Syntax Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849

e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 1, Januari 2022

RANTAI PASOK AGROINDUSTRI BERBASIS BLOCKCHAIN: HARAPAN DAN TANTANGAN

 

Erista Adisetya, Reni Astuti Widyowanti, Adi Ruswanto, Ngatirah

Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian STIPER Yogyakarta, Indonesia

Email: [email protected], [email protected], [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Agroindustri merupakan sektor yang penting bagi Indonesia karena potensi sumberdaya alamnya. Dalam perkembangannya, agroindustri merupakan sektor yang dinamis dan semakin kompleks. Tuntutan dari konsumen semakin ketat dan beragam, sistem produksi semakin canggih dan interaksi dari pelaku dalam rantai pasok yang semakin masif perlu didukung oleh teknologi dan sistem yang mampu mengintegrasikan rantai pasok agroindustri dari hulu sampai hilir. Selain itu, produk agroindustri yang bersifat mudah rusak, adanya masalah keamanan pangan, dan tuntutan akan sistem rantai pasok yang berkelanjutan menjadi tantangan bagi rantai pasok agroindustri. Block chain yang semula merupakan platform teknologi pada uang digital, mulai dikembangkan untuk sektor lain seperti kesehatan, copy right, dan rantai pasok. Artikel ini membahas tentang harapan dan tantangan penerapan teknologi blockchain dalam rangka mengantisipasi perkembangan dan tantang rantai pasok agroindustri.

 

Kata Kunci: agroindustri; produk agroindustri; block chain

 

Abstract

Agroindustry is an important sector for Indonesia because of its natural resource potential. In its development, agro-industry is a dynamic and increasingly complex sector. The demands from consumers are getting tougher and more diverse, the production system is getting more sophisticated and the interaction of the actors in the supply chain is getting more massive, it needs to be supported by technology and systems that are able to integrate the agro-industrial supply chain from upstream to downstream. In addition, perishable agro-industrial products, food safety problems, and a sustainable supply chain system are challenges for the agro-industrial supply chain. Block chain, which was originally a technology platform for digital money, was developed for other sectors such as health, copyright, and supply chain. This article discusses the hopes and challenges of implementing blockchain technology in order to anticipate the developments and challenges of the agro-industrial supply chain.

 

Keywords: Agro industry; agro-industrial products; Block chain

 

Received: 2021-12-20; Accepted: 2022-01-05; Published: 2022-01-15

Pendahuluan

Teknologi Blockchain adalah buku besar publik/pribadi bersama dari semua kegiatan digital yang telah dieksekusi dan dibagikan di antara agen yang berpartisipasi blockchain (Crosby, Pattanayak, Verma, & Kalyanaraman, 2016). Sejarahnya dapat ditelusuri ke teknologi buku besar terdistribusi. Teknologi Blockchain berbeda dari sebagian besar desain sistem informasi yang ada dengan memasukkan empat karakteristik utama; non-lokalisasi (desentralisasi), keamanan, auditabilitas, dan eksekusi cerdas

Dalam blockchain, agen membuat transaksi baru untuk ditambahkan ke blockchain. Transaksi baru ini disebarkan ke jaringan untuk verifikasi dan audit. Setelah sebagian besar node dalam rantai menyetujui transaksi ini sesuai dengan aturan yang disetujui sebelumnya, transaksi baru ini ditambahkan ke rantai sebagai blok baru. Catatan transaksi itu disimpan di beberapa node terdistribusi untuk keamanan. Sementara itu, kontrak cerdas, sebagai fitur penting dari teknologi blockchain memungkinkan kinerja transaksi yang kredibel tanpa keterlibatan pihak ketiga.�������

Perbedaan utama antara desain teknologi Internet dan blockchain saat ini adalah bahwa Internet dirancang untuk memindahkan informasi (bukan aset) dan untuk memindahkan salinan informasi (bukan informasi asli). Dalam blockchain, aset diwakili dalam transaksi yang dicatat dalam buku besar bersama dan dijamin dengan memberikan catatan transaksi yang dapat diverifikasi dan dicap waktu, yang memberikan informasi yang aman dan dapat diaudit (English, Auer, & Domingue, 2016). Transaksi ini muncul melalui proses verifikasi yang konsisten dengan aturan konsensus jaringan. Setelah catatan baru diverifikasi dan ditambahkan ke blockchain, beberapa salinan dibuat dengan cara yang terdesentralisasi untuk menciptakan rantai kepercayaan.

Desentralisasi adalah properti penting dari teknologi blockchain dan merupakan pemeriksaan pada pemalsuan informasi, sehingga meningkatkan validitas informasi. Menghapus catatan yang dikelola secara kolektif tidak praktis dan catatan terverifikasi dari setiap transaksi dapat diakses oleh para peserta melalui buku besar publik atau pribadi terdistribusi (Crosby et al., 2016). Database terpusat lebih rentan terhadap peretasan, corrupted atau crashed (Tian, 2017).

