� Syntax Literate : Jurnal Ilmiah
Indonesia � ISSN : 2541-0849
� e-ISSN :
2548-1398
�� Vol. 2, No 3 Maret 2017
KARAKTERISTIK
RESERVOAR BERDASARKAN IMPEDANSI AKUSTIK DAN ANALISA PETROFISIKA PADA LAPANGAN
�IAD� CEKUNGAN SUMATRA SELATAN
Isnani
Agriandita1, Sismanto2
1Akademi
Minyak dan Gas Balongan, Indramayu 2Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta
Email : [email protected]
Abstrak
Kebutuhan peningkatan efisiensi eksplorasi minyak bumi menuntut para peneliti untuk menemukan metode yang
lebih mutakhir. Oleh karena itu penelitian ini mengintegrasikan beberapa cara untuk
mendapatkan metode yang lebih efisien. Inversi impedansi akustik (AI) berdasarkan model awal dan
petrofisik digunakan untuk karakterisasi reservoar. Sedangkan petrofisika
digunakan untuk analisa sifat formasi pada lapangan �IAD� cekungan Sumatera
Selatan dengan formasi Baturaja Ekivalen (BRF EQV) dan Upper Basement (TBT) sebagai batasan area penelitian. Metode
petrofisika yang dilakukan yaitu dengan analisa data sumur (cross-section dan
crossplot) dan perhitungan porositas serta permeabilitas. Hasil inversi
impedansi akustik (AI) dan perhitungan petrofisika yang telah diintegrasikan, menunjukkan karakterisasi reservoar
area penelitian berupa batu gamping terumbu dengan arah sebaran Tenggara � Barat
Laut, nilai AI sekitar (9800 � 12600) (gr/cc)(m/s)), porositas 16% - 27%, dan
permeabilitas sekitar (0,5 � 7) mD. Dari hasil tersebut dapat diprediksi bahwa
sumur pengeboran baru dapat dilakukan di area yang terletak pada domain waktu 1810,40 ms dalam peta struktur waktu
suatu wilayah target.
Kata Kunci: Inversi impedansi akustik,
Petrofisika, Porositas, Permeabilitas
Pendahuluan
Krisis penurunan� harga minyak bumi yang mencapai USD 39,59
berbuah buruk bagi beberapa perusahaan minyak dan gas bumi. Guna meminimalisir
kerugian, beberapa perusahaan memilih untuk melakukan efisiensi secara besar-besaran.
Adapun salah satu bentuk efiensi yang dimaksud adalah pemecatan ratusan, atau
bahkan ribuah karyawan, guna mengurangi�
angka kerugian. Menurut data yang penulis sadur dari liputan6.com, per
Januari 2016, terjadi pemecatan tenaga kerja hingga 250.000 karyawan yang
terjadi pada beberapa perusahaan minyak dan gas bumi, baik lokal maupun asing.
Pemecatan karyawan sendiri dilatar belakangi oleh keinginan perusahaan untuk
menekan cost production dan
meningkatkan keuntungan setinggi mungkin. Jika hal ini terus dilakukan,
terlebih dalam kondisi yang masif, tidak menutup kemungkinan banyak pekerja
yang akan kehilangan pekerjaannya. Dan jika hal itu terjadi maka pengangguran
di Indonesia mengalami peningkatan yang mungkin tinggi.
Penanggulangan masalah tersebut dapat diatasi dengan mencari
beberapa metode yang tepat guna dan efisien. Oleh karena itu perlu dilakukan
integrasi antara beberapa metode yang telah ada agar bisa mendapatkan hasil
maksimal dengan menekan cost production.
Metode
Penelitian
Pada
penelitian ini digunakan dua tahap, yakni tahap pengkondisian dan tahap
pengolahan data. Tahap pengkondisian data dilakukan pada data pst stak 3D dan
data log sumur untuk menghilangkan noise (Gambar 1 dan 2).
