Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p–ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398
Vol. 7, Special Issue No. 1, Januari 2022
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Email: [email protected]
Pendidikan karakter sangat penting dilakukan sejak dini pada anak-anak, karena perkembangan bangsa tercermin dari anak-anak yang mempunyai moral dan perilaku yang terpuji, baik kepada sesama maupun Tuhan. Elemen visual anime dikombinasikan dengan kata-kata dapat menciptakan pengaruh yang kuat bagi penontonnya. Film anime karya Hayao Miyazaki, terutama Spirited Away, berbeda dengan kebanyakan film anime di mana dia mengemas filmnya dengan visual yang apik serta pesan-pesan baik yang bisa diambil. Oleh karenanya, film ini bisa dijadikan sebagai media pembelajaran karakter anak. Penelitian kualitatif ini bertujuan untuk menginvestigasi nilai pembangunan karakter yang terdapat dalam anime Spirited Away dan kemungkinannya digunakan sebagai bahan ajar pembangunan karakter di sekolah dasar di Indonesia. Sehingga, analisis konten Spirited Away dan wawancara mendalam terhadap 11 responden dipilih sebagai metode penelitian. Temuan penelitian menunjukkan bahwa Spirited Away mengandung beberapa nilai pembangunan karakter seperti, religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, menghargai prestasi, bersahabat, cinta damai, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab. Lebih lanjut, melalui wawancara responden, film ini memungkinkan untuk dijadikan sebagai bahan ajar pembangunan karakter di sekolah dasar dengan beberapa catatan yang harus dipertimbangkan.
Kata kunci: spirited away; pembangunan karakter; pendidikan sekolah dasar; anime; hayao miyazaki
Abstract
Character education is crucial to conduct early on children, because the development of the nation is reflected in children who have good morals and behavior, both to others and to God. The visual elements of anime combined with words can create a strong impact on the audience. Hayao Miyazaki’s anime film, specifically Spirited Away, is different from most anime films in which he packs the film with good visuals and good messages that can be taken. Therefore, this film can be used as a medium for children character learning. This qualitative research aims to investigate the character development values contained in the anime Spirited Away and the possibility of it being used as a teaching material for character building in elementary schools in Indonesia. Thus, Spirited Away content analysis and in-depth interviews with 11 respondents are chosen as research methods. The research findings show that Spirited Away contains several
How to cite: Rofiq. H. (2022) Nilai Pembangunan Karakter Siswa Sekolah Dasar dalam Anime Spirited Away, Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia, 7(1).
Published by: Ridwan Institute
character building values such as religiosity, honesty, tolerance, discipline, hard work, creativity, independence, good manner, eagerness for knowledge, respect for achievement, friendship, love of peace, environmental care, social care, and responsibility. Furthermore, through interviewing respondents, this film is possible to be used as a teaching material for character building in elementary schools with several notes that should be considered.
Keywords: spirited away; character building; elementary education; anime; hayao miyazaki
Di era modern, dengan perkembangan teknologi komunikasi dan globalisasi, media massa yang dulunya hanya berfokus dalam penyampaian informasi, kini berevolusi dengan peran yang lebih besar. Salah satu media massa yang mempunyai efek transformatif adalah film animasi. Jepang merupakan negara yang aktif memproduksi film anime sebagai budaya populer. Budaya Jepang telah merambat ke seluruh penjuru dunia melalui produk budaya populer (IMF, 2017). Budaya populer merupakan produk ekspor Jepang yang masif (Wurm, 2014). Meninjau dari artikel Nikkie Asian Review, stasiun televisi Jepang meraup keuntungan sebesar 60 miliar yen dari perusahaan produksi anime beberapa tahun terakhir (Kobayashi, 2016). Di Indonesia, popularitas anime dan manga dapat dilihat pada tahun 1990an dengan dimulainya penayangan anime, Doraemon, sebagai ikon budaya populer anime dan manga Jepang. Penayangan Doraemon diikuti oleh serial anime sejenis dari Jepang seperti Sailor Moon, Dragon Ball, Pokemon, Digimon dan lain-lain yang mendapatkan penggemar setia di Indonesia terutama anak-anak. Secara tidak langsung, anime tersebut menjadi sebuah alat yang tepat digunakan untuk memengaruhi anak-anak dalam perkembangan karakter mereka (Miranti & Frijuniarsi, 2015).
Menurut Hartono (2014, hal. 261), “karakter adalah nilai-nilai yang khas, baik watak, akhlak atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebijakan yang diyakini dan dipergunakan sebagai cara pandang, berpikir, bersikap, berucap dan bertingkah laku dalam kehidupan sehari-hari.” Lebih lanjut, Hartono (2014, hal. 216) menjelaskan bahwa “pendidikan karakter adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana serta proses pemberdayaan potensi dan pembudayaan peserta didik guna membangun karakter pribadi dan/ atau kelompok yang unik baik sebagai warga negara.” Membangun karakter anak-anak sangat penting untuk dilakukan sedini mungkin, karena pembangunan bangsa dapat diketahui melalui anak- anak bangsa yang cerdas, memiliki moral, martabat, dan perilaku yang terpuji, baik kepada sesama maupun Tuhan. Pendidikan anak-anak tidak hanya merupakan tanggung jawab orang tua, namun juga tanggung jawab pemerintah. Hal ini sejalan dengan isi UUD 1945 pasal 31 ayat 1, yang berbunyi “Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran.” Oleh karenanya, secara konstitusional, untuk membangun kehidupan intelektual bangsa berarti bahwa ketersediaan pendidikan adalah hak bangsa yang harus direalisasikan oleh pemerintah pusat dan lokal.
