������ Syntax Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849

������ e-ISSN : 2548-1398

������ Vol. 4, No. 2 Februari 2019

ANALISIS PENGEMBANGAN KEDELAI DENGAN MENENTUKAN KESESUAIAN LAHAN BERBASIS PADA POLA HUJAN DI KABUPATEN BANYUMAS

 

Zakiyah Amini

Fakultas Pertanian Universitas Swadaya Gunung Jati (UNSWAGATI) Cirebon

Email: [email protected]

Abstrak

Kabupaten Banyumas memiliki curah hujan berkisar 3.439 mm per tahun. Curah hujan sangat mempengaruhi kegiatan usahatani kedelai di wilayah ini. Perubahan pola hujan menjadi ancaman bagi petani karena banyak kegiatan pertanian yang mengandalkan hujan. Untuk menunjang keberhasilan pertanian kedelai di Banyumas, perlu dilakukan kajian tentang aspek perubahan pola curah hujan sebagai penentu awal tanam untuk kedelai dengan menganalisis potensi pengembangan kedelai dilihat dari pola tanam dan pengaturan jadwal tanam menggunakan peta kesesuaian lahan dengan peta prediksi curah hujan di Kabupaten Banyumas dengan menggunakan model Thomas Fiering untuk prediksi curah hujan. Membuat analisa data dari kondisi lahan, lereng dan tanah menggunakan AHP dan Fuzzy Set. menganalisa curah hujan aktual curah hujan prediksi dengan menggunakan data hujan 10 tahun terakhir (2004-2014) menggunakan metode Thomas Fiering menggunakan Isohyet dengan Arc. Gis.

 

Kata Kunci : Analisis Resiko, Kesesuaian Lahan, Thomas Fiering

 

Pendahuluan

��������� Kedelai adalah tanaman palawija yang kaya akan protein nabati yang menyehatkan. Bahan makanan ini dapat diolah menjadi berbagai produk pangan seperti tempe, tahu, kecap, susu kedelai sehingga banyak digemari oleh semua kalangan. Mengutip dari MITI (Masyarakat Ilmuwan dan Teknologi Indonesia) dari tahun 2001 hingga tahun 2012 tingkat konsumsi kedelai Indonesia mengalami kenaikan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Lilik dkk. (2001) kendala yang sering dihadapi oleh petani kedelai adalah kebutuhan air tanaman yang sangat tergantung pada hujan. Petani selalu dihadapkan dengan gagal panen akibat belum dimanfaatkannya sumberdaya iklim secara maksimal. Sumiana (2012) dalam Daryatno (2013) mengatakan perubahan curah hujan akibat perubahan iklim berdampak pada sektor pertanian. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa perubahan pola curah hujan menyebabkan terjadinya perubahan pola tanam. Pasokan makanan bergantung kepada pertanian yang sangat ditentukan oleh iklim. Petani harus menyesuaikan diri dengan perilaku iklim untuk mengurangi dampak negatif dari ketidakpastian yang disebabkan oleh perubahan iklim (Pasaribu dan Syukur, 2010).

Menurut penelitian Susilawati (2002) dalam parameter iklim ini untuk menghitung kebutuhan air irigasi, jadwal pemberian air irigasi dibutuhkan data-data klimatologi, data tanaman dan data pola tanam. Kabupaten Banyumas memiliki curah hujan berkisar 3.439 mm per tahun. Curah hujan yang tidak menentu dan sulit diprediksi sangat mempengaruhi kegiatan usahatani kedelai di wilayah ini. Perubahan pola hujan menjadi ancaman bagi petani karena banyak kegiatan pertanian yang mengandalkan hujan. Untuk menunjang keberhasilan pertanian kedelai di Banyumas, perlu dilakukan kajian tentang aspek perubahan pola curah hujan sebagai penentu awal tanam untuk kedelai.

