�Syntax Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia
p�ISSN: 2541-0849
������
e-ISSN : 2548-1398
������
Vol. 4, No. 9 September 2019
SUPERVISI
KLINIS UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN LITERASI
DIGITAL GURU SMK NEGERI MANIIS PURWAKARTA
Nana
Suryana
Pengawas SMK Kabupaten Purwakarta, Cabang Dinas Wilayah IV, Dinas Pendidikan
Propinsi Jawa Barat
Email: nanasuryana.[email protected]
Abstrak
Kegiatan
pembelajaran di sekolah pada saat ini harus mulai menyesuaikan dengan tuntutan
era 4.0. Penyesuaian tersebut diantaranya mengimplementasikan kemampuan
literasi digital. Tujuannya membuat pembelajaran menjadi lebih menarik minat
belajar siswa. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) meningkatkan kemampuan guru
dalam membuat soal menggunakan aplikasi kahoot dan (2) meningkatkan kemampuan
siswa dalam mengerjakan soal yang dibuat guru dengan mengakses soal tersebut
melalui browser web menggunakan smartphonenya (android). Metode penelitian yang
digunakan adalah penelitian tindakan sekolah, yaitu melaksanakan pembinaan bagi
sekelompok guru di suatu sekolah, melalui beberapa siklus, mengunakan sistem
spiral refleksi model Kemmis dan Mc Taggart yang dimodifikasi.
Strategi/Metode/Teknik Pembinaan yang digunakan pada siklus I dan siklus II
adalah model supervisi klinis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah
dilaksanakan supervisi menggunakan model supervisi klinis, kemampuan guru dalam
membuat soal kemudian di share ke seluruh siswa menggunakan aplikasi kahoot
menunjukkan adanya peningkatan, dari siklus I ke siklus II. Siklus II mengakhiri
pembinaan, dengan indikator skor guru minimal 80.00 sudah diatas 85%.
Kata kunci: Supervisi
akademik, kemampuan, Literasi digital
Pendahuluan
Satuan pendidikan harus mulai mengantisipasi revolusi era 4.0 dengan menyesuaikan
berbagai perubahan, agar siap melayani para peserta didik yang berasal dari
generasi milenial dari sisi literasi dasar dan digital skills (Härtel, 2015). Sejak saat ini guru harus mulai
mengembangkan RPP, proses pembelajaran, serta penilaian pembelajaran bersinergi
dengan tuntutan era 4.0. Struktur tuntutan era 4.0 yang harus dimiliki oleh
lulusan diantaranya: (1) pemecahan masalah yang kompleks; (2) berpikir
kritis-kreatif-kerjasama-kolaborasi (kemampuan 4C); (3) manajemen personil; (4)
kecerdasan emosional; (5) kontrol kualitas; (6) fleksibilitas kognitif; (7)
orientasi layanan; (8) penilaian dan pengambilan keputusan; (9) kemampuan
negosiasi, dan 10) mendengarkan secara aktif (Forum, 2017).
Literasi digital adalah kemampuan menggunakan aplikasi digital dan informasi
secara efektif dan efisien dalam berbagai konteks, seperti dunia akademik dan
pendidikan, pembelajaran dan pengajaran, penilaian pembelajaran, karier, serta
kehidupan sehari-hari (Ahmad, 2018).
Struktur tuntutan era 4.0 lainnya adalah: (1) literasi dasar; (2) literasi
digital; (3) Literasi digital; dan (4) literasi manusia (Aoun, 2017); (5)
literasi budaya-ekonomi-sosial; (6) karir & kecakapan hidup; (7)
kepemimpinan dan tanggung jawab (Trilling & Fadel, 2009).
Pada dasarnya
pekerjaan guru adalah mengkomunikasikan pengalaman kepada siswa (Yusup, 2018). Guru harus
memfasilitasi dan mulai mengembangkan kemampuan struktur tuntutan era 4.0
tersebut pada proses pembelajaran yang dilakukannya termasuk proses
penilaiannya. Penggunaan aplikasi digital dalam pembelajaran terbukti
meningkatkan hasil pembelajaran. Beberapa penelitian yang menunjukkan hal
tersebut diantaranya: (Hernani & Ahmad, 2010)
menyimpulkan bahwa keterampilan proses siswa SMP kelas VII meningkat setelah
menggunakan pembelajaran berbasis Literasi digital; (2)� (Bella, 2018)
menyimpulkan bahwa penerapan literasi digital dan teknologi memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap peningkatan pembelajaran siswa SMP Negeri 6 Banda
Aceh, dan (3) (Husain, 2014)
menyimpulkan bahwa penggunaan teknologi informasi dan teknologi sebagai media
pembelajaran meningkatkan motivasi belajar siswa SMP, dan (4) (Haristy, Enawaty, & Lestari, 2013)
menyimpulkan terdapat perbedaan hasil belajar antara siswa yang belajar
menggunakan pembelajaran berbasis literasi dibanding dan yang belajar
menggunakan pembelajaran konvensional.
Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas proses dan
hasil pembelajaran siswa, diantaranya dengan meningkatkan kemampuan
guru dalam memanfaatkan aplikasi digital dalam proses pembelajaran dan penilaian hasil belajar, salah
satunya kahoot
(M.T, 2011). Kahoot adalah salah satu aplikasi
digital yang dapat digunakan guru pada saat melaksanakan pembelajaran dan
penilaian. Guru dapat menggunakan aplikasi kahoot untuk membuat soal atau tes.
Soal tersebut di
share ke seluruh siswa untuk dikerjakan dengan mengaksesnya
melalui browser web menggunakan
smartphone. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu
adanya pembinaan yang dilakukan oleh pengawas sekolah dengan menerapkan metode
atau model supervisi yang bermutu (Nomor, 2008) (Sujana, 2011) (Gebhard, 1990) (Wilson, 2006) (Heble, 2006)
(Mehrunnisa, 2000) (Mosavi, 2014) dan (Berk, 1995). Hal inilah yang mendorong peneliti telah melaksanakan
penelitian tindakan sekolah dengan menerapkan model supervisi klinis untuk meningkatkan kemampuan guru SMK Negeri Maniis Purwakarta dalam
membuat soal menggunakan aplikasi
kahoot kemudian menyebarkan tautan soal tersebut ke
seluruh siswa melalui media sosial internet.
Metode Penelitian
Metode
penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Sekolah yaitu melaksanakan
pembinaan bagi sekelompok guru di SMK Negeri Maniis Purwakarta, melalui beberapa
siklus, mengunakan
sistem spiral refleksi model Kemmis dan Mc Taggart yang dimodifikasi (Sukidin, 2002) (Sumarno, 2005) dan (Wiriaatmadja, 1999), dengan tahapan mulai dari merencanakan pembinaan setiap siklus, pelaksanan pembinaan
setiap siklus, observasi pelaksanaan dan refleksi pembinaan setiap siklus, yang
dilakukan dari siklus I sampai siklus II dan seterusnya sampai diperoleh
rekomendasi kemampuan guru pada siklus terakhir tuntas. Indikator� ketuntasan apabila telah mencapai 85 % subjek daya serapnya� ≥ 80 % (Depdikbud, 1994) (Sudjana, 2001) (Arikunto, 2010).
Untuk memperoleh data yang diharapkan, maka dalam penelitian ini
digunakan instrumen sebagai berikut: (1) rencana pelaksanaan pembinaan;� (2) pedoman observasi aktivitas guru; (3)
daftar chek aktivitas guru; (4) Instrumen evaluasi guru dalam membuat dan menyebarkan soal
menggunakan aplikasi kahoot; (5) format observasi pembinaan; (6) format diskusi
balikan; dan (7) Daftar hadir guru.
Data yang telah
diperoleh pada setiap tahapan siklus diolah dan dinalisis melalui enam tahap,
yaitu: (1) kategori data, (2) interpretasi data, (3) validitas data, (4)
pelaksanaan siklus, (5) evaluasi, dan (6) analisis dan refleksi.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
1. Hasil
Selama penelitian, observer (rekan
pengawas) mengamati dan mengobservasi pelaksanaan pembinaan yang dilakukan
peneliti menggunakan� pencatatan lapangan
(lembar observasi) dan lembar diskusi balikan.
Diskusi balikan tujuannya untuk
mendapatkan informasi mengenai kekurangan-kekurangan penerapan model supervisi
klinis. Kekurangan tersebut menjadi dasar untuk memperbaiki dan menyempurnakan
pelaksanaan siklus selanjutnya. Perubahan yang terjadi tidak hanya dari cara
hasil pembinaan, tetapi dilihat juga dilihat dari proses pembinaannya, yaitu
aktivitas guru. Aktivitas guru dan perolehan skor guru, selama pembinaan dari
siklus I sampai siklus II telah mengalami perbaikan dan peningkatan.
