Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e-ISSN: 2548-1398

Vol. 6, No. 7, Mei 2022

 

KEBIJAKAN PEMERATAAN DAN PERLUASAN AKSES PENDIDIKAN DAN DAMPAKNYA TERHADAP SEKOLAH SWASTA

 

Sulhan Hamid H Lubis, Wanapri Pangaribuan, Selamat Triono Ahmad, Syamsul Arif

Manajemen Pendidikan Program Pasca Sarjana - Universitas Negeri Medan, Indonesia

Email: [email protected], [email protected], [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Kebijakan pemerataan dan perluasan akses pendidikan dilakukan oleh pemerintah dengan mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar 20% dari APBN, membebaskan biaya sekolah bagi SD dan SMP, program Dana BOS, Bantuan KIP dan lain sebagainya. Pemerintah juga membangun Unit Sekolah Baru dan penambahan Ruang Kelas Baru pada sekolah. Kebijakan ini bentuk keseriusan pemerintah dalam memajukan pendidikan di Indonesia. Namun kebijakan ini menimbulkan masalah baru bagi sekolah swasta terutama sekolah kecil (jumlah siswa minim). Penambahan sekolah baru di daerah yang sudah ada sekolah negeri dan swasta dan penambahan ruang kelas baru pada sekolah negeri menjadi pemicu berkurangnya jumlah siswa yang mendaftar di sekolah swasta. Jika hal ini tidak mendapat perhatian dari pemerintah sebagai pengambil kebijakan akan berdampak pada �kematian sekolah swasta�. Dalam analisis kebijakan publik, W.I Jenkins membuat langkah-langkah dalam menganalisis kebijakan yaitu: a) inisiasi, b) informasi, c) pertimbangan, d) keputusan, e) implementasi, f) evaluasi, dan g) terminasi (penghentian).

 

Kata Kunci: Perluasan Akses Pendidikan, Sekolah Swasta, Analisis W.I Jenkins

 

Abstract

The policy of equity and expansion of access to education is carried out by the government by allocating an education budget of 20% of the APBN, freeing school fees for elementary and junior high schools, the BOS Fund program, KIP assistance and so on. The government also built a new school unit and added new classrooms to the school. This policy is a form of the government's seriousness in advancing education in Indonesia. However, this policy creates new problems for private schools, especially small schools (the number of students is minimal). The addition of new schools in areas that already have public and private schools and the addition of new classrooms at state schools have triggered a reduction in the number of students enrolling in private schools. If this does not receive attention from the government as a policy maker, it will have an impact on the "death of private schools". In public policy analysis, W.I Jenkins makes steps in analyzing policy, namely: a) initiation, b) information, c) consideration, d) decision, e) implementation, f) evaluation, and g) termination.

 

Keywords: Expanding Access to Education, Private Schools, W.I Jenkins Analisis Analysis

 

Pendahuluan

UUD 1945 merupakan acuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara (konstitusi) telah menjamin hak-hak dasar dari anak-anak yang kondisi sosialnya kurang beruntung. Seperti halnya Pasal 34, Pasal 38, akan tetapi jaminan Negara terhadap nasib anak-anak yang kurang beruntung tersebut kadang hanya sebatas retorika belaka. Pada realitasnya masih banyak anak-anak yang putus sekolah, masih banyak anak-anak yang terlantar dan masih banyak berbagai macam persoalan lainnya yang menyangkut anak yang belum mendapat perhatian penuh dari Pemerintah, khususnya permasalahan perluasan dan pemerataan akses pendidikan bagi anak (masyarakat). Pemerataan dan perluasan pendidikan atau biasa disebut perluasan kesempatan belajar merupakan salah satu sasaran dalam pelaksanaan pembangunan nasional. Hal ini dimaksudkan agar setiap orang mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan. Kesempatan memperoleh pendidikan tersebut tidak boleh dibedakan menurut jenis kelamin, status sosial, agama, maupun letak geografis. (Hakim, 2016)

Semua warga negara mempunyai hak yang sama dalam mengakses dan mendapatkan layanan pendidikan bersifat non diskriminasi dan non rivalry. Layanan pendidikan harus tersedia secara merata di seluruh wilayah Indonesia dan terjangkau bagi semua tanpa ada diskriminasi geografis, sosial ekonomi, psikis fisik dan usia. Untuk memperkuat kebijakan yang telah ada dan sekaligus menghadirkan keadilan bagi semua pemerintah telah mengeluarkan peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan nomor 14 tahun 2018 tentang penerimaan peserta didik baru mulai jenjang taman kanak-kanak hingga sekolah menengah. Kebijakan ini menjamin penerimaan peserta didik baru berjalan secara objektif, akuntabel, nondiskriminatif, dan berkeadilan untuk lebih mendorong peningkatan akses layanan pendidikan bagi semua.

