Syntax Literate : Jurnal
Ilmiah Indonesia � ISSN : 2541-0849
e-ISSN : 2548-1398
Vol.
2, No 1 Januari 2017
PERAN
KONSEP DIRI, RELIGIUSITAS, DAN POLA ASUH ISLAMI�
TERHADAP KECENDERUNGAN PERILAKU NAKAL REMAJA DI CIREBON
Sahrudin
Universitas Nahdlatul Ulama Cirebon
Email: [email protected]
�����������������������
Abstrak
Perilaku remaja selalu memiliki daya Tarik untuk dikaji karena deviasi perilaku remaja dalam bentuk
kenakalan selalu memunculkan gejala yang
semakin meningkat baik itu frekuensi, variasi maupun intensitasnya. Remaja
sebagai individu berada pada fase transisi dari anak-anak menjadi dewasa,
perubahan ini mendorong remaja pencarian jati diri.
Pada fase ini berbagai
potensi perilaku muncul yang akibat adanya faktor
maupun eksternal. Penelitian ini sendiri memiliki tujuan untuk menguji secara empiris peran konsep diri,
religiusitas, dan pola asuh islami selaku predictor dalam kecenderungan perilaku nakal remaja. Penelitian ini memiliki subyek berupa 221 peserta
didik dari SMA �X� Cirebon. Penelitian ini
sendiri menerapkan pendekatan
kuantitatif. Data dari penelitian ini dikumpulkan dengan menerapkan (1) skala atau derajat kecenderungan
perilaku nakal remaja, (2) skala atau derajat konsep
diri, (3) skala atau derajat
religiusitas, dan (3) skala atau derajat
pola asuh islami. Analisis data dilakukan dengan teknik analisis regresi
berganda. Hasil analisis data mengungkapkan
bahwa hipotesis terbukti dengan R = 0,862, dan nilai Fregresi = 209,292 (p<0,01).
Hasil ini mengungkapkan bahwasanya konsep diri,
religiusitas, dan pola asuh islami secara
bersama-sama berperan negatif dan signifikan selaku prediktor untuk
kecenderungan perilaku nakal remaja. Ketiga variabel bebas tersebut secara berkesinambungan
memberi sumbangsih efektif
terhadap variabel terikat (kecenderungan perilaku nakal remaja) dengan jumlah 74,3% (R square = 0,743). Ketiga
variabel bebas �yaitu konsep diri, religiusitas, dan pola asuh
islami- memiliki sumbangsih yang berbeda-beda
pada variabel
tergantung (prestasi belajar matematika). Besar sumbangsih konsep diri pada tingginya kecenderungan perilaku nakal remaja ialah 22,80%, religiusitas sebesar 42,35 %, sedang pola asuh islami berjumlah
9,15%. Adapun hasil penelitian ini mengungkapkan bahwasanya religiusitas
mempunyai sumbangsih tertinggi pada kecenderungan
perilaku remaja. Nilai-nilai
ajaran agama diharapkan dapat menempati kekosongan
batin pada tiap sehingga
selanjutnya remaja dapat menetapkan pilihan tingkah laku yang pas(sesuai dengan norma dan ajaran agama) dan
menghindari perilaku yang menyimpang.
Kata kunci: konsep diri, religiusitas, pola asuh islami, dan kecenderungan perilaku nakal remaja.
A.
Pendahuluan
Kenakalan remaja ialah permasalahan yang selalu selalu punya daya tarik untuk dikaji, sebab pada belakangan tahun terakhir, kenakalan seakan jadi permasalahan nasional karena peningkatannya yang signifikan, variasi maupun intensitasnya. Juvenile Deliquency atau kenakalan remaja ialah tingkah laku remaja, seperti bolos sekolah, kebosanan, orang tua yang menerlantarkan, kesulitan diri, permasalahan rumah, situasi rumah yang membosankan, kondisi rumah yang tak sama sekali harmonis, permasalahan sosial, dan dari kesulitan dengan yang lain. Istilah tentang kenakalan remaja sendiri merujuk pada suatu rentang yang cukup luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima sosial sampai pelanggaran status hingga tindak kriminal.