Belakangan ini, pemerintah sedang menggalakkan pendidikan karakter di sekolah- sekolah sebagai bentuk pengajaran yang komprehensif. Dengan adanya hal ini, para siswa diharapkan diharapkan bisa mempunyai karakter yang baik dan jauh dari kemunduran moral. Sehingga, karakter bangsa Indonesia dapat terefleksikan dalam diri peserta didik. Penduduk Indonesia tinggal berdampingan di tengah perbedaan agama, ras, dan suku. Kita hidup dengan toleransi, gotong royong, dan keramahan. Karenanya, pembangunan karakter adalah identitas nasional dari penduduk Indonesia yang sesungguhnya (Miranti & Frijuniarsi, 2015). Menurut Burhanuddin (2015), pembangunan karakter adalah sistem pengembangan nilai karakter dari siswa, termasuk komponen ilmu pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan aksi yang mengimplementasikan nilai-nilai ini. Hal tersebut dapat didefinisikan sebagai penggunaan yang hati-hati terhadap semua dimensi kehidupan sekolah untuk mengoptimalkan perkembangan karakter.
Pembangunan karakter adalah tugas pengajar yang bisa berefek ke siswanya. Pengajar membantu pembentukan karakter dari siswa. Dengan menggunakan media film anime sebagai alat pengajaran, pengajar bisa memberikan contoh karakter baik dan buruk dari tokoh-tokoh yang ada di film animasi tersebut. Karenanya, pembangunan karakter adalah topik atau isu yang menarik untuk dibahas, terutama melalui media film anime yang disukai anak-anak. Secara tidak langsung, film anime bisa memberikan pengaruh yang positif karena film tersebut mengandung pesan moral yang bisa membangun karakter dari anak-anak (Miranti & Frijuniarsi, 2015). Lebih lanjut, dikutip dari (Saputro, 2011), MacWilliams (2008) menggarisbawahi beberapa alasan kenapa anime mendulang popularitas di negara barat dan timur. Setidaknya ada tiga faktor: visualisasi seni yang tinggi, persimpangan antara barat dan timur, dan industri budaya yang mendunia. Tiga faktor tersebut dimiliki oleh Hayao Miyazaki. Hayao Miyazaki, sebagai penulis cerita dan animator Jepang, film-filmnya berfokus pada cerita dongeng, merefleksikan budaya Jepang namun tetap bisa diterima secara universal. Industri budaya selalu bisa memikat konsumennya sehingga animasi menjadi kebutuhan sehari- hari (Saputro, 2011). Elemen visual dari anime digabungkan dengan kata-kata naratif bisa menciptakan pengaruh yang kuat bagi penikmatnya. Oleh sebab itu, anime bisa dijadikan media visual yang bisa digunakan untuk tujuan edukasi karena efeknya yang sangat berpengaruh. Film anime menyajikan visual dan audio yang bisa dijadikan media pembelajaran yang efektif. Menurut Munadi (2010), sesuatu yang terlihat oleh mata dan terdengar oleh telinga akan lebih cepat tersampaikan dan teringat daripada sesuatu yang hanya bisa dibaca atau didengar. Sehingga, film bisa sangat membantu dalam proses pengajaran yang efektif.
Beberapa kajian mengenai pengajaran moral dalam film animasi telah dilakukan oleh penelitian terdahulu. Widyanto (2013) mengkaji nilai-nilai dan pembangunan karakter dalam serial animasi Upin & Ipin. Widyanto mengkaji bagaimana animasi tersebut bisa digunakan untuk mengajarkan nilai-nilai pembangunan karakter pada anak-anak sekolah dasar. Studi lain seperti Akimoto (2014) juga membahas pengajaran nilai perdamaian dalam film animasi Grave of Fireflies. Akimoto menyatakan bahwa
film anti perang tersebut bisa mengajarkan nilai perdamaian. Miranti dan Frijuniarsi (2015) mengkaji nilai pembangunan karakter dalam film animasi populer, Frozen. Mereka berargumentasi bahwa animasi Frozen mengandung nilai karakter yang mulia dan bisa diajarkan pada anak-anak. Kajian serupa juga dilakukan oleh Hermawan (2015). Hermawan mengkaji film animasi Momotarou: Umi no Shinpei melalui perspektif Indonesia. Hermawan berargumen bahwa film tersebut menggambarkan keindahan masa kecil dan nilai karakter yang baik yang dapat dijadikan contoh sebagai pengajaran pada anak-anak. Ngatman dan Fatimah (2018) meneliti animasi Cloud Bread yang bisa digunakan sebagai media pembelajaran bahasa baku dan karakter pada peserta didik sekolah dasar. Pradana (2021) mengkaji film UP yang bisa digunakan sebagai bahan ajar pembangunan karakter kerja keras, kreatif, dan peduli sosial untuk peserta didik sekolah dasar. Terakhir, Arsyad dkk. (2021) juga mengkaji hal serupa, di mana mereka menganalisis cerita animasi Upin & Ipin yang mengajarkan karakter suka menolong, toleransi, kreatif, demokratis, berani, cerdas, saling menghargai, taat beribadah, dan kasih sayang.