Kebijakan pemerataan dan perluasan akses pendidikan ini membawa dampak baru bagi sekolah swasta. Dengan berdirinya sekolah baru dan penambahan rombel di sekolah negeri memunculkan masalah serius bagi sekolah swasta. Banyak sekolah yang terpakasa �tutup� karena tidak memiliki siswa dan tidak mampu bertahan ditengah terpaan kebijakan ini.

 

Landasan Teori

1.     Kebijakan Pemerataan dan Perluasan Akses Pendidikan

Perluasan dan pemerataan pendidikan merupakan suatu padanan kata yang memiliki makna yang hampir sama. Perluasan pendidikan lebih menekankan bagaimana upaya pemerintah untuk mengadakan sarana dan prasaran pendidikan, kemudian penyediaan sarana dan prasaran tersebut mencapai seluruh pelosok nusantara atau daerah-daerah terpencil. Pemerataan pendidikan memiliki arti yang lebih menekankan bagaimana upaya yang dilakukan oleh pemerintah agar seluruh masyarakat dapat memperoleh hak yang sama di dalam mengakses pendidikan. Dengan kata lain, tidak ada perbedaan antara si miskin dan si kaya, demikian juga tidak terdapat perbedaan antara masyarakat kota dan masyarakat desa.

Perluasan dan pemerataan pendidikan merupakan salah satu sasaran dalam pelaksanaan pembangunan nasional. Hal ini dimaksudkan agar setiap orang mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan, baik formal maupun non formal. Kesempatan memperoleh pendidikan tersebut tidak boleh dibedakan menurut jenis kelamin, status sosial, agama, suku, maupun letak geografis daerah. Masih banyak sekali dari masyarakat kita yang berpendidikan rendah bahkan tidak berpendidikan. Inilah yang menjadi permasalahan pokok mengapa hingga saat ini Indonesia masih digolongkan sebagai negara berkembang. Sebab kualitas SDM masyarakatnya yang rendah.

Perluasan pendidikan lebih menekankan terhadap upaya pemerintah dalam mengadakan sarana dan prasaran pendidikan, agar dapat mencapai seluruh pelosok nusantara sampai ke daerah-daerah terpencil. Pemerataan pendidikan memiliki arti yang lebih menekankan terhadap upaya yang dilakukan oleh Pemerintah agar seluruh masyarakatnya dapat memperoleh hak yang sama dalam mengakses pendidikan. Dengan kata lain, tidak ada perbedaan antara si miskin dan si kaya, antara masyarakat kota dan masyarakat desa.

Pemerintah telah melakukan beberapa upaya dalam rangka menciptakan pemerataan pendidikan di Indonesia. Diantaranya, dengan mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar 20% dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), membebaskan biaya bagi sekolah dasar (SD), membuat program Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), hingga bagi sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Umum (SMU) mendapatkan bantuan bagi siswa-siswi yang kurang mampu.

2.     Dampak bagi sekolah swasta

Eksistensi sekolah swasta telah ada sejak perang kemerdekaan sampai saat ini. Sekolah-sekolah ini didirikan oleh organisasi keagamaan dan non keagamaan seperti Ma'arif, Muhammadiyah, Yayasan Katolik, Kristen, Taman Siswa dan lain-lain. Pesan serta sekolah swasta terhadap bangsa dan negara sangatlah besar. Sekolah-sekolah swasta ini berhasil melahirkan generasi-generasi cerdas, militan kepribadian dan jiwa panggilan untuk memerdekakan diri dari penjajah. Namun demikian lebih 76 tahun Indonesia merdeka, satu persatu sekolah-sekolah swasta tutup atau gulung tikar. Hal Ini disebabkan kebijakan pemerintah yang kurang mendukung eksistensinya. Selain itu juga ada faktor internal lain yang menyebabkan mereka terpaksa gulung tikar. Beberapa faktor dibawah ini adalah dampak yang dirasakan oleh sekolah swasta (Martono et al., 2018) :