Blockchain memiliki aplikasi smart contract yang merupakan program yang dirancang untuk menggantikan kontrak konvesional. Aplikasi ini memastikan transaksi yang efisien, adil, dan aman dalam suatu mekanisme aturan tertentu untuk menjadi konsensus bersama (Hoffman, 2018). Kontrak cerdas adalah serangkaian perjanjian digital antara perusahaan dalam proses SC (misalnya, pengirim dan operator dalam rantai transportasi) yang diwakili dalam kode dan dieksekusi sendiri oleh komputer setelah kondisi tertentu (misalnya, kedatangan produk di operator) terpenuhi. Kode disimpan dan direplikasi dalam bentuk Blockchain. Jaringan komputer dapat mengeksekusi sendiri kontrak dalam bentuk ketika transaksi berikutnya disimpan sebagai blok data pada akhir Blockchain (Mik, 2017). Keuntungan dari kontrak cerdas sejalan dengan aplikasi manajemen SC dan terlihat dalam peningkatan akurasi proses, kecepatan, keamanan dan pembangunan kepercayaan dan menciptakan transparansi, keterlacakan, dan efisiensi.

Berdasarkan tingkat berbagi, blockchain terdiri dari tiga jenis rantai blok publik (permisionless), rantai blok pribadi (permisi) dan campuran (Ivanov, Dolgui, & Sokolov, 2019). Blockchain publik adalah platform terbuka, seperti database bersama. Semua orang bisa bergabung dan membaca. Bitcoin dan Ethereum adalah contoh blockchain publik. Jaringan Ethereum adalah platform perangkat lunak terbuka berbasis blockchain publik, di mana setiap node dapat ditemukan oleh dan dikenal oleh node lain dalam jaringan.

Blockchain pribadi sangat ketat. Ini dapat dirancang untuk membatasi akses ke aktor yang disetujui seperti mitra SC. Blockchain pribadi bisa dibilang memiliki aplikasi yang lebih menjanjikan pada manajemen rantai pasok (Staples et al., 2017).� Hyperledger adalah blockchain pribadi yang diizinkan yang tidak memiliki cryptocurrency asli. Hyperledger Fabric adalah sistem blockchain modular, yang memungkinkan organisasi untuk mengembangkan produk, solusi, dan aplikasi berdasarkan blockchain. Komponen utama seperti konsensus dan layanan keanggotaan bekerja berdasarkan plug and play.

 

Metode Penelitian

Artikel ini merupakan studi literatur dari berbagai artikel peer reviewed terkini dan relevan yang dipublikasi dari jurnal internasional yang terakreditasi pada periode penerbitan tahun 2012 � 2021 yang terkait dengan perkembangan aplikasi blockchain dalam agroindustri. Pemilihan artikel menggunakan aplikasi publish or perish dengan basisdata google scholar. Artikel yang memenuhi kriteria selanjutnya dilakukan tinjauan lebih mendalam berdasarkan relevansi terhadap tema artikel.

 

Hasil dan Pembahasan

A.    Rantai pasok AgroIndustri

Potensi kekayaan alam Indonesia yang melimpah menyebabkan Indonesia menetapkan sektor pertanian merupakan sebagai unggulan. Potensi sumberdaya alam tersebut harus didukung dengan pengelolaan yang cermat dan profesional agar dapat berkontribusi bagi pembangunan nasional. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah melalui pengembangan agroindustri yang modern sehingga dapat meningkatkan nilai tambah produk pertanian, menyerap tenaga kerja dan meningkatkan perekonomian negara. Agroindustri adalah suatu kegiatan industri yang memanfaatkan hasil pertanian sebagai bahan baku, merancang dan menyediakan peralatan serta jasa untuk kegiatan tersebut (Udayana, 2011).

Hal ini didukung oleh rantai pasok Agroindusti yang merupakan pendekatan yang diterapkan untuk mengelola suatu komoditas pertanian mulai dari pemasok, produsen, distributor atau pengecer, dan pelanggan untuk menciptakan nilai-nilai tertentu dari produk olahan yang memperhatikan kontribusi para pelaku di sepanjang rantai pasok secara proporsional dan merata. Dalam upaya mewujudkan pengembangan agroindustri yang modern, maju dan efisien, perlu dilihat agroindustri sebagai ekosistem agroindustri yang terdiri dari berbagai elemen yang terkoneksi satu sama lain dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Sektor agroindustri diproyeksikan akan memainkan peran yang lebih besar di era revolusi industri 4.0 dengan memanfaatkan kemajuan teknis. Untuk menghadapi era revolusi industri 4.0, perlu revitalisasi dan penyesuaian proses bisnis di sektor agroindustri di sepanjang rantai pasok agroindustri sejak hulu hingga ke hilir.