Sebagai kebaruan, penelitian ini akan berfokus pada film anime karya Hayao Miyazaki, yaitu Spirited Away yang diliris pada tahun 2001. Dari beberapa studi di atas, film anime jarang dilirik sebagai bahan ajar pembangunan karakter. Alasan penulis memilih film anime karya Miyazaki karena karya film animenya memiliki kualitas yang apik, baik dari segi visual maupun penyampaian pesan cerita. Menurut Lightburn (2008), beberapa interpretasi karya Miyazaki diaplikasikan dalam beberapa hal seperti persona dramatis, yang meliputi moral, etika, nilai, kualitas, atribut, dan penokohan. Spirited Away sendiri adalah film animasi yang memenangkan Academy Award untuk Best Animated Feature Film pada 2003 dan piala Golden Bear pada Festival Internasional Berlin 2002 (Reider, 2005). Spirited Away bercerita mengenai seorang gadis murung berusia sepuluh tahun bernama Chihiro Ogino. Chihiro bersama orang tuanya secara tidak sengaja memasuki dunia roh ketika mereka melakukan perjalanan menuju rumah baru mereka. Setelah orang tua Chihiro berubah bentuk menjadi babi, Chihiro kemudian bekerja di tempat pemandian Yubaba untuk menemukan cara bagaimana dia bisa membebaskan dirinya dan orang tuanya untuk kembali ke dunia manusia.
Penelitian ini berusaha menganalisis dan menjabarkan nilai-nilai pembangunan karakter yang ada dalam film anime Spirited Away. Lebih lanjut, penulis juga memaparkan apakah Spirited Away bisa digunakan sebagai media pengajaran pembangunan karakter pada siswa sekolah dasar. Untuk menjawab permasalahan penelitian ini, peneliti melakukan dua proses analisis: analisis konten dan analisis hasil wawancara. Analisis konten akan didasarkan pada teori representasi yang diusulkan oleh Hall dan 18 klasifikasi nilai pembangunan karakter yang diusulkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Sedangkan, untuk analisis hasil wawancara, peneliti akan mendasarkan proses analisa data wawancara pada teori model encoding/decoding yang diusulkan oleh Hall. Terakhir, penelitian ini bertujuan untuk memberikan kontribusi sebagai sumber pengetahuan yang berkaitan dengan
sarana pengajaran nilai pembangunan karakter melalui film anime, terutama anime
Spirited Away.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif digunakan karena metode ini berfokus pada gambaran kompleks suatu isu atau topik yang dikaji (Holistic Account) (Creswell & Creswell, 2018). Hal ini sejalan dengan isu penelitian ini yang harus dikaji secara holistik. Penelitian ini memerlukan eksplorasi film anime Spirited Away yang tidak bisa dilakukan dengan metode kuantitatif yang berbasis temuan angka. Lebih lanjut, penelitian ini dilakukan melalui dua tahap teknik: analisis konten dan analisis hasil wawancara. Analisis konten melibatkan proses pengkategorian dan perhitungan kategori tersebut dalam penggunaannya di suatu teks (Silverman & Patterson, 2014). Analisis konten dilakukan untuk mencari tau nilai pembangunan karakter dalam anime Spirited Away. Proses analisis ini didasarkan pada teori representasi oleh Hall dan klasifikasi 18 nilai pembangunan karakter oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Teori representasi menunjukkan sebuah proses di mana makna diproduksi menggunakan bahasa dan digunakan atau ditukar antar anggota kelompok budaya di dalam suatu budaya (Hall, 2003). Teori ini berguna untuk membantu peneliti dalam mengindentifikasi nilai pembangunan karakter yang direpresentasikan dalam teks dalam anime Spirited Away. Sementara itu, nilai karakter yang berusaha ditemukan oleh peneliti antara lain: religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab (Badan Penelitian dan Pengembangan Riset Kurikulum, 2009). Untuk menemukan nilai pembangunan karakter, peneliti melalui lima tahap konten analisis, yaitu observasi, dokumentasi, klasifikasi dan analisis, presentasi, dan konklusi.
Lebih lanjut, untuk menjawab pertanyaan apakah Spirited Away bisa dijadikan media pembelajaran nilai pembangunan karakter, peneliti melakukan proses wawancara dengan beberapa responden. Responden dipilih dengan teknik snowball sampling dan purposive sampling untuk mendapatkan data. Snowball sampling dilakukan untuk mencari responden dari beberapa tingkat kalangan, sedangkan purposive sampling dilakukan untuk mendapat responden yang memenuhi kriteria yang sudah ditentukan. Responden yang dipilih peneliti adalah 11 pria dan wanita yang merupakan tenaga pendidik dan mahasiswa di jurusan pendidikan. Sebelum proses wawancara, responden diminta untuk menonton film anime Spirited Away. Setelannya, proses wawancara dilakukan secara daring melalui aplikasi berbagi pesan karena keterbatasan waktu. Dalam proses analisis hasil wawancara, peneliti mendasarkan analisis pada teori Hall yaitu model encoding/decoding. Encoding adalah proses produksi makna atau pesan, sedangkan decoding adalah proses interpretasi makna di mana orang yang menerima pesan tersebut bisa saja menginterpretasikan makna secara berbeda dengan yang dimaksud oleh si pembuat makna (Hall, 2003). Terdapat tiga macam posisi pembaca,
yakni pembacaan dominan (menerima makna), pembacaan ternegosiasi (menerima dan memodifikasi makna), dan pembacaan oposisi (menolak makna). Selanjutnya, dalam proses analisis data wawancara, peneliti melewati lima tahap, yakni seleksi responden, analisis, klasifikasi responden, presentasi, dan konklusi.
Melalui analisis konten dari film anime Spirited Away, peneliti menemukan 15 dari 18 nilai pembangunan karakter yang diusulkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbud) dalam film anime tersebut. Nilai karakter yang tidak ditemukan dalam Spirited Away adalah semangat kebangsaan, cinta tanah air, dan gemar membaca.