 

Metode Penelitian������������������������������������������������������������������

Penelitian ini mengambil lokasi di Kabupaten Banyumas Jawa Tengah pada bulan Maret sampai April 2015. Bahan yang digunakan dalampenelitian ini berupa peta jenis tanah, peta landuse, peta topografi dengan skala 1 : 25.000 selain itu data klimatologi yang terdiri dari suhu, kelembaban, lama penyinaran matahari, curah hujan bulanan selama 10 tahun terakhir di 5 stasiun hujan (Lumbir, Ketengger Rempoah, Sumpiuh, Kranji, dan Banjaranyar). Sedangkan alat yang digunakandalam penelitian ini adalah seperangkat komputer, alat tulis dan software Arc.Gis 9.0.��

Membuat analisa data dari kondisi lahan, lereng dan tanah menggunakan AHP dan Fuzzy Set. Membuat analisa curah hujan aktual curah hujan prediksi dengan menggunakan data hujan 10 tahun terakhir (2004-2014) menggunakan metode Thomas Fiering (Jayanti, 2012) menggunakan Isohyet dengan Arc. Gis 9.0. Selanjutnya adalah perhitungan kebutuhan air tanaman dengan perthitungan curah hujan efektif (ETo dengan menggunakan perangkat lunak Cropwat.

Menganalisis potensi pengembangan kedelai dilihat dari pola tanam dan pengaturan jadwal tanam menggunakan peta kesesuaian lahan dengan peta prediksi curah hujan di Kabupaten Banyumas dengan menggunakan model Thomas Fiering untuk prediksi curah hujan.

Hasil dan Pembahasan

1.    Analisis Perubahan Pola Hujan

Data curah hujan yang ada di Banyumas dilihat dari lima stasiun selama 10 tahun terakhir saat kondisi aktual tersaji pada Tabel 1.1. berikut :

Tabel Data Curah Hujan Bulanan Kondisi Aktual Lima Stasiun

Stasiun Penangkar Hujan

Musim Hujan mm/bl

(Okt-Mar)

Musim Kemarau mm/bl

(Apr-Sept)

Lumbir

335,92

130,20

Banjar Anyar

418,53

183,67

ketengger rempoah

495,38

231,53

Kranji

311,75

131,40

Sumpiuh

331,68

146,74

Sumber : BPDAS Serayu Citanduy

Dari data curah hujan diatas kemudian diolah menggunakan program Arc Gis 9.0 dengan metode isohyet. Berdasarkan pola hujan kondisi aktual musim penghujan terdapat tiga pola hujan di Kabupaten Banyumas yaitu di daerah stasiun Lumbir bersifat kering, Ajibarang bersifat basah, Kranji bersifat kering. Pola hujan kondisi aktual musim kemarau terdapat tiga pola hujan. Pola pertama bersifat kering di daerah Lumbir, Ajibarang bersifat basah, Purwokerto bersifat kering.

 

2.      Pola Hujan Prediksi 2015, 2016, 2017 Musim Hujan dan Kemarau

Tabel 2.1. Data Curah Hujan Bulanan Stasiun Banjaranyar

BULAN

Curah Hujan (mm)

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

2013

2014

JUM

Rata2

Januari

405

607

232

262

356

478

130

532

588

121

3711

371.1

Februari

335

396

429

311

378

766

287

410

281

241

3834

383.4

Maret

349

247

358

366

157

500

375

171

277

357

3157

315.7

April

490

438

524

260

462

0

281

236

277

399

3367

336.7

M e i

122

123

302

17

220

585

343

260

470

332

2774

277.4

Juni

204

90

220

34

279

394

54

62

189

156

1682

168.2

Juli

261

21

25

0

21

556

41

16

447

121

1509

150.9

Agustus

63

0

5

16

0

278

8

0

126

94

590

59

September

370

0

3

52

35

618

0

0

20

0

1098

109.8

Oktober

788

22

342

587

541

0

211

533

209

522

3755

375.5

Nopember

657

252

495

471

907

309

820

581

380

496

5368

536.8

Desember

596

688

811

260

299

631

291

729

515

467

5287

528.7

Jumlah

4640

2884

3746

2636

3655

5115

2841

3530

3779

3306

36132

3613.2

Sumber : BPDAS Serayu Citanduy

Dari data diatas dilakukan beberapa tahap antara lain uji homogenitas data, uji validitas model, uji korelasi linier sederhana dan pembangkitan data curah hujan bulan dengan menggunakan model Thomas-Fiering. Hasil uji RAPS menunjukkan data curah hujan bulanan tahun 2012 - 2013 adalah homogen, sehingga data tersebut dapat digunakan untuk membangkitkan data curah hujan bulanan tahun berikutnya.