Tantangan yang muncul dalam ekosistem rantai pasok agroindustri saat ini adalah antara entitas dalam ekosistem rantai pasok sering tidak memiliki data dan informasi yang terkoneksi. Hal ini menyebabkan sering terjadi kesalahan dalam koleksi data produk, sistem manajemen produk dan kualitas yang tidak transparan dan tidak sesuai harapan. Ketertelusuran produk juga akan memakan waktu lama karena ekosistem rantai pasok masih berdiri sendiri dan tidak terintegrasi (Afrianto, Djatna, Arkeman, Sitanggang, & Hermadi, 2020). ����������

Dari sudut pandang teknologi, keselarasan dan biaya, memastikan rantai pasok yang transparan dari hulu ke hilir merupakan elemen yang penting dari rantai pasok agroindustri. Hal ini terkait upaya untuk mengurangi resiko dari produksi dan perdagangan produk berbahaya, dan berkualitas rendah (Khandelwal, Singhal, Gaurav, Dangayach, & Meena, 2021).

Rantai pasok agroindustri pangan merupakan sektor terbesar dari rantai pasok agroindustri, memiliki kharakter spesifik yakni terjadinya penurunan kualitas produk selama penyimpanan atau penanganan disepanjang rantai pasok, sejak dari produsen ke konsumen melalui proses produksi, pengolahan, distribusi, ritel, hingga diterima dan dikonsumsi oleh konsumen. Selain bersifat mudah rusak, pada setiap tahap dalam rantai pasok, produk pangan memiliki resiko tinggi menghasilkan limbah yang dapat mengurangi profitabilitas dan kualitas produk.

Dengan globalisasi perdagangan agroindustri terjadi peningkatan kompleksitas dalam rantai pasok. Pada gilirannya hal ini akan meningkatkan jumlah asimetri informasi, informasi terdistribusi secara tidak merata di antara pemangku kepentingan yang berpartisipasi dalam rantai pasok. Ketika pemangku kepentingan yang berpartisipasi memiliki insentif yang tidak sesuai, akibatnya, konsumen tidak memiliki cara yang ekonomis untuk mengautentikasi apa yang mereka beli. Hal ini menciptakan resiko bahaya moral, penipuan, am pemalsuan produk, masalah keamanan transaksi, pelanggaran standar tenaga kerja, dampak lingkungan, perdagangan ilegal, dan sebagainya. Pemangku kepentingan yang paling berisiko adalah aktor dalam rantai pasok yang bekerja sama secara jujur (Rakic B., Levak, T., Drev, Z., Savic, S., Veljkovic, 2017).

1.      Tantangan rantai pasok agroindustri

(Yadav, Singh, Gunasekaran, Raut, & Narkhede, 2022) telah merangkum berbagai tantangan dalam rantai pasok agroindustri. Tiga faktor utama yang menjadi tantangan bagi agroindustri adalah sustainability, kehilangan/kerusakan pangan dan keamanan pangan.� Tantangan dalam sustainability antara lain:� Regulasi dan penegakan hukum lingkungan yang lemah; konsumsi energi dan air yang tinggi; Kurangnya kesadaran di antara para pemangku kepentingan; upaya menjaga kesegaran; Penggunaan lahan dan erosi tanah; Kurangnya desain circular agroindustri, Perubahan iklim & emisi Gas rumah kaca; Pembuangan limbah yang tidak memadai dan kehilangan pangan, manfaat CSR bidang pertanian yang masih rendah.

Tantangan agroindustri kedua adalah masalah kerusakan dan kehilangan pangan. Hal ini banyak terkait dengan keterbatasan pada infrastukrur logistik, fasilitas penyimpanan dan penanganan produk agroindustri. Rantai pasok pertanian di negara-negara berkembang menghadapi masalah memenuhi tuntutan populasi yang terus bertambah, fasilitas yang kurang memadai untuk mempertahankan daya simpan produk pertanian hortikultura, dan masalah mutu yang menyebabkan kehilangan pangan hingga 40 persen (Ritchie, Reay, & Higgins, 2018).

Tantangan agroindustri ketiga terkait dengan keamanan pangan dan keamanan informasi, seperti penipuan, pemalsuan, dan traceability. Tantangan agroindustri lainnya terkait dengan ketidakpastian, banyaknya pihak perantara. Rantai perdagangan didominasi oleh pedagang perantara yang menyebabkan pembayaran tertunda dan waktu tunggu transaksi yang tinggi (Balaji & Arshinder, 2016). Regulasi yang tidak memadai dan masalah hukum dan politik menyebabkan mekanisme rantai pasok yang tidak terkendali dan tidak fair. Meningkatnya kepedulian konsumen tentang mutu produk dan praktik pertanian yang aman, sehingga memberikan tekanan pada rantai pasok pertanian untuk menggunakan bahan bahan yang bisa dipertanggungjawabkan pada pengelolaan pertanian (Yawar & Kauppi, 2018).

