������ Syntax Literate : Jurnal
Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849
������
e-ISSN : 2548-1398
������ Vol. 4, No.
2 Februari 2019
�
ANALISIS
PENGEMBANGAN KEDELAI DENGAN MENENTUKAN KESESUAIAN LAHAN BERBASIS PADA POLA
HUJAN DI KABUPATEN BANYUMAS
Zakiyah Amini
Fakultas Pertanian Universitas Swadaya Gunung Jati
(UNSWAGATI) Cirebon
Email: [email protected]
Abstrak
Kabupaten Banyumas memiliki curah hujan
berkisar 3.439 mm per tahun. Curah hujan sangat mempengaruhi kegiatan usahatani
kedelai di wilayah ini. Perubahan pola hujan menjadi
ancaman
bagi petani karena
banyak kegiatan pertanian yang mengandalkan hujan. Untuk menunjang keberhasilan pertanian kedelai di Banyumas, perlu dilakukan kajian tentang aspek perubahan pola curah hujan sebagai penentu awal tanam
untuk kedelai dengan menganalisis potensi pengembangan kedelai dilihat dari
pola tanam dan pengaturan jadwal tanam menggunakan peta kesesuaian lahan dengan
peta prediksi curah hujan di Kabupaten Banyumas dengan menggunakan model Thomas
Fiering untuk prediksi curah hujan. Membuat analisa data dari kondisi lahan,
lereng dan tanah menggunakan AHP dan Fuzzy Set. menganalisa curah hujan aktual
curah hujan prediksi dengan menggunakan data hujan 10 tahun terakhir
(2004-2014) menggunakan metode Thomas Fiering menggunakan Isohyet dengan Arc.
Gis.
Kata Kunci : Analisis Resiko, Kesesuaian Lahan, Thomas
Fiering
Pendahuluan
��������� Kedelai adalah tanaman palawija yang kaya akan protein nabati yang menyehatkan. Bahan makanan ini dapat diolah menjadi berbagai produk pangan seperti tempe, tahu, kecap, susu kedelai sehingga banyak digemari oleh semua kalangan. Mengutip dari MITI (Masyarakat Ilmuwan dan Teknologi Indonesia) dari tahun 2001 hingga tahun 2012 tingkat konsumsi kedelai Indonesia mengalami kenaikan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Lilik dkk. (2001) kendala yang sering dihadapi oleh petani kedelai adalah kebutuhan air tanaman yang sangat tergantung pada hujan. Petani selalu dihadapkan dengan gagal panen akibat belum dimanfaatkannya sumberdaya iklim secara maksimal. Sumiana (2012) dalam Daryatno (2013) mengatakan perubahan curah hujan akibat perubahan iklim berdampak pada sektor pertanian. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa perubahan pola curah hujan menyebabkan terjadinya perubahan pola tanam. Pasokan makanan bergantung kepada pertanian yang sangat ditentukan oleh iklim. Petani harus menyesuaikan diri dengan perilaku iklim untuk mengurangi dampak negatif dari ketidakpastian yang disebabkan oleh perubahan iklim (Pasaribu dan Syukur, 2010).�
Menurut penelitian
Susilawati (2002) dalam parameter iklim ini untuk menghitung kebutuhan air
irigasi, jadwal pemberian air irigasi dibutuhkan data-data klimatologi, data
tanaman dan data pola tanam. Kabupaten Banyumas memiliki curah hujan berkisar
3.439 mm per tahun. Curah hujan yang tidak menentu dan sulit diprediksi sangat
mempengaruhi kegiatan usahatani kedelai di wilayah ini.
Perubahan pola
hujan
menjadi ancaman bagi petani karena banyak kegiatan pertanian yang mengandalkan hujan.
Untuk menunjang keberhasilan pertanian kedelai
di Banyumas, perlu dilakukan kajian tentang aspek perubahan pola curah hujan sebagai
penentu
awal
tanam untuk kedelai.