Nilai Religius menurut Kemdikbud adalah “sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.” Dalam anime Spirited Away, terdapat beberapa elemen religi dari Shinto. Elemen Shinto digambarkan dalam bentuk patung roh, karakter roh, rumah-rumah roh, dan kuil- kuil. Salah satu contohnya ada pada bagian awal film, ketika mobil keluarga Ogino memasuki jalanan hutan. Terdapat patung roh di depan sebuah lorong. Hal ini didukung dengan dialog Chihiro dan ibunya pada menit 00:02:15.
Chihiro Ogino | : Bangunan-bangunan apa itu? |
Yuuko Ogino | : Rumah-rumah bagi roh penjaga. |
Nilai kejujuran menurut Kemdikbud adalah “perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.” Bagian menonjol dari film yang menunjukkan nilai kejujuran adalah ketika orang tua Chihiro mulai memakan makanan yang berada di gerai makanan dalam dunia roh tanpa permisi dari pemilik gerai dengan alasan mereka akan membayar setelah makan. Sebagai konsekuensi dari ketidakjujuran mereka, orang tua Chihiro berubah menjadi babi. Hal ini tertera dalam dialog menit 00:08:29 sampai 00:09:04.
Yuuko Ogino | : Ini (makanan) luar biasa. |
Akio Ogino | : Halo, apa ada orang di sini? |
Yuuko Ogino | : Ayo, Chihiro. Ini kelihatan enak. |
Akio Ogino | : Kalian dapat pelanggan! |
Yuuko Ogino | : Jangan khawatir. Kita akan membayar ketika mereka muncul. |
Akio Ogino | : Kamu benar. Mari kita lihat... |
Yuuko Ogino | : Burung apa ini? Ini enak! Chihiro cobalah beberapa. |
Chihiro Ogino | : Tidak mau. Tidak bisakah kita pergi? Mereka akan marah pada kita. |
Akio Ogino | : Jangan khawatir, ayahmu di sini. Aku membawa kartu kredit dan uang. |
Menurut Kemdikbud, nilai toleransi adalah “sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.” Dalam anime Spirited Away, nilai toleransi dapat dijumpai pada separuh bagian pertama film, di mana Chihiro yang merupakan manusia diperlakukan dengan tidak baik dan diberi tugas lebih oleh roh dalam rumah pemandian karena Chihiro adalah makhluk yang berbeda dari mereka. Hal ini tergambar pada dialog menit 001:18:37 sampai 01:16:14.
Menit 00:18:37 | : Aku mencium sesuatu. Seorang penyusup manusia! |
Aniyaku | : Tolong maklumi perilakunya. Gadis itu baru dan seorang manusia. |
Namun setelahnya, pada setengah bagian akhir film, para roh mulai menerima Chihiro setelah dia dengan baik menyelesaikan tugas-tugas berat dan membantu para roh. Para roh bahkan bertepuk tangan untuk Chihiro pada bagian akhir film, seperti tertera pada dialog menit 01:06:15 sampai 01:57:43.
Yubaba | : Sen, kamu luar biasa! Kamu memberikan keberuntungan untuk kita. Semua, belajarlah dari Sen! |
Aogaeru | : Tapi kita terselamatkan, berterima kasihlah pada dia (Sen). |
Menit 01:57:43 | : Gadis Atta! Kerja bagus. |
Nilai disiplin menurut Kemdikbud adalah “tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.” Dalam Spirited Away, terdapat beberapa adegan yang menunjukkan nilai disiplin yang dilakukan oleh Chihiro dan karakter lain. Salah satu contohnya adalah ketika Chihiro setuju untuk melakukan tugas akhir karena peraturan Yubaba. Yubaba juga tidak mempunyai pilihan dan memutuskan untuk mengikuti aturan untuk membebaskan Chihiro dari sihirnya. Hal ini ditunjukkan oleh dialog menit 01:55:54 sampai 01:56:43.
Haku | : Yubaba, ingat janjimu. Kirim Chihiro dan orang tuanya kembali ke dunia mereka. |
Yubaba | : Maaf, tapi tidak semudah itu. Dunia ini punya aturan, kau tau. |
Boh | : Lakukan saja, Baba. Jangan jadi sangat jahat. Bayi bersenang-senang. |
Yubaba | : Jika tidak aku tidak bisa menghancurkan mantranya. |
Boh | : Jika kamu membuat Sen menangis, aku tidak akan menyukaimu lagi. |
Yubaba | : Tapi... |
Sen/Chihiro | : Aku akan melalukan seperti yang nenek minta. Haku memberitahuku tentang aturannya. |
Menurut Kemdikbud, kerja keras adalah “tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.” Nilai kerja keras dapat dengan mudah ditemukan dalam anime Spirited Away, karena Chihiro mempunyai kontrak kerja di rumah pemandian untuk menyelamatkan orang tuanya dan bersama-sama kembali ke dunia manusia. Hal ini didukung oleh dialog menit 00:50:27, “Terima kasih Haku, aku berjanji untuk bekerja keras.” Chihiro kemudian membuktikannya dengan bekerja keras menyelesaikan tugas-tugas membersihkan rumah pemandian dan para roh yang bau.
Nilai kreatif menurut Kemdikbud adalah “berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.” Dalam Spirited Away, nilai ini tercermin ketika Chihiro berurusan dengan roh besar No Face. Dia dengan cekatan mempunyai ide untuk mengembalikan No Face ke wujud normal dan membawa dia keluar dari rumah pemandian dengan menipunya dengan pangsit ajaib. Adegan ini terdapat dalam dialog menit 01:33:45 sampai 01:36:40.