Konsumen saat ini sangat peduli dengan praktik yang berkelanjutan dalam rantai pasok, oleh karena itu penggerak utama rantai pasok pangan berkelanjutan perlu mendapat perhatian serius, yaitu piranti/software, budaya organisasi budaya, eco-innovation, transportasi, pergudangan, peralatan, kerusakan/kehilangan pangan, dan regulasi.

Pada rantai pasok agroindustri lain seperti florikultura, masalah keberlanjutan dalam rantai pasok terkait dengan keseimbangan antara pasok dan permintaan. Dalam beberapa kasus terjadi eksploitasi besar besaran terhadap spesies florikultura liar tertentu untuk berbagai kebutuhan seperti untuk herbal atau bahan pangan tradisional. Apabila tidak dikendalikan dengan baik maka eksploitasi dari spesies tanaman tertentu mengancam eksistensi spesies tersebut dan berujung kepada kepunahan. Oleh karena itu konservasi terhadap spesies tertentu perlu mendapatkan perhatian pula (Hinsley et al., 2018).

Keberlanjutan dalam rantai pasok didasarkan pada tiga landasan utama, yakni tindakan yang bertanggungjawab secara ekonomi, lingkungan dan secara sosial (Kshetri, 2021). Tindakan bertanggung jawab secara ekonomi adalah tindakan yang berkontribusi pada keuntungan perusahaan dan ekonomi masyarakat (Slaper & Hall, 2011). Tanggung jawab lingkungan dimaksudkan sebagai inisiatif untuk melestarikan lingkungan yang dilakukan oleh organisasi dalam mengelola sumber daya alam dan lingkungan alam (Ones & Dilchert, 2012). Tanggung jawab sosial adalah tindakan yang berkontribusi terhadap keadilan sosial dan pemerataan, meningkatkan keadilan dalam alokasi sumber daya, dan keadilan (fairness) (Kshetri, 2021).

B.     Penerapan Blockchain pada rantai pasok

1.      Arsitektur block chain

Arsitektur blockchain memiliki empat lapisan, yaitu infrastruktur, platform, komputasi terdistribusi, dan aplikasi (Gambar 1). Lapisan infrastruktur terdiri dari semua komponen perangkat keras yang diperlukan untuk menjalankan blockchain, seperti node, penyimpanan, dan fasilitas jaringan. Node adalah peserta jaringan yang dibedakan menjadi 3 jenis node, node sederhana, node penuh dan node penambangan (mining). Sebuah node sederhana dalam jaringan hanya dapat mengirim dan menerima transaksi dan tidak menyimpan salinan buku besar. Node penuh memiliki tugas tambahan selain yang dikerjakan node sederhana, yaitu melakukan validasi transaksi. Node penambangan (juga disebut sebagai penghasil blok) adalah node penuh dengan kemampuan penambangan, yaitu proses menghasilkan blok baru. Komponen penyimpanan menyimpan buku besar dari catatan transaksi. Sedangkan jaringan merupakan rangakaian komputer yang terhubung dalam jaringan blockchain.

Lapisan platform memfasilitasi koneksi antar muka dengan program atau aplikasi lain seperti Remote Procedure Calls (RPC), Web Application Programming Interface (web API) dan API Representational State Transfer (REST) untuk komunikasi antara peserta jaringan (Ismail & Materwala, 2019).

 

 

Gambar 1

Arsitektur Blockchain (Ismail & Materwala, 2019)

 

Lapisan komputasi terdistribusi memastikan akses lokal ke data, toleransi kesalahan, kekekalan, privasi, keaslian, dan keamanan data transaksi. Kekekalan (Immutability) adalah properti blockchain yang tidak mengizinkan perubahan transaksi data setelah diperbarui di buku besar. Jaringan blockchain menggunakan protokol konsensus untuk mencapai kesepakatan mengenai urutan transaksi dalam jaringan, pembaruan (update) buku besar, dan pemilihan penambang untuk menghasilkan blok berikutnya. Selain itu, lapisan ini bertanggung jawab untuk otentikasi pengguna dengan menggunakan teknik enkripsi dan untuk privasi data melalui teknik hashing.

Lapisan aplikasi digunakan untuk penyusunan pemrograman transaksi digital aset atau aksekusi smart contract. Aplikasi tersebut tersebut selanjutnya dapat diakses oleh clients (pengguna) menggunakan lapisan platform.

C.    Peran blockchain pada agroindustri

Saat ini, banyak perusahaan mencari keuntungan mereka dengan menggunakan teknologi Blockchain. Blockchain bisa menjadi solusi terbaik pada kondisi:� Sistem membutuhkan shared basis data publik yang dibagikan (shared public database); Para peserta dalam jaringan tidak harus saling percaya; Data base melibatkan berbagai pihak; Ada banyak peretas dan pengguna jahat dalam sistem atau jaringan; Aturan umum diberlakukan dalam sistem untuk semua para peserta; Hasil pengambilan keputusan transparan bagi semua peserta; Transaksi tidak melebihi 10.000 transaksi/detik (Ismail & Materwala, 2019).

Agroindustri menghadapi tekanan terhadap rantai pasok berkelanjutan. Aplikasi yang menarik dalam konteks ini adalah penerapan Radio Frequency Identification (RFID) dan teknologi blockchain untuk melengkapi rantai pasok makanan dengan sistem keterlacakan untuk penelusuran makanan secara real-time berdasarkan aturan Hazard Analysis and Critical Control Points (HACCP) (Tian, 2017). RFID mampu merekam peristiwa rantai pasok di sektor pertanian (Staples et al., 2017). Blockchain dapat membantu rantai pasok untuk mendeteksi pemasok yang tidak etis dan produk palsu karena semua informasi dapat direkam oleh pihak yang berwenang.

Di antara teknologi digital yang berkembang, aplikasi blockchain ini merevolusi berbagai aspek rantai pasok dan manajemen operasi kearah pengembangan kemampuan rantai pasok real-time. Tujuan utaman penerapan blockchain adalah untuk meningkatkan kepercayaan, visibilitas dan efisiensi berdasarkan pencatatan pada rantai pasok.� Aplikasi Blockchain pada sektor rantai pasok menjadi semakin penting untuk meningkatkan skala dan ruang lingkup proses digital bersama dengan penciptaan sistem aliran informasi (Ivanov et al., 2019). Blockchain merupakan Distibuted Ledger Technology (DLT) atau database terdesentralisasi yang dikelola oleh sejumlah peserta dalam jaringan. Dalam database seperti itu, tidak ada otoritas pusat untuk bertindak sebagai arbiter. Sifat terdistribusi dari log catatan meningkatkan transparansi dan mengurangi kemungkinan bahwa database dimanipulasi. Hal ini juga menyebabkan blockchain sangat sulit untuk diretas. Blockchain menyimpan blok berkelanjutan yang berisi informasi transaksi dengan cara yang aman dan dapat diverifikasi (Kshetri, 2021).

Penerapan blockchain pada rantai pasok agroindustri, sebagian organisasi memiliki perangkat lunak administrasi rantai pasokan dan Enterprise Resource Planning (ERP) untuk kelancaran operasi. Namun, detail dan visibilitas yang terbatas tentang produk menjadi masalah yang penting, dan menjadi lebih kritis, ketika jumlah produk meningkat. Blockchain dapat memberikan solusi bermanfaat untuk melacak setiap item material perusahaan dalam proses rantai pasokan global dengan tingkat keamanan tinggi kuat. Dalam teknologi Blockchain, semua produk ditempatkan atau dilacak pada setiap tahap dengan mempertahankan catatan produk. Untuk meningkatkan keamanan produk, catatan kondisi pengendalian produk seperti suhu, waktu, tekanan dapat dimonitor pada setiap tahap sehingga meminimalkan masalah kualitas, kehilangan atau kerusakan produk saat pengiriman. Teknologi Blockchain juga digunakan untuk melakukan monitoring kualitas produk dan penggantian produk selama masa pakainya. Retailer dapat dengan cepat menyelesaikan banyak masalah karena sifat Blockchain yang spesifik, akurat, dan tidak berubah (Ismail & Materwala, 2019).

Blockchain merupakan teknologi yang berpotensi untuk desain, organisasi, operasi, dan manajemen rantai pasok. Kemampuan Blockchain untuk menjamin keandalan, keterlacakan, dan keaslian informasi, ditambah dengan smart contract dapat diterapkan pada lingkungan yang saling tidak mengenal dan tidak saling percaya, menandakan pemikiran baru pada rantai pasok dan manajemen rantai pasok. Mekanisme peran blockchain dalam konteks rantai pasok masih terbuka untuk interpretasi dan pengembangan. Tidak seperti bitcoin dan aplikasi blockchain keuangan lainnya, yang mungkin bersifat publik; jaringan rantai pasok berbasis blockchain mungkin memerlukan sistem blockchain tertutup, privat, atau permissioned. Penentuan tingkat privasi jaringan adalah salah satu keputusan awal yang harus dilakukan.

Empat entitas utama berperan dalam rantai pasok berbasis blockchain adalah pendaftar (registrar), yang memberikan identitas unik kepada aktor dalam jaringan. Organisasi standar, yang menentukan skema standar, seperti fairtrade untuk rantai pasok berkelanjutan atau kebijakan blockchain dan persyaratan teknologi. Certifier, yang memberikan sertifikasi kepada aktor untuk partisipasi jaringan rantai pasok. Aktor rantai pasok, termasuk produsen, pengecer, dan pelanggan, yang harus disertifikasi oleh auditor atau certifier terdaftar untuk menjaga kepercayaan sistem (Steiner, Baker, Wood, & Meiklejohn, 2015).

