Syntax Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849

������ e-ISSN : 2548-1398

������ Vol.4, No.6 Juni 2019

 


ANALISIS PERBANDINGAN PEMBERIAN KONSENTRASI TAWAS TERHADAP PENURUNAN KONSENTRASI TOTAL SUSPENDED SOLID (TSS) PADA PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH DI IPAL RSUD 45 KUNINGAN

 

Hanan Sudiana

Prodi Kesehatan Masyarakat, FIKes, Universitas Islam Al-Ihya Kuningan

Email: [email protected]

 

Abstrak

Air limbah yang berasal dari aktivitas rumah sakit memerlukan pengolahan dan pengendalian parameter sesuai peraturan yg berlaku diantaranya parameter Total Suspended Solid (TSS). Tujuan penelitianadalahmengetahui konsentrasi tawas yang optimum untuk menurunkan konsentrasi TSS. Hasil penelitian menunjukan dengan penambahan larutan tawas 6%, 8% dan 10% konsentrasi TSS semakin menurun, tetapi pada penambahan larutan tawas 12% hasilnya menunjukkan kenaikan lagi pada konsentrasi TSS. Kesimpulan penelitian bahwa penggunaan tawas bisa dijadikan pilihan untuk mengatasi masalah tingginya konsentrasi TSS air limbah, untuk air limbah IPAL RSUD 45 Kuningan konsentrasi tawas optimal pada prosentase 10%.

 

Kata Kunci : Jar Test, Koagulasi, Tawas, pH, TSS.

 

Pendahuluan

����������� Rumah sakit merupakan salah satu tempat bagi masyarakat dalam upaya untuk menjaga dan mengoptimalkan kesehatan tubuh masyarakat selain klinik, puskesmas, ataupun tempat praktek kesehatan lainnya. Disamping itu, selain sebagai tempat berobat dan tempat para dokter menjalankan tugasnya, rumah sakit juga biasanya dilengkapi dengan ditunjang oleh unit-unit lainnya, seperti ruang operasi, ruang laboratorium, ruang farmasi, ruang administrasi, ruang dapur, ruang laundry, tempat pengolahan sampah dan juga pengolahan limbah, serta penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan dalam bidang kesehatan.

����������� Untuk Pengelolaan limbah gas dan limbah padat sudah dikelola sesuai dengan peraturan dan juga prosedur yang berlaku. Sedangkan untuk parameter limbah cair hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya nilai yang fluktuatif. Hasil dari pengujian dan kualitas pengolahan limbah cair yang diuji tidak terlepas dari dukungan pengelolaan limbah cair tersebut. Pengelolaan yang baik pada limbah cair sangat diperlukan guna mendukung kualitas dari effluent sehingga hasilnya tidak lebih dari syarat baku mutu yang ditetapkan oleh pemerintah dan tidak adanya pencemaran yang terjadi pada lingkungan sekitar. Oleh sebab itu, maka dilakukan penelitian pengelolaan limbah cair di RSUD 45 Kuningan.

����������� Berdasarkan hasil dari uji petik sampel pemeriksaan kualitas air limbah yang dilaksanakan oleh Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup (BPLHD) Propinsi Jawa Barat didapatkan data parameter TSS sebesar 52 mg/l. konsentrasi ini melebihi Nilai Ambang Batas yang dipersyaratkan didalam Permenkes 1204 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit yakni 30 mg/l. Oleh sebab itu diperlukan upaya pengolahan secara teknis yang tepat dan efisien terhadap air limbah RSUD 45 Kuningan agar parameter TSS tersebut memenuhi syarat.

