Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849

e-ISSN : 2548-1398

Vol. 7, No. 5, Mei 2022

������

STRATEGI KOMUNIKASI LINGKUNGAN BADAN USAHA MILIK DESA DALAM MENGELOLA EKOWISATA MANGROVE TOAPAYA SELATAN KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU

 

Panca Cahya Rinawati, Muhammad Firdaus, Tantri Puspita Yazid

Universitas Riau Pekanbaru, Indonesia

Email: [email protected], [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Penelitian ini dilatar belakangi Ekowisata merupakan sektor pariwisata yang berpotensi sebagai salah satu penunjang perekonomian nasional, dari ekowisata juga dapat dimanfaatkan oleh Pemerintah Daerah untuk meningkatkan pendapatan asli daerahnya sendiri. Kegiatan ekowisata pada dasarnya secara langsung memberi akses kepada semua orang untuk melihat, mengetahui, dan menikmati pengalaman alam, intelektual dan budaya masyarakat lokal. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui strategi komunikasi lingkungan Badan Usaha Milik Desa dalam mengelola Ekowisata Mangrove Toapaya Selatan Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau. Penelitian ini menggunakan pendekatan metode penelitian deskriptif kualitatif. Data primer diperoleh langsung melalui wawancara dari informan, yaitu Ketua BUMDes Toapaya Selatan, Ketua Koordiantor Ekowisata Mangrove Toapaya Selatan, Penggerak Ekowisata Mangrove Toapaya Selatan bidang Unit usaha dan Masyarakat yang tinggal di daerah Ekowisata Mangrove Toapaya Selatan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Strategi Komunikasi Lingkungan yang telah dilakukan BUMDes yaitu melalui beberapa tahap. Pertama, tahap assesment/penilaian yang meliputi analisis situasi dan identifikasi masalah sosial, ekonomi, lingkungan, Analisis pihak/pelaku yang terlibat, Komunikasi obyektif (untuk meningkatkan pengetahuan, mempengaruhi/perilaku). Kedua, tahap perencanaan yang meliputi pengembangan strategi komunikasi, Memotivasi dan mobilisasi masyarakat, Pemilihan media. Ketiga, tahap produksi yang meliputi desain pesan yang akan disampaikan, Produksi media disertai pretest. Keempat, tahap pelaksanaan yang meliputi penyebaran melalui media dan implementasinya, Dokumentasi dan evaluasi

 

Kata Kunci: strategi komunikasi lingkungan; ekowisata mangrove.

 

 

Pendahuluan

Ekowisata merupakan sektor pariwisata yang berpotensi sebagai salah satu penunjang perekonomian nasional, dari ekowisata juga dapat dimanfaatkan oleh Pemerintah Daerah untuk meningkatkan pendapatan asli daerahnya sendiri. Ekowisata merupakan salah satu kegiatan pariwisata yang berwawasan lingkungan dengan mengutamakan aspek konservasi alam, aspek pemberdayaan sosial budaya ekonomi masyarakat lokal serta aspek pembelajaran dan pendidikan.

Ekowisata menitikberatkan pada tiga hal utama yaitu; keberlangsungan alam atau ekologi, memberikan manfaat ekonomi, dan secara psikologi dapat diterima dalam kehidupan sosial masyarakat. Kegiatan ekowisata secara langsung memberi akses kepada semua orang untuk melihat, mengetahui, dan menikmati pengalaman alam, intelektual dan budaya masyarakat lokal.

Ekowisata menurut Tuwo (2011), aspek ekowisata pesisir mengarah ke metatourism, yaitu ekowisata pesisir yang tidak hanya menjual tujuan dan objek, tetapi menjual filosofi dan rasa. Sehingga dari aspek inilah ekowisata pesisir dan laut tidak akan mengenal kejenuhan pasar.

Menurut Mukhlison (2000), ekowisata dapat diartikan sebagai bentuk wisata yang bertanggung jawab terhadap kelestarian area yang masih alami, memberi manfaat secara ekonomi dan mempertahankan keutuhan budaya bagi masyarakat. Konsep ekowisata mencoba memadukan tiga komponen penting yaitu konservasi alam, memperdayakan masyarakat lokal, meningkatkan kesadaran lingkungan hidup. Hal ini ditujukan tidak hanya bagi pengunjung, tetapi melibatkan masyarakat setempat.

Menurut Permendagri (2009) Nomor 33 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengembangan Ekowisata di Daerah, telah memotivasi Pemerintah Daerah dalam mengembangkan ekowisata sudah menjadi dalam kegiatan kepariwisataan di Indonesia. Peraturan ini menjelaskan bahwa ekowisata adalah potensi sumberdaya alam, lingkungan, serta keunikan alam dan budaya yang menjadi suatu sektor unggulan daerah yang belum dikembangkan secara optimal.

Di Indonesia dalam pengembangan ekowisata, terdapat empat instansi yang memiliki wewenang dalam pengelolaan dan membuat kebijakan dan perundang-undangan tentang ekowisata. Kementerian tersebut, meliputi: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Pariwisata, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Namun demikian, dalam dinamika regulasi kepariwisataan dan ekowisata di Indonesia, dapat dikatakan belum mampu mengedepankan ruang objektivitas ilmu dan penerapan visi yang terarah. Adapun realitas yang sesuai dengan observasi awal peneliti pada daerah Toapaya Selatan Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau, Ekowisata dikelola langsung oleh Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).

Di Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau sendiri Ekowisata tidak hanya di daerah Toapaya Selatan saja, namun ada juga didaerah lain seperti Ekowisata Telok Sebong Bintan yang merupakan salah satu destinasi alam yang berfokus juga pada Hutan Mangrove, namun Ekowisata ini dikelola langsung oleh Komersil dalam hal ini adalah Hotel. Berbeda dengan Ekowisata Toapaya Selatan yang dalam hal ini dikelola langsung oleh Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) atas dasar inisiatif dari Pemerintah Toapaya Selatan yang melihat adanya potensi alam yang dimiliki oleh Toapaya Selatan Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau. Inilah alasan ketertarikan peneliti untuk meneliti didaerah tersebut selain aktivitas ekowisatanya yang tidak hanya mengedepankan manfaat secara ekonomi bagi masyarakat tempatan tapi juga melakukan aktivitas wisata yang dapat memberi manfaat bagi setiap pengunjungnya dan juga memberikan pengetahuan baru mengenai manfaat mangrove.

Ekowisata mangrove desa Toapaya Selatan merupakan salah satu program yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), dengan alasan pengelolaan dan pelestarian lingkungan, kemudian dibentuknya kelompok peduli lingkungan hutan mangrove sebagai salah satu alasannya. Tugas lain Kelompok Peduli Lingkungan Hutan Mangrove Toapaya Selatan yaitu sebagai penggerak dan mengkoordinir kegiatan mulai dari penangkapan ikan, dan pengembangan wisata mangrove dengan luas lahan yang dimiliki seluas 9 ha tersebut.

Ekowisata Toapaya Selatan sendiri memiliki keunikan dari aktivitas yang dilaksanakan, selain bentuk wisata yang bertanggung jawab atas kelestarian lingkungan disana juga terdapat sejumlah paket wisata dan fasilitas berupa aset wisata yang dikelola secara mandiri melalui unit usaha BUMDes seperti: arena dan wahana bermain ATV, pengelola jasa berwisata seperti arena dan fasilitas tour the mangrove menggunakan pokcoy, Camping Ground, Outbond, taman edukasi, fasiltas dan Spot panahan, bersepeda mengitari wilayah Ekowisata Toapaya Selatan dan lain sebagainya.

Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) merupakan lembaga usaha desa yang dikelola oleh masyarakat dan pemerintahan desa dalam upaya memperkuat perekonomian desa dan dibentuk berdasarkan kebutuhan dan potensi desa. BUMDes merupakan pilar kegiatan ekonomi di desa yang berfungsi sebagai lembaga sosial (social institution) dan komersial (commercial institution). Selain itu BUMDes juga berperan sebagai lembaga sosial yang berpihak pada kepentingan masyarakat melalui kontribusinya dalam penyediaan pelayanan sosial. Sedangkan sebagai lembaga komersial bertujuan mencari keuntungan melalui penawaran sumber daya lokal ke pasar. Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), bernama �Mitra Karya Sejahtera� yang berdiri sejak Tahun 2009 baru dapat merealisasikan rencana usaha yang akan dilaksanakan pada tahun 2016, salah satunya adalah dengan mendirikan sebanyak 12 Unit Kios yang kemudian menjadi modal awal perkembangan Badan Usaha Milik Desa (BUMdes) Toapaya Selatan Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau.

Desa Toapaya Selatan salah satu desa yang merupakan pintu gerbang Kabupaten Bintan yang berbatasan langsung dengan wilayah Kota Tanjungpinang, sehingga segala bentuk perputaran roda ekonomi sangat berpotensi dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Maka dalam rangka mewujudkan masyarakat Desa Toapaya Selatan yang sejahtera, salah satu peluang usaha yang dikembangkan oleh Pemerintah Desa Toapaya Selatan adalah dengan mendirikan Badan Usaha Milik Desa (BUMdes) dengan menggali seluruh potensi sumber daya alam yang dimiliki yang berorientasi Bisnis yang menguntungkan (Profit Oriented).

Pada tahun 2017 BUMDes Mitra Karya Sejahtera juga mendapat bantuan modal dari Kementerian Desa (Kemendes) sebesar Rp. 50.000.000,- (Lima puluh jura rupiah). Dana ini kemudian digunakan untuk membuka Usaha �Desa Mart� dimana sebagain dana digunakan untuk pembangunan Desa Mart dan sebagian lagi digunakan untuk pembelian barang-barang kebutuhan harian dan sembako untuk mengisi Desa Mart. (berdasarkan wawancara oleh ketua BUMDes disaat pra penelitian peneliti pada oktober 2020).

Disamping pengembangan usaha Desa Mart, BUMDes Mitra Karya Sejahtera juga terus melakukan usaha lain yaitu kerja sama penanaman modal usaha dengan kelompok tani semangka dan jagung serta juga ada kerja sama dengan kelompok tani jamur dalam upaya pemberdayaan masyarakat dan peningkatan perekonomian masyarakat.

Tahun 2018 akhir BUMDes Mitra Karya Sejahtera sejalan dengan Visi dan Misi Kepala Desa terpilih mengembangkan usaha baru yaitu Ekowisata, sehingga dalam kepengurusan BUMDes tahun 2019 menambah satu Unit Usaha baru yaitu Unit Ekowisata.

Pada tahap awal pergerakan perekonomian BUMdes Mitra Karya Sejahtera di tahun 2016, pihak desa Toapaya Selatan memberikan aset berupa kios desa yang dijadikan sebagai modal awal BUMdes dengan tujuan dapat menunjang operasional BUMdes dalam melakukan kegiatan perekonomian selanjutnya.

Pada awal mulanya alasan mengapa dibentukmya Ekowisata Mangrove Toapaya Selatan, karena merupakan daerah atau lahan yang minim tumbuhan dan rentan terhadap terjadinya abrasi akibat terjangan ombak, Pulau Bintan mengalami abrasi dengan tingkat abrasi yang bervariasi dan sebagian besar berada dipantai timur pulau Bintan. Masalah lain yang dihadapi oleh masyarakat desa Toapaya Selatan pada kawasan tersebut juga adanya klaim kepemilikan secara sepihak oleh seseorang untuk kepentingan individu, pada kawasan wisata ini selain tanah desa juga ada pinjaman warga yang menyerahkannya untuk dikelola sebagai tempat wisata, semuanya diputuskan melalui rapat bersama. Selain itu, adanya kerusakan hutan mangrove yang dipicu oleh ketergantungan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup yaitu dengan menebang mangrove untuk dijual, sehingga kerusakan yang terjadi dikawasan pesisir pantai menjadi gersang. Oleh karena itu perlu sebuah gerakan yang masif kompehensif untuk pelestarian mangrove sehingga dapat memberikan kebermanfaatan dari sisi Ekologi, Ekonomi dan Sosial bagi masyarakat yang mendiami wilayah sekitar hutan mangrove.

Masalah lain yang dihadapi oleh Pemerintah Toapaya Selatan, adanya beberapa masalah pada kawasan konservasi akibat abrasi yang pernah melanda wilayah tersebut sehingga mendorong inisiatif pemerintah daerah Toapaya Selatan dan juga Badan Usaha Milik Desa untuk membentuk kelompok peduli lingkungan hutan mangrove sekitar dengan tujuan mengelola dan memelihara kawasan tersebut menjadi bermanfaat bagi masyarakat.

Toapaya Selatan Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau merupakan salah satu Kabupaten yang memiliki ekosistem mangrove yang terluas dengan luas mencapai 9 ha. Kepulauan Riau merupakan salah satu provinsi yang terdiri dari gugusan pulau nan indah dan terdapat ekosistem mangrove yang baik. Ekowisata pesisir dan laut yang berbasis pada sumberdaya dengan menyertakan aspek pendidikan. Pengelolaan budaya masyarakat pesisir diarahkan pada kesejahteraan masyarakat dengan kegiatan konservasi dan reboisasi ekosistem mangrove diarahkan pada upaya menjaga pemanfaatan sumber daya ekosistem hutan mangrove untuk waktu sekarang dan masa mendatang. Wilayah ini sangat cocok dijadikan tempat wisata mangrove sebagai sumber pendapatan masyarakat pesisir. Dengan bentang dan pemandangan alam yang indah menjadikan nilai tambah sendiri bagi pengunjung.