Setelah dilakukan uji homogenitas data, selanjutnya adalah uji validitas dilakukan terhadap data curah hujan hasil bangkitan dan hasil observasi tahun 2012 dan 2013 dengan memanfaatkan data curah hujan tahun 2005 - 2011. Perbandingan data curah hujan bulanan hasil bangkitan dan observasi tahun 2012 dan 2013, selanjutnya diuji dengan menggunakan uji t berpasangan dengan tingkat kepercayaan 99,9%. Hasil uji t yang dilakukan menunjukkan nilai t hitung 0,158 dan t tabel 2,069 sehinggadikatakan bahwa model Thomas-Fiering cukup handal digunakan untuk membangkitkan data curah hujan bulanan. Kemudian dilakukanUji korelasi untuk mengetahui hubungan data curah hujan hasil bangkitan dan data curah hujan hasil observasi.

Hasil perhitungan menunjukkan nilai koefisien korelasi nilai r hitung dengan signifikasi 1% adalah r hitung 0.844 dan r tabel 0,515 dapat dikatakan bahwa curah hujan hasil bangkitan memiliki korelasi dengan curah hujan hasil observasi. Kemudian setelah dilakukan pengujian seperti diatas dibuat variabel penyusun metode Thomas-Fiering. Hasil perhitungan dimasukkan pada persamaan regresi Thomas-Fiering sehingga untuk membangkitkan data 2015, 2016 dan 2017. Setelah dilakukan perhitungan dengan persamaan regresi Thomas-Fiering selanjutnya adalah membangkitkan data 2015, 2016 dan 2017 yang disajikan pada Tabel berikut :

Tabel Curah Hujan Bangkitan Tahun 2015 - 2017

Bulan

Tahun

2015

2016

2017

Januari

501,44

671,62

363,41

Februari

368,16

510,06

537,80

Maret

314,54

314,02

369,69

April

386,84

453,77

463,83

Mei

0,72

179,20

200,71

Juni

129,88

1,02

93,85

Juli

158,04

0

0

Agustus

0

28,59

0

September

120,77

0

0

Oktober

891,52

141,12

455,11

November

949,57

769,45

570,59

Desember

665,17

637,32

764,16

���������� Sumber : Perhitungan

Dari perhitungan prediksi curah hujan diatas selanjutnya dilakukan perhitungan dengan neraca air dari masing masing tahun selama dua musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau untuk menentukan kelas kesesuaian lahannya. Berikut adalah data neraca air prediksi 2015-2017.

Tabel Tabel Neraca Air Prediksi Tahun 2015 - 2017 Musim Penghujan dan Kemarau

Nama Stasiun

2015

2016

2017

Hujan

Kemarau

Hujan

Kemarau

Hujan

Kemarau

Lumbir

182,31

5,23

214,59

31,35

154,86

57,71

Banjaranyar

350,90

36,57

294,66

42,33

281,49

46,53

Ketengger Rempoah

336,39

89,15

322,10

90,80

283,19

72,19

Kranji

192,57

40,58

221,11

46,86

231,93

17,87

Sumpiuh

235,65

31,54

214,24

27,19

252,40

20,65

Sumber : Perhitungan

Pentingnya menghitung neraca air adalah untuk mengetahui jumlah kebutuhan air tanaman. Dalam perhitungannya, data utamayang dibutuhkan adalah curah hujan dan nilai evapotranspirasi. Sementara untuk analisis pola curah hujan hanya menggunakan data prediksi curah hujan saja.

 

 

Tabel Curah Hujan Prediksi Tahun 2015 - 2017 Musim Penghujan dan Kemarau.

Nama Stasiun

2015

2016

2017

 

Hujan

Kemarau

Hujan

Kemarau

Hujan

Kemarau

Lumbir

370,31

63,28

383,78

109,54

322,80

136,12

 

Banjaranyar

615,07

132,59

507,27

110,43

510,13

126,40

 

Ketengger Rempoah

562,91

194,93

545,04

193,83

513,77

158,02

 

Kranji

371,41

89,89

381,69

119,54

420,13

90,12

 

Sumpiuh

436,99

101,26

404,35

86,07

460,42

65,51

 

Sumber : Perhitungan

Tabel diatas merupakan data rata-rata dari masing-masing stasiun kondisi hujan prediksi tahun 2015- 2017 yang telah dibagi menjadi dua musim, yaitu musim hujan (Oktober - Maret) dan musim kemarau (April - September). Pola hujan prediksi 2015, tidak ada perubahan dari pola sebelumnya saat kondisi aktual musim penghujan.

