:
Alfabeta. Google Scholar
Copyright holder: Hartoto (2021) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah
Indonesia |
This article is licensed
under: |