������
Syntax Literate : Jurnal Ilmiah
Indonesia p�ISSN:
2541-0849
������ e-ISSN : 2548-1398
������ Vol. 4, No. 4 April 2019
EFISIENSI KINERJA EVAPORATOR PADA PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF
CAIR PUSAT TEKNOLOGI
LIMBAH RADIOAKTIF BATAN
Farlina Hapsari dan Nurrandi
Mayas Sujati
Akademi Minyak Dan Gas
(AKAMIGAS) Balongan Indramayu
Email: [email protected] dan [email protected]
Abstrak
BATAN
terbentuk dengan latar belakang penyelidikan
terhadap adanyakemungkinan jatuhan radioaktif dari uji coba senjata nuklir di
Samudra Pasifik. Pada proses produksinya efisiensi tidak pernah mencapai 100%
yang menyebabkan dihasilkannya limbah yang dikenal dengan limbah radioaktif.
PTLR merupakan satuan kerja dari BATAN yang secara khusus menangani pengolahan
limbah radioaktif. Salah satu unit pengolahan limbah radioaktif yakni unit
evaporasi yang merupakan unit pengolahan limbah radioaktif cair dengan
kapasitas pengolahan sebesar 0,75m3. Evaporator bertujuan untuk
memisahkan pelarut (solvent) dari larutan untuk memperoleh larutan yang lebih
pekat. Berdasarkan hasil observasi dan analisa alat evaporator pada tahun 2014
hingga 2017 nilai efisiensi cenderung menurun yakni 81,3%, 81,48%, 79,40% dan
57,09% yang diakibatkan oleh korosi dan pembentukan kerak pada plat perpindahan
panas. Hasil tersebut didapat melalui perbandingan jumlah steam teoritis dengan
jumlah steam aktual yang digunakan pada sistem evaporasi.
Kata Kunci: Efisiensi, Evaporasi, Kalor, Limbah
Radioaktif
Pendahuluan
Seiring
perkembangan teknologi masa kini dengan adanya radioaktif membawa perkembangan
di dalam berbagai aspek kehidupan. Perlu kita ketahui bawasannya dengan
berkembangnya teknologi membawa perubahan yang sangat signifikan akan tetapi
semua itu selain memberikan pengaruh yang positif juga menimbulkan efek negatif
pula. Efisiensi proses produksi yang tidak pernah mencapai 100% menyebabkan
dihasilkannya limbah yang dikenal dengan limbah radioaktif. Selain dari proses
produksi, limbah radioaktif juga dihasilkan dari proses pengolahan bahan baku
yang secara alami mengandung senyawa aktif. Berdasarkan bentuk fisiknya, limbah
radioaktif terbagi menjadi limah padat, cair, dan semi cair. Limbah radioaktif
memiliki tingkat bahaya dapat memancarkan radiasi. Pengaturan limbah radioaktif
dan paparan radiasi secara internasional ditetapkan oleh International Atomic Energy Agency (IAEA) dan International Commission on Radiological Protection (ICRP),
sedangkan di Indonesia diawasi oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN).
Sebagaimana pengawasan diatur dalam Undang-Undang No.10 Tahun 1997 tentang
Ketenaganukliran Pasal 14 ayat 2 yang dilaksanakan melalui peraturan, perizinan
dan inspeksi. Peraturan dan perizinan yang diberikan BAPETEN juga
memperhatikan Undang � Undang No.32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan
Undang-Undang No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Pengelolaan limbah radioaktif
dilakukan untuk melindungi keselamatan masyarakat dan lingkungan hidup terhadap
bahaya radiasi salah satunya adalah menggunakan proses evaporasi.
Karakteristik Limbah Radioaktif Cair
Limbah radioaktif cair adalah limbah
yang berbentuk cairan dapat berasal dari air cucian peralatan yang
terkontaminasi atau cairan zat radioaktif yang sengaja dibuang. Perlu diingat
bahwa limbah radioaktif tidak boleh dibuang kedalam saluran sanitasi dengan
pertimbangan tingkat aktivitas, waktu paruh, dan tingkat reaktivitas kimianya.
