Syntax Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN:
2541-0849
e-ISSN : 2548-1398
Vol. 5, No. 1 Januari 2020
�
KUALITAS PELAYANAN ANGKUTAN UMUM TRANS SARBAGITA KORIDOR I (KOTA-GWK)
TAHUN 2018
����������
Bhakti Nur Avianto
dan Rhena Dindayanti
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Nasional
Email: [email protected] dan [email protected]
Abstrak
Penelitian ini dilatarbelakangi belum optimalnya
pengoperasian transportasi angkutan umum bus di Tahun 2018 yang dikelola Trans
Sarbagita dibawah kewenangan Dinas Perhubungan, Informasi dan Komunikasi
Provinsi Bali. Masalah tersebut ditunjukkan dari rendahnya kepuasan pengguna
bus yang diobservasi dari penyediaan sarana halte bus tidak representatif,
keterlambatan jarak kedatangan antara bus yang satu dengan yang lainnya, tidak
memiliki jalur sendiri sehingga menimbulkan kemacaten dan antrian cukup padat,
selain itu hanya menjangkau wilayah tertentu dikarenakan pengurangan armada.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif untuk menganalisis
dengan temuan data dan fakta yang terjadi selama penelitian berlangsung. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa kualitas pelayanan angkutan umum Trans
Sarbagita Koridor I (Kota-Graha Wisnu Kencana) memiliki kecenderungan belum
memuaskan pengguna layanan bus yang dilihat ketampakan fisik, kehandalan,
ketanggapan, jaminan, dan empati. Sehingga Dinas Perhubungan, Informasi dan
Komunikasi Provinsi Bali segera melakukan rehabilitasi atau fasilitas publik
yang mengalami penurunan kualitas baik karena faktor kelalaian individu atau
alamiah. Seperti, papan tulisan berjalan yang tidak beroperasi atau mati,
vandalism halte, pemisahan koridor separator jalan bus, serta penambahan rute
ke jalur wisata ekslusif.
Kata kunci: Transportasi, kualitas pelayanan, kepuasan pengguna.
Pendahuluan
Transportasi
merupakan unsur vital dalam kehidupan bangsa dan dalam memupuk kesatuan dan
persatuan bangsa. Pembangunan di bidang transportasi sebagai pendukung
pembangunan sektor lainnya dalam mewujudkan sasaran pembangunan nasional di
seluruh wilayah baik di perkotaan maupun di perdesaan. Pentingnya sistem transportasi tercermin dengan semakin
meningkatnya kebutuhan jasa angkutan bagi mobilitas masyarakat maupun barang di
dalam negeri dan luar negeri serta berperan sebagai pendorong dan penggerak
bagi pertumbuhan daerah dan pengembangan wilayah. Menyadari pentingnya posisi
dan peranan sistem transportasi harus ditata dalam satu kesatuan sistem
transportasi nasional secara terpadu dan mampu mewujudkan penyediaan jasa
transportasi yang seimbang dengan tingkat kebutuhan, keselamatan, keamanan,
keefektifan dan keefisienan. Dengan dikembangkannya transportasi maka terjadi
pemerataan pembangunan di seluruh wilayah dimana hal itu dapat memberi dampak pada
kesejahteraan masyarakat. Maka dari itu, pembangunan transportasi diarahkan
untuk meningkatkan pelayanan jasa transportasi secara efisien, handal,
berkualitas, aman, dan terjangkau.
Pada tanggal 18
Agustus 2011 adalah langkah awal peluncuran pelaksanaan moda Trans Sarbagita dengan membuka
Koridor II (Batubulan-Nusadua) dari 17 koridor yang direncanakan.
