Syntax Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849
e-ISSN : 2548-1398
Vol. 5,
No. 1 Januari
2020
�
FAKTOR-FAKTOR
RISIKO PASIEN HEMODIALISIS DI RSUD ARJAWINANGUN DAN RSUD WALED KABUPATEN
CIREBON
��������
Dosi Ahmad
Yani, Prih Sarnianto dan Yusi Anggriani
Universitas Pancasila
Email: [email protected], [email protected] dan [email protected]
Abstrak
Penyakit Ginjal Kronis (PGK) merupakan
masalah kesehatan dengan insidensi dan prevalensi gagal ginjal yang semakin
meningkat, prognosis yang buruk dan biaya yang tinggi. Faktor-risiko PGK
beragam menurut kawasan geografi dan era terkait gaya hidup termasuk konsumsi
makanan dan atau minuman. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor
risiko apa saja yang ada pada pasien PGK yang menjalani hemodialisis di RSUD
Arjawinangun dan Waled Kabupaten Cirebon. Jenis penelitian ini adalah
penelitian observasional analitik kasus-kontrol. Kelompok kasus (93 responden)
adalah pasien PGK yang melakukan hemodialisis, sementara kelompok kontrol (93
responden) adalah pasien rawat jalan selain pasien PGK, dengan kriteria inklusi
dan eksklusi tertentu. Data primer diperoleh melalui wawancara menggunakan
kuesioner yang dikembangkan oleh Pusat Riset Obat dan Makanan, dan data
sekunder diperoleh dari berkas rekam medis pasien. Analisis data yang dilakukan
adalah analisis univariat, bivariat (2x2 chi-square) dan multivariat (regresi
logistik). Responden penelitian ini mayoritas berjenis kelamin laki-laki
(51,6%), umur rata-rata (minimal-maksimal) 48 (20-75) tahun, status kawin
(86%), pendidikan sekolah dasar atau dibawahnya (49,5%), pekerjaan membutuhkan
fisik (52,7%), pendapatan sama atau di bawah pendapatan per kapita (57%). Faktor-faktor
risiko yang berhubungan secara bermakna dengan kejadian PGK dalam penelitian
ini adalah pekerjaan intelektual (OR 0,104; 95% CI = 0,018-0,592); riwayat
penyakit hipertensi (OR 46,481; 95% CI = 11,444-188,784); riwayat penyakit
diabetes mellitus (OR 25,239; 95% CI = 3,680-116,267); konsumsi air putih 1-4
gelas (OR 46,717; 95% CI = 7,228-301,926); sering mengkonsumsi minuman yang
mengandung kadar mineral/gula tinggi (OR 3,808; 95% CI = 1,207-12,012) dan
sering mengkonsumsi makanan yang mengandung garam tinggi (OR 10,317; 95% CI =
3,331-31,954).
Kata kunci: Faktor Risiko, Penyakit Ginjal Kronis,
Hemodialisis
Pendahuluan
Kesehatan
merupakan aspek yang penting dalam menunjang program pembangunan (Evitasari, 2016). Salah satu masalah
kesehatan yang banyak dialami masyarakat saat ini adalah Penyakit Ginjal Kronis
(PGK). PGK merupakan masalah kesehatan dengan insidensi dan prevalensi gagal ginjal yang semakin
meningkat, prognosis yang buruk dan biaya yang tinggi (Hill, Fatoba, Oke,
Hirst, O�Callaghan, et al., 2016).
Prevalensi PGK meningkat bersamaan
dengan meningkatnya jumlah penduduk lanjut usia dan jumlah kejadian penyakit diabetes mellitus serta� hipertensi. Sekitar 1 dari 10 populasi global
mengalami PGK� pada stadium� tertentu. Hasil penelitian systematic review� dan meta-analysis
yang telah dilakukan mendapatkan prevalensi
global PGK sebesar 13,4% (Data & RI, 2017).
Prevalensi tertinggi
penyakit gagal ginjal kronis di Indonesia berada di Propinsi Sulawesi Tengah
dengan angka i sebesar 0,5 persen, diikuti Aceh, Gorontalo, dan Sulawesi Utara
masing-masing 0,4 persen. Propinsi Jawa Barat berada pada posisi berikutnya
dengan prevalensi sebesar 0,3%
bersamaan dengan Jawa Tengah, Jawa Timur DI Yogyakarta, Lampung, Nusa Tenggara
Timur dan Sulawesi Selatan (K. Kesehatan et al.,
2018).
�Jumlah penderita baru PGK pada 2007 sebanyak
4.977 orang, dan meningkat menjadi 21.051 orang pada 2015, yang berarti terjadi
peningkatan lebih dari 3 kali lipat dalam kurun waktu 8 tahun. Jumlah penderita
PGK
yang aktif menjalani hemodialisis
sebanyak 1.885 orang pada 2007 dan meningkat�
lebih dari 15 kali lipat menjadi 30.554 orang pada 2015 (K. Kesehatan & RI,
2013).
Secara
global,� penyebab� PGK�
terbesar� adalah� diabetes� mellitus, sementara di� Indonesia penyebab terbanyak� sampai dengan tahun 2000 adalah glomerulonefritis, dan dalam beberapa
tahun� terakhir� penyebab PGK terbanyak berubah menjadi
hipertensi (K. Kesehatan & RI,
2013).
Jumlah
penderita baru PGK di Indonesia berdasarkan etiologinya yang terbanyak adalah
Penyakit Ginjal Hipertensi sebanyak 44%, kemudian berikutnya Nefropati Diabetika 22%, dan Glumerulopati
Primer/GNC 8% melengkapi 3 besar penyebab gagal ginjal (K. Kesehatan & RI, 2013). �Terdapat juga
etiologi Lain-lain sebanyak 8% dan etiologi Tidak Diketahui sebanyak 3% (K. Kesehatan & RI,
2013)
yang mengindikasikan cukup tingginya kerusakan ginjal akibat penggunaan bahan
kimia berbahaya. Beberapa jenis obat dikenal memiliki efek nefrotoksik yang dapat mengurangi fungsi ginjal, seperti antibiotik
golongan aminoglikosida yang eliminasinya melalui ginjal (Registry, n.d.),
ataupun analgetik dari golongan Anti Inflamasi Non Steroid (AINS) (Chasani, 2008).
Obat tersebut terutama NSAID sering digunakan masyarakat tanpa terkontrol
melalui peredaran �obat stelan� yang populer di masyarakat karena harganya yang
terjangkau (MEE, 2002) (Lifestye.kompas.com.,
2016).
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan
adalah metode observasional, secara
lebih spesifik berupa penelitian case-control.
Survei akan dilakukan terhadap sejumlah penderita penyakit ginjal kronis
stadium-lanjut di Rumah Sakit Umum Daerah�
(RSUD) Arjawinangun dan Waled Kabupaten Cirebon.
Populasi
penelitian ini adalah seluruh pasien yang mendapatkan pelayanan hemodialisis.
Sampel diambil secara purposive sampling
berdasarkan kriteria inklusi yang
ditetapkan, yaitu:
1.
Umur minimal 18 tahun
2.
Telah terdiagnosis PGK stadium-lanjut dan
mendapatkan pelayanan hemodialisa di rumah sakit minimal pada 12 bulan terakhir
dan maksimal 5 tahun.
3.
Pasien dalam kondisi sadar dan memiliki
kemampuan kognitif yang memadai untuk memberikan persetujuan dan wawancara lengkap.
4.
Tidak sedang mengikuti uji klinis.
Kriteria eksklusi
untuk sampel ditetapkan sebagai berikut:
1.
Tidak bersedia berpartisipasi dalam
penelitian
2.
Mengalami penurunan kesadaran
3.
Terindikasi mengidap penyakit yang
mengancam jiwa, seperti kanker, penyakit jantung berat, stroke.
Responden
kontrol dipilih secara acak pada saat pasien antri di bagian pendaftaran.
Kriteria kontrol adalah pasien yang mendapatkan layanan kesehatan di poliklinik
pada RS yang sama dan belum pernah didiagnosis PGK oleh dokter atau didukung
data laboratorium dari rekam medik atau hasil pemeriksaan ulang laboratorium
yang menunjukkan nilai LFG ≥60 ml/menit dengan hasil urinalisis normal.
Berdasarkan
kriteria tersebut di atas, diperoleh sampel atau responden sebanyak 93 orang
pada kelompok kasus, sehingga untuk kelompok kontrol juga diambil 93 sampel
atau responden.
Pengumpulan data
dilakukan melalui wawancara dengan kuesioner terstruktur sebagai instrumen.
Instrumen pengumpul data kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kumpulan kuesioner terstruktur yang terdiri dari kuesioner terkait penyakit
Gagal Ginjal Kronis yang dikembangkan Pusat Riset Obat dan Makanan (PROM) dari
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia dengan bantuan
sejumlah dokter spesialis penyakit ginjal di Indonesia yang telah divalidasi.
Instrumen kuesioner yang akan digunakan dilampirkan dalam bagian akhir thesis
ini. Instrumen lainnya adalah lembar pencatatan data biaya dan data lain yang
diperlukan dari rekam medis pasien.
Penelitian ini dinyatakan layak
untuk dilaksanakan berdasarkan Surat Keterangan Kaji Etik dari Komisi Etik
Riset dan Pengabdian Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia.
Data yang diperoleh pada penelitian ini akan
dianalisis secara statistika menggunakan perangkat lunak SPSS dalam tiga
tahapan sebagai berikut:
1.
Analisis univariat.
Sebagai
analisis tingkat pertama, analisis univariat
ini digunakan untuk menggambarkan insidensi penyakit gagal ginjal kronis di
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Cirebon. Analisis ini juga dilakukan untuk
mendapatkan gambaran secara kualitatif pasien PGK yang menjadi responden
berdasarkan latar belakang sosiodemografis dan sosioekonomisnya
2.
Analisis bivariat.
Analisis
tingkat kedua ini dilakukan untuk mengetahui Odd Ratio (OR) antara berbagai faktor risiko dan PGK� stadium-lanjut yang memerlukan hemodialisis.
3.
Analisis multivariat.
Pada
analisis tingkat ketiga ini dilakukan regresi logaritmik untuk mendapatkan
gambaran hubungan antara berbagai faktor risiko (sebagai variabel bebas) dengan
terjadinya PGK stadium-lanjut yang memerlukan hemodialisis.
Hasil
dan Pembahasan
1.
Analisis
Hubungan Antara Faktor Risiko Dengan PGK
a.
Faktor
risiko yang tidak dapat dimodifikasi
1) Jenis
Kelamin
Dari
analisis data yang diperoleh, jenis kelamin laki laki berisiko sama dengan
perempuan terhadap PGK dengan nilai Odds
Ratio 95% CI sebesar 1,000 (0,563 � 1,777) sehingga jenis kelamin tidak
berpengaruh signifikan (p = 1,000) terhadap kejadian PGK.
2) Umur
Tabel 1 Hubungan
antara kelompok umur dengan kejadian PGK
Kategori |
Kasus |
Kontrol |
total |
OR |
p value |
||||
n |
(%) |
n |
(%) |
n |
% |
||||
Umur |
|||||||||
<30 |
6 |
6,5 |
9 |
9,7 |
15 |
8,1 |
1 |
0,636 |
|
31-40 |
16 |
17,2 |
18 |
19,4 |
34 |
18,3 |
0,970 (0,268-3,512) |
||
41-50 |
28 |
30,1 |
24 |
25,8 |
52 |
28,0 |
1,293 (0,466-3,590) |
||
51-60 |
32 |
34,4 |
26 |
28,0 |
58 |
31,2 |
1,697 (0,662-4,351) |
||
|
>60 |
11 |
11,8 |
16 |
17,2 |
27 |
14,5 |
1,790 (0,709-4,518) |
Penelitian tentang
hubungan antara pertambahan umur dengan kejadian PGK di Jepang menunjukkan
bahwa proporsi penderita PGK lebih banyak pada kelompok umur yang lebih tua (Nitta et al., 2013).
Prevalensi PGK pun meningkat seiring pertambahan Umur (Hill, Fatoba, Oke, Hirst, Callaghan, et al., 2016). Dari data umur responden
di atas terlihat p value sebesar
0,636 sehingga disimpulkan bahwa umur tidak signifikan terhadap kejadian PGK.
3) Status
Perkawinan
Tabel
2 Hubungan antara
status perkawinan dengan kejadian PGK
Kategori |
kasus |
kontrol |
total |
OR |
p value |
||||
n |
% |
n |
% |
n |
% |
||||
Status Perkawinan |
|
|
|
|
|
|
|||
Belum Pernah Kawin |
6 |
6,5 |
11 |
11,8 |
17 |
9,1 |
0,468 (0,107-2,046) |
0,448 |
|
Kawin |
80 |
86,0 |
76 |
81,7 |
156 |
83,9 |
0,902
(0,290-2,806) |
||
|
Janda/Duda |
7 |
7,5 |
6 |
6,5 |
13 |
7,0 |
1 |
Dari data umur responden
di atas terlihat faktor risiko pada kelompok responden yang belum kawin dan
kawin berturut-turut sebesar 0,4 kali dan 0,9 kali dibandingkan dengan
janda/duda, namun p value sebesar
0,448 menunjukkan bahwa status perkawinan tidak signifikan terhadap kejadian
PGK. Odds Ratio dengan nilai < 1 menunjukkan faktor protektif, dengan nilai
OR pada kelompok responden belum pernah kawin lebih rendah daripada kelompok
responden yang kawin, kemungkinan berkaitan dengan faktor umur seperti telah
dibahas pada bagian sebelumnya, karena kebanyakan kelompok responden yang kawin
usianya lebih tua dibanding yang belum kawin.
4) Pendidikan
Tabel
3 Hubungan antara
pendidikan responden dengan kejadian PGK
Kategori |
kasus |
kontrol |
total |
OR |
p value |
||||
n |
% |
n |
% |
n |
% |
||||
Pendidikan |
|
|
|
|
|
|
|||
Tidak Sekolah / Sekolah Dasar |
46 |
49,5 |
54 |
58,1 |
100 |
53,8 |
2,130 (0,764-5,937) |
0,014 |
|
Sekolah Lanjutan |
41 |
44,1 |
24 |
25,8 |
65 |
34,9 |
4,271
(1,461-12,481) |
||
|
Akademi/Universitas |
6 |
6,5 |
15 |
16,1 |
21 |
11,3 |
1 |
Dari data pendidikan
responden di atas terlihat p value
sebesar 0,014 sehingga latar belakang pendidikan berpengaruh signifikan
terhadap kejadian PGK. OR pada kelompok pendidikan paling tinggi sekolah dasar
dan sekolah lanjutan bertururt-turut sebesar 2,1 dan 4,2 kali dibanding dengan
pendidikan akademi/universitas. Penelitian di kota Bogor mendapatkan hasil
tidak ada hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan PGK (p=0,270),
namun menyatakan hal yang sama terkait faktor protektif dari tingkat pendidikan
yang lebih tinggi terhadap penyakit PGK (OR=0,485; 95% CI = 0,216-1,091) (Rosiana, 2018).
5) Pekerjaan
Tabel 4 Hubungan antara pekerjaan dengan kejadian
PGK
Pekerjaan |
kasus |
kontrol |
Total |
OR |
p value |
||||
n |
% |
n |
% |
n |
% |
||||
Pekerjaan intelektual |
4 |
4,3 |
19 |
20,4 |
23 |
12,4 |
0,261 (0,080-0,854) |
0,003 |
|
Pekerjaan fisik* |
49 |
52,7 |
29 |
31,2 |
78 |
41,9 |
2,098 (1,072-4,102) |
||
pekerjaan dirumah |
11 |
11,8 |
9 |
9,7 |
20 |
10,8 |
1.517 (0,554-4,156) |
||
|
tidak bekerja |
29 |
31,2 |
36 |
38,7 |
65 |
34,9 |
1 |
���������������� * hubungan bermakna
Dari
hasil penelitian di atas, responden dengan pekerjaan berhubungan secara
bermakna dengan PGK (p=0,003). Pekerjaan�
yang berkaitan dengan fisik memiliki risiko sebesar 2,0 kali (OR=2,098;
95% CI =1,072-4,102) untuk mengalami PGK dibanding kelompok responden yang tidak
bekerja. Penelitian di Turki menunjukkan hasil bahwa jumlah penderita PGK lebih
banyak berasal dari pekerja tidak terdidik (unskilled
workers) (Kazancioǧlu,
2013)
yang
banyak berasosiasi dengan pekerjaan fisik. Penelitian di Amerika Serikat juga
menunjukkan hubungan yang bermakna antara aktivitas fisik yang berat dengan eGFR yang meningkatkan keparahan PGK (Marquis, 2010).
Kaitan
antara pekerjaan yang menyangkut aktifitas fisik dengan OR PGK mungkin
diakibatkan karena tingginya aktifitas fisik menyebabkan munculnya kebiasaan
yang kurang sehat, seperti banyak mengkonsumsi minuman yang mengandung kadar
gula dan mineral yang tinggi, atau kebiasaan merokok.� Penelitian di Ponorogo juga menunjukkan
faktor dominan terjadinya PGK adalah aktifitas berat (68%) (Isroin, 2014).
6) Pendapatan
Tabel 5 Hubungan
antara pendapatan dengan kejadian PGK
Pendapatan |
kasus |
kontrol |
total |
OR |
p value |
||||
n |
% |
n |
% |
n |
% |
||||
≤Rp. 1.000.000 |
26 |
28,0 |
23 |
24,7 |
49 |
26,3 |
1,837 (0,794-4,247) |
0,371 |
|
>Rp. 1000.000 - 2.000.000 |
27 |
29,0 |
22 |
23,7 |
49 |
26,3 |
1,994 (0,861-4,617) |
||
>Rp. 2.000.000 - 3.000.000 |
13 |
14,0 |
7 |
7,5 |
20 |
10,8 |
3,018 (0,995-9,157) |
||
>Rp. 3.000.000 - 5000.000 |
8 |
8,6 |
11 |
11,8 |
19 |
10,2 |
1,182 (0,392-3,562) |
||
> Rp. 5.000.000 |
3 |
3,2 |
4 |
4,3 |
7 |
3,8 |
1,219 (0,241-6,167) |
||
|
Tidak Tahu |
16 |
17,2 |
26 |
28,0 |
42 |
22,6 |
1 |
�
Dari hasil
penelitian ini terlihat nilai OR terbesar adalah pada kelompok penghasilan
>2.000.000-3.000.000 atau di atas UMR. Hal ini kemungkinan berkaitan
dengan� pendapatan yang lebih dari
pendapatan per kapita di Kabupaten Cirebon (BPS Kabupaten Cirebon, 2018) individu
cenderung berubah pola makan dan pola minumnya yang bisa jadi kurang sehat,
misalnya banyak mengkonsumsi fastfood,
sofdrink, dan sebagainya. Sebagai
perbandingan, hasil penelitian di India dan Amerika Serikat juga menunjukkan
bahwa sesorang dengan pendapatan yang rendah lebih berpotensi mengalami PGK (Anand et al., 2017) demikian
pula� di Australia (Johnson, 2012). Peningkatan
pendapatan lebih dari dua kali pendapatan perkapita menunjukkan penurunan nilai
OR, hal ini mungkin disebabkan karena masyarakat dengan pendapatan yang lebih
tinggi memiliki alokasi biaya yang lebih besar untuk menjaga kesehatan. Namun
ada juga hasil penelitian yang menunjukkan prevalensi PGK justru lebih tinggi
pada kelompok dengan pendapatan yang lebih tinggi (Eva, 2015). Nilai p = 0,446
menunjukkan pendapatan tidak berhubungan secara bermakna dengan PGK.
b.
Faktor
risiko yang dapat dimodifikasi
1) Gaya
hidup
a) Konsumsi
makanan olahan/fast-food/junk-food
Tabel
6 Hubungan antara
konsumsi makanan olahan/fast-food/junk-food
dengan kejadian PGK
Konsumsi makanan |
kasus |
kontrol |
OR |
p -value |
|
n (%) |
n (%) |
|
|||
makanan tinggi lemak dan garam* |
62 (66,7) |
43 (46,2) |
7,086 (0,976-8,379) |
0,008 |
|
makanan tinggi garam* |
46 (49.5) |
22 (23,7) |
3,159 (1,686-5,917) |
0,000 |
|
makanan daging olahan* |
41 (44.1) |
27 (29,0) |
1,927 (1,051-3,535) |
0,048 |
|
* hubungan bermakna |
Dari
tabel di atas terlihat kebiasaan mengkonsumi makanan mengandung lemak dan garam
tinggi meningkatkan risiko kejadian PGK sebanyak 7 kali, dengan nilai 0,008
yang berarti ada hubungan bermakna. Makanan dengan kadar lemak yang tinggi
dapat memperberat kerja ginjal, sesuai penelitian Wei Ribao di China yang
menyatakan bahwa peningkatan kadar lemak dalam darah berefek terhadap
insufisiensi ginjal (Ribao et al., 2017).
Konsumsi
maknanan tinggi garam berhubungan secara bermakna (p=0,000) pada kejadian PGK
dengan meningkatkan risiko 3,1 kali, demikian pula konsumsi daging olahan
meningkatkan risiko 1,9 kali dengan p= 0,048 yang� artinya berhubungan secara bermakna.
Tingginya asupan garam berlebih menunjukkan�
peningkatan eGFR, albuminuria atau proteinuria (Nomura, n.d.) dan peningkatan serum
osmolaritas (Kuwabara et al., 2017)
sehingga meningkatkan risiko PGK.
b) Konsumsi
minuman dan kebiasaan minum
Tabel 7 Hubungan
antara konsumsi minuman dan kebiasaan minum dengan
kejadian PGK
Konsumsi minuman |
kasus |
kontrol |
OR |
p -value |
|
n (%) |
n (%) |
||||
minuman soda/gula mineral tinggi * |
42 (45,2) |
17 (18,7) |
3,682 (1,892-7,165) |
0,000 |
|
minuman teh, kopi, coklat, alkohol |
54 (58,1) |
51 (54,8) |
1,140 (0,638-2,037) |
0,087 |
|
minum air sumur |
75 (84,9) |
69 (74,2) |
1,449 (0,725-2,898) |
0,381 |
|
konsumsi air putih sehari |
|||||
1-4 gelas* |
40 (43,0) |
2 (2,2) |
34,340 (7,975-147,858) |
0,000 |
|
5-8 gelas* |
29 (33,3) |
58 (62,4) |
0,273 (0,149-0,502) |
0,000 |
|
|
>8 gelas |
24 (25,8) |
33 (35,5) |
0,632 (0,337-1,187) |
0,203 |
* hubungan bermakna |
Pada
penelitian ini responden yang sering meminum minuman soda/tinggi gula dan
mineral 3,7 kali lebih berisiko terkena PGK dengan nilai p = 0,000 yang
menunjukkan hubungan bermakna kebiasaan minuman soda/ tinggi gula dan mineral
dengan PGK. Penelitian di Bogor juga mendapatakan OR 4,63 (95% CI =
2,43-8,82) dan nilai p = 0,000 pada responden yang sering minum soda (Delima, Andayasari et al., 2014).
Hal ini serupa dengan hasil penelitian di London yang menyatakan tingginya
konsumsi minuman dengan pemanis buatan (yang biasa ditemukan pada minuman
soda/tinggi gula dan mineral) berisiko albuminuria (OR 1,4; 95% CI = 1,1-1,7) dan berisiko PGK (OR 2,3; 95% CI = 1,1-1,69) (Sontrop, Dixon, Garg, Buendia-Jimenez, et al., 2013).
Kebiasaan
konsumsi minuman teh, kopi, coklat atau alkohol, nilai p > 0,05 yang
menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna dengan PGK. Penelitian di Korea
menemukan bahwa konsumi kopi sebanyak 1 cangkir atau lebih per harinya dapat
berisiko menurunkan GFR sebesar -0,75 (-0,84 hingga -0,72) mL/min/1,73m2
per tahun (Jhee et al., 2018).
Hal ini menunjukkan risiko konsumi kopi terhadap PGK. Pada penelitian ini
kebiasaan konsumsi kopi, teh atau coklat lebih berisiko 1,14 kali terkena PGK.
Penelitian
di Sri Lanka menemukan responden yang meminum air sumur lebih berisiko terkena
PGK (OR=4,82; 95% CI =2,27-10,24) (Jayasumana et al., 2015).
Hasil penelitian ini juga menunjukkan konsumi air sumur lebih berisiko 1,4 kali
terkena PGK, namun nilai p < 0,05 sehingga tidak memiliki hubungan yang
bermakna.
Reseponden
yang kurang minum air putih 1-4 gelas sehari 34 kali lebih berisiko terkena PGK
dibandingkan dengan mereka yang minum air putih > 8 gelas per hari, dengan
nilai p = 0,000 yang menunjukkan hubungan bermakna antara jumlah air putih yang
diminum dengan PGK. Konsumsi air putih per hari sebanyak 5-8 gelas menunjukkan
nilai OR <1 (0,273), yang berarti faktor protektif. Hal ini sama dengan
hasil penelitian di Perancis yang menemukan bahwa konsumi air (terutama air
putih) dalam jumlah banyak menjadi faktor protektif untuk ginjal (Sontrop, Dixon, Garg, & Clark, 2013). Penelitian di London
juga menunjukkan prevalensi PGK tertinggi ditemukan pada individu yang kurang
minum air putih, dan prevalensi itu menurun pada individu yang meminum air
putih lebih banyak (Sontrop, Dixon, Garg, Buendia-Jimenez, et al., 2013).
c) Konsumsi
obat, jamu, herbal, multivitamin dan mineral
Tabel
8. hubungan antara konsumsi
obat AINS,
�stelan�, jamu racikan khusus, herbal China dengan kejadian� PGK
Konsumsi |
kasus |
kontrol |
OR |
p value |
n (%) |
n (%) |
|||
Obat AINS, �stelan�, jamu
racikan khusus, herbal China |
8 (80,0) |
2 (20,0) |
4,282
(0,884-20,737) |
0,104 |
Pada
penelitian ini konsumsi obat AINS, obat stelan, jamu dengan racikan khusus dan
herbal China menunjukkan nilai p = 0,104 yang berarti tidak ada perbedaan yang
bermakna antara kelompok kasus dengan kelompok kontrol. Namun diperoleh OR
sebesar 4,282 (95% CI = 0,884-20,737). Penelitian di Yogyakarta menyatakan
riwayat penggunaan obat analgetika dan OAINS memiliki OR 0,0160 (0,074-0,347)
namun p < 0,05 (Pranandari, 2015).
Vivekanand Jha menyebutkan bahwa obat bahan alam dapat menyebabkan cedera
ginjal akut (Acute Kidney Injury,
AKI) (Jha & Rathi, 2008).
Purav Mody menyebukan bahwa terdapat hubungan antara AKI dengan gagal ginjal (Jhee et al., 2018).
Tsai di Taiwan menyatakan bahwa obat OTC (over
the counter, obat bebas) herbal china merupakan faktor risiko yang kuat (OR
10,84; 95% CI 5,77-20,35) terhadap kejadian ESRD (Tsai,
2009). Laily menemukan hubungan yang bermakna antara minum
jamu dengan PGK (p = 0,035) (Isroin, 2014)
Penelitian di Jakarta juga mendapatakan OR 1,94
(1,40-2,70) dan nilai p = 0,000 pada responden yang sering minum jamu (Delima, Andayasari et al., 2014)
d) Merokok
Dari
analisis data yang diperoleh, responden dengan kebiasaan merokok lebih berisiko
mengalami PGK dengan OR sebesar 2,517 (95% CI 1,204 � 5,264) p = 0,020, dengan
demikian kebiasaan merokok berhubungan secara signifikan dengan PGK. Namun
hasil Penelitian di Jakarta menunjukkan kebiasaan merokok tidak berpengaruh
secara bermakna (OR 1,39, CI 95% 0,96-2,00, p=0,08) terhadap PGK.(Delima, Andayasari et al., 2014)
2) Riwayat
penyakit
Tabel 9 Hubungan
antara riwayat penyakit dengan kejadian PGK
Riwayat penyakit |
Kasus |
kontrol |
OR |
p value |
n (%) |
n (%) |
|||
Masalah pada ginjal |
12 (12,9) |
4 (4,3) |
3,296 (0,914-9,743) |
0,067 |
Hipertensi* |
38 (40,9) |
6 (6,5) |
10,018 (3,973-25,261) |
0,000 |
Diabetes mellitus* |
19 (20,4) |
2 (2,2) |
11,682 (2,636-51,783) |
0,000 |
Penyakit jantung dan pembuluh darah |
8 (2,2) |
2 (0,0) |
4,282 (0,884-20,737) |
0,104 |
* hubungan bermakna |
Berdasarkan
hasil analisis bivariat ditemukan faktor risiko riwayat penyakit yang memiliki
hubungan bermakna dengan PGK yaitu riwayat penyakit hipertensi dan diabetes
mellitus dengan nilai p keduanya sebesar 0,000 dan nilai OR berturut-turut 10,018 (3,973-25,261) dan 11,682 (2,636-51,783). Penelitian di Palembang menemukan riwayat
penyakit� hipertensi sebanyak 57,7%,
riwayat DM sebanyak 25% (Tjekyan, 2014). Penyakit hipertensi dan
diabetes mellitus merupakan faktor risiko terbesar dari PGK di berbagai wilayah
di dunia (Jha & Rathi, 2008) (Isroin, 2014) (Tjekyan, 2014) (Krittayaphong et al., 2017).
Sedangkan
riwayat penyakit yang tidak memiliki hubungan bermakna dengan PGK yaitu masalah
pada ginjal dan penyakit jantung/pembuluh darah dengan nilai p berturut-turut
sebesar 0,067 dan 0,104. Kedua penyakit ini ditemukan juga pada penelitian di
RS Moh. Husni Palembang dimana terdapat penderita PGK yang memiliki masalah
pada ginjal sebanyak 18% (10% Infeksi Saluran Kemih, 8% Batu saluran kemih).
2.
Hasil
Analisis Multivariat
Analisis multivariat
dilakukan setelah terlebih dahulu dilakukan seleksi terhadap variabel-variabel
yang dianalisis secara bivariat. Seleksi ini didasarkan pada nilai signifikansi
(nilai p). Suatu variabel akan dianalisis secara multivariat jika memiliki hubungan yang bermakna dengan PGK (p ≤ 0,05) dan variabel
potensial (0,05 < p ≤ 0,25) (Dr. H. Arif Sumantri, 2011).
Tabel model awal yang
berisi 14 variabel yang akan dianalisis secara multivariat tercantum pada
Lampiran 1 halaman 66 Tabel V.19. Setelah dilakukan analisis regresi logistik,
akan tampil output dari SPSS yang mencantumkan nilai p dan OR. Dari 14 variabel
tadi, satu variabel dengan nilai p terbesar kemudian dihapus sehingga
menyisakan 13 variabel. Analisis regresi logistik dilakukan kembali terhadap 13
variabel tadi, dan dari outputnya kembali dihapus satu variabel dengan nilai p
terbesar sehingga menyisakan 12 variabel. Demikian seterusnya sampai
menghasilkan output dengan semua variabel memiliki nilai p <0,05 (final
model).�
Hasil
analisis multivariat diperoleh seperti pada tabel� berikut ini.
Tabel 10 Hasil
Analisis Multivariat final model
Variabel |
OR |
95%CI |
p value |
Pekerjaan* |
� |
0,033 |
|
����������������� Pekerjaan
intelektual * |
0,104 |
�(0,018-0,592) |
0,011 |
�����������������
Pekerjaan fisik |
1,099 |
�(0,343-3,522) |
0,873 |
�����������������
Pekerjaan dirumah |
1,236 |
(0,218-6,992) |
0,811 |
�����������������
Tidak bekerja |
1 |
||
Hipertensi* |
46,481 |
�(11,444-188,784) |
0,000 |
Diabetes mellitus* |
25,239 |
�(3,680-173,093) |
0,001 |
Konsumsi AINS/obat stelan/jamu racikan khusus/herbal
China* |
12,542 |
�(1,353-116,267) |
0,026 |
Konsumsi air putih per hari* |
0,000 |
||
����������������� 1