No Face | : Sen...aku mau Sen. Ambil emas ini. *memasukkan tangannya* |
Chihiro | : Apa kamu mau memakan ku? Sebelum kamu memakan ku, makan ini dulu. Aku menyimpannya untuk orang tuaku, tapi kamu bisa memakannya. *melempar pangsit ke dalam mulut No Face* |
No Face | : Gadis kurang ajar! Makanan apa yang kau berikan pada ku? |
*Chihiro berlari, dan No Face mengejar dia sembari memuntahkan semua yang dia makan* |
Karakter mandiri menurut Kemdikbud adalah “sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.” Nilai kemandirian tercermin dalam karakter Chihiro dan Boh. Pada awal film, Chihiro adalah gadis yang keras kepala, cengeng, dan mudah terkejut, yang frustasi karena dia dan keluarganya harus pindah ke daerah pedesaan. Namun, di akhir film, Chihiro berhasil bertahan dan menyelamatkan kedua orangtuanya. Di sisi lain, Boh yang merupakan bayi raksasa, menolak tawaran Chihiro yang berniat memberikan dia tumpangan di pundaknya. Boh akhirnya bisa berjalan setelah petualangannya dengan Chihiro. Hal ini bisa dilihat dalam dialog menit 01:46:34.
Chihiro | : Ayo. Kamu bisa menaiki pundakku. |
Boh | : *melihat ke arah lain sebagai bentuk penolakan dan lanjut berjalan. |
Menurut Kemdikbud, demokratis adalah “cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.” Dalam Spirited Away, nilai demokratis tercermin dalam adegan ketika Chihiro mematuhi Lin sebagai seniornya dengan sopan dan membungkuk ke Kamaji untuk menunjukkan rasa terima kasihnya atas bantuan Kamaji. Adegan ini terjadi dalam dialog menit 00:29:43 sampai 00:30:21.
Lin | : Baik! Kamu yang di sana, ikuti aku! |
*Chihiro melangkah ke depan dan hanya memandang Lin* | |
Lin | : Bagaimana dengan “Baik, Bu” atau “Terima Kasih”? |
Chihiro | : Baik, Bu |
Lin | : Cerobohnya. Pindahkan itu! |
Chihiro | : Baik Bu *melepas sepatu* |
Lin | : Tinggalkan sepatu itu. Dan kaos kaki itu! |
Chihiro | : Baik, B. *memukul kepalanya* |
Lin | : Apa kamu tidak akan berterima kasih pada Kamaji? Dia memerhatikan dirimu. |
*membungkuk* Terima kasih banyak. |
Nilai karakter ini menurut Kemdikbud adalah “sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.” Dalam film ini, rasa ingin tahu tercermin di bagian awal film ketika mobil keluarga Chihiro masuk ke jalanan hutan, Chihiro melihat sebuah patung dan rumah kecil dalam semak-semak. Mata Chihiro tetap mengikuti rumah-rumah kecil tersebut meskipun mobilnya telah bergerak. Dia juga bersandar ke depan ke arah ibunya sambil menanyakan tentang rumah-rumah tersebut.
Chihiro Ogino | : Bangunan-bangunan apa itu? |
Yuuko Ogino | : Rumah-rumah para roh penjaga. |
Nilai karakter ini menurut Kemdikbud merupakan “sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.” Dalam anime Spirited Away, nilai menghargai prestasi tercermin ketika Yubaba memuji Chihiro atas kerja kerasnya dalam membersihkan roh bau, Stink Spirit, meskipun awalnya Yubaba bersikap jahat pada Chihiro, seperti terdengar pada dialog menit 01:06:15.
Yubaba | : Sen kamu luar biasa! Kamu memberi kita sebuah keberuntungan. Semua, belajarlah dari Sen! |
Karakter ini, menurut Kemdikbud, mempunyai makna “sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.” Dalam anime Spirited Away, nilai ini ditunjukkan dalam adegan ketika Chihiro menyebut Boh dan Yu-bird kecil sebagai temannya ketika Chihiro ditanya oleh Lin, seperti terdengar dalam dialog menit 01:30:01.
Lin | : Siapa mereka? |
Chihiro | : Teman-teman baruku. |
Chihiro pada Boh dan Yu-Bird | : Iya kan? |
Menurut Kemdikbud, cinta damai adalah “sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.” Di film ini, karakter cinta damai tercermin di bagian awal film ketika Haku melindungi Chihiro agar tidak memudar dengan memberinya makanan kecil. Dia juga melindungi Chihiro dari para roh yang mengejarnya. Haku juga berusaha untuk menenangkan Chihiro dengan mengatakan bahwa Chihiro adalah temannya. Adegan ini terjadi pada dialog menit 00:11:21 dan 00:13:54.
Menit 00:11:21 | |
Haku | : Kamu tidak boleh di sini. Pergi sekarang! Hampir petang. Pergi sebelum gelap! Mereka menyalakan lampu. Ayo! Aku akan menahan mereka. Seberangi sungai itu! |
Menit 00:13:54 | |
Chihiro | : Aku memudar! Ini pasti mimpi. |
Haku | : Jangan takut. Aku temanmu. |
Chihiro | : Tidak, tidak, tidak! |
Haku | : Buka mulutmu. Makan ini. Jika kamu makan sesuatu dari dunia ini, kamu akan menghilang. Jangan khawatir. Kamu tidak akan berubah menjadi babi. Kunyah ini dan telan. *Chihiro menelannya* Bagus, sekarang kamu akan baik-baik saja. |
Nilai karakter ini, menurut Kemdikbud, merupakan “sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.” Dalam film ini, karakter peduli lingkungan digambarkan dengan metafora pembersihan Stink Spirit atau roh bau yang merupakan roh penjaga sungai besar yang terkena polusi berupa lumpur dan sampah. Nilai dari cinta
alam tercermin ketika para pekerja rumah pemandian bekerja sama untuk mengeluarkan sampah-sampah dari tubuh Stink Spirit yang akhirnya berubah menjadi roh penjaga sungai. Sebagai imbalan, roh tersebut memberikan tumpukan emas di antara sampah dan kotoran. Adegan ini bisa dijumpai di menit 00:58:04 sampai 01:06:30.