Metode Penelitian������������������������������������������������������������������
Penelitian
ini mengambil lokasi di Kabupaten
Banyumas Jawa Tengah pada bulan Maret sampai April 2015. Bahan �yang �digunakan �dalam� penelitian �ini �berupa peta
jenis tanah, peta landuse, peta
topografi dengan skala 1 : 25.000 selain itu data �klimatologi
yang terdiri dari suhu, kelembaban, lama penyinaran matahari, curah hujan bulanan
selama 10 tahun terakhir di 5 stasiun hujan (Lumbir,
Ketengger Rempoah, Sumpiuh, Kranji, dan Banjaranyar). Sedangkan
alat yang digunakan� dalam penelitian ini adalah seperangkat komputer,
alat tulis dan software Arc.Gis
9.0.��
Membuat
analisa data dari kondisi lahan, lereng dan tanah menggunakan AHP dan Fuzzy Set.
Membuat analisa curah hujan aktual curah hujan prediksi dengan menggunakan data
hujan 10 tahun terakhir (2004-2014) menggunakan metode Thomas Fiering (Jayanti,
2012) menggunakan Isohyet dengan Arc. Gis 9.0. Selanjutnya adalah perhitungan
kebutuhan air tanaman dengan perthitungan curah hujan efektif (ETo dengan
menggunakan perangkat lunak Cropwat.
Menganalisis
potensi pengembangan kedelai dilihat dari pola tanam dan pengaturan jadwal
tanam menggunakan peta kesesuaian lahan dengan peta prediksi curah hujan di
Kabupaten Banyumas dengan menggunakan model Thomas Fiering untuk prediksi curah
hujan.
Hasil
dan Pembahasan�
1. Analisis Perubahan Pola
Hujan
Data curah hujan
yang ada di Banyumas dilihat dari lima stasiun selama 10 tahun terakhir saat
kondisi aktual tersaji pada Tabel 1.1. berikut :
Tabel
Data Curah Hujan Bulanan Kondisi Aktual Lima Stasiun
Stasiun Penangkar Hujan |
Musim Hujan mm/bl (Okt-Mar) |
Musim Kemarau mm/bl (Apr-Sept) |
Lumbir |
335,92 |
130,20 |
Banjar Anyar |
418,53 |
183,67 |
ketengger rempoah |
495,38 |
231,53 |
Kranji |
311,75 |
131,40 |
Sumpiuh |
331,68 |
146,74 |
Sumber
: BPDAS Serayu Citanduy
Dari data curah
hujan diatas kemudian diolah menggunakan program Arc Gis 9.0 dengan metode isohyet. Berdasarkan pola hujan kondisi
aktual musim penghujan terdapat tiga pola hujan di Kabupaten Banyumas yaitu di
daerah stasiun Lumbir bersifat kering, Ajibarang bersifat basah, Kranji
bersifat kering. Pola hujan kondisi aktual musim kemarau terdapat tiga pola
hujan. Pola pertama bersifat kering di daerah Lumbir, Ajibarang bersifat basah,
Purwokerto bersifat kering.
2.