Perubahan-perubahan sosial yang terbilang cepat sebagai konsekuensi modernisasi, industrialisasi, serta kemajuan IT yang meningkatkan derajat kenakalan anak-anak dan remaja. Zastrow menjelaskan bahwasanya kenakalan tidak hanya terlingkup pada bolos, mencuri dalam skala kecil, tidak taat pada aturan dan perintah orang tua, tetapi mengarah pada tindakan kriminal, melainkan mengarah pada permasalahan yang lebih serius seperti rencana pembunuhan, perkelahian masal, perkosaan, dan lain-lain. Belakang kenakalan di kalangan remaja mulai masuk pada tahap yang memprihatinkan. Misalnya, pencurian kendaraan bermotor yang melibatkan remaja usia 14 tahun di Solo, pencabulan di Pati yang melibatkan anak di bawah umur lantaran menonton VCD porno, penganiyaan yang dilakukan di Semarang Barat oleh siswa di SMP Swasta, perkelahian sesame peserta didik, perampokan hingga tindak pembunuhan, serta masalah lain yang timbuil akibat minum minuman keras di daerah Krobokan, Semarang Barat.� Kebanyakan remaja umumnya berstatus peserta didik, yang umumnya merupakan individu yang mengalami perpindahan karakter anak-anak menuju dewasa yang dicirikan dengan aneka perubahan, entah fisik, psikis, maupun social.
Adapun faktor internal yang diasumsikan dapat mempengaruhi timbulnya dorongan kenakalan remaja ialah konsep diri yang dimiliki. Menurut Shavelson dan Roger, konsep diri terbentuk atas pengalaman, serta inteprestasi dari lingkungan, pandangan orang lain, atribut, serta tingkah laku dirinya. Pengembangan konsep diri tersebut memiliki pengaruh atas perilaku yang ditampilkan, sehingga bagaimana perlakuan dan perkataan orang lain tentang individu akan ditempatkan sebagai pedoman untuk dirinya sendiri. Remaja yang memiliki konsep diri yang positif umumnya mampu mengatasi dirinya sendiri, memperhatikan hal-hal di sekitar, serta memiliki kesanggunapan untuk berinteraksi sosial.
Faktor internal lain yang umumnya berpengaruh terhadap dorongan kenakalan remaja ialah prinsip religiusitas pada remaja. Diasumsikan jika remaja mempunyai religiuitas yang rendah, maka dorongan untuk menerapkan perilaku nakal akan tinggi karena perilaku yang disesuaian dengan ajaran tentang agama yang dianut. Sebaliknya, semakin tinggi religiusitas, semakin rendah juga tingkat dorongan untuk menerapkan� kenakalan pada remaja. Artinya, dalam berperilaku, pelajar tersebut dinilai selaras dengan acuan agama yang dianut karena memandang agama sebagai tujuan utama hidupnya sehingga ia berusaha memasukan ajaran agama dalam kegiatan sehari-hari.
Selain pengaruh faktor internal, kenakalan para remaja juga dipengaruhi oleh faktor eksternal sebagaimana pola asuh orangtua. Ulwan (1999:37), menjelaskan bahwa metode pendidikan anak dalam Islam banyak dicontohkan langsung oleh Rosul dan sahabat yang banyak dikaji dalam buku-buku sejarah Islam (siroh Nabawiyah). Secara umum terdapat lima metode dasar pendidikan anak menurut Islam, yaitu pendidikan dengan keteladanan, pendidikan dengan adat kebiasaan, pendidikan dengan nasehat, pendidikan dengan perhatian/pengawasan, dan pendidikan dengan hukuman. Pelaksanaan penelitian ini juga tak lepas dari tujuan yang diharapkan. Tujuan yang hendak dituju ialah untuk menguji secara empiris tentang konsep diri, nilai religiusitas, serta pola asuh islami sebagai prediktor kecenderungan perilaku nakal pada remaja.
B.