Melihat besarnya potensi yang dimiliki Kepulauan Riau sebagai kawasan pesisir dan ekosistem mangrove, dapat di buktikan dengan menjadikan ekosistem mangrove sebagai ekowisata masyarakat pesisir dan laut. Hal ini juga tidak terlepas dari keikutsertaan pemerintah daerah setempat yang dalam hal ini berperan sebagai pembimbing dan pengatur jalannya ekowisata. Sehingga masyarakat benar benar memahami dan bisa melanjutkan ekowisata, dan bisa melakukan pengembangan ekowisata mangrove dengan kreativitas mereka.

Hal ini dikarenakan meskipun pemerintah telah melakukan upaya untuk mendorong pemanfaatan sumber daya pesisir dan laut secara berkelanjutan, namun pola pemanfaatan yang sifatnya merusak dan mengancam kelestarian sumber daya pesisir dan laut masih terus berlangsung.

Kawasan konservasi mangrove di Desa Toapaya Selatan, Kecamatan Toapaya, Kabupaten Bintan pada awal mulanya merupakan daerah atau kawasan Lokasi pembangunan Kios Desa sebagai modal awal BUMdes Toapaya Selatan terletak di Jl. Tanjung Uban Km. 18 Kampung Mantrust RT. 12 RW. 04 Desa Toapaya Selatan Kecamatan Toapaya dengan luas lahan:� 2000 m2.

Usaha pelestarian hutan mangrove haruslah melibatkan masyarakat setempat didalam mewujudkan kepedulian dan kelestarian hutan mangrove karena masyarakatlah sebagai pelaku utama didalam kegiatan pelestarian mangrove. Di pihak lain Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) juga memiliki peran didalam memberikan stimulus pencapaian keberhasilan konservasi mangrove tersebut.

Pengembangan pariwisata yang dilakukan oleh Badan Usaha Milik Desa Toapaya Selatan diharapkan dapat mengatasi sejumlah permasalahan. Permasalahan tersebut diantaranya yaitu kurangnya kesadaran masyarakat setempat tentang potensi wisata di kawasannya. Masalah lainnya yaitu belum optimalnya pengelolaan hutan bakau yang dimiliki, ekowisata mangrove yang belum dikenal oleh masyarakat luas, sehingga diperlukan pengembangan dan peningkatan daerah ekowisata mangrove serta peningkatan kunjungan wisatawan. Oleh karena itu diperlukan strategi komunikasi lingkungan kepada masyarakat agar mereka menyadari dan merasa memiliki tanggung jawab terhadap lingkungan untuk mengelola serta melestarikan alam sekitar dan memanfaatkan potensi-potensi yang ada.

Komunikasi lingkungan adalah sarana pragmatis dan konstitutif untuk memberikan pemahaman mengenai lingkungan kepada masyarakat, seperti halnya hubungan kita dengan alam semesta. Ini merupakan sebuah media simbolik yang digunakan untuk menciptakan masalah lingkungan dan negosiasi perbedaan respon terhadap permasalah lingkungan yang terjadi. Dengan kata lain komunikasi lingkungan digunakan untuk menciptakan kesepahaman mengenai permasalahan lingkungan (Cox, 2010:20). Menyangkut srategi pengemasan pesan dalam media untuk menumbuhkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan. Komunikator utama dalam komunikasi lingkungan adalah pemerintah dan organisasi non pemerintah yang punya komitmen terhadap pengelolaan lingkungan. Pada dasarnya komunikasi lingkungan untuk menumbuhkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam mengelola lingkungan termasuk hutan dan polanya bersifat dialogis yang lebih banyak terjadi pada komunikasi interpersonal dan komunikasi kelompok. Partisipasi masyarakat itu salah satunya dapat ditumbuhkan melalui komunikasi lingkungan karena mulai dari unsur, media dan prosesnya bertujuan untuk menumbuhkan partisipasi masyarakat dalam mengelola hutan, atau dengan kata lain komunikasi lingkungan merupakan media pragmatis dan konstruktif dalam menumbuhkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam turut mengelola lingkungan.

Penelitian ini berfokus pada strategi komunikasi lingkungan Badan Usaha Milik Desa dalam mengelola ekowisata mangrove Toapaya Selatan Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau sehingga peneliti ingin mengetahui perencanaan dan juga pelaksanaan yang dilakukan oleh Badan Usaha Milik Desa dalam mengelola Unit Usaha yang ada didaerah tersebut.

 

Metode Penelitian

1.   Desain Penelitian

Desain dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif.

Metode kualitatif bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data sedalam-dalamnya yang lebih ditekankan adalah persoalan kedalam atau kualitas data bukan banyaknya kuantitas data (Kriyantono, 2010).

Dalam penelitian ini, peneliti sebagai instrument penelitian berusaha mencari informasi sebanyak-banyaknya dari subjek sebagai orang yang dijadikan informan dalam penelitian yang dilakukan. Disini, peneliti mendeskripsikan bagaimana strategi komunikasi lingkungan Badan Usaha Milik Desa dalam mengelola ekowisata mangrove Toapaya Selatan sehingga kawasan Mangrove dapat menjadi ekowisata Kabupaten Bintan pada saat ini

2.   Waktu dan Lokasi Penelitian

a.   Waktu Penelitian

Adapun waktu penelitian ini dilakukan selama 10 bulan diawali dengan Pra riset pada OktoberDesember 2020 lalu, dilanjutkan dengan penelitian pada bulan MaretJuli 2021 hingga tahap penulisan hasil penelitian pada Juni 2021 yang digambarkan dalam tabel sebagai berikut:

b.   Lokasi Penelitian

Dalam penelitian ini lokasi penelitian dilakukan di Kios Desa Badan Usaha Milik Desa Toapaya Selatan terletak di Jl. Tanjung Uban Km. 18 Kampung Mantrust RT. 12 RW. 04 Desa Toapaya Selatan Kecamatan Toapaya Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau.

 

3.   Subjek dan Objek Penelitian

a.   Subjek Penelitian

Meleong (2012) mendeskripsikan subjek penelitian sebagai informan, yang artinya orang pada latar penelitian yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Subjek penelitian menurut Suharsimi Arikonto tahun (2016:26) memberi batasan subjek penelitian sebagai benda, hal atau orang tempat data untuk variabel penelitian melekat, dan yang di permasalahkan. Dalam sebuah penelitian, subjek penelitian mempunyai peran yang sangat strategis karena pada subjek penelitian, itulah data tentang variabel yang penelitian amati.

Pada penelitian kualitatif responden atau subjek penelitian disebut dengan istilah informan, yaitu orang memberi informasi tentang data yang diinginkan peneliti berkaitan dengan penelitian yang sedang dilaksanakan.

Adapun penentuan subjek pada penelitian ini dilakukan secara teknik purposive. Purposive adalah menentukan kelompok peserta yang menjadi informan sesuai dengan kriteria terpilih yang relevan dengan masalah penelitian tertentu (Bungin, 2007), dimana mereka dipilih dengan pertimbangan bahwa mereka dianggap dapat dipercaya oleh peneliti dan dapat memberikan informasi data yang diperlukan, sehingga dapat memudahkan peneliti menemukan jawaban penelitian ini.

Adapun yang menjadi subjek penelitian dalam penelitian ini ada sebanyak sembilan orang yang berkaitan dan terlibat langsung dalam pengelolaan ekowisata Mangrove Toapaya Selatan ini yaitu: Kepala Desa Toapaya Selatan, Ketua Badan Usaha Milik Desa Toapaya Selatan, Sekretaris, Koord. Ekowisata, NGO peduli lingkungan dan masyarakat setempat yang berada di Kawasan Hutan Mangrove tersebut.

Pada penelitian terdapat 6 informan yang terdiri dari 1 informan merupakan Kepala Desa Toapaya Selatan Kabupaten Bintan, 1 informan merupakan Ketua BUMDes Toapaya Selatan, 1 orang informan merupakan Ketua Koordiantor Ekowisata Mangrove Toapaya Selatan, 1 orang informan merupakan Penggerak Ekowisata Mangrove Toapaya Selatan bidang Unit usaha serta 2 orang informan merupakan Masyarakat yang tinggal di daerah Ekowisata Mangrove Toapaya Selatan.

Tabel 1

Profil Informan

No.

Nama

Jabatan

1.

Suhenda

Kepala Desa Toapaya Selatan Kabupaten Bintan

2.

Selamat S, S.Pt

Ketua BUMDes Toapaya Selatan

3.

Wakhoirudin

Ketua Koordiantor Ekowisata Toapaya Selatan

4.

Fikky

Penggerak Ekowisata bidang Unit usaha

5.

Iskandar

Masyarakat yang tinggal di daerah Ekowisata

6.

Lenny Syazila

Masyarakat yang tinggal di daerah Ekowisata

��������� Sumber: Olahan Peneliti

 

b.   Objek Penelitian

Objek penelitian menurut Sugiyono (2012) adalah sasaran ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu tentang sesuatu hal objektif, valid dan reliabel tentang suatu hal. Objek penelitian dalam penelitian ini adalah Badan Usaha Milik Desa dalam Mengelola Ekowisata Mangrove Toapaya Selatan Kabupaten Bintan Provinsi Kepualaun Riau.

4.   Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan metode penelitian kualitatif dalam mendukung suatu penelitian. Menurut Pohan (dalam Prastowo, 2016) teknik pengumpulan data adalah cara yang dipakai untuk mengumpulkan informasi atau fakta-fakta dilapangan. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui, wawancara, observasi dan dokumentasi. Peneliti menggunakan teknik analisis model miles dan Huberman dengan teknik keabsahan data menggunakan triangulasi sumber dan perpanjangan keikutsertaan.

a.   Wawancara

Menurut Berger (dalam Rachmat, 2006) wawancara adalah percakapan yang dilakukan oleh periset kepada sesorang untuk mendapatkan informasi dan informan seseorang yang diasumsikan mempunyai informasi penting tentanf suatu objek. Wawancara merupakan metode pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh informasi langsung dari sumbernya.

Menurut Riyanto (2010:82) interview atau wawancara merupakan metode pengumpulan data yang menghendaki komunikasi langsung antara penyelidik dengan subyek atau responden. Menurut Afifuddin (2009:131) wawancara adalah metode pengambilan data dengan cara menanyakan sesuatu kepada seseorang yang menjadi informan atau responden. Berdasarkan penjelasan para ahli dapat disimpulkan bahwa, interview atau wawancara merupakan metode pengambilan data dengan bertukan informasi dan ide melalui tanya jawab antara penyelidik dengan subyek atau responden dalam suatu topik tertentu.

Dalam penelitian ini, wawancara dilakukan dengan 7 orang informan berdasarkan pedoman wawancara sesuai dengan identifikasi masalah. Serta dilengkapi dengan hasil wawancara dengan Kepala Desa Toapaya Selatan, Kepala Badan Usaha Milik Desa dan Ketua Kelompok Komunitas Peduli lingkungan Ekowisata Mangrove Toapaya Selatan, Sekretaris BUMDes Toapaya Selatan, Penggerak Ekowisata bidang Unit usaha, NGO Peduli Lingkungan Setempat, dan masyarakat yang mendiami wilayah Ekowisata Toapaya Selatan sebagai pendukung penelitian. Proses wawancara dilakukan dengan cara terlebih dahulu peneliti menghubungi informan melalui Whatsapp dan telepon selanjutnya mengadakan pertemuan dan peneliti mendatangi informan langsung tempat mereka bekerja.

 

 

b.   Observasi

Observasi hakikatnya merupakan kegiatan dengan menggunakan pancaindera, bisa penglihatan, penciuman, pendengaran, untuk memperoleh informasi yang diperlukan untuk menjawab masalah penelitian. Hasil observasi berupa aktivitas, kejadian, peristiwa, objek, kondisi atau suasana tertentu, dan perasaan emosi seseorang. Observasi dilakukan untuk memperoleh gambaran riil suatu peristiwa atau kejadian untuk menjawab pertanyaan penelitian.

Observasi menurut Supriyati (2011:46) adalah suatu cara untuk mengumpulkan data penelitian dengan mempunyai sifat dasar naturalistik yang berlangsung dalam konteks natural, pelakunya berpartisipasi secara wajar dalam interaksi.

Sedangkan observasi menurut Sugiyono (2009:144) adalah teknik pengumpulan data mempunyai ciri yang spesifik bila dibandingkan dengan teknik yang lain. Observasi tidak terbatas pada orang, tetapi juga obyek-obyek alam yang lain.

Dari pengertian diatas peneliti menyimpulkan bahwa Observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mempelajari dan mengadakan pengamatan secara langsung untuk mendapatkan bukti-bukti yang dapat mendukung dan melengkapi hasil penelitian.

c.   Dokumentasi

Menurut Arikunto (2006:158) adalah metode dokumentasi peneliti menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian dan sebagainya. Berdasarkan penjelasan ahli maka dapat disimpulkan bahwa metode dokumentasi merupakan cara mengumpulkan data yang dilakukan dengan menyelidiki benda-benda tertulis dan mencatat hasil temuannya. Dokumentasi adalah salah satu metode pengumpulan data kualitatif dengan melihat atau menganalisis dokumen-dokumen yang dibuat oleh subjek sendiri atau oleh orang lain tentang subjek.