Oleh karena itu, harus disediakan wadah yang sesuai dengan sifat fisik dan
kimia dari limbah cair yang disimpan, misalnya untuk limbah cair organik tidak
boleh ditempatkan dalam wadah yang terbuat dari plastic, karena kemungkinan
wadah akan rusak atau bereaksi bila kontak langsung dengan bahan larutan
organik. Khusus untuk limbah radioaktif cair ini,
dapat digolongkan lagi sesuai dengan tingkat keracunan radionuklida dan
aktivitas yang dikandungnya yaitu:
1. Kadar tinggi (High Level Liquid Waste)
2. Kadar rendah (Low Level Liquid Waste)
3. Kadar sedang (Medium Intermediet Level Liquid Waste
Umumnya, setiap instalasi pengolahan
mempunyai ketentuan batas yang berbeda untuk setiap kadarnya tergantung dari
faktor-faktor berikut:
a. Tipe radionuklida yang terkandung dalam
limbah.
b. Fasilitas pengolahan yang tersedia dan
factor dekontaminasi (FD) yang diperoleh.
c. Tingkatan aktivitas terhadap efluen yang
diizinkan dibuang kelingkungan dengan aman dan tidak membahayakan manusia,
serta lingkungan.
IAEA� menentukan�
standar� baku� batas�
kadar� radionuklida� yang dibolehkan dalam limbah dan untuk
pembuangan efluen limbah radioaktif cair kelingkungan.
Prinsip Kerja Evaporator
Prinsip kerja
evaporator seperti yang telah kita ketahui sebelumnya, evaporator merupakan
alat untuk menegevaporasi larutan sehingga prinsip kerjanya merupakan cara
kerja dari
evaporasi itu sendiri.
Cara kerjanya ialah dengan menambahkan kalor atau panas yang bertujuan untuk
memekatkan suatu larutan yang terdiri dari zat pelarut yang memiliki titik
didih yang rendah dengan pelarut yang memiliki titik didih yang tinggi sehingga
pelarut yang memiliki titik didih yang rendah akan menguap dan hanya menyisahkan larutan yang lebih
pekat dan memiliki konsentrasi yang tinggi.
Jenis-Jenis
Evaporator
1) Horizontal
Tube Evaporator
(Gambar 2.2 Horizontal
Tube Evaporator)
Kelebihan dan Kekurangan:
�
Sulit
untuk dibersihkan karena pengendapan yang memicu timbulnya kerak terjadi pada
permukaan luar pipa. Kontruksi alat ini perlu didesain sedemikian rupa agar
bundle pipa bisa dikeluarkan untuk keperluan pembersihan.
�
Koefisien
perpindahan panas cukup rendah sehingga kurang efisien, hal tersebut disebabkan
karena dalam operasinya tidak memungkinkan terjadinya sirkulasi cairan.
2) Standard
Vertical-Tube Evaporator
Prinsip kerja
pada standard vertical-tube
evaporator yakni, cairan akan mengalir di dalam pipa sementara uap (steam) mengalir di dalam shell. Di dalam tabung, cairan akan
mendidih dan uap yang timbul bergerak membawa cairan ke atas. Pada tahap ini,
akan terjadi sirkulasi cairan yang disebabkan oleh perbedaan.
(Gambar 2.3 Standard
Vertical-Tube Evaporator)
Jenis
evaporator ini memiliki keunggulan yakni, perpindahan panas berlangsung dengan
baik karena perpindahan panas terjadi secara natural convection (konveksi alami). Selain itu, endapan juga akan
terbentuk di permukaan dalam pipa sehingga mempermudah pembersihannya.
Metode Penelitian
Pada penelitian
ini perhitungan nilai efisiensi diperoleh dengan menentukan
nilai panas spesifik steam masuk evaporator dan panas spesifik steam keluar
evaporator. Penentuan nilai panas spesifik di lakukan dengan melihat tabel
appendix atau melalui program excel. Menghitung kalor yang dibawa umpan
(Qumpan) dengan mengalikan massa umpan evaporator dengan panas spesifik umpan
dan suhu umpan masuk evaporator (T). Menghitung kalor masuk yang dibawa oleh steam
(Qsin) dan steam (Qsout) didapat dari mengalikan massa steam evaporator
dengan panas spesifik steam dan suhu steam masuk evaporator (T)
ditambahkan massa steam dikali panas laten. Menghitung kalor yang dibawa
konsentrat (Qkonsentrat) dengan mengalikan massa konsentrat evaporator dengan
panas spesifik konsentrat dan suhu konsentrat keluar evaporator (T). Menghitung
kalor masuk yang dibawa oleh vapour (QVapour) didapat dari
mengalikan massa vapour evaporator dengan panas spesifik vapour
pada fase cair dan suhu vapor pada evaporator (T) ditambahkan massa vapour
dikali panas laten dan ditambahkan massa
vapour dikali depan cp vapour pada fase gas dan perubahan
suhunya.� Menentukan neraca kalor dengan
menjumlahkan kalor umpan dan kalor steam masuk sama dengan menjumlahkan kalor steam keluar, kalor
vapour dan kalo konsentrat sehingga didapatkan massa steam. Menentukan
nilai efisiensi dengan membandingkan jumlah steam yang digunakan pada
sistem evaporasi dengan steam aktual. k. Dari nilai efisiensi faktor
penyebab meningkat atau menurunnya nilai efisiensi evaporator.