Metode
Penelitian
Desain
penelitian di sini merupakan pendekatan kuantitatif
dengan tekhnik analisis regresi berganda.�
Teknik analisis regresi bertujuan untuk memprediksikan seberapa jauh
perubahan nilai variabel independen, khususnya bila nilai variabel independen dimanipulasi, dirubah-rubah atau dinaik-turunkan. Penelitian ini menggunakan empat
variabel, tiga variabel �prediktor (konsep
diri, religiusitas, dan pola asuh islami), dan satu variabel
terikat atau kriterium (kecenderungan perilaku nakal).
Penelitian
ini akan melibatkan empat variabel sebagaimana dalam rancangan, yakni Kecenderungan perilaku nakal
remaja, konsep diri, religiusitas, dan pola asuh islami. Variabel kecenderungan
perilaku nakal pada remaja diukur dengan skala yang disusun Fatiasari (2008)
untuk tingkat remaja secara umum.
Pengukuran skala sendiri telah dilakukan dengan menyesuaikan diri dengan
kebutuhan siswa kelas XI. Oleh karenanya, pengukuran skala ini dinilai ideal
karena sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh siswa sebagai objek kajian.
Variabel
konsep diri diukur menggunakan
skala konsep diri, yang
merujuk pada beberapa aspek, seperti aspek fisik, sosial,
keluarga, moral dan psikis. Selanjutnya variabel religiusitas diukur berdasar
pada aspek-aspek religiusitas yang terdiri dari a) dimensi keyakinan atau ideological
involvement, b) dimensi peribadatan atau ritual involvement, c)
dimensi penghayatan atau experiencal involvement, d) dimensi pengetahuan
agama atau intellectual involvement, e) dimensi pengamalan atau consequential
involvemen. Variabel pola asuh islami diukur berdasar pada aspek-aspek pola
asuh islami menurut
Darajat.
Pada
penelitian ini, uji validitas alat ukur yang digunakan merupakan analisis daya beda
butir. Analisis daya beda dapat digunakan untuk mencari koefisien korelasi
antara butir-butir aitem dengan skor total (rit). Cronbach
menyatakan bahwa angka koefisien validitas�
di atas 0,30 dapat memberikan konstribusi yang baik.
Menurut
Azwar, secara empirik,
tinggi rendahnya reliabilitas ditunjukkan dengan angka yang disebut dengan
koefisien reliabilitas. Semakin tinggi koefisien korelasi berarti tingkat
reliabilitasnya semakin konsisten. Angka koefisien reliabilitas yang akan
digunakan dalam penelitian ini sesuai dengan pendapat Anastasi dan Urbina, yang
mengemukakan bahwa suatu pengukuran dapat dikatakan reliabel tatkala �memiliki rentang nilai koefisien reliabilitas
antara 0,80-1,00. Estimasi koefisien reliabilitas pada skala kecenderungan
perilaku nakal, konsep diri, religiusitas, dan pola asuh autoritatif menggunakan teknik statistik
dengan program SPSS 16,0 for windows.
Langkah-langkah
yang ditempuh pada
analisis data penelitian ini
adalah:
1) uji asumsi normalitas sebaran, 2) uji asumsi linieritas hubungan, dan 3) uji hipotesis. Menurut Hadi (2000)
ada anggapan bahwa skor variabel yang dianalisis mengikuti hukum sebaran normal
baku (kurva) dari Gauss. Jika sebaran normal, artinya tidak ada perbedaan
signifikan antara frekuensi yang diamati dengan frekuensi teoritis kurva.
Kaidah yang dipakai, bila p > 0,05 maka sebaran normal. Sebaliknya, jika p ≤ 0,01, maka sebaran tidak normal. Teknik
uji normalitas yang digunakan adalah Kolmogorov-Smirrnof �Z (Hadi, 2000).
Uji
normalitas ini digunakan untuk melihat apakah skor variabel yang diteliti
mengikuti distribusi normal atau tidak. Uji linieritas hubungan ini diterapkan untuk mengetahui
bentuk keterkaitan
antara variabel bebas dengan variabel terikat. Uji linieritas hubungan
dilakukan terhadap variabel kecenderungan perilaku nakal remaja, konsep diri,
religiusitas, dan pola asuh autoritatif.
Untuk melihat linier atau tidak, digunakan uji linieritas. Kaidahnya dengan
melihat p pada tabel linieritas. Jika p ≤ 0,05 maka
hubungan linier, tetapi jika p > 0,05 maka hubungan tidak linier.
