�Syntax Literate : Jurnal Ilmiah
Indonesia � ISSN : 2541-0849
��e-ISSN : 2548-1398
� Vol. 2, No 2 Februari 2017
AKTIVITAS ANTIOKSIDAN
BOLU KUKUS UBI JALAR UNGU DENGAN VARIASI SUBSTITUSI UBI JALAR UNGU DAN LAMA
FERMENTASI
Anna Mardiana Handayani1,
Nanik Suhartatik2, Kapti Rahayu3
Universitas Islam Al Ihya Kuningan1, Universitas
Slamet Riyadi Surakarta2&3
Email : [email protected] 1, [email protected]
2, [email protected] 3
Abstrak
Pemanfaatan ubi jalar
ungu masih terbatas untuk bahan pangan. Kandungan antosianin pada ubi jalar
ungu memiliki sifat fungsional. Salah satu penganekaragaman produk olahan ubi
jalar �ungu adalah pembuatan
bolu kukus. Tujuan penelitian
ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan ubi jalar ungu terhadap
karakteristik dan sifat antioksidatif bolu kukus. Penelitian ini
menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) yang terdiri dari dua
faktor. Faktor pertama yaitu variasi substitusi ubi jalar ungu (25% b/b, 50%
b/b, dan 75% b/b) dan faktor kedua yaitu variasi lama fermentasi (1,5 jam, 2
jam, dan 2,5 jam). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa perlakuan terbaik diperoleh dengan pertimbangan berdasarkan aktivitas antioksidan�
dan karakteristik bolu kukus yaitu variasi substitusi ubi jalar
ungu 50 % dan lama fermentasi 1,5 jam memiliki kadar air 39,02 %, kadar lemak 1,78 %, kadar protein 12,74 %, kadar
senyawa antioksidan 49,10 %, total antosianin 41,96 mg/kg, total fenol 150,15
mg asam galat/100g, nilai FRAP 0,960 %. Uji organoleptik terhadap bolu kukus
ubi jalar ungu diperoleh sesuai dengan standart bolu yaitu warna bolu kukus
ungu, rasa bolu terasa ubi jalar ungu, tekstur bolu lembut, kesukaan
keseluruhan panelis menilai suka terhadap bolu kukus.
Kata
Kunci: Ubi jalar Ungu, Bolu Kukus, Antosianin, Antioksidan
Pendahuluan
Ubi
jalar Ipomoea batatas merupakan salah
satu tanaman yang mempunyai potensi besar�
di Indonesia.� Areal panen ubi
jalar di Indonesia tiap tahun seluas 229.000 hektar, tersebar di seluruh
propinsi, baik di lahan sawah maupun tegalan dengan produksi rata-rata� nasional 10 ton per hektar (Khudori,
2001).� Penghasil utama ubi jalar di
Indonesia adalah Jawa dan Irian Jaya yang menempati porsi sekitar 59 persen.
Pemanfaatan ubi jalar masih
terbatas untuk bahan pangan dan sedikit untuk bahan baku industri pangan,
terutama untuk industri saus. Umur simpan ubi jalar yang terbatas juga
merupakan salah satu faktor yang harus dipertimbangkan sehingga menjadi kendala
dalam pengolahannya. Ubi jalar ungu yang memiliki warna jingga (ungu kehitaman)
yang kaya senyawa lutein dan zeaxanthin, pasangan antioksidan karotenoid.
Keduanya merupakan pigmen warna sejenis klorofil, yang merupakan bahan
pembentuk vitamin A. Selain itu, pigmen utama pada ubi jalar ungu (Ipomoea batatas var Ayamurasaki) adalah
antosianin.
Menurut
Yusuf et al (2008) senyawa antosianin
yang terdapat pada ubi jalar berfungsi sebagai antioksidan dan penangkap
radikal bebas, sehingga berperan dalam mencegah terjadinya penuaan, kanker, dan
penyakit degeneratif seperti arteriosklerosis. Selain itu, antosianin juga memiliki
kemampuan sebagai antimutagenik dan antikarsinogenik terhadap mutagen dan
karsinogen yang terdapat pada bahan pangan dan produk olahannya, mencegah
gangguan fungsi hati, antihipertensi, dan menurunkan kadar gula darah (antihiperglisemik).