����������� Limbah dalam bentuk cair yang diperoleh dari berbagai kegiatan disemua unit rumah sakit baik yang mengandung mikroorganisme pathogen, kimia beracun dan radioaktif wajib dikelola sebelum dibuang, hal ini dimaksudkan agar mutu limbah cair tersebut kadarnya tidak lebih dari kadar baku mutu limbah cair sesuai dengan batas yang berlaku. Hal tersebut dilakukan agar dapat mengoptimalkan keamanan dari bahaya pencemaran lingkungan sebagaimana diamanatkan dalam peraturan-peraturan kementerian sebagai berikut :

A.  Menurut Permenkes RI No.1204/Menkes/SK/X/2004, limbah rumah sakit yaitu semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit dalam bentuk padat, cair dan gas. Limbah cair adalah semua bahan buangan yang berbentuk cair yang kemungkinan mengandung mikroorganisme pathogen, bahan kimia beracun dan radioaktif.

B.  Menurut Menteri Negara Lingkungan. "Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 58 Tahun 1995 Tentang: Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit." (1995). Pasal 7 (1) Setiap penanggung jawab kegiatan atau pengelola rumah sakit wajib 1. Diwajibkan untuk Melakukan pengelolaan pada limbah cair sebelum dibuang sehingga mutu limbah cair yang dibuang tidak melampaui Baku Mutu Limbah Cair yang telah ditetapkan; 2. Saluran limbah cair dibuat dengan bentuk tertutup dan di design dengan kedap air sehingga dapat mencegah terjadinya rembesan air hujan hal ini dimaksudkan agar limbah cair dapat terkelola dengan baik; 3. Alat ukur dipasang berdasarkan debit laju alir limbah cair dan melakukan pencatatan debit harian limbah cair tersebut, pencatatan dilakukan secara rutin dan diperiksa secara berkala; 4. Memeriksakan kadar parameter Baku Mutu Limbah Cair tersebut sebagaimana dalam lampiran keputusan ini kepada laboratorium yang berwenang sekurang-kurangnya satu kali dalam sebulan; 5. Selain keempat hal diatas, perlu juga menyampaikan laporan tentang catatan debit harian dan kadarparameter baku Mutu Limbah Cair sebagaimana dimaksud huruf c dan d, dimana untuk waktunyasekurang-kurangnya yaitu tiga bulan sekali kepada Gubernur dengantembusan Menteri, Kepala Bapedal, Direktur Jenderal Badan Tenaga Atom Nasional, instansi teknis yang membidangi rumah sakit dan juga instansi lain yang dianggap perlu sesuai dengan aturan perundang-undangan pemerintah yang berlaku. Sesuai pula dengan berbagai pendapat sebagai berikut :

1.    Yulvizar, Cut. "Efektivitas Pengolahan Limbah Cair Dalam Menurunkan Kadar Fenol di RSUD Dr. Zainoel Abidin (Rsudza) Banda Aceh."Jurnal Biologi Edukasi 3.2 (2013): 9-15. menyatakan pendapat (Soewarso, 1996) bahwa rumah sakit merupakan sarana kesehatan dalam melaksanakan fungsinya menghasilkan buangan yang berupa limbah, baik limbah padat, limbah cair dan gas. Dan pendapat (Agnes dan Azizah, 2005) Limbah cair rumah sakit adalah semua limbah cair yang dihasikan akibat proses satuan kerja seluruh lingkungan rumah sakit yang diduga mengandung bahan kimia berbahaya. Pencemaran lingkungan dapat terjadi akibat adanya pengolahan limbah yang kurang tepat sehingga dapat menimbulkan dampak yang merugikan bagi masyarakat Hal ini tentunya perlu penanganan yang baik dan benar. Melalui suatu instalasi yang disebut dengan IPAL atau sering juga disebut sebagai Instalasi Pengolahan Air Limbah (Said,1999). Prinsip dari pengelolaan limbah dalam bentuk cair merupakan pengelolaan yang dilakukan secara menyeluruh baik teknis maupun non-teknis sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Limbah tersebut diolah di dalam IPAL rumah sakit dimulai dari unit-unit penghasil limbah cair dengan cara pembersihan secara fisik terhadap bahan-bahan organik, secara mikrobiologis oleh bakteri dan diakhiri pembunuhan kuman dengan cara klorinasi.