Data sekunder didapatkan dari analisis dokumen pendukung terkait strategi komunikasi lingkungan Badan Usaha Milik Desa dalam mengelola Ekowisata Mangrove Toapaya Selatan Kabupaten Bintan. Data didapatkan program pengeloaan Ekowisata dapat berupa foto atau gambar yang peneliti ambil dari observasi langsung dilapangan dengan didukung foto-foto yang diberikan oleh pihak Badan Usaha Milik Desa Toapaya Selatan.

5.   Teknik Analisis Data

Menurut Sugiyono (2009: 335-336), analisis data merupakan prosesmencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasilwawancara, observasi, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikandata ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan di pelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri dan orang lain. Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan dan setelah selesai di lapangan.

Miles dan Huberman dalam Sugiyono (2009:337-338) mengemukakan bahwa analisis data dalam penelitian kualitatif, dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan data setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu. Pada saat wawancara, peneliti sudah melakukan analisis terhadap jawaban yang diwawancarai. Bila jawaban yang diwawancarai setelah dianalisis terasa belum memuaskan, maka peneliti akan melanjutkan lagi sampai tahap tertentu hingga diperoleh data yang dianggap kredibel. Selain itu, aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh.

6.   Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

a.   Perpanjangan keikutsertaan

Dalam penelitian kualitatif, kehadiran peneliti dalam setiap tahap penelitian kualitatif membantu peneliti untuk memahami semua data yang dihimpun dalam penelitian sampai kejenuhan pengumpulan data tercapai. Perpanjangan keikutsertaan dapat menghindari distorsi yang kemungkinan terjadi selama pengumpulan data, dapat melakukan cek ulang informasi, kesenjangan informan bahkan semakin lama peneliti dilapangan maka dapat memperbanyak informasi yang didapatkan (Bungin, 2007).

b.   Triangulasi

Meleong (2012) menjelaskan bahwa triangulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu diluar data tersebut untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut.

Teknik pemeriksaan keabsahan data dengan triangulasi memungkinkan peneliti untuk me-recheck hasil penelitian dengan cara membandingkannya dengan berbagai sumber, metode dan teori. Membandingkan dengan berbagai sumber dapat dilakukan dengan:

1.   Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil dari wawancara

2.   Membandingkan apa yang dilakukan orang didepan umum dengan apa yang dilakukan secara pribadi

3.   Membandingkan apa yang dilakukan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu

4.   Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang

5.   Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan�. (Meleong, 2012).

Pelaksanaan teknik pemeriksaan keabsahan data dalam penelitian ini didasarkan pada kriterium tertentu. Menurut Lexy J. Moleong (2009: 324), untuk menetapkan keabsahan data diperlukan teknik pemeriksaan yang didasarakan pada sejumlah kriteria tertentu. Ada empat kriteria yang digunakan, yaitu kredibilitas (credibility), keteralihan (tranferbility), kebergantungan (dependenbility), kepastian (conformability).

Teknik pemeriksaan keabsahan data dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data dengan memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua jenis triangulasi yaitu triangulasi sumber dan triangulasi teknik. Triangulasi sumber yaitu untuk menguji kredibilitas data yang dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber.

Untuk mempertegas hasil penelitian dilakukan pemeriksaan keabsahan data yang peneliti dapatkan dengan membandingkan data yang ditemukan dari hasil lapangan dengan hasil dari wawancara dari informan maupun dari data yang diberikan oleh pihak Badan Usaha Milik Desa Toapaya Selatan Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau.

 

Hasil dan Pembahasan

1.   Hasil

Komunikasi lingkungan adalah sarana pragmatis dan konstitutif untuk memberikan pemahaman mengenai lingkungan kepada masyarakat, seperti halnya hubungan kita dengan alam semesta (Cox, 2010:20). Hal ini merupakan suatu media yang dapat digunakan untuk menciptakan masalah lingkungan dan negosiasi bervariasinya respon terhadap suatu permasalahan lingkungan. Dengan kata lain, komunikasi lingkungan ini dapat digunakan untuk menciptakan kesepahaman akan permasalahan lingkungan.

Selain itu, komunikasi lingkungan juga merupakan rencana dan strategi melalui proses komunikasi dan produk media untuk mendukung efektivitas pembuatan kebijakan, partisipasi publik dan implementasinya pada lingkungan (Oepen, 1996:6). Dengan kata lain, dapat diartikan bahwa komunikasi lingkungan ini akan menjadi komponen yang selaras dalam kebijakan yang diambil oleh sebuah organisasi.

Penelitian ini menganalisis komunikasi lingkungan yang dilakukan oleh Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dalam mengelola Ekowisata Mangrove yang berada di kawasan Toapaya Selatan Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau. Hal ini menjadi suatu hal yang kompleks jika melibatkan beberapa pihak yang menjadi objek komunikasi terkait pengelolaan Ekowisata Mangrove ini.

Pada dasarnya pola komunikasi lingkungan ini tidak hanya melalui media saja, tetapi juga harus adanya partisipasi dari masyarakat. Walaupun kepemimpinan seorang Kepala Desa dan BUMdes sangat baik, namun jika pola komunikasinya tidak baik, maka program yang direncakanan akan menjadi sia-sia, karena keberlangsungan dari usaha/program ini tidak terlepas dari partisipasi masyarakat, dan tentunya dengan pola komunikasi yang baik untuk mempermudah pemberdayaan program tersebut.Program komunikasi lingkungan mutlak harus fokus memberdayakan audien, melibatkannya, dan bukan menempatkannya pada posisi yang pasif (Yenrizal, 2015:14).

Pada BAB teoritis menurut Ilyas Asaad (2014) dijelaskan mengenai, 4 (empat) Tahapan strategi dalam komunikasi lingkungan, yaitu:

  1. Tahap Assesment

Pada tahap Assesmen meliputi identifikasi masalah, analisis pihak/pelaku yang terlibat dan melakukan komunikasi objektif untuk meningkatkan pengetahuan dan mempengaruhi perilaku masyarakat terhadap lingkungan. Assesment ini sangat penting untuk mendapatkan informasi dalam menyusun langkah-langkah perencanaan strategis. Pada tahap Assesment tidak serta merta menjawab semua permasalahan yang ada, namun menjadi gambaran penting dalam merumuskan perencanaan komunikasi yang efektif karena mampu mengurangi ketidakpastian.

  1. Tahap Perencanaan

Dalam tahap perencanaan meliputi pengembangan strategi komunikasi, memberikan dorongan kepada masyarakat dan pemilihan media yang tepat untuk digunakan. Dalam tahap perencanaan menjadi bagian dari harapan berfikir strategis. Konsep berfikir ini fokus pada penentuan tujuan, mengadposi tindakan dan alokasi sumber daya yang tepat untuk melaksanakan tujuan.

  1. Tahap Produksi

Dalam tahap ini terdiri dari desain pesan yang akan disampaikan dan melakukan produksi media yang digunakan. Ada beberapa desain pesan yang dapat disampaikan kepada pihak-pihak yang terlibat dalam kelestarian lingkungan misalnya pesan bersifat informatif, persuasif dan edukatif.

  1. Tahap Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan terdiri atas penyebaran informasi melalui media dan evaluasi. Implementasi program tindakan dan komunikasi yang didesain mencapai tujuan spesifik. Evaluasi yang dilakukan dalam komunikasi lingkungan dapat dilihat dari tingkat kesadaran pihak terhadap lingkungan, evaluasi tingkat penerimaan pesan yang disampaikan dan evaluasi tingkat partisipasi dalam pelestarian lingkungan. (Asaad :2014)

Dengan demikian, tahapan strategi dalam komunikasi lingkungan pada BUMdes Toapaya Selatan, berdasarkan analisis penulis adalah sebagai berikut:

a.   Tahapan Assesment Komunikasi Lingkungan Badan Usaha Milik Desa (BUMdes) Dalam Mengelola Ekowisata Mangrove Toapaya Selatan Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau

Pada tahap ini dimulai dari langkah analisis situasi dan identifikasi masalah, analisis pihak/pelaku yang terlibat, dan tujuan komunikasi. Analisis merupakan aktivitas untuk meneliti unsur-unsur pokok suatu proses atau gejala sehingga kita dapat mengenal dan mengakui kondisi mana yang memberikan kontribusi pada berfungsinya suatu unit dan kondisi mana yang menciptakan masalah pada unit yang diteliti (Yasir, 2011:65).

Seperti yang diketahui bahwa Ekowisata mangrove desa Toapaya Selatan merupakan salah satu program yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), dengan alasan pengelolaan dan pelestarian lingkungan, kemudian dibentuknya kelompok peduli lingkungan hutan mangrove sebagai salah satu alasannya. Tugas lain Kelompok Peduli Lingkungan Hutan Mangrove Toapaya Selatan yaitu sebagai penggerak dan mengkoordinir kegiatan mulai dari penangkapan ikan, dan pengembangan wisata mangrove dengan luas lahan yang dimiliki seluas 9 ha tersebut�.

Berdasarkan analisis terdahulu penulis di lokasi, masalah yang terjadi pada lingkungan yaitu adanya kerusakan di daerah daratan pesisir akibat abrasi dan juga kurangnya kesadaran masyarakat dalam memahami kondisi lingkungannya, seperti yang ada pada gambar berikut:

Gambar 1

Abrasi Daratan Pesisir

 

Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa telah terjadi kerusakan alam di Kawasan Mangrove ini seperti gundulnya tanaman-tanaman yang sangat bermanfaat bagi kehidupan. Sedangkan Hutan mangrove tergolong sumberdaya hutan yang mempunyai peranan penting bagi pernbangunan Nasional. Hal ini karena lokasinya yang strategis dan potensi yang terkandung di dalamnya, serta fungsi perlindungannya yang secara langsung ataupun tidak langsung mempengaruhi eksistensi dan berfungsinya sumberdaya alam lain.

Ekosistem ini dicirikan oleh produktivitasnya yang tinggi dan daur nutrisi yang cepat, sehingga mangrove dianggap penyedia nutrisi bagi kontinuitas sebagian besar energi yang diperlukan oleh berbagai biota akuatik di ekosisitem pantai. Ekosistem ini juga berperan sebagai pendukung eksistensi lingkungan fisik, yaitu sebagai penyangga abrasi pantai oleh gelombang, intrusi air laut ataupun hembusan angin yang dapat merusak ekosistem darat. Namun pada faktanya kerusakan ini telah terjadi, maka dibentuklah Kelompok Masyarakat Peduli Lingkungan untuk menjadi solusi dari penyelesaian permasalahan yang ada. Hal-hal yang dilakukan oleh Komunitas Peduli Lingkungan Toapaya Selatan, seperti gambar berikut ini:

Gambar 2

Penanaman Mangrove Oleh Komunitas

Peduli Lingkungan

 

Dari gambar tersebut dapat terlihat bahwa komunitas Peduli Lingkungan di Toapaya Selatan sedang melakukan penanaman Mangrove untuk menjaga kelestarian hutan. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Bapak Wakhoiruddin selaku Ketua Komunitas Peduli Lingkungan Toapaya Selatan bahwa:

�Adapun bentuk aktivitas di Ekowisata Mangrove Toapaya Selatan ini ada beberapa, salah satunya penanaman mangrove setiap 6 bulan-1 tahun sekali guna menjaga kelestarian wilayah hutan mangrove agar tetap terjaga keutuhannya. Selain itu wilayah hutan mangrove Toapaya Selatan ini juga dijaga kelestariannya dengan tetap memperhatikan wilayah konservasinya, bentuk aktivitas ini tidak terlepas dari campur tangan setiap anggota komunitas dan juga melibatkan BUMDes dan juga Pemerintah Desa Toapaya Selatan.�

Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat diketahui bahwa Komunitas ini pada dasarnya tidak berdiri sendiri, tetapi juga melibatkan BUMdes dan aparatur Desa Toapaya Selatan. Dengan kata lain, Komunitas Peduli Lingkungan menjalin Kerjasama dengan BUMDes beserta anggota untuk turun ke lapangan guna penanaman pohon secara Bersama-sama untuk menjaga kelestarian hutan Mangrove. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Bapak Wakhoiruddin selaku Ketua Komunitas Peduli Lingkungan Toapaya Selatan bahwa:

�Adapun bentuk kerjasama Komunitas Peduli Lingkungan dengan BUMDes Mitra Karya Sejahtera dengan aktivitas penanaman pohon mangrove setiap anggota komunitas dengan anggota BUMDes bekerjasama turun kelapangan melakukan penanaman pohon bersama-sama, konservasi lingkungan yang ada di wilayah hutan mangrove Toapaya Selatan terbilang rutin dilaksanakan agar tetap terjaga kelestariannya.�

Dengan adanya kerjasama ini, maka kegotongroyongan untuk melestarikan lingkungan menjadi lebih mudah dicapai. Disamping itu, adanya Kerjasama dengan BUMDes beserta anggota dan tentunya atas koordinasi dengan Kepada Desa Toapaya Selatan diharapkan beserta masyarakat dapat melahirkan hal-hal yang potensial yang mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Desa Toapaya Selatan.