Peduli sosial, menurut Kemdikbud, merupakan “sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.” Dalam Spirited Away, karakter ini tergambar oleh sikap Chihiro kepada No Face. Dia adalah satu-satunya orang yang peduli dengan No Face and membiarkannya masuk ke dalam rumah pemandian. Dia juga peduli dengan wujud besar No Face dengan menanyakan tempat asalnya, mengeluarkannya dari rumah pemandian karena dia merasa tempat itu tidak baik untuk No Face, dan membiarkan No Face mengikutinya. Adegan ini terdapat dalam dialog menit 00:52:57 dan menit 01:33:12.
Menit 00:52:57 | |
*No Face berdiri di luar basah kuyup oleh hujan* | |
Sen pada No Face | : Tidakkah kamu basah? Aku akan membiarkan (pintu) ini terbuka. |
Menit 01:33:12 | |
Sen | : Apa yang kamu mau? Kamu bisa memberitahu ku. Dari mana kamu berasal? Ada suatu tempat yang harus aku kunjungi secepatnya. Kamu harus pulang. Kamu tidak bisa memberi apa yang aku mau. Di mana rumahmu? Kamu pastinya punya ayah dan ibu. |
No Face | : Tidak...Tidak...Aku sangat kesepian...Sangat kesepian... |
Sen | : Apa kamu tersesat? |
No Face | : Sen...Aku mau Sen. Ambil emas ini. |
Sen | : Apa kamu mau memakan ku? |
No Face | : Ambil ini. Ambil ini (emas)! |
Sen | : Sebelum kamu memakan ku, makan ini dulu. Aku menyimpannya untuk orang tuaku, tapi kamu bisa makan ini. |
Menurut Kemdikbud, nilai pembangunan karakter ini merupakan “sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.” Nilai tanggung jawab tercermin ketika Chihiro disalahkan oleh Yubaba karena kekacauan yang diakibatkan oleh No Face sebab dirinya yang membiarkan No Face masuk rumah pemandian. Chihiro kemudian mengakui kesalahannya dan bergegas
untuk menghadapi No Face sebagai bentuk tanggung jawabnya. Adegan ini terjadi dalam dialog menit 01:29:51.
Lin | : Sen! Aku mencarimu ke mana-mana! Yubaba sedang mencari mu. Dia marah. Pemberi tip besar itu ternyata No Face. Yubaba bilang kamu yang membiarkan dia masuk. |
Sen | : Mm...Mungkin dia benar. |
Lin | : Apa?! Apa kamu serius? |
Sen | : Aku pikir dia seorang pelanggan. |
Lin | : Dia telah menelan tiga roh lain. |
*Kamaji menemukan tiket kereta dan menjelaskan pada Sen bagaimana cara pergi menuju tempat Zeniba* | |
Lin | : Bagaimana dengan Yubaba? |
Sen | : Aku akan berbicara dengan dia sekarang. *pergi untuk menemui Yubaba dan No Face* |
Chichiyaku | : Syukurlah, Sen! Yubaba tidak bisa mengontrol dia. Sekarang cepatlah! Yubaba, ini Sen. |
Yubaba | : Dari mana kamu? Apa yang membuatmu begitu lama sampai? Ini adalah bencana! Tenangkan dia dan ambil semua emasnya. Sekarang masuklah. *mendorong Sen Menuju ruangan No Face* |
Untuk menemukan jawaban apakah film anime Spirited Away bisa dijadikan bahan ajar pembangunan karakter di sekolah dasar atau tidak, peneliti melakukan wawancara mendalam pada 11 responden yang terdiri dari wanita dan pria dengan latar belakang sebagai tenaga pendidik dan mahasiswa di jurusan pendidikan. Selanjutnya, peneliti menganalisis hasil wawancara menggunakan teori model encoding/decoding dari Hall. Terdapat tiga posisi pembaca terkait hasil wawancara, yakni pembacaan dominan, ternegosiasi, dan oposisi.
Pembacaan dominan berarti pembaca atau penonton setuju atau sepenuhnya menerima makna yang ingin disampaikan oleh si pembuat makna. Dalam kasus ini terdapat lima responden yang awalnya setuju dengan nilai-nilai karakter Spirited Away yang bisa dijadikan sebagai bahan ajar sekolah dasar. Lima responden tersebut adalah responden 1, 2, 4, 6, dan 8.
R1: | Filmnya sangat mengedukasi. |
R2: | Hal yang baik dari film ini adalah animatornya yang mengajarkan tata krama, kesopanan, rasa tanggung jawab, kepedulian, dan sikap baik lainnya yang ditunjukkan oleh Chihiro. |
R4: | Film ini bagus karena mengandung nilai pembangunan karakter. |
R6: | Film ini merupakan film animasi, namun film ini bagus karena mengandung banyak pesan yang bisa ditiru oleh anak-anak. |
R8: | Filmnya sangat menarik. Film ini bagus dalam hal |
kemampuannya untuk membentuk pola pikir kita menjadi positif, terutama tata krama dasar kepada sesama, tiga kata seperti tolong, maaf, and terima kasih. Itu merupakan kebiasaan kecil yang harus diajarkan sejak dini.