2.        Paramita, Nadia. "Evaluasi Pengelolaan Sampah Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto." Jurnal Presipitasi 2.1 (2007): 51-55. Kegiatan rumah sakit yang memproduksi limbah padat organik dan anorganik. Karakteristik limbah padat dibagi menjadi rumah tangga dan medis yang harus dengan segera dihancurkan, sehingga tidak menimbulkan masalah lingkungan. Salah satu cara untuk mencegah bahaya yang ditimbulkan oleh limbah tersebut adalah dengan menggunakan pengelolaan limbah rumah sakit yang tepat dari sumbernya hingga bagian perusakannya.

3.        Herlambang, Arie. "Pencemaran air dan strategi penggulangannya." Jurnal Air Indonesia 2.1 (2011). Hadirnya material koloid dapat menyebabkan keruhnya air yang bisa berdampak pada kesehatan dan keindahan air.

Pencemaran air terjadi akibat adanya kontaminasi dari air limbah dan berdampak buruk pada manusia. Pencemarannya dapat berlangsung melalui berbagai proses, diantaranya yaitu : Kimiawi, Biologi maupun langsung secara fisik. Sebagaimana Depkes RI (1997) menyatakan bahwa keterpaparan air limbah bisa dibedakan sebagai berikut:

a)         Keterpaparan kimiawi: Secara garis besar, proses pencemaran air secara kimiawi terjadi akibat adanya pembuangan limbah cair ke aliran air dan menjadi makanan bagi hewan-hewan mikroba yang tinggal di perairan tersebut. Air yang sudah dicemari limbah cair biasanya mengandung bahan organik dan garam anorganik. Air yang telah terkontaminasi oleh limbah cair dapat dipastikan pencemarannya melalui tes pencemaran air yang dapat dilihat hasilnya selama 5 hari..

b)        Keterpaparan secara Fisik: Keterpaparan secara fisik dapat ditandai dengan adanya perubahan dari warna, aroma yang menandakan bahwa air tersebut telah terkontaminasi oleh zat yang disebut kerosin.

c)         Keterpaparan secara Biologi: Keterpaparan secara biologi dapat ditandai dengan terkontaminasinya air oleh mikroorganisme yang dapat memberikan dampak buruk bagi manusia.

Bottom of Form

Beban total padatan tersuspensi atau TSS (Total Suspended Solid) adalah salah satu parameter penting untuk mengevaluasi pencemaran, kadarnya disarankan untuk tidak melebihi 30 mg/liter ini dapat menyebabkan pendangkalan badan air karena proses penggumpalan dan pengendapan yang berasal dari sel-sel mikroorganisme dan berukuran lebih kecil, sebagaimana pendapat pendapat dan peraturan sebagai berikut :

a.         Hong & Wei Sheng 2013, Air dapat dikatakan keruh jika air tersebut mengandung begitu banyak partikel bahan yang memiliki warna kecoklatan seperti lumpur dan menyebabkan air menjadi keruh, meliputi : lumpur, bahan-bahan organik, lumpur, dan juga partikel-partikel kecil dalam bentuk suspense lainnya. Kekeruhan akibat pencemaran air akan mengganggu penetrasi sinar matahari dan stabilitas fotosintesis tanaman air. Selain itu pathogen dapat berlindung di dalam atau disekitar bahan penyebab kekeruhan.

b.        Fardiaz, 1992,Definisi Total Suspended Solid (TSS): merupakan istilah untuk zat yang dapat membuat air menjadi keruh, zat ini memiliki karakteristik yang unik yaitu tidak dapat larut dan juga tidak mengendap. Padatan atau zat ini membentuk partikel kecil bahkan lebih kecil dibandingkan dengan ukuran sedimen, mikroorganisme dan bahan-bahan organik lainnya. Air yang telah tercemar, jika dibiarkan dalam waktu yang cukup lama maka akan terjadi penggumpalan bahkan pengendapan.