Pada bab sebelumnya juga telah dijelaskan bahwa Badan Usaha Milik Desa (BUMdes) Toapaya Selatan bernama �Mitra Karya Sejahtera� yang berdiri sejak Tahun 2009 baru dapat merealisasikan rencana usaha yang akan dilaksanakan pada tahun 2016, salah satunya adalah dengan mendirikan sebanyak 12 Unit Kios yang kemudian menjadi modal awal perkembangan Badan Usaha Milik Desa (BUMdes) Toapaya Selatan. Kemudian berlanjut kepada Desa Mart yang dibantu oleh Kementerian untuk mendongkrak perekomian masyarakat dan pada Tahun 2018 akhir BUMDes Mitra Karya Sejahtera sejalan mengembangkan usaha baru yaitu Ekowisata, sehingga dalam kepengurusan BUMdes Tahun 2019 menambah satu unit usaha baru yaitu Unit Ekowisata.

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Bapak Selamat, S.S. Pt selaku Ketua Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Toapaya Selatan bahwa:

BUMDes itu aktif pada tahun 2017, keputusannya dibawah pak Suparno dan pak Kades awalnya melaksanakan visi misi kepala desa terpilih Pak Suhenda yang berpengalaman di Ekowisata, membahas dan melihat apasih potensi unggulan desa kita yang bisa kita kembangkan dalam penyusunan program kerja Kepala Desa perinciannya dan sebagainya. Salah satu dasar kita melihat potensi desa yang kita kembangkan apa. Pertanian sudah umum itu memang salah satu unggulan dari awal memang sudah ada, dalam diskusi itu ada satu potensi yang saat itu kita melihat objek wisata yang besar di Bintan, salah satu potensi seperti Lagoi, itu mengelola Ekowisata, potensi itu ada di Toapaya Selatan. Salah satunya alur sungai bagus, bersih, kemudian mangrove nya juga bagus, hilir disana mangrove nya cukup luar biasa pengelolaannya lewat BUMDes dan saya melihat pengelolaan pusat pusat wisata Ekowisata yang ada

Dari hasil wawancara tersebut, dapat diketahui bahwa dasar pemikiran terbentuknya usaha baru yakni Ekowisata adalah ditemukannya potensi yang masih bisa untuk dikembangkan seperti alur sungai dan hutan Mangrove yang bagus dan bisa dijadikan objek wisata, tepatnya dalam bentuk Ekowisata. Dengan adanya potensi ini, diawali dengan adanya komunikasi dengan Kepada Desa yakni Bapak Suhendra yang kebetulan memiliki pengalaman dibidang Ekowisata, maka dilanjutkan dengan pembahasan lebih lanjut dalam program kerja desa melakui BUMdes.

b.   Tahapan Perencanaan Komunikasi Lingkungan Badan Usaha Milik Desa (BUMdes) Dalam Mengelola Ekowisata Mangrove Toapaya Selatan Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau

Tahap kedua adalah perencanaan yang terdiri dari pengembangan strategi komunikasi, memotivasi dan memobilisasi masyarakat, dan pemilihan media. Strategi komunikasi dilakukan dengan memilih komunikator yang tepat.

Dalam hal ini BUMdes dijadikan pihak yang ditunjuk untuk mengelola Ekowisata Mangrove ini, dengan anggaran yang disalurkan dari Desa Toapaya Selatan, dapat dijadikan modal untuk mengelola Ekowisata ini. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Bapak Suhenda selaku Kepada Desa Toapaya Selatan juga menyatakan hal yang serupa bahwa:

�Kami menangkap peluang bahwa Desa Toapaya Selatan tempat yang strategis yang merupakan jalur wisata, didasarkan pada kami memiliki aset tanah yang cukup memadai untuk dibuat pariwisata, kita berpedoman pada desa-desa yang sudah duluan membuat desa wisata yang diharapkan juga oleh Kementerian Desa dalam rancangan pengembangan desa wisata yang diharapkan oleh Pemerintah Pusat, maka kita bergerak, kita punya lahan, kita punya potensi sumber daya alam yang memadai, nah dalam hal ini kita berpikir desa kita ini punya potensi selain desa-desa lain yang mungkin sudah terbentuk alamnya seperti pantai, gunung dan sebagainya, dan kita punya lahan yang menjurus dari ujung sampai ke mangrove, karena mangrove ini jadi primadona juga yaa, makanya karna dirasa potensi pun sudah cukup, tempat juga strategis, kemudian kita menjadikan desa kita ini sebagai Desa Wisata lah�.

Sejalan dengan hasil wawancara dengan Ketua BUMdes sebelumnya bahwa potensi yang bisa dikembangkan di Desa Toapaya Selatan adalah sektor Ekowisata Mangrove, dimana potensi yang ada ini dapat dikembangkan dengan melihat pada survey yang dilakukan pada Desa-desa lain yang telah lebih dulu mengusung wisata dengan membuat desa wisata yang tentunya sesuai dengan harapan dari Kementerian Desa dan Pemerintah pusat. Dengan demikian sudah Program Ekowisata ini sudah sangat potensial untuk dibenahi dan dikelola dengan baik seiring dengan kekuatan yang dimilikinya untuk menarik turis dan pengunjung lokal menikmati indahnya Hutan Mangrove di Toapaya Selatan.

Selanjutnya wawancara penulis dengan Bapak Fikky selaku Penggerak Ekowisata mengenai kekuatan yang dimiliki kawasan Ekowisata Toapaya Selatan ini adalah sebagai berikut:

�Adapun yang menjadi kekuatan dari Ekowisata Toapaya Selatan ini cukup banyak yaa, selain keindahan alam dengan potensi yang ada, letaknya juga strategis dengan berbatasan pada wilayah Tanjung Pinang dengan Bintan. Salah satu destinasi wisata yang terbilang cukup edukatif karena wahana yang ditawarkan juga beragam

Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat diketahui bahwa hutan Mangrove di Toapaya Selatan ini memiliki potensi akan keindahan alamnya, disamping itu letaknya yang juga strategis, dimana Desa Toapaya Selatan ini berbatasan langsung dengan Tanjung Pinang sebagai Ibukota Kepulauan Riau dan Pulau Bintan. Kedua daerah ini telah diketahui luas oleh warga Indonesia pada umumnya dan tentunya turis mancanegara. Kedua lokasi ini memiliki kategori wisata edukatif dan wahana-wahana yang menarik dan beragam. Dengan kata lain, posisi Desa Toapaya ini memiliki lokasi yang sangat strategis untuk dipromosikan dengan mengandalkan kedua wilayah yang menjadi perbatasan dan bahkan bisa dijadikan mitra kerja untuk menyajikan wisata yang berbeda yakni ekowisata kepada wisatawan dan turis.

Dengan memperhitungkan kondisi dan potensi yang dimiliki oleh Toapaya Selatan ini maka Kepala Desa menunjuk BUMdes Mitra Karya Sejahtera untuk mengelola sebagai unit usaha baru di BUMdes ini. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Bapak Suhenda selaku Kepada Desa Toapaya Selatan bahwa:

�Nah, dari awal Ekowisata ini muncul itu sudah berdiri dulu Badan Usaha Milik Desa yang telah kita bentuk di tahun 2009 awalnya dengan nama yang sama yaitu Mitra Karya Sejahtera, sesuai dengan keputusan dari Pemerintah Desa, berdasarkan musyawarah bersama di tahun 2009 berbentuk BUMDes yang pada saat itu juga ditawarkan oleh Pemerintah Provinsi sesuai dengan kebijakannya dan sesuai dengan landasan yang perlu kami ketahui sehingga setiap perubahan-perubahan hukum dan dasarnya seperti apa acuan pendanaannya seperti apa dan dari mana�.

Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat diketahui bahwa awal permulaan terbentuknya BUMdes ini pada Tahun 2009 mendapatkan tawaran dari Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau untuk melakukan pengembangan usaha, khususnya untuk unit usaha ekowisata ini. Berbagai hal dilakukan pembahasan mulai dari kebijakan-kebijakan, landasan hukumnya, dan masalah teknis pembentukannya seperti pendanaannya, sumber dana dan hingga pengelolaannya secara umum.

Pada dasarnya unit usaha yang dibentuk di bawah pengelolaan BUMdes ini sudah sangat tepat, karena BUMdes memang memiliki kapabilitas dalam unit-unit usaha yang ada di Desa Toapaya Selatan, maka akan semakin baik dan semakin besar penghasilan Desa Toapoaya Selatan ini dengan membangun unit usaha tambahan yang sangat potensial. Unit usaha baru ini dapat mendatangkan turis dan wisatawan lokal untuk menikmati wisata dan sekaligus berbelanja kebutuhan wisatanya, sehingga unit usaha lain yang telah dibentuk sebelumnya bisa didongkrak oleh unit usaha baru ini. Dengan demikian, keputusan untuk membangun unit usaha baru ini sudah sangat baik dan menguntungkan bagi perkembangan Desa pada umumnya dan menunjang perekonomian warga di Desa Toapaya Selatan.

Hal ini juga ditegaskan oleh Bapak Selamat, S.S.Pt selaku Ketua Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Toapaya Selatan yakni:

Kalo BUMDes ini kan dibawah desalah punya desa ya istilahnya kalo pembinanya Kepala Desa, kami disinikan bertanggung jawab untuk pengelolaan segala sesuatu seluruh pengelolaan yang memiliki potensi ekonomi untuk peningkatan asli daerah itu semua melalui BUMDes memang Undang-Undang terbaru sekarang sudah memberikan wewenang yang lebih besar kepada BUMDes jadi seluruh ekonomi di masyarakat yang bisa menghasilkan pendapatan untuk desa, nah itu semuanya nanti melalui satu pintu melalui Badan Usaha Milik Desa dan jadi bahwa kasarnya kami ya memiliki wewenang untuk seluruh kegiatan usaha ekonomi yang ada di Desa Toapaya Selatan khususnya itu semua nanti pengelolaannya lewat BUMDes�.

Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat diketahui bahwa Ekowisata ini merupakan unit usaha yang dimiliki oleh BUMDes Toapaya Selatan yang berada di bawah pembinaan dari Kepala Desa. Dengan demikian segala laporan dan pertangungjawaban dari BUMdes ini akan diserahkan kepada Kepala Desa sebagai Pembina. Dengan keberadaan Ekowisata Mangrove ini diharapkan dapat meningkatkan Pendapatan Asli Dearah (PAD), dalam hal ini Desa Toapaya Selatan. Dengan pengelolaan yang terintegrasi ini maka sistem penerimaan Desa dapat dilakukan dengan 1 (satu) pintu, maka memudahkan Kepala Desa dalam memantau perkembangan pendapatan Desa.

BUMdes diberikan wewenang yang sangat luas untuk mengelola semua sumber penghasilan dari Desa, jadi tidak ada lagi pihak yang bisa mengintervensi terhadap proyek-proyek atau program dari Desa, karena semua unit usaha dari Desa Toapaya Selatan telah dikoordinir oleh satu wadah yang ditunjuk Kepala Desa. Disamping itu, tidak terlepas juga dengan usaha untuk melibatkan Lembaga-lembaga seperti kelompok masyarakat sadar wisata untuk mengembangkan lagi Ekowisata ini.

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Bapak Suhenda selaku Kepada Desa Toapaya Selatan juga menyatakan hal yang senada terkait komunikasi pihak Badan Usaha Milik Desa Mitra Karya Sejahtera dengan kepala desa bahwa:

�Saya rasa udah cukup yaa, pada saat pertemuan antar pengurus BUMDes, setiap musyawarah desa, pertanggung jawaban BUMDes, pelaksanaan kedepan, evaluasi BUMDes dari Pemerintah Kabupaten sampai ke desa, tentang pendapatan ekonomi desa juga sudah cukup, sehingga tinggal BUMDesnya sendiri yang harus membentuk dan merencanakan pelaksanaan kedepannya, apa yang akan dibuat. Kami atas nama Pemerintah seandainya planning bisnisnya bagus bisa mengumpulkan profit ke desa ya kami siap, jadi betul betul di evaluasi dulu seperti itu. Sudah cukup sih kalau untuk komunikasi tentang apapun kedepan sasaran jangka pendek jangka panjang BUMDes dan kami juga lagi berjuang.�

Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat diketahui bahwa bentuk pertanggungjawaban BUMdes kepada Kepala Desa serta koordinasi yang rutin seperti dilakukannya musyarawah, rapat pertanggungjawaban, evaluasi dan rencana ke depannya. Semua hal ini dilakukan secara rutin dan berkesinambungan, guna memberikan informasi dan mendapatkan kritik serta saran untuk perbaikan sistem pengelolaan BUMdes atas unit-unit usahanya. Dengan kata lain, pemerintah dalam hal ini Kepala Desa beserta perangkat memfasilitasi program yang akan dibuat berikut dengan pembahasan master plannya dan sasaran kerjanya, baik dalam bentuk target profit yang akan dihasilkan hingga rencana-rencana jangka Panjang yang akan diperjuangkan.

Pada proses pembentukan ini terjadilah komunikasi lingkungan yang sangat kompleks sehingga output Ekowisata Mangrove ini dapat berkembang dengan baik. Pola komunikasi lingkungan yang baik menjadi wadah terciptanya sebuah program atau usaha yang berkesinambungan dan mendapatkan hasil yang maksimal.