Pemanfaatan� ubi jalar masih belum beragam, lebih sering
disajikan dengan cara digoreng, direbus maupun dibuat keripik. Banyak sekali
cara untuk penganekaragaman pengolahan ubi jalar. Salah satu hasil olahannya
adalah bolu kukus. Bolu kukus termasuk golongan kue basah yang memiliki kadar
air sekitar 15-40% selain itu harganya murah dan� disukai oleh anak-anak maupun orang dewasa.
Salah
satu tahap pembuatan bolu kukus ubi jalar ungu adalah fermentasi. Fermentasi
bertujuan untuk meningkatkan volume pengembangan pada hasil akhir. Lama
fermentasi yang divariasi kemungkinan akan mempengaruhi tingkat pengembangan
bolu kukus. Perlakuan substitusi ubi jalar ungu akan mempengaruhi lama
fermentasi, karena kandungan karbohidrat masing-masing perlakuan berbeda,
sehingga variasi lama fermentasi pada penelitian ini perlu diteliti. Oleh
karena itu diperlukan penelitian untuk mengetahui variasi substitusi ubi jalar
ungu dan lama fermentasi yang optimal.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok lengkap faktorial,
dengan faktor sebagai berikut variasi substitusi ubi jalar ungu
dengan kadar 25% b/b, 50% b/b, 75% b/b dan faktor lama fermentasi 1,5 jam, 2
jam, 2,5 jam. Ubi jalar ungu dalam bentuk basah dan ditera kadar airnya dengan
menggunakan metode thermogravimetri. Rancangan yang diperoleh 9 perlakuan dan
setiap perlakuan dilakukan analisis dengan 2 kali ulangan. Data yang diperoleh
dianalisis dengan analisis sidik ragam dengan tingkat signifikansi 5%. Apabila
ada beda nyata dilanjutkan dengan Uji Duncan
Multiple Range Test dengan tingkat signifikansi 5%, untuk mengetahui beda
nyata antar perlakuan.
Pada penelitian ini dilakukan analisis meliputi analisis kadar air dengan metode thermogravimetri (AOAC, 1992), analisis kadar lemak metode soxhlet� (Sudarmadji et al., 1984), analisis kadar protein metode mikro
kjedahl (Baedhowie dan Pranggonowati, 1982), analisis aktivitas antioksidan yang
diukur dengan % radical scavenging
activity menggunakan DPPH (Yen dan Chen, 1995), analisis total antosianin (Giusti dan Wrostald, 2001), analisis total fenol (antosianin) dengan metode Folin
Ciocalteu (Singleton, 2010), analisis
aktivitas antioksidan dengan metode FRAP (Ferrous
Reducing Ability Power) (Benzie dan Strain, 1996). Analisis Uji Organoleptik Metode
Skoring (Utami, 1992) meliputi warna, rasa,
tekstur dan kesukaan keseluruhan.
Hasil Dan Pembahasan
Kadar Air, Kadar Lemak dan Kadar Protein Bolu Kukus Ubi Jalar Ungu
Air merupakan unsur penting dalam makanan, air dalam
bahan makanan sangat diperlukan untuk kelangsungan proses biokimia organisme
hidup. Hal ini disebabkan air dapat mempengaruhi daya tahan makanan dari
serangan mikrobia perusak (Winarno, 1997). Air sangat berpengaruh terhadap mutu bahan pangan, hal ini merupakan salah
satu sebab bahwa di dalam pengolahan, air sering dikeluarkan atau di kurangi
dengan cara penguapan atau pengentalan (Winarno dan Fardiaz, 1993).
Tabel 1.
Kadar Air, Lemak dan Protein Bolu Kukus Ubi Jalar Ungu
Kadar Substitusi (% b/b) |
Lama
Fermentasi (Jam) |
Kadar Air (%) |
Kadar Lemak (%) |
Kadar Protein (%) |
25 50 75 25 50 75 25 50 75 |
1.5 1.5 1.5 2 2 2 2.5 2.5 2.5 |
39.10b 39.02b 45.73d 37.31a 39.88c 47.19e 40.29c 37.17a 45.54d |
1.81b 1.78b 1.72a 1.83c 1.79b 1.72a 1.79bc 1.78b 1.72a |
13.27d 12.74bc 11.78a 13.46e 12.84c 11.69a 13.46e 12.66b 11.69a |
Keterangan
: - Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan berbeda� tidak nyata dengan uji Duncan 5%.
