Syntax
Literate : Jurnal
Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849
e-ISSN
: 2548-1398
Vol.
4, No.
4 �April 2019
IDENTIFIKASI BAKTERI CLOSTRIDIUM BOTULINUM PADA SARDEN
KEMASAN KALENG BERBAGAI MERK YANG DIJUAL DI SWALAYAN X.
Pipin
Supenah
Akademi Analis Kesehatan An Nasher Cirebon
Email: [email protected]
Abstrak
Bahaya utama pada makanan kaleng adalah
tumbuhnya bakteri Clostridium botulinum yang dapat menyebabkan keracunan
makanan atau botulisme. Hal ini disebabkan kurang selektifnya konsumen dalam
memilih produk makanan kaleng seperti tidak memeperhatikan batas� kadaluarsa, kondisi kaleng yang penyok, serta
berkarat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui� bakteri Clostridium botulinum yang terdapat
pada sarden kemasan kaleng berbagai merk dan untuk mengetahui persentase sarden
kemasan kaleng berbagai merk yang terdapat bakteri Clostridium botulinum .
Pengalengan ikan ialah suatu proses pengawetan dengan cara hermetis dan
disterilkan dengan suhu tinggi untuk mematikan mikroorganisme. Bakteri Clostridium
botulinum adalah bacilus aerobik Gram positif yang menghasilkan spora tahan
panas. Proses sterilisasi makanan kaleng yang tidak sempurna serta kondisi
kaleng yang rusak dapat dapat menyebabkan tumbuhnya bakteri Clostridium
botulinum yang dapat menyebabkan botulisme. Metode penelitian yang digunakan
adalah metode deskriptif. Berdasarkan hasil analisis data menggunakan metode
One-Sampel Klomogorov-Smirnov didapatkan nilai signifikasi� (asymp. Sig.(2 tailed) adalah 0,000 dengan
demikian signifikasi 0,000<0,05 yang menunjukan bahwa terdapat bakteri
Clostridium botulinum pada sarden kemasan kaleng yang dijual di swalayan x.
Dapat disimpulkan bahwa dari 30 sarden kemasan kaleng yang dijual di swalayan x
terdapat 18 sarden kemasan kaleng atau 60%�
sampel positif terdapat bekteri Clostridium botulinum� dan 12 sarden kemasan kaleng atau 40%� sampel negatif tidak terdapat bekteri
Clostridium botulinum.����
Kata kunci : Clostridium botulinum, Sarden Kemasan
Kaleng, Swalayan x
Pendahuluan
Indonesia
merupakan negara dengan kekayaan laut yang melimpah serta beraneka ragam. Ikan
merupakan hasil laut di Indonesia yang memiliki potensi ekonomi yang cukup
tinggi. Salah satu hasil perikanan Indonesia dengan potensi ekonomi yang tinggi
adalah ikan sarden.
Setiap tahunnya
permintaan produk perikanan di pasar lokal maupun internasional semakin
meningkat. Karena peningkatan minat masyarakat terhadap produk perikanan
tersebut maka produsen banyak melakukan�
upaya agar ikan yang di produksi tetap memiliki kualitas yang baik dan
terhindar dari mikroorganisme. kandungan gizi yang tinggi akan memperbesar
risiko kerusakan bahan. Kerusakan ini disebabkan oleh proses kimia maupun oleh
aktivitas mikrobiologi.
Ada berbagai
upaya yang produsen lakukan dalam menjaga kualitas ikan, baik ikan segar yang
langsung diolah maupun ikan yang�
diawetkan seperti ikan sarden. Salah satu cara pengawetan ikan sarden
adalah dengan mengemasnya dalam kaleng.
Kaleng yang digunakan dapat melindungi
produk dari cahaya, mencegah produk yang mudah teroksidasi karena cahaya maupun
udara dalam kaleng, serta dapat memperkecil kemungkinan makanan
terkontaminasi� mikroorganisme. Tapi
biasanya produk kalengan yang beredar di pasaran lebih mahal karena dibuat dari
bahan tahan korosi misalnya dari plat baja dengan lapisan timah atau alumunium.
Pada dasarnya
keseluruhan proses pengalengan bisa dikatakan aseptis, namun tidak menutup
kemungkinan untuk terjadinya kerusakan. Entah itu makanan kaleng yang
menggelembung, berkarat karena berlalunya masa simpan (kadaluarsa) maupun
karena kurang sempurnanya proses pengalengan yang menyebabkan kaleng penyok.
Selain itu suhu dan waktu pemanasan yang tidak memadai selama sterilisasi dapat
mengakibatkan tumbuhnya bakteri Clostridium
botulinum (Wiwit, 2008).
Wilayah Bogor Jawa Barat,
pada bulan Agustus 2012 Satu
keluarga terdiri ibu dan tiga anak serta seorang keponakannya di Desa Cipambuan
Kecamatan Babakan Madang keracunan usai menyantap makanan ikan dalam kemasan
kaleng (sarden). Keracunan ini terjadi dikarenakan korban langsung memasak ikan
sarden tanpa memperhatikan batas akhir�
pemakaian produk (Liputan6.com).
Faktor yang menunjang
terjadinya penyakit asal makanan dan minuman diantaranya, kurang matang dalam
proses memasak, penyimpanan makanan pada suhu yang tidak sesuai, makanan
diperoleh dari sumber yang kurang bersih, alat yang digunakan tercemar,
kesehatan pribadi kurang baik, proses serta pengawetan yang kurang sempurna.
Berdasarkan uraian
diatas maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul �Identifikasi Bakteri Clostridium Botulinum pada Sarden Kemasan Kaleng� Berbagai Merk yang Dijual di Swalayan x�.
Metode
penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini
adalah Deskriptif
yang merupakan
salah satu jenis metode penelitian yang berusaha menggambarkan dan
menginterpretasikan objek sesuai dengan apa adanya (Best,1982 : 119).
Dalam penelitian
ini objek penelitian yang digunakan adalah sarden kemasan kaleng berbagai merk
yang dijual di swalayan x yang memiliki kondisi kaleng yang penyok dan berkarat. Populasi dalam
penelitian ini adalah sarden kalengan berbagai merk� yang dijual di swalayan x sebanyak 6 merk.
Sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah total sampling, yaitu menjadikan seluruh
populasi sebanyak 6 merk sarden kaleng berbagai merk yang dijual di swalayan x
sebagai sampel.
Hasil dan Pembahasan
Sebelum
penelitian dilakukan, peneliti mempersiapkan alat-alat (tabung teaksi,
Erlenmeyer,pipet ukur, dan sebagainya) dan bahan-bahan� (media Thyoglicholate,Agar Darah, Aquadest)
yang akan digunakan hendaknya dalam keadaan steril. Untuk mencegah terjadinya
kontaminasi yang mungkin terjadi karena adanya bakteri pencemar.
Berdasarkan� hasil pemeriksaan bakteri Clostridium botulinum pada sarden
kemasan kaleng yang dijual di swalayan x, didapatkan 18 spesimen atau 60%
positif mengandung bakteri Clostridium
botulinum dan 12 spesiemn atau 40% negatif tidak mengandung bakteri Clostridium botulinum. Bakteri Clostridium botulinum lebih banyak
ditemukan pada kemasan sarden yang mengalami karatan karena sambungan kaleng
yang semakin lama berkarat maka akan mengikis bagian kaleng dan bakteri akan
mudah masuk dan mencemari sarden kemasan kaleng tersebut seperti yang ditemukan
pada sampel sarden kemasan kaleng dengan nomor sampel 1B,1D,1E,5B,5C,6C.
Selain
itu beberapa sarden kemasan kaleng yang penyok juga terdapat bakteri Clostridium botulinum karena kemungkinan
ada udara yang masuk ke dalam sarden kemasan kaleng seperti yang ditemukan pada
nomor sampel 3B,3C,3E.
Sedangkan
pada sarden kemasan kaleng yang lainnya yang positif terdapat bakteri Clostridium botulinum kondisi kalengnya
penyok dan sedikit berkarat seperti nomor sampel 2A,2B,2D,2E. Pada kemasan
sarden dengan nomor sampel 4A,4B,4C,4D,4E kondisi kaleng hanya mengalami
sedikit penyok akantetapi pada sampel ini bakteri Clostridium botulinum banyak ditemukan hal ini disebabkan karena
proses sterilisasinya kurang sempurna.
Penyebab
adanya kontaminasi bakteri Clostridium
botulinum pada sarden kemasan kaleng tersebut dapat disebabkan. karena
makanan diperoleh dari sumber yang tidak bersih, alat yang digunakan pada
proses pengalengan tercemar, serta proses pengawetan yang kurang sempurna. Pada
proses pengiriman produk terjadi keteledoran saat pemasokannya seperti produk
kaleng dalam kondisi penyok, dan juga kurangnya perhatian pihak swalayan
terhadap produk yang sebaiknya sudah tidak di pasarkan tetapi masih saja dijual
dalam kondisi berkarat.
Kondisi
kaleng yang penyok serta berkarat yang digunakan sebagai kemasan sarden
berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroba, sehingga beberapa mikroba seperti
bakteri Clostridium botulinum dapat
tumbuh dalam produk sarden kemasan kaleng tersebut. Masuknya kuman Clostridium botulinum dalam tubuh
manusia menyebabkan penyakit yang dapat menyerang system syaraf yang dinamakan
botulisme. Penyakit ini terjadi karena penderita tidak sengaja memakan toksin
dari bakteri Clostridium botulinum yang
terdapat dalam makanan yang diawetkan dengan cara kurang sempurna seperti yang
dijumpai dalam makanan kalengan (Irianto,2007).