c.         Tri Lestarai, Siska. Keefektifan Penambahan Dosis Tawas Dalam Menurunkan Kadar TSS (Total Suspended Solid) Pada Limbah Cair Rumah Makan. Diss. Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2016. Keberadaan TSS (Total Suspnded Solid) dapat menyebabkan pendangkalan badan air, pertumbuhan tanaman tertentu yang bisa menjadi racun bagi mahluk hidup lainnya.

d.        Lampiran b Keputusan menteri negara lingkungan hidup No. 58 tahun 1995 tanggal 21 desember 1995 Parameter TSS kadar maksimum 30 mg/liter

e.         R�gner, Hermann, et al. "Turbidity as a proxy for total suspended solids (TSS) and particle facilitated pollutant transport in catchments." Environmental earth sciences 69.2 (2013): 373-380. Pengukuran kekeruhan sering digunakan untuk menilai jumlah padatan tersuspensi dalam air.

f.         Hannouche, Ali, et al. "Relationship between turbidity and total suspended solids concentration within a combined sewer system." Water Science and Technology 64.12 (2011): 2445-2452. menegaskan adanya hubungan linier yang kuat antara kekeruhan dan konsentrasi total suspended padatan (TSS). Namun, kemiringan hubungan ini bervariasi antara kondisi cuaca kering dan basah, serta antar tempat.

g.        Suarez, Sonia, Juan M. Lema, and Francisco Omil. "Pre-treatment of hospital wastewater by coagulation�flocculation and flotation." Bioresource Technology100.7 (2009): 2138-2146. Strategi pre-treatment yang diusulkan untuk limbah cair rumah sakit berguna untuk mengasimilasi karakteristik fisiko-kimia, Beban total padatan tersuspensi (TSS) adalah salah satu parameter penting untuk mengevaluasi pencemaran.

h.        Rossi, Luca, et al. "Sediment contamination assessment in urban areas based on total suspended solids." Water research 47.1 (2013): 339-350. TSS secara rutin diukur dalam survei lapangan dan dapat dianggap sebagai pelacak kontaminasi.

1.        Koagulasi/flokulasi

Koagulasi dapat diartikan sebagai proses penambahan bahan kimia tertentu ke dalam air sehingga terjadi interaksi koagulan dengan kontaminan seperti partikel-partikel yang disebut koloid. Proses koagulasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu pH, dosis, dan kekeruhan. Ini sesuai dengan beberapa pendapat sebagai berikut :

a.    Rifa�i, Joko. Pemeriksaan kualitas air bersih dengan koagulan alum dan PAC di IPA Jurug PDAM kota Surakarta. Diss. Universitas sebelas Maret, 2013. Koagulasi didefinikan sebagai proses penambahan bahan kimia tertentu ke dalam air. Bahan kimia yang digunakan dalam proses koagulasi tersebut dinamakan sebagai koagulan. Koagulan sendiri memiliki fungsi yang amat penting yaitu mengurangi kekeruhan, warna dan bau dalam air yang mempengaruhi kualitas air.

b.    (Wardani, Rachmawati S., Bambang Iswanto, and Winarni Winarni. "Pengaruh pH Pada Proses Koagulasi Dengan Koagulan Aluminum Sulfat Dan Ferri Klorida." Jurnal Teknologi Lingkungan Universitas Trisakti 5.2 (2010): pp-40.) Koagulasi dapat terjadi dengan adanya interaksi koagulan yang terkontaminasi seperti partikel koloid. Proses koagulasi sendiri dapat juga dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu pH, dosis, dan kekeruhan.