Produk dan aliran material pada rantai pasok juga berpengaruh. Setiap produk mungkin memiliki catatan digital blockchain yang memungkinkan semua aktor yang relevan dapat memiliki akses terhadap profil produk. Tingkat keamanan dapat diatur untuk membatasi akses, di mana hanya pihak dengan kunci digital yang benar dapat mengakses ke suatu produk. Ada berbagai data yang dapat dikumpulkan, termasuk status produk, jenis produk, dan standar yang akan diterapkan untuk suatu produk (Tian, 2017). Label informasi pada produk memberikan identifikasi yang menghubungkan produk fisik dengan identitas virtual produk tersebut pada blockchain (Abeyratne & Monfared, 2016).

Blockchain semakin berkembang dan diterapkan pada berbagai sektor. Hal ini karena Blockchain memiliki kelebihan dibandingkan sistem sentralisasi yang saat ini umum dilakukan. Beberapa feature dari blokchain yang banyak dimanfaatkan antara lain:

a.       Keamanan: Keamanan adalah salah satu masalah utama dunia digital saat ini dengan merebaknya berbagai kasus peretasan sistem. Pada blockchain, data transaksi disimpan pada blok tertentu yang dienkripsi melalui teknologi kriptografi. Data yang telah tersimpan bersifat permanen atau tidak bisa diubah. Transaksi berikutnya dapat dilakukan dengan membuat blok baru yang hanya bisa dilakukan dengan mengambil data dari blok sebelumnya dan divalidasi oleh node (anggota) dalam jaringan yang berkompeten untuk menghasilkan blok baru.

b.      Informasi terdistribusi: Data dan informasi terdistribusi pada komputer dalam jaringan blockchain. Sehingga bila ada data yang hilang disatu komputer, maka komputer lain dalam jaringan masih meiliki data tersebut.

c.       Efisiensi: Efisiensi jaringan dapat ditingkatkan dengan menggunakan teknologi Blockchain, ketika pihak keuangan berkolaborasi di antara mereka sendiri. Dengan menggunakan teknologi Blockchain, sistem dapat dikembangkan untuk meningkatkan efisiensi jaringan secara real-time.

d.      Transparansi: Dalam jaringan Blockchain, data dapat dipublikasikan di platform umum, dan pihak dan regulator lain yang tertarik dapat dengan mudah mendapatkan tampilan real-time dari platform itu. Namun demikian untuk keperluan tertentu, blockchain juga dapat didesain membatasi client yang dengan sistem otorisasi.

e.       Tangguh: Dalam teknologi Blockchain, bahkan dengan sejumlah besar peserta atau individu, ketahanan data meningkat dengan umur yang lebih lama.

f.        Kepercayaan: Mayoritas individu atau peserta harus disepakati pada data sebelum menambahkannya di jaringan Blockchain, yang berbeda dari jaringan terpusat. Dengan demikian, kepercayaan meningkat untuk menulis, mengubah atau bahkan membaca data apa pun.

D.    Tantangan Blockchain

Blockchain memberikan banyak harapan untuk diterapkan diberbagai sektor, namun demikian teknologi blockchain ini masih relatif baru dan masih terus berkembang dan beberapa aspek masih belum matang dan perlu kajian dan penelitian lebih lanjut diditumakan solusinya.

Masalah utama yang membatasi pertumbuhan blockchain publik adalah skalabilitas. Jaringan publik meningkat pesat dalam jumlah hal peserta dan data yang harus ditangani, karena tidak ada batasan untuk bergabung dengan jaringan. Jumlah transaksi dan validasi blok meningkat dengan meningkatnya jumlah pengguna. Hal ini menyebabkan overhead komunikasi yang menempatkan beban pada skalabilitas jaringan. Solusi untuk mengatasi hal tersebut antara lain melakukan segregasi pekerjaan dalam blok, mengembangkan jaringan blockchain versi ringan dan mengembangkan konsep sharding, yakni membuat partisi dalam node pada jaringan untuk meratakan beban diseluruh jaringan.

Setiap transaksi dalam jaringan blockchain memerlukan verifikasi peer-to-peer sebelum dapat diproses. Ini menjadi memakan waktu dengan jumlah pengguna yang lebih besar, terutama dalam jaringan blockchain publik, di mana setiap pengguna memvalidasi transaksi. Akibatnya, jumlah transaksi per detik dalam jaringan blockchain berarti sistem terpusat yang ada. Terbatasnya kapasitas transaksi per detik ini dapat diatasi dengan cara yang mirip dengan permasalahan konsumsi energi yakni dengan mengembangkan sistem protokol konsensus lebih ringan.

Dengan meningkatnya jumlah transaksi, maka proses penambangan atau proses komputasi pada protokol konsensus bertambah kompleks yang membutuhkan energi lebih besar. Sebagian besar jaringan blockchain menggunakan protokol komputasi intensif PoW (Proof of work) karena ini adalah protokol yang paling banyak diuji yang memastikan tingkat keamanan yang tinggi. Untuk menurunkan kompleksitas dalam proses penambangan ini, berbagai sistem penambangan telah dikembangkan berdasarkan antara lain berdasarkan kapabilitas (proof of Stake, proof of Burn, proof of elapsed time)) atau berdasarkan voting (seperti Practical Byzantine Fault Tolerance).