Tabel
1 menunjukkan bahwa perlakuan lama fermentasi semakin lama maka kecenderungan
kadar air juga semakin menurun setelah lama fermentasi 2 jam. Hal ini� menunjukkan bahwa semakin tinggi kadar
subtitusi ubi jalar ungu maka kadar air bolu kukus ubi jalar ungu semakin
tinggi. Hal ini disebabkan karena ubi jalar ungu yang digunakan adalah hasil penghalusan
setelah dikukus. Kandungan kadar airnya masih sangat tinggi. Di bawah ini hasil
analisis kadar air ubi jalar ungu setelah dikukus.
Tabel 2.
Kadar Air Ubi Jalar Ungu setelah dikukus
Substitusi Ubi Jalar �(% b/b) |
Kadar Air Ubi Jalar Ungu (%) |
25 |
65,14 |
50 |
65,61 |
75 |
65,96 |
Analisis
kadar air ubi jalar ungu setelah dikukus menggunakan metode thermogravimetri.
Hal ini dikarenakan kandungan kadar air pada adonan digunakan oleh yeast untuk
menfermentasi adonan.� Semakin lama
fermentasi kadar air semakin menurun, hal ini disebabkan adonan semakin lama
semakin mengembang sehingga waktu yang dibutuhkan untuk menembus pori-pori bolu
semakin lama, akan tetapi pada fermentasi 2 jam dihasilkan kadar air yang
standar untuk kadar air bolu kukus yaitu � 40 %.
Tabel
1 menunjukkan bahwa kadar lemak tertinggi yaitu sebesar 1,83 % diperoleh pada
perlakuan subtitusi ubi jalar ungu 25 % b/b dan lama fermentasi 2 jam, sedangkan kadar lemak terendah
yaitu sebesar 1,72 % diperoleh dari perlakuan pada subtitusi ubi jalar ungu 75
% b/b dan lama fermentasi 2,5 jam.
Kadar
lemak bolu kukus ubi jalar ungu pada perlakuan substitusi ubi jalar ungu
mempunyai kecenderungan turun, hal ini karena kadar lemak tepung terigu 1,5-2 %
(Matz, 1972) lebih besar dari pada kadar lemak pada ubi jalar ungu 0,79 %
(Anonim, 2008). Di samping itu, penambahan bahan lain yang mengandung lemak
yaitu telur ditambahkan ke dalam adonan memiliki takaran yang sama pada semua
perlakuan (3 butir telur).
Menurut Sudarmaji et al. (1996)
dengan adanya pemanasan, protein dalam bahan pangan akan mengalami perubahan
dan membentuk persenyawaan dengan bahan makanan, misalnya antara asam amino
hasil perubahan dengan gula - gula reduksi yang membentuk senyawa rasa dan
aroma makanan.
Tabel 1 menunjukkan
bahwa kadar protein tertinggi yaitu sebesar 13,46 % dihasilkan dari perlakuan
subtitusi ubi jalar ungu 25 % b/b
dan
lama fermentasi 2 jam,� sedangkan� kadar�
protein� terendah yaitu sebesar
11,69 % dihasilkan� dari� perlakuan�
subtitusi ubi jalar ungu 75 % b/b� dan� lama fermentasi 2,5 jam. Hal ini dikarenakan kandungan protein yang terdapat pada
tepung terigu Segitiga Biru dan pensubstitusian ke dalam adonan berbeda-beda
sesuai dengan resep pembuatan bolu kukus ubi jalar ungu pada penelitian ini.
Aktivitas Antioksidan
Bolu Kukus Ubi Jalar Ungu
Radikal
DPPH (1,1-diphenyl-2-picryhydrazyl)
merupakan radikal organik nitrogen yang stabil, yang memberikan efek warna
ungu. Pengujian aktivitas antioksidan dengan metode DPPH didasarkan pada
pengukuran kemampuan pereduksian terhadap radikal DPPH. Pengukuran dapat
dilakukan dengan pengukuran penurunan absorbansi (Prior et al., 2005). Larutan DPPH
yang berwarna ungu merupakan kumpulan radikal-radikal bebas dan akan diikat
oleh ion H dari senyawa antioksidan sehingga intensitas warna ungu akan turun.