Pola
Hujan Prediksi 2015, 2016, 2017 Musim Hujan dan Kemarau
Tabel 2.1. Data Curah Hujan Bulanan
Stasiun Banjaranyar
BULAN |
Curah Hujan (mm) |
|||||||||||
2005 |
2006 |
2007 |
2008 |
2009 |
2010 |
2011 |
2012 |
2013 |
2014 |
JUM |
Rata2 |
|
Januari |
405 |
607 |
232 |
262 |
356 |
478 |
130 |
532 |
588 |
121 |
3711 |
371.1 |
Februari |
335 |
396 |
429 |
311 |
378 |
766 |
287 |
410 |
281 |
241 |
3834 |
383.4 |
Maret |
349 |
247 |
358 |
366 |
157 |
500 |
375 |
171 |
277 |
357 |
3157 |
315.7 |
April |
490 |
438 |
524 |
260 |
462 |
0 |
281 |
236 |
277 |
399 |
3367 |
336.7 |
M
e i |
122 |
123 |
302 |
17 |
220 |
585 |
343 |
260 |
470 |
332 |
2774 |
277.4 |
Juni |
204 |
90 |
220 |
34 |
279 |
394 |
54 |
62 |
189 |
156 |
1682 |
168.2 |
Juli |
261 |
21 |
25 |
0 |
21 |
556 |
41 |
16 |
447 |
121 |
1509 |
150.9 |
Agustus |
63 |
0 |
5 |
16 |
0 |
278 |
8 |
0 |
126 |
94 |
590 |
59 |
September |
370 |
0 |
3 |
52 |
35 |
618 |
0 |
0 |
20 |
0 |
1098 |
109.8 |
Oktober |
788 |
22 |
342 |
587 |
541 |
0 |
211 |
533 |
209 |
522 |
3755 |
375.5 |
Nopember |
657 |
252 |
495 |
471 |
907 |
309 |
820 |
581 |
380 |
496 |
5368 |
536.8 |
Desember |
596 |
688 |
811 |
260 |
299 |
631 |
291 |
729 |
515 |
467 |
5287 |
528.7 |
Jumlah |
4640 |
2884 |
3746 |
2636 |
3655 |
5115 |
2841 |
3530 |
3779 |
3306 |
36132 |
3613.2 |
Sumber : BPDAS Serayu
Citanduy
Dari data diatas
dilakukan beberapa tahap antara lain uji homogenitas data, uji validitas model,
uji korelasi linier sederhana dan pembangkitan data curah hujan bulan dengan menggunakan
model Thomas-Fiering. Hasil uji RAPS menunjukkan data curah hujan bulanan tahun
2012 - 2013 adalah homogen, sehingga data tersebut dapat digunakan untuk
membangkitkan data curah hujan bulanan tahun berikutnya.
Setelah
dilakukan uji homogenitas data, selanjutnya adalah uji validitas dilakukan
terhadap data curah hujan hasil bangkitan dan hasil observasi tahun 2012 dan
2013 dengan memanfaatkan data curah hujan tahun 2005 - 2011. Perbandingan data
curah hujan bulanan hasil bangkitan dan observasi tahun 2012 dan 2013, selanjutnya
diuji dengan menggunakan uji t berpasangan dengan tingkat kepercayaan 99,9%. Hasil
uji t yang dilakukan menunjukkan nilai t hitung �0,158 dan t tabel 2,069 sehingga� dikatakan bahwa model Thomas-Fiering cukup
handal digunakan untuk membangkitkan data curah hujan bulanan. Kemudian dilakukan� Uji korelasi untuk mengetahui hubungan data curah
hujan hasil bangkitan dan data curah hujan hasil observasi.
Hasil perhitungan
menunjukkan nilai koefisien korelasi nilai r hitung dengan signifikasi 1%
adalah r hitung 0.844 dan r tabel 0,515 dapat dikatakan bahwa curah hujan hasil
bangkitan memiliki korelasi dengan curah hujan hasil observasi. Kemudian
setelah dilakukan pengujian seperti diatas dibuat variabel penyusun metode
Thomas-Fiering. Hasil perhitungan dimasukkan pada persamaan regresi Thomas-Fiering
sehingga untuk membangkitkan data 2015, 2016 dan 2017. Setelah dilakukan
perhitungan dengan persamaan regresi Thomas-Fiering selanjutnya adalah membangkitkan
data 2015, 2016 dan 2017 yang disajikan pada Tabel berikut :
Tabel
Curah Hujan Bangkitan Tahun 2015 - 2017
Bulan |
Tahun |
||
2015 |
2016 |
2017 |
|
Januari |
501,44 |
671,62 |
363,41 |
Februari |
368,16 |
510,06 |
537,80 |
Maret |
314,54 |
314,02 |
369,69 |
April |
386,84 |
453,77 |
463,83 |
Mei |
0,72 |
179,20 |
200,71 |
Juni |
129,88 |
1,02 |
93,85 |
Juli |
158,04 |
0 |
0 |
Agustus |
0 |
28,59 |
0 |
September |
120,77 |
0 |
0 |
Oktober |
891,52 |
141,12 |
455,11 |
November |
949,57 |
769,45 |
570,59 |
Desember |
665,17 |
637,32 |
764,16 |
����������� Sumber
: Perhitungan
Dari perhitungan
prediksi curah hujan diatas selanjutnya dilakukan perhitungan dengan neraca air
dari masing masing tahun selama dua musim yaitu musim penghujan dan musim
kemarau untuk menentukan kelas kesesuaian lahannya. Berikut adalah data neraca
air prediksi 2015-2017.