Perubahan pola hujan akibat variasi iklim di Indonesia menyebabkan adanya pergeseran musim kemarau dan musim penghujan, sehingga menjadi faktor yang membatasi dalam kegiatan pertanian dan produksi tanaman pangan. Perlu adanya penyelarasan kegiatan pertanian dengan curah hujan melalui kesesuaian lahan.

 

3.        Kesesuaian Lahan Budidaya Kedelai Kondisi Aktual

Metode penyusunan peta kesesuaian lahan dengan menggunakan empat parameter yaitu peta jenis tanah, peta lereng/topografi, peta penggunaan lahan dan data hujan dengan mengacu pada syarat tumbuh tanaman kedelai. Berikut disajikan tabel prosentase kelas kesesuaian lahan kondisi aktual.

Tabel Prosentase Kelas Kesesuaian Lahan Kondisi Aktual.

Kelas

Kondisi Aktual (%)

Musim Hujan

Musim Kemarau

S1

20,35

18,72

S2

10,69

22,72

S3

41,33

25,67

N

6,61

11,91

Tubuh air

1.333,08

0,93

Gedung

89,14

0,06

Pemukiman

28.493,56

19,95

 

Gambar Peta Kesesuaian Lahan Aktual Berdasarkan Pola Curah Hujan Musim Hujan

Gambar Peta Kesesuaian Lahan Aktual Berdasarkan Pola Curah Hujan Musim Kemarau

Peta sebaran kesesuaian lahan untuk kedelai di Banyumas, kecamatan dengan tingkat prosentase S1 dan S2 saat musim kemarau direkomendasikan untuk menanam kedelai yaitu Kecamatan Lumbir, Jatilawang, Sumbang, Purwokerto Utara, Patikraja, Kalibagor, Somagede, Banyumas, Kemranjen, Sumpiuh dan Tambak.

 

4.      Kesesuaian Lahan Budidaya Kedelai dan Prediksi Curah Hujan 2015

Dari hasil prediksi tahun 2015 analisis spasial kelas kesesuaian lahan dan prosentase tubuh air, gedung dan pemukiman adalah sebagai berikut :

Tabel Prosentase Kelas Kesesuaian Lahan Prediksi 2015.

Kelas

Prediksi 2015 (%)

Musim Hujan

Musim Kemarau

S1

19,04

19,03

S2

25,83

10,56

S3

20,24

36,07

N

15,89

12,75

Tubuh air

1.333,08

0,93

Gedung

89,14

0,06

Pemukiman

28.493,56

19,95

Sumber : Perhitungan

Gambar Peta Kesesuaian Lahan Berdasarkan Neraca Air Prediksi 2015 Musim Hujan

Gambar Peta Kesesuaian Lahan Berdasarkan Neraca Air Prediksi 2015 Musim Kemarau

Dari peta kesesuaian lahan kondisi aktual musim hujan dan musim kemarau untuk kelas kesesuaian S1 (Sangat Sesuai) sebesar 19,04% untuk musim penghujan dan 19,03% untuk musim kemarau. Kelas sangat sesuai berada di stasiun Kranji yang meliputi Kecamatan Sumbang, Purwokerto Utara, Sokaraja, Patikraja, Kalibagor dan Kembaran. Parameter yang mempengaruhi kesesuaian lahan di daerah ini adalah jenis tanah, topografi dan curah hujan. Kelas Tidak Sesuai yang daerahnya merupakan kawasan pegunungan dengan jenis tanah komplek latosol merah kekuningan dan podsolik merah yang memiliki topografi diatas 40% di daerah Somagede dan Wangon.

 

5.      Kesesuaian Lahan Budidaya Kedelai Prediksi Curah Hujan 2016

Dari hasil analisis spasial kelas kesesuaian lahan dan prosentase tubuh air, gedung dan pemukiman adalah sebagai berikut

Tabel Prosentase Kelas Kesesuaian Lahan Prediksi 2016

Kelas

Prediksi 2016 %

Musim Hujan

Musim Kemarau

S1

18,47

19,46

S2

22,35

10,21

S3

29,38

42,07

N

11,11

7,24

Tubuh air

1333,08

0.93

Gedung

89,14

0.06

Pemukiman

28.493,56

19.95

����������������������� Sumber : Perhitungan

Gambar Peta Kesesuaian Lahan dan CH Prediksi 2016 Musim Hujan

Gambar Peta Kesesuaian Lahan dan CH Prediksi 2016 Musim Kemarau

 

Sebaran kelas kesesuaian lahan prediksi 2016 musim hujan dan musim kemarau untuk kelas kesesuian S1 (Sangat Sesuai) sekitar 18,47% untuk musim hujan dan 19,46% untuk musim kemarau.