�
Hasil dan Pembahasan
1.
Kandungan Limbah Radioaktif
Limbah cair radioaktif
memiliki kandungan yang berbeda denganlainnya, adapun kandungan tersebut
seperti dibawah ini:
Tabel .1 Karakteristik Limbah Radioaktif
No |
Karakteristik |
|
Hasil Analisis |
1 |
Radionuklida |
|
Cs-137
: 1,05*10-4 Ci/m3 |
|
|
|
�Co-60�
: 3.96*10-5 Ci/m3 |
2 |
pH |
|
5.7 |
3 |
Ektrak Kering |
|
1,8
gr/l |
4 |
Logam Terlarut |
Fe |
:
23.76 mg/l |
|
|
Cr |
:
1.732 mg/l |
|
|
Zn : 2.789
mg/l |
|
|
|
Cu : 0.894
mg/l |
|
|
|
Mn : 0.863
mg/l |
|
|
|
Mg : 1.871
mg/l� |
|
|
|
Al : 25.93
mg/l |
|
|
|
Ca |
:
36.66 mg/l |
|
|
Cl- |
:
26.9 mg/l |
|
|
PO43-
: 29.01 mg/l |
|
|
|
SO42-
: 17.5 mg/l |
|
(Sumber:
Laboratorium PTLR-BATAN) |
�
2.
Proses
Sistem Evaporasi
Sebelum dievaporasi, limbah cair
ditampung dalam tangki penampungan. Kemudian diambil sample untuk dianalisis
apakah limbah cair yang akan dievaporasi memenuhi persyaratan yang telah
ditetapkan. Netralisasi asam/basa dilakukan apabila pH pada feed tersebut asam atau basa. Jika telah
memenuhi persyaratan, limbah siap dievaporasi. Limbah radioaktif cair
diumpankan ke alat evaporator dengan cara pengaliran melalui pipa yang
dilewatkan dalam tangki penampung. Limbah cair masuk pada bagian shell sedangkan steam masuk pada bagian tube.
Dengan demikian terjadi perpindahan panas sehingga terjadi penguapan. Lalu uap
masuk kedalam kolom penenang sehingga uap limbah cair yang terkonsentrasi akan
terpisah. Konsentrat akan masuk kedalam tangki penampung konsentrat, sedangkan
uapnya akan diembunkan nanti pada kondensor. Mula mula uapnya akan masuk
kedalam kolom penenang dengan temperatur �100�C yang dimana didalamnya
terdapatnya baffle
sentrifugal pada bagian puncak kolom yang memungkinkan penahanan cairan yang terbawa
oleh uap tersebut. Selanjutnya uap masuk bagian bawah kolom pemisah dengan
temperatur 70-80�C. Di dalam kolom pemisah, uap dicuci oleh air bebas mineral.
Kontak muka antar fase terjadi pada 5 stage
buble cap. Sedangkan air bebas
mineral masuk melalui bagian atas kolom pemisah,
akhirnya uap melewati sebuah mist
eliminator pada bagian puncak kolom. Disana terjadi penahanan kandungan
cairan yang terbawa dalam bable cap yang
terakhir, sedangkan air bekascucian secara gravitasi akan masuk kedalam tangki penampungan
effluent aktif. Kemudian uap
meninggalkan kolom pemisah dan masuk kedalam kondensor. Temperatur pada ruang
kondensor berkisar �50�C. Pada bagian shell sehingga uap akan mengembun karena
pendingin air lewat bagian tube. Gas
yang tidak terkondensasi yang keluar dari kondensor akan menuju sirkuit off gas. Destilat yang terbentuk dari
uap yang didinginkan pada kondensor akan masuk kedalam cooler sehingga temperature
menjadi �25�C, kemudian destilat akan bergerak menuju tangki penampungan
destilat.
3.
Perhitungan Efisiensi
Tabel 2.
Data Operasional
|
|
LIQUID WASTE |
STEAM |
|
VAPOUR |
KONSENTRAT |
|||
YEARS |
T |
LAJU |
MASSA |
MASSA |
Tin |
Tout |
Tv
(�C) |
Tk
- |
MASSA |
|
(�C) |
ALIR(m3/h) |
(Kg/s) |
(t/h) |
(�C) |
(�C) |
(�C) |
(Kg/s) |
|
2014 |
25 |
0,98 |
0,27 |
1,3 |
98 |
100 |
100 |
28 |
0,0028 |
2015 |
25 |
0,76 |
0,214 |
1 |
98 |
105 |
105 |
30 |
4,41.10-3 |
2016 |
25 |
0,745 |
0,208 |
1,275 |
100 |
105 |
105 |
30 |
0,002 |
2017 |
25 |
0,7 |
0,22 |
1,25 |
103 |
103 |
103 |
28 |
0,03 |
Q = m x L Q = mCpT
������������������������������������������������������������������������
dan
Keterangan:
Q
= Kalor (Kj/s)
Mf
= Massa (Kg/s)
L
= Panas Laten (Kj/Kg)
Cp = Spesifik Panas (Kj/Kg.K)
Tf
= Temperatur (K)
a)
Kalor yang dibawa umpan
Cpf
= 4,363 Kj/Kg.K
Q= m x Cp x T
Q = 0,27 kg/s x 4,363 Kj/Kg.K� x 298K = 351,05 Kj/s
b)
Kalor
yang dibawa steam
Cpsin
= 2,021 |
|
|
|
,
Ls = 2262,1 |
|
|
|
|
|||||||
|
|
|
|||||||||||||
Qsin
= (ms x Cps x Ts) + (ms x Ls) |
|||||||||||||||
=
ms ( |
|
|
) x
371K + ms (2262,1 |
|
) =
3011, 89 Kj/Kg ms |
||||||||||
|
|
|
|||||||||||||
Cpsout
= 2,029 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
||||||||
�� Qsout = ms x Cps x Ts
= ms x (2,029)
x 373K = 756,817 Kj/Kg ms
c) Kalor
yang dibawa konsentrat
Q
= m x Cp x T
= 2,8.10-3
kg/s x 4,363
x 301K = 3,68 Kj/s
d)
Kalor
yang dibawa oleh vapour
Mv
= Mf � Mk
0,27
kg/s � 2,8.10-3
kg/s� = 0,267 Kg/
Cpcair
=4,178 |
|
|
,Lv
= 2435,4 |
|
Cpuap
= 1,948 |
|
|
|
|
|||||
|
|
|
|
|||||||||||
Q =
(m x Cpcair
x Tcair)
+ (m x L) +( m x Cpuap
x (Tvuap
� Tvcair
)) |
||||||||||||||
=
(0,267Kg/s x4,178 |
|
x
303K) + (0,267Kg/s x 2435,4 |
|
) +
(0,267 |
||||||||||
|
|
|||||||||||||
Kg/s
x 1,948 |
|
|
x (373K-303K)) |
|||||||||||
|
|
|||||||||||||
=
1025,43 Kj/s
e) Neraca
Kalor
Qf + Qsin
= Qsout + Qv
+ Qk
Msteam = 0,3 Kg/s
f) Efisiensi
Termal
Massa steam aktual = 1300 Kg/jam = 0,361 Kg/s
ɳ
= |
|
x
100% |
|
=
=
=
83,3% (2014)
Analisis
efisiensi kalor dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui efisiensi �enggunaan
energi kalor dalam pengolahan limbah radioaktif secara evaporasi di PTLR. Dari
hasil analisis 2014 hingga 2017 didapatkan bahwa sistem evaporasi memiliki
efisiensi kalor sebesar 83,3%, 81,48%,79,4% dan 57,09% . Angka tersebut didapat
melalui perbandingan jumlah steam teoritis dengan jumlah steam aktual pada
sistem evaporasi. Nilai efisiensi kalor terjadi sedikit penurunan pada tahun
2014 dan 2015 yang sebelumnya 83,3% menjadi 81,48% lalu turun kembali menajdi
79,40%. Namun, tahun 2015 terjadi perbaikan pada alat ukur dan pembersihan
kerak dalam ruang evaporator sehingga penurunan efisiensi tidak terlalu
signifikan. Pada tahun 2017 terjadi penurunan nilai efisiensi kalor yang cukup
signifikan yang sebelumnya 79,40% menjadi 57,09%. Terjadinya penurunan
dikarenakan tidak teraturnya perbaikan alat ukur dan pembersihan kerak pada plat perpindahan panas
didalam evaporator, kualitas dari
temperatur umpan yang buruk, tekanan serta panas yang keluar dari sistem.