c.    Sher, Farooq, Atiq Malik, and Hao Liu. "Industrial polymer effluent treatment by chemical coagulation and flocculation." Journal of Environmental Chemical Engineering 1.4 (2013): 684-689)Serangkaian uji jar dilakukan dengan berbagai nilai pH dan jumlah dosis koagulan dan flokulan. Setelah setiap uji, lapisan supernatan efluen yang diolah dianalisis untuk kebutuhan oksigen kimiawi (COD), padatan tersuspensi (SS), warna dan kekeruhan. Efisiensi proses bervariasi antara 10 dan 98% pada removal COD, antara 23 dan 91% pada removal padatan tersuspensi dan antara kekentalan kekeruhan 37% dan 99%. Dengan menggunakan nilai optimal dari uji jar yang sama, yang mengindikasikan bahwa proses koagulasi dan flokulasi kimia adalah Sebuah solusi yang layak untuk pengolahan efluen yang dihasilkan.

2.        Tawas

Aluminium Sulfat atau Al2(SO4)3 adalah koagulan yang paling banyak digunakan untuk pengolahan air selama beberapa abad. Selanjutnya juga menurut John Bratby dalam bukunya Coagulation and Flocculation in Water and Wastewater Treatment, menyatakan nilai pH dari berbagai konsentrasi larutan Aluminium Sulfat di tunjukan pada gambar berikut :

�����������������������������������������������

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Grafik 1 : nilai pH dari konsentrasi larutan Aluminium Sulfat

Adapun penelitian yang dilakukan Jafari, Hamid Reza, Mohammad Hassanlou Rad, and Mohammad Reza Hassanlou. "Evaluating Chemical Stabilization of Dispersive Clay by Aluminum Sulfate (Alum)." World Applied Sciences Journal 18.15 (2012): 613-616. Total padatan tersuspensi (TSS) pada air yang tercuci menurun dengan meningkatkan kandungan tawas.

3.        Metoda Jar Test

Metoda penelitian yang akan dipakai untuk menentukan konsentrasi Tawas yang optimal adalah dengan Metode Jar Test. Metoda ini dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut skala laboratorium, untuk memastikan kondisi air yang tercemar. Hasil dari Metode ini dapat dilihat dari nilai Ph dalam kadar air tersebut, variasi dalam penambahan dosis koagulan atau polimer, pada skala laboratorium untuk memprediksi kebutuhan pengolahan air yang sebenarnya. (Masrun. 1987)

a.     Proses metoda Jar Test

Metode ini dilakukan untuk dapat memberikan simultan pada proses kolagulasi dan flokulasi yang dapat terdeteksi melalui bau, rasa dan juga warna. Metode ini ampuh untuk diterapkan pada tipe pengadukan dan pengendapan yang terjadi di clarification plant pada skala laboratorium. Selain itu, Jar test juga memiliki variable kecepatan putar pengaduk yang mampu mengontrol energi yang diperlukan untuk proses. Ada dua tahap yang dilakukan dalam proses pengujian jar test. Alat yang digunakan untuk melakukan tes ini disebut sebagai floculator. Floculator disebut juga sebagai alat untuk melakukan flokulasi. Floculator terdiri dari beberapa hal yang ditinjau dari cara kerjanya, diantaranya baffle, pneumatic dan mechanic. Pada dasarnya Floculator memiliki tugas untuk dapat melakukan pengadukan secara lambat agar tidak terjadi mikro flok yang ada dan menggumpal. Selain itu, Jar Test juga memberikan data mengenai kondisi optimum untuk parameter-parameter proses seperti :

1)        Dosis koagulan

2)        pH

3)        Metode pembubuhan bahan kimia

4)        Kepekatan larutan kimia

5)        Waktu dan intensitas pengadukkan cepat dan pengadukan lambat

6)        Waktu penjernihan

Sebagai contoh, Jika memang Jar test dilakukan untuk dapat menentukan dosis optimum koagulan pada air baku tertentu, kondisi proses berikut ini harus dibuat sama pada semua tabung yang digunakan pada metode Jar test, diantaranya yaitu :

 

1)   Contoh air baku

2)   Temperature

3)   pH

4)   konfigurasi motor

5)   konfigurasi tabung

6)   intensitas pencampuran

7)   periode pencampuran

8)   periode sedimen

b.    Tujuan Uji Jar Test

Jar Test bertujuan untuk mengetahui konsentrasi koagulan yang tepat (optimum) untuk mengatasi kekeruhan pada air sampel.