Pada jaringan blockchain publik, membuat semua data transaksi melalui jaringan terlihat oleh publik. Meskipun transaksi dilakukan proses enkripsi namun saat pembuatan blok yang dilakukan oleh peserta jaringan yang tervalidasi ada kemungkinan dapat menelusuri identitas dari pihak yang melakukan transaksi. Untuk mengatasi hal ini berbagai metode sistem keamanan telah dikembangkan seperti deterministic wallets, ring signature mixtures, transaksi konfidensial, saluran khusus dan jaringan.

Dalam jaringan blockchain publik, di mana siapa pun dapat bergabung dengan jaringan, ada kurangnya otoritas pengatur pusat yang diperlukan untuk mengembangkan protokol dan aturan standar untuk transaksi (terutama transaksi keuangan). Modifikasi open source dari protokol membuat sulit untuk mengandalkan mereka, terutama ketika sebagian besar jaringan didominasi oleh node berbahaya. Untuk mengatasi masalah ini, organisasi dan perusahaan sekarang bergerak menuju jaringan blockchain pribadi, di mana sekelompok anggota tepercaya memiliki wewenang untuk memodifikasi jaringan.

Tantangan lain dalam teknologi Blockchain adalah standardisasi dan interoperabilitas. Dengan meningkatnya perhatian terhadap teknologi blockchain, berbagai perusahaan, pengembang, organisasi dan peneliti sedang mengembangkan platform blockchain yang berbeda. Platform ini memiliki arsitektur yang berbeda, bahasa pemrograman, protokol konsensus, dan aliran transaksi. Akibatnya, aplikasi yang dibangun dengan platform yang berbeda tidak dapat beroperasi. Standardisasi dapat membantu organisasi untuk mengembangkan platform untuk memungkinkan komunikasi di antara jaringan blockchain heterogen. Seele adalah platform blockchain yang memungkinkan komunikasi lintas blockchain. Openchain dan Elemen adalah platform blockchain menyediakan transfer data ini menggunakan sidechain yang berinteraksi dengan blockchain utama. Lebih banyak pekerjaan harus dilakukan untuk mengembangkan standar khusus untuk pengembangan platform dan protokol konsensus untuk memungkinkan interoperabilitas.

 

Kesimpulan

Rantai pasok agroindustri terus mengalami perkembangan sejalan dengan tuntutan efektivitas dan efisiensi dalam pengelolaan dan penanganan produk agroindustri dari hulu hingga produk dapat dinikmati oleh konsumen sesuai dengan harapan. Tuntutan pemenuhan produk agroindustri tidak hanya terbatas pada kondisi produk itu sendiri, melainkan juga sejarah perjalanan produk dan bagaiamana produk diperlakukan sepanjang rantai pasok. Disamping itu pemenuhan regulasi, kontribusi sosial dan pelestarian lingkungan juga menjadi perlu mendapatkan perhatian Tantangan akan informasi yang terintegrasi, aman dan terpercaya menjadi semakin makin menjadi krusial. Integrasi informasi dengan sistem sentralisasi memiliki permasalahan terkait dengan kasus peretasan data dan penipuan transaksi. Disamping itu sistem sentralisasi membutuhkan pihak daln dan waktu untuk melakukan otorisasi transaksi.

Teknologi blockchain memberikan alternatif solusi atas permasalahan tersebut karena kharakteristik blockchain yang bersifat terdesentralisasi, terdistribusi, permanen (immutability) dan trustless. Arsitektur blockchain memungkinkan penerapan model rantai pasok agroindustri dengan memasukkan seluruh aktor dalam rantai pasok ke dalam jaringan serta berkolaborasi dengan stake holder untuk mendukung kepercayaan sistem seperti memasukkan pihak regulator, penyedia standar, auditor dan pihak relevan lainnya ke dalam jaringan blockchain.

Mengingat teknologi blockchain merupakan teknologi yang relatif baru dan terus mengalami perkembangan, dalam perjalannya masih menemui berbagai permasalahan seperti skalabilitas, kapasitas transaksi, kebutuhan energi dan privacy. Upaya untuk mendapatkan solusi atas permasalahan yang terjadi terus berkembang dan diharapkan teknologi blockchain menjadi semakin matang dan makin banyak memberikan manfaat.