Hasil observasi terhadap pelaksanaan
pembinaan menunjukkan bahwa kemampuan guru pada siklus II lebih baik dan tinggi
dibanding siklus I, dengan demikian kegiatan pembinaan pada siklus II berupa
penerapan model supervisi klinis telah berhasil dengan baik meningkatkan
kemampuan guru dalam membuat dan menyebarkan soal menggunakan aplikasi kahoot.
Proses pembinaan
pada siklus II telah memperlihatkan adanya peningkatan aktivitas guru dibanding
pada siklus I, mulai dari mengisi identitas menu, mengisi identitas quiz,
memasukkan butir quiz, melengkapi isian quiz
dan menyebarkan tautan quiz ke seluruh siswa melalui media sosial internet. Aktifitas guru selama pembinaan pada siklus II dapat
dilihat dari Tabel 1 ������
Tabel 1.�
Aktivitas Guru Selama Pembinaan dari Siklus I-siklus II
Jumlah Guru & Prosentase |
Aktivitas Guru
Selama Pembinaan pada Siklus I - II |
|||||||||
Terampil
mengisi identitas menu |
Terampil
mengisi identitas quiz |
Terampil
memasukkan butir quiz |
Terampil
melengkapi isian quiz |
Terampil
menyebarkan tautan quiz ke
seluruh siswa melalui
media sosial
internet |
||||||
I |
II |
I |
II |
I |
II |
I |
II |
I |
II |
|
Jumlah Guru |
14 |
19 |
13 |
17 |
12 |
16 |
13 |
17 |
14 |
18 |
Prosentase |
66.67 |
90.48 |
61.90 |
80.95 |
57.14 |
76.19 |
61.90 |
80.95 |
66.67 |
85.71 |
Data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa
kemampuan guru dalam mengisi identitas menu dengan terampil dari siklus I
sampai siklus II mengalami peningkatan. Pada siklus I guru yang� benar-benar terampil berjumlah 14 orang
(66.67%), dan pada siklus II berjumlah 19 orang (90.48%).
Kemampuan guru dalam mengisi identitas
quiz dengan terampil dari siklus I sampai siklus II mengalami peningkatan. Pada
siklus I guru yang benar-benar terampil berjumlah 13 orang (61.90%), dan pada
siklus II berjumlah 17 orang (80.95%).
Berdasarkan data pada Tabel 1 kemampuan
guru dalam melakukan memasukkan butir quiz dengan terampil dari siklus I sampai
siklus II mengalami peningkatan. Pada��
siklus I guru yang� benar-benar
terampil berjumlah 12 orang (57.14%), dan pada siklus II berjumlah 16 orang
(76.19%).
Kemampuan guru dalam melengkapi isian
quiz dengan terampil dari siklus I sampai siklus II mengalami peningkatan. Pada siklus I guru yang� benar-benar terampil berjumlah 13 orang
(61.90%), dan pada siklus II berjumlah 17 orang (80.95%).
Berdasarkan data pada Tabel 1 kemampuan
guru dalam menyebarkan tautan quiz ke seluruh siswa melalui media sosial
internet dengan terampil dari siklus I sampai siklus II mengalami peningkatan.
Pada�� siklus I guru yang benar-benar
terampil berjumlah 14 orang (66.67%), dan pada siklus II berjumlah 18 orang
(85.71%).
Berdasarkan hasil
skor guru dalam membuat dan menyebarkan soal menggunakan aplikasi kahoot selama
pembinaan, menunjukkan adanya peningkatan skor guru pada siklus II dibanding
siklus I. Peningkatan skor guru dapat dilihat pada Tabel 2 berikut:
Tabel 2.
� Skor Guru dari
Siklus I-II
No |
Kode
Guru |
Nilai |
|
Siklus
I |
Siklus
II |
||
1 |
AA |
70 |
80 |
2 |
AB |
60 |
70 |
3 |
AC |
80 |
90 |
4 |
AD |
70 |
80 |
5 |
AE |
80 |
90 |
6 |
AF |
60 |
70 |
7 |
AG |
70 |
80 |
8 |
AH |
70 |
80 |
9 |
AI |
80 |
90 |
10 |
AJ |
70 |
80 |
11 |
AK |
80 |
90 |
12 |
AL |
60 |
70 |
13 |
AM |
70 |
80 |
14 |
AN |
70 |
80 |
21 |
AO |
80 |
90 |
16 |
AP |
80 |
90 |
17 |
AQ |
70 |
80 |
18 |
AR |
80 |
90 |
19 |
AS |
70 |
80 |
20 |
AT |
70 |
80 |
21 |
AU |
70 |
80 |
|
Rata-rata |
71.90 |
81.90 |
|
DSK |
57.14% |
85.71% |
Berdasarkan
data pada Tabel 2, dapat dijelaskan:
a) Pada
Siklus I, skor tertinggi adalah 80.00, terendah 60.00 dan� rata-ratanya adalah 71.90 serta jumlah guru
yang mengalami ketuntasan belajarnya sebanyak 12 orang (57.14%).
b) Pada
Siklus II, nilai rata-rata harian tertinggi adalah 90.00, terendah 70.00 dan
rata-ratanya adalah 81.90 serta jumlah guru yang mengalami ketuntasan
belajarnya sebanyak 18 orang (85.71%).
2. Pembahasan
Hasil observasi proses pembinaan dari
siklus I sampai Siklus II, menggambarkan bahwa aktivitas guru menunjukan pola
yang aktif, serta antusias mengikuti setiap sesi pembinaan.�
Hampir semua guru berperan aktif membuat dan menyebarkan soal menggunakan aplikasi kahoot,
mulai dari mengisi identitas menu, mengisi identitas quiz, memasukkan butir
soal, melengkapi isian quiz dan menyebarkan tautan quiz ke seluruh siswa
melalui media sosial internet. Walaupun pada awalnya banyak yang belum terampil
tetapi pada siklus II sudah menunjukkan kemajuan yang sangat pesat.
Hasil observasi proses pembinaan dari
siklus I sampai siklus II, menggambarkan bahwa skor guru menunjukan adanya
peningkatan. Data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa penerapan model supervisi
klinis meningkatkan keterampilan guru dalam membuat dan menyebarkan soal menggunakan aplikasi kahoot. Hal ini terlihat dari adanya� peningkatan prosentase nilai guru pada��������������� siklus I dengan siklus II.
Kondisi tersebut menunjukkan bahwa guru sudah mulai memahami cara membuat dan menyebarkan soal menggunakan aplikasi kahoot. Peningkatan tersebut� terjadi karena pada siklus II guru sudah
memiliki pengalaman dan pengetahuan tentang kekurangan-kekurangan pada siklus I
dari hasil supervisi klinis dan penilaian sendiri melalui learning
community. Dengan demikian penggunaan
model supervisi klinis meningkatkan kemampuan guru dalam membuat dan menyebarkan soal menggunakan aplikasi digital
yaitu aplikasi Kahoot. Peningkatan
terjadi karena adanya guru sudah mahir mendiagnosis kekurangan-kekurangan pada
siklus sebelumnya, melalui proses penilaian sendiri dan sejawat melalui hubungan yang bersifat kolegial, dengan cara kolaborasi
yang harmonis, melalui learning community dibawah bimbingan dan arahan pengawas
sekolah (Dewey, 1938;
Duch, 1996; dan Cascio, 1991; Castetter, 2004;
Freeman, 1995; Elizabeth & Wilson, 2006; Geeta, 2006; Mehrunnisa, 2000; Mosavi, 2014; dan Berk, 1995). Selain itu
peningkatan menunjukkan bahwa setiap guru telah melaksanakan dan mengikuti
tahap-tahap jalannya kegiatan pembinaan, serta menunjukan bahwa hampir semua
guru berperan aktif mengikuti setiap sesi pembinaan yang dilakukan oleh
peneliti. Sehingga pada saat
dilaksanakan pengukuran kemampuan dan�
keterampilan guru dalam membuat dan menyebarkan soal menggunakan
aplikasi Kahoot, pada siklus II, sudah 85.71% guru memperoleh skor 80.00 ke atas. Selain itu proses bimbingan dan arahan
selama proses pembinaan yang dilakukan sudah diupayakan intensif. Sehingga guru
tidak mengalami kesulitan dalam melaksanakan proses pembinaan dalam membuat
dan menyebarkan soal menggunakan aplikasi kahoot.
Kesimpulan
1)�� Penggunaan model
supervisi klinis meningkatkan kemampuan guru dalam membuat dan menyebarkan soal menggunakan aplikasi digital
yaitu aplikasi Kahoot.
2)�� Model
supervisi klinis meningkatkan kemampuan guru dalam mendiagnosis kekurangan-kekurangan pada siklus I, melalui proses
penilaian sendiri dan sejawat melalui hubungan
yang bersifat kolegial, dengan
cara kolaborasi yang harmonis, melalui learning community dibawah bimbingan dan arahan pengawas
sekolah. Pelaksanaan siklus II merupakan hasil perbaikan dari pelaksanaan
siklus I.