Didahulukannya Koridor II ini karena ketersediaan bus yang merupakan hibah dari
Kementerian Perhubungan. Bus sebanyak 15 unit ini merupakan bus berkapasitas
besar sehingga dialokasikan untuk Koridor II (Batubulan-Nusadua) karena jalan
lebih lebar. Selanjutnya diluncurkan Koridor I (Kota-GWK) setelah 10 bus sedang
yang merupakan hibah dari Kementerian Perhubungan tiba. Trans Sarbagita
memiliki road map pengembangan yang
cukup panjang karena kondisi transportasi khususnya lalu lintas yang belum
terbiasa menggunakan angkutan umum. Pada 2011-2013 adalah tahun untuk
pengenalan layanan, membangun citra, dan sosialisasi lanjutan serta evaluasi,
2014-2019 memantapkan dan mengembangkan layanan, dan 2019 seterusnya
transportasi publik diharapkan menjadi pilihan moda transportasi utama
masyarakat Sarbagita (akronim dari Denpasar�Badung�Gianyar�Tabanan) adalah
sebuah kawasan metropolitan di Provinsi Bali yang terdiri dari Kota Denpasar,
Kabupaten Badung, Kabupaten Gianyar dan Kabupaten Tabanan. Kawasan Perkotaan
ini dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2011, yang
selanjutnya diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2014.
Pada awal
peluncurannya Trans Sarbagita ini tidak dikenakan tarif sebagai strategi untuk
memikat para calon penumpang. Namun sejak Januari 2013 dikenakan tarif Rp 3.500
untuk penumpang umum dan Rp 2.500 untuk pelajar dan mahasiswa dengan menggunakan
seragam maupun menunjukkan kartu tanda pelajar. Waktu pelayanan setiap hari
mulai pukul 05.00-21.00 WITA dengan jarak keberangkatan antar bus setiap 15
menit. Namun setelah 7 Tahun beroperasi di Bali, angkutan Trans Sarbagita bukan
kian berkembang melainkan semakin terpuruk.
Banyaknya
masalah-masalah yang terjadi seperti lambatnya pembangunan 17 koridor dimana
sampai saat ini hanya 2 (Dua) koridor saja yang beroperasi, tidak adanya bus
pengumpan (feeder) yang dapat
mengantarkan penumpang dari halte-halte Trans Sarbagita yang rata-rata berada
di jalan protokol, waktu kedatangan yang menjadi 1 jam sekali bahkan lebih.
Sedangkan untuk biaya operasional yang dianggarkan Pemerintah Provinsi Bali
juga mengalami penurunan.
Pada tahun 2018
hanya berjumlah Rp 4 miliar, yang pada tahun 2017 masih berjumlah Rp 13 miliar.
Kemudian per 1 Januari 2018, jumlah Bus Trans Sarbagita dikurangi dari 25 bus
menjadi 10 bus berkapasitas 35 penumpang, di mana 10 bus tersebut dibagi ke dua
koridor yang beroperasi. Karena beberapa masalah tersebut, Trans Sarbagita ini
mengalami penurunan jumlah penumpang khususnya di akhir Tahun 2018 sebesar
45,47%, sebagaimana terlihat dalam tabel berikut:
Tabel 1 jumlah penumpang Trans
Sarbagita Tahun 2013-2018
�
(Sumber Data: UPTD.
Trans Sarbagita, 2019)
Bus
Trans Sarbagita Koridor I (Kota-GWK) merupakan trayek angkutan umum yang
melewati wilayah perkotaan di mana banyak aktivitas masyarakat khususnya Kota
Denpasar dan Kabupaten Badung beraktivitas seperti bekerja, sekolah maupun
kuliah. Namun masih terdapat masalah yang terjadi seperti ketepatan waktu
kedatangan bus (headway) yang masih
sangat kurang (Widhyastuti, Pascarani, &
Yudharta, 2016). Lebih lanjut diungkapkan
hasil penelitian (Wulandari, NPC., dan Sudiana, 2018) bahwa aksesibilitas Bus Trans Sarbagita dari segi ketepatan
waktu sangat tidak efektif.