1)       Pembangunan Unit Sekolah Baru

Pemerintah berusaha membangun Unit Sekolah Baru (USB) di setiap ibukota kecamatan untuk jenjang SMP, SMA/SMK. Sekolah-sekolah negeri yang sudah adapun terus meningkatkan pagunya dengan menambah jumlah siswa. SMA Negeri dapat memiliki rombel hingga 33 kelas atau sekitar 11 kelas paralel setiap jenjang. SMK memiliki kelas lebih banyak karena diberi peluang membuka dan memiliki program studi atau jurusan yang beragam. Jumlah murid SMK negeri dapat mencapai 1500-2000 siswa. Kebijakan inilah yang mengakibatkan sekolah swasta mengalami kekurangan siswa. Kondisi ini menjadi salah satu persoalan serius yang dialami sekolah-sekolah swasta setiap kali menjelang tahun ajaran baru.

2)       Program Sekolah Gratis.

Sekolah gratis yang ditawarkan oleh pemerintah semakin hari menguras keberadaan sekolah swasta. Faktor biaya menjadi alasan utama bagi sebagian orang tua untuk tetap mengupayakan agar anak-anaknya dapat masuk ke sekolah negeri. Akibatnya, sekolah-sekolah swasta pun hanya dijadikan pilihan terakhir oleh orang tua ketika anaknya tidak diterima di sekolah negeri. Kondisi ini ditambah image bahwa sekolah negeri lebih berkualitas dibandingkan dengan sekolah swasta. Akhirnya sekolah swasta hanya dapat diakses siswa yang tidak lolos masuk sekolah negeri dan orangtua mampu secara ekonomi.

3)       Kebijakan Menarik guru DPK

Pemerintah mengeluarkan peraturan menarik guru negeri yang diperbantukan di sekolah swasta. Hal ini dilakukan karena merujuk pada aturan prinsip di dalam Undang-Undang nomor 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Dalam pasal 1 ayat 1 sudah jelas ditulis bahwa ASN adalah PNS dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja untuk bekerja pada instansi pemerintah. Kebijakan ini menjadikan sekolah swasta harus mengangkat guru secara mandiri. Sebagai konsekuensinya, sekolah swasta harus membiayai gaji secara mandiri pula. Komponen gaji guru merupakan alokasi paling besar pada pos pengeluaran sekolah. Pemerintah memang telah memberikan dana BOS bagi sekolah swasta, tetapi peruntukannya bukan hanya untuk membayar gaji guru dan karyawan. Guru swasta mampu bertahan mengajar di sekolah swasta karena ada tunjangan profesi guru yang dapat membantu menopang pembiayaan hidupnya. Kendati demikian tidak semua guru sekolah swasta sudah sertifikasi.

4)       Penghasilan guru sekolah swasta yang relatif kecil

Terjadi ketimpangan pendapatan guru PNS dengan guru swasta terlebih sekolah swasta yang kecil. Hanya sekolah swasta yang memiliki reputasi baik dan dipercaya masyarakat dan mempunyai banyak murid yang memiliki kemampuan finansial yang lebih dari cukup dan mampu memberikan gaji sesuai dengan gaji guru PNS. Realitas ini mengakibatkan guru swasta tidak mempunyai dana lebih untuk mengikuti pelatihan, workshop, membeli buku, mengakses internet dan meningkatkan kompetensinya.

5)       Pengelolaan Sekolah yang kurang baik

Banyak ditemui di lapangan bahawa pengelola sekolah swasta tidak memiliki kepercayaan diri yang cukup untuk berkompetisi dengan sekolah negeri. Hal ini tentu saja akan berakibat fatal bagi promosi sekolah swasta. Hanya sebagian kecil sekolah swasta yang mampu membuat iklan di berbagai media, kreatif menjadi sponsor kegiatan di sekolah, memberikan bonus kepada guru atau sekolah yang dapat memasukkan siswanya ke sekolahnya. Namun berbagai strategi ini hanya mampu dilakukan oleh sekolah swasta yang mampu secara finansial. Walaupun demikian, strategi yang dilakukan tidak selah mendapatkan hasil yang maksimal.

6)       Strategi Promosi yang kurang handal

Stategi pemasaran yang dilakukan sekolah swasta tidak memiliki tim marketing yang dipekerjakan secara full time. Pada umumnya yang menjadi tim marketing diambil dari seluruh guru yang bekerja secara sambilan. Sama kita ketahui bahwa tugas utama guru adalah mengajar, dan pekerjaan mengajar menyita waktu dan tenaganya dengan beban tidak ringan. Tentu kondisi ini sulit bagi guru-guru untuk benar-benar serius menjalankan fungsi pemasaran atau marketingnya.