Setelah
uji asumsi terpenuhi maka selanjutnya dilakukan uji hipotesis. Teknik korelasi
yang diterapkan
dalam penelitian ini ialah
korelasi
regresi ganda sebagaimana telah dikemukakan di atas. Proses perhitungan uji
prasyarat maupun uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan bantuan jasa
komputer program Statistical Package for
Social Science (SPSS) for windows
versi 17,0.
C.
Hasil
Temuan Penelitian
Berdasarkan hasil analisis regresi linier,
diperoleh nilai konstanta b0 = 178,379, koefisien b1 untuk konsep diri
(KD)= -0,439, koefisien b2 untuk
religiusitas=-0,471, dan koefisien b3
untuk pola asuh islami (PAI)= -0,136 (lihat lampiran). Berdasarkan hasil
tersebut,
maka persamaan garis regresi berganda dalam penelitian ini
adalah Y = 178,379 + -0,439
X1 + -0,471 X2 +�������� �-0,136 X3.
Jika mengacu
pada persamaan garis regresi berganda di atas, dapat disimpulkan bahwa:
1. Nilai
konstanta b0 = 178,379, artinya
jika nilai konsep diri,
religiusitas, dan pola asuh islami remaja nilainya 0, maka kecenderungan perilaku nakal remaja nilainya
sebesar 178,379.
2. Nilai
koefisien b1 KD= -0,439
menggambarkan bahwa KD mempunyaii peranan negatif terhadap besarnya
kecenderungan perilaku nakal remaja, artinya jika konsep diri ditingkatkan
sebesar 1 satuan, maka kecenderungan perilaku nakal remaja akan turun sebesar 0,439.
3. Nilai
koefisien b2 Religiusitas=-0,471� menggambarkan bahwa religiusitas mempunyai
peranan negatif terhadap besarnya kecenderungan perilaku nakal remaja, artinya
jika religiusitas� ditingkatkan sebesar 1
satuan, maka kecenderungan perilaku nakal remaja akan turun sebesar 0,471.
4. Nilai
koefisien b3 PAI= -0,136
menggambarkan bahwa PAI mempunyai peranan negatif terhadap besarnya
kecenderungan perilaku nakal remaja, artinya jika PAI ditingkatkan sebesar 1
satuan, maka kecenderungan perilaku nakal remaja akan turun sebesar 0,136.
Selanjutnya
berdasarkan pada hasil analisis regresi linier, diperoleh nilai R = 0,862, dan nilai Fregresi = 209,292 (p<0,01) (lihat lampiran halaman 245). Hal ini menunjukkan bahwa� konsep diri, religiusitas, dan pola asuh islami secara bersama-sama dapat memprediksi kecenderungan perilaku nakal pada remaja. Dengan kata lain, variabel konsep diri, religiusitas, dan pola asuh islami dapat menjadi prediktor terhadap kecenderungan
perilaku nakal remaja. Melihat korelasi
parsial yang semuanya negative
menunjukkan bahwa semakin tinggi konsep
diri, religiusitas, dan pola asuh islami maka akan semakin turun kecenderungan perilaku nakal remaja.
Besarnya
determinan ketiga variabel bebas tercermin dengan nilai koefisien determinan
sebesar R2 = 0,743 (lihat lampiran halaman 245). Artinya ketiga variabel bebas yaitu konsep diri, religiusitas, dan pola asuh islami secara bersama-sama memberikan sumbangsih yang efektif terhadap variabel terikat (kecenderungan
perilaku nakal remaja) sebesar 74,3 % (R square = 0,743), sedangkan 25,7 % berasal dari variabel lain diluar variabel
yang diteliti.
Ketiga
variabel bebas (konsep
diri, religiusitas, dan pola asuh islami) mempunyai sumbangsih yang berbeda-beda terhadap variabel tergantung (kecenderungan
perilaku nakal remaja). Besar
sumbangan konsep diri dalam memprediksi kecenderungan perilaku nakal
remaja sebesar 22,80% (nilai
beta x nilai zero-order x 100%), besar sumbangan religiusitas dalam memprediksi
kecenderungan perilaku nakal remaja sebesar 42,35 % (nilai beta x nilai zero-order x 100%), dan besar
sumbangan pola asuh islami dalam mempredikasi kecenderungan perilaku
nakal remaja sebesar 9,15%
(nilai beta x nilai zero-order x 100%).