 

Metode Penelitian

����������� Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah eksperimen menentukan dosis (konsentrasi) koagulan yang optimum untuk menurunkan konsentrasi Total Suspended Solid (TSS).

����������� Adapun Populasi pada penelitian ini adalah air limbah di IPAL RSUD 45 Kuningan, danteknik pengambilan sampel yang digunakan adalah random sampling, sampel penelitian adalah air limbah IPAL yang berjumlah 4 buah sampel.

Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan melalui teknik pengumpulan data eksperimen. Eksperimen yang dilakukan adalah Jar Test antara lain :

1.        Ruang Lingkup Pelaksanaan Jar Test

Uji Jar Test dilakukan di Laboratorium SMA N 2 Kuningan. Percobaan berlangsung selama 3-6 jam. Sampel yang akan diolah berasal dari IPAL RSUD 45 Kuningan. Variabel yang diamati pada percobaan ini adalah :

a.    Koagulan yang digunakan merupakan Tawas dengan variasi dosis 6%, 8%, 10% dan 12%.

b.    Parameter yang akan diuji melingkupi :

1)        Total Suspended Solid (TSS)

2)        pH

Adapun konsentrasi optimum Tawasdidapatkan setelah Data hasil eksperimen dianalisa dengan melihat perbandingan :

1.    Nilai pH awal sebelum dilakukan eksperimen dan nilai pH sesudah eksperimen.

2.    Konsentrasi Tawas yang di tambahkan, Konsentrasi TSS awal sebelum dilakukan eksperimen dan konsentrasi TSS sesudah eksperimen.

 

Dosis Tawas (%)

pH sesudah Jar Test

Ratarata

TSS sesudah Jar Test

Ratarata

Sampel

Sampel

1

2

3

4

1

2

3

4

 

Blanko

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

2

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

4

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

6

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

8

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 2 : Form Dosis Tawas, pH sesudah Jar Test, Rata-rata pH, Konsentrasi TSS sesudah Jar Test dan Rata-rata konsentrasi TSS

 

Hasil dan Pembahasan

1.         Pengaruh prosentase larutan tawas terhadap nilai pH

Berdasarkan pengamatan menunjukkan adanya perubahan nilai pH yang menurun, yaitu berbanding terbalik dengan setiap penambahan larutan tawas 6%, 8%, 10% dan 12%. Hal itu disebabkan tawas adalah koagulan bersifat asam dan dengan sifat tersebut mampu mengikat zat yang tersuspensi dalam air limbah dengan cara membuat ikatan ikatan berupa penggumpalan yang disebut proses koagulasi. Koagulasi terjadi karena interaksi koagulan dengan kontaminan seperti partikel koloid. Proses koagulasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu pH, dosis, dan kekeruhan. Pada setiap penambahan konsentrasi larutan tawas 2%,nilai pH menurun rata-rata 0,7. Penurunan pH terendah adalah 0,1 dan tertinggi 1,4

2.         Pengaruh prosentase larutan tawas terhadap Konsentrasi TSS

Berdasarkan grafik menunjukan adanya perubahan/trend konsentrasi TSS yang menurun, berbanding terbalik dengan penambahan larutan tawas 6%, 8% dan 10%, tetapi pada penambahan larutan tawas 12% hasilnya menunjukkan kenaikan lagi pada konsentrasi TSS.

a.         Konsentrasi Tawas Optimum

Terdapat perbedaan trend pada Konsentrasi TSS dengan penambahan Konsentrasi Tawas 12 % dibanding dengan hasil konsentrasi TSS dengan penambahan konsentrasi tawas 6%, 8% dan 10%, yakni terjadi trend penurunan, sehingga kekeruhan mengalami titik balik menjadi lebih tinggi, ikatan menjadi lemah sehingga ikatan flok mudah terlepas yang mengakibatkan kekeruhan meningkat dan angka TSS kembali naik. Hal ini sesuai dengan pendapat Wardani, Rachmawati S., Bambang Iswanto, dan Winarni dalam Jurnal Teknologi Lingkungan Universitas Trisakti 5.2 (2010): pp-40.) bahwa Koagulasi terjadi dengan interaksi koagulan dengan kontaminan seperti partikel koloid. Proses koagulasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu pH, dosis, dan kekeruhan.

