Syntax Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849

����� e-ISSN : 2548-1398

����� Vol.4, No.5 Mei 2019

 


IMPLEMENTASI NILAI KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB DALAM PEMBANGUNAN HUKUM PIDANA NASIONAL

 

Andi Lala

Akademi Minyak dan Gas (AKAMIGAS) Balongan Indramayu

Email: [email protected]

 

Abstrak

Pendidikan Pancasila adalah proses transfer pengetahuan dan nilai, bertujuan memnciptakan karakter positif individu selaras dengan nilai-nilai yang terdapat dalam isi kandungan Pancasila, menciptakan karakter bangsa yang positif guna terarahnya seseorang dengan baik dan mampu mengetahui baik atau tidaknya. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitiandeskriptifdengan pendekatankualitatif. Penelitiian ini menggambarkanbagaimanaimplikasi nilai-nilai keadian dalam penerapan adab dalam penerapan hukum pidana Pancasia. Penyegaran hukum pidana nasional dengan cara disusunnya Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana berdasarkan pada misi (1) Dekolonisasi melalui �rekodifikasi� yang dipandang tidak sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia (2) Demokratisasi hukum pidana bertujuan untuk melindungi HAM dari penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) (3) Konsolidasi hukum pidana yang menghasilkan unifikasi hukum dan untuk menghindari benturan norma (antinomy normen) (4) Adaptasi dan harmonisasi hukum pidana dengan beberapa perubahan hukum yang terjadi baik sebagai akibat perkembangan ilmu pengetahuan hukum pidana maupun pengembangan nilai-nilai, standar norma yang diakui bangsa-bangsa beradab di dunia internasional.

 

Kata Kunci:Nilai Kemanusiaan, Hukum Pidana

 

Pendahuluan

Pendidikan Pancasila adalah edukasi nilai yang bertujuan membangun sikap positif seseorang yang sesuai dengan nilai-nilai pancasila. Menumbuhkan perilaku positif yang tujuannya adalah seseorang mampu menentukan benar atau salah, baik atau tidaknya. Dalam makna yang lebih meluas menumbuhkan perilaku positif berkaitan dengan unsur-unsur yang terdapat dalam diri manusia, yaitu: jasmani, cipta, rasa, karsa (kehendak), dan keyakinan (Rianto, 2016).

Bangsa Indonesia mengakui, menghargai, serta mengapresiasikan hak dan kebebasan yang sama terhadap setiap warga negara untuk menerima hak dan menjalankan kewajibannya sesuai dalam amanat yang tercantum pada batang tubuh UUD 1945, namun kebebasan tersebut tidak menganggu dan harus menghormati hak dan kewajiban orang lain (Daroeso, 2006).

Pancasila sebagai ideologi negara ialah wujud penjelmaan nilai-nilai kearifan lokal masyarakat Indonesia secara keseluruhan, dengan demikian nilai- nilai yang terkandung itu perlu dimengerti dan diamalkan oleh semua warga negara, mengerti dan menyadari bahwa Pancasila sebagai sumber nilai, baik nilai dasar yang sifatnya abadi dalam Pembukaan UUD 1945, nilai instrumentalnya, maupun nilai praksisnya dalam kehidupan sehari-hari yang nyata dilaksanakan oleh masyarakat luas. Nilai-nilai dari sila-sila Pancasila mendelegasikan pada warga negara Indonesia untuk selalu mengenang semangat religi, menjunjnung tinggi martabat manusia, kesatuan dan persatuan bangsa, demokrasi, serta keadilan sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, dalam wujud yang terus tumbuh dan berkembang semakin baik.

Setiap negara mempunyai aturan hukum yang dibuat untuk mengolah hubungan masyarakat, keberadaan hukum di suatu negara sangat penting demi terwujudnya sebuah kondisi yang aman, tentram dan nyaman. Pada dasarnya hukum bersifat memaksa, dalam peraturan hukum terdapat sanksi-sanksi yang diperuntukkan bagi masyarakat supaya tidak melanggar hukum.

Penegakan hukum seharusnya menjunjung tinggi rasa keadilan tidak terdapat perbedaan disaat seseorang dalam menghadapi proses hukum. Persamaan hak tentunya wajib menjadi hal utama, setiap masyarakat berhak mendapatkan perlakuan secara adil dan manusiawi.

Negara Indonesia merupakan negara hukum yang pada dasarnya segala tingkah laku manusia haruslah diatur berdasarkan dengan adanya hukum yang ada hal tersebut sesuai yang tertuang dalam pembukaan Undang -undang dasar 1945 Pasal 1 Ayat 3 yang menyatakan Negara Indonesia ialah Negara hukum. Dengan demikian hukum bekerja dengan cara melimpahkan petunjuk yang berisi tingkah laku setiap manusia dengan itu pula hukum berwujud norma yang hidup dan berkembang didalam masyarakat (Soekanto, 2007).

Indonesia adalah salah satu negara yang melimpah akan sumber daya alam, baik hayati maupun Non hayati, Sumber daya hayati Indonesia dikenal tidak saja kaya tetapi juga mempunyai keunikan tertentu di setiap daerah. Sumber daya alam tersebut memiliki posisi serta peranan penting di kehidupan dan merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, oleh karena itu perlu dikelola dan dimanfaatkan secara lestari, selaras, serasi dan seimbang untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia khususnya umat manusia pada umumnya, baik dimasa kini maupun masa yang akan datang. Bumi, air dan kekayaan alam yang terdapat di dalamnya, adalah sebuah anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa yang dilimpahkan bagi bangsa Indonesia yang tak terhinggah jumlahnya (Hardjasoemantri, 2009).

 

Metode Penelitian

Jenis penelitianyangdipergunakandalam penelitianiniialah penelitiandeskriptifdengan pendekatankualitatif.Dimanapeneliti menggambarkanbagaimanaimplikasi nilai-nilai keadian dalam penerapan adab dalam penerapan hukum pidana Pancasia. Moleong (2007:11) mennjelaskan penelitian deskriptifadalahn�penelitianyang berisi tentang kumpulan dari kutipan-kutipan data dengan tujuan memberigambaran penyajianlaporanpenelitian�.

Ciri lain metode deskriptif ialah lebih menonjolkan dalam observasi dan suasana alamiah (naturalistic setting). Peneliti bertindak sebagai pengamat. Dia hanya menerapkan jenis perilaku, menelaah gejala serta mencatatnya kedalam buku observasinya. Dengan suasana alamiah yang dimaksudkan bahwa peneliti langsung terjun ke lapangan. (Jalaluddin Rahmat, 1999:24-25)

 

Pembahasan

1.    Negara Hukum Pancasila

Indonesia merupakan negara hukum sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 Angka 3 Undang-Undang Dasar 1945 yang mengucapkan secara tegas bahwa Negara Republik Indonesia ialah negara hukum, dengan demikian dalam praktik kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara wajib memenuhi dan mewujudkan persyaratan dan prinsip-prinsip yang terkandung dalam negara hukum. Dengan dicetuskannya pola Indonesia ialah negara yang berdasarkan hukum di dalam UUD 1945, maka semua merupakan pelaku, pendukung serta pelaksana sebagaimana telah digariskan bahwa para penyelenggara negara (policy executers) dan para pemimpin pemerintahan (policy makers) harus mempunyai semangat yang kuat yaitu sesuai dengan jiwa Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (Wahjono, 1986).

Konsep dasar negara hukum di Indonesia sejatinya tidak bisa pisahkan dari keberadaan Pancasila itu sendiri. Dimana Pancasila merupakan dasar negara dan sumber dari segala sumber hukum Indonesia, dengan kata lain bahwa Pancasila menjiwai seluruh kehidupan negara hukum Indonesia.

Konsep negara hukum Pancasila yang diterapkan di Indonesia tidaklah murni mengambil konsep negara hukum rechttstaat di negara-negara yang memeluk sistem hukum civil law, maupun konsep rule of law di negara-negara yang memeluk sistem hukum common law, melainkan memeluk dan menerapkan konsep negara hukum yang disesuaikan dengan kondisi dan jiwa bangsa Indonesia yaitu konsep negara hukum Pancasila yang secara historis lahir bukan karena perlawanan terhadap absolutisme yang dilakukan oleh penguasa atau raja sebagaimana latar belakang datangnya pemikiran rechttstaat dan rule of law, melainkan lahir karena adanya keinginan bangsa Indonesia untuk terbebas dari belenggu imperialisme dan kolonialisme yang dilakukan oleh penjajahan Belanda (Gunawan: 2015). Lahirnya konsep negara hukum pancasila ini pada dasarnya karena dorngan dari berbagai elemen bangsa yang memerdekakan diri dari berbagai penjajahan yang dilakukan oleh kolonialisme.

Republik Indonesia merupakan negara hukum (rechtsstaat / goverment under of law) tempat keadilan yang tercatat berlaku; bukanlah negara polisi atau negara militer, bukanlah juga negara kekuasaan (machtsstaat). Republik Indonesia merupakan negara yang melaksanakan keadilan yang bertuliskan dalam undang-undang. Warga negara diperintah dan diperlakukan oleh undang-undang keadilan yang dibuat oleh rakyatnya sendiri.

Oemar Senoadji dalam Azhary menjelaskan negara hukum Pancasila memiliki kriteria khas yaitu menggunakan sistem Pancasila sebagai dasar utama dan sumber hukum. Ciri utama negara hukum pancasila adalah adanya jaminan terhadap kebebasan beragama yang mempunyai konotasi positif bahwa tiada tempat bagi atheisme atau propaganda anti agama. Ciri yang selanjutnya ialah tiada perpisahan yang rigid dan mutlak antara negara dan agama yang berada dalam hubungan yang harmonis, berbeda dengan negara sekuler seperti Amerika Serikat yang memeluk doktrin perpisahan agama dan negara.

Konsep negara hukum yang berkembang Indonesia mempunyai kriteria:

a.    Pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia;

b.    Pancasila menjiwai setiap peraturan hukum dan pelaksanaannya;

c.    Asas kekeluargaan merupakan titik tolak negara hukum Indonesia;

d.   Peradilan yang bebas dan tidak dipengaruhi kekuatan manapun;

e.    Partisipasi warga secara luas.

Negara hukum Pancasila merupakan suatu negara hukum yang mempunyai kriteria atau berasaskan pada nilai-nilai serta berasaskan pada identitas dan karakteristik yang terdapat pada Pancasila. Nilai-nilai yang menjadi landasan bagi negara hukum pancasila yaitu termaktub dalam lima sila yang sering kita dengarkan dalam setiap kegiatan upacara bendera. Karakteristik Negara Hukum Pancasila ialah ketuhanan, kekeluargaan, gotong royong dan kerukunan (Prasetyo, 2014: 48).

Dalam rangka untuk menciptakan Indonesia sebagai negara hukum, negara berkewajiban melaksanakan pembangunan hukum nasional yang dilakukan secara terencana, terpadu, dan berkelanjutan dalam sistem hukum nasional yang dapat menjamin perlindungan hal dan kewajiban segenap rakyat Indonesia berlandaskan Undang-Undang Dasar negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Wahyuningsih, 2018).

Bernard Arief Sidharta mencetuskan unsur-unsur negara hukum Pancasila sebagai berikut:

a.    Adanya supremasi hukum.

b.    Adanya pemerintahan berdasarkan hukum.

c.    Demokrasi.

d.   Kekuasaan kehakiman yang bebas.

e.    Adanya sarana kontrol hukum bagi tindakan-tindakan pemerintah.

f.     Hukum bertujuan untuk menciptakan kesejahteraan dan keadilan sosial warga masyarakat.

g.    Pengakuan dan pelindungan hak asasi manusia.

h.    Berdasarkan asas Ketuhanan yang maha esa.

Upaya pembangunan hukum pidana nasional kini, tidak bisa menghindarkan diri dari pengggunaan konsep-konsep dan asas-asas hukum yang berasal dari berbagai sistem hukum yang kini telah umum diterima bangsa-bangsa di dunia, dan untuk menciptakan perlu support dengan melakukan kajian perbandingan/komparasi hukum.

Asas hukum memiliki sifat dinamis (kuantitatif), berubah sesuai dengan perubahan serta perkembangan masyarakat, kualitatif sebagai faktor yang mendorong perkembangan hukum; memungkinkan ditentukan pengecualian-pengecualian yang sifatnya abstrak dan yang sudah lebih konkrit. Asas-asas hukum yang sudah diakui atau dikembangkan sebagai asas hukum nasional. Terutama dalam rangka mengantisipasi perkembangan dan perubahan masyarakat Indonesia maupunmasyarakat dunia, oleh karena itu pembangunan asas-asas hukum nasional harus beroriantasi kepada masa depan (Wahyuningsih, 2018:4).

2.    Transformasi Ide/Paradigma/Nilai Pancasila Dalam Rancangan KUHP Untuk Mereformasi Sistem Hukum Pidana Nasional

Transformasi berasal dari bahasa Inggris �transformation� yang berarti perubahan bentuk, mengubah, perubahan, penjelmaan. Sedangkan nilai-nilai budaya yang dimaksud di sini merupakan nilai-nilai yang bersumber dari Pancasila sebagai dasar ideologi bangsa Indonesia. Makna transformasi nilai-nilai Pancasila mengandung arti bahwa adanya proses mentransfer, mengalihkan ide dasar/paradigma/nilai Pancasila ke dalam Rancangan KUHP baru dengan memilih dan memilah bagian mana saja yang dimungkinkan untuk dirumuskan dalam Rancangan KUHP baru secara terukur, terarah, rasional dan bijaksana.

Penyusunan Rancangan KUHP baru dilatarbelakangi oleh kebutuhan serta tuntutan pembangunan hukum nasional supaya melakukan pembaharuan sekaligus perubahan KUHP lama Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsh Indie. Pembaharuan hukum pidana (penal reform) pada intinya adalah bagian dari ide yang lebih besar yakni pembangunan sistem hukum nasional yang memerlukan politicall will penguasa negeri (Nawawi Arief, 2005:2).

Sudarto menjelaskan bahwa upaya melakukan pembaharuan hukum pidana (penal reform) pada hakikatnya termasuk bidang �penal policy�, �criminal policy�, dan �social policy� artinya pembaharuan hukum pidana pada hakikatnya adalah:

a.    Merupakan bagian dan kebijakan untuk memperbaharui subtansi hukum (legal subtance) dalam rangka lebih mengefektifkan penegakan hukum;

b.    Bagian dari kebijakan untuk menanggulangi kejahatan dalam rangka perlindungan masyarakat;

c.    Bagian dari kebijakan agar mengatasi masalah sosial supaya mencapai tujuan nasional (social defance dan social welfare).

d.   Upaya peninjauan serta penilaian kembali (re-orientasi dan reevaluasi) pokok-pokok pemikiran, ide dasar, nilai-nilai sosiologis, sosio politik serta sosio kultural yang menjadi landasan kebijakan kriminal.

Melakukan kebijakan criminal atau politik kriminal artinya mengadakan pemilihan untuk membentuk peraturan perundangundangan pidana yang paling baik dalam artian memenuhi syarat keadilan dan kebenaran (Samosir, 2002:43).Artinya pemilihan tersebut didahului dengan inteventarisasi nilai-nilai yang akan direduksi atau ditransformasi ke dalam Rancangan KUHP baru agar menciptakan nilai-nilai budaya yang hidup dan berkembang dalam masyarakat Indonesia.

Dari pemikiran di atas maka penyusunan Rancangan KUHP baru tidak dapat dilepaskan dari ide atau kebijakan pembangunan hukum nasional yang berlandaskan Pancasila sebagai nilai-nilai kehidupan bangsa yang dicita-citakan. Ini artinya upaya pembaharuan hukum pidana nasional seharusnya melakukan transformasi ide-ide dasar (basic ideas) Pancasila yang tercantum di dalamnya keseimbangan nilai/paradigma yaitu (Nawawi Arief, 2010: 28):

a.    Nilai Ketuhanan (moral religius);

b.    Nilai Kemanusiaan;

c.    Nilai Persatuan (kebangsaan);

d.   Nilai Kerakyatan (Demokrasi);

e.    Nilai Keadilan Sosial.

Simposium Pembaharuan hukum pidana tahun 1980 menyatakan bahwa pembaharuan hukum pidana dan sistem peradilan pidana seharusnya dilakukan dengan menelaah dan mengkaji sumber hukum tidak terulis yang berpangkal pada nilai-nilai budaya yang hidup di dalam masyarakat, nilai-nilai yang dimaksud ialah nilai-nilai Pancasila. Mentransformasikan nilai-nilai budaya Pancasila yang hidup dan berkembang dalam masyarakat Indonesia adalah langkah bijaksana untuk mempersiapkan bangunan hukum pidana nasional yang merespon tuntutan perubahan sosial sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Rancangan KUHP baru bahwa:

1)      Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) tidak mengurangi berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat yang menentukan bahwa seseorang patut dipidana walaupun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundangundangan.

2)      Berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sepanjang sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, hak asasi manusia, dan prinsip-prinsip hukum umum yang diakui oleh masyarakat bangsa-bangsa.

Hukum yang hidup dalam ketentuan di atas ialah hukum yang hidup dalam kehidupan masyarakat hukum Indonesia. Wujud hukum yang hidup dalam masyarakat hukum Indonesia antara lain dalam beberapa daerah tertentu di Indonesia masih memiliki ketentuan hukum tidak tertulis yang hidup dan berlaku didalam masyarakat yang biasa disebut hukum pidana adat. Untuk memberikan dasar hukum yang mantap mengenai berlakunya hukum pidana adat maka hal ini mendapatkan peraturan secara tegas dalam Rancangan KUHP baru.

Pembangunan sistem hukum nasional seharusnya dilandaskan pada konsep tata nilai yang hidup dan berkembang dalam masyarakat setempat tidak terkecuali membangun sistem hukum pidana juga patut mempertimbangkan paradigma nilai-nilai budaya bangsa Indonesia yang berasaskan pada Pancasila.

Perlu diperhatikan bahwa ilmu membuat hukum bukan sekedar ilmu merumuskan/memformulasikan norma, tetapi pada hakikatnya ilmu tentang menelaah atau merancang dan mengaplikasikan ide-ide dasar/konsep/gagasan dan nilai Pancasila ke dalam formulasi hukum. Sungguh suatu rintihan yang memperihatinkan apabila pada tahun 1964 penyusun Konsep pertama KUHP baru menyatakan bahwa dengan diberlakukannya KUHP (WvS) Hindia-Belanda berdasarkan Undang-Undang No 1 Tahun 1946 maka pada hakikatnya asas-asas dan dasar-dasar tata hukum pidana Kolonial Belanda masih tetap bertahan dengan selimut dan wajah Indonesia dan rintihan itu masih dirasakan sampai saat ini. Oleh karena itu, sepatutnya mendapat respon dari lembaga pendidikan tinggi hukum serta badan legislatif untuk melakukan transformasi nilai-nilai budaya Pancasila ke dalam Rancangan KUHP baru agar hukum pidana nasional di masa mendatang sesuai dengan jati diri bangsa Indonesia. Usaha untuk memperbaiki keadaan hukum pidana nasional dapat diartikan sebagai suatu ikhtiar untuk mengubah suatu kondisi masyarakat menuju keadaan yang lebih baik karena keadaan suatu masyarakat tidak akan berubah sampai mereka mau mengubah dirinya sendiri. Hal ini dijelaskan dalam (QS Radu : 11) bahwa:

�...Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali jika mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya dan tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia� (QS Ar-Ra�d : 11).

 

Pertanyaan yang mengemuka merupakan bagaimana mentransformasi nilai-nilai Pancasila sebagaimana telah disebutkan di atas (nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Kesatuan, Demokrasi dan Keadilan Sosial) ke dalam Rancangan KUHP baru. Pertanyaan ini perlu dianalisa menggunakan teori kebijakan hukum pidana bahwasanya kebijakan pembaharuan hukum pidana sebagai usaha rasional untuk menanggulangi kejahatan.

Operasionalisasi Kebijakan hukum pidana meliputi dua aspek (Edi Setiadi, 2005:162):

a.    Kebijakan penal

1)   Kebijakan Formulasi (Legal Subtance);

2)   Kebijakan Aplikasi (Legal Structure);

3)   Kebijakan Eksekusi (Legal Culture);

b.    Kebijakan non penal

Berdasarkan teori kebijakan kriminal nilai-nilai Pancasila memungkinkan ditransformasi ke dalam Rancangan KUHP dengan mengoperasionalkan/menerapkan kebijakan formulasi untuk mencetuskan norma-norma yang dijiwai oleh nilai-nilai luhur bangsa Indonesia melalui strategi penal reform, yaitu:

1)  Mengidentifkasi masalah dengan mengkaji norma lama yang dianggap sudah tidak sesuai dengan kondisi sosial masyarakat (problem identification of norm);

2)  Melakukan evaluasi nilai/ide dasar yang melatar belakangi rumusan pasal dengan membandingkan kecocokan antara ide lama (individualismeliberalisme) dan ide baru dengan karakteristik budaya masyarakat (nilai-nilai Pancasila);

3)  Melakukan formulasi yaitu mentransformasikan nilai-nilai Pancasila ke dalam rumusan pasal baru dan mencabut rumusan ide/nilai yang terdapat dalam pasal lama.

Transformasi sebagaimana digambarkan pada bagan di atas ialah alur sederhana yang berusaha memberikan gambaran langkah transformasi ide/paradgima/nilai lama dengan ide/paradigma/nilai baru (Pancasila) ke dalam Rancangan KUHP baru sesuai jati diri bangsa Indonesia karena nilai-nilai yang menjiwai KUHP saat ini dipandang banyak yang tidak sesuai dengan nilai-nilai yang hidup dan berkembang dalam masyarakat Indonesia. Transformasi nilai Pancasila dalam Rancangan KUHP baru hanya bisa dilaksanakan dengan mengoperasionalkan kebijakan formulasi yang merespon dan mereduksi kebutuhan sosial dalam sistem hukum pidana nasional.

Kebijakan formulasi norma hukum pidana ialah skema merumuskan realitas sosial ke dalam teks perundang-undangan secara rasional dan terukur yang dipengaruhi oleh perkembangan masyarakat yang mendorong kebutuhan akan perumusan atau merekontruksi norma dalam peraturan tertentu. Setiap kali kita membuat rumusan norma terulis maka pada saat itu kita melakukan transformasi suatu gagasan yang utuh ke dalam kaidah/norma dalam bentuk kalimat (Anwar dan Adang, 2008: 45). Tidak mudah memindahkan realitas secara sempurna ke dalam teks karena mengartikan kenyataan dalam teks memerlukan keahlian legal drafting secara teliti dan hati-hati.

Strategi penal reform guna mereformasi materi hukum pidana nasional sebagaimana bagan di atas akan menghasilkan keseimbangan antara kepentingan umum/Negara dengan kepentingan individu, antara kepentingan pelaku tindak pidana dengan korban tindak pidana, antara hukum tertulis dan hukum yang hidup dalam masyarakat, antara keadilan dengan kepastian hukum dan nilai-nilai nasional dan nilai-nilai universal.