Pelayanan
Bus Trans Sarbagita Koridor I (Kota-GWK) berawal dari Undang Undang 22 Tahun
2009 mengenai Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dibentuklah sebuah Peraturan
Presiden Nomor 45 Tahun 2011 tentang Perencanaan Tata Ruang di Sarbagita. (Timney, 2007) pemerintah daerah lebih memiliki kemampuan dan keahlian
dalam menemukan kebutuhan yang lebih spesifik untuk memecahkan permasalahan
transportasi pada tingkat pemerintah daerah, kebijakan transportasi menurut
Timney, sangat tepat dan strategis jika dibangun pada tataran lokal. (Mulyadi, 2016) mengemukanan bahwa implementasi bersifat mengarahkan suatu
kebijakan ke wujud yang nyata.
Berdasarkan
tulisan yang dipublikasikan dari (Brendon, 2004) transportasi publik merupakan tempat yang diperuntukkan
masyarakat untuk melakukan mobilisasi agar kemacetan dapat berkurang, sehingga
perjalanan lebih cepat dan mudah. (Diana, 2010), menggunakan sektor publik memberikan manfaat yang penting
terhadap kehidupan manusia dan kualitas hidup. Dengan menggunakan sektor publik
lebih terjamin akan ketertiban, perencanaan tata ruang, dan pencegahan dan
pengendalian bencana.
Secara
umum transportasi publik yang ada di daerah perkotaan adalah ojek, taksi,
angkutan kota dan angkutan massal (bus, kereta api maupun waterways). Atas dasar inilah maka kebijakan-kebijakan yang disusun
oleh pemerintah kota seharusnya memperhatikan semua moda transportasi publik
yang ada dan mungkin dimanfaatkan oleh masyarakat kota (Sulistio & Kagungan, 2012). Dalam pelaksanaannya kebijakan ini tertumpu pada Standar
Pelayanan Minimal (SPM) yang dimiliki tersendiri. Keberadaan SPM ini juga
diputuskan langsung oleh Gubernur Bali dan diatur dalam Peraturan Gubernur Bali
Nomor 11 Tahun 2011 tentang Penetapan SPM Trans Sarbagita.
Menurut
(Hensher, Mulley, & Yahya, 2010), layanan kualitas transportasi publik adalah hal terpenting
permintaan perjalanan bagi pengguna. Untuk itu pemerintah meluncurkan
transportasi yang nyaman dan aman serta dapat dinikmati oleh setiap kalangan
masyarakat. Dengan menggunakan transportasi publik selain dapat mengurangi
kemacetan, juga dapat berperan penting dalam mengembangkan daerah perkotaan
secara berkelanjutan untuk mengantarkan penumpang (Stathopoulos & Marcucci, 2014).
Metode
Penelitian
Dalam
penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian survey-kualitatif
naturalistik. Teknik pengumpulan data yang berhubungan dengan penelitian ini
dilakukan melalui Library Research
(Penelitian Kepustakaan) dan Field
Research (Penelitian Lapangan) dibantu dengan closed interview kepada 42 responden (penumpang); 5 key informan
yang didukung melalui observasi-dokumentasi, sehingga data yang akan diperoleh
adalah data kualitatif yang diolah dari data skunder.
Hasil
dan Pembahasan
1.
Kualitas Pelayanan Angkutan Umum Trans Sarbagita Koridor I
(Kota-GWK)
Angkutan umum bus Trans Sarbagita Koridor I (Kota-GWK)
memiliki kapasistas kursi sebanyak 35 orang. Dalam sehari hanya 4 (Empat)
armada yang beroperasi, satu armada yang lainnya tetap berada di Pool sebagai
cadangan apabila terjadi kerusakan pada salah satu� armada yang beroperasi. Setiap armada bus
dapat dua kali Pulang-Pergi dari Kota-GWK dalam satu hari. Sehingga apabila
dihitung ada sekitar 250 orang dalam sehari yang menggunakan transportasi ini.