Gambar 1
Data
Seismik 3D Sebelum Pengkondisian
����������������������� Sumber: Data
Primer
Gambar 2
Data
Seismik 3D Sesudah Pengkondisian
����������������������� Sumber: Data
Primer
Setelah
noise pada kedua data telah direduksi, maka dilakukan pengolahan data. Tahap
awal pengolahan data terbagi ke dalam dua tahapan, yakni pembuatan seismogram
sintetik dan penampakan kurvatur. Seismogram sintetik dibuat dengan mengkonvolusikan wavelet dengan koefisien
refleksi yang didapatkan dari perkalian antara log
densitas sumur dengan log sonik sumur pada masing-masing lapisan. Ekstraksi walevat
dilakukan secara statis yaitu dengan mengekstrak data walevat dari data seismik pada daerah target (1600 � 2300 m). Setelah didapatkan wavelet dengan frekuensi yang hampir
sama dengan penampang seismik daerah target � domain frekuensi sebesar 25 HZ � dilakukan pembuatan seismogram sintetik
yang didapat dari konvolusi antara wavelet dengan
koefisien refleksi (KR). Log sonik yang digunakan adalah log sonik yang
telah dilakukan koreksi dengan data checkshot.
Setelah seismogram sintetik didapatkan dilakukan proses pengikatan data sumur
yang berdomain kedalaman dengan data seismik yang berdomain waktu (well
seismic tie). Proses pengikatan sumur ini dilakukan dengan dua cara yaitu shifting dan stretching yang
tidak melampaui 10 ms. Penampang seismik yang sudah dilakukan well seismic tie dilakukan interpretasi sesar dan
horizon pada daerah target dengan picking horizon (Gambar 3).
Gambar
3
Interpretasi
horizon daerah target (BRF EQV dan TBT)
pada
sumur W-I, W-a, dan W-D
Hasil dari
interpretasi tersebut kemudian digunakan untuk pembuatan peta struktur kedalaman formasi Baturaja Ekivalen (BRF EQV) dan Upper
Basement (TBT) (Gambar 4 dan 5) dan
pemodelan sesar yang akan dianalisa sifat sesarnya menggunakan perhitungan SGR. Selain itu
peneliti juga melakukan inversi impedensi akustik yang diwujudkan dengan
membuat model impedensi akustik yang didapat dari perkalian log densitas dan
log sonik dari masing-masing sumur. Model based
yang telah dibangkitkan kemudian dianalisa untuk
melihat keakuratan model dengan data sumur yang ada. Model based digunakan
di dalam penelitian ini dikarenakan inverse model ini memiliki rata-rata
korelasi dengan error terkecil. Parameter input yang digunakan adalah range
inversion pada time windows dua formasi (BRF EQV dan TBT) dengan melebihkan time windows di atas
top formasi (BRF EQV) -30 ms dan di bawah formasi (TBT)
+30 ms. Hasil yang didapatkan dari
proses inversi impedansi akustik adalah berupa penampang inversi
impedansi
akustik dan peta sebaran impedansi akustik hasil inversi pada dua formasi
(BRF EQV dan TBT).
Gambar
4
Peta
Struktur Kedalaman formasi Baturaja Ekivalen (BRF EQV)
Gambar
5
Peta
Struktur Kedalam Formasi Upper Basement
Data
sumur sendiri adalah data yang diambil dari pengukuran fisis yang ada di bawah
permukaan bumi yang dilakukan dengan cara perekaman data pada dimensi
kedalaman. Pengolahan data yang dilakukan, digunakan beberapa jenis data log,
seperti; Log Gamma Ray, Log Porositas, Log Densitas, Log Neutron, Log Sonik,
dan Log resistivitas. Pada penerapannya, tiap-tiap log ini memiliki fungsi yang
bermacam-macam, seperti log Gamma Ray yang memiliki fungsi untuk mengukur
radiasi sinar gamma di lubang bor dari beberapa formasi, log porositas
berfungsi untuk mengetahui karakteristik pori batuan, log densitas mengukur
densitas bulk dari suatu formasi. Pada pelaksanaannya, log densitas dapat
digunakan untuk menentukan porositas suatu batuan. Adapun rumus yang dimaksud
adalah:
(1)
Dengan ρb adalah
densitas bulk, ρma merupakan densitas matriks, dan ρf merupakan
densitas fluida (Asquith dkk, 2004).
Di samping
log Gamma Ray, Resistivitas, dan Densitas, peneliti juga merangkum beberapa pengertian
log lain, seperti log Neutron yang digunakan untuk menentukan suatu indeks
hidrogen di dalam suatu formasi (Sroor, 2010), Log Sonik yang digunakan untuk
mengukur interval transite time dari
gelombang P yang menjulur di dalam medium. Sama halnya dengan Log Densitas, Log
Sonik pun memiliki rumus yang digunakan untuk mendapatkan porositas suatu
formasi. Adapun rumus yang dimaksud adalah:
(2)
Dengan Фs adalah
porositas sonik, Δt adalah transit time di dalam formasi, Δtma
adalah transit time yang melalui matriks batuan, dan Δtp adalah
transit time dari ruang pori yang berisi fluida (Asquith dkk, 2004).
Log
Resistivitas digunakan untuk mengetahui kuat tidaknya suatu material dalam
menghentikan arus listrik. Adapun untuk mengukur Log Resistivitas dari sebuah
material, peneliti menggunakan rumus yang didasari hukum Ohm seperti berikut:
R sendiri adalah
resistivitas, V adalah �Tegangan
, dan I adalah arus listrik yang
mengalir.
Pada
penerapannya, porositas sendiri diklasifikasikan ke dalam klasifikasi yang ada
pada tabel berikut:
Tabel
1
Klasifikasi
Porositas
Porositas (%) |
Pemerian |
0 � 5 |
Dapat diabaikan (neiglible) |
5 � 10 |
Buruk (poor) |
10 � 15 |
Cukup (fair) |
15 � 20 |
Baik (good) |
20 � 25 |
Sangat Baik (very good) |
> 25 |
Istimewa (excelent) |
�� Sumber: Koesoemadinata, 1980
Menurut
log sumur, porositas sendiri terbagi lagi ke dalam 3 jenis, yakni porositas
densitas, porositas sonik, dan porositas neutron. Jenis porositas tersebut
kemudian dapat dihitung dengan persamaan yang berorientasi pada rumus log
densitas dan log sonik. Dengan ρ matrik sandstone
= 2,64 gr/cc, limestone = 2,71 gr/cc, dan ρ fluida
= 1 gr/cc pada persamaan (1). Δtmatrik sandstone = 55,5 �sec/ft, limestone = 47,6
�sec/ft., dan Δt fluid = 189 �sec/ft pada persamaan (2). Di samping
hal-hal yang disampaikan di atas, peneliti juga memperhatikan permeabilitas
atau kemampuan batuan untuk mengalirkan fluida. Batuan dengan permeabilitas
yang baik umumnya adalah batuan dengan porositas yang saling terhubung.
Pada tahap lanjut, guna
memaksimalkan hasil penelitian, peneliti kemudian melakukan pemodelan
petrofisika daerah target dengan wujud pemodelan porositas dan permeabilitas.
Namun demikian, sebelum dilakukan permodelan petrofisika, peneliti menghitung
penentuan log porositas yang diambil dari log sonik dan log permeabilitas
dengan persamaan yang berorientasi pada rumus masing-masing. Setelah dilakukan perhitungan petrofisika, dilakukan crossplot antara
porositas hasil perhitungan dengan P-Impedansi untuk mengetahui
hubungan antara keduanya yang selanjutnya dibuat peta sebaran
porositas dan permeabilitas daerah target. Pembuatan peta sebaran porositas dan
permeabilitas dilakukan dengan cara pemodelan petrofisika.
Pembahasan
A.
Analisa Log Sumur
Log-log sumur yang digunakan pada sumur w-I, w-A, dan w-D untuk digunakan sebagai analisa zona reservoar sekaligus analisa jenis
fluida yang mengalir adalah log Caliper, log Gamma
Ray, log Densitas (RHOB), log Neutron (NPHI), dan log resistivitas (LLD dan
MSFL). Zona target pada penelitian ini terletak antara dua formasi yaitu formasi
Baturaja Ekivalen (BRF EQV) dan formasi Upper Basement (TBT).
Pada sumur w-A dan w-D diperoleh dua zona reservoar dengan jenis yang berbeda
yaitu reservoar batu gamping dan reservoar batu pasir pada formasi Talangakar
(TAF).
Namun, pada sumur w-A terlihat zona reservoar
di Basement atau pada umumnya zona ini lebih dikenal sebagai fractured basement. Pada zona
ini terdapat nilai log Gamma Ray yang kecil dengan
defleksi kurva lebih condong ke kiri � menyerupai nilai log Gamma Ray dan defleksi kurva dari batuan pasir � ditambah dengan adanya cross
section antara log NPHI dengan log
RHOB yang dimana nilai log RHOB dan nilai log NPHI tinggi
dapat dinyatakan sebagai litologi jenis batuan metamorf (granit). Cross section antara log RHOB dan log
NPHI digunakan untuk mengidentifikasi adanya fluida pada
litologi tersebut. Cross section dengan separasi
lebar antara log RHOB dan log NPHI menyatakan adanya gas yang terakumulasi pada daerah tersebut. Sedangkan cross section dengan
separasi rapat antara RHOB dan log NPHI menyatakan
adanya hidrokarbon (gas dan minyak bumi) yang terakumulasi pada daerah tersebut. Gas dan minyak bumi pada sumur w-D
terakumulasi merata pada zona reservoar daerah target (BRF
EQV sampai TBT) (Gambar 6 dan 7).
Gambar
6
Crossplot
sumur w-A. IA vs porositas dan cross section AI dengan porositas.
Gambar 7
Crossplot
sumur w-A. AI vs Gamma Ray (GR) dan cross section AI
dengan Gamma Ray.
Dari hasil crossplot beberapa data sumur
pada ketiga sumur didapatkan nilai cut-off log Gamma Ray sumur
w-A sekitar 65 API, log AI sekitar 10000 ((gr/cc)(m/s)) dan log Porositas sekitar
15%. Cut-of log Gamma Ray sumur w-D sekitar 53 API, log AI sekitar 13500
((gr/cc)(m/s)) dan log Porositas sekitar 14%. Cut-of log Gamma Ray sumur w-I sekitar 70 API, log AI sekitar 12500 ((gr/cc)(m/s)) dan log Porositas sekitar 20%.
Pada sumur w-A, lebih didominasi dengan akumulasi gas
sedangkan akumulasi minyak bumi lebih berada pada daerah target dengan
kedalaman antara 2300 sampai 2400 meter. Sedangkan pada w-I karena tidak adanya
log NPHI yang tersedia maka tidak bisa diidentifikasi akumulasi fluida apa yang
lebih dominan. Namun, pada sumur w-I, litologi zona reservoarnya berupa zona
reservoar batu gamping pada formasi Baturaja Ekivalen (BRF EQV). Cekungan
Sumatera Selatan pada lapangan IAD merupakan cekungan di mana pada zona fractured
basement lebih dominan gas, maka pada fracture basement sumur
w-A dan w-D terakumulasi gas melihat adanya separasi cross section RHOB
dengan NPHI yang lebar. Analisa log sumur juga didukung oleh analisa
sensitivitas log pada masing-masing target formasi di ketiga
sumur tersebut. Log-log yang digunakan sebagai analisa sensitivitas log adalah
log Gamma Ray, log Porositas, log Densitas (RHOB), dan log P-Impedance.
Beberapa log yang digunakan dilakukan cross plot untuk melihat sensitivitas masing-masing log (cross plot w-D
dan w-I) tersebut untuk memisahkan litologi daerah target. Hasil dari crossplot didapatkan bahwa log densitas,
log gamma
ray, log p-impedance (AI), dan log porositas sensitif di dalam
memisahkan lapisan litologi (Gambar 6 dan 7).
Gambar 8
Korelasi Sumur w-D, w-A, dan w-I
Cross over kecil antara densitas (RHOB) dengan NPHI menunjukkan adanya penampakan hidrokarbon minyak bumi di sumur w-D dan w-A. Cross
over besar menunjukkan adanya penampakan gas. Pada sumur
w-I, dilihat dari nilai densitas dan nilai log sonik dimana tidak terjadi
defleksi, maka pada formasi tersebut diperkirakan adanya hidrokarbon pada
formasi Baturaja bagian atas atau bisa disebut dengan formasi. baturaja
ekivalen (BRF EQV) (Gambar 8).
B. Inversi Impedansi Akustik
Berdasarkan penampang inversi impedansi akustik pada sumur w-A,
w-D, dan w-I menunjukkan bahwa lapisan yang menjadi target reservoir
mempunyai
nilai impedansi berkisar 9800 � 13500 ((gr/cc)(m/s)). Zona
tersebut
diduga merupakan zona reservoir dengan lapisan serpih, karbonat,
dan batu pasir. Nilai impedansi sekitar 10000 � 13500
((gr/cc)(m/s)) pada zona target terdapat anomali dengan nilai impedansi yang
tinggi berkisar 13500 ((gr/cc)(m/s)) (gambar 9). Hal ini
diduga adanya sisipan karbonat terumbu pada formasi zona target yang dikarenakan adanya struktur sesar.
Gambar
9
Penampang seismik inversi Model Based
impedansi akustik (AI)
pada arbitrary line sumur
w-A, w-D, dan w-I dengan insert color
P-Impedance.
Penampang inversi impedansi akustik pada sumur w-D, zona tersebut diduga merupakan zona reservoir dengan lapisan serpih, karbonat,
dan pasir. Pada formasi zona target terdapat anomali
dengan nilai impedansi yang tinggi berkisar 10600 �
13500 ((gr/cc)(m/s)). Hal ini diduga adanya sisipan karbonat pada formasi zona target yang dikarenakan adanya struktur sesar. Pada
sumur w-I, zona tersebut diduga merupakan zona reservoir
dengan lapisan batu lempung dan sisipan karbonat.
Antara P-Impedance seismik dengan P-Impedance sumur
memberikan
korelasi yang baik. Dari hasil analisa sumur w-A dan w-D menunjukkan bahwa pada zona target ada perselingan antara batu
gamping dengan batu serpih dan batu pasir. Hasil analisa sumur w-I
menunjukkan adanya perselingan antara batu gamping dengan
batu serpih pada zona target (Gambar 9).
C. Analisa Al Time Slice
Hasil dari inversi AI yang dilakukan penyayatan pada horizon
tertentu
didapatkan peta sebaran impedansi akustik. Peta penyebaran
impedansi akustik dilakukan dengan interval di bawah
horison zona target. Dari hasil analisa korelasi data sumur yang telah
dibahas diatas, penyayatan dimulai dari horizon TBT pada formasi Upper Basement. Hal ini dikarenakan anomali
terlihat pada data sumur disekitar formasi tersebut. Sayatan
dibagi dalam delapan sayatan dengan window masing-masing adalah horizon TBT, -20ms, -30ms, -40ms, -50ms,
-60ms, -70ms, dan -80ms (Gambar 10). Dengan
dilakukannya delapan sayatan ini diharapkan dapat
diketahui dengan jelas sebaran reservoir batuan karbonat.
Dilihat dari kontribusi delapan sayatan peta sebaran impedansi
akustik,
sebaran litologi daerah target berupa batu gamping terumbu secara
lateral berarah Tenggara � Barat Laut dengan nilai
impedansi akustik sekitar 10000 ((gr/cc)(m/s))� 13500 ((gr/cc)(m/s)).
Secara vertikal, semakin ke atas litologi serpih akan semakin mendominasi dengan
nilai impedansi akustik sebesar < 10000 ((gr/cc)(m/s)). Pada area Upper
Basement (TBT) ke bawah litologi yang dominan adalah litologi batuan dasar (basement)
dengan nilai impedansi akustik sebesar > 13500 ((gr/cc)(m/s)).
Gambar 10
Peta Sebaran Impedensi Akuistik Pada Delapan Sayatan Window
D.
Analisa Porositas
Analisa porositas pada penelitian ini lebih diutamakan pada
analisa pesebaran porositas secara lateral pada masing-masing formasi.
Dari crossplot antara porositas dengan impedansi akustik (AI) pada ketiga sumur, dipilih satu sumur dengan error terkecil yang akan digunakan sebagai pengontrol sumur yang lain untuk dilakukan sebaran
porositas secara lateral.
Dari hasil penampang porositas pada
gambar 11, nilai porositas zona� litologi batu gamping terumbu sekitar 0,15 � 0,27. Terlihat
hubungan antara AI pada gambar 9 dengan porositas pada
gambar 11 bahwa AI yang kecil memiliki nilai porositas yang besar, dan
sebaliknya (Adekanle dkk, 2013, Fatkhurrochman, 2010). Pada
penampang tersebut, dilakukan delapan kali penyayatan dengan delapan
window yang berbeda, horizon TBT, - 20ms, -30ms, -40ms, -50ms, -60ms, -70ms,
dan -80ms (Gambar 12).
Gambar 11
Penampang seismik inversi Model Based
porositas pada arbitrary
line sumur w-D, w-A, dan w-I
dengan insert color porositas
Gambar
12
Peta Sebaran Porositas Pada Delapan
Sayatan Window
E. Analisa Permeabilitas
Pada umumnya, permeabilitas sebanding dengan porositas. Namun
adanya material serpih (shale) yang terdapat pada ruang pori
batuan tersebut dapat mengakibatkan adanya penurunan nilai
permeabilitas. Hal tersebut dibuktikan secara empiris (Schon, 2011), menyatakan
bahwa pada daerah tertentu permeabilitas mempunyai hubungan
eksponensial dengan porositas sehingga permeabilitas mempunyai hubungan
logaritmik dengan impedansi akustik. Pembuatan model petrofisika
diperlukan untuk mengetahui sebaran permeabilitas secara lateral. Hasil dari
peta sebaran permeabilitas didapatkan bahwa pada formasi zona target, nilai
permeabilitas pada ketiga sumur memiliki permeabilitas yang tinggi. Zona dengan
permeabilitas rendah dapat diartikan sebagai zona yang tidak
bisa mengalirkan hidrokarbon atau dengan kata lain pada zona tersebut
sangat kecil kemampuannya untuk mengalirkan hidrokarbon.
Hasil proses petrofisika permeabilitas pada ketiga sumur penelitian
ini
dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 13
Log permeabilitas sumur w-D, w-A, w-I hasil perhitungan
petrofisika
Log turunan permeabilitas yang digunakan
berasal dari sumur yang mempunyai nilai error terkecil dan
nilai korelasi yang terbaik dari ketiga sumur.
Gambar
14
Grafik hubungan Porositas dengan
Permeabilitas pada sumur w-A
Gambar
15
Penampangan Inversi Model Bassed
Permeabilitas Pada Arbitrery Line Sumur w-D, w-A, dan w-I.
Pada gambar di atas terlihat bahwa pada
sumur w-D, w-A, dan w-I memiliki zona target dengan nilai
permeabilitas sekitar (0,5 � 7) MD. Zona anomali yang diidentifikasikan sebagai
batuan gamping terumbu memiliki permeabilitas sekitar 1 MD. Penyebaran
permeabilitas secara lateral dapat diketahui dengan
melakukan delapan sayatan window horizon TBT, -20ms, -30ms, -40ms, - 50ms, -60ms, -70ms, dan -80ms. Pesebaran permeabilitas pada daerah target secara lateral berarah Tenggara � Barat Laut.
Semakin ke atas maka nilai permeabilitas yang ada semakin
besar.
Dari integrasi antara peta impedansi
akustik, porositas dan permeabilitas maka didapatkan hasil analisa
petrofisika pada ketiga sumur yang dapat dilihat dari
tabel� di bawah ini.
Tabel
2
Ringkasan Analisa Perhitungan
Petrofisika
����������� Zona target berada pada
window formasi TBT sampai dengan -60 ms. Pada zona tersebut di dapat bahwa
rata-rata batu gamping mempunyai nilai impedansi akustik sebesar 7580 � 14000
((gr/cc)(m/s)) porositas sebesar 0,08 � 0,30 Dec, dan permeabilitas sebesar 0,07 � 16,2 mD. Nilai permeabilitas yang tinggi nampak pada gambar 16 dengan didukung oleh nilai porositas tinggi, mempunyai kemampuan untuk
mengalirkan hidrokarbon. Namun pada formasi TBT
tidak bisa mengalirkan hidrokarbon dikarenakan oleh nilai permeabilitas dan
porositas yang rendah didukung dengan nilai volume shale yang tinggi (Perangkap). Pada sumur w-D, tidak adanya
proses
transportasi hidrokarbon yang dikarenakan oleh nilai permeabilitas
yang kecil
sebesar 0,12 � 3,16 mD.
Gambar
16
Peta pesebaran Permeabilitas window TBT,
20 ms, 30 ms, 40 ms,
50 ms, 60 ms, 70 ms, dan 80
ms
F.
Integrasi Reservoar
Daerah menarik pada penelitian ini terdapat pada window 40 ms di
atas formasi Upper Basement (TBT). Integrasi dari peta impedansi
akustik (AI), porositas, permeabilitas, dan peta
struktur kedalaman menjadi acuan untuk
ditentukannya daerah prospek untuk pembangunan sumur baru. Sesuai
dengan hasil integrasi dan sifat sesar, sumur baru dapat dibangun pada
daerah di dalam segitiga merah (Gambar 17) pada 1810,40
ms. Hal ini karena pada daerah tersebut dengan kedalaman
sekitar -40 ms di atas formasi TBT memiliki porositas sekitar (0,16 � 0,27) Dec, permeabilitas sekitar (0,5 � 7) mD, dan AI sekitar
(9800 � 12600) ((gr/cc)(m/s)).
Gambar 17
Integrasi Peta Reservoar. Daerah Prospek
Berada Pada Area Segitiga
Warna Merah Dengan Sumur-IAD
Sebagai Sumur Pengeboran Baru
Pada TBT -40 Ms, Inline
1300, Xline 2438
Kesimpulan dan
Saran
A.
Kesimpulan
Berdasarkan
data yang telah peneliti kumpulan, dapat disimpulkan bahwa:�
1.
Reservoar zona target
penelitian ini secara lateral pada formasi Upper Basement (TBT) -40 ms terlihat
bahwa:
a.
Litologi daerah reservoar
merupakan litologi batu gamping
terumbu dengan nilai AI sebesar (9800 � 12600) ((m/s)(gr/cc))
b.
Pesebaran reservoar berarah
Tenggara � Barat Laut.
c.
Sumur W-A terletak di zona
prospek berupa batu gamping terumbu
dengan porositas sekitar 25%. Sumur w-D dan w-I terletak di zona
prospek berupa batu gamping terumbu dengan porositas sekitar
16%-27%, dan permeabilitas sekitar (0,5 � 7) mD.
2.
Daerah prospek baru untuk
pengembangan sumur pengeboran baru
(sumur-IAD) diperkirakan berada pada inline 1300, xline 2438, dan
time -
1810,40 ms.
B.
Saran
Beberapa
saran yang diperlukan untuk mendukung dan mengembangkan
penelitian ini agar hasil yang didapatkan lebih akurat adalah
sebagai berikut:
1.
Adanya data marker dari
formasi yang mengandung batuan induk (source
rocks).
2.
Diperlukannya data tekanan
dan data produksi pada masing-masing sumur penelitian. Hal ini sebagai data
pendukung untuk analisa jalur migrasi hidrokarbon yang akan dilakukan pada
penelitian selanjutnya.
BIBLIOGRAFI
Adekanle, A. and Enikanselu, P.A., 2013. Porosity Prediction
from Seismic
Inversion Properties over �XLD� Field, Niger Delta.
American Journal Of
Scientific and Industrial Research. Nigeria.
Asquith, G. and Krygowski, D., 2004. Basic Well Log Analysis.The
American
Association of Petroleum Geologist, Oklahoma.AAPG Methods in
Exploration Series, No. 16.
Anonim, 2001.Basic Petroleum Geology and Log Analysis.
Halliburton.
Aryani, Fikri. 2016. Perusahaan Minyak Asing PHK 250 Ribu
Karyawan, RI Berapa?. Diakses 23 Maret 2017.
http://bisnis.liputan6.com/read/2419759/perusahaan-minyak-asing-phk-250-ribu-karyawan-ri-berapa
Chilingarian, G.V., Mazzullo, S.J., and Rieke, H.H., 1996. Carbonate
Reservoir
Characterization: a Geologic � Engineering Analysis, part II.
ELSEVIER.
U.S.A.
Fatkhurrochman, R.I. 2010. Aplikasi Inversi AI Terhadap
Karakterisasi Porositas
Reservoar Lapangan IWR Cekungan Sumatera Tengah. Tesis. FMIPA
Universitas Indonesia, Jakarta.
Juanda, A.A., 2010. Kurvaturs Attributes For Basement Fractures
Lineaments
Identification; The South Sumatera Basin, Indonesia.
Tesis, Curtin University of Technology, New York.
Koesoemadinata, 1980.Geologi Minyak dan Gas Bumi, Edisi
Kedua, Penerbit ITB,
Bandung.
Rammang, A., 2013. Karakterisasi reservoir fractured basement dengan
menggunakan atribut seismik coherence dan kurvatur pada
lapangan�A� cekungan Sumatera Selatan, Skripsi, FMIPA, Universitas Indonesia,
Depok.
Schon, J.H., 2011. Physical Properties of Rocks. Workbook.
ELSEVIER,
Netherlands.
Sroor, M., 2010.Geology & Geophysics in Oil Exploration
Yielding,
G., 2002: Shale Gouge Ratio-Calibration By Geohystory, NPF Special
Publication 11, p. 1-15.