Beberapa
hasil penghitungan di atas menunjukkan bahwa faktor konsep diri, religiusitas, dan pola asuh islami dapat menjadi prediktor negatif yang signifikan bagi kecenderungan
perilaku nakal remaja, berarti
hipotesis pada penelitian ini diterima.
Hasil persamaan regresi dalam penelitian
ini adalah Y = 178,379 + -0,439
X1 + -0,471 X2 + �-0,136 X3.
Intepretasi atas persamaan regresi tersebut adalah (a) pada saat variabel
independen (konsep diri, religiusitas, dan pola asuh islami) dalam keadaan
konstan maka Y (kecenderungan perilaku nakal remaja) berada pada posisi 178,379; (b) ketika konsep diri meningkat 1 satuan,
maka kecenderungan perilaku nakal remaja akan turun sebesar 0,439 satuan. Dengan kata lain, pengaruh konsep diri
terhadap kecenderungan perilaku nakal remaja adalah negatif; (c) ketika
religiusitas meningkat 1 satuan, maka kecenderungan perilaku nakal remaja akan
turun sebesar 0,471 satuan, Dengan kata lain,
pengaruh konsep diri terhadap kecenderungan perilaku nakal remaja adalah
negatif; (d) ketika pola asuh islami meningkat 1 satuan, maka kecenderungan perilaku nakal
remaja akan turun sebesar 0,136 satuan. Dengan kata lain, pengaruh pola
asuh islami terhadap kecenderungan perilaku nakal remaja adalah negatif.
Besarnya koefisien regresi religiusitas
ini
menunjukkan bahwa religiusitas
merupakan variabel yang memiliki pengaruh dominan terhadap kecenderungan
perilaku nakal remaja.
Hasil
uji hipotesis mengungkapkan bahwa variabel konsep
diri, religiusitas, dan pola asuh islami secara bersama-sama dapat menjadi prediktor negatif bagi kecenderungan perilaku nakal remaja.
Hal itu dapat terlihat dari nilai R = 0,862, dan nilai Fregresi = 209,292 (p<0,00). Artinya terdapat keterkaitan yang signifikan antara konsep diri, religiusitas, dan pola asuh islami dengan kecenderungan perilaku nakal remaja.
Ketiga variabel bebas tersebut secara bersama-sama memberikan sumbangsih yang efektif terhadap kecenderungan perilaku
nakal remaja sebesar 74,3 % (R square = 0,743), berarti 25,7 %
sisanya merupakan faktor lain yang terdapat di sekitarnya.
Berdasarkan
hasil penghitungan di atas, dapat diketahui juga bahwa variabel belajar konsep
diri, religiusitas, dan pola asuh islami mempunyai sumbangsih yang berbeda-beda terhadap variabel kecenderungan perilaku nakal remaja.
Pertama, besar sumbangsih konsep diri dalam menurunkan kecenderungan
perilaku nakal remaja sebanyak 22,80%. Variabel konsep diri
berhubungan negatif
dengan kecenderungan perilaku nakal remaja, �hal ini ditunjukkan
dengan nilai koefisien korelasi
partial sebesar -0,414
(p<0,05). Hasil temuan ini mendukung Hasil penelitian dari Ling dan Chan (1997). Dari
penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa konsep diri erat kaitannya dengan
kenakalan remaja yang disambungkan melalui keharmonisan keluarga. Menurut
Shavelson dan Roger (1982), konsep diri terbentuk dan berkembang berdasarkan
pengalaman dan inteprestasi dari lingkungan, penilaian orang lain, atribut,
serta tingkah laku dirinya. Pengembangan konsep diri tersebut punya pengaruh
terhadap perilaku yang ditampilkan, sehingga bagimana cara orang lain
memperlakukan dan mengatakan sesuatu terhadap individu akan dijadikan acuan
untuk menilai dirinya sendiri ( Mussen dkk, 1979).