Potensi yang ada pada Desa Toapaya Selatan yaitu adanya potensi hutan Mangrove yang sangat indah dan bagus untuk dijadikan suatu objek wisata yang sangat melekat dengan alam, arus sungai yang membentang di sepanjang Hutan Mangrove akan menjadi suatu spot potensial untuk dijadikan spot wisata. Oleh karena itu, Ketua BUMdes melakukan komunikasi personal dengan Kepala Desa untuk Bersama-sama memajukan Desa Toapaya Selatan ini mengusung konsep Ekowisata Mangrove.

c.   Tahapan Produksi Komunikasi Lingkungan Badan Usaha Milik Desa (BUMdes) Dalam Mengelola Ekowisata Mangrove Toapaya Selatan Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau

Pada tahapan produksi ini, pesan terdiri dari langkah desain pesan dan produksi media. Pesan-pesan komunikasi lingkungan harus lebih diarahkan pada upaya mengubah memulai proses dari unit usaha BUMDes ini. Pesan komunikasi lingkungan yang diproduksi sebaiknya memiliki kriteria memunculkan isu-isu lingkungan dan menyampaikan solusi dari masalah promosi Ekowisata.

Pada dasarnya konsep yang telah dipaparkan sebelumnya, Rancangan Kawasan Ekowisata ini memiliki kelemahan, kelemahan dari kawasan ekowisata mangrove Toapaya Selatan dianalisis berdasarkan wawancara penulis dengan Bapak Fikky selaku Penggerak Ekowisata, bahwa:

Kelemahan dari Ekowisata ini mungkin belum banyak yang mengetahui secara menyeluruh tentang Ekowisata ini karena terbilang baru dan belum menjangkau secara luas, walaupun wisatawan dari luar daerah juga sudah ada yang mengetahui, tetap targetnya tidak hanya dari luar negeri, tetapi juga wisatawan lokal. Diharapkan promosi tetap berjalan dan terus gencar promo lewat sosial media ataupun dari mulut ke mulut.�

Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat diketahui bahwa dengan adanya potensi yang dijelaskan sebelumnya, namun kelemahan yang ada pada Ekowisata ini adalah masalah promosi yang belum maksimal, terbukti dengan belum banyaknya masyarakat yang mengetahui akan keberadaan Ekowisata ini. Padahal dalam konsepnya target untuk Ekowisata ini tidak hanya masyarakat lokal, tetapi juga turis asing dari luar negeri.

Sebagai tindak lanjut dari kelemahan tersebut, Pihak aparatur Desa dan BUMdes Toapaya Selatan melakukan Kerjasama dengan Dinas Pariwisata untuk mendapatkan peluang promosi kepada eksternal. Hal ini dijelaskan oleh Bapak Selamat, S.S.Pt selaku Ketua Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Toapaya Selatan yakni:

�Pada saat itu juga Pemerintah sedang giat-giatnya untuk membentuk desa wisata, salah satunya desa Toapaya Selatan kita masukkan sebagai desa wisata melalui Dinas Pariwisata, Alhamdulillah sudah oke, sudah selesai semuanya dan penetapan dan sebagainya Desa Toapaya Selatan sebagai desa wisata sudah ditetapkan Dinas Pariwisata 2019.�

Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat diketahui bahwa perencanaan untuk promosi dengan melakukan Kerjasama dengan pihak Dinas Pariwisata telah berjalan dengan lancar. Namun hal ini tidak saja menunggu eksekusi dari Pihak Dinas Pariwisata. BUMDes beserta aparatur Desa melakukan pertemuan rutin guna mempromosikan adanya Ekosisata baru di Desa Toapaya Selatan, disamping itu penggunaan media social juga sangat digencarkan untuk melakukan promosi ini.

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Bapak Iskandar selaku warga di Toapaya Selatan dalam mengetahui informasi adanya ekowisata mangrove Toapaya Selatan ini bahwa:

untuk info tentu karena deket dari rumah, saya juga tau dari rapat desa yang mengikutsertakan masyarakat setempat untuk mempromosikan ekowisata Toapaya Selatan ini, selain itu juga ada sosmed, jadi tau dari sosmed juga.�

Selanjutnya hasil wawancara penulis dengan Ibu Lenny Syazila selaku warga di Toapaya Selatan dalam mengetahui informasi adanya ekowisata mangrove Toapaya Selatan ini bahwa:

ya awalnya itu tahu dari masyarakat disini juga, disampaikan dari mulut kemulut terus karena ekowisata ini terbilang baru yang awalnya saya tau ada desa mart punya BUMDes.�

Berdasarkan hasil wawancara tersebut kepada warga dapat diketahui bahwa informasi adanya ekowisata mangrove Toapaya Selatan ini diketahui oleh warga melalui social media dan juga adanya rapat desa yang mengikutsertakan masyarakat untuk berpartisipasi dan menyampaikan aspirasinya.

Pesan yang disampaikan oleh BUMDes Toapaya Selatan ini bersifat formal dan informal, terbukti dari adanya rapat desa dan promosi melewati media sosial. Untuk menjangkau kelompok sasaran tertentu memang lebih mengena jika perumusan pesan dilakukan secara informal, namun ada juga yang harus mengandalkan aparatur pemerintah yang kebanyakan menggunakan sistem dan formalitas melalui perangkat-perangkat yang ada (Yasir, 2011:144).

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Bapak Selamat, S.S.Pt selaku Ketua Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Toapaya Selatan bahwa:

Mempromosikan awalnya memanfaatkan dari media sosial yang ampuh, awalnya melalui Desa, pak Kepala Desa juga ya, pak kades itu memang visi misinya bagus ya, visioner kedepan, awalnya salah satu pegawai desa Toapaya Selatan yang memahami tentang masalah akses media sosial dan sebagainya, penggunaan WiFi dan sebagainya, nah disamping itu dalam perjalanan kita kan desa itu kalau di Pemerintah ini langsung ada pembinanya di Dinas PMD, nah dari PMD sendiri kan ada bagian kepala bagian yang khusus menangani masalah BUMDes, jadi pembinaan dari sana juga, jadi salah satu ahli di Toapaya Selatan dan yang ada tenaga ahlinya di PMD nya, nah itu membantu mempromosikan juga, jadi mereka mencari link dan sebagainya, di posting foto kegiatan-kegiatan itu, jadi 2019 awal itu kita tahun promosi�.

Dalam mengarungi bisnis di bidang Ekowisata dengan bantuan promosi dari Dinas Pariwisata dan pengembangan promosi media sosial, BUMDes juga dibina langsung oleh Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Kepulauan Riau. Dalam hal ini, salah satu bagian dari Dinas PMD yang menangani sendiri bidang BUMDes untuk melakukan pembinaan serta membantu promosi Ekowosata.

Dengan demikian, tahap perencanaan ini merupakan pesan-pesan komunikasi lingkungan harus lebih diarahkan pada upaya mengubah memulai proses dari unit usaha BUMDes. Sehingga pada hal ini sesuai dengan rumusan motivasi, motivasi adalah kegiatan komunikasi dengan memberikan dorongan kepada seseorang atau diri sendri untuk mengambil tindakan yang dikehendaki (Yasir, 2011:44). Sosialisasi bertujuan untuk memotivasi masyarakat, aparatur, Dinas-Dinas beserta stakeholder agar tumbuh kesadaran, kepedulian dan partisipasinya dalam Program Ekowisata Mangrove.

d.   Tahapan Pelaksanaan Komunikasi Lingkungan Badan Usaha Milik Desa (BUMdes) Dalam Mengelola Ekowisata Mangrove Toapaya Selatan Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau

Tahap pelaksanaan ini terdiri dari langkah penyebaran melalui media dan langkah dokumentasi, monitoring, dan evaluasi. Upaya penyadaran dan kepedulian masyarakat terhadap lingkungan hidup melalui komunikasi lingkungan kuncinya ada pada prioritas dan komitmen politik pemerintah.

Dinas Pariwisata merupakan instansi yang bertanggung jawab dalam penyebaran informasi dan program sosialisasi akan adanya Ekowisata. BUMdes dengan bekerja sama dengan Dinas Pariwisata merupakan wadah untuk menyampaikan informasi mengenai Ekowisata di Desa Toapaya Selatan kepada masyarakat, wisatawan lokal dan turis asing. Dalam pelaksanaan dan pengelolaan Ekowisata Toapaya Selatan, BUMDes bersama-sama mengajak masyarakat Desa untuk berpartisasi memajukan Ekowisata ini.

BUMdes dan aparatur Desa juga melakukan kerjasama dengan Dinas Pariwisata untuk menjadi komunikator dalam menyampaikan sosiasliasi kepada masyarakat, wisatawan lokal dan turis asing akan adanya Ekowisata Mangrove di Desa Toapaya Selatan. Disamping itu, adanya pemilihan komunikator ini dilakukan berdasarkan kriteria yang dimiliki, seperti pihak Dinas Pariwisata memiliki kredibilitas dan ahli di bidang sosialisasi wisata di Indonesia. Sehingga dianggap mampu memberikan sosialisasi mengenai pembinaan dan pemahaman dalam mengelola lingkungan serta promosi atas Desa Wisata Hutan Mangrove di Desa Toapaya Selatan.

Pada dasarnya, struktur organisasi dari BUMdes juga sangat jelas yang terdiri dari Penanggungjawab atau disebut juga komisaris yang merupakan Kepala Desa terpilih, Badan Pengawas dan Badan Penasehat diatur sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Dengan demikian, struktur pengelolaannya BUMDes sejauh ini sudah sangat baik.

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Bapak Selamat, S.S.Pt selaku Ketua Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Toapaya Selatan bahwa:

�Di Tahun 2014 terbitlah Peraturan Desa sehingga membentuklah pengurus-pengurus dan setelah terbentuk, kami berpikir Desa Toapaya Selatan sudah ada income yang dulunya Rp.0,- setiap peluang dan potensi inilah yang kami manfaatkan untuk mencari PAD (Pendapatan Asli Desa) itu yang kami serahkan ke BUMDes untuk Desa Wisata, sehingga temen-temen dari mahasiswa setiap Universitas melakukan riset atau penelitian, sehingga kita akan bentuk ini Badan Usaha Milik Desa dulu yaitu Kios Desa untuk cari PAD itu yang kami serahkan kepada BUMDes, sehingga disitu terdorong untuk kita punya aset yang kita gali potensinya, untuk menciptakan PAD dan melibatkan masyarakat kami bangun melalui dana desa tahun 2016 dan Alhamdulillah setelah dibangun 13 kios yang kita sewakan dan diserahkan ke BUMDes, dan disitu juga kami mendapatkan reward penggunaan dana desa untuk pengembangan usaha desa melalui BUMDes dana desa juga mendapatkan bantuan sebesar Rp.50.000.000,- setiap tahunnya. Setelah itu kita juga bangun Desa mart di tahun 2017 dan kami belanjakan untuk fasilitas dan wahana seperti camping ground, panahan, ATV, Pokcoi, Sepedaan

Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat diketahui bahwa landasan hukum yang telah ada, mulai dilakukan riset dan penelitian juga oleh Universitas Riau untuk merancang penggalian potensi dari Desa Toapaya Selatan ini. Selanjutnya penyerahan Ekowosata kepada BUMDes ini juga mendapatkan bantuan sebesar Rp.50.000.000,- per tahun untuk membangun fasilitas dan peningkatan kualitas dari BUMdes sendiri, dengan demikian tahap pelaksanaan ini sudah pada tahap pengembangan Ekowisata, terbukti dengan pada saat ini Ekowisata Mangrove telah memiliki beberapa wahana rekreasi diantaranya :

1)  Panahan,

2)  ATV,

3)  Pokcoy Boat,

4)  Mangrove Track dan

5)  Camping groun,

Berbagai wahana ini, diakomodir sedemikian rupa, di lestarikan dengan koordinasi dengan komunitas peduli lingkungan dan masyarakat sekitar, dipromosikan dengan berbagai bantuan dari Pemerintah berupa promosi kepada pihak luar dan pembinaan serta promosi dari sisi internal BUMdes dengan media sosial, seperti terlihat pada gambar berikut ini.

 

Gambar 3

Wahana Rekreasi di Ekowisata Mangrove

 

 

Pesan komunikasi lingkungan dimunculkan dalam bentuk sosialisasi yang dilakukan oleh BUMDes dapat berupa rapat yang dilakukan di Kantor Desa mengikutsertakan masyarakat untuk berpartisipasi dan menyampaikan aspirasinya dan melewati sosial media seperti Instagram dan Facebook untuk memberikan informasi akan Ekowisata Toapaya Selatan ini.