Penurunan intensitas warna ungu dapat diukur pada panjang gelombang 517 nm
(Brand-William et al., 1995). Pengujian kapasitas
penangkapan radikal biasa diukur dengan menggunakan suatu senyawa radikal DDPH (1,1-diphenyl-2-picryhydrazyl) yang
bersifat stabil dan dapat menerima elektron atau radikal hidrogen menjadi suatu
senyawa yang secara diamagnetik stabil (Soares et al., 1997). Lebih lanjut Duh et
al., (1999) menyatakan bahwa kemampuan radikal DPPH untuk direduksi atau
distabilisasi oleh antioksidan pada panjang gelombang 517 nm. Oleh karena itu
DPPH biasa digunakan untuk mengkaji kapasitas penangkapan radikal.
Tabel 3.
Aktivitas
Antioksidan Bolu Kukus Ubi Jalar Ungu
Kadar Substitusi (% b/b) |
Lama
Fermentasi (Jam) |
DPPH Scavenging
Activity (%) |
Nilai FRAP (%) |
25 50 75 25 50 75 25 50 75 |
1.5 1.5 1.5 2 2 2 2.5 2.5 2.5 |
45.90a 49.10bc 49.75c 45.90a 48.20b 50.15c 45.30a 49.30bc 50.10c |
0.895a 0.960a 0.910a 0.975a 0.965a 0.930a 0.955a 0.945a 0.900a |
Keterangan : - Angka yang diikuti huruf yang sama
menunjukkan berbeda� tidak nyata dengan
uji Duncan 5%.
Tabel 3 menunjukkan
bahwa semakin tinggi kadar subtitusi ubi jalar yang ditambahkan maka aktivitas
antioksidan (% DPPH Scavenging
Activity) bolu kukus ubi�
jalar ungu cenderung semakin tinggi. Hal ini dikarenakan kadar
substitusi ubi jalar ungu yang ditambahkan juga semakin tinggi. Lama fermentasi
tidak berbeda nyata pada aktivitas antioksidan akan tetapi diperoleh penurunan
seiring lama fermentasi setelah 2 jam pada semua perlakuan lama fermentasi. Hal
ini dapat terjadi karena fermentasi tidak mempengaruhi aktivifas antioksidan
akan tetapi fermentasi bertujuan untuk mendapatkan flavor yang khas pada produk
bolu kukus yang dihasilkan.
Daya reduksi diukur dari kemampuan senyawa antioksidan
untuk mengubah Fe3+ menjadi Fe2+ (Kim, 2005). Dalam
sistem dimana terdapat ion ferri (Fe3+) daya reduksi menunjukkan
sifat sebagai prooksidan. Ion ferri (Fe3+) dapat diubah oleh suatu
antioksidan menjadi ion ferro (Fe2+) melalui reaksi reduksi. Ion
ferro merupakan prooksidan yang aktif dengan mengkatalisis dekomposisi
hidroperoksida menjadi radikal bebas (Paiva-Martins dan Gordon, 2002, Cuvelier et al., 2003). Singh et al., (2005) menambahkan bahwa daya
reduksi berkaitan dengan kemampuan senyawa antioksidan mendonasikan atom
hidrogen. Senyawa radikal merupakan suatu spesies molekul yang mempunyai
elektron yang tidak berpasangan atau mempunyai struktur molekul yang terbuka
sehingga bersifat reaktif (Anonymous, 2006). Senyawa yang mempunyai daya reduksi
kemungkinan dapat berperan sebagai antioksidan karena dapat menstabilkan
radikal bebas dengan mendonorkan elektron atau atom hidrogen sehingga senyawa
radikal berubah menjadi lebih stabil.
Nilai
FRAP didefinisikan sebagai kemampuan antioksidan dalam bahan pangan untuk
mereduksi ion logam Fe2+ atau sama dengan kemampuan antioksidan
untuk menangkap logam. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa subtitusi
ubi jalar ungu berpengaruh tidak nyata pada nilai FRAP dan lama fermentasi
serta interaksi antar keduanya tidak berpengaruh nyata. Hal ini dikarenakan zat
antioksidan yang terkandung didalam bolu kukus yaitu antosianin dari substitusi
ubi jalar ungu memang berfungsi sebagai senyawa antioksidan.