 

6.      Kesesuaian Lahan Budidaya Kedelai Prediksi Curah Hujan 2017

Berdasarkan peta kesesuaian lahan berdasarkan neraca air prediksiprediksi 2017 musim kemarau kelas kesesuaian mulai dari sangat sesuai atau s1, sesuai s2, kurang sesuai S3 dan tidak sesuai N didapat perbedaan luas sebaran kelas dalam persen sebagai berikut:

Tabel Prosentase Kelas Kesesuaian Lahan Prediksi 2017.

Kelas

Prediksi 2017 (%)

Musim Hujan

Musim Kemarau

S1

20,63

18,12

S2

11,84

12,29

S3

35

38,55

N

11,58

10,04

Tubuh air

1.333,08

0,93

Gedung

89,14

0,06

Pemukiman

28.493,56

19,95

������������ ������������������ ������Sumber : Perhitungan

Gambar Peta Kesesuaian Lahan dan CH Prediksi 2017 Musim Hujan

Gambar Peta Kesesuaian Lahan dan CHPrediksi 2017 Musim Kemarau

 

Sebaran kelas kesesuaian lahan prediksi 2017 musim hujan dan musim kemarau untuk kelas kesesuaian S1 (Sangat Sesuai) 20,63% untuk musim hujan dan 18,12% untuk musim kemarau. Daerah yang cocok untuk ditanami kedelai berada di stasiun Ketengger Rempoah, Kranji dan sebagian di Sumpiuh. Jenis tanah, jumlah curah hujan dan topografi mempengaruhi kesesuaian lahan di wilayah ini.

 

7.      Pengelolaan Jadwal Tanam Pengembangan Kedelai

Dalam penelitian ini dilakukan penyesuaian jadwal tanam dengan pengaturan pola tanam (waktu, jenis tanaman) yaitu melihat pola curah hujan menurut variasi iklim yang ada di Banyumas. Tahun 2015 waktu tanam kedelai yang optimal dapat dilakukan saat awal bulan Juni sampai dengan Agustus untuk semua wilayah di Banyumas. Hal ini terkait dengan kebutuhan air untuk masa pertumbuhan vegetatif diawal tanam kedelai. Tahun 2016 terkait dengan ketersediaan air, pola tanam yang disarankan berupa padi�palawija�padi hal ini dikarenakan kebutuhan air pada bulan Januari sampai April surplus untuk tanaman padi. Sehingga waktu tanam kedelai yang optimal dapat dilakukan saat awal bulan Mei sampai dengan Juli untuk stasiun Lumbir, Kranji, Banjaranyar dan Sumpiuh. Sementara stasiun Ketengger Rempoah memulai tanam kedelai pada bulan Juni sampai Agustus. Hal ini terkait dengan kebutuhan air untuk masa pertumbuhan vegetatif diawal tanam kedelai. Tahun 2017 pola tanam yang disarankan berupa padi�palawija�padi karena kebutuhan air pada bulan Januari sampai Mei surplus untuk tanaman padi. Sehingga waktu tanam kedelai yang optimal dapat dilakukan saat awal bulan Juni sampai dengan Agustus untuk semua wilayah di Banyumas.

8.      Rekomendasi dan Kebijakan

Untuk menambah informasi mengenai perubahan iklimyangsangatbermanfaatuntukprediksidan peramalan cuaca setiap mulai musim tanam maka pemerintah hendaknya memfasilitasi petani untuk mengaplikasikan teknologi budidaya pertanian yang adaptif terhadap perubahan iklim (penyediaan varietas adaptif, fasilitas penerapan teknik pengelolaan lahan dan air) dengan bekerja sama dengan BMKG dan Dinas Pertanian. Dari hasil penelitian mengenai pola curah hujan, tidak diketahui ada dampak perubahan iklim namun terjadi variasi dari pola hujan yang menyebabkan perubahan jadwal tanam sehingga perlu dikaji waktu awal tanam yang pas untuk pengembangan kedelai dengan rata�rata waktu awal tanam adalah bulan Juni sampai Agustus untuk semua wilayah Banyumas tahun 2015 dan 2017. Sementara tahun 2016 mulai tanam kedelai pada bulan Mei sampai Juli.Hal ini terkait dengan kebutuhan air untuk masa pertumbuhan vegetatif diawal tanam kedelai.