Pembacaan ternegosiasi adalah ketika pembaca setuju terhadap beberapa aspek dari suatu bacaan atau tontonan namun mereka juga memodifikasi penerimaan tersebut dengan menunjukkan posisi dan ketertarikan pribadi mereka. Posisi ini merupakan posisi campuran antara penerimaan dan penolakan. Responden yang ada dalam posisi ini adalah respon 3, 5, dan 10. Sebagai tambahan, responden yang sebelumnya ada di posisi pembacaan dominan, akhirnya memilih untuk berada dalam posisi pembacaan ternegosiasi karena mereka menambahkan catatan tambahan terkait kelayakan Spirited Away sebagai bahan ajar sekolah dasar.
R1: | Tergantung pada pemikiran kritis anak-anak. |
R2: | Perlu adanya bantuan penjelasan terkait hal-hal yang seharusnya ditiru oleh anak-anak. |
R3: | Karena untuk anak-anak sekolah dasar, bagian romantis dalam film tetap tidak pantas untuk mereka. |
R4: | Kisah cinta dalam film bisa diganti dengan persahabatan agar lebih pantas bagi anak-anak. |
R5: | Karena terdapat beberapa adegan yang tidak masuk akal and tidak logis, sehingga anak-anak harus didampingi oleh orang dewasa ketika menonton film ini... seperti ketika orang tua Chihiro berubah menjadi babi. |
R6: | Bagian kisah cintanya, meskipun hanya sedikit, namun sedikit mengganggu. |
R8: | Film ini lebih cocok untuk anak-anak yang berada di masa transisi menuju masa remaja atau dalam masa pendewasaan. Seperti dari sekolah menengah pertama sampai sekolah menengah atas, atau sekolah menengah atas sampai usia perkuliahan. Karena film ini mengajarkan pendewasaan. |
R10: | Akan sedikit susah untuk anak-anak Indonesia karena mereka mungkin tidak akan menghadapi situasi yang sangat menantang. Tetapi untuk anak-anak yang menyukai petualangan, film tersebut tetap menyenangkan. |
Pembacaan oposisi adalah posisi di mana pembaca tidak menerima makna atau pesan yang diproduksi oleh pembuat pesan. Posisi ini merupakan posisi penolakan. Dalam kasus ini, terdapat dua responden yang mengambil posisi sebagai pembaca oposisi, yakni responden 7 dan 11.
R7: | Durasi film mungkin terlalu panjang untuk jam pelajaran sekolah. |
R11: | Dalam konteks anak-anak Indonesia, film ini tetap tidak bisa ditonton oleh anak-anak usia 10 tahun, usia minimal untuk menonton film ini setidaknya adalah 14 tahun. Karena alur ceritanya perlu pemahaman lebih. Sebagai tambahan, durasi film ini terlalu panjang dan anak-anak usia 10 tahun biasanya cepat bosan. Juga karena terdapat beberapa elemen kekerasan (ada naga yang terluka dan berdarah), meskipun tidak banyak, dan tetap ada elemen romansa dalam film tersebut. |
Berdasarkan analisis hasil wawancara, mayoritas responden mengambil posisi sebagai pembaca ternegosiasi. Mereka setuju dengan beberapa poin terkait kemungkinan bahwa film anime Spirited Away bisa dijadikan bahan ajar pembangunan karakter untuk anak sekolah dasar. Namun, pada saat bersamaan, mereka menambahkan beberapa poin terkait posisi dan pandangan mereka terhadap film tersebut. Responden yang mengambil posisi pembacaan ternegosiasi adalah responden 1,2,3,4,5,6,8, dan 10 dengan persentase 73%. Lebih lanjut, terdapat dua responden yang mengambil posisi sebagai pembaca oposisi, yakni responden 7 dan 11. Mereka tidak setuju film anime Spirited Away dijadikan bahan ajar karena alasan durasi film dan konten yang mungkin tidak pantas untuk anak-anak sekolah dasar. Posisi pembacaan oposisi mempunyai persentase 18%. Terakhir, responden 9 tidak memberikan tanggapan sehingga persentasenya 9%.
Sebagai konklusi, berdasarkan data di atas, film anime memungkinkan untuk dijadikan bahan ajar pembangunan karakter di sekolah dasar dengan beberapa catatan, seperti:
Anak-anak harus menonton film ini dengan pengawasan dari pengajar.
Pengajar sangat disarankan untuk melewati adegan kekerasan dan romansa dalam film, sehingga secara bersamaan mengurangi durasi panjang film.
Setelah atau selama penayangan, pengajar harus menjelaskan nilai-nilai pembangunan karakter kepada anak-anak dengan menyajikan contoh-contoh dari adegan dalam film atau dari kehidupan nyata, untuk pemahaman yang lebih komprehensif bagi anak-anak.