Total Antosianin dan
Total Fenol Bolu Kukus Ubi Jalar Ungu
Antosianin
adalah bahan pewarna alami yang termasuk dalam famili flavonoid. Antosianin
terdapat pada bunga, sayur mayur dan buah-buahan terutama di dalam biji serta
berperan pada terjadinya warna-warna cerah seperti jingga, merah dan biru (Hong
et al., 1997). Menurut
Bridle dan Timberlake (1997), antosianin merupakan pewarna alami yang berasal
dari famili flavonoid yang larut dalam air (water
soluble). Di dalam tumbuhan, antosianin selalu terdapat sebagai glikosida
(Robinson, 1991). Sebagai glikosida, antosianin larut dalam air tetapi setelah
mengalami hidrolisis maka bentuk non glikosidanya (antosianidin) kurang larut
dalam air (Wijaya et al., 2001).
Hasil
analisis sidik ragam menunjukkan bahwa subtitusi ubi jalar ungu berpengaruh
nyata pada total antosianin, sedangkan lama fermentasi dan interaksi antar
keduanya tidak berpengaruh nyata. Hal ini dapat terjadi dikarenakan antosianin
yang disubstitusikan ke dalam adonan setelah difermentasi dan dilakukan proses
pengukusan dapat mengakibatkan bentuk non glikosidanya dari antosianin
(antosianidin) kurang larut dalam air, sehingga akan mempengaruhi hasil
analisis total antosianin terutama pada variasi�
substitusi ubi jalar ungu.
Tabel 4.
Total Antosianin Dan Total Fenol Bolu Kukus Ubi Jalar Ungu
Kadar Substitusi (% b/b) |
Lama
Fermentasi (Jam) |
Total
Antosianin mg/kg |
Total Fenol mg asam galat/100g |
25 50 75 25 50 75 25 50 75 |
1.5 1.5 1.5 2 2 2 2.5 2.5 2.5 |
29.30ab 41.96b 36.90ab 27.76ab 35.27ab 31.98ab 21.62a 36.23ab 41.54b |
52.52a 150.15b 262.10c 58.37a 130.80b 196.80bc 27.82a 168.70b 185.67b |
Keterangan
: - Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan berbeda� tidak nyata dengan uji Duncan 5%.
Sebagian
besar antioksidan dalam bahan tanaman merupakan senyawa polifenol. Senyawa
fenolik memiliki aktivitas antioksidan karena mampu mendonorkan atom H dari
gugus hidroksil kepada senyawa radikal. Pengukuran total antioksidan bahan
pangan dapat dilakukan dengan mengukur total fenolik menggunakan reagen folin.
Fenol
merupakan senyawa yang bersifat polar sehingga kelarutannya paling tinggi dalam
pelarut polar. Sebelum dianalisis menggunakan metode Folin Ciocalteu, komponen
fenolik� pada� sampel�
harus� diekstraksi� dahulu.�
Menurut� Shahidi dan Naczk (1995),
tidak ada pelarut yang memberikan hasil memuaskan dalam mengekstraksi atau
mengisolasi semua jenis dari komponen fenol pada makanan. Hal ini disebabkan
karena sifat alami dari komponen fenolik pada bahan pangan yang bervariasi,
dari yang memiliki bentuk kimia sederhana sampai sangat terpolimerisasi.
Selain itu, interaksi komponen fenolik dengan karbohidrat, protein, dan
komponen bahan pangan lainnya mengakibatkan komponen fenolik sulit diekstrak.
Hasil
analisis sidik ragam menunjukkan bahwa subtitusi ubi jalar ungu berpengaruh
nyata pada total fenol, sedangkan lama fermentasi dan interaksi antar keduanya tidak berpengaruh nyata. Semakin tinggi substitusi ubi jalar ungu maka kadar
total fenol akan semakin meningkat pula, hal ini dikarenakan pada penelitian
ini menggunakan pelarut metanol dalam persiapan sampel (ekstraksi bolu kukus
ubi jalar ungu). Pelarut yang bersifat polar mampu melarutkan fenol lebih baik
sehingga kadarnya dalam ekstrak menjadi tinggi. Selanjutnya menurut Przybylski et al., (2001) metanol merupakan pelarut
yang paling baik dalam mengekstrak senyawa fenol.
Uji
Organoleptik
Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui tingkat
penilaian konsumen terhadap produk yang dihasilkan. Penilaian secara
organoleptik merupakan cara penilaian dengan indera. Penilaian ini banyak
digunakan untuk menilai mutu komoditi hasil pertanian dan hasil olahannya. Warna
merupakan aspek utama dalam bahan pangan baik sebelum diolah maupun setelah
diolah. Warna pada bahan pangan merupakan faktor yang menentukan mutu bahan
pangan dan faktor yang mempengaruhi persepsi terhadap flavour (Aulia, 2010).
Menurut Utami (1999) warna merupakan sifat kenampakan yang ditandai oleh
distribusi spektrum cahaya. Hasil
analisis sidik ragam menunjukkan bahwa substitusi ubi jalar ungu berpengaruh
nyata pada warna bolu kukus ubi jalar ungu, sedangkan lama fermentasi dan
interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata. Substitusi ubi jalar ungu pada
adonan bolu memberikan efek bahwa semakin tinggi kadar substitusinya maka
panelis menilai warna� bolu semakin
tinggi pula artinya warna bolu kukus semakin ungu. Kecenderungan lama
fermentasi penilaian warna semakin menurun dengan lama fermentasi yang semakin
lama. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa substitusi ubi jalar ungu
dan interaksi antara substitusi dengan lama fermentasi berpengaruh nyata pada
rasa bolu kukus ubi jalar ungu. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi
subtitusi ubi jalar ungu yang digunakan selain itu ubi jalar ungu memiliki rasa
yang khas. Semakin lama fermentasi maka rasa bolu kukus ubi jalar ungu semakin
terasa bolu namun tidak begitu berpengaruh nyata. Tekstur ubi jalar ungu akan
semakin lembut dikarenakan subtitusi ubi jalar ungu yang semakin tinggi dengan
penambahan telur pada proses pembuatan bolu kukus ubi jalar ungu, akan tetapi
semakin lama fermentasi maka tekstur bolu semakin tidak lembut. Hal ini
dikarenakan tepung terigu yang memiliki peranan lebih besar dengan fermipan
(yeast) akan berinteraksi yang disebut dengan proses fermentasi. Selain itu,
tepung terigu memiliki kandungan protein yang lebih tinggi daripada kandungan
protein pada ubi jalar. Penilaian tingkat kesukaan secara numerik sangat
dipengaruhi oleh panelis. Hal ini sesuai dengan pendapat Winarno (2002) yang
menyatakan selain komponen-komponen cita rasa (bau, rasa, dan rangsangan mulut)
komponen yang sangat penting adalah timbulnya perasaan seseorang setelah
memakan.
Kesimpulan
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa
substitusi ubi jalar ungu dapat digunakan untuk mensubstitusi tepung terigu
pada pembuatan bolu kukus sampai batas 75 %. Karakteristik bolu kukus yang
disubstitusi ubi jalar ungu 50 % dan lama fermentasi 1,5 jam memiliki kadar air
39,02 %, kadar lemak 1,78 %, dan kadar protein 12,74 %. Berdasarkan uji
organoleptic, bolu kukus tersebut adalah yang paling disukai panelis memiliki
hasil yaitu warna bolu kukus ungu, rasa bolu kukus terasa ubi jalar ungu,
tekstur bolu lembut.
Bolu kukus yang disubstitusi ubi jalar ungu 50 % dan
lama fermentasi 1,5 jam memiliki sifat antioksidatif yang paling tinggi yang
ditunjukkan dengan aktivitas antioksidan yang dihitung sebagai % DPPH Scavenging Activity 49,10 %, total
antosianin 41,96 mg/kg, total fenol 150,15 mg asam galat/100g, nilai FRAP 0,960
%.
BIBLIOGRAFI
AOAC., 1992. Offcial Methods of Analisa of the
Association of Official Analisa Chemist. USA-Washington DC: Benyamin
Franklin.\
Anonim,
2006. Radical (Chemistry). http://en.wikipedia.org/wiki/Radical.
(Download 17:07, 28 April 2012)
Aulia, S., 2010. Karakterisasi
Dan Pengaruh Perlakuan Berbagai Terhadap Pigmen. Bandung : Fakultas
Industri Pertanian Universitas Padjajaran
Benzie, I.F.F. and J.J. Strain, 1996. The
Ferric Reducing Ability of Plasma (FRAP) as a measure of antioxidant power:
The FRAP assay. Anal. Biochem., 239: 70-76.
Bridle, P and
Timberlake, C.F. 1997. Anthocyanins as
natural food colour � selected aspects. Food Chemistry, 58 (1-2) : 103-109
Giusti, M.M., dan Wrostald, R.E., 2001. Characterization and Measurement of Anthocyanin by
UV Visible Spectroscopy in RE Wrostald, T.E. Acree, E.A. Dekker, M.H.
Penner, D.S. Ried, S.J. Schwarrtz C.F. Shoemaker, D. Smith and P. Sporns (eds)
Hand Book of Food Analitycal Chemistry Pigmens Colorants, Flavor, Texture, and
Bioactive Food Components Hoboken, New Jersey: John Wiley Sons.
Khudori, 2001. Menyulih terigu dengan ubi
jalar. Kompas 23 November
2001.
Kim,
O.S. 2005. Radical Scavenging Capacity
and Antioxidant Activity of the E Vitamer Fraction in Rice Bran. J.Food
Sci. 70 (3): 208-213.
Paiva-Martins,
F. and M.H. Gordon. 2002. Extraction and
Identification of Natural Antioxidant from the Seed of Moringa oleifera tree
Variety of Malawi. JAOCS 76 (6): 749-755.
Prior,
R.L., Wu, X., dan Scaich, K. 2005. Standardized
Methods for the determination of antioxidant capacity and phenolics in foods
and diatery supplements. Journal of Agricultural and Food Chemistry 53:
4290-4302
Prylbylski,
R., Y. Lee, and N. Eskin. 2001.
Antioxidant and Radical Scavenging Activities of Buckwheat Seed Components.
In J. Pokorny, Yanishlieva. And M. Gordon (eds). Antioxidants in Food. Woodhead
Publishing Ltd. Englands.
Shahidi, F dan M. Naczk, 1995. Food Phenolics Source, Chemistry, Effect and Application. Thechomic
Publishing Company, Inc. Pensylvania.
Singh,
D., P. Marimuthu, C.S. de Heluani, and C. Catalan. 2005. Antimicrobial and Antioxidant Potentials of Essential Oill and Acetone
Extract of Myristica fragnans Houtt. J. Food Sci. 70 (2): 141-148.
Singleton V.L., 2010. Total
Phenol Analysis Automation and Comparison with Manual Methods. Am J. Enol
Vitic, 1977; 28:49.55
Smith,
M.A.L., K.A. Marley, D. Siegler, K.W. Singletary, and B. Meline, 2000. Bioactive Properties of Wild Bluberry Fruits.
J. Food Sci: 65 (2): 352-356.
Soares,
J.R., T.C.P. Dins, A.P. Cunha, and L.M. Ameida. 1997. Antioxidant Activity of Some Extract of Tymus zygis. Free Rad. Res.
26: 469-478.
Su,
Y-L, J-Z. Xu, C.H. Ng, L.K.K. Leung, Y. Huang, and Z-Y, Chen. 2004. Antioxidant Activity of Tea Theaflavins and
Methylated Catechin in Canola Oil. JAOCS 31 (3): 269-274.
Sudarmadji,
S., Bambang Haryono dan Suhardi. 1984. Prosedur Analisa� untuk Bahan Makan dan Pertanian.
Jogjakarta: Liberty.
Sudarmadji,
S., Bambang H., dan Suhardi, 1996. Prosedur
Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Jogjakarta : Liberty
Utami, I.S., 1992. Uji Inderawi : Evaluasi Sifat,
Tekstur, Warna, Profil Sensoris. Jogjakarta: PAU Pangan Gizi UGM.
Utami, I.S., 1999. Pengolahan
Roti. Jogjakarta : Pusat Antar Universitas, Pangan dan Gizi, Universitas
Gadjah Mada.
Wijaya,
L. S., Widjanarko, S. B., dan Susanto, T. 2001. Ekstraksi dan karakterisasi pigmen dari kulit buah rambutan (Nephelium
lappaceum) var. binjai. Biosain, Vol 1 No. 2:42-53.
Winarno, F.G., Srikandi Fardiaz, dan Dedi Fardiaz,
1980. Pengantar Teknologi Pangan, Jakarta: PT Gramedia.
Winarno,
F.G., dan Fardiaz, 1993. Teknologi
Pertanian Bogor : Biro Penataran IPB
Winarno, F.G. 1997. Kimia
Pangan dan Gizi. Jakarta : PT. Gramedia
Yen,
G.O. and Y. Chen, 1995. Antioxidant
Activity of Various Tea Extracts in Relation to Their Antimutagenicity.
J. Agric. Food Chem. 43 : 27 � 32.
Yusuf,
M., A. Rahayuningsih dan E. Ginting, 2008. Ubi Jalar Ungu. Warta
Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol. 30 (4).