7)       Peluang pengembangan diri guru

Selama ini guru sekolah swasta jarang sekali mendapat kesempatan untuk mengembangkan kompetensi profesional dan tidak seluas kesempatan guru sekolah negeri. Program pemberdayaan yang dilakukan pemerintah lebih sering diperuntukan bagi guru sekolah negeri. Dampak yang dirasakan tentu saja wawasan dan kompetensi guru sekolah swasta tidak berkembang secara optimal dibanding guru sekolah negeri. Guru swasta ketinggalan informasi, kompetensinya tidak ter up grade padahal tugas dan beban mengajar mereka relatif lebih berat.

 

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan kajian Literatur dengan pertimbangan keterbatasan peneliti mengakses langsung data penelitian. Ide awal permasalahan dimulai dari permasalahan, selanjutnya proses mengumpulkan literatur berdasarkan topik kajian penelitian ini. Langkah berikutnya memilah literatur untuk menganalisis masalah yang disajikan. Setelah dianalisis baru kemudian dikembangkan dalam pembahasan menjadi kajian literatur dan disimpulkan. Artikel kajian yang ditelaah diperoleh dari berbagai sumber buku dan artikel jurnal dengan tema analisis kebijakan publik difokuskan pada teori analisis kebijakan W.I Jenkins.

 

Hasil dan Pembahasan

(Jenkins, 1978) mengartikan kebijakan publik sebagai �a set of interrelated decisions taken by a political actor or group of actors  concerning the selection of goals and the means of achieving them within a specified  situations where those decisions should, in principle, be within the power of those  actors to achieve.� (Serangkaian keputusan yang saling berkaitan yang diambil oleh seorang aktor politik atau sekelompok aktor politik berkenaan dengan tujuan yang telah dipilih beserta cara-cara untuk mencapainya dalam suatu situasi dimana keputusan-keputusan itu pada prinsipnya masih berada dalam batas-batas  kewenangan kekuasaan dari para aktor tersebut).

Jenkins mendefinisikan kebijakan publik sebagai sebuah keputusan dari berbagai aktor yang saling berhubungan untuk mencapai tujuan tertentu. Hal yang perlu digarisbawahi yaitu Jenkins lebih menekankan kebijakan publik pada sebuah proses pembuatan kebijakan, tidak seperti Thomas Dye yang hanya mendefinisikan kebijakan publik sebagai sebuah pilihan yang diambil oleh pemerintah. Misalnya saja ketika pemerintah ingin membuat sebuah kebijakan terkait kesehatan, maka pemerintah harus melibatkan berbagai aktor seperti departemen kesehatan, keuangan, kesejahteraan, dan lain sebagainya.

Setelah salah satu dari sekian alternatif kebijakan diputuskan, untuk diambil sebagai cara memecahkan masalah kebijakan, maka tahap paling akhir dalam pembuat kebijakan adalah penetapan kebijakan, sehingga mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Proses pembuatan kebijakan tidak dapat dipisahkan dengan proses penetapan atau pengesahan kebijakan. Proses pembuatan kebijakan publik merupakan proses yang kompleks karena melibatkkan banyak proses maupun variabel yang harus dikaji. Oleh karena itu, ahli politik membagi proses kebijakan publik dalam tahap-tahapan agar mudah mengkaji kebijakan publik yang dibuat. Tulisan ini hanya fokus pada penetapan kebijakan publik menurut Jenkins. Adapun tahapan dalam pembuatan kebijakan publik menurut pendapat Jenkins dalam (Abdal, 2015) adalah sebagai berikut:

1)     Inisiasi

Seorang pemimpin perlu mengambil prakarsa untuk menciptakan gagasan-gagasan baru, namun sebaliknya tugas pemimpin yang memberi pengarahan ataupun menolak gagasan-gagasan dari anggota kelompoknya yang dinilai tidak layak. Inisiatif dalam arti menciptakan ataupun menolak ide-ide baru baik yang berasal dari pimpinan itu sendiri ataupun dari anggota kelompoknya perlu untuk dilaksanakan, sebab pemimpin mempunyai tanggung jawab yang lebih besar terhadap keberadaan atau eksistensi kelompok yang dipimpinnya, disamping itu yang lebih penting adalah tanggung jawab untuk terlaksananya tujuan-tujuan kelompok. (Lestari et al., 2020).