Pada koridor I (Kota-GWK) jumlah penggunanya lebih besar
dibanding dengan koridor lainnya. Hal ini dikarenakan jalur yang dilewati oleh
bus Trans Sarbagita Koridor I (Kota-GWK) ini melalui beberapa sekolah dan
universitas, utamanya menyambungkan kampus Udayana yang berada di kawasan Bukit
Jimbaran dengan kampus Udayana yang berada di Jalan Sudirman. Maka transportasi
ini memang cenderung diminati oleh para mahasiswa khususnya mereka yang
merantau atau tidak memiliki kendaraan pribadi.
Fasilitas yang tersedia dalam pelayanan angkutan umum Trans
Sarbagita (ketampakan fisik) merupakan hal penting untuk diperhatikan agar bisa
menarik hati masyarakat sebagai pengguna layanan. Bus Trans Sarbagita juga
telah semaksimal mungkin memberikan pelayanan yang berkualitas kepada
penumpang, baik penumpang prioritas maupun tidak. Meskipun masih ada masalah
dalam pelayanan tersebut seperti pendingin udara yang kurang berfungsi dengan
baik. Kemudian kurang mendukungnya fasilitas khusus bagi para penumpang yang
berkebutuhan khusus, tempat halte yang tersedia kurang terawat. Selain itu
penampilan petugas menjadi salah satu faktor penunjang pelayanan yang baik.
Penampilan dari para petugas juga dapat dijadikan sebagai penilaian terhadap
kesiapan dalam memberikan pelayanan kepada pengguna publik. Selain itu terdapat
beberapa halte yang telah menggunakan seperti beban tangga untuk kaum difabel
yang berbentuk miring, namun dikarenakan keterbatasan anggaran, tidak disemua
tempat atau tidak disemua halte yang telah mendukung fasilitas khusus bagi kaum
difabel tersebut.
Kemampuan (kehandalan) petugas dalam memberikan layanan
dengan penyampaian informasi yang akurat dapat mendorong kepercayaan petugas
serta tanggung jawab dari petugas dalam memberikan informasi yang dibutuhkan
oleh penumpang bus Trans Sarbagita Koridor I (Kota-GWK). Namun demikian, masih
ada kemampuan para petugas dalam memberikan informasi belum berjalan dengan
baik. Seperti papan informasi (running
text) sering mati (off), sehingga
petugas memberikan informasi setiap halte (koridor) kepada layanan belum
efektif dirasakan, penyejuk ruangan sering mati dan tidak ada pewangi ruangan.
Daya tanggap (ketanggapan) petugas pelayanan seperti
memberikan respon kepada para penumpang ketika membutuhkan bantuan, menghadapi
keluhan dari penumpang, serta kesigapan petugas dalam melihat lingkungan
sekitar. Hasil penelitian menunjukkan faktor tersebut belum memuaskan karena
petugas lambat merespon dengan baik. Daya tanggap sendiri berkaitan dengan
ketanggapan para petugas yang nantinya akan meningkatkan kenyamanan pengguna
layanan, yang kemudian menjadi salah satu pendorong keberhasilan pelayanan,
karena daya tanggap pelaksanaan pelayanan akan mempengaruhi hasil kinerja sebab
jika pelaksanaan pelayanan didasari oleh sikap, keinginan, dan komitmen untuk
melaksanakan pelayanan yang bak, maka akan terjadi peningkatan kualitas pelayanan.
Aspek jaminan yang meliputi bagaimana perilaku pekerja maupun
perusahaan untuk menumbuhkan kepercayaan da rasa aman terhadap pelanggan
sehingga terbebas dari ancaman bahaya, resiko dan keragu-raguan. Jaminan yang
dimaksud disini dapat berupa jaminan dari para petugas contohnya menjamin
keselamatan para penumpang selama perjalanan dengan berbagai cara, misalnya dengan memberitahu jika kuota bus tersebut hanya menampung
berapa orang, bagaimana aturan kecepatan yang ditempuh dan lainnya. Jaminan
disini tidak hanya berupa jaminan keselamatan saja tetapi juga berupa jaminan
atau kepastian waktu pengoperasian yang berupa waktu kedatangan hingga waktu
keberangkatan angkutan umum bus Trans Sarbagita Koridor I (Kota-GWK). Sedangkan
dari jaminan waktu operasionalnya masih dirasa kurang baik karena calon
penumpang harus menunggu dalam waktu yang cukup lama.
Hasil wawancara para petugas bus Trans Sarbagita Koridor I
(Kota-GWK) sudah menunjukkan sikap empatinya kepada semua pengguna layanan.
Petugas juga dengan sigap membantu para penumpang yang dirasa membutuhkan
bantuan, baik membutuhkan bantuan informasi maupun membutuhkan bantuan secara
langsung seperti membantu menaikkan penumpang yang membawa anak. Dimensi ini
dirasakan sudah dilaksanakan dengan baik, hal tersebut dapat dilihat dari sikap
empati yang ditunjukkan oleh para petugas terhadap para penumpang. Khususnya
kepada para penumpang prioritas seperti ibu membawa anak dan lansia. Meskipun
untuk saat ini belum ada regulasi atau kebijakan yang mengatur tentang
pelayanan khusus untuk kaum difabel.
2. Faktor
Penghambat Kualitas Pelayanan Angkutan Trans Sarbagita Koridor I (Kota-GWK)
Latar belakang yang mendasari kemunculan program transportasi
publik terintegrasi pertama di Bali ini adanya permasalahan tingginya kemacetan
di kawasan Sarbagita utamanya di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung. Upaya
mengatasi persoalan kemacetan ditempuh pemerintah dengan pelbagai upaya seperti
membangun jalan tol di atas laut, membangun underpass
di kawasan Simpang Dewa Ruci serta meluncurkan program transportasi Bus Trans
Sarbagita. Langkah-langkah yang ditempuh Pemerintah Provinsi Bali untuk
mengatasi kemacetan dengan membangun ruas jalan tol, underpass, dan
mengembangkan layanan transportasi umum berkaitan dengan pendapat (Farkas, 2007), (Sakamoto, 2011) dan (Wiyono, 2012). yang menyebutkan
penataan serta pengoperasian moda angkutan umum akan mampu mengatasi persoalan
kemacetan, namun tidak demikian halnya dengan pembangunan jalan baru, Farkas
dan Sakamoto menjelaskan bahwa menambah ruas jalan atau menambah konstruksi
jalan tidak akan serta merta membebaskan kawasan metropolitan dari kemacetan
parah.
Program Trans Sarbagita memilki waktu keberangkatan
setiap 1 jam sekali dari posko keberangkatan, hal ini berdampak pada
rasio-efektif pelayanan transportasi publik yang berjalan maksimal setiap
10-15 menit sekali berdasarkan menuju lalu lintas dan angkutan jalan yang
tertib (Kusumawardani, Adawiyah,
Riyanto, & Insriastuti, 2013). Waktu yang digunakan
oleh kendaraan untuk melewati suatu rute tertentu atau lama perjalanan ke dan
dari tempat tujuan setiap harinya, termaksud waktu berhenti untuk menaikkan dan
menurunkan penumpang dan perlambatan karena hambatan di jalan. Parameter yang
menentukan kualitas pelayanan angkut umum mengacu pada pedoman Teknis
Penyelenggaraan Angkutan Penumpang Umum di Wilayah Perkotaan Dalam Trayek Tetap
dan Teratur, Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan tahun
2002.
Hasil penelitian menunjukkan masih adanya
keterlambatan bus Trans Sarbagita disebabkan saat ini hanya memiliki 3 (Tiga)
unit bus dengan 23 (Tiga Puluh Tiga) rute di Denpasar. Di mana rutenya hanya
mencakup area dari Utara (Gianyar) dengan satu pemberhentian di Batubulan ke
Selatan (Badung) dengan satu pemberhentian di GWK (Garuda Wisnu Kencana).
Pemberhentian paling Barat di Ungasan 1 (Badung) dan pemberhentian paling Timur
adalah Batubulan (Gianyar), sebagaimana terlihat dalam gambar berikut:
|
|
Gambar 1
Rute Trans- Sarbagita Koridor 1
Salah satu yang peneliti observasi terkait
menurunnya kualitas pelayanan dilihat dari jumlah armada bus Trans Sarbagita
yang disebabkan oleh menurunnya jumlah penumpang (load factor) yang tidak sesuai target ideal. Bahkan rendahnya load factor tersebut berdampak pada
efisiensi biaya operasional kendaraan bus yang diawali penganggarannya sebesar
17 Milyar menjadi 4 Milyar di Tahun 2018. Tidak tertutup kemungkinan
pengurangan dana itu berdampak pada pergantian armada; Operasional bus besar
berkapasitas 55 kursi sebanyak 90 unit tidak dioperasionalkan; Sebagai gantinya
yaitu 3 unit bus medium kapasitas 35 penumpang berukuran medium ini
digunakan melayani koridor I trayek Kota � GWK.
Efisiensi biaya operasional tersebut berdampak
pula pada durasi waktu tunggu bus, di samping jarak tempuh antara bus satu
dengan bus berikutnya selama 1 (Satu) jam. Mengingat kualitas waktu untuk
ukuran moda transportasi umum (public
transportation) waktu tunggu satu jam tidak ideal. Bandingkan dengan waktu
tunggu angkutan berbasis daring, waktu tunggu hanya hitungan beberapa menit,
hal itu dilakukan dikarenakan ketersediaan anggaran yang ada.
Dampak keterlambatan lainnya menyebabkan
masyarakat berpindah alternatif pilihan lainnya yakni kendaraan pribadi. Bagi
warga Bali pilihan terakhir ini menjadi pilihan terbaik untuk memudahkan
beraktifitas. Apalagi hampir setiap rumah di Bali memiliki minimal 2 unit
motor. Dampak tersebut dikhawatirkan terjadi penutupan trayek Bus Sarbagita
karena transportasi publik tersebut dinilai belum dibutuhkan masyarakat Bali.
Namun diduga justru Trans-Sarbagita jadi sumber kemacetan, kalau di Jakarta
dibuatkan jalur khusus (separtor-way)
sehingga lebih efektif dan tentunya dikelola secara profesional. Hasil
wawancara ditemukan bahwa kebutuhan sarana transportasi bus tersebut belum
menumbuhkan daya tarik untuk penggunaannya, hal ini menyebabkan pengelolaannya
tidak efektif. Disamping itu kondisi geografis Bali memang tidak dirancang
sebagai kota besar, sehingga perlu ada kajian mendalam untuk transportasi
publik yang tepat bagi masyarakat Bali, karena secara existing daya dukung
wilayahnya terbatas, namun supply-demand
kendaraan begitu tinggi, sehingga beberapa kita lihat traffic jam di beberapa
lokasi yang membuat busway
trans-sarbagita tidak memungkinkan menggunakan jalan sempit.
Secara garis besar, lambannya perkembangan program Bus
Trans-Sarbagita disebabkan oleh 3 (tiga) hal utama, yakni belum
diprioritaskannya program, keterbatasan anggaran, budaya masyarakat yang sudah
terbiasa bepergian menggunakan kendaraan pribadi. Selain itu masalahnya
berpangkal dari ketiadaan dana untuk belanja modal serta investasi pembukaan
koridor baru secara mandiri. Alokasi anggaran program Trans Sarbagita yang
selama ini dikucurkan hanya difokuskan untuk biaya operasional program, dan
tidak untuk pembukaan koridor baru yang selama ini skema pembukaan koridor baru
selalu bergantung terhadap bantuan bus dari pemerintah pusat, sehingga
kejelasan waktu pembukaan koridor baru belum direalisasikan.
Selain ke-3 faktor tersebut, beberapa faktor penghambat
lainnya masih adanya prasarana yang belum memadai, serta ketergantungan yang
teramat besar terhadap bantuan pemerintah pusat turut berperan dalam kelambanan
perkembangan program. Hal ini sejalan dengan pendapat (Setyawati, 2012); (Putra & Angga, 2016) yang mengatakan bahwa permasalahan program transportasi di
suatu kota tidak terlepas dari permasalahan sosial-politik dan budaya yang
sangat kompleks saling berkaitan.
Begitupula hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bus
Trans-Sarbagita belum memenuhi persyaratan dan tuntutan masyarakat Bali tentang
transportasi umum yang baik karena ditunjukkan oleh perilaku dan budaya
masyarakat yang belum menjadikan transportasi publik sebagai andalan ketika
bepergian, sehingga tingkat load-factor-feeder
menjadi belum optimal yang memberikan pengaruh terhadap rendahnya hasil
pendapatan operasional bus Trans Sarbagita Koridor I (Kota-GWK); ditambah
keberadaan jalan layang di Kota Bali belum dapat menerima keberadaannya.
Akibatnya, jalan harus dibangun di permukaan tanah pada lahan yang
sangat-terbatas dan sempit.
Kesimpulan
Mengacu pada kuesioner yang telah digunakan dalam penelitian, masih ada
tanggapan informan yang menunjukkan sikap kurang baik atau ketidakpuasan
terhadap kehandalan dari pegawai Bus Trans Sarbagita yang disebabkan sarana dan prasarana tidak optimal, hal ini
dilihat dari:
a.
Aspek ketampakan fisik berupa
halte bus yang tidak terawat, banyak sampah, papan informasi sering mati (offline), tidak ada khusus difabel dan
aksi vandalism.
b.
Aspek
kemampuan petugas pemberi layanan informasi belum berjalan efektif dikarenakan
adanya pengurangan jumlah armada bus.
c.
Aspek daya tanggap petugas
untuk menyelesaikan
keluhan sangat lama, sikap responsif masih rendah, kesigapan belum maksimal.
d.
Aspek jaminan ditunjukkan
oleh jam operasional bus Trans Sarbagita tidak sesuai dengan jadwal, sering
mengalami keterlambatan di koridor I, armada bus terbatas, dan petugas tidak
dapat memberikan jaminan tepat waktu dalam pelayanan.
Hadirnya program Trans Sarbagita diharapkan dapat meningkatkan kepuasan pelayanan publik, namun demikian keberadaannya belum mencerminkan pelayanan yang
berkualitas sebaagai bentuk kinerja pemerintahan, di samping perilaku dan
budaya masyarakat juga belum menjadikan transportasi publik sebagai pilihan
alternatif moda transportasi. Sebagai upaya untuk
pengembangan program layanan angkutan umum berkualitas khususnya
Trans-Sarbagita Koridor I (Kota-GWK) perlu adanya rekomendasi sebagai berikut:
1.
Perkembangan
Program Bus Trans-Sarbagita disarankan untuk segera dilakukan upaya
revitalisasi rute atau trayek jalur angkutan yang tidak saja dilalui jalur
sekolah dan tempat kerja, tetapi akan lebih baik dan bernilai investasi sangat
besar apabila melalui rute wisata, sehingga keberlanjutan secara finasial-economy pun dapat terpenuhi
karena pendapatan dan pengeluaran minimal seimbang.
2.
Peningkatan
kualitas pelayanan Bus Trans-Sarbagita disarankan meningkatkan konektivitas
antarmoda transportasi publik, sehingga akesesibilitas terhadap halte-halte
mudah digunakan oleh masyarakat dan mempercantik halte dengan standarisasi
pelayanan publik baik dari aspek sapras, jalan trotoar maupun kebersihannya.
3.
Agar
dapat menarik animo masyarakat Bali terhadap keberadaan moda Trans Sarbagita
Koridor I disarankan diadakannya promosi kepada masyarakat melalui beberapa
inovasi yang sangat menarik. (dapat dilakukan kajian komparatif dengan
pengelolaan Trans Jakarta). Inovasi-inovasi untuk promosi ini penting dilakukan
agar masyarakat semakin tertarik mencoba layanan Trans Sarbagita. Tentu saja
hal ini harus diimbangi dengan pengembangan koridor daru, rute wisata, dan
peningkatan kualitas layanan (tepat waktu) agar masyarakat menaruh kepercayaan
terhadap Trans Sarbagita
BIBLIOGRAFI
Brendon,
H. (2004). Trends Affecting Public Transit Effectiveness. A study prepared
for the American Public Transportation Association.
Diana, M. A. (2010). Efficiency, Effectiveness And Perfomance
of The Public Sector. Journal of Rumanian Journal of Economic Forecasting,
4.
Farkas, Z. A. (2007). 12 Urban Transportation Policy: The
Baltimore Experience. Handbook of Transportation Policy and Administration,
207.
Hensher, D. A., Mulley, C., & Yahya, N. (2010). Passenger
experience with quality-enhanced bus service: the tyne and wear
�superoute�services. Transportation, 37(2), 239�256.
Kusumawardani, M. A., Adawiyah, R., Riyanto, B., &
Insriastuti, A. K. (2013). Evaluasi Efektivitas dan Efisiensi Angkutan Umum di
Kawasan Tembalang. Jurnal Karya Teknik Sipil, 2(1), 60�74.
Mulyadi, D. (2016). Studi Kebijakan Publik dan Pelayanan
Publik: Konsep dan Aplikasi Proses Kebijakan Publik Berbasis Analisis Bukti
Untuk Pelayanan Publik.
Putra, I. G. A. B. A., & Angga, G. A. B. (2016). Studi
Evaluasi Program Bus Trans Sarbagita Pemerintah Provinsi Bali. Kebijakan Dan
Manajemen Publik, 4(1), 1�9.
Sakamoto, K. dan S. B. (2011). Financing Sustainable Urban
Transport. GTZ Sourcebook Module, Sustainable Urban Transport Project
(www.sutp.org) Asia and the German Technical Cooperation.
Setyawati, A. (2012). Evaluasi Program Transjakarta dalam
Upaya Perbaikan Transportasi Publik di Jakarta. Depok.
Stathopoulos, A., & Marcucci, E. (2014). De gustibus
disputandum est: Non-linearity in public transportation service quality
evaluation. International Journal of Sustainable Transportation, 8(1),
47�68.
Sulistio, E. B., & Kagungan, D. (2012). Studi
Formulasi Kebijakan Penataan Sistem Transportasi Perkotaan Di Kota
Bandarlampung .
�Timney, M. M. (2007).
19 Transportation and Energy: Policy Dilemmas for the Twenty-First Century. Handbook
of Transportation Policy and Administration, 359.
Widhyastuti, A. A. M., Pascarani, N. N. D., & Yudharta,
I. P. D. (2016). Implementasi Program Trans Sarbagita Dalam Pengembangan
Transportasi Publik di Bali. Citizen Charter, 1(1).
Wiyono, S. (2012). Penggunakan Sistem Dinamik Dalam Manajemen
Transportasi Untuk Mengatasi Kemacetan Di Daerah Perkotaan. Jurnal
Transportasi, 12(1).
Wulandari, NPC., dan Sudiana, I. (2018). Analisis Tingkat
Efektivitas Trans Sarbagita Sebagai Transportasi Publik di Provinsi Bali. Jurnal
Ekonomi Pembangunan, 7 No. 11.