3.
Faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Evaporator����������
Tidak sempurnanya nilai efisiensi kalor disebabkan
oleh beberapa hal, salah satunya oleh pressure
drop. Pressure drop disebabkan
karena adanya gaya gesek yang terjadi dengan pipa. Gaya gesek tersebut dapat
meningkatkan tahanan pada transfer massa dari boiler menuju evaporator,
sehingga properti steam yang dihasilkan pada boiler tidak sama dengan steam
yang digunakan di evaporator. Selain pressure
drop, efisiensi juga sangat dipengaruhi oleh transfer panas keluar sistem.
Pada praktiknya, kalor yang dibawa oleh steam tidak sepenuhnya digunakan untuk
memisahkan konsentrat dan destilat, melainkan juga didapat kalor yang lepas
pada pipa dari boiler menuju evaporator, dan bahkan perpindahan panas keluar
sistem juga terjadi pada evaporator. Pressure
drop dan pelepasan kalor kelingkungan tidak dapat dicegah, melainkan hanya
dapat dikurangi dampaknya pada sistem evaporasi. Selain pressure drop dan transfer panas keluar sistem, penurunan efisiensi
kalor juga dapat disebabkan karena reaksi antara limbah radioaktif cair dengan
peralatan yang digunakan (korosi, kerak). Korosi dan kerak pada permukaan
penghantar panas dapat menghambat proses perpindahan panas pada evaporator
sehingga dibutuhkan steam yang lebih banyak agar evaporasi berjalan normal.
Selain itu, penurunan efisiensi kalor dapat disebabkan� karena�
terdapat� pipa� yang�
bocor,� kesalahan� alat�
ukur,� dan sebagainya.
Kesimpulan
Setelah
melakukan tugas akhir di PTLR BATAN dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Proses yang terjadi pada sistem
evaporasi yakni, limbah radioaktif cair diumpankan kealat evaporator dengan
cara pengaliran melalui pipa yang dilewatkan dalam tangki penampung. Limbah
cair masuk pada bagian tube sedangkan
steam masuk pada bagian shell. Dengan demikian terjadi
perpindahan panas sehingga terjadi penguapan. Lalu uap masuk kedalam kolom
penenang sehingga uap limbah cair yang terkonsentrasi akan terpisah. Konsentrat
akan masuk kedalam tangki penampung konsentrat, sedangkan uapnya akan
diembunkan nanti pada kondensor.
2. Analisis efisiensi kalor dilaksanakan
dengan tujuan untuk mengetahui efisiensi penggunaan energi kalor dalam
pengolahan limbah radioaktif secara evaporasi di PTLR. Dari hasil analisis 2014
hingga 2017 didapatkan bahwa sistem evaporasi memiliki efisiensi kalor sebesar
83,3%, 81,48%, 79,40% dan 57,09% . Angka tersebut didapat melalui perbandingan
jumlah steam teoritis dengan jumlah steam aktual yang digunakan pada sistem evaporasi.
3. Hal-hal yang mempengaruhi efisiensi
yaitu pressure drop pada pipa,
transfer panas ke lingkungan, pembentukan korosi dan kerak, serta berbagai hal
yang dapat memengaruhi kualitas steam.
BIBLIOGRAFI
Al-Shemmeri. 2010. Handbook Engineering Thermodynamics.-:
Ventus
Daryoko,
Mulyono. 2007.
Handbook Prancangan Evaporator Untuk
Pengolahan Limbah Radioaktif Cair PLTN PWR 1000 MW. Serpong: PTLR-BATAN
Fitri,
Willshon. 2015. Laporan Kerja Praktek Pengolahan Limbah Radioaktif di
PTLR-BATAN. Serpong: PTLR-BATAN
Johan, Bahdir. 2000. Buletin Limbah. Serpong:
P2PLR-BATAN
Krisyadi,
Andreas. 2017. Laporan Kerja Praktek Analisis Efisiensi Kalor Sistem Evaporasi.
Serpong: PTLR BATAN
Nicholas. 2000. Handbook of Chemical Processing Equipment. Boston:
Butterworth-Heinemenn
Senger,
Wattson. 1986. Handbook of Journal of
Physical and Chemical Reference Data
15.-.-
Walman, Edo.
1994. Diklat Operasi Teknik Kimia Pengolahan Limbah Radioaktf. Serpong:
PTLR-BATAN
Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 27 tahun 2002 Tentang Pengolahan Limbah Radioaktif