BLIBIOGRAFI
Ahmad, I. (2018). Proses pembelajaran digital dalam era
revolusi industri 4.0. Direktur Jenderal Pembelajaran Dan Kemahasiswaan.
Kemenristek Dikti.
Arikunto, S. (2010). Prosedur penelitian. Jakarta:
rineka cipta.
Bella, E. (2018). Pengaruh Penerapan Literasi Digital &
Teknologi terhadap Peningkatan Pembelajaran Siswa di SMP Negeri 6 Banda Aceh. Skripsi.
UIN Ar-Rantry Darussalam�Banda Aceh.
Berk, J. B. S. (1995). Total Quality Management:
Implementing Continuous Improvement. Kuala Lumpur: S. Abdul Madjeed & Co.
Depdikbud, R. I. (1994). Pedoman Pembinaan Profesional
Pendidik Sekolah Dasar. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan
Menengah.
Forum, W. E. (2017). Realizing Human Potential in the
Fourth Industrial Revolution: An Agenda for Leaders to Shape the Future of
Education, Gender and Work.m.
Gebhard, J. G. (1990). Models of Supervision: Choices in
J. Richards and D. Nunan (Eds) Second Language Teacher Education.
Cambridge: Cambridge University Press.
Haristy, D. R., Enawaty, E., & Lestari, I. (2013).
Pembelajaran Berbasis Literasi Sains pada Materi Larutan Elektrolit dan Non
Elektrolit di SMA Negeri 1 Pontianak. Jurnal Pendidikan Dan Pembelajaran,
2(12).
Härtel, M. (2015). No Title. Retrieved from
www.unevoc.unesco.org/up/ICT_TVET_UNEVOC_Haertel_ELA2015.pdf
Heble, G. (2006). A model of expert instructional
supervision: A descriptive cross case study. Wilmington College (Delaware).
Hernani & Ahmad, M. (2010). Pengaruh Pembelajaran
Berbasis Literasi Sains dan Teknologi terhadap Keterampilan Proses SAINS siswa
SMP. Jurnal Pendidikan Matematika Dan Sains Edisi I Tahun XV.
Husain, C. (2014). Pemanfaatan teknologi informasi dan
komunikasi dalam pembelajaran di SMA Muhammadiyah Tarakan. Jurnal Kebijakan
Dan Pengembangan Pendidikan, 2(2).
M.T, M. (2011). Edmodo: Social Network Berbasis Sekolah.
Retrieved from Available website:
http://p4tkmatematika.org/2011/12/edmodo-social-network-berbasis-sekolah
Mehrunnisa, A. A. (2000). Supervision for teacher
development, International of educational development. pergamon.
Mosavi, F. (2014). Present a Conceptual Framework of
Supervisory System for Teacher. Journal of Educational and Management
Studies, 4(4), 738�744.
Nomor, U.-U. R. I. (2008). Metode dan Teknik Supervisi.
Ditendik-Dirjen PMPTK. Jakarta.
Sudjana, N. (2001). Tuntunan penyusunan karya ilmiah. Bandung:
Sinar Baru Algensindo.
Sujana, D. (2011). Buku Kerja Pengawas. Jakarta: Pusat
Pengembangan Tenaga Kependidikan, Badan PSDM dan PMP, Kementrian Pendidikan
Nasional.
Sukidin, D. (2002). Manajemen Penelitian Tindakan Kelas.
Jakarta: Insan Cendekia.
Sumarno, U. (2005). Penelitian Siklus. Makalah. UPI. Tidak
Diterbitkan.
Trilling, B., & Fadel, C. (2009). 21st Century
Skills.: Learning for Life in Our Times. John Wiley & Sons.
Wilson, E. K. (2006). The impact of an alternative model of
student teacher supervision: Views of the participants. Teaching and Teacher
Education, 22(1), 22�31.
Wiriaatmadja. (1999). Penelitian Tindakan dalam Bentuk Siklus
Sebagai Upaya Meningkatkan Kemahiran Profesional Dosen di Perguruan Tinggi. Jurnal
Mimbar Penelitian, No 30/Juli.
Yusup. (2018). UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN GURU DALAM
PENGGUNAAN MEDIA KOMPUTER MELALUI PELATIHAN DI SMP N 2 KAPETAKAN. Syntax
Literate ; Jurnal Ilmiah Indonesia, 3, No 9 Se, 139.