Tanggapan
positif dari lingkungan terhadap kondisi yang dialami menimbulkan rasa puas dan
menerima keadaan dirinya, sedang tanggapan negative dari pihak yang sama akan
akan menimbulkan perasaan tidak puas dan ketidaksukaan atas dirinya sendiri
(Sullivan dalam Rakhmat, 1986). Dari ketidakpuasan itu, pelanggaran hukum dan
norma akan mudah terjadi dan meresahkan masyarakat. Sebab, bagaimana pun juga
Remaja yang memiliki konsep diri yang positif akan mampu dan mau mengatasi
dirinya sendiri memperhatikan dunia luar, dan mempunyai kemampuan untuk
berinteraksi antarsesama makhluk sosial (Beane & Lipka, 1986). Di sisi lain
remaja yang memiliki konsep diri yang positif umumnya mempunyai ciri-ciri
seperti spontan, kreatif dan orisinil, menghargai diri sendiri dan orang lain,
bebas dan dapat mengantisipasi hal negatif serta memandang dirinya secara utuh,
disukai, diinginkan dan diterima oleh orang lain (Combs Snygg dalam Shiffer
dkk., 1977). Sedangkan Coopersmith (dalam Partosuwido, 1992) menjelaskan bahwa
karakteristik remaja dengan konsep diri tinggi yaitu mereka yang bebas
mengemukakan pendapat, memiliki motivasi yang tinggi untuk mencapai prestasi,
mampu mengaktualisasikan potensi dalam diri dan mampu menyelaraskan diri dengan
lingkungannya, sedangkan remaja yang berkonsep diri negatif atau rendah akan
sulit mengganggap suatu keberhasilan diperoleh dari diri sendiri. Dalam
menggapai keberhasilan, umumnya mereka akan cenderung mengandalkan bantuan
orang lain, kebetulan, dan nasib semata. Jika terjadil hal demikian, maka bisa
disimpulkan bahwa remaja tersebut mengalami kondisi kecemasan yang amat tinggi
(Ames dalam Beane dan Lipka, 1986).
Pada penelitian ini dapat diketahui juga
bahwa mayoritas subyek penelitian mempunyai konsep diri yang tinggi. Hal itu dapat dilihat dari jumlah
subyek dengan
konsep diri yang tinggi
berjumlah 180 (81,45%) remaja, dan sisanya 41 (18,55%) memiliki konsep diri
yang sedang. Adanya korelasi negatif yang signifikan antara konsep diri dengan
kecenderungan perilaku nakal remaja menjadi penting artinya, karena konsep diri
bukanlah inteligensi, yang tidak banyak berubah sepanjang rentang kehidupan
individu, dan bukan pula karakteristik personal, yang secara genetik dibentuk
sejak awal kehidupan. Artinya, kalau remaja dapat mengembangkan dan
meningkatkan kemampuan konsep dirinya, maka dapat diharapkan kecenderungan
perilaku nakal remaja juga akan menurun.�
Konsep
diri dapat ditinggikan
melalui beberapa cara, salah satunya melalui peran guru dan orangtua. Guru dan
orangtua dapat meningkatkan konsep diri remaja dengan memberikan apresiasi positif terhadap perilaku baik yang
diterapkan oleh remaja �(Love & Kruger, 2005).� Mars (2003) beranggapan bahwa konsep diri itu berbeda-beda.
Konsep diri umumnya terbentuk
dari pandangan remaja terhadap dirinya. Remaja dengan konsep diri positif ditandai
dengan kemampuan individu yang
baik, khususnya dalam mengontrol diri dan mengelola
faktor-faktor perilaku yang sesuai dengan situasi dan kondisi lingkungan
sosial, sehingga dapat mengurangi perilaku negatif atau kenakalan pada remaja.