Edukasi mengenai karakter sangat penting untuk dilakukan sejak dini demi membangun karakter baik bagi anak-anak, terutama dari bangku sekolah dasar. Pendidikan karakter telah dipromosikan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Indonesia yang dirumuskan dalam 18 nilai karakter. Pendidikan konvensional biasanya mengajarkan karakter tersebut melalui pengajaran materi di kelas. Namun, akan lebih efektif jika pengajaran karakter tersebut dilakukan melalui media film animasi atau anime karena jenis film ini disukai oleh anak-anak. Spirited Away adalah film anime yang mengandung nilai pembangunan karakter yang bisa ditiru
oleh anak-anak, seperti religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, menghargai prestasi, bersahabat, cinta damai, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab. Berdasarkan hasil analisis wawancara, mayoritas responden mengambil posisi sebagai pembaca ternegosiasi dalam menanggapi Spirited Away sebagai bahan ajar pembangunan karakter di sekolah dasar. Mereka berpendapat bahwa Spirited Away bisa digunakan untuk bahan ajar pembangunan karakter dengan beberapa catatan. Penelitian ini diharapkan bisa berkontribusi sebagai bahan acuan dalam menjadikan film anime sebagai bahan ajar pembangunan karakter. Untuk penelitian lanjutan, disarankan untuk menjangkau lebih banyak responden demi menyajikan temuan yang lebih holistik dan representatif bagi pendidikan karakter di Indonesia.
Akimoto, D. (2014). Peace education through the animated film “Grave of the Fireflies” Physical, psychological, and structural violence of war. Ritsumeikan Journal of Asia Pacific Studies, 33, 33–43. Google Scholar
Arsyad, L., Akhmad, E., & Habibie, A. (2021). Membekali Anak Usia Dini dengan Pendidikan Karakter: Analisis Cerita Film Animasi Upin dan Ipin. WASKITA: Jurnal Pendidikan Nilai Dan Pembangunan Karakter, 5(1), 59–71. Google Scholar
Badan Penelitian dan Pengembangan Riset Kurikulum. (2009). Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Kementerian Pendidikan Nasional. Google Scholar
Burhanuddin, T. R. (2015). Pendidikan Karakter Dalam Perspektif Pendidikan Agama.
78–86. http://jurnal.upi.edu/file/09_Burhanuddin_Fix_Cetak.pdf. Google Scholar
Creswell, J. W., & Creswell, J. D. (2018). Research Design Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches (5th ed.). SAGE Publications. Google Scholar
Hall, S. (2003). Representation: Cultural Representation and signifying Practices. In S. Hall (Ed.), The Work of Representation. Sage Publication. Google Scholar
Hartono. (2014). Pendidikan Karakter Dalam Kurikulum 2013. Jnana Budaya, 19(2), 259–268. Google Scholar
Hermawan, G. S. (2015). Pendidikan Karater pada Film Momotarou: Umi no Shinpei (1945). PRASI, 10(19), 28–35. Google Scholar
IMF. (2017). World Economic Outlook Database-October 2015. International Monetary Fund. http://www.imf.org/external/pubs/ft/weo/2015/02/weodata/weorept.aspx?sy=2014 &ey=2014&ssd=1&sort=country&ds=.&br=1&pr1.x=16&pr1.y=7&c=512%2C66 8%2C914%2C672%2C612%2C946%2C614%2C137%2C311%2C962%2C213%2 C674%2C911%2C676%2C193%2C548%2C122%2C556%2C912%2C678%2C31.
Kobayashi, A. (2016). Movie version of Osamu Tezuka’s ‘Black Jack’ coming to China. Nikkei Asian Review. http://asia.nikkei.com/Business/Trends/Movie-version-of- Osamu-Tezuka-s-Black-Jack-coming-to-China?page=2. Google Scholar
Lightburn, J. A. (2008). The Heart of the Heroine: A Virtues-Based Approach to the Anime of Hayao Miyazaki. 愛知學院大学語研紀要, 33(1), 63–83. Google Scholar
Miranti, I., & Frijuniarsi, N. (2015). Evaluasi Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Dalam Film Frozen Produksi Walt Disney. Deiksis, 6(2), 101–114. Google Scholar
Munadi, Y. (2010). Media Pembelajaran. Gaung Persada Press. Google Scholar Ngatman, & Fatimah, S. (2018). Analisis Film Kartun “Cloud Bread” sebagai Media
Pengenalan Kata Baku dan Pendidikan Karakter Anak. DWIJA CENDEKIA: Jurnal Riset Pedagogik, 2(2), 64–72. Google Scholar
Pradana, H. E. W. (2021). Nilai-Nilai Karakter dalam Film Animasi Up dan Relevansinya dengan Pendidikan Karakter Kerja Keras, Kreatif dan Peduli Sosial bagi Siswa SD/MI. Institut Agama Islam Negeri Ponorogo. Google Scholar
Reider, N. T. (2005). Spirited Away: Film of the fantastic and evolving Japanese folk symbols. Film Criticism, 29(3), 4–27. Google Scholar
Saputro, M. E. (2011). Upin & Ipin: Melayu Islam, Politik Kultur, dan Dekomodifikasi New Media. Kontekstualita, 26(1), 39–69. Google Scholar
Silverman, R. M., & Patterson, K. L. (2014). Qualitative research methods for community development. Routledge. Google Scholar
Widyanto, R. (2013). Analisis Cerita Film AnimasiI Upin & Ipin di Televisi Terhadap Pendidikan Karakter Anak (Studi Analisis Cerita Film Animasi Upin & Ipin Episode 1 5 Di MNC TV Terhadap Pendidikan Karakter Anak Di Kelas 4 Dan 5 SDIT Iqra’1 Kota Bengkulu). Jurnal Penelitian Pendidikan. Google Scholar
Wurm, A. (2014). Anime and the internet: the impact of fansubbing. Reflexive Horizon: Film Philosophy and the Moving Image. http://www.reflexivehorizons.com/2014/02/18/anime-and-the-internet-the-impact- of-fansubbing/. Google Scholar
Copyright holder: Hasniar Rofiq (2022) |
First publication right: Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia |
This article is licensed under: |