������� Sebagai gambaran dapat dilihat pada grafik berikut :

Grafik 3 : Perbandingan Konsentrasi Tawas Dengan Penurunan Konsentrasi TSS

Grafik 3 tersebut menunjukan bahwa secara berturut turut dari perlakuan penambahan konsentrasi tawas 6%, 8% sampai 10% adanya kecenderungan peningkatan besaran konsentrasi dalam penurunan konsentrasi TSS yakni 10 mg/L, 37 mg/L dan 44 mg/L, sedangkan ketika penambahan konsentrasi tawas 12% ada penurunan besaran konsentrasi TSS, yaitu sebesar 40 mg/L atau ada selisih 4 mg/L dari sebelumnya (44 mg/L), sehingga peneliti berkesimpulan bahwa konsentrasi tawas yang optimum didapatkan pada saat pemberian tawas 10 %, karena proses koagulasi mencapai keadaan bentuk flok yang mempunyai ikatan terkuat.

b.        Konsentrasi TSS dengan pemberian Konsentrasi Tawas 6 %

1)        Dari 4 percobaan hasilnya semuanya menunjukan trend menurun pada konsentrasi TSS

a)        Percobaan Pertama turun dari 80 mg/L menjadi 76 mg/L, artinya turun sebesar 4 mg/L.

b)        Percobaan Kedua turun dari 89 mg/L menjadi 79 mg/L, artinya turun sebesar 20 mg/L

c)        Percobaan Ketiga turun dari 81 mg/L menjadi 73 mg/L, artinya turun sebesar 8 mg/L.

d)       Percobaan Keempat turun dari 57 mg/L menjadi 48 mg/L, artinya turun sebesar 9 mg/L.

2)        Besarnya penurunan konsentrasi TSS

a)        Rentang penurunan konsentrasi TSS yaitu dari 4 mg/L sampai dengan 20 mg/L.

b)        Rata-rata penurunan konsentrasi TSS yaitu 10 mg/.

c)        Konsentrasi TSS dengan pemberian Konsentrasi Tawas 8 %

3)        Dari 4 percobaan hasilnya semuanya menunjukan trend menurun pada konsentrasi TSS

a)        Percobaan Pertama turun dari 80 mg/L menjadi 51 mg/L, artinya turun sebesar 31 mg/L.

b)        Percobaan Kedua turun dari 89 mg/L menjadi 40 mg/L, artinya turun sebesar 49 mg/L

c)        Percobaan Ketiga turun dari 81 mg/L menjadi 34 mg/L, artinya turun sebesar 47 mg/L

d)       Percobaan Keempat turun dari 57 mg/L menjadi 36 mg/L, artinya turun sebesar 21 mg/L.

4)        Besarnya penurunan konsentrasi TSS

a)        Rentang penurunan konsentrasi TSS yaitu dari 21 mg/L sampai dengan 49 mg/L

b)        Rata-rata penurunan konsentrasi TSS yaitu 37 mg/L

c)        Konsentrasi TSS dengan pemberian Konsentrasi Tawas 10 %

5)        Dari 4 percobaan hasilnya semuanya menunjukan trend menurun pada konsentrasi TSS

a)        Percobaan Pertama turun dari 80 mg/L menjadi 33 mg/L, artinya turun sebesar 47 mg/L

b)        Percobaan Kedua turun dari 89 mg/L menjadi 32 mg/L, artinya turun sebesar 57 mg/L

c)        Percobaan Ketiga turun dari 81 mg/L menjadi 33 mg/L, artinya turun sebesar 48 mg/L

d)       Percobaan Keempat turun dari 57 mg/L menjadi 32 mg/L, artinya turun sebesar 25 mg/L