Kemampuan individu di dalam mengontrol
diri dan mengelola� faktor-faktor
perilaku sesuai dengan norma merupakan bentuk ketenangan hati . Hati yang
tenang timbul dalam diri yang tidak reaktif mengahadapi stimulus/aksi ataupun
kejadian yang terjadi dalam kehidupan. Kenakalan remaja merupakan esensi dari
perilaku reaktif. Menurut Tjahjono (2008:15-16) perilaku reaktif menghasilkan
dua perilaku yang sangat merugikan. Pertama;
perilaku spontan yang muncul begitu saja tanpa proses pengendapan. Perilaku
spontan yang muncul merupakan perilaku yang tidak terkonsep dalam diri
seseorang. Berbagai peristiwa kenakalan remaja adalah contoh perilaku spontan yang
tidak memiliki konsep yang jelas. Tawuran antar remaja, kekerasan, tindak
pidana berat, maupun terjerumusnya remaja dalam narkoba merupakan sejumlah
tindakan yang mencerminakan
ketidakadanya konsep diri. Konsep �dalam artian luas- memiliki keterkaitan dengan
pengelolaan. Jika seorang remaja tidak memiliki konsep diri, besar kemungkinan
dia untuk bisa mengelola dirinya sendiri. Pun dengan perilaku dan tingkah laku.
Jika remaja tersebut tidak memiliki konsep, kecenderungan melakukan tindak
kejahatan akan meninggi karena kurangnya pengelolaan diri yang baik.
Kedua;
dampak dari perilaku reaktif adalah perilaku lelet/lambat karena seseorang
dikuasai oleh perasaan serba bingung, bimbang, ragu, dan kacau. Perilaku ini
juga berdampak pada kenakalan remaja, sebagai contoh; remaja menjadi apatis dan
hilang kepedulian karena hidupnya
diselimuti kebingungan dan tanpa memiliki visi jelas. Setiap respon yang muncul
tidak dihadapi, melainkan
hanya dihindar. Melalaikan tugas sekolah, tidak
mentaati peraturan, serta membolos
merupakan bentuk dari perilaku
lelet �itu sendiri(tidak proaktif).
Jika
dilihat dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa konsep diri pada dasarnya
memiliki peran terhadap kenakalan remaja.
Peran tersebut tergambar
dari konsep diri yang berbanding terbalik dengan kecenderung perilaku nakal
remaja.
Artinya,
semakin tinggi konsep diri,
semakin rendah kenakalan �remaja yang akan ditimbulkan.
Hal ini memberi premis bahwa merangkai
konsep diri ialah
salah satu langkah dalam mereduksi kenakalan remaja.
Ada beberapa cara untuk membangun atau merangkai konsep diri
(positif). Dalam laman cafemotivasi.com/membangun-konsep-diri-positif/� diuraikan cara-cara membangun konsep diri
(poditf) antara lain:� mencintai
dan meyayangi diri sendiri, mengembangkan pikiran positif, memperbaiki kualitas
hubungan dengan orang lain, bersikap proaktif, dan menjaga keseimbangan hidup.
Hasil ini sejalan dengan teori yang mendukung penelitian, yang
menyatakan bahwa kenakalan remaja disebabkan karena sebagian besar remaja lalai
menunaikan perintah agama (Sudarsono, 2008). Hal ini juga
relevan dengan teori Social Control Theory
yang mengungkapkan bahwa
sistem keyakinan akan membimbing tingkah laku seseorang tanpa peduli sistem keyakinan apa yang
dipilih. Sejalan dengan
teori tersebut, Daradjat (1995) mengungkapkan bahwa tingkah laku menyimpang
dapat terjadi karena tingkat religiusitas yang rendah. Senada dengan pendapat
Darajdat, Jalaluddin (2002) mengatakan bahwa nilai-nilai ajaran agama yang
diharapkan dapat mengisi kekosongan batin yang ada pada diri remaja. Mengingat
jika dalam situasi bingung dan konflik batin, remaja kadang kala sulit� menentukan pilihan yang tepat, sehingga
peluang munculnya perilaku menyimpang terbuka lebar. Selain hal tersebut,
berdasar pada penelitian yang dilakukan Purnama (2011), religiuitas mampu
memberi pengaruhi pada konsep diri dalam diri remaja. Sehingga, semakin tinggi
nilai kereligiusan remaja, semakin tinggi juga konsep diri yang dimiliki.
D.