Bakteri
Clostridium botulinum yang
terkonsumsi bersama dengan pangan akan diserap di usus halus, diedarkan ke
syaraf pariferal, dan menghalangi transmisi sinyal. Gejala awal berupa beberapa
gangguan pada gastrointestinal seperti mual, muntah, diare, dan sembelit yang
secara umum dapat terjadi dalam waktu 12-36 jam, tetapi dapat juga 2 jam
setelah konsumsi botulin. Gejala neurogikal dapat terjadi dalam waktu yang
pendek, khususnya juka botlin dikonsumsi dalam jumlah yang tinggi. Konsentrasi
1 ng/kg bobot badan berpotensi menyebabkan gejala sakit, bahkan kematian (Moss,
2008).
Secara
umum gejala neurogikal meliputi gangguan penglihatan menjadi kabur dan
kesulitan menelan, bernafas dan berbicara , kekeringan mulut dan paralisis otot
yang menyebar ke diafragma, paru-paru serta jantung. Kematian terjadi
disebabkan gagal pernafasan. Toksin merupakan senyawa antigenic, sehingga
tersedia antitoksin . segera setelah gejala botulism yang diduga karena
konsumsi toksin dalam kadar rendah, dapat diobati dengan pemberian antitoksin
trivalensi melawan botulin A,B,dan E. namun jika diagnosis terlambat, pemberian
antitoksin tidak berhasil (Reddy,1988).
Tindakan
yang harus dilakukan oleh produsen atau pedagang sehubungan dengan keamanan
pangan yakni dengan menjaga kebersihan produk makanan kaleng, menyimpan produk
pada suhu yang sesuai, memeriksa kondisi produk berupa ada tidaknya kecacatan
produk seperti penyok serta berkarat.
Berdasarkan
analisis data menggunakan program komputer dengan mengunakan metode One-Sampel
Kolmogrov-Smirnov diperoleh nilai signifikasi (asym.sig(2-tailed) adalah 0,000,
dengan margin error 0,05 maka nilai sig 0,000 < 0,05. Dan dapat disimpulkan
H1 diterima dan H0 ditolak, yang berarti terdapat bakteri Clostridium botulinum
pada Sarden kemasan kaleng berbagai merk yang dijual di swalayan x.
Kesimpulan
Berdasarkan
hasil pemeriksaan bakteri Clostridium
botulinum pada sampel saeden kemasan kaleng yang dijual di swalayan x, maka
penulis memberikan kesimpulan sebagai berikut :
1.
Terdapat bakteri Clostridium botulinum pada sarden
kemasan kaleng berbagai merk yang dijual di swalayan x, berdasarkan hasil
analisis statistik program komputer metode one-sampel kolmogrov-sirnov
diperoleh nilai signifikasi� (asymp.
Sig.(2 tailed) adalah 0,000 atau 0% dengan demikian signifikasi 0,000<0,05
2.
Persentase sarden
kemasan kaleng yang terkontaminasi oleh bakteri Clostridium botulinum yang dijual di swalayan x adalah 60% positif atau terdapat bakteri Clostridium botulinum.
BLIBIOGRAFI
Anonim,(2017). Pengalengan ikan sarden (sardinella. Sp).[online]. Tersedia :
https://www.academia.edu/11893902/PENGALENGAN_IKAN_SARDEN_Sardinella_sp._[ 10
desember 2017 ]
Arisman. (2009). Buku Ajar Ilmu Gizi keracunan makanan. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.
Entjang. I. (2003). Mikrobiologi & Parasitologi Untuk Akademi Keperawatan Dan Sekolah
Tenaga Kesehatan Yang Sederajat. Bandung :PT Citra Aditya Bakti.
Hartanto.A. dan Widyastuti.P (Eds)
(2006). Foodborne Disease : A Focus For
Health Education. Jakarta.EGC
Irianto. K. (2007). Mikrobiologi Menguak Dunia Mikroorganisme. Bandung : CV Yrama
Widya.
Muliyawan.Y.S. (2009). Bakteri Anaerob Yang Erat Kaitannya Dengan
Problem Di Klinik. EGC: Jakarta.
Purnawidjayanti. H.A. (2001). sanitasi higene dan keselamatan kerja dalam
pengolahan makanan. KANISIUS: Yogyakarta.
Sopandi, T. dan Wardah. (2014). mikrobiologi pangan. Yogyakarta : CV
Andi Offset.
WHO.2003.Pedoman Tekhnik Dasar Untuk Laboratorium Kesehatan Ed.2. EGC: Jakarta.
Wirakartakusumah. M.A. (2001). Pangan dan gizi ilmu, tekhnologi,industry
dan perdagangan. Bogor : Sagung seto
Wiwit. N. 2008. Seputar Makanan Kaleng [online]. Tersedia: http://ne2nkwi2t.wordpress.com/2008/02/21/52. Diakses tanggal 2 Desember 2017.
151
Yuyun.A,
Dan gunarsa, D. (2011). �Cerdas Mengemas Produk Makanan & Minuman.
Agro media pustaka: Jakarta Selatan.