Tabel
Tabel Neraca Air Prediksi Tahun 2015 - 2017 Musim Penghujan dan Kemarau
Nama Stasiun |
2015 |
2016 |
2017 |
|||
Hujan |
Kemarau |
Hujan |
Kemarau |
Hujan |
Kemarau |
|
Lumbir |
182,31 |
5,23 |
214,59 |
31,35 |
154,86 |
57,71 |
Banjaranyar |
350,90 |
36,57 |
294,66 |
42,33 |
281,49 |
46,53 |
Ketengger
Rempoah |
336,39 |
89,15 |
322,10 |
90,80 |
283,19 |
72,19 |
Kranji |
192,57 |
40,58 |
221,11 |
46,86 |
231,93 |
17,87 |
Sumpiuh |
235,65 |
31,54 |
214,24 |
27,19 |
252,40 |
20,65 |
Sumber
: Perhitungan
Pentingnya
menghitung neraca air adalah untuk mengetahui jumlah kebutuhan air tanaman.
Dalam perhitungannya, data utama� yang dibutuhkan
adalah curah hujan dan nilai evapotranspirasi.
Sementara untuk analisis pola curah hujan hanya menggunakan data prediksi curah
hujan saja.
Tabel Curah Hujan Prediksi Tahun
2015 - 2017 Musim Penghujan dan Kemarau.
Nama Stasiun |
2015 |
2016 |
2017 |
|
|||||||
Hujan |
Kemarau |
Hujan |
Kemarau |
Hujan |
Kemarau |
||||||
Lumbir |
370,31 |
63,28 |
383,78 |
109,54 |
322,80 |
136,12 |
|
||||
Banjaranyar |
615,07 |
132,59 |
507,27 |
110,43 |
510,13 |
126,40 |
|
||||
Ketengger Rempoah |
562,91 |
194,93 |
545,04 |
193,83 |
513,77 |
158,02 |
|
||||
Kranji |
371,41 |
89,89 |
381,69 |
119,54 |
420,13 |
90,12 |
|
||||
Sumpiuh |
436,99 |
101,26 |
404,35 |
86,07 |
460,42 |
65,51 |
|
||||
Sumber : Perhitungan
Tabel diatas
merupakan data rata-rata dari masing-masing stasiun kondisi hujan prediksi
tahun 2015- 2017 yang telah dibagi menjadi dua musim, yaitu musim hujan
(Oktober - Maret) dan musim kemarau (April - September). Pola hujan prediksi
2015, tidak ada perubahan dari pola sebelumnya saat kondisi aktual musim
penghujan.
Perubahan pola
hujan akibat variasi iklim di Indonesia menyebabkan adanya pergeseran musim
kemarau dan musim penghujan, sehingga menjadi faktor yang membatasi dalam
kegiatan pertanian dan produksi tanaman pangan. Perlu adanya penyelarasan kegiatan
pertanian dengan curah hujan melalui kesesuaian lahan.
3.
Kesesuaian Lahan
Budidaya Kedelai Kondisi Aktual
Metode penyusunan peta kesesuaian lahan dengan
menggunakan empat parameter yaitu peta jenis tanah, peta lereng/topografi, peta
penggunaan lahan dan data hujan dengan mengacu pada syarat tumbuh tanaman kedelai. Berikut disajikan tabel
prosentase kelas kesesuaian lahan kondisi aktual.
Tabel Prosentase
Kelas Kesesuaian Lahan Kondisi Aktual.
Kelas |
Kondisi
Aktual (%) |
|
Musim Hujan |
Musim
Kemarau |
|
S1 |
20,35 |
18,72 |
S2 |
10,69 |
22,72 |
S3 |
41,33 |
25,67 |
N |
6,61 |
11,91 |
Tubuh
air |
1.333,08 |
0,93 |
Gedung |
89,14 |
0,06 |
Pemukiman |
28.493,56 |
19,95 |
Gambar Peta
Kesesuaian Lahan Aktual Berdasarkan Pola Curah Hujan Musim Hujan
Gambar
Peta Kesesuaian Lahan Aktual Berdasarkan Pola Curah Hujan Musim Kemarau
Peta sebaran
kesesuaian lahan untuk kedelai di Banyumas, kecamatan dengan tingkat prosentase
S1 dan S2 saat musim kemarau direkomendasikan untuk menanam kedelai yaitu
Kecamatan Lumbir, Jatilawang, Sumbang, Purwokerto Utara, Patikraja, Kalibagor,
Somagede, Banyumas, Kemranjen, Sumpiuh dan Tambak.
4.
Kesesuaian Lahan
Budidaya Kedelai dan Prediksi Curah Hujan 2015
Dari hasil prediksi tahun 2015
analisis spasial kelas kesesuaian lahan dan prosentase tubuh air, gedung dan
pemukiman adalah sebagai berikut :
Tabel
Prosentase Kelas Kesesuaian Lahan Prediksi 2015.
Kelas |
Prediksi
2015 (%) |
|
Musim
Hujan |
Musim
Kemarau |
|
S1 |
19,04 |
19,03 |
S2 |
25,83 |
10,56 |
S3 |
20,24 |
36,07 |
N |
15,89 |
12,75 |
Tubuh air |
1.333,08 |
0,93 |
Gedung |
89,14 |
0,06 |
Pemukiman |
28.493,56 |
19,95 |
Sumber :
Perhitungan
Gambar
Peta Kesesuaian Lahan Berdasarkan Neraca Air Prediksi 2015 Musim Hujan
Gambar
Peta Kesesuaian Lahan Berdasarkan Neraca Air Prediksi 2015 Musim Kemarau
Dari peta kesesuaian
lahan kondisi aktual musim hujan dan musim kemarau untuk kelas kesesuaian S1
(Sangat Sesuai) sebesar 19,04% untuk musim penghujan dan 19,03% untuk musim
kemarau. Kelas sangat sesuai berada di stasiun Kranji yang meliputi Kecamatan
Sumbang, Purwokerto Utara, Sokaraja, Patikraja, Kalibagor dan Kembaran.
Parameter yang mempengaruhi kesesuaian lahan di daerah ini adalah jenis tanah,
topografi dan curah hujan. Kelas Tidak Sesuai yang daerahnya merupakan kawasan
pegunungan dengan jenis tanah komplek latosol merah kekuningan dan podsolik
merah yang memiliki topografi diatas 40% di daerah Somagede dan Wangon.
5.
Kesesuaian Lahan
Budidaya Kedelai Prediksi Curah Hujan 2016
Dari hasil
analisis spasial kelas kesesuaian lahan dan prosentase tubuh air, gedung dan
pemukiman adalah sebagai berikut
Tabel Prosentase
Kelas Kesesuaian Lahan Prediksi 2016
Kelas |
Prediksi 2016 % |
|
Musim Hujan |
Musim Kemarau |
|
S1 |
18,47 |
19,46 |
S2 |
22,35 |
10,21 |
S3 |
29,38 |
42,07 |
N |
11,11 |
7,24 |
Tubuh air |
1333,08 |
0.93 |
Gedung |
89,14 |
0.06 |
Pemukiman |
28.493,56 |
19.95 |
����������������������� Sumber : Perhitungan
Gambar
Peta Kesesuaian Lahan dan CH Prediksi 2016 Musim Hujan
Gambar Peta
Kesesuaian Lahan dan CH Prediksi 2016 Musim Kemarau
Sebaran kelas kesesuaian
lahan prediksi 2016 musim hujan dan musim kemarau untuk kelas kesesuian S1
(Sangat Sesuai) sekitar 18,47% untuk musim hujan dan 19,46% untuk musim kemarau.