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Bapak Suhenda selaku Kepada Desa Toapaya Selatan terkait peran kepala desa dalam pengelolaan Badan Usaha Milik Desa Mitra Karya Sejahtera adalah sebagai berikut:

�Peran saya selaku Kepala Desa adalah sebagai pemegang saham awal tunggal BUMDes berasal didanai dari Desa, dan disini saya bisa dikatakanlah Komisaris sekaligus penanggung jawab aggaran apapun yang jadi penguatan modal BUMDes dasarnya adalah harta kekayaan desa yang dipusatkan, kebijakan kami untuk sebagai penasehat, sebagai Pembina di BUMDes juga sangat betul betul sebagai ujung tombak, artinya kita bisa lihat kinerja BUMDes ada Badan Pengawas BUMDes ada juga Badan Penasehat BUMDes, semua kegiatan usaha diharapkan pada Pemerintah Pusat, penggerakan ekonomi desa ada di Badan Usaha Milik Desa tinggal bagaimana BUMDes sendiri mengelola, kalo kita sudah menghasilkan modal ,sudah ada Badan yang menangani, artinya kan Badan Usaha Milik Desa yang betul-betul memiliki Kepala Desa kan harusnya udah gak boleh memegang jabatan BUMDes, kan boleh, kalo boleh saya juga mau mbak, tapi gak boleh namun artinya tergantung BUMDes nya sendiri nih untuk pengelolaannya, sejauh ini kami hanya memberikan gambaran saja gimana ni pak Kades berdiri dan majunya BUMDes ada di Kepala Desa terpilih dan tergantung pengurusnya.�

Dengan hasil wawancara tersebut dapat diketahui bahwa Kepala desa merupakan pemegang saham tunggal, dimana dana yang digunakan untuk operasional BUMdes tersebut diambil dari dana desa. Dalam hal ini BUMdes pada pengelolaannya sama dengan BUMN yang dimiliki oleh negara dan negara sebagai pemegang sahamnya, begitu juga yang terjadi di desa. Sistem pengelolaannya hampir sama dengan BUMN hanya skop usahanya hanya terbatas di Desa tersebut dan dana yang digunakan adalah dana dari desa serta tujuan dari BUMdes adalah untuk kesejahteraan masyarakat desa tersebut. Sebagai runtutan model atau strategi komunikasi lingkungan yang dilakukan oleh BUMDes Toapaya Selatan dirangkujm pada gambar sebagai berikut:

 

Gambar 4

Model Komunikasi BUMDes

Dinas Pariwisata

Dinas PMD

 


�������������� Instansi Pemerintah

 


Komunikator����������������������������������������������������������� �� Pembinaan

 

 

Kepala Desa Toapaya Selatan

BUMDes Toapaya Selatan

 

Penggerak Ekowisata Mangrove

Komunitas Peduli Lingkungan

Wisatawan danTuris Asing

Masyarakat Desa Toapaya Selatan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Komunikasi pada dasarnya merupakan suatu proses karena suatu seri kegiatan yang terus - menerus, yang tidak mempunyai permulaan atau akhir dan selalu berubah - ubah. Komunikasi juga bukanlah suatu barang yang dapat ditangkap dengan tangan untuk diteliti. Komunikasi juga melibatkan suatu variasi saling berhubungan yang kompleks yang tidak pernah ada duplikat dalam cara yang persis sama yaitu saling hubungan di antara orang, lingkungan, keterampilan, sikap, status, pengalaman, dan perasaan, semuanya menentukan komunikasi yang terjadi pada suatu waktu tertentu. Bila dilihat sepintas lalu suatu komunikasi mungkin tidak berarti, tetapi bila dipandang sebagai suatu proses, maka kepentingannya sangat besar. Misalnya suatu komunikasi yang hanya terdiri dari satu perkataan akan dapat memperlihatkan suatu perubahan. Perubahan itu mungkin terjadi langsung atau tidak langsung, berarti atau tidak berarti, tetapi semuanya itu terjadi sebagai hasil dari proses komunikasi.

Hal ini dikarenakan dalam dialog, proses komunikasi berlangsung secara dua arah. Komunikasi dua arah menempatkan seluruh anggota yang terlibat dalam komunikasi setara dan memiliki hak yang sama untuk bersuara. Keadaan seperti ini sangat baik untuk pengendalian mental seluruh anggota diskusi dan memungkinkan cepatnya terjadinya mufakat ataupun pemecahan masalah. BUMDes sebagai kelompok yang mengelola ekowisata mangrove menggunakan model komunikasi kovergensi Kincaid dalam proses komunikasinya.

Alasan penempatan komunikasi lingkungan dalam perspektif ini, dilatari oleh realita bahwa hidup manusia senantiasa berada dan dipengaruhi oleh konteks lingkungan, tanpa mengenal batas waktu. Manusia senantiasa akan berkomunikasi dan selalu memaknai pesan terikat pada konteks komunikasi antar manusia, yaitu manusia yang terkait dengan lingkungan sekitar. Kelompok ini dibentuk atas dasar keinginan bersama, untuk berusaha bersama dan dipertanggungjawabkan secara bersama guna untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan anggotanya.

2.   Pembahasan

a.   Perencanaan Komunikasi Lingkungan yang dilakukan oleh Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dalam Upaya Mengelola Ekowisata Mangrove di Desa Toapaya Selatan Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau

Strategi komunikasi lingkungan pada BUMdes Toapaya Selatan telah dilakukan dengan sangat baik, pesan dikemas dalam berbagai media guna menumbuhkan kesadaran dan partisipasi dari masyarakat dan aparatur serta pemerintah dalam pengelolaan lingkungan sehingga menjadi lebih potensial. Komunikasi lingkungan pada dasarnya memiliki tujuan untuk menumbuhkan kesadaran dan partisipasi masyarakat beserta stakeholder dalam mengelola lingkungan, khsusnya hutan Mangrove ini.

Pada tahap perencanaan ini dilakukan assesment dan identifikasi, proses Identifikasi tersebut menjadi dasar dalam penyusunan pesan yang menarik perhatian dan disesuaikan dengan karakteristik khalayak sasaran. Agar tercapai proses komunikasi yang efektif maka penyusunan pesan harus disesuaikan dengan karakteristik khalayak, serta metode yang digunakan.

Fakta-fakta dikemukakan untuk mendukung proses dalam tahap ini, setiap pesan yang disusun merupakan fakta yang memunculkan suatu gagasan potensial. Dalam hal ini, pembentukan Ekowisata merupakan gagasan potensial yang didapat dari proses identifikasi.

Hal-hal yang menjadi dasar pemikirannya adalah kondisi rusaknya ekosistem alam yang terkena abrasi, dan hal lain yang mngakibatkan tidak produktinya daerah ini. Oleh karena itu, dilakuakn pendalaman yang melibatkan komunitas peduli alam, aparatur desa, dan masyarakat sekitar untuk memperbaiki kondisi alam yang telah rusak ini.

BUMdes dalam proses komunikasinya melakukan semua macam bentuk komunikasi dari individu, yakni dengan Kepala Desa Toayapaya Selatan, kelompok yakni komunitas peduli lingkungan dan pemerintah yakni Dinas-Dinas terkait hingga massa yang merupakan warga masyarakat di Desa Toapaya Selatan. Pada level individu komunikasi yang dilakukan perorangan secara langsung dengan tatap muka. Diantara individu terjadi komunikasi timbal balik. Komunikator dapat mengetahui dengan seketika respon komunikan terhadap pesan yang dilontarkan. Komunikasi yang direncanakan secara antarpribadi lebih ampuh untuk mengubah sikap kepercayaan dan opini seseorang. Komunikasi anatar pribadi oleh BUMdes dilakukan dalam koordinasi dengan Kepada Desa, dan Ketua Komunitas Peduli Lingkungan. Komunikasi yang dibangun adalah komunikasi antarpribadi dan dengan pihak-pihak tersebut.

Langkah yang tidak kalah pentingnya dalam proses perencanaan komunikasi adalah pemilihan media yang digunakan untuk menyampaikan sebuah pesan. Bumdes Toapaya Selatan melakukan berbagai bentuk komunikasi dari antarpribadi, kelompok, hingga massa dimana di dalamnya terdapat berbagi bentuk media baik media yang sudah tersedia maupun media yang dibuat sendiri oleh komunikator bagi kepentingan proses komunikasi. Pada komunikasi anatarpribadi yang dilakukan pun digunakan media jika diperlukan. Selain proses identifikasi khalayak, penyusunan pesan, menentukan metode dan pemilihan media, unsur utama yang paling mendukung efektivitas sebuah proses komunikasi adalah peranan komunikator. Komunikator adalah mereka yang akan menjalankan seluruh perencanaan yang sudah dilakukan. Komunikator harus memiliki kemampuan untuk memprediksikan harapan khalayak, menyampaikan pesan yang menarik perhatian dengan metode dan media yang sesuai.

Hal ini sejalan dengan Teori pemangku kepentingan yang dikemukakan oleh Eden & Ackerman (dalam Orr, 2014) yang menyatakan bahwa pemangku kepentingan adalah orang-orang atau kelompok-kelompok yang memiliki kekuatan untuk merespon, bernegosiasi dan mengubah masa depan strategis suatu organisasi. Dengan adanya kekuatan dari Kepala Desa beserta aparatur dan Komunitas peduli Lingkungan untuk bernegosiasi dan mengubah masa depan strategis dari BUMDes untuk ke arah yang lebih baik dan mengalami peningkatan seperti membangun Ekowisata Mangrove Toapaya Selatan. Pemangku kepentingan sesuatu yang inklusif, pada umumnya tren dalam literature konflik lingkungan menunjukkan adanya upaya untuk menerima sejumlah besar individu dan organiasi sebagai bagian dari pemangku kepentingan.

Menurut pendekatan ini, kerjasama antar pemangku kepentingan dipandang sebagai sebuah pusat untuk menciptakan masyarakat yang berkelanjutan secara ekonomi dan lingkungan. Orr secara khusus menghubungkan teori pemangku kepentingan dengan penyusunan kebijakan lingkungan. Sebagai bentuk analisis, maka penulis meruntut pihak-pihak yang terlibat dalam Ekowisata ini sebagai berikut :

 

Pemangku Kepentingan Lingkungan

Komunitas Peduli Lingkungan

Dinas Pariwisata

Masyarakat Desa

Pelaku Usaha/Mitra

 

Kepala Desa

Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa

Penggerak Ekowisata

BUMDes

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Gambar 5

Analisis Teori Pemangku Kepentingan

 

Masing-masing pemangku kepentingan pada dasarnya memiliki kepentingan (interest) yang berbeda-beda, antara lain:

1.Suatu pemangku kepentingan mungkin hanya memilki kepentingan ekonomi sebagai suatu hal paling mendasar.

2.Pemangku kepentingan yang lain mungkin lebih termotivasi untuk memperjuangkan kepentingan profesional bagi organisasi mereka, misalnya menggunakan proses pembuatan kebijakan untuk membangun jaringan yang dapat digunakan untuk keuntungan profesional.

3.Perwakilan atau individu dari suatu organisasi pemangku kepentingan juga dimungkinkan untuk memilki kepentingan pribadi yang mempengaruhi partisipasi mereka yang banyak dipengaruhi oleh pengalaman pribadi, keluarga, teman, afiliasi politik, atau nilai-nilai agama.

4.Kepentingan politik seperti kekuasaan, advokasi, dan kampanye juga merupakan sumber motivasi bagi para pemangku kepentingan.

6.Beberapa pemangku kepentingan mungkin juga lebih tertarik pada kepentingan hukum demi memastikan bahwa persyaratan hukum atau etika dapat dipatuhi.

7.Para pemangku kepentingan juga mungkin memiliki kepentingan akademis dalam proses pengambilan keputusan. Dalam hal ini, pemangku kepentingan tersebut berpartisipasi karena alasan penelitian seperti wawancara atau mengamati proses kebijakan.

8.Pemangku kepentingan mungkin memiliki kepentingan geografis dimana kehidupan mereka sangat dipengaruhi oleh kedekatan geografis dengan sumber permasalahan, misalnya, masyarakat yang tinggal di sekitar Ekowisata akan memberikan perhatian terhadap lingkungan lebih besar dibandingkan masyarakat pada umumnya.

9.Beberapa pemangku kepentingan mungkin memiliki kepentingan demografis yang disebabkan oleh ketimpangan yang dipengaruhi oleh suatu permasalahan.

10.Para pemangku kepentingan mungkin memiliki kepentingan simbolik/humanistik yang berasal dari nilai-nilai pribadi atau kedekatan emosi mereka, misalnya bagaimana penghargaan yang tinggi terhadap alam menjadi motivasi dalam menjaga kelestarian lingkungan.

Berdasarkan gambar yang telah diuraikan sebelumnya teori pemangku kepentingan ini sangat erat kaitannya dengan penyusunan kebijakan lingkungan, khususnya terkait Ekowisata Toapaya Selatan. Hal ini dikarenakan kerjasama antar pemangku kepentingan (BUMDes beserta aparatur Desa) dipandang sebagai sebuah pusat untuk menciptakan masyarakat yang berkelanjutan secara ekonomi dan lingkungan, dengan kata lain, BUMDes dibawah kepemimpinan seorang kepala desa menjadi pusat bagi masyarakat

Penyusunan kebijakan lingkungan merupakan sebuah tahapan yang kompleks dimana pemerintah berkewajiban untuk mengambil keputusan-keputusan yang dituangkan dalam bentuk payung hukum. Suatu proses yang riuh dengan beragamnya kepentingan dari masing-masing pemangku kepentingan yang meliputi LSM, kelompok bisnis, ilmuwan, media, pejabat politik dan masyarakat setempat, melalui pengerahan kekuatan dan pengaruh pada setiap tahap pengambilan proses keputusan.

Pada fase perencanaan, pola yang digunakan bersifat dialogis, intensif dan lebih banyak terjadi pada komunikasi interpersoinal dan komunikasi kelompok, dalam hal ini bukan saja sekedar menyediakan dan menyebarkan informasi lingkungan. Strategi komunikasi merupakan langkah awal dan menjadi penentu agar komunikasi lingkungan dapat berjalan dengan lancar. Oleh karena itu, pada tahap ini perlu dipertimbangkan hal-hal yang menjadi faktor pendukung dan penghalang dengan cara memperhitungkan dan memperhatikan tahapan-tahapan dalam strategi komunikasi lingkungan.