BIBLIOGRAFI

 

 

Abeyratne, Saveen A., & Monfared, Radmehr P. (2016). Blockchain ready manufacturing supply chain using distributed ledger. International Journal of Research in Engineering and Technology, 5(9), 1�10. Google Scholar

 

Afrianto, Irawan, Djatna, Taufik, Arkeman, Yandra, Sitanggang, Imas Sukaesih, & Hermadi, Irman. (2020). Disrupting Agro-industry Supply Chain in Indonesia With Blockchain Technology: Current and Future Challenges. 2020 8th International Conference on Cyber and IT Service Management (CITSM), 1�6. IEEE. Google Scholar

 

Balaji, M., & Arshinder, K. (2016). Modeling the causes of food wastage in Indian perishable food supply chain. Resources, Conservation and Recycling, 114, 153�167. Google Scholar

 

Crosby, Michael, Pattanayak, Pradan, Verma, Sanjeev, & Kalyanaraman, Vignesh. (2016). Blockchain technology: Beyond bitcoin. Applied Innovation, 2(6�10), 71. Google Scholar

 

English, Matthew, Auer, S�ren, & Domingue, John. (2016). Block chain technologies & the semantic web: A framework for symbiotic development. Computer Science Conference for University of Bonn Students, J. Lehmann, H. Thakkar, L. Halilaj, and R. Asmat, Eds, 47�61. sn. Google Scholar

 

Hinsley, Amy, De Boer, Hugo J., Fay, Michael F., Gale, Stephan W., Gardiner, Lauren M., Gunasekara, Rajasinghe S., Kumar, Pankaj, Masters, Susanne, Metusala, Destario, & Roberts, David L. (2018). A review of the trade in orchids and its implications for conservation. Botanical Journal of the Linnean Society, 186(4), 435�455. Google Scholar

 

Hoffman, Michał R. (2018). Can blockchains and linked data advance taxation. Companion Proceedings of the The Web Conference 2018, 1179�1182. Google Scholar

 

Ismail, Leila, & Materwala, Huned. (2019). A review of blockchain architecture and consensus protocols: Use cases, challenges, and solutions. Symmetry, 11(10), 1198. Google Scholar

 

Ivanov, Dmitry, Dolgui, Alexandre, & Sokolov, Boris. (2019). The impact of digital technology and Industry 4.0 on the ripple effect and supply chain risk analytics. International Journal of Production Research, 57(3), 829�846. Google Scholar

 

Khandelwal, Chandni, Singhal, Mridul, Gaurav, Gaurav, Dangayach, G. S., & Meena, M. L. (2021). Agriculture Supply Chain Management: A Review (2010�2020). Materials Today: Proceedings, 47, 3144�3153. Google Scholar

 

Kshetri, Nir. (2021). Blockchain and sustainable supply chain management in developing countries. International Journal of Information Management, 60, 102376. Google Scholar

 

Mik, Eliza. (2017). Smart contracts: terminology, technical limitations and real world complexity. Law, Innovation and Technology, 9(2), 269�300. Google Scholar

 

Ones, Deniz S., & Dilchert, Stephan. (2012). Environmental sustainability at work: A call to action. Industrial and Organizational Psychology, 5(4), 444�466. Google Scholar

 

Rakic B., Levak, T., Drev, Z., Savic, S., Veljkovic, A. (2017). First purpose-built protocol for supply chains based on blockchain. Whitepaper. Origintrail.

 

Ritchie, Hannah, Reay, David S., & Higgins, Peter. (2018). Beyond calories: a holistic assessment of the global food system. Frontiers in Sustainable Food Systems, 2, 57. Google Scholar

 

Slaper, Timothy F., & Hall, Tanya J. (2011). The triple bottom line: What is it and how does it work. Indiana Business Review, 86(1), 4�8. Google Scholar

 

Staples, M., Chen, S., Falamaki, S., Ponomarev, A., Rimba, P., Tran, A. B., Weber, I., Xu, X., & Zhu, J. (2017). Risks and opportunities for systems using blockchain and smart contracts. Data61. CSIRO), Sydney. Google Scholar

 

Steiner, Jutta, Baker, Jessi, Wood, G., & Meiklejohn, S. (2015). Blockchain: the solution for transparency in product supply chains. Available at: Provenance. Org/Whitepaper. Google Scholar

 

Tian, Feng. (2017). A supply chain traceability system for food safety based on HACCP, blockchain & Internet of things. 2017 International Conference on Service Systems and Service Management, 1�6. IEEE. Google Scholar

 

Udayana, IGBU. (2011). Peran agroindustri dalam pembangunan pertanian. Singhadwala, 44, 3�8. Google Scholar

 

Yadav, Vinay Surendra, Singh, A. R., Gunasekaran, Angappa, Raut, Rakesh D., & Narkhede, Balkrishna E. (2022). A systematic literature review of the agro-food supply chain: Challenges, network design, and performance measurement perspectives. Sustainable Production and Consumption, 29, 685�704. Google Scholar

 

Yawar, Sadaat Ali, & Kauppi, Katri. (2018). Understanding the adoption of socially responsible supplier development practices using institutional theory: Dairy supply chains in India. Journal of Purchasing and Supply Management, 24(2), 164�176. Google Scholar

 

 

 

Copyright holder:

Erista Adisetya, Reni Astuti Widyowanti, Adi Ruswanto, Ngatirah (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: