Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849

e-ISSN: 2548-1398

Vol. 7, No. 1, Januari 2022

���������

EVALUASI KRITIS TERHADAP PENERAPAN NEW PUBLIK MANAGEMENT DALAM PERSPEKTIF NEGARA DEMOKRASI

 

Sigit Wahyudi

Stisospol Waskita Dharma Malang, Indonesia

Email:[email protected]

 

Abstrak

Sistem administrasi publik yang ada diklaim sebagai prototipe administrasi pemerintah yang tidak efisien, corrupt,� kaku dan berbiaya tinggi, tidak akuntabel, dan ketinggalan zaman sehingga dirasakan kurang mampu dalam mengikuti perkembangan sosial dan ekonomi masyarakat yang sangat dinamis. Oleh karena itu dikenalkan sistem administrasi publik model baru yang dimanifestasikan dalam berbagai istilah seperti� new public management, market-based public administration, managerialism, reinventing government� dan Entrepreneurship Government. Model NPM menawarkan solusi terhadap pelayanan publik yang lebih efisien dan efektif melalui pemanfaatan sistem yang berbasis pasar bebas dan manajemen yang berorientasi kepada pelanggan/Customer. Elemen Utama Dalam Pelaksanaan New Public Manajemen. 1) Penerapan sistem� out-sourcing dan privatisasi; 2) Rasionalisasi, deregulasi, dan peningkatan kapasitas bagi staf lembaga pemerintah; 3) Lebih berorientasi pada hasil daripada proses, akuntabilitas pegawai/staf berdasarkan kontrak kinerja; 4) Manajemen dan fleksibilitas bergaya dunia usaha (bisnis); 5) Cost recovery; 6) Budaya manajemen publik yang berorientasi kepada pelanggan (customer) dan akuntabilitas publik berdasarkan kinerja.

 

Kata Kunci:�� new public management; customer; pendekatan proses�hasil; akuntabilitas.

Abstract

The existing public administration system is claimed to be a prototype of government administration that is inefficient, corrupt, rigid and high cost, un accountable, and outdated so that it is felt less able to follow the social and economic development of a very dynamic society. Therefore, a new model of public administration system is introduced that is manifested in various terms such as new public management, market-based public administration, managerialism, reinventing government and Entrepreneurship Government. The NPM model offers solutions to public services that are more efficient and effective through the utilization of free market-based systems and customer-oriented management. Key Elements in the Implementation of New Public Management. 1) Implementation of out-sourcing and privatization systems; 2) Rationalization, deregulation, and capacity building for staff of government agencies; 3) More results-oriented than process- accountability of employees/staff based on performance contracts; 4) Management and flexibility style of the business world (business); 5) Cost recovery; 6) A culture of customer-oriented public management and performance-based public accountability.

 

Keywords: new public management; customer; process�result approach; accountability

 

Received: 2021-10-20; Accepted: 2021-11-05; Published: 2021-11-20

 

Pendahuluan

Sejak pertengahan tahun 1970-an yang didorong oleh tekanan kekecewaan masyarakat terhadap kinerja administrasi publik yang diindikasikan sebagai sistem administrasi yang tidak efektif yang menghabiskan terlalu banyak dana negara, struktur pemerintahan yang terlalu besar dan mengelola terlalu banyak hal yang seharusnya dapat diserahkan kepada pihak ketiga (swasta). Birokrasi pemerintah juga dipersalahkan sebagai penyebab peningkatan inflasi di berbagai bidang dan pengeluaran biaya yang tidak perlu bagi dunia usaha (Minogue, 1998); (Hughes, 2012), dan (Sarker, 2006). Kondisi tersebut di atas telah mendorong sejumlah negara barat seperti Amerika Serikat, Inggris, Australia dan Selandia Baru berinisiatif untuk menerapkan sistem administrasi publik model baru yang diwujudkan dalam istilah New Public Management.

Sejalan dengan maraknya diskusi dan pembahasan di kalangan masyarakat tentang New Public Management atau Entrepreneurial Government� yang juga dikenal dengan Reinventing Government (D Osborne & Gaebler, 1993) yang dimuat dalam berbagai media massa dan publikasi belakangan ini telah menyiratkan tentang besarnya harapan masyarakat Indonesia terhadap terwujudnya sebuah pemerintahan atau sistem administrasi publik yang mempunyai kapasitas untuk memenuhi kebutuhan masyarakat secara lebih efisien dan efektif melalui penerapan Entrepreneurial Government.� Dalam kesempatan ini penulis mencoba mendiskusikan berbagai aspek tentang New Public Management sebagai pertimbangan agar kita mendapatkan pemahaman yang menyeluruh tentang apakah sesungguhnya yang dimaksudkan dengan Entrepreneurial Government atau Reinventing Government atau secara luas di kalangan akademisi lebih dikenal sebagai New Public Management serta bagaimana model New Public Management tersebut dipraktekkan di sejumlah negara.

Menurut sejarah, New Public Management� (NPM) yang merupakan model paling mutakhir dari sistem administrasi pemerintah saat ini merupakan hasil gradual dari upaya perbaikan terhadap penyelenggaraan sistem administrasi publik di beberapa negara maju pada dekade 1970an yang dipicu oleh tekanan ketidakpuasan masyarakat terhadap kinerja administrasi publik yang ada pada saat itu yang dianggap sebagai sistem administrasi yang boros dimana menghabiskan begitu banyak anggaran negara; struktur pemerintahan yang terlalu gemuk karena institusi negara terlalu besar jumlahnya dan mengurusi terlalu banyak hal yang seharusnya dapat dialihkan kepada dunia usaha; birokrasi pemerintah dianggap telah menyebabkan peningkatan inflasi di berbagai bidang dan pengeluaran biaya yang tidak perlu bagi korporasi (Minogue, 1998); (Hughes, 2012), dan (Sarker, 2006). Selanjutnya, sistem administrasi publik yang ada pada saat itu juga diklaim sebagai prototipe administrasi pemerintah yang tidak efisien, corrupt,� kaku dan berbiaya tinggi, tidak akuntabel, dan ketinggalan zaman sehingga dirasakan kurang mampu dalam mengikuti perkembangan sosial dan ekonomi masyarakat yang sangat dinamis (Sarker, 2006).

Kondisi tersebut di atas telah menyebabkan beberapa negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris, Australia dan Selandia Baru berinisiatif untuk memberlakukan sistem administrasi publik model baru yang dimanifestasikan dalam berbagai istilah seperti� new public management (Hood, 1995), market-based public administration (Lan & Rosenbloom, 1992), managerialism (Pollitt, 1993), reinventing government (David Osborne & Gaebler, 1992) dan Entrepreneurship Government(D Osborne & Gaebler, 1993). Pada pokoknya istilah New Public Management dan beberapa terminologi lain yang diasosiasikan dengannya mengacu kepada suatu perubahan perspektif dan praktik administrasi publik yang mengutamakan kepada peningkatan efisiensi dan kinerja administrasi pemerintah dalam pemenuhan pelayanan masyarakat (publik). Inti dari pelaksanaan sistem New Public Management adalah penerapan nilai-nilai profesionalitas dan pendekatan manajemen dunia usaha dalam penyediaan pelayanan masyarakat melalui pemanfaatan sistem pasar.� Dengan lain perkataan, model NPM menawarkan solusi terhadap pelayanan publik yang lebih efisien dan efektif melalui pemanfaatan sistem yang berbasis pasar bebas dan manajemen yang berorientasi kepada pelanggan/Customer (Siddiquee, 2006).

Meskipun implementasi Entrepreneurial Government atau NPM dalam pengelolaan� administrasi publik di banyak negara seperti Selandia Baru, Australia, Amerika Serikat, Inggeris dan Singapura telah menghasilkan sebuah pemerintahan yang lebih efisien dan efektif dibanding dengan pola administrasi publik yang pernah ada sebelumnya namun reformasi administrasi publik sebagai akibat penerapan NPM juga telah menyebabkan dilema ditinjau dari perspektif negara demokrasi. Oleh karena itu, tulisan ini akan mendiskusikan lebih jauh mengenai permasalahan-permasalahan fundamental yang ditimbulkan sebagai akibat penerapan NPM pada negara demokrasi dari aspek perubahan signifikan dalam sistem politik, metodologi sistem manajemen, dan mekanisme akuntabilitas publik di negara yang menerapkan model baru administrasi publik tersebut.

Beberapa elemen utama dalam penerapan sistem administrasi publik model NPM meliputi hal-hal sebagai berikut (Siddiquee, 2006):

1)   Desentralisasi kekuasaan dengan berbagai alternatif sistem pelayanan publik termasuk out-sourcing dan privatisasi;

2)   Rasionalisasi (pengurangan jumlah anggaran dan personil dari lembaga atau institusi pemerintah), deregulasi, dan peningkatan kapasitas bagi staf lembaga pemerintah;

3)   Lebih berorientasi kepada hasil (kinerja) daripada input atau proses, akuntabilitas pegawai/staf berdasarkan kontrak kinerja (manajemen kinerja);

4)   Manajemen dan fleksibilitas bergaya dunia usaha (bisnis);

5)   Cost recovery, prinsip kewirausahaan dengan memperbolehkan pegawai pemerintah untuk mendapatkan penghasilan di luar sistem gaji yang sudah ada seperti bonus kinerja, mewadahi kompetisi antara lembaga publik dan sektor swasta dalam mendapatkan kontrak penyediaan jasa publik;

6)   Budaya manajemen publik yang berorientasi kepada pelanggan (customer) dan akuntabilitas publik berdasarkan kinerja (Pollitt & Bouckaert, 2000).

 

Metode Penelitian

Meskipun pendekatan baru yang dikenal dengan new public management, market-based public administration, managerialism, reinventing government dan entrepreneurial government� telah menghasilkan sebuah bentuk administrasi pemerintahan yang mempunyai kemampuan yang jauh lebih baik dalam melayani kepentingan masyarakat karena lebih efisien, efektif, fleksibel dan dinamis namun reformasi administrasi publik sebagai akibat penerapan NPM juga telah menyebabkan perubahan signifikan dalam sistem negara demokrasi khususnya sistem akuntabilitas publik. Pada kondisi yang sangat ekstrim seperti yang diutarakan oleh (Barberis, 1998) bahwa jika suatu hari nanti model NPM tidak lagi diterapkan dalam sistem administrasi publik namun jurang (gap) akuntabilitas publik yang disebabkannya akan terus berkelanjutan dalam waktu yang sangat lama. 3) Untuk itu para pengkritik penerapan administrasi publik model NPM menyarankan tentang pemberlakuan kembali sistem pengelolaan administrasi pemerintahan yang konvensional (Westminster System) dengan melakukan perbaikan dalam beberapa aspek sehingga akan menghasilkan suatu model administrasi publik yang optimal dalam pelayanan jasa publik namun tetap mengutamakan asas keadilan bagi setiap warga negara.

 

Hasil dan Pembahasan

1.    Akuntabilitas Dalam Pengelolaan Administrasi Publik

Akuntabilitas publik merupakan faktor utama dalam penyelenggaraan administrasi kepemerintahan di setiap negara, meskipun terdapat perbedaan dalam hal standar, agen dan media dari akuntabilitas publik yang mana sangat bergantung kepada kondisi politik dari negara bersangkutan. Prioritas utama dalam pelaksanaan akuntabilitas publik adalah standar akuntabilitas yang didasarkan pada norma-norma yang harus ditaati oleh setiap penyelenggara administrasi publik dalam melaksanakan akuntabilitas kepada semua warga negara. Di bawah sistem NPM, standar akuntabilitas publik telah mengalami perubahan secara signifikan sebagai akibat dari terjadinya perubahan tujuan dan norma yang membentuk standar akuntabilitas publik dalam kerangka NPM. Sebagaimana diketahui bahwa tujuan dan norma yang merupakan standar bagi akuntabilitas publik merupakan guidance bagi pelaksanaan administrasi kepentingan publik di hampir semua negara.

Sebagai contoh, penyelenggara administrasi publik di negara-negara demokrasi bertanggung jawab atas peningkatan sumber daya manusia, menjaga ketertiban umum dan kepatuhan hukum, memberantas kemiskinan, menurunkan tingkat pengangguran, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mengutamakan impartiality (ketidak berpihakan) dan kesetaraan serta mewujudkan keadilan dan Fairness (M.S Haque, 1998). Namun, penerapan sistem NPM telah mengubah tujuan administrasi publik menjadi berorientasi kepada pertumbuhan ekonomi dan produktifitas, serta telah mengalihkan standar penyelenggaraan administrasi kepemerintahan ke arah efisiensi, persaingan bebas, berorientasi profit, dan value for money (kapitalisasi modal) yang merupakan nilai-nilai yang biasa diterapkan dalam dunia usaha atau business management (Clarke & Newman, 1997). Sehingga norma-norma konvensional dalam pengelolaan administrasi publik seperti kejujuran, integritas dan netralitas menjadi terpinggirkan (Kernaghan, 1997).

Salah satu elemen utama dalam akuntabilitas publik adalah agen/perwakilan yaitu pihak di mana akuntabilitas penyelenggaraan administrasi publik harus dipertanggung jawabkan dalam hal ini adalah seluruh warga negara. Dalam sistem pemerintahan yang demokratis, setiap penyelenggara negara diharapkan dapat bertanggung jawab dalam pengelolaan administrasi publik kepada seluruh lapisan masyarakat dari berbagai kelompok kepentingan. Hal ini telah mendorong pemerintah untuk mewujudkan akuntabilitas publik dengan menyediakan pelayanan sosial seperti pelayanan kesehatan masyarakat, pendidikan, perumahan dan sistem kesejahteraan masyarakat kepada semua warga negara (M.S Haque, 1998).

Sebaliknya, dalam perspektif NPM telah terjadi perubahan struktur agen akuntabilitas publik yang berhak menerima pertanggung jawaban dari pengelola administrasi negara. Secara sederhana, di bawah sistem NPM, penyelenggara administrasi publik hanya bertanggung jawab terhadap pelayanan jasa publik kepada customer atau kelompok masyarakat yang mampu membayar jasa publik dimaksud. Hal ini tidak berlaku bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah yang tidak mempunyai kemampuan finansial untuk menebus harga dari jasa yang telah dihasilkan oleh institusi publik. Sehingga di bawah kerangka NPM telah terjadi perubahan agen akuntabilitas administrasi publik dari seluruh warga negara menjadi customer atau kelompok masyarakat yang mampu membayar jasa publik saja (M Shamsul Haque, 2000).

Dalam masyarakat modern, media akuntabilitas publik merupakan isu yang central dalam memastikan pelaksanaan akuntabilitas publik. Media akuntabilitas publik utama yang biasa terdapat di sebagian besar negara demokrasi terdiri dari:

1)   Mekanisme formal-eksternal seperti: sistem legislatif, pengawasan eksekutif, dan prosedur judicial;

2)   Mekanisme informal-eksternal termasuk public hearing, jajak pendapat dan pertanyaan atau kritik melalui mass media;

3)   Mekanisme formal-internal meliputi kode etik administrasi publik, peraturan administrasi negara, evaluasi kinerja, dan sistem komando/perintah dalam penyelenggaraan administrasi publik;

4)   Mekanisme informal-internal termasuk kode etik profesi, budaya dan standar organisasi serta� pengawasan rekan kerja (DeLeon, 1998); (M Shamsul Haque, 2000).

Ditinjau dari berbagai aspek, penerapan sistem NPM telah mengaburkan keberadaan media akuntabilitas publik yang telah dijalankan secara luas di hampir seluruh negara demokrasi. Kondisi ini timbul akibat perubahan struktur dan norma institusi administrasi publik; semakin luasnya praktik politisasi administrasi publik; besarnya kewenangan manager administrasi publik; dan semakin luasnya penerapan public-private partnership di sektor administrasi Negara (M Shamsul Haque, 2000).

Pertama, netralitas penyelenggara administrasi negara umumnya dianggap sebagai dasar dari akuntabilitas publik dalam negara demokrasi. Namun semakin meningkatnya kekuasaan eksekutif di bawah kerangka NPM telah menghilangkan azas netralitas dari pegawai publik/pemerintah. Kenyataan ini disebabkan oleh perubahan sistem penetapan pegawai pemerintah dari yang berbasis permanen menjadi sistem berbasis kontrak sehingga memudahkan para menteri atau eksekutif untuk menyalahgunakan (abuse) nilai netralitas pegawai pemerintah dalam melakukan pilihan politik mereka untuk kepentingan eksekutif yang berkuasa (M Shamsul Haque, 2000).

Kedua, kewenangan managerial yang luas yang dimiliki oleh manager publik di bawah sistem NPM juga telah mengubah media akuntabilitas publik. Kondisi ini dikarenakan oleh pengaplikasian model NPM telah memperkecil kesempatan bagi masyarakat melalui perwakilan mereka di legislatif untuk mengevaluasi kegiatan badan-badan otonomi yang dibentuk dalam sistem NPM untuk melaksanakan tugas administrasi publik. Terlebih lagi, sistem NPM telah mengurangi secara signifikan cakupan debat publik di legislatif tentang program yang dilaksanakan oleh badan-badan otonomi (Agencification) yang dikelola menyerupai perusahaan swasta yang mempunyai tingkat independensi sangat tinggi dalam pengoperasiannya. Hal ini diperburuk lagi oleh kenyataan bahwa sebagian besar politisi di legislatif tidak memiliki pengetahuan dan pemahaman yang memadai untuk mengevaluasi badan-badan otonomi yang baru dibentuk dalam kerangka sistem NPM tersebut.� Dalam kondisi terjadinya kevakuman pengawasan, manager dari badan-badan otonomi yang melaksanakan pelayanan publik sangat mungkin melakukan kesepakatan jahat dan korupsi yang dapat merugikan keuangan Negara (M Shamsul Haque, 2000).

Ketiga, di bawah kerangka NPM, kriteria untuk mengevaluasi program kerja administrasi publik mengalami peralihan dari yang berorientasi proses menjadi berorientasi hasil (kinerja). Namun, pendekatan administrasi publik yang berorientasi kepada hasil telah menyebabkan penerapan media akuntabilitas publik yang ada tidak efektif. Karena, pada dasarnya tidak mudah untuk mengukur kinerja administrasi publik dari aspek evaluasi legislatif disebabkan oleh kinerja administrasi publik bersifat kualitatif. Lebih jauh, pencapaian kinerja sektor publik sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal yang berada di luar kewenangan institusi pemerintah.� Pada akhirnya, dikarenakan oleh penekanan yang terlalu berlebihan terhadap kinerja dalam besaran ekonomi, para manager atau eksekutif dari badan-badan otonomi sebagai pelaksana pelayanan publik sangat mungkin akan melakukan cara-cara yang bertentangan dengan kaidah hukum dalam memenuhi pencapaian target kinerja yang telah dikontrakkan kepada mereka (M Shamsul Haque, 2000).

2.    Dilema Penerapan Entrepreneurship Government (New Public Management) dari Perspektif Negara Demokrasi.

Sebagaimana dikemukakan sebelumnya bahwa penerapan NPM atau Entrepreneurship Government� telah menghasilkan sebuah pemerintahan yang lebih efisien dan efektif dibanding dengan pola administrasi publik yang pernah ada sebelumnya namun reformasi administrasi publik sebagai akibat penerapan NPM juga telah menyebabkan perubahan signifikan dalam sistem politik, methodologi sistem manajemen, dan mekanisme akuntabilitas publik di negara demokrasi yang menerapkan model administrasi publik tersebut.

Sangat penting untuk diketahui bahwa akuntabilitas sistem administrasi publik di bawah kerangka NPM tidak secara otomatis mencakup akuntabilitas bagi hak-hak seluruh warga negara. Sebagai contoh, akuntabilitas terhadap kebebasan berkompetisi dan meningkatkan produktifitas tidak menjanjikan pemenuhan akuntabilitas terhadap keterwakilan dan kesetaraan dan akuntabilitas terhadap perolehan laba atau profit bagi lembaga pemerintah dimana sistem NPM diterapkan tidak dapat menjamin pelaksanaan akuntabilitas terhadap kesejahteraan dan keadilan bagi setiap individu warga negara.

Selanjutnya, di bawah sistem NPM, penyelenggara administrasi negara bertanggung jawab dalam pemenuhan jasa publik hanya kepada customer atau kelompok masyarakat yang mampu membayar jasa publik tersebut dan hal ini tidak berlaku bagi warga negara yang berpenghasilan rendah yang tidak dapat menjangkau harga dari jasa yang disediakan oleh sektor publik karena keterbatasan keuangan. Sebaliknya, akuntabilitas publik yang sejatinya harus dipertanggung jawabkan oleh penyelenggara administrasi negara kepada seluruh warga negara menjadi dikerdilkan dengan hanya bertanggungjawab terhadap penyediaan jasa yang dibutuhkan oleh publik kepada kelompok masyarakat (customer) yang mampu secara finansial untuk membayar jasa yang dihasilkan oleh institusi pemerintah tersebut (M Shamsul Haque, 2000).

Dari perspektif yang lain, dengan kerangka NPM, kriteria untuk mengevaluasi program dan kinerja administrasi publik telah berubah dari pendekatan yang berorientasi proses menjadi pendekatan yang berorientasi hasil. Karena bagaimanapun sangat sulit untuk menetapkan standar pengukuran kinerja bagi sektor publik yang secara alamiah bersifat kualitatif. Tambahan lagi, pencapaian kinerja sektor publik juga sangat tergantung pada faktor eksternal yang merupakan elemen yang berada di luar kontrol dari lembaga-lembaga pemerintah.� Sehingga, penerapan administrasi publik yang menitik beratkan kepada kinerja semata sangat mungkin akan memaksa para pimpinan lembaga/institusi pemerintah untuk menghalalkan segala macam cara dalam memenuhi target kinerja yang telah dikontrakkan kepada mereka. Sedangkan dalam hal pengadaan jasa publik melalui pola outsourcing senyatanya sangat tidak mudah untuk selalu dimonitor oleh otoritas yang berwenang terutama mengenai cara-cara interaksi dan negosiasi antara pembuat keputusan di lembaga publik dengan pihak swasta yang sangat mungkin dapat merugikan keuangan negara melalui tindakan korupsi dan kesepakatan jahat (M Shamsul Haque, 2000).

 

Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan sebagaimana dicantumkan di atas, terdapat beberapa kesimpulan yang dapat dibuat antara lain: 1) Meskipun pendekatan baru dalam penyelenggaraan administrasi publik yang dikenal dengan new public management, market-based public administration, managerialism, reinventing government dan entrepreneurial government� telah menghasilkan sebuah bentuk administrasi pemerintahan yang mempunyai kemampuan yang jauh lebih baik dalam melayani kepentingan masyarakat karena lebih efisien, efektif, fleksibel dan dinamis namun reformasi administrasi publik sebagai akibat penerapan NPM juga telah menyebabkan perubahan signifikan dalam sistem negara demokrasi khususnya sistem akuntabilitas publik. 2) Pada kondisi yang sangat ekstrim seperti yang diutarakan oleh Barberis (1998) bahwa jika suatu hari nanti model NPM tidak lagi diterapkan dalam sistem administrasi publik namun jurang (gap) akuntabilitas publik yang disebabkannya akan terus berkelanjutan dalam waktu yang sangat lama. 3) Untuk itu para pengkritik penerapan administrasi publik model NPM menyarankan tentang pemberlakuan kembali sistem pengelolaan administrasi pemerintahan yang konvensional (Westminster System) dengan melakukan perbaikan dalam beberapa aspek sehingga akan menghasilkan suatu model administrasi publik yang optimal dalam pelayanan jasa publik namun tetap mengutamakan asas keadilan bagi setiap warga negara.

 


BIBLIOGRAFI

 

Clarke, John, & Newman, Janet. (1997). The managerial state: Power, politics and ideology in the remaking of social welfare. Sage. Google Scholar

 

Haque, M.S. (1998). New Directions in Bureaucratic Change in Southeast Asia: A Reexamination. Journal of Political and Military Sociology, 26(1). Google Scholar

 

Haque, M Shamsul. (2000). Significance of accountability under the new approach to public governance. International Review of Administrative Sciences, 66(4), 599�617. Google Scholar

 

Hood, Christopher. (1995). The �new public management� in the 1980s: Variations on a theme. Accounting, Organizations and Society, 20(2�3), 93�109. Google Scholar

 

Hughes, Owen E. (2012). Public management and administration: An introduction. Macmillan International Higher Education. Google Scholar

 

Lan, Zhiyong, & Rosenbloom, David H. (1992). Public administration in transition? Public Administration Review, 52(6), 535�537. Google Scholar

 

Minogue, Martin. (1998). Changing the State: Concepts and Practice in the Reform of the Public Sector‖, in Minogue, M., C. Polidano, and D. Hulme (eds.) Beyond the New Public Management, Northhampton, MA: Edward Elgar. Google Scholar

 

Osborne, D, & Gaebler, T. (1993). Reinventing Government: How the Entrepreneurial Spirit is Transforming the Public Sector (New York, PLUME, Penguin Books USA Inc.). Google Scholar

 

Osborne, David, & Gaebler, Ted. (1992). Reinventing Government Addison-Wesley. Reading, MA. Google Scholar

 

Pollitt, Christopher. (1993). Managerialism and the Public Services, 2nd. Oxford: Blackwell. Google Scholar

 

Pollitt, Christopher, & Bouckaert, Geert. (2000). Public management reform: A comparative analysis-into the age of austerity. Oxford university press. Google Scholar

 

Siddiquee, Noore Alam. (2006). Public management reform in Malaysia: Recent initiatives and experiences. International Journal of Public Sector Management. Google Scholar

 

 

 

 

 

 

Copyright holder:

Sigit Wahyudi (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: