������ Syntax Literate : Jurnal
Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849
������
e-ISSN : 2548-1398
������
Vol. 4, No. 4 April 2019
�
PENGARUH
PENERAPAN MODEL
PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING TERHADAP HASIL BELAJAR, KETERAMPILAN PROSES
SAINS, DAN SIKAP ILMIAH SISWA PADA KONSEP HIDROLISIS GARAM
Tuty
Suprapti
Univ SMA Negeri 2 Cirebon
Email:
[email protected]
Abstrak
Penelitian
ini berdasarkan atas permasalahan yang ada yaitu rendahnya
kreativitas proses sains dan sikap ilmiah pada siswa, karena pembelajaran masih dominan dengan menggunakan metode
ceramah,
dan kurang
optimalnya guru dalam pembelajaran di laboratorium.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing terhadap hasil belajar,
keterampilan proses sains, dan sikap ilmiah siswa. Implementasi pembelajaran
menerapkan model pembelajaran inkuiri terbimbing berbasis laboratorium, dengan tahapan
menyajikan pertanyaan atau masalah, pengumpulan data dan verifikasi
data, pengumpulan data melalui eksperimen, perumusan dan pengolahan data, dan
analisis proses inkuiri. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa praktek model pembelajaran inkuiri terbimbing
efektif mampu menambah tingkat keterampilan proses sains dan sikap ilmiah setiap
siswa dengan kriteria sedang.� Out put
belajar seluruh siswa yang menjadi subyek penelitian mengalami kenaikan dengan rerata
N-gain berkriteria sedang, output belajar siswa kelompok eksperimen lebih baik
dan berbeda secara signifikan dari siswa kelompok kontrol. Setiap Siswa memberikan respon positif terhadap implementasi model
pembelajaran inkuiri terbimbing pada konsep hidrolisis garam.
Kata kunci: Model Inkuiri Terbimbing, Keterampilan
Proses Sains, Sikap Ilmiah Siswa, Hasil Belajar.
Pendahuluan
�� Berdasarkan field study yang telah
dilakukan (Tuty Suprapti, 2014) melalui wawancara dan penyebaran angket terhadap guru dan siswa di SMA Negeri 2 Cirebon, didapatkan informasi:
(1) proses transfer keilmuan mayoritas dengan
menggunakan metode
ceramah, dan kegiatan praktikum belum optimal; (2)
masih cukup banyak siswa yang belum mencapai kriteria
ketuntasan minimal; (3) respon siswa cukup baik terhadap pembelajaran kimia;
(4) diperlukan inovasi dalam pembelajaran agar siswa aktif,� kreatif, efektif, dan menyenangkan. Angket
digunakan untuk memperoleh respon siswa terhadap mata pelajaran kimia dengan metode praktikum di laboratorium, yang disebarkan ke seluruh
responden. Subyek dalam field study�
adalah siswa kelas� XI-1 IPA, XI-2
IPA, XI-3 IPA, dan XI-4 IPA SMA Negeri 2 Cirebon sebanyak 128 siswa yang
dilaksanakan pada tanggal 6 Januari 2014.
Hasil field study memberikan permasalahan mendasar yang dialami siswa, yaitu: konsep-konsep kimia sulit (59%), nilai ulangan harian
belum sampai kepada tingkat ketuntasan minimal (77%), tidak setuju pembelajaran kimia cukup dengan
metode ceramah saja (94%), berarti siswa menginginkan kegiatan belajar mengajar (KBM) yang dapat meningkatkan aktivitas belajar yang berpusat pada siswa, dan
guru belum optimal dalam pembelajaran praktikum di laboratorium (69%).
Rendahnya kegiatan belajar siswa lebih
dipengaruhi oleh pendekatan pembelajaran yang dipergunakan. Dari data field
study menunjukkan ada 94% siswa yang tidak setuju bahwa pembelajaran
kimia cukup dengan metode ceramah
saja, siswa hanya berperan sebagai objek pembelajaran
sehingga kurang diberi kesempatan untuk menggali informasi dan mengeksplorasi
pengetahuannya, berelaborasi
dalam diskusi kelompok maupun diskusi kelas, dan memecahkan masalah sendiri yang dihadapinya. Akibatnya siswa mengalami
kesulitan dalam belajar, tidak sepenuhnya memahami materi pelajaran yang mereka pelajari yang berdampak pada rendahnya hasil belajar. Untuk mengembangkan kreativitas dalam proses sains dan hasil belajar
diperlukan strategi pembelajaran yang menggunakan berbagai model pembelajaran.
Pembelajaran kimia belum menampilkan hasil yang memuaskan, dikarenakan proses yang seharusnya
membentuk logika siswa untuk berpikir
sistematis, obyektif, kreatif melalui pendekatan keterampilan proses sains, ternyata banyak diberikan dalam bentuk ceramah
dan kegiatan praktikum masih sekedar bersifat verifikatif (Sudarmin, 2012).
Kendala pembelajaran dewasa ini adalah sedikitnya
waktu untuk menjalankan praktikum di laboratorium dikarenakan kesempatan yang ada telah digunakan untuk menyelesaikan materi.� Oleh karena
itu guru harus membuat rancangan pembelajaran kimia yang berbasis laboratorium, artinya pemahaman konsep yang dijalankan bersama dengan kegiatan praktikum di laboratorium (Widhy, 2010).
Metode praktikum merupakan salah satu metode yang cocok digunakan untuk meningkatkan minat siswa dalam
pembelajaran kimia. Hal ini karena
dengan metode praktikum siswa diberikan kesempatan untuk bisa lebih
mandiri, menambah pengalaman, meningkatkan sikap ilmiah dan
tingkat keberhasilan belajar akan
tertanam lama dalam memori ingatan siswa (Rustaman, 2005). Untuk itu perlu mengembangkan
prosedur praktikum yang melatih siswa untuk
dapat bekerja secara ilmiah, dimana praktikum dirancang semenarik mungkin agar siswa memiliki kesempatan untuk membangun pengetahuan mereka dan lebih berperan
aktif dalam pembelajaran.
Pengembangan kegiatan praktikum kimia
pada masa sekarang diarahkan dan difokuskan pada praktikum berbasis inkuiri.
Dalam praktikum berbasis inkuiri, ruangan belajar dipersiapkan untuk
memfasilitasi yang bertujuan untuk proses pembelajaran berpusat pada siswa,
bukan pada guru, dan untuk memberikan bimbingan yang seadanya agar dapat
menjamin keberhasilan siswa dalam penemuan konsep ilmiah (Sund dan Trowbridge,
1973).
Rumusan masalah dalam
penelitian ini yaitu: (1) Apakah dalam menerapkan
model pembelajaran inkuiri terbimbing akan
lebih efektif dalam mengembangkan kreativitas proses sains dan sikap ilmiah
pada siswa? �(2) Apakah menerapkan model pembelajaran inkuiri terbimbing efektif untuk mengembangkan
hasil belajar siswa?.
Harapan
yang ingin diperoleh dalam penelitian ini yaitu (1) Mengetahui efektifitas dalam
menerapkan model pembelajaran inkuiri terbimbing untuk mengembangkan
kreativitas proses sains, dan sikap ilmiah siswa; (2) Mengetahui efektifitas dalam
menerapkan model pembelajaran inkuiri terbimbing agar dapat mengembangkan hasil
belajar siswa.
Metode
Penelitian
Penelitian ini
menggunakan desain penelitian pre-test post-test control experimental group
design. Penelitian dilakukan kepada siswa kelas XI IPA SMA Negeri 2 Cirebon
tahun pelajaran 2013/2014 terdiri atas 4 kelas yang berjumlah 128 siswa. Subjek
penelitian siswa kelas XI-1 IPA dan XI-2 IPA (2 kelas), masing-masing berjumlah
32 siswa sehingga jumlah subjek penelitian seluruhnya 64 siswa. Teknik
pengambilan sampel secara cluster random sampling yaitu dipilih dua kelas
secara acak, satu sebagai kelompok eksperimen dan yang lain sebagai kelompok
kontrol (Sugiyono, 2012).
Pada penelitian ini data yang dianalisis yaitu silabus, rencana
pelaksanaan pembelajaran, bahan ajar, lembar kerja siswa, lembar observasi kreativitas
proses sains �sikap ilmiah siswa, dan alat penilaian. Analisis data menggunakan
program SPSS 16 dengan taraf signifikansi 5% untuk menguji perbedaan
signifikansi rata-rata n-gain� <g>
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
Hasil dan Pembahasan
Keefektifan
dalam menerapkan model pembelajaran inkuiri terbimbing pada konsep hidrolisis
garam dapat diketahui dari pencapaian kreativitas proses sains, sikap ilmiah,
dan hasil belajar siswa.
1.
Keterampilan Proses Sains Siswa
Meningkatkan kreativitas proses sains
siswa kelas eksperimen, yaitu kemampuan mengamati, mengelompokkan, menafsirkan
hasil penelitian, memprediksikan, memberikan pertanyaan, merumuskan hipotesis,
merencanakan percobaan, menggunakan alat dan bahan, menerapkan konsep,
mengomunikasikan dianalisis seperti dapat dilihat pada Gambar 1.
Tingkat �kreativitas proses sains� yang dicapai siswa kelas eksperimen dihasilkan
dari rata-rata 2 orang guru kimia sebagai observer ketika mengikuti
pembelajaran di RPP 1, RPP 2, dan RPP 3, yaitu (1) mengamati 90,63; (2)
mengelompokkan 88,33; (3) menafsirkan hasil pengamatan 79,50; (4)
memprediksikan 77,01; (5) mengajukan
pertanyaan 83,34; (6) merumuskan hipotesis 76,30; (7) merencanakan percobaan
71,10; (8) menggunakan alat dan bahan 82,62; (9) menerapkan konsep 82,03; dan
(10) mengkomunikasikan 87,50.
Hal ini sesuai dalam penelitian Muzzafar
Khan (2011), bahwa metode pengajaran inkuiri laboratorium lebih efektif dalam
mengembangkan kreativitas proses ilmiah siswa dalam mata pelajaran biologi.
Begitu juga hasil penelitian Haryono (2006), bahwa model pembelajaran berbasis
keterampilan proses sains secara signifikan efektif dalam mengembangkan
kemampuan proses sains siswa SD (dari 46,08% menjadi 67,27%). Selain itu,
penelitian Yanti Hamdiyati dan Kusnadi (2007), bahwa rata-rata kemampuan mahasiswa
jurusan Biologi pada masing-masing jenis keterampilan proses termasuk ke dalam
kategori sedang, yaitu 63,10.
2.
Sikap
Ilmiah Siswa
Peningkatan sikap ilmiah siswa kelas
eksperimen, yaitu sikap rasa ingin tahu, sikap respek terhadap data, sikap
kritis, sikap penemuan dan kreativitas, sikap terbuka dan kerjasama, sikap keuletan,
dan sikap peka terhadap lingkungan sekitar, dianalisis seperti dapat dilihat
pada Gambar 2.
Tingkat ketercapaian sikap
ilmiah yang dicapai siswa kelas eksperimen dihasilkan dari rata-rata 2 orang
guru kimia sebagai observer ketika mengikuti
pembelajaran di RPP 1, RPP
2, dan RPP 3, �yaitu (1) sikap ingin tahu
90,10; (2) sikap respek terhadap data 81,77; (3) sikap berpikir kritis 74,61;
(4) sikap penemuan dan kreativitas 73,44; (5) sikap terbuka dan kerjasama
90,10; sikap keuletan 86,98; dan (7) sikap peka terhadap lingkungan sekitar 93,51.
Hal ini sesuai dalam penelitian Rustaman
(2005), menyatakan bahwa dengan metode praktikum siswa diberi kesempatan agar
bisa melakukan sendiri, memperluas pengalaman, meningkatkan sikap ilmiah dan
hasil belajar akan tertanam lama dalam ingatan siswa. Demikian juga penelitian
yang dilakukan oleh Devi (2010), bahwa pembelajaran IPA menekankan pada
pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan meningkatkan
keterampilan proses sains dan sikap ilmiah siswa.
3.
Hasil
Belajar Siswa
Untuk mengetahui peningkatan hasil
belajar kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilakukan dengan uji Normalitas Gain (g), berdasarkan data
nilai hasil pre-test dan post-test seperti dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel
2 �Rerata
Klasikal N-gain Kelas Eksperimen dan
Kontrol
Ukuran Statistik |
Kelas Eksperimen |
Kelas Kontrol |
Rata-rata pre-test |
50,59 |
51,66 |
Rata-rata post-test |
86,03 |
80,97 |
Rata-rata N-Gain |
0,69 |
0,58 |
Kriteria |
Sedang |
Sedang |
Berdasarkan Tabel 2 pengembangan hasil
belajar siswa yang diukur dari data nilai pre-test
dan post-test kelas eksperimen
diperoleh N-gain sebesar 0,69 dan
untuk kelas kontrol dengan N-gain
0,58. Persentase ketuntasan hasil belajar siswa pada kelas eksperimen yang mencapai
kreteria ketuntasan minimal (KKM) 78 adalah 84,38%, sedangkan pada kelas
kontrol sebesar 62,50%. Hasil ini menunjukkan kelas eksperimen telah mencapai
target kelulusan minimal 75%. Target ketuntasan secara nasional diharapkan
minimal mencapai 75 (Depdiknas, 2008). Kelas eksperimen telah mencapai kelulusan
75% karena menggunakan pembelajaran berupa model pembelajaran inkuiri
terbimbing berbasis praktikum yang lebih menekankan pada pengembangan kreativitas
proses sains dan sikap ilmiah siswa yang menjadi pondasi pemahaman konsep siswa
dibandingkan dengan pembelajaran praktikum yang bersifat verifikatif saja.
Analisis data uji beda dua rata-rata post-test kelas eksperimen dan kontrol
menggunakan Independent t-Test dengan
bantuan SPSS 16 menunjukkan bahwa Sig. 0,001
< 0,05 dengan H0 ditolak atau dengan H1 diterima,
artinya terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar siswa yang berupa
model pembelajaran inkuiri terbimbing berbasis praktikum dengan yang
menggunakan praktikum verifikasi. Hal ini disebabkan beberapa faktor antara
lain: (1) pembelajaran yang berupa model pembelajaran inkuiri terbimbing siswa
lebih terarah dan terstruktur dalam melakukan percobaan yang dipandu oleh
lembar kegiatan siswa yang berisi pertanyaan-pertanyaan untuk mengambil
keputusan; (2) proses pembelajaran memberi keleluasaan pada siswa untuk
melakukan percobaan dan mengeluarkan pendapat sendiri dalam rangka menemukan
konsep hidrolisis garam; (3) pembelajaran lebih bermakna.
Hal ini sesuai dalam
penelitian Bilgin (2009), bahwa siswa kelompok eksperimen mempunyai pemahaman
yang sangat baik terhadap konsep asam dan basa, dan sikap yang sangat positif dalam
instruksi inkuiri terbimbing. Begitu juga penelitian yang dilakukan Sunarno
(2010), bahwa siswa yang mendapat pembelajaran melalui
metode inkuiri terbimbing memperoleh prestasi belajar pada aspek kognitif lebih
tinggi dibanding siswa yang mendapat pembelajaran melalui metode eksperimen.
Uji pengaruh kreativitas proses
sains dan sikap ilmiah kepada hasil belajar siswa menggunakan analisis regresi
ganda dengan bantuan SPSS 16 diperoleh nilai sig = 0,000 < 0,05 yang berarti
H0 ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa regresi linier, artinya ada
pengaruh yang spesifik dalam kreativitas proses
sains dan sikap ilmiah siswa (secara bersama-sama) terhadap hasil belajar yang
didapat siswa, dengan persamaan regresi:� , dan diperoleh nilai R Square atau R2 = 0,817, berarti
81,7% hasil belajar siswa didasari oleh kreativitas proses sains dan sikap
ilmiah siswa, sedangkan 18,3% dipengaruhi oleh faktor lain. Hal ini sesuai dalam
penelitian yang dilakukan oleh Oktavia (2008), dengan
pembelajaran inkuiri terbimbing menunjukkan adanya peningkatan konstruksi
pengetahuan dan keterampilan proses serta sikap sains siswa berlangsung dengan
kategori baik. Begitu juga penelitian Ramyize
Ergul (2011), penggunaan
model inkuiri dalam pembelajaran signifikan mengembangkan keterampilan proses sains
dan sikap ilmiah siswa.
4.
Respon Siswa terhadap Pembelajaran
Respon siswa dalam penerapan
model pembelajaran inkuiri terbimbing pada konsep hidrolisis garam diungkap
melalui 10 pertanyaan kuesioner. Respon siswa yang diharapkan meliputi sangat
setuju, setuju, kurang setuju, dan tidak setuju. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa model pembelajaran inkuiri terbimbing dalam mengembangkan kreativitas
proses sains, sikap ilmiah, dan hasil belajar siswa yang dicobakan memberikan
respon positif sebesar 83,44%.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian
dan pembahasan bisa disimpulkan bahwa:
1.