6.
Kesesuaian Lahan
Budidaya Kedelai Prediksi Curah Hujan 2017
Berdasarkan peta
kesesuaian lahan berdasarkan neraca air prediksi� prediksi 2017 musim kemarau kelas kesesuaian
mulai dari sangat sesuai atau s1, sesuai s2, kurang sesuai S3 dan tidak sesuai
N didapat perbedaan luas sebaran kelas dalam persen sebagai berikut:
Tabel
Prosentase Kelas Kesesuaian Lahan Prediksi 2017.
Kelas |
Prediksi 2017 (%) |
|
Musim Hujan |
Musim Kemarau |
|
S1 |
20,63 |
18,12 |
S2 |
11,84 |
12,29 |
S3 |
35 |
38,55 |
N |
11,58 |
10,04 |
Tubuh air |
1.333,08 |
0,93 |
Gedung |
89,14 |
0,06 |
Pemukiman |
28.493,56 |
19,95 |
������������ ������������������ ������Sumber : Perhitungan
Gambar Peta
Kesesuaian Lahan dan CH Prediksi 2017 Musim Hujan
Gambar Peta
Kesesuaian Lahan dan CH� Prediksi 2017
Musim Kemarau
Sebaran kelas
kesesuaian lahan prediksi 2017 musim hujan dan musim kemarau untuk kelas
kesesuaian S1 (Sangat Sesuai) 20,63% untuk musim hujan dan 18,12% untuk musim
kemarau. Daerah yang cocok untuk ditanami kedelai berada di stasiun Ketengger
Rempoah, Kranji dan sebagian di Sumpiuh. Jenis tanah, jumlah curah hujan dan
topografi mempengaruhi kesesuaian lahan di wilayah ini.
7.
Pengelolaan
Jadwal Tanam Pengembangan Kedelai
Dalam penelitian ini dilakukan penyesuaian jadwal tanam
dengan pengaturan pola tanam (waktu, jenis tanaman) yaitu melihat pola curah
hujan menurut variasi iklim yang ada di Banyumas. Tahun
2015 waktu tanam kedelai
yang optimal dapat dilakukan saat awal bulan Juni sampai dengan Agustus untuk
semua wilayah di Banyumas. Hal ini terkait dengan kebutuhan air untuk masa
pertumbuhan vegetatif diawal tanam kedelai. Tahun 2016 terkait dengan ketersediaan air, pola tanam yang disarankan
berupa padi�palawija�padi hal ini dikarenakan kebutuhan air pada bulan Januari
sampai April surplus untuk tanaman padi. Sehingga waktu tanam kedelai yang optimal dapat dilakukan saat awal
bulan Mei sampai dengan Juli untuk stasiun Lumbir, Kranji, Banjaranyar dan
Sumpiuh. Sementara stasiun Ketengger Rempoah memulai tanam kedelai pada bulan
Juni sampai Agustus. Hal ini terkait dengan kebutuhan air untuk masa
pertumbuhan vegetatif diawal tanam kedelai. Tahun 2017 pola tanam yang disarankan berupa padi�palawija�padi
karena kebutuhan air pada bulan Januari sampai Mei surplus untuk tanaman padi.
Sehingga waktu tanam kedelai
yang optimal dapat dilakukan saat awal bulan Juni sampai dengan Agustus untuk
semua wilayah di Banyumas.
�
8.
Rekomendasi
dan Kebijakan
Untuk menambah
informasi mengenai perubahan iklim�
yang� sangat� bermanfaat�
untuk� prediksi� dan peramalan cuaca setiap mulai musim tanam
maka pemerintah hendaknya memfasilitasi petani untuk mengaplikasikan teknologi
budidaya pertanian yang adaptif terhadap perubahan iklim (penyediaan varietas
adaptif, fasilitas penerapan teknik pengelolaan lahan dan air) dengan bekerja
sama dengan BMKG dan Dinas Pertanian. Dari hasil penelitian mengenai pola curah
hujan, tidak diketahui ada dampak perubahan iklim namun terjadi variasi dari
pola hujan yang menyebabkan perubahan jadwal tanam sehingga perlu dikaji waktu
awal tanam yang pas untuk pengembangan kedelai dengan rata�rata waktu awal
tanam adalah bulan Juni sampai Agustus untuk semua wilayah Banyumas tahun 2015
dan 2017. Sementara tahun 2016 mulai tanam kedelai pada bulan Mei sampai
Juli.� Hal
ini terkait dengan kebutuhan air untuk masa pertumbuhan vegetatif diawal tanam
kedelai.
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat
di simpulkan bahwa:
1.
Pola curah hujan di Kabupaten Banyumas selama 10 tahun terakhir
(2005-2014) atau saat kondisi aktual musim hujan dan kemarau terdapat tiga pola
hujan.
2.
Pola hujan prediksi
tahun 2015, 2016 dan 2017 musim hujan dan kemarau terdapat tiga pola. Pola
pertama bersifat kering di stasiun Lumbir. Sedangkan pola ke kedua bersifat
basah berada di stasiun Banjaranyar yang meliputi Kecamatan Pakuncen dan
Cilongok. Pola basah tersebut terkait dengan topografi dan adanya hujan
orografis. Hujan orografis sering terjadi karena topografinya berupa lereng
pegunungan sehingga intensitas hujannya lebih lebat. Pola ketiga bersifat
kering berada di stasiun Kranji yang meliputi Kecamatan Baturaden, Sumbang,
Purwokerto, Patikraja, dan Rawalo.
3.
Berdasarkan prosentase
kelas kesesuaian lahan, waktu yang cocok untuk ditanami kedelai adalah saat
musim kemarau. Prosentase kesesuaian lahan kondisi aktual adalah kelas
S1(Sangat Sesuai) 18,72% N (Tidak Sesuai) 11.91%. Sementara prosentase kelas
kesesuaian lahan prediksi 2015, S1 (Sangat Sesuai) 19,03% dan kelas N (Tidak
Sesuai) 12,75. Prosentase kelas kesesuaian lahan prediksi 2016, S1(Sangat
Sesuai) 19,46% N (Tidak Sesuai) 7,24%. Kesesuaian lahan prediksi 2017,
S1(Sangat Sesuai) 18,12% dan N (Tidak Sesuai) 10,04%.
4. Waktu
awal tanam yang pas untuk pengembangan kedelai adalah bulan Juni sampai Agustus
untuk semua wilayah Banyumas tahun 2015 dan 2017. Sementara tahun 2016 mulai
tanam kedelai pada bulan Mei sampai Juli.�
BIBLIOGRAFI
Anonim.
2015. Data Statistik Perbandingan Tingkat
Konsumsi dan Produksi (http://gopanganlokal.miti.or.id/). Diakses
tgl 18 Maret 2015.
Daryatno.
2013. Implikasi Perubahan Pola Curah
Hujan terhadap Waktu Tanam� Jagung Pada
Lahan Kering di Daerah Gerokgak Kabupaten Buleleng.Tesis. Universitas
Negeri Udayana.http://www.pps.unud.ac.id/ depantesis_daryatno.pdf.� Diakses tgl 18 Juni 2015.
Lilik
Slamet S, Hariadi T. E, Mezak A. Ratag. 2001. Analisis Curah� Hujan dan Suhu
Untuk Menyusun Pola Tanam Tanaman� Pangan
di Jawa Barat. Bandung: Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan Iklim.
Pasaribu
dan Syukur. 2010. Policy Support For
Climate Risk Adaptation: The Role Of Microfinance. Dukungan Kebijakan untuk
Adaptasi Risiko Perubahan Iklim. Jurnal Peran Keuangan Mikro. Analisis
Kebijakan Pertanian volume. 8 No. 1. Maret 2010. 1-11
Susilawati.
2002. Pengelolaan Distribusi Air Untuk
Irigasi Dan Pemahaman Partisipatif Kondisi Pedesaan (Studi Kasus Daerah Irigasi
Tinalun). Semarang: Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas
Katolik Soegijapranata.