Nilai Pancasila yang ditransformasi ke dalam peraturan perundang-undangan (Rancangan KUHP baru) pada ujungnya akan disajikan/diberlakukan kembali untuk masyarakat menjadi pedoman atau rambu-rambu dalam pergaulan social yang kelahirannya sangat dinanti agar terciptanya tata nilai Pancasila dalam masyarakat.

 

Kesimpulan

Pembaharuan hukum pidana nasional melalui penyusunan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana berasaskan pada misi (1) Dekolonisasi melalui �rekodifikasi� yang dipandang tidak sepadan dengan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia (2) Demokratisasi hukum pidana bertujuan untuk melindungi HAM dari penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) (3) Konsolidasi hukum pidana yang menghasilkan unifikasi hukum serta untuk menghindari benturan norma (antinomy normen) (4) Adaptasi dan harmonisasi hukum pidana dengan berbagai perkembangan hukum yang terjadi baik sebagai akibat perkembangan ilmu pengetahuan hukum pidana maupun perkembangan nilai-nilai, standar norma yang diakui bangsa-bangsa beradab di dunia internasional.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BLIBIOGRAFI

 

Al-Qardhawi, Yusuf. 2000. Pedoman Bernegara Dalam Perspektif Islam diterjemahkan oleh Kathur Suhardi. Jakarta: Pustaka Alkautsar. hlm. 2.

Daroeso, B. Dasar dan Konsep Pendidikan Moral Pancasila. (Surabaya: Aneka Ilmu. 2006), hlm. 68

 

Edi Setiadi. Prospek Penegakan Hukum Pidana di Indonesia, Jurnal Syiar Madani Ilmu Hukum Vol. 7, No. 2, Juli, 2005. hlm. 162.

Anwar, Yesmil dan Adang. 2008. Pembaruan Hukum Pidana, (Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia. hlm. 45.

Rianto, Hadi. Implementasi Nilai Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab Di Lingkungan Sekolah, Sosial Horizon: Jurnal Pendidikan Sosial Vol. 3, No. 1, Juni 2016

�����������������������������������������

Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya

 

Wahjono, Padmo. 1986. Indonesia Negara Berdasarkan Atas Hukum, Jakarta: Ghalia Indonesia.

 

Gunawan , Yopi dan Kristian. 2015. Perkembangan Konsep Negara Hukum & Negara Hukum Pancasila. Bandung : Refika Aditama. Hlm 92

Hardjasoemantri, Koesnandi. 2009. Hukum Perlindungan Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.Yogyakarta: Edisi Pertama, Gadjah Mada University Press. hal 64.

 

Jaya, Nyoman Serikat Putra. 2005. Relevansi Hukum Pidana Adat dan dalam Pembaruan Hukum Pidana Nasional. Bandung: PT Citra Aditya Bakti. hlm. 78

Presetyo, Teguh dan Arie Purnomosidi. 2014. Membangun Hukum Berdasarkan Pancasila. Bandung: Nusa Media.Hlm 48.

Rakhmat, Jalaluddin. 1999. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya

 

Sidharta, Bernard Arief. 2000. Refleksi Tentang Struktur Ilmu Hukum. Bandung: Mandar Maju.

 

Sudarto. 1983. Hukum Pidana dan Perkembangan Masyarakat. Bandung: Sinar Baru.hlm. 161.

Samosir, Djisman. 2002. Fungsi Pidana Penjara Dalam Sistem Pemidanaan di Indonesia. Jakarta: Putra Baidin. hlm. 43.

Tahir Azhary, Muh. 2005. Negara Hukum ; Suatu studi tentang prinsip-prinsipnya dilihat dari segi hukum Islam, Implementasinya pada periode Negara Madinah dan masa kini. Jakarta : Kencana. Hlm 93-94.

Wahyuningsih, Sri Endah. 2018. Model Pengembangan Asas Hukum Pidana Dalam KUHP Berbasis Nilai-Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa. Semarang: Fastindo.Hlm.4