Dengan demikian, semua pengelolaan sumber daya alam (Ekowisata) pada umumnya melibatkan pihak-pihak dengan kepentingan. Dalam hal ini, berbagai pemangku kepentingan menggunakan sumber daya yang sama untuk berbagai tujuan. Oleh sebab itu, penting untuk memahami perspektif dari masing-masing pemangku kepentingan yang berbeda. Pengelolaan sumber daya alam membutuhkan ruang atau platform yang dapat memfasilitasi para pemangku kepentingan untuk saling belajar, berbagi dan memvalidasi pemahaman mereka tentang situasi yang terjadi dalam rangka mencapai suatu konsensus. Analisis pemangku kepentingan memang tidak menciptakan ruang untuk negosiasi bagi para pemangku kepentingan. Namun demikian, analisis pemangku kepentingan dapat berkontribusi terhadap proses negosiasi tersebut dengan cara memfasilitasi digunakannya pendekatankonstruktivisdalam suatu penelitian partisipasi pemangku kepentingan. Analisis pemangku kepentingan mengakui adanya berbagai macam perspektifkebenarandalam sebuah realitas hasil dari konstruksi sosial.

Dengan kata lain, setiap pemangku kepentingan di dalam pengelolaan Ekowisata ini dapat berkontribusi terhadap proses negosiasi dengan cara memfasilitasi untuk menciptakan sebuah Ekowisata yang mampu memberikan pengaruh yang signifikan dalam kehidupan masyarakat Desa Toapaya Selatan.

b.   Pelaksanaan Komunikasi Lingkungan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dalam Upaya Mengelola Ekowisata Mangrove di Toapaya Selatan Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau.

Pada semua proses komunikasi lingkungan, kepercayaan menjadi sebuah hal yang penting agar komunikasi berjalan secara efektif. Rasa percaya komunikator kepada komunikan menjadi modal awal agar komunikasi dapat berjalan.

Proses komunikasi lingkungan oleh BUMDes Toapaya Selatan penting untuk menumbuhkan kesadaran warga akan pentingnya mangrove yang memiliki peran penting bagi manusia dan lingkungan. Laju kerusakan lingkungan pesisir pantai harus diimbangi dengan pena-naman mangrove dan konservasi mangrove. Hal ini akan menjadi baik lagi jika dilakukan dengan membangun Ekowisata, dengan adanya Ekowisata akan menumbuhkan kesadaran bagi masyarakat dan bahkan wisatawan akan keindahan alam di Desa Toapaya Selatan.

Hal ini didukung oleh Teori pemangku kepentingan, Hermans & Thiesen (2008) menyatakan bahwa salah satu metode yang digunakan untuk menganalisis aktor-aktor yang banyak digunakan adalah analisis pemangku kepentingan. Analisis dimaksud memiliki peran dalam menjelaskan aspek-aspek dalam pembuatan kebijakan yang ambigu dan tersembunyi. Analisis pemangku kepentingan juga memungkinkan pihak-pihak yang berbeda untuk mengungkapkan perhatian dan kepentingan mereka dengan lebih baik.

Peran analisis pemangku kepentingan dalam mengkomunikasikan pengelolaan sumber daya alam menurut Rees et al. (2009) antara lain:

1.   Memberi informasi mengenai siapa saja pihak yang memiliki kepentingan, pihak yang memiliki kekuatan untuk mempengaruhi, bagaimana pihak tersebut berinteraksi, dan berdasarkan informasi ini bagaimanakah kemungkinan-kemungkinan agar para pemangku kepentingan dapat berkolaborasi secara efektif

2.   Memberikan pemahaman mengenai dinamika kekuasaan serta meningkatkan transparansi dan kesetaraan dalanbm pengambilan keputusan yang berguna memberdayakan kelompok-nbkelompok marginal yang tidak memiliki akses dalam jaringan sosial.nbnb

3.   Mencegah adanya dominasi dari para pemangku kepentingan yang sangat kuat dalam suatu pengambilan keputusan dan mengabaikan suara-suara dari kelompo marjinal.

4.   Memahami kerjasama kolaboratif yang telah ada, berbagai potensi konflik dan hambatan-hambatan yang terjadi sebagai akibat adanya perbedaan kepentingan serta memberikan arah terhadap hubungan antar pemangku kepentingan.

5.   Memberi rekomendasi terhadap kegiatan di masa depan dan keterlibatan pemangku kepentingan.

Pengelolaan sumber data alam pada umumnya melibatkan pihak-pihak dengan kepentingan yang bertentangan. Dalam hal ini, berbagai pemangku kepentingan menggunakan sumber daya yang sama untuk berbagai tujuan. Oleh sebab itu, penting untuk memahami perspektif dari masing-masing pemangku kepentingan yang berbeda. Pengelolaan sumber daya alam membutuhka ruang atau platform dapat memfasilitasi para pemangku kepentingan untuk saling belajar, berbagi dan memvalidasi pemahaman mereka tentanf situasi yang terjadi dalam rangka mencapai suatu konsensus.

Analisis pemangku kepentingan memang tidak menciptakan ruang untuk negosiasi bagi para pemangku kepentingan. Namun demikian, analisis pemangku kepentingan dapat berkontribusi terhadap proses negosiasi tersebut dengan cara memfasilitasi digunakannya pendekatan konstruktivis dalam suatu penelitian partisipasi pemangku kepentingan. Analisis pemangku kepentingan mengakui adanya berbagai macam perspektif kebenaran dalam sebuah realitas hasil dari konstruksi sosial. Kategorisasi pemangku kepentingan merupakan seperangkat metode untuk mengklasifikasi para pemangku kepentingan dilakukan oleh peneliti yang melakukan analisis berdasarkan pengamatan mereka atas fenomena yang sedang diteliti dimana di dalamnya terdapat beberapa perspektif teoritis tentang bagaimana sebuah sistem berfungsi (Hare & Pahl-Wostl, 2002 dalam Reed at al. 2009).

Pengaruh dan kepentingan stakeholder dalam kajian ini terhadap lingkungan dengan mengintegrasikan nilai penting pemangku kepentingan dengan lingkungan yaitu: Fungsi Regulasi, dimana pihak pemangku kepentingan menyusun mengenai kebijakan lingkungan yang dituangkan dalam bentuk payung hukum untuk keberlangsungan Ekosistem. Fungsi Produksi, keberadaan para pemangku kepentingan dipandang sebagai pusat untuk menciptakan masyarakat yang berkelanjutan secara ekonomi dan lingkungan. Fungsi Informasi, nilai penting stakeholder terhadapfungsi referensidimana dalam hal ini adalah ekosistem alam memberi kontribusi bagi pemeliharaan kesehatan manusia dengan memberikan kesempatan untuk melakukan refleksi, pengayaan spriritual, pengembangan kognitif, rekreasi dan pengalaman estetika.

Pada dasarnya, pengelolaan Ekowisata Toapaya Selatan ini, melibatkan berbagai pihak yang sangat membantu terciptanya Ekowisata ini. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pihak-pihak yang menjadi actor dalam pengelolaan ini, sebagai pusat actor pada pengelolaan ini adalah BUMDes Toapaya Selatan yang mengkomunikasikan Ekowisata ini dengan Kepala Desa, Pada awalnya Kepala Desa adalah sebagai pemegang saham awal tunggal BUMDes berasal didanai dari Desa, dengan kata lain Kepala Des aini berperan sebagai Komisaris sekaligus penanggung jawab aggaran. Apapun yang menjadi penguatan modal BUMDes Toapaya Selatan ini dasarnya adalah harta kekayaan desa yang dipusatkan. Kebijakan yang dikeluarkan oleh Kepala Desa yang juga sebagai penasehat dan Pembina di BUMDes merupakan ujung tombak, dengan kata lain, kinerja BUMDes yang diawasi oleh Badan Pengawas BUMDes dan Badan Penasehat BUMDes dan selanjutnya BUMDes menjadi mengelola bisnisnya. Dengan adanya pola Kelola seperti itu dan hasil dari komunikasi tersebut direalisasikan dengan adanya pembentukan unit usaha di BUMDes yakni Ekowisata Toapaya Selatan.

Disamping itu, adanya komunikasi dua arah juga dengan pihak pemerintah, dalam hal ini Dinas Pariwisata sebagai pelaku komunikasi/komunikator kepada pihak luar dengan dicanangkannya Desa Toapaya Selatan sebagai Desa wisata pada Tahun 2019. Hal ini menjadi fokus masyarakat luar akan ketertarikan Ekowisata Mangrove. Lebih lanjut dari pada itu, adanya turis asing yang menerima pesan/berita tersebut menjadi memiliki keinginan untuk datang ke lokasi Ekowisata Mangrove. Selain itu, keinginan dari BUMDes untuk join dengan wisata lain di sekitar juga mendapat bantuan dari Dinas Pariwisata seperti mengikuti tour wisata Lagoi untuk mendatangi Ekowisata Mangrove di Toapaya Selatan.Sejalan dengan tugas dan tanggungjawab dari Dinas Pariwisata ini yakni:

a.Perumusan kebijakan di bidang Sekretariat, Pengembangan Destinasi dan Industri Pariwisata, Pengembangan Pemasaran Pariwisata, Pengembangan Kelembagaan Pariwisata, Pengembangan Ekonomi Kreatif;

b.Pelaksanaan kebijakan di bidang Sekretariat, bidang Pengembangan Destinasi dan Industri Pariwisata, Pengembangan Pemasaran Pariwisata, Pengembangan Kelembagaan Pariwisata dan Pengembangan Ekonomi Kreatif;

c.Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang Sekretariat, bidang Pengembangan Destinasi dan Industri Pariwisata, Pengembangan Pemasaran Pariwisata, Pengembangan Kelembagaan Pariwisata, dan Pengembangan Ekonomi Kreatif;

d.Pelaksanaan administrasi dinas di bidang Sekretariat, bidang Pengembangan Destinasi dan Industri Pariwisata, Pengembangan Pemasaran Pariwisata, Pengembangan Kelembagaan Pariwisata, dan Pengembangan Ekonomi Kreatif; dan;

e.Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh gubernur terkait dengan tugas dan fungsinya.

Dengan demikian, komunikasi dengan pihak Dinas Pariwisata Kepulauan Riau sudah berjalan dengan baik, karena keterlibatan Dinas Pariwisata dalam pengelolaan Ekowisata Toapaya Selatan sudah terbukti, seperti penganugerahan Desa Toapaya Selatan sebagai Desa Wisata pada Tahun 2019 diselingi dengan deklarasi atas Ekowisata yang akan di promosikan.

Disamping Dinas Pariwisata, Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa juga memiliki kepentingan disini dalam aksi pembinaan atau memberikan pembinaan kepada Desa Toapaya Selatan, khususnya BUMDes ada Bidang Pemberdayaan Usaha Ekonomi Masyarakat Desa yang menaungi. Bidang Pemberdayaan Usaha Ekonomi Masyarakat Desa ini melaksanakan tugas pokok Kepala Bidang Pemberdayaan Usaha Ekonomi Masyarakat Desa menyelenggarakan fungsi :

a.penyelenggaraan perumusan kebijakan teknis operasional Bidang Pemberdayaan Usaha Ekonomi Masyarakat Desa, meliputi pengembangan hasil usaha desa, Penguatan Lembaga Ekonomi Masyarakat Desa, pengembangan teknologi tepat guna.

b.penyelenggaraan rencana kerja Bidang Pemberdayaan Usaha Ekonomi Masyarakat Desa, meliputi pengembangan hasil usaha desa, Penguatan Lembaga Ekonomi Masyarakat Desa, pengembangan teknologi tepat guna;

c.penyelenggaraan koordinasi, integrasi dan sinkronisasi sesuai dengan lingkup tugasnya;

d.penyelenggaraan monitoring, evaluasi dan pelaporan capaian kinerja Bidang Pemberdayaan Usaha Ekonomi Masyarakat Desa, meliputi pengembangan hasil usaha desa, Penguatan Lembaga Ekonomi Masyarakat Desa, pengembangan teknologi tepat guna.

Dengan demikian, komunikasi dengan pihak Dinas PMD Kepulauan Riau sudah berjalan dengan baik, karena pembinaan yang dilakukan sudah tepat sasaran, hal ini terbukti dengan kondisi BUMDes sudah berjalan sedemikian baik dengan bantuan dan binaan dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Kepulauan Riau.

Selanjutnya pihak yang menjadi actor dalam proses komunikasi lingkungan ini adalah Komunitas Peduli Lingkungan. Komunitas peduli lingkungan merupakan kelompok masyarakat yang secara sadar dan sukarela dalam kontribusi pada suatu wilayah dan kegiatan Ekowisata yang tentunya selain pelaksanaan pelestarian lingkungan juga sebagai pemanfaatan ekonomi masyarakat daerah Toapaya Selatan, karena Ekowisata Toapaya Selatan ini terbilang sangat bermanfaat baik dari segi pariwisata maupun ekonomi. Hal-hal yang dilakukan oleh komunitas peduli lingkungan ini diantaranya mulai dari penanaman pohon mangrove penjagaan wilayah konservasi mangrove. Penggalakan kegiatan konservasi juga bertujuan sebagai alat dan pengikutsertaan anggota dan juga masyarakat disekitar Toapaya Selatan dalam kegiatan pemulihan serta pengelolaan mangrove sebagai upaya antisipasi yang dapat dilakukan, tujuannya adalah agar mangrove tetap terjaga kelestariannya sebagai tanaman perairan laut dan juga tempat berlindung biota laut lainnya.