6)        Besarnya penurunan konsentrasi TSS

a)        Rentang penurunan konsentrasi TSS yaitu dari 25 mg/L sampai dengan 57 mg/L

b)        Rata-rata penurunan konsentrasi TSS yaitu 44 mg/L

c)        Konsentrasi TSS dengan pemberian Konsentrasi Tawas 12 %

7)        Dari 4 percobaan hasilnya semuanya menunjukan trend menurun pada konsentrasi TSS.

a)        Percobaan Pertama turun dari 80 mg/L menjadi 43 mg/L, artinya turun sebesar 37 mg/L

b)        Percobaan Kedua turun dari 89 mg/L menjadi 34 mg/L, artinya turun sebesar 57 mg/L

c)        Percobaan Ketiga turun dari 81 mg/L menjadi 37 mg/L, artinya turun sebesar 48 mg/L

d)       Percobaan Keempat turun dari 57 mg/L menjadi 38 mg/L, artinya turun sebesar 19 mg/L

8)        Besarnya penurunan konsentrasi TSS

a)        Rentang penurunan konsentrasi TSS yaitu dari 19 mg/L sampai dengan 57 mg/L

b)        Rata-rata penurunan konsentrasi TSS yaitu 40 mg/L.


 

BLIBIOGRAFI

 

Bratby, John. 2006 Coagulation and Flocculation in Water and Wastewater Treatment� Printed by TJ International Second Edition : India.

 

Baskan, Meltem Bilici, and Aysegul Pala. 2006 "A statistical experiment design approach for arsenic removal by coagulation process using aluminum sulfate." Desalination 254.1 : 42-48.

������������������������������������������������

B�rub�, D., and C. C. Dorea. 2008 "Optimizing alum coagulation for turbidity, organics, and residual Al reductions." Water Science and Technology: Water Supply 8.5 : 505-511.

 

Chow, Christopher WK, et al. 2009 "Optimised coagulation using aluminium sulfate for the removal of dissolved organic carbon.Desalination 245.1-3 : 120-134.

 

Daphne, Low Hui Xiang, Handojo Djati Utomo, and Lim Zhi Hao Kenneth. 2011 "Correlation between turbidity and total suspended solids in Singapore rivers."Journal of Water Sustainability 1.3 : 313-322.

 

Herlambang, Arie. 2011 "Pencemaran air dan strategi penggulangannya." Jurnal Air Indonesia 2.1.

 

Hannouche, Ali, et al. 2011 "Relationship between turbidity and total suspended solids concentration within a combined sewer system." Water Science and Technology 64.12 : 2445-2452.

 

Tri Lestarai, Siska. 2016 Keefektifan Penambahan Dosis Tawas Dalam Menurunkan Kadar TSS (Total Suspended Solid) Pada Limbah Cair Rumah Makan. Diss. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

 

Van Leeuwen, John, et al. 2002 "Application of a fractionation technique for better understanding of the removal of natural organic matter by alum coagulation." Water Science and Technology: Water Supply 2.5-6 : 427-433.

 

Wardani, Rachmawati S., Bambang Iswanto, and Winarni Winarni. 2010 "Pengaruh pH Pada Proses Koagulasi Dengan Koagulan Aluminum Sulfat Dan Ferri Klorida." Jurnal Teknologi Lingkungan Universitas Trisakti 5.2 : pp-40.).

Yulvizar, Cut. 2013 "Efektivitas Pengolahan Limbah Cair Dalam Menurunkan Kadar Fenol Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Zainoel Abidin (Rsudza) Banda Aceh."Jurnal Biologi Edukasi 3.2 : 9-15 .