Kesimpulan
Kesimpulan
dari penelitian ini adalah:
1. Ketiga variable bebas (konsep
diri, religiusitas, dan pola asuh islami) secara bersama-sama dapat mempredikasi varibel tergantung
(kecenderungan perilaku nakal) dan arahnya bersifat negative.
Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi konsep diri,
religiusitas, dan pola asuh islami, maka akan semakin turun kecenderungan
perilaku nakal pada remaja.
2. Ketiga variabel bebas (konsep diri, religiusitas, dan pola asuh islami) secara bersama-sama memberikan sumbangsih efektif terhadap kecenderungan
perilaku nakal remaja
sebesar 74,3 %
3. Ketiga variabel bebas (konsep diri, religiusitas, dan pola asuh islami) mempunyai sumbangsih yang berbeda-beda terhadap variabel
tergantung (kecenderungan perilaku nakal remaja). Besar sumbangsih konsep diri
terhadap penurunan kecenderungan perilaku nakal remaja sebesar 22,80%, religiusitas 42,35 %, dan pola asuh islami sebesar
9,15%. Diantara ketiga variabel bebas tersebut, variabel religiusitas mempunyai peran yang paling besar bagi kecenderungan
perilaku nakal remaja.
BIBLIOGRAFY
Anastasi, A. & Urbina. S, 1997, Tes psikologi (diterjemahkan oleh Imam), Jakarta: PT
Prenhallindo.
Andisti., M. A., & Ritandiyono, 2008, Religiusitas dan Perilaku Seks Bebas pada Dewasa Awal. Jurnal
Psikologi, �01 (2), 170-176
Azwar, S. 2009, Reliabilitas dan Validitas, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Beane, �J.A.
dan Lipka, R.P. 1986, Se/f Concept,�� �Self Esteem �and The Curiculum, Teacher �College
�Press, New York.
Daradjat, Z, 1995, �Ilmu
Jiwa Agama, Jakarta: Bulan Bintang.
Gerungan, S. D., 1991,Psikologi sosial suatu
ringkasa, Bandung : PT.
Eresco.
Gunarsa,� �S., �1998. �Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Jakarta : BPK Gunung Mulia,.
Hurlock,�� �E.B.,�� �1973,�� �Adolescent� �Development� �(4thed), �Tokyo:�� �McGraw-Hillkogakusha
Ltd.
Hurlock,�� �E.B., 1999,� �Psikologi �Perkembangan, �Suatu
�Pendekatan
�sepanjang
Rentang Kehidupan. (terjemahan, Jakarta: �Erlangga.
Mulyono, Y.B., 1991, Pendekatan
analisis kenakalan remaja dan penanggulangannya, Yogyakarta: Kanisius.
Mussen,� �P.H ., �Conger,�
�J.J.,�
�&�
�Kagan,�
�J., 1979,� �Child� �Development�� �and Personality, (fifth edition). New york: Harperand
�Row Publisher.
Santrock, J.W.,� 2003, Adolescence Perkembangan
Remaja, Editor: Adelar, S., & Saragih, S., Jakarta: Penerbit Erangga.
Sarwono,� �S.W., 2002, Psikologi� �Remaja. �Edisi �Enam, Jakarta: �Raja �Grafmdo Persada.
Shavelson,� �B.J.
�& Roger,�
�B., �1982,� �Self-Concept:�� �The �Interplay� �of �Theory Methods, �Journal
�of Educational �Psychology, �Vo 1. 72, No.1, �p.3-17
Simandjuntak 1984, Latar belakang kenakalan
remaja, Bandung:
Alumni.
Soemarno, D., 1998, Buku reformasi pendidikan: Mencegah kenakalan remaja antar pelajar, Jakarta: Yayasan Penerus Nilai-nilai Perjuangan
1945.
Soetjiningsih, 2004, Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahanya, Jakarta: PT.
Rhineka Cipta.
Ulwan, A, N 2009,
Mencintai dan Mendidik Anak Secara Islam, Yogyakarta: Darul Hikmah.
Zastrow, Charles,
1982, Introduction to social welfare instutions: soscial problem services,
and current issues, Ilinois : The Dorsey.