Praktek dan
pemanfaatan model pembelajaran inkuiri terbimbing pada konsep hidrolisis garam efektif
mampu meningkatkan keterampilan proses sains, dan sikap ilmiah siswa; �
2.
Praktek dan
pemanfaatan model pembelajaran inkuiri terbimbing pada konsep hidrolisis garam mampu
meningkatkan out put belajar siswa dengan baik. Hasil belajar siswa
kelompok eksperimen berbeda secara signifikan dari siswa kelompok kontrol;
3.
Siswa menunjukkan
respon positif dengan kategori baik dalam penerapan model pembelajaran inkuiri
terbimbing pada konsep hidrolisis garam.
BIBLIOGRAFI
Bilgin.
I. 2009. �The effects of guided inquiry instruction incorporating a cooperative
learning approach on university students�achievement of acid and bases concepts
and attitude toward guided inquiry instruction�. Journal
ofScientific Research and Essay.
Depdiknas, 2008. Penilaian
Hasil Belajar. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Dirjen Pendidikan
Dasar dan Menengah, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas.
Devi, P. Kamalia. 2010. Keterampilan Proses dalam Pembelajaran IPA. PPPPTK IPA: Bandung
Ergul,
R., Simsekli, Y., Calis, S., and Ozdilek, Z. 2011. The Effect of Inq1uiry-Based
Science Theaching on Elementary School Student�s Science Process Skills and
Scinece Attitudes. Bulgarian Journal of
Science and Education Policy (BJSEP).
Hamdiyati,
Y. dan Kusnadi. 2007. Profil Keterampilan Proses Sains Mahasiswa melalui
Pembelajaran Berbasis Kerja Ilmiah pada Mata Kuliah Mikrobiologi. Jurnal. Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA
UPI: Bandung.
Haryono.
2006. Model Pembelajaran Berbasis Peningkatan Keterampilan Proses Sains. Jurnal Pendidikan Dasar Vol. 7 No. 1, 2006:
1-13. PPs Unnes: Semarang.
Khan, M. dan Iqbal, M. Zafar. 2011. Effect of Inquiry Lab Teaching Method on the
Development of Scientific Skills Through the Theaching of Biology in Pakistan.
Islamabad: Departement of Education Faculty of Social Sciences International
Islamic University.
Oktavia.
2009. �Kefektifan Penggunaan Metoda pembelajaran Inkuiri terbuka dan Inkuiri
Terbimbing dalam Meningkatkan Proses Pembelajaran dan hasil belajar Kimia Siswa
SMA Laboratorium Malang Kelas X�. Tesis.
Semarang: Program Pascasarjana Unnes.
Rustaman, N. Y. 2005. �Perkembangan Penelitian
Pembelajaran Berbasis Inkuiri Dalam Pendidikan Sains�. Makalah. Seminar Nasional II Himpunan Ikatan Sarjana dan Pemerhati
Pendidikan IPA Indonesia Bekerjasama Dengan FPMIPA UPI. Universitas Pendidikan
Indonesia. Bandung, 22-23 Juli.
Sudarmin. 2012. Keterampilan
Generik Sains dan Penerapannya dalam Pembelajaran Kimia Organik. Press
Unnes: Semarang.
Sugiyono.
2012. Metode Penelitian Kuantitatif,
Kualitatif, dan R & D. Alfabeta: Bandung.
Sunarno.
2010. Pembelajaran Metode eksperimen dan Inkuiri Terbimbing Ditinjau dari
Sikap Ilmiah dan Kemampuan dalam Menggunakan Alat Ukur. Tesis. Universitas Sebelas Maret:
Surakarta.
Suyanto.
2007. Pemanfaatan Kegiatan Laboratorium Berwawasan Inkuiri Terbimbing
(Guided Inquiry) untuk Meningkatkan Kompetensi Berkomunikasi Ilmiah. Tesis. Program Pascasarjana Unnes:
Semarang.
Widhy, P. 2010. Pembelajaran IPA (Kimia) Berbasis
Laboratorium. Pelatihan Pembelajaran
MIPA Berbasis laboratorium: Prodi Pendidikan IPA FMIPA UNY.
Wiyanto. 2008. Menyiapkan
Guru Sains Mengembangkan Kompetensi Laboratorium. Unnes Press: Semarang