Kebijakan pemerataan dan perluasan akses pendidikan tentu sangat berdampak bagi sekolah swasta terlebih sekolah swasta dengan jumlah siswa yang kecil. Pemerintah sebagai pemimpin yang menginisiasi kebijakan ini harus memprakarsai kembali dan menciptakan gagasan baru agar sekolah swasta yang juga ikut memcerdaskan kehidupan bangsa tidak mengalamai �kematian� dengan kebijakan yang diambil pemerintah.

2)     Informasi

Informasi merupakan hasil dari pengolahan data dalam suatu bentuk yang menggambarkan suatu kejadian-kejadian (event) yang nyata (fact) dengan lebih berguna dan lebih berarti (Setiawan, 2006). Pada pengertian lain, informasi adalah sejumlah data yang telah diolah melalui pengolahan data dalam rangka menguji tingkat kebenarannya dan ketercapaiannya sesuai kebutuhan. Informasi itu harus akurat, tepat dan dan relevan agar tidak terjadi kesalahan dalam pengambilan keputusan.

Informasi yang diterima oleh pemerintah baik secara langsung maupun tidak langsung terkait dengan kebijakan pemerataan dan perluasan akses pendidikan yang sangat berdampak pada sekolah swasta menggambarkan kejadian (event) di lapangan yang nyatan (fact). Satu dari sekian banyak kondisi rill di lapangan yang bisa dijadikan informasi bagi pemerintah seperti yang disampaikan oleh  Ketua Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) Kota Sukabumi, Endang Imam yang mengeluhkan sikap Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (P & K) Kota Sukabumi dan Kantor Cabang Dinas Pendidikan (KCD) wilayah V Provinsi Jawa Barat dalam pelaksanaan PPDB. Sebab, tidak memberikan keadilan untuk sekolah-sekolah swasta. Dari laporan yang diterimanya, tak sedikit sekolah swasta yang mengeluhkan minimnya pendaftar. Bahkan, ada juga sekolah yang baru menerima empat murid saja.

3)     Pertimbangan

Informasi terkait keluhan sekolah swasta terhadap pemerataan dan perluasan akses pendidikan dan dampak yang dirasakan harus menjadi pertimbangan bagi pemerintah dalam menata ulang kebijakan yang telah dikeluarkan. Kebijakan yang dibuat pemerintah hendaknya tidak terkesan emosional. Tidak berfokus pada satu sudut pandang tapi melihat dari berbagai sudut pandang. Pemerintah juga harus objektif ketika menerima data dan informasi sehingga tidak ada subjektifitas. Kepentingan semua golongan juga harus terperhatikan agar kebijakan yang dikeluarkan tidak menimbulkan masalah baru. Selanjutnya membuat pertimbangan yang matang agar tidak terkesan buru-buru dan tidak memiliki perencanaan yang baik.

Kebijakan Pendirian Unit Sekolah Baru (USB) harus dikaji ulang oleh pemerintah karena �menyakiti� sekolah swasta yang selama ini telah berpartisipasi dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Keberadaan sekolah negeri secara langsung akan mempengaruhi populasi siswa yang mendaftar di sekolah swasta. Seharusnya sebelum pendirian USB, pemerintah mempertimbangkan dampak baik dan buruknya sehingga tidak seperti kejadian pendirian mall-mall diperkotaan, berdiri mall baru, mall yang sudah ada pengunjungnya berkurang drastis atau malah tutup.

4)     Keputusan

Keputusan berdasarkan berbagai pertimbangan merupakan tingkat keputusan yang lebih banyak membutuhkan informasi dan informasi tersebut dikumpulkan serta dianalisis untuk dipertimbangkan agar menghasilkan keputusan. (Salusa: 2008). Suatu proses pengambilan keputusan membutuhkan langkah-langkah dalam membantu dan membuat keputusan yang lebih terdidik agar dapat mencegah pengambilan keputusan salah. Langkah-langkah tersebut dibagi menjadi beberapa bagian yakni identifikasi keputusan, pengumpulan informasi yang relevan, identifikasi alternatif, timbang buktinya, pilih di antara alternatif, mengambil tindakan, tinjau keputusan. (Wikipedia).

Perluasan dan pemerataan akses pendidikan memiliki dampak positif terutama bagi daerah yang tidak terjangkau, terisolir atau tertinggal selama ini. Kebijakan ini juga akan sangat menguntungkan bagi masyarakat untuk mendapatkan layanan pendidikan yang bermutu dengan adanya sistem zonasi. Di lain pihak, perluasan dan pemerataan juga memiliki dampak negatif bagi sekolah swasta. Adanya Unit Sekolah Baru, penambahan rombel sekolah negeri tentu akan mengurangi jumlah siswa yang akan mendaftar ke sekolah negeri. Oleh karena itu sebelum pemerintah memutuskan pendirian Unit Sekolah Baru dan penambahan rombel bagi sekolah negeri hendaknya juga memikirkan nasib sekolah swasta yang ada di sekitar sekolah negeri tersebut.

5)     Implementasi

Implementasi mencakup pencapaian keputusan kepada orang�orang yang terkait dan mendapatkan komitmen mereka pada keputusan tersebut. Oleh karena itu pekerjaan pemerintah tidak hanya terbatas pada keterampilan memilih pemecahan yang baik, akan tetapi meliputi juga pengetahuan dan keterampilan yang perlu untuk melaksanakan pemecahan masalah tersebut menjadi perilaku dalam organisasi.  

Penerapan kebijakan pemerataan dan perluasan pendidikan akan memudahkan masyarakat mengakses pendidikan. Hail ini juga sekaligus menjadi tantangan bagi sekolah swasta untuk tetap dapat bertahan ditengah terpaan badai hilangnya jumlah siswa yang akan mendaftar. Implementasi kebijakan ini hendaknya tidak seperti politik belah bambu dengan mengangkat satu pihak dan menjatuhkan pihak yang lain. Sekolah swasta juga harus mendapat perhatian dari pemerintah karena tanpa peran swasta, pemerintah tidak dapat menjalankan pendidikan.

6)     Evaluasi

Tahap evaluasi dilaksanakan untuk memastikan bahwa pelaksanaan keputusan yang diambil mengenai sasaran dan tujuan yang ingin dicapai. Jika ternyata tujuan tidak tercapai, pemerintah dapat melakukan respon dengan cepat. Pelaksaan kebijakan pemerataan dan perluasan pendidikan di daerah yang tidak ada lembaga pendidikan disambut baik oleh masyarakat pada umumnya karena selain meningkatkan layanan mutu pendidikan, kebijakan ini juga mengurangi angka putus sekolah dan mengurangi biaya dalam pendidikan. Berbeda halnya jika di daerah itu sudah banyak sekolah dan ada sekolah swasta, penambahan Unit Sekolah Baru dan penambahan rombel membuat sekolah swasta meradang atau bahkan bisa kejang-kejang karena tak ada calon siswa yang datang mendaftar.

7)     Terminasi (penghentian)

Terminasi kebijakan semestinya dipandang sebagai sebuah langkah penting untuk melakukan koreksi terhadap sebuah kebijakan yang ada, serta untuk mengalokasikan risorsis secara lebih efisien. Sehingga tertundanya proses terminasi sebuah kebijakan yang dinilai cacat akan berakibat pada bahaya yang ditimbulkan oleh sebuah kebijakan tersebut. Dalam bahasa yang lebih sederhana, Brewer (1978) menandaskan bahwa terminasi merupakan upaya penyesuaian (adjustment) kebijakan yang dianggap disfungsi, redundant, outmoded, atau unnecessary. Namun, karena merupakan upaya penggantian yang lebih diarahkan oleh berbagai faktor politik, keberhasilan proses terminasi kebijakan merupakan aktivitas politik yang paling problematik. Tujuannya adalah untuk merubah kebijakan atau program yang disfungsi atau outmoded dan memudahkan pencapaian sasaran kebijakan. (Keban, 2015)

Pembanguan Unit Sekolah  Baru dan Ruang Kelas Baru seperti dua mata pisau bagi dunia pendidikan. Untuk daerah yang tidak memiliki unit sekolah pembangunan sekolah baru merupakan asa dan nafas baru untuk menggapai pendidikan yang lebih baik. Penambahan ruang kelas baru juga memperluas kesempatan bagi siswa untuk bisa masuk ke sekolah yang menjadi tujauannya menimba ilmu. Berbeda halnya jika pembangunan sekolah baru dan ruang kelas baru di daerah yang sudah ada sekolah negeri tentu akan melahirkan cerita yang berbeda. Hadirnya sekolah baru dengan status negeri dan fasilitas yang lengkap dari pemerintah membuat sekolah swasta yang lebih dahulu eksis akan mengancam keberadaannya. Ditambah lagi dengan penambahan ruang kelas baru bagi sekolah-sekolah negeri yang ada tentu akan ikut memperparah jumlah siswa yang masuk di sekolah swasta yang kecil.

Melihat fenomena ini kebijakan pembangunan Unit Sekolah Baru dan Ruang Kelas Baru perlu ditinjau ulang atau bahkan dihentikan agar agar ke depan tidak semakin banyak sekolah swasta yang tumbang karena sedikitnya jumlah siswa yang mendaftar. Dengan sedikitnya jumlah siswa sekolah swasta akan berpengaruh pada keuangan sekolah, dana BOS yang diterima dan anggaran yang bisa dialokasikan untuk kegiatan. Ketika sekolah swasta tidak bisa menjalankan aktivitas pendidikannya, tidak menutup kemungkinan ke depan banyak sekolah swasta yang menghentikan operasionalnya.

 

Kesimpulan

Pemerintah harus merevisi beberapa kebijakan yang berpotensi mendiskriminasi sekolah-sekolah swasta. Sekolah swasta seharusnya diberi hak yang sama dengan sekolah negeri karena pada dasarnya mereka memiliki peran penting yang tidak dapat dilakukan sekolah negeri seperti menampung siswa yang tidak mampu yang tidak tertampung atau tidak diterima di sekolah negeri pilihan pertama. Peran penting mereka harus mendapat perhatian penuh dari pemerintah minimal pemerintah membantu fasilitas sekolah swasta. Sekolah swasta juga memiliki hak yang sama dalam penerimaan siswa baru sistem PPDB online.

Pemerintah harus membatasi pembanguan Unit Sekolah Baru dan jumlah rombel di sekolah-sekolah negeri. Penambahan jumlah rombel hanya akan menunjukkan pemerintah telah menyelenggarakan kompetisi antara sekolah. Pada dasarnya keberadaan sekolah bukanlah untuk berkompetisi. Inilah paradigma yang harus diluruskan bahwa semua sekolah pada dasarnya memiliki tugas fungsi peran yang sama sehingga tidak perlu ada kompetisi antar sekolah. Kompetisi menyebabkan sekolah lebih fokus pada hasil dari pada proses. Sekolah perlu mendapatkan citra, investasi atau image bagus dari masyarakat dengan berbagai cara.

Pemerintah sementara waktu perlu melakukan moratorium pendirian sekolah baru dan penambahan jumlah rombel ketika di satu daerah sudah ada sekolah negeri atau swasta. Pendirian sekolah baru dapat dialihkan untuk membiayai sekolah swasta sehingga ada sistem kerjasama dalam pengelolaan sekolah tersebut antar lembaga swasta dan pemerintah. Ini sangat diperlukan agar karena sekolah negeri tidak mematikan keberadaan sekolah swasta sehingga persaingan antar sekolah dapat diminimalisir.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

Abdal, A. (2015). Kebijakan publik: Memahami konsep kebijakan publik. Pusat Penelitian dan Penerbitan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada ï¿½.Google Scholar

 

Hakim, L. (2016). Pemerataan akses pendidikan bagi rakyat sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. EduTech: Jurnal Ilmu Pendidikan Dan Ilmu Sosial, 2(1). Google Scholar

 

Jenkins, W. I. (1978). Policy analysis: A political and organisational perspective. Wiley-Blackwell. Google Scholar

 

Keban, P. (2015). Terminasi Kebijakan Publik: Tinjauan Normatif. Jejaring Administrasi Publik, 2(1), 799�803. Google Scholar

 

Lestari, Y., Prastyawan, A., Utami, D. A., Noviyanti, N., & Gamaputra, G. (2020). Pengembangan Bahan Ajar Mata Kuliah Pelayanan Publik Melalui Motode Virtual Learning. Jurnal Dimensi Pendidikan Dan Pembelajaran, 8(2), 103�110. Google Scholar

 

Martono, N., Puspitasari, E., & Wardiyono, F. X. (2018). Kematian sekolah swasta. Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Google Scholar

 

Setiawan, W. (2006). Munir,�. Pengantar Teknologi Informasi: Basis Data�, Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. Google Scholar