Dengan komunikasi yang dua arah yang dilakukan dengan masyarakat desa, maka pelestarian lingkungan terutama Mangrove sudah berjalan dengan baik. Penanaman pohon yang telah dikoordinasikan dengan pesan atau komunikasi yang dilakukan telah dilakukan setiap 6 bulan hingga 1 tahun sekali. Hal ini dilakukan guna menjaga kelestarian wilayah hutan mangrove agar tetap terjaga keutuhannya. Selain itu wilayah hutan mangrove Toapaya Selatan ini juga dijaga kelestariannya dengan tetap memperhatikan wilayah konservasinya, bentuk aktivitas ini tidak terlepas dari campur tangan setiap anggota komunitas dan juga melibatkan BUMDes dan juga Pemerintah Desa Toapaya Selatan.

Selanjutnya strategi komunikasi lingkungan yang dilakukan oleh BUMdes Toapaya Selatan adalah dengan penggerak Ekowisata. Komunikasi juga dilakukan BUMdes dengan Penggerak Ekowisata untuk menggerakkan Ekowisata ini. Komunikasi antara BUMDes Mitra Karya Sejahtera dan penggerak dengan Dinas Pariwisata juga dilakukan tentunya guna memperkenalkan Ekowisata ini kepada setiap pengunjung, baik mancanegara ataupun lokal, tidak hanya memperkenalkan fasilitas dan wahana, namun juga mengedukasi pengunjung tentang manfaat mangrove, apa saja bentuk mangrove. Kerjasama dalam pengelolaan Ekowisata Toapaya Selatan ini, penggerak Ekowisata bekerjasama dengan BUMDes Mitra Karya Sejahtera untuk pelestarian lingkungan, pemanfaatan Ekowisata, bekerjasama dengan Dinas Pariwisata setempat untuk mempromosikan Ekowisata Toapaya Selatan ini, bekerjasama dengan tour and travel sehingga tujuan akhirnya adalah ada target pengunjung yang bisa menikmati fasilitas dan wahana yang ada disini.

Komunikasi kelompok terjadi di dalam proses Kerjasama ini, dengan Pihak Dinas Pariwisata membantu dalam melakukan promosi ke luar daerah dan juga Kerjasama dengan tour dan travel, dalam hal ini dapat diberikan contoh dengan Wisata Lagoi. Wisatawan Lagoi diberikan opsi untuk melakukan tour ke lokasi Ekowisata Mangrove di Toapaya Selatan. Dengan adanya komunikasi atas kerjasama ini diharapkan wisatawan Lagoi tertarik untuk ikut serta menikmati Ekowisata Toapaya Selatan.

 

Kesimpulan

Pertama, tahap assesment/penilaian yang meliputi analisis situasi dan identifikasi masalah sosial, ekonomi, lingkungan, Analisis pihak/pelaku yang terlibat. Hal ini dilakukan dengan menganalisis masalah dan potensi yang ada. Masalah yang terjadi pada lingkungan di Toapaya Selatan yaitu adanya kerusakan di daerah daratan pesisir akibat abrasi dan juga kurangnya kesadaran masyarakat dalam memahami kondisi lingkungannya, maka dibentuklah Komunitas Peduli Lingkungan untuk menjadi solusi dari penyelesaian permasalahan yang ada. Selanjutnya adanya ditemukan potensi wisata yang berorientasi kepada alam yang akan meningkatkan PAD Tosela.

Kedua, tahap perencanaan yang meliputi pengembangan strategi komunikasi, memotivasi dan mobilisasi masyarakat dan pemilihan media. Dalam tahap ini BUMdes melakukan Kerjasama dengan berbagai pihak, diantaranya Dinas Pariwisata, Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, Komunitas Peduli Lingkungan dan juga masyarakat Desa Toapaya Selatan. Dalam hal ini dilakukan sosialisasi dan kerjasama, sosialisasi bertujuan untuk memotivasi masyarakat agar tumbuh kesadaran, kepedulian dan partisipasinya dalam program ekowisata mangrove. Kerjasama dilakukan untuk membangun Ekowisata Mangrove Toapaya Selatan.

Ketiga, tahap produksi yang meliputi desain pesan yang akan disampaikan, Produksi media disertai pretest. Untuk menjangkau kelompok sasaran tertentu memang lebih mengena jika perumusan pesan dilakukan secara informal, namun ada juga yang harus mengandalkan aparatur pemerintah yang kebanyakan menggunakan system dan formalitas melalui perangkat-perangkat yang ada. Hal ini dilakukan dengan promosi Dinas Pariwisata beserta penggerak Ekowisata ke luar daerah dan penganugerahan Desa Toapaya Selatan Seabagai Desa Wisata yang akan menarik wisatawan untuk berkunjung ke lokasi Ekowisata.

Keempat, tahap pelaksanaan yang meliputi penyebaran melalui media dan implementasinya, Dokumentasi dan evaluasi. Tahap aksi dan refleksi ini merupakan tahap akhir yang dilakukan oleh BUMdes dalam strategi komunikasi lingkungan. BUMdes dengan bekerja sama dengan Dinas Pariwisata merupakan wadah untuk menyampaikan informasi mengenai Ekowisata di Desa Toapaya Selatan kepada masyarakat, wisatawan lokal dan turis asing. Dalam pelaksanaan dan pengelolaan Ekowisata Toapaya Selatan, BUMDes bersama-sama mengajak masyarakat Desa untuk berpartisasi memajukan Ekowisata ini.

 

 

 


 

BIBLIOGRAFI

 

Abidin, YZ, 2015. Manajemen Komunikasi (Filosofi, konsep dan aplikasi). Bandung: Pustaka Setia.

 

Adi, Rianto, 2010. Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum. Jakarta: Granit.

 

Adisasmita, R, 2011. Pengelolaan pendapatan dan anggaran daerah. Yogyakarta: Graha Ilmu.

 

Afifuddin. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: CV Pustaka Setia

 

Arikunto, S. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Bumi Aksara

 

Bengen, Dietrich. 2000. Pengelolaan Ekosistem Wilayah Pesisir. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB: Bogor.

 

Bungin, Burhan.2015. Komunikasi Pariwisata (Tourism Communication):�� Pemasaran dan Brabd Destinasi Edisi Pertama. Prenadamedia Group: Jakarta.

 

Cangara,Hafied. 2007. Pengantar Ilmu Komunikasi. Raja Grafindo Persada: Jakarta.

 

Effendy, Onong Uchana. 2013. Ilmu Komunikasi, Teori dan Praktek, Bandung: Remaja Rosdakarya.

 

Fandeli, C. Mukhlison 2000. Pengusahaan Ekowisata. Fahutan UGM� UKSDA DIY �Pustaka Pelajar: Yogyakarta.

 

Ghufran H. Kordi, Ekosistem Mangrove, 2012. Potensi, Fungsi, dan Pengelolaan, cet.1. Rineka Cipta: Jakarta.

 

Iskandar, 2008. Metodologi penelitian pendidikan dan sosial. Jakarta: Gaung Persada Press.

 

Jujun S.Soeryasumantri. 1978. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Jakarta: Sinar Harapan.

 

Kadarisman, Ade. 2019. Komunikasi Lingkungan; Pendekatan SDGs dan CSR. Bandung: Simbosa Rekatama Media.

 

Miles, B. Mathew dan Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif Buku Sumber Tentang Metode-metode Baru. Jakarta: UIP.

 

MoleongLexy J2009. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja. Rosdakarya.

 

Mulyana, Deddy. 2016. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Remaja Rosdakarya: Bandung.

 

Oepen, Manfred and Hamacher, Winfried. 1999. Environmental Communication for Sustainable Development.

 

Onrizal, 2008. Panduan pengenalan dan analisis vegetasi hutan mangrove. Universitas Sumatera Utara: Departemen kehutanan, Fakultas pertanian.

 

Orr SK, 2014. Environmental Policy Making and Stakeholder Collaboration Theory and Practice. New York (US): CRC Press.

 

Robert, Cox. 2010, Environmental Communication And Public Sphere, SAGE Publication, Inc.

 

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:

�������� Alfabeta CV.

 

Supranto, J. 2000. Teknik Sampling untuk Survei dan Eksperimen. Jakarta: Penerbit PT Rineka Cipta.

 

Supriyati. 2011. Metodologi Penelitian. Bandung: Labkat press.

 

Terry, George R, Rue, Leslie W. 2005. Dasar-Dasar Manajemen. Jakarta: Prenada Media Group.

 

West, Ricard and Turner Lynn H. 2014. Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Humanika.

 

Yasir. 2011. Perencanaan Komunikasi. Pusat Pengembangan Universitas Riau: Pekanbaru.

 

Yenrizal. 2017. Lestarikan Bumi dengan Komunikasi Lingkungan. Ed.1, Cet. 1. Deepublish: Yogyakarta.

 

_______. 2015. Komunikasi Lingkungan Masyarakat Petani Pedesaan, Studi Etnoekologi Komunikasi Masyarakat Semende Darat Tengah, Muara Enim Sumatera Selatan, Disertasi, Pascasarjana FIKOM Universitas Padjadjaran: Bandung.

 

Jurnal:

 

Firdaus, Muhammad. 2017. Komunikasi Lingkungan Taman Nasional Tesso Nilo Dalam Melakukan Konservasi Di Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau. Jurnal Ilmu Komunikasi Volume 8, No.2.

 

Flor, Alexander G. 2004, Environmental Communication: Principles, Approaches and Strategies of Communication, Applied to Environmental Management, University of the Philippines.

 

Kalianda, Deri, 2017. Strategi Komunikasi Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Dalam Mengimplementasikan Program Green City Di Kota Teluk Kuantan Kabupaten Kuantan Singingi. JOM FISIP vol.5 No.1.

 

Karta, N. L. P. agustini, & Suarthana, I. K. P. (2014). Strategi Komunikasi Pemasaran Ekowisata pada Destinasi Wisata Dolphin Hunting Lovina. Jurnal Manajemen Strategi Bisnis Dan Kewirausahaan, 8(1), 45�51. Retrieved from https://ojs.unud.ac.id/index.php/jmbk/article/view/8076

 

Kurnia Dewi, Emanuela Agra Sartika. 2018. Komunikasi Lingkungan Hidup Oleh Organisasi Pemerintah (Studi Kasus Strategi Komunikasi Lingkungan Melalui Program Merti Kali 2017 Oleh Badan Lingkungan Hidup Daerah Istimewa Yogyakarta). Universitas Gadjah Mada.

 

Yoswaty, D dan J, Samiaji. 2013. Buku Ajar Ekowisata Bahari. UR Press:Pekanbaru.

 

Tesis:

 

Ahmad. 2020. Strategi Komunikasi Lingkungan dalam Konservasi Hutan Mangrove Berbasis Partisipasi Kelompok Masyarakat (Studi pada PT. EMP Malacca Strait S.A). Tesis Pascasarjana. Pekanbaru: Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Riau.

 

E-Book:

 

Rusila Noor, Y, M. Khazali, dan I N.N. Suryadiputra, 2012. Panduan Pengenalan��� Mangrove di Indonesia. cet. 3. PHKA/WI-IP. Bogor.

 

Undang-undang:

 

Peraturan Menteri dalam Negeri nomor 33 Tahun 2009 tentang pedoman pengembangan ekowisata di daerah.

 

Surat Keputusan Direktur Jendral Kehutanan No.60/Kpts/Dj/I/1978 tentang silvikultur hutan payau, hutan mangrove

 

 

Website:

https://batampos.co.id/2018/12/11/potensi-hutan-mangrove-sebagai-sumber-ekowisata-masyarakat-pesisir-kepri/. [di akses 05 oktober 2020]

 

https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20190605203451-269-401255/ekowisata-tosela-destinasi-baru-libur-lebaran-di-kepri. [di akses 05 oktober 2020]

 

http://ksdae.menlhk.go.id/assets/publikasi/Buku%20Statistik%20DJ%20KSDAE%202017.pdf. [di akses 07 Oktober 2020]

 

https://www.arahdestinasi.com/travelnews/read/1000/toselaobjekwisatapetualangandibintan. [di akses 08 oktober 2020]

 

https://bintankab.bps.go.id/publication/2019/09/26/d13dc762effcd59736e3c849/kecamatan-bintan-pesisir-dalam-angka-2019.html. [di akses 08 oktober 2020]

 

https://suarasiber.com/2019/02/ekowisata-toapaya-selatan-dibuka-bisa-berkemah-susuri-bakau-hingga-balap-atv/. [di akses 26 Februari 2021]

 

https://docplayer.info/47604493-Komunikasi-lingkungan.html Ilyas Assad. Tahapan Strategi komunikasi lingkungan. [di akses 09 Oktober 2020]

 

Copyright holder:

Panca Cahya Rinawati, Muhammad Firdaus, Tantri Puspita Yazid (2022)

 

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

 

This article is licensed under: