Syntax Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849
e-ISSN : 2548-1398
Vol. 5, No. 1 Januari 2020
�
�MODEL KESESUAIAN KEBIJAKAN SUBSIDI
LISTRIK�
Dinny Ardian Ermawaty
Universitas Diponegoro
Email: [email protected]
Abstrak
Listrik
adalah salah satu kebutuhan hidup masyarakat yang diatur dan disediakan
oleh Negara melalui PLN. Untuk
mengurangi subsidi listrik maka dikeluarkan UU
No.30 Tahun 2009 mengenai Ketenagalistrikan yang salah satu tujuannya adalah tercapainya
harga tenaga listrik sesuai dengan harga keekonomian,
maka Pemerintah melakukan restrukturisasi tarif tenaga listrik
di Indonesia dan kebijakan subsidi
tepat sasaran. Penelitian ini bermaksud agar memperoleh gambaran tentang
kesesuaian antara kenyataan dengan harapan pada pelaksanaan kebijakan subsidi listrik. Untuk memperoleh jawaban dari
tujuan yang dimaksud, maka pendekatan penelitian yang digunakan yaitu mix methods, yang menggabungkan metode kuantitatif dengan metode kualitatif dengan memakai cara
kesesuaian dari David C. Korten.�
Populasi penelitian ini
adalah pelanggan listrik 900 VA (R1), merupakan pelanggan penerima subsidi dan berada di wilayah PT. PLN Rayon Semarang Timur, sebanyak
6.456 pelanggan. Sampel sebanyak
361 pelanggan Listrik 900 VA (R1) penerima subsidi yang dipilih dengan menggunakan teknik simple random sampling. Hasil penelitian menampilkan bahwa : 1) Kesesuaian kebijakan subsidi
listrik pada pemanfaat kebijakan di wilayah PT. PLN rayon Semarang Timur tergolong sudah sesuai, akan tetapi belum mencapai kesesuaian yang optimal, dimana
masih banyak pelanggan listrik
900 VA subsidi masih belum tepat sasaran, sehingga berdampak pada tujuan
kebijakan listrik 900 VA subsidi belum dapat dicapai sesuai dengan yang
diharapkan, dan sebagian dari pelanggan merasa keberatan dengan harga/biaya
penggunaan listrik 900 VA subsidi. 2) Kesesuaian kesesuaian
kebijakan subsidi listrik pada organisasi pelaksana di wilayah PT. PLN rayon Semarang Timur tergolong kurang sesuai, dimana masih banyak pelanggan yang menilai bahwa PLN dalam dapat melaksanakan pelayanan pada
pelanggan masih kurang efisien dan tidak semua petugas PLN dapat memecahkan setiap keresahan yang dikeluhkan
pelanggan dengan baik, serta PLN belum dapat memenuhi kebutuhan listrik semua masyarakat. 3) Kesesuaian pemanfaat
kebijakan dengan organisasi pelaksana kebijakan subsidi listrik di wilayah PT. PLN rayon Semarang Timur tergolong kurang sesuai, dimana masih banyak pelanggan yang belum merasakan keadilan dalam penggunaan listrik 900 VA subsidi.
Kata kunci: Kesesuaian,
Listrik 900 VA Subsidi, Pelanggan
Pendahuluan
Perkembangan teknologi daninformasi, khususnya yang terjadi di indonesia terjadi sangat dinamis (Cholik, 2017). Perkembangan teknologi tersebut menyebabkan banyak perubahan dalam pemakaian sistem peralatan diseluruh bidang termasuk pengukuran listrik. Hal yang bisa di dapat dari
Belajar Dasar dan Pengukuran
Listrik Siswa Kelas X TITL-1 SMK Negeri 3 Kuningan, masih rendah. Nilai rata-rata (76,2) masih
di bawah Kriteri Ketuntasan Minimal (KKM=) (Supriatna, 2019).
Listrik merupakan salah satu kebutuhan dasar kehidupan orang banyak diatur dan disediakan oleh
Negara, seperti tertuang
dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal
33 ayat 2 bahwa �Cabang-cabang produksi
yang penting bagi negara
dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara�. Pada
pelaksanaannya tentang kelistrikan telah diatur melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 mengenai Energi, dalam Pasal
7 : ayat (1) bahwa �Harga energi ditetapkan
berdasarkan nilai keekonomian berkeadilan� dan ayat (2) bahwa �Pemerintah dan Pemerintah Daerah menyediakan dana subsidi untuk kelompok masyarakat tidak mampu�.
Pemerintah melakukan upaya untuk meningkatkan
harga keekonomian tenaga listrik melalui penyesuaian tarif tenaga listrik
dan penerapan subsidi tepat sasaran memiliki
dinamika tersendiri di dalam pengelolaan sektor ketenagalistrikan di
Indonesia, melalui beberapa
kebijakan Pemerintah. Pada akhir tahun 2016 Pemerintah menegaskan Peraturan Menteri ESDM Nomor 28 Tahun 2016 mengenai Tarif Tenaga
Listrik yang telah Disiapkan
oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) serta Peraturan Menteri ESDM Nomor 29 Tahun 2016 mengenai Mekanisme Pemberian Subsidi Tarif Tenaga Listrik untuk
Rumah Tangga yang mengatur mengenai tarif tenaga listrik
oleh pelanggan PLN. Di dalam
kebijakan ini, kelompok pelanggan R-1/TR 900 VA
yang termasuk keluarga mampu tidak lagi
memperoleh subsidi harga dari Pemerintah. Terbitnya aturan menginstruksikan bahwa subsidi hanya akan
diberikan pada rumah tangga kurang mampu
yang masuk ke dalam data terpadu yang dimiliki Pemerintah melalui Tim
Nasional Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan (TNP2K).
Berdasarkan data konsumen
istrik oleh (Ketenagalistrikan,
2016), pelanggan rumah tangga memiliki
proporsi yang cukup besar, terutama untuk golongan R-1 450 VA dan R-1
900 VA. Berdasarkan data dari
TNP2K jumlah rumah tangga tak mampu
berjumlah 25.771.493 rumah tangga. Setelah dilakukan validasi data, untuk golongan R- 1 900 VA yang masuk ke dalam kategori
keluarga tidak mampu hanya berjumlah
4.058.186 rumah tangga,
oleh karena itu kemudian Pemerintah mengusulkan untuk mencabut subsidi golongan R-1 900 VA yang termasuk
keluarga mampu (TNP2K,
2016).
����������� Berdasarkan
keadaan ketenagalistrikan
yang ada di Indonesia, subsidi
listrik ialah sebanyak dana yang dibayar Pemerintah Indonesia kepada PT.
PLN (Persero) yang dijumlah berlandaskan
perbedaan antara harga pokok penjualan
bagi tegangan rendah dengan tarif
r listrik dikalikan sama jumlah Kwh
yang dipakai para pelanggan
maksimal 30 Kwh per bulan. Selain itu
subsidi listrik bukan hanya menjadi
masalah pada tahun 2016 saja namun pada tahun sebelumnya pun juga menjadi masalah yang sulit untuk diselesaikan
karena adanya prokontra dari masyarakat.
Atas dasar UU tersebut maka subsidi
listrik diberikan oleh PT.
PLN (Persero) dengan daya
450VA dan 900VA yang dikhususkan untuk
masyarakat kurang mampu. PT. PLN (Persero) sendiri memiliki kategori yang mendapatkan subsidi, wajib memiliki SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu) dari Kelurahan
atau Kecamatan setempat. Berikut adalah grafik realisasi
subsidi listrik.
Salah satu wilayah di
Kota Semarang yang banyak menerima
subsidi listrik adalah PLN rayon Semarang Timur, wilayah ini menjadi salah satu wilayah yang menjadi perhatian PLN Distribusi Jateng dan DIY karena pada rayon
Semarang Timur merupakan jumlah
pelanggan subsidi paling banyak dibandingkan rayon Kota
Semarang yang lainnya. Jumlah
pelanggan PLN penerima subsidi di wilayah Rayon Semarang Timur yang tercacat hingga Desember 2017 sebanyak 32.892 pelanggan dan untuk seluruh wilayah Kota Semarang sebanyak
87.150 pelanggan. Berikut
data pelanggan listrik penerima Subsidi di wilayah Kota
Semarang.
Tabel 1 Jumlah Pelanggan Listrik Penerima Subsidi di Wilayah Kota Semarang
No. |
Rayon |
Tarip/Daya |
Total |
Persentase |
|
R1/450 |
R1/900 |
||||
1 |
Semarang
Tengah |
�������
21.608 |
5.868 |
27.476 |
31,53% |
2 |
Semarang
Barat |
�������
12.640 |
3.813 |
16.453 |
18,88% |
3 |
Semarang
Timur |
�������
26.436 |
6.456 |
32.892 |
37,74% |
4 |
Semarang
Selatan |
����������
7.871 |
2.458 |
10.329 |
11,85% |
Jumlah |
�������
68.555 |
18.595 |
87.150 |
100,00% |
Sumber : PT. PLN (Persero) Distribusi
Jateng dan DIY, 2017
Data tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah pelanggan
listrik PLN yang paling banyak
menerima Subsidi adalah di wilayah PT. PLN Rayon Semarang Timur yaitu sebesar 37,74% sedangkan jumlah penerima subsidi paling sedikit berada di wilayah PT. PLN
Rayon Semarang Selatan sebesar 11,85%.
����������� Subsidi
listrik diberikan hanya untuk golongan tidak mampu, karena pada golongan tidak
mampu ini dengan contoh rumah tangga 450VA itu hanya bisa untuk lampu dan TV,
untuk menyeterika semua perangkat listrik harus dimatikan sehingga bisa
digunakan, begitu pula untuk menyalakan pompa air. Namun sebagian banyak
golongan dengan kriteria mampu yang masih menggunakan subsidi listrik pada
450VA dan 900VA.
����������� Seharusnya yang
mendapatkan subsidi adalah golongan kurang mampu yang dibuktikan dengan SKTM.
Golongan kurang mampu itu sendiri dapat dilihat dari Kwh meter dengan memiliki
pembatas yaitu MCB (Mini Circuit Breaker). Daya 450VA memiliki pembatas 2 ampere dan tertulis di
MCB 2CL, serta pada daya 900VA memiliki pembatas 4ampere dan tertulis di MCB
4CL. Maka sesuai dengan peraturan yang berlaku golongan mampu segera beralih
pada daya listrik 1300VA keatas dengan MCB 6CL.
����������� Selain
kelompok kategori rumah tangga (R1) subsidi juga diberikan untuk kelompok
kategori sosial (S), akan tetapi pada kelompok ini juga ditemukan penyimpangan
dimana peneliti menemukan sebuah musholla di Area Semarang Timur, yaitu daya
yang digunakan adalah 900VA (S2) dari daya tersebut sebuah masjid mampu
menggunakan listrik yaitu AC 1Pk, kipas angin 6buah dan audio, serta untuk
lampu penerangan.
Kondisi tersebut menunjukkan masih
adanya penyimpangan pelanggan listrik PLN penerima subsidi bagi kelompok rumah
tangga 900 VA (R1) dan golongan sosial 900 VA (S2). Masalah subsidi listrik di
Indonesia hendaknya menjadi salah satu hal yang wajib diperhatikan, karena pada
kenyataannya di lapangan tetap besar terjadi kesenjangan subsidi listrik. Jika kita teliti
cara pencabutan subsidi dengan langkah tersusun yang di laksanakan pada konsumen daya 900 VA, pada umumnya juga tidak menjamin listrik sesuai dengan tujuan.
Pasalnya, masih
ada kelompok daya lain yang nyata-nyata masih diberikan subsidi, yakni golongan daya 450 VA dan sebagian golongan daya 900 VA. Kenyataan di lapangan masih banyak dijumpai masyarakat termasuk dalam kategori mampu tetap saja
merasakan subsidi listrik, dan sebaliknya masih banyak masyarakat
miskin yang harus menggunakan
listrik non subsidi, maupun dengan kata lain pemberian subsidi listrik yang seharusnya ditujukan bagi warga yang tak mampu, namun masih
terjadi salah sasaran dinikmati oleh masyarakat golongan mampu.
Suatu kebijakan dapat dikatakan berjalan dengan baik atau
berhasil jika terdapat kesesuaian antara realisasi kebijakan dengan harapan dibuatnya suatu kebijakan. (Korten,
n.d.) menyatakan yaitu suatu program bisa berhasil dilkerjakan
apabila ada kesesuaian di antara ketiga unsur implementasi
program. Pertama, kesesuaian
antara program dengan pemanfaat, yakni kesesuaian antara yang ditawarkan oleh program dengan apa yang diperlukan oleh golongan tujuan (kegunaan). Kedua, kesesuaian antara program dengan organisasi yang melakukan, yaitu kesesuaian antara tugas yang dipersyaratkan oleh
program dengan kemampuan organisasi pelaksana.
Ketiga, kesesuaian antara kelompok pemanfaat dengan organisasi pelaksana, yakni kesesuaian antara syarat yang diresmikan organisasi supaya bisa mendapatkan
output program dengan apa
yang dapat dilaksanakan
oleh golongan tujuan
program.
Menurut model pemikiran
David C. Korten bisa dipahami apabila tidak ada kesesuaian
di antara tiga unsur implementasi kebijakan oleh karena itu kemampuan program tidak bisa berhasil
serasi dengan apa yang diinginkan. Apabila output program tidak selaras dengan keperluan kelompok tujuan sampai gamblang
outputnya tidak bisa digunakan.
Apabila organisasi pelaksana program belum mempunyai keterampilan melakukan tugas yang disyaratkan oleh program apabila organisasinya tidak bisa mengantarkan output program dengan akurat. Atau apabila syarat
yang telah disetujui organisasi pelaksana program belum bisa dioptimalkan
oleh golongan tujuan hingga golongan tujuan tak memperolehkan
output program. Maka dari
pada itu, kesesuaian antara tiga unsur
implementasi kebijakan harus diperlukan agar program berjalan.
Hasil penelitian sebelumnya yakni (Sujai, 2011) dengan penelitian yang bermaksud menganalisis kebijakan subsidi listrik pemerintah dengan maksud untuk mengeksplorasi
efek dari subsidi listrik pemerintah kepada kemampuan keuangan PT. PLN
(Persero), diuangkapkan bahwa
lebih dari 40% keuntungan PT. PLN (persero) berawal dari subsidi
pemerintah serta dalam kisaran tahun
terakhir ini besaran subsidi listrik mencapai lebih dari Rp50 triliun serta sangat
memberatkan anggaran
negara. Penelitian lainnya yaitu dari Badan Kebijakan Fiskal dan Kementrian Keuangan RI (2015) tentang
kebijakan Subsidi Listrik yang lebih tepat sasaran, diketahui bahwa berdasarkan
hasil evaluasi penelitian terhadap subsidi listrik yang diberikan kepada
kelompok konsumen R1-450 VA dan R1-900 VA menunjukkan: (1) tidak tepat sasaran
(2) tidak adil dan (3) mendorong penggunaan listrik yang boros.
Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa kebijakan subsidi listrik sampai dengan tahun 2015 belum sesuai dengan
yang diharapkan, dan subsisi
dari Pemerintah masih tergolong besar, sehingga perlu dilakukan penelitian tentang kesesuaian kebijakan subsidi listrik.
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian mix methods,
yang menggabungkan metode kuantitatif dengan metode kualitatif (Wahyuningsih,
2019). Metode kuantitatif yang dipilih yaitu metode penelitian
kasus kontrol untuk mengkaji kesesuaian
kebijakan subsidi listrik di wilayah PT. PLN Rayon Semarang Timur
sedangkan metode kualitatif digunakan untuk memperkuat hasil penelitian kuantitatif.
Sampel penelitin merupakan pelanggan penerima subsidi dan berada di wilayah PT. PLN Rayon Semarang
Timur sebanyak 361 responden yang diperoleh dari
dengan menggunakan Tabel Sampel Krejcie dan Morgan dengan populasi sebanyak 6.456 pelanggan. langkah dalam mengambil sampel yang dipakai adalah simple random
sampling. Pemilihan informan dalam
pengkajian ini dilaksanakan dengan langkah purposive dengan pertimbangan
bahwa narasumber yang dipilih ialah orang yang betul-betul mengetahui atau terlibat langsung
dengan fokus penelitian, dimana informan yang dipilih
haruslah orang-orang yang memahami
dan mengetahui tentang kebijakan subsidi listrik. Dengan demikian pihak yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah
pegawai PT. PLN Distribusi Jawa Tengah dan DIY, dan pegawai PT. PLN Rayon
Semarang Timur. Adapun teknik penelitian ini menggunakan kuesioner, observasi, wawancara
dan dokumentasi.
Analisis kuantitatif
dan kualitatif adalah metode yang dipakai dalam penelitian ini. Analisis data kuantiatif pada penelitian ini memakai analisis
persentase dengan membandingkan antara jawaban responden dengan jumlah seluruh
responden dalam bentuk persentase. Suatu cara peneliti yang memperoleh data deskriptif analisa yang dinyatakan oleh informan secara tertulis ataupun lisan itu
bisa dikatakan Analisis kualitatif. Analisa data
diperlukan untuk mengecilkan dan memisahkan ciptaan terbaru yang ada sehingga data yang teratur, tersusun dan lebih berarti.
Hasil dan Pembahasan
Setelah
data terkumpul semua, maka selanjutnya adalah melakukan tabulasi data. Untuk memberikan gambaran tingkatan keselarasan di antaranya kesesuaian
antara program dengan pemanfaat, kesesuaian antara program dengan organisasi pelaksana, kesesuaian antara kelompok pemanfaat dengan organisasi pelaksana. Setiap pernyataan mempunyai rentang jawaban 1 sampai 5 dengan
jumlah responden 361, akan dihitung menggunakan
interval. Nilai rata-rata tertinggi adalah 5 dan nilai
rata rata terendah adalah 1.
Nilai maksimum � nilai
minimum
R =�����
�Jumlah kelas
�5 � 1
R =����� ����������� ����
= 0,80
��
5
Oleh� karena� itu dapat dikatagorikan
sebagai berikut :
Sangat Sesuai�������������� =
� 4,20 � 5,00
Sesuai�������������������������� =�� 3,40
� 4,19
Kurang Sesuai������������� =�� 2,60
� 3,39
Tidak Sesuai���������������� =�� 1,80 � 2,59
Sangat Tidak Sesuai���� =�� 1,00
� 1,79
1.
Deskripsi Kesesuaian antara Kebijakan dengan Pemanfaat
Rata-rata tertimbang kesesuaian antara kebijakan dengan pemanfaat dari 361 orang responden dapat dilihat dalam tabel berikut ini :
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Skor Kesesuaian antara Kebijakan dengan Pemanfaat
No |
Skor Jawaban |
Bobot |
Rata rata |
Kategori |
||||
5 |
4 |
3 |
2 |
1 |
||||
I.1 |
79 |
159 |
53 |
58 |
12 |
1318 |
3,65 |
Sesuai |
I.2 |
65 |
136 |
65 |
63 |
32 |
1222 |
3,39 |
Kurang Sesuai |
I.3 |
70 |
150 |
65 |
56 |
23 |
1271 |
3,52 |
Sesuai |
|
Rata-rata |
|
3,52 |
Sesuai |
Sumber
: Data primer yang diolah (Pernyataan No.I.1 - I.3), 2019
Berdasarkan tabel tersebut
menampilkan bahwa nilai yang paling banyak muncul untuk dimensi kesesuaian antara kebijakan dengan pemanfaat mempunyai rata rata tertimbang sebesar 3,52 (kategori sesuai), jadi dapat disimpulkan bahwa kesesuaian antara kebijakan dengan pemanfaat pada konsumen listrik 900 VA (R1) dan merupakan penerima subsidi di area PT. PLN Rayon Semarang Timur sudah sesuai tetapi belum
mencapai nilai sangat sesuai.
Tabel 2 juga menunjukkan bahwa
nilai yang paling banyak muncul untuk dimensi kesesuaian antara kebijakan dengan pemanfaat adalah nilai 4 (jawaban
setuju). Dengan demikian
secara keseluruhan tanggapan tentang kesesuaian antara kebijakan dengan pemanfaat yaitu konsumen listrik 900 VA (R1) dan merupakan penerima subsidi di area PT. PLN Rayon Semarang Timur sudah sesuai. Kondisi ini
juga didukung dengan besarnya nilai maksimum yang setiap indikator adalah 5 (jawaban sangat setuju) dan masih adanya nilai
minimum 1 (jawaban sangat tidak setuju) untuk
setiap indikator yang menunjukkan bahwa dimensi kesesuaian antara kebijakan
dengan pemanfaat sudah sesuai.
Tabel 2 juga memperlihatkan bahwa
indikator dari dimensi kesesuaian antara kebijakan
dengan pemanfaat yang mempunyai nilai rata-rata paling rendah adalah
indikator I.2 (tercapainya tujuan kebijakan) sebesar 3,39; sedangkan yang paling tinggi adalah indikator I.1 (tercapainya target/sasaran kebijakan) sebesar 3,65. Dengan
demikian, indikator yang
paling lemah adalah indikator tercapainya tujuan kebijakan, artinya tujuan� kebijakan listrik 900 VA subsidi belum dapat
dicapai, sedangkan
indikator yang paling kuat adalah indikator
tercapainya target/sasaran kebijakan, artinya konsumen listrik 900 VA subsidi sudah tepat sasaran,
meskipun di sisi lain masih terdapat konsumen yang tidak tepat sasaran.
Jawaban
responden berkaitan dengan kesesuaian antara kebijakan dengan pemanfaat, tentang pernyataan konsumen listrik 900 VA subsidi sudah tepat sasaran,
menunjukkan bahwa masyarakat menilai bahwa konsumen listrik 900 VA subsidi masih belum tepat
sasaran. Jawaban responden berkaitan dengan kesesuaian antara kebijakan dengan pemanfaat, tentang pernyataan tujuan kebijakan listrik
900 VA subsidi sudah dapat dicapai, menunjukkan bahwa masyarakat menilai bahwa
tujuan� kebijakan listrik 900 VA subsidi
belum dapat dicapai sama dengan yang diinginkan. Jawaban responden berkaitan dengan kesesuaian antara kebijakan dengan pemanfaat, tentang pernyataan harga/biaya penggunaan listrik 900 VA subsidi sesuai
dengan kemampuan pelanggan,� menunjukkan
bahwa masih terdapat pelanggan yang merasa dibebani akibat harga/biaya penggunaan listrik 900 VA subsidi
yaitu mencapai 39,06%.
2.
Kesesuaian Kebijakan dengan
Organisasi Pelaksana�����������
Rata-rata tertimbang kesesuaian
kebijakan dengan organisasi pelaksana dari 361 orang
responden dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:
Tabel 3 Distribusi
Frekuensi Skor Kesesuaian Kebijakan dengan Organisasi Pelaksana
No |
Skor Jawaban |
Bobot |
Rata rata |
Kategori |
||||
5 |
4 |
3 |
2 |
1 |
||||
II.1 |
82 |
162 |
40 |
58 |
19 |
1313 |
3,64 |
Sesuai |
II.2 |
32 |
115 |
114 |
38 |
62 |
1100 |
3,05 |
Kurang Sesuai |
II.3 |
53 |
135 |
55 |
68 |
50 |
1156 |
3,20 |
Kurang Sesuai |
II.4 |
52 |
121 |
73 |
69 |
46 |
1147 |
3,18 |
Kurang Sesuai |
II.5 |
75 |
159 |
49 |
51 |
27 |
1287 |
3,57 |
Sesuai |
|
Rata-rata |
|
3,33 |
Kurang Sesuai |
Sumber : Data primer yang diolah (Pernyataan No.II.1 -
II.5), 2019
Berdasarkan tabel tersebut
menampilkan bahwa nilai yang paling banyak muncul untuk dimensi kesesuaian kebijakan dengan organisasi pelaksana mempunyai rata-rata tertimbang
sebesar 3,33 (kategori kurang sesuai), jadi dapat disimpulkan bahwa kesesuaian kebijakan dengan organisasi pelaksana pada konsumen listrik 900 VA (R1) dan merupakan penerima subsidi di area PT. PLN Rayon Semarang Timur kurang sesuai, sehingga perlu
ditingkatkan untuk mencapai kesesuaian yang lebih baik.
Tabel 3 juga menunjukkan bahwa
nilai yang paling banyak muncul untuk dimensi kesesuaian kebijakan dengan organisasi
pelaksana adalah nilai 4 (jawaban
setuju). Dengan demikian
secara keseluruhan tanggapan tentang kesesuaian kebijakan dengan organisasi pelaksana oleh konsumen listrik 900 VA (R1) dan merupakan penerima subsidi di area PT. PLN Rayon Semarang Timur masih kurang sesuai. Kondisi ini
juga didukung dengan besarnya nilai maksimum yang setiap indikator adalah 5 (jawaban sangat setuju) dan masih banyak nilai minimum 1 (jawaban sangat tidak setuju) untuk
setiap indikator yang menunjukkan bahwa dimensi kesesuaian kebijakan dengan
organisasi pelaksana kurang sesuai.
Tabel 3 juga memperlihatkan bahwa
indikator dari dimensi kesesuaian kebijakan dengan
organisasi pelaksana yang mempunyai nilai rata-rata paling rendah adalah
indikator II.2 (efisiensi kerja dari organisasi pelaksana) sebesar 3,05; sedangkan yang paling tinggi adalah indikator II.1 (efektivitas kerja
dari organisasi pelaksana) sebesar 3,64. Dengan
demikian, indikator yang
paling lemah adalah indikator efisiensi kerja
dari organisasi pelaksana, artinya efektivitas kerja PLN dalam melayani pelanggan belum baik, sedangkan indikator
yang paling kuat adalah efektivitas kerja dari organisasi pelaksana, artinya PLN
dapat melaksanakan pelayanan pada pelanggan dengan efisien.
Jawaban
responden berkaitan dengan kesesuaian kebijakan dengan organisasi pelaksana, tentang pernyataan efektivitas kerja PLN
dalam melayani pelanggan sudah baik, menunjukkan bahwa masyarakat menilai bahwa
efektivitas kerja PLN
dalam melayani pelanggan tergolong sudah baik, meskipun masih ada cukup banyak
responden yang menyatakan kurang baik. Jawaban responden berkaitan dengan kesesuaian kebijakan dengan organisasi pelaksana, tentang pernyataan PLN dalam dapat
melaksanakan pelayanan pada pelanggan dengan efisien, menunjukkan bahwa
masyarakat menilai bahwa PLN dalam dapat melaksanakan pelayanan pada pelanggan
belum dilakukan dengan efisien, masih terdapat kendala-kendala yang dihadapi di
lapangan pada saat melayani pelanggan.
Jawaban
responden berkaitan dengan kesesuaian kebijakan dengan organisasi pelaksana, tentang pernyataan petugas PLN dapat memecahkan setiap kesulitan yang diresahkan pelanggan dengan baik, menunjukkan bahwa
masih terdapat cukup banyak pelanggan yang merasa� petugas PLN dapat belum dapat mengatasi setiap masalah yang diresahkan pelanggan dengan baik. Jawaban responden
berkaitan dengan kesesuaian kebijakan dengan organisasi pelaksana, tentang pernyataan PLN sudah dapat memenuhi
kebutuhan listrik
semua masyarakat, menunjukkan bahwa PLN belum dapat memenuhi kebutuhan listrik
semua masyarakat, artinya masih perlukan perluasan jaringan PLN untuk
menjangkau wilayah-wilayah belum adanya aliran
listrik. Jawaban responden berkaitan dengan kesesuaian kebijakan dengan organisasi pelaksana, tentang pernyataan jumlah petugas PLN sudah
mencukupi untuk melaksanakan tanggung jawabnya, menunjukkan bahwa jumlah
petugas PLN masih belum mencukupi untuk melaksanakan tanggung jawabnya, sehingga
masih diperlukan tambahan petugas.
3.
Kesesuaian Kebijakan antara Kelompok
Pemanfaat dengan Organisasi Pelaksana
Rata-rata tertimbang kesesuaian kebijakan antara golongan pemanfaat dengan organisasi pelaksana dari 361 orang responden dapat dilihat dalam tabel di bawah
ini:
Tabel 4 Distribusi
Frekuensi Skor Kesesuaian Kebijakan antara Kelompok Pemanfaat dengan
Organisasi Pelaksana
No |
Skor Jawaban |
Bobot |
Rata rata |
Kategori |
||||
5 |
4 |
3 |
2 |
1 |
||||
III.1 |
94 |
173 |
42 |
40 |
12 |
1380 |
3,82 |
Sesuai |
III.2 |
26 |
107 |
103 |
55 |
70 |
1047 |
2,90 |
Kurang Sesuai |
III.3 |
54 |
137 |
68 |
69 |
33 |
1193 |
3,30 |
Kurang Sesuai |
III.4 |
50 |
139 |
66 |
68 |
38 |
1178 |
3,26 |
Kurang Sesuai |
III.5 |
23 |
117 |
112 |
53 |
56 |
1081 |
2,99 |
Kurang Sesuai |
|
Rata-rata |
|
3,26 |
Kurang Sesuai |
Sumber
: Data primer yang diolah (Pernyataan No.III.1 - III.5), 2019
Berdasarkan tabel tersebut
menampilkan bahwa nilai yang paling banyak muncul untuk dimensi kesesuaian kebijakan antara group pemanfaat dengan organisasi pelaksana mempunyai rata-rata tertimbang
sebesar 3,26 (kategori kurang sesuai), jadi dapat disimpulkan bahwa kesesuaian kebijakan antara kelompok pemanfaat dengan organisasi pelaksana pada pengguna listrik 900 VA (R1) dan merupakan penerima subsidi di area PT. PLN Rayon Semarang Timur kurang sesuai.
Tabel 4 juga menunjukkan bahwa
nilai yang paling banyak muncul untuk dimensi kesesuaian kebijakan antara kelompok pemanfaat dengan organisasi pelaksana adalah nilai 4 (jawaban
setuju). Dengan demikian
secara keseluruhan tanggapan tentang kesesuaian kebijakan antara kelompok pemanfaat dengan organisasi pelaksana oleh pengguna listrik 900 VA (R1) dan merupakan penerima subsidi di area PT. PLN Rayon Semarang Timur masih kurang sesuai. Kondisi ini
juga didukung dengan besarnya nilai maksimum yang setiap indikator adalah 5 (jawaban sangat setuju) yang tidak dominan dan masih banyak nilai minimum 1 (jawaban sangat tidak setuju) untuk
setiap indikator yang menunjukkan bahwa dimensi kesesuaian kebijakan antara
kelompok pemanfaat dengan organisasi pelaksana kurang sesuai.
Tabel 4 juga memperlihatkan bahwa
indikator dari dimensi kesesuaian kebijakan antara
kelompok pemanfaat dengan organisasi pelaksana yang mempunyai nilai rata-rata paling rendah
adalah indikator III.2 (keadilan bagi seluruh pengguna listrik) sebesar
2,90; sedangkan yang paling tinggi adalah indikator III.1 (penyebaran sarana dan prasarana
yang merata) sebesar 3,82. Dengan demikian, indikator yang paling lemah adalah indikator keadilan bagi seluruh pengguna
listrik, artinya pelanggan belum merasakan keadilan dalam penggunaan listrik�
900 VA subsidi. Sedangkan indikator yang paling kuat adalah penyebaran sarana dan prasarana
yang merata, artinya penyebaran sarana dan prasarana yang dimiliki PLN sudah dapat menjangkau seluruh
lapisan masyarakat, denganc catatan masih ada wilayah tertentu yang belum
terjangkau oleh listrik PLN.
Jawaban
responden berkaitan dengan kesesuaian kebijakan antara kelompok pemanfaat dengan organisasi pelaksana, tentang pernyataan penyebaran sarana dan prasarana yang dimiliki PLN sudah dapat menjangkau seluruh
lapisan masyarakat, menunjukkan bahwa masyarakat menilai bahwa penyebaran sarana dan prasarana
yang dimiliki PLN sudah
dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat, meskipun masih terdapat
daerah-daerah tertentu yang belum dapat dilayani atau terjangkau oleh listrik
PLN. Jawaban responden berkaitan dengan kesesuaian kebijakan antara kelompok pemanfaat dengan organisasi pelaksana, tentang pernyataan pelanggan merasakan keadilan dalam penggunaan listrik� 900 VA
subsidi, menunjukkan bahwa pelanggan masih belum merasakan keadilan dalam penggunaan listrik 900 VA subsidi, masih ada pelanggan
merasa keberatan dengan tarif yang diberlakukan saat ini. Jawaban responden
berkaitan dengan kesesuaian kebijakan antara
kelompok pemanfaat dengan organisasi pelaksana, tentang pernyataan pelanggan merasakan adanya manfaat terkait dengan penggunaan listrik�
900 VA subsidi, menunjukkan bahwa pelanggan merasakan adanya manfaat terkait
dengan penggunaan listrik�
900 VA subsidi dengan membayar listrik yang lebih murah dibandingkan
listrik non subsidi.
Jawaban
responden berkaitan dengan kesesuaian kebijakan antara kelompok pemanfaat dengan organisasi pelaksana, tentang pernyataan PLN telah menentukan pelanggan yang mendapat listrik 900
VA subsidi sesuai target/sasaran, menunjukkan bahwa PLN telah menentukan pelanggan
yang mendapat listrik 900 VA subsidi sesuai target/sasaran, dengan catatan masih terdapat yang pengguna
listrik subsidi yang tidak sesuai target/sasaran. Jawaban responden berkaitan
dengan kesesuaian kebijakan antara
kelompok pemanfaat dengan organisasi pelaksana, tentang pernyataan tujuan kebijakan tentang listrik 900 VA subsidi sudah
dapat dicapai oleh PLN, menunjukkan bahwa tujuan kebijakan tentang listrik 900
VA subsidi belum dapat dicapai oleh PLN, sehingga perlu dilakukan evaluasi
secara kontinyu agar tujuan kebijakan ini dapat sesuai dengan yang diharapkan.
Hasil
wawancara dengan Pegawai PT.
PLN Distribusi Jawa Tengah
dan DIY maupun Pegawai PT. PLN Rayon Semarang Timur, berkaitan dengan kesesuaian antara kebijakan dengan pemanfaat atau kebijakan listrik tepat sasaran,
berikut disajikan beberapa pertanyaan dan jawabannya:
1)
Apakah yang dimaksud dengan
Kebijakan Subsidi Listrik Tepat Sasaran ?
Kebijakan Subsidi Listrik Tepat
Sasaran ialah kebijakan pemberian subsidi listrik sekedar pada rumah tangga yang seharusnya menerima yakni mereka yang ada di dalam kelompok masyarakat miskin serta tidak mampu.
2)
Mengapa diperlukan Kebijakan Subsidi Listrik Tepat Sasaran?
Kebijakan subsidi listrik
dalam waktu ini dilaksanakan berlandaskan kepada kelompok tarif 450 VA serta 900 VA. Perihal ini mengakibatkan banyak masyarakat bisa yang masih menikmati subsidi listrik, terutama pada pengguna rumah tangga daya 900 VA. Supaya �penerima subsidi listrik sesuai dengan tujuan,
oleh karena itu mulai tahun 2016 Pemerintah membenahi ciri dari penerima
subsidi.
3)
Apakah dasar dikeluarkannya Kebijakan Subsidi Listrik Tepat Sasaran?
Kebijakan Subsidi Listrik sesuai
Sasaran dilakukan berlandaskan hasil keputusan Rapat Kerja antara Menteri Energi serta Sumber
Daya Mineral dengan Komisi VII DPR RI tanggal 17
September 2015 serta hasil keputusan Rapat Panitia Kerja (Panja) Badan Anggaran DPR RI tanggal 30 September 2015, yakni pemberian subsidi listrik tahun 2016 diberikan terhadap rumah tangga miskin serta tak mampu
dengan mengarah kepada data Tim Nasional Percepatan
Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K).
Data TNP2K ditujukan ialah
Data Terpadu Program Penanganan
Fakir Miskin yang diresmikan oleh Menteri Sosial melalui Keputusan Menteri Sosial No. 32/HUK/2016.
Sebagai lanjutan dari
persetujuan dengan DPR serta hasil Rapat
Terbatas yang dipimpin oleh
Presiden pada tanggal 4
November 2015, Pemerintah memutuskan
subsidi listrik tetap diberikan bagi seluruh pelanggan
rumah tangga daya 450 VA, dan bagi pengguna rumah
tangga daya 900 VA yang miskin
serta tak mampu dengan mengarah
kepada Data Terpadu Program
Penanganan Fakir Miskin yang dikelola
Kementerian Sosial dan TNP2K.
Pada rapat Kerja
Komisi VII DPR RI dengan
Kementerian Energi dan Sumber
Daya Mineral pada tanggal
22 September 2016, Komisi VII DPR-RI menyetujui pencabutan subsidi listrik dengan daya 900 VA bagi golongan rumah
tangga yang ekonominya mampu dengan didukung
data yang akurat.
4)
Apa yang dilakukan untuk memastikan agar subsidi listrik tepat sasaran
bagi rumah tangga miskin dan tidak mampu?
Diperlukan pemadanan Data Rumah
Tangga Miskin dan Tidak Mampu dari Data Terpadu dengan data pelanggan PLN. Atas penugasan Pemerintah melalui Kementerian ESDM, PLN telah
melakukan pemadanan data rumah tangga yang ada di Data Terpadu Program Penanganan Fakir Miskin dengan
data konsumen Rumah Tangga daya 900 VA pada Januari hingga Maret 2016. Pemadanan data diperlukan untuk menyesuaikan data pelanggan PLN dengan data rumah tangga miskin dan tidak mampu yang terdapat dalam Data Terpadu Program Penanganan Fakir Miskin berdasarkan
Nomor Induk Kependudukan (NIK), dan mencatatkan
identitas konsumen (IDPEL)
PLN untuk masing-masing rumah tangga.
5)
Siapa yang dimaksud dengan rumah tangga
miskin dan tidak mampu dalam Kebijakan Subsidi Listrik Tepat Sasaran?
Sesuai dengan Pasal
1 butir 3 Permen ESDM No.
29/2016, Rumah Tangga
Miskin dan Tidak Mampu adalah rumah tangga
yang terdapat dalam Data Terpadu Program Penanganan Fakir
Miskin yang ditetapkan oleh Menteri Sosial.
6)
Siapakah yang menentukan Kebijakan Subsidi Listrik Tepat Sasaran?
Pemerintah dengan persetujuan
DPR RI.
7)
Bagaimana menentukan rumah tangga masuk dalam
Data Terpadu Program Penanganan
Fakir Miskin?
Daftar rumah tangga
yang masuk ke dalam Data Terpadu ditetapkan melalui dua kegiatan utama,
yaitu:
a. Forum Konsultasi Publik
(FKP), yaitu kegiatan pertemuan warga yang dilakukan oleh pihak Desa/Kelurahan dengan dibantu fasilitator independen untuk menentukan rumah tangga yang dianggap layak untuk didata/disurvei.
b. Pendataan rumah tangga,
yaitu kegiatan kunjungan ke masing-masing
rumah tangga berdasarkan data hasil FKP untuk mensurvei dan memperoleh informasi rinci dari masing-masing
rumah tangga.
Oleh karena itu,
rumah tangga yang saat ini tercatat
dalam Data Terpadu Program Penanganan Fakir Miskin merupakan
rumah tangga yang telah disepakati bersama oleh masyarakat melalui FKP.
8)
Bagaimana perlakuan konsumen rumah tangga daya
900 VA yang tidak
termasuk dalam Data Terpadu Program Penanganan Fakir Miskin?
Sesuai dengan Peraturan
Menteri ESDM Nomor 28 Tahun
2016 Pasal 3, PT PLN (Persero) wajib
menyesuaikan tarif tenaga listrik rumah tangga tersebut
secara bertahap menjadi tarif keekonomian
(tariff adjustment). Tarifnya mengacu
pada tarif konsumen golongan rumah tangga daya 900 VA-RTM.
9)
Bagaimana dengan rumah tangga
miskin dan tidak mampu yang
memiliki salah satu dari 4 (empat) kartu yang diterbitkan Pemerintah ataupun terdapat dalam Data Terpadu Program Penanganan Fakir
Miskin yang ingin mendapatkan
sambungan listrik bersubsidi?
Rumah tangga dapat mengajukan permohonan penyambungan baru ke kantor PLN dengan
daya 450 VA atau 900 VA, apabila jaringan listrik tersedia. Bila Rumah Tangga
pemegang kartu tersebut tidak terdapat dalam Data Terpadu yang ada di system PLN,
PLN dapat melayani permohonan dengan daya 900 VA-RTM atau daya 1300 VA. Selanjutnya, Rumah Tangga tersebut
dapat mengadu melalui mekanisme pengaduan kepesertaan yang berlaku untuk diproses
kelayakannya mendapatkan subsidi.
10) Bagaimana caranya agar rumah
tangga miskin dan tidak mampu konsumen daya di atas 900 VA yang tercatat dalam Data Terpadu Program Penanganan Fakir Miskin dapat memperoleh tarif listrik bersubsidi?
Sesuai dengan Peraturan
Menteri ESDM Nomor 29 Tahun
2016, pasal 2 ayat 3, Rumah tangga tersebut
dapat menikmati tarif listrik bersubsidi
setelah melakukan penurunan daya ke tarif R-1/450 VA atau 900 VA.
11) Bagaimana bila rumah tangga tersebut dalam poin 15 tidak
ingin turun daya ke 450 VA atau 900 VA?
Rumah tangga tersebut
tidak dapat menikmati hak subsidi
listriknya, karena hanya golongan tarif Rumah tangga
450 VA dan 900 VA yang disubsidi oleh Pemerintah.
12) Apa yang dapat dilakukan
oleh rumah tangga miskin
dan tidak mampu yang tidak memperoleh tarif listrik bersubsidi?
Rumah tangga tersebut
dapat mendatangi kantor Kelurahan atau Desa untuk
mengisi formulir pengaduan yang telah disediakan, dan mengisi Formulir Pengaduan. Petugas di Kelurahan atau Desa meneruskan
formulir tersebut ke Kecamatan, yang kemudian diteruskan ke Posko Pengaduan
Pusat di Kementerian ESDM.
Pengaduan akan ditindaklanjuti
oleh Posko Pengaduan Pusat.
Selanjutnya, akan ada umpan balik
melalui website Aplikasi Pengaduan. Umpan balik tersebut adalah berupa jawaban
atas pengaduan rumah tangga yang dapat dibaca oleh petugas Kecamatan yang ditunjuk. Setelah mendapatkan jawaban atas laporan
pengaduan, rumah tangga tersebut dapat mengajukan permohonan Pasang Baru (PB)/Perubahan Daya (PD) dengan tarif listrik bersubsidi
ke Unit PLN setempat sekiranya yang bersangkutan layak untuk mendapatkan
subsidi.
Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kesesuaian
kebijakan subsidi listrik pada pemanfaat kebijakan di wilayah PT. PLN rayon Semarang Timur tergolong sudah sesuai dengan skor rata-rata
3,52. Meskipun kesesuaian antara kebijakan dengan pemanfaat pada pelanggan listrik 900 VA (R1) dan merupakan penerima subsidi di area PT. PLN Rayon Semarang Timur sudah sesuai tetapi belum
mencapai kesesuaian yang optimal. Masih banyak pelanggan (34,07%) yang menilai bahwa pengguna listrik 900 VA subsidi
masih belum tepat sasaran. Hasil ini berdampak pada tujuan� kebijakan listrik 900 VA subsidi belum dapat
dicapai sesuai dengan yang diharapkan. Sebagian dari pelanggan (39,06%) merasa
keberatan dengan harga/biaya penggunaan listrik 900 VA subsidi.
Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kesesuaian
kesesuaian kebijakan subsidi listrik pada organisasi pelaksana di wilayah
PT. PLN rayon Semarang Timur tergolong kurang sesuai dengan skor rata-rata 3,33. Kesesuaian kesesuaian kebijakan
subsidi listrik pada organisasi pelaksana pada pelanggan listrik 900 VA (R1) dan merupakan penerima subsidi di area PT. PLN Rayon Semarang Timur kurang sesuai, dimana masih
banyak pelanggan (59,28%) yang menilai bahwa� PLN dalam dapat
melaksanakan pelayanan pada pelanggan masih kurang efisien, dan masih banyak
pelanggan (52,08%) yang menilai bahwa PLN belum dapat memenuhi kebutuhan listrik
semua masyarakat.
Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kesesuaian
pemanfaat kebijakan dengan organisasi pelaksana kebijakan subsidi listrik di wilayah PT.
PLN rayon Semarang Timur tergolong kurang sesuai dengan skor rata-rata 3,26. Kesesuaian pemanfaat kebijakan
dengan organisasi pada pelanggan listrik 900 VA (R1) dan merupakan penerima subsidi di area PT. PLN Rayon Semarang Timur kurang sesuai, dimana masih
banyak pelanggan (63,16%) yang belum merasakan keadilan dalam penggunaan listrik 900 VA subsidi.
Subsidi merupakan bantuan
yang diberikan Pemerintah kepada konsumen dalam bentuk Tarif Tenaga Listrik
yang lebih rendah dari yang semestinya dibayarkan. Pemerintah memberikan subsidi kepada masyarakat yang membutuhkan dalam hal ini sesuai
dengan Peraturan Menteri
ESDM No. 28 Tahun 2016 tentang
Tarif Tenaga Listrik yang disediakan oleh PT. PLN (Persero), bahwa penerima subsidi hanya golongan rumah tangga berdaya
450 VA dan golongan rumah tangga miskin dan tidak mampu berdaya
900 VA.
Kebijakan Subsidi Listrik Tepat
Sasaran adalah kebijakan pemberian subsidi listrik hanya kepada rumah
tangga yang memang berhak yaitu mereka
yang termasuk golongan masyarakat miskin dan tidak mampu. Kebijakan subsidi listrik selama ini dilakukan
berdasarkan pada golongan tarif 450 VA dan 900 VA. Hal ini menyebabkan banyak masyarakat mampu yang masih menikmati subsidi listrik, terutama pada konsumen rumah tangga daya
900 VA. Agar penerima subsidi
listrik lebih tepat sasaran, maka mulai tahun
2016 Pemerintah memperbaiki
kriteria penerima subsidi.
Pemberian subsidi listrik
diberikan kepada rumah tangga miskin dan tidak mampu dengan
mengacu pada data Tim Nasional Percepatan
Penanggulangan�
Kemiskinan (TNP2K). �Pemerintah memutuskan subsidi
listrik tetap diberikan bagi seluruh konsumen rumah tangga daya 450 VA, dan bagi konsumen rumah
tangga daya 900 VA yang
miskin dan tidak mampu dengan mengacu pada Data Terpadu Program Penanganan Fakir
Miskin yang dikelola Kementerian Sosial
dan TNP2K.
Pencabutan subsidi listrik
dengan daya 900 VA bagi golongan rumah
tangga yang ekonominya mampu, maka Kementerian ESDM telah menerbitkan : Peraturan Menteri ESDM
No.28 Tahun 2016 tentang
Tarif Tenaga Listrik Yang Disediakan oleh PT PLN
(Persero), bahwa terhadap rumah tangga mampu
900 VA, mulai 1 Januari
2017 tarifnya disesuaikan menuju tarif keekonomian
secara bertahap, sedangkan rumah tangga miskin dan tidak mampu 900 VA tarifnya tetap dan diberikan subsidi listrik; dan Peraturan Menteri ESDM
No.29 Tahun 2016 tentang Mekanisme Pemberian Subsidi Tarif Tenaga Listrik Untuk
Rumah Tangga, dengn mekanismer sebagai berikut : 1) Masyarakat dapat menyampaikan
pengaduan terkait penerapan Subsidi Listrik Tepat sasaran melalui
kantor Desa dan Kelurahan untuk kemudian diteruskan ke kantor kecamatan
dan / atau kantor kabupaten. Oleh kecamatan atau kabupaten, pengaduan tersebut diteruskan ke Posko
Pusat. 2) Posko pusat yang beranggotakan
perwakilan dari Kementerian
ESDM, Kemendagri, Kementerian Sosial,
TNP2K dan PT PLN (Persero) akan melakukan
verifikasi dan penanganan terhadap pengaduan tersebut.
Dalam Peraturan Menteri ESDM No. 29 Tahun 2016 tentang Mekanisme Pemberian Subsidi Tarif Tenaga Listrik Untuk
Rumah Tangga, terdapat mekanisme dan tata cara pemberian subsidi tarif dasar
listrik bagi rumah tangga miskin dan tidak mampu yang termasuk dalam data terpadu. Dalam peraturan tersebut menegaskan bahwa seluruh masyarakat Indonesia dapat melakukan pengadukan subsidi listrik kepada PT. PLN (Persero),
sebsidi listrik diberikan sesuai dengan data terpadu, data terpadu adalah sistem data elektronik berisi data nama dan alamat yang memuat informasi sosial, ekonomi, dan demografi dari individu dengan
status kesejahteraan terendah
di Indonesia.
Suatu program akan berhasil
dilaksanakan jika terdapat kesesuaian dari tiga unsur
implementasi program. Pertama,
kesesuaian antara program dengan pemanfaat, yaitu kesesuaian antara apa yang ditawarkan oleh program dengan apa yang dibutuhkan oleh kelompok sasaran (pemanfaat). Kedua, kesesuaian antara program dengan organisasi pelaksana, yaitu kesesuaian antara tugas yang disyaratkan oleh
program dengan kemampuan organisasi pelaksana. Ketiga, kesesuaian antara kelompok pemanfaat dengan organisasi pelaksana, yaitu kesesuaian antara syarat yang diputuskan organisasi untuk dapat memperoleh
output program dengan apa
yang dapat dilakukan oleh kelompok sasaran program (David
C. Korten dalam Akib, 2010: 8). Sesuai dengan hasil penelitian ini maka dapat dikatakan bahwa kebijakan
900 VA subsidi di wilayah PT. PLN rayon
Semarang Timur belum
sesuai dengan ketiga unsur implementsi program.
Hasil
penelitian ini menunjukkan terdapat ketidaksesuaian antara tiga unsur
implementasi kebijakan, kinerja program belum berhasil sesuai dengan
apa yang diharapkan, dimana output program belum sesuai dengan kebutuhan kelompok sasaran, dan organisasi pelaksana program belum memiliki kemampuan melaksanakan tugas yang disyaratkan oleh
program.
Kesimpulan
1)
Kesesuaian kebijakan subsidi listrik pada pemanfaat kebijakan di wilayah
PT. PLN rayon Semarang Timur tergolong sudah sesuai, akan tetapi
belum mencapai kesesuaian yang optimal, dimana masih banyak pelanggan listrik 900 VA
subsidi masih belum tepat sasaran, sehingga berdampak pada tujuan kebijakan
listrik 900 VA subsidi belum dapat dicapai sesuai dengan yang diharapkan, dan
sebagian dari pelanggan merasa keberatan dengan harga/biaya penggunaan listrik
900 VA subsidi.
2)
Kesesuaian kesesuaian kebijakan subsidi listrik pada organisasi pelaksana di wilayah PT. PLN rayon Semarang Timur tergolong kurang sesuai,
dimana
masih banyak pelanggan yang menilai bahwa PLN dalam dapat melaksanakan
pelayanan pada pelanggan masih kurang efisien dan tidak semua petugas PLN dapat
memecahkan setiap masalah yang dikeluhkan pelanggan
dengan baik, serta PLN belum dapat memenuhi kebutuhan listrik semua masyarakat.
3)
Kesesuaian pemanfaat kebijakan dengan organisasi pelaksana kebijakan subsidi listrik di wilayah PT. PLN rayon Semarang Timur tergolong kurang
sesuai, dimana masih banyak pelanggan yang belum merasakan keadilan dalam penggunaan listrik 900 VA subsidi.
BIBLIOGRAFI
Ketenagalistrikan, D. J. (2016). Statistik
ketenagalistrikan 2015. Jakarta: Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan.
Korten, D. C. (n.d.). Sjahrir, 1988. Pembangunan
Berdimensi Kerakyatan.
Sujai, M. (2011). CRITICAL EVALUATION ON
ELECTRICITY SUBSIDYTO THE STATE ELECTRICITY COMPANY (PT PLN). Widyariset,
14(1), 35�42.
Supriatna, A. (2019). Penerapan Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation Untuk Meningkatkan Hasil
Belajar Dasar dan Pengukuran Listrik Siswa Kelas X Titl-1 SMK Negeri 3
Kuningan. Syntax Literate; Jurnal Ilmiah Indonesia, 4(12), 36�46.
Wahyuningsih, D. S. (2019). Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematis Melalui Model Pembelajaran Process Oriented Guided Inquiry
Learning Menggunakan Media Papan PLSV. Jurnal Penelitian, Pendidikan, Dan
Pembelajaran, 14(7).