 

Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan diatas dapat di simpulkan bahwa:

1.      Pola curah hujan di Kabupaten Banyumas selama 10 tahun terakhir (2005-2014) atau saat kondisi aktual musim hujan dan kemarau terdapat tiga pola hujan.

2.      Pola hujan prediksi tahun 2015, 2016 dan 2017 musim hujan dan kemarau terdapat tiga pola. Pola pertama bersifat kering di stasiun Lumbir. Sedangkan pola ke kedua bersifat basah berada di stasiun Banjaranyar yang meliputi Kecamatan Pakuncen dan Cilongok. Pola basah tersebut terkait dengan topografi dan adanya hujan orografis. Hujan orografis sering terjadi karena topografinya berupa lereng pegunungan sehingga intensitas hujannya lebih lebat. Pola ketiga bersifat kering berada di stasiun Kranji yang meliputi Kecamatan Baturaden, Sumbang, Purwokerto, Patikraja, dan Rawalo.

3.      Berdasarkan prosentase kelas kesesuaian lahan, waktu yang cocok untuk ditanami kedelai adalah saat musim kemarau. Prosentase kesesuaian lahan kondisi aktual adalah kelas S1(Sangat Sesuai) 18,72% N (Tidak Sesuai) 11.91%. Sementara prosentase kelas kesesuaian lahan prediksi 2015, S1 (Sangat Sesuai) 19,03% dan kelas N (Tidak Sesuai) 12,75. Prosentase kelas kesesuaian lahan prediksi 2016, S1(Sangat Sesuai) 19,46% N (Tidak Sesuai) 7,24%. Kesesuaian lahan prediksi 2017, S1(Sangat Sesuai) 18,12% dan N (Tidak Sesuai) 10,04%.

4.      Waktu awal tanam yang pas untuk pengembangan kedelai adalah bulan Juni sampai Agustus untuk semua wilayah Banyumas tahun 2015 dan 2017. Sementara tahun 2016 mulai tanam kedelai pada bulan Mei sampai Juli.


BIBLIOGRAFI

 

Anonim. 2015. Data Statistik Perbandingan Tingkat Konsumsi dan Produksi (http://gopanganlokal.miti.or.id/). Diakses tgl 18 Maret 2015.

 

Daryatno. 2013. Implikasi Perubahan Pola Curah Hujan terhadap Waktu TanamJagung Pada Lahan Kering di Daerah Gerokgak Kabupaten Buleleng.Tesis. Universitas Negeri Udayana.http://www.pps.unud.ac.id/ depantesis_daryatno.pdf.Diakses tgl 18 Juni 2015.

 

Lilik Slamet S, Hariadi T. E, Mezak A. Ratag. 2001. Analisis CurahHujan dan Suhu Untuk Menyusun Pola Tanam TanamanPangan di Jawa Barat. Bandung: Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan Iklim.

 

FAO. 2015. Irrigation Water Management. Chapter 3: Crop Water Needs. http://www.fao.org/docrep/s2022e/s2022e07.htm. Diakses tgl 5 November 2015.

 

Jayanti. 2012. Prediksi Curah Hujan Bulanan dengan Menggunakan Model Thomas-Fiering. Jurnal AgroPet Vol.9 Nomor 1 Desember 2012.

 

Pasaribu dan Syukur. 2010. Policy Support For Climate Risk Adaptation: The Role Of Microfinance. Dukungan Kebijakan untuk Adaptasi Risiko Perubahan Iklim. Jurnal Peran Keuangan Mikro. Analisis Kebijakan Pertanian volume. 8 No. 1. Maret 2010. 1-11

 

Susilawati. 2002. Pengelolaan Distribusi Air Untuk Irigasi Dan Pemahaman Partisipatif Kondisi Pedesaan (Studi Kasus Daerah Irigasi Tinalun). Semarang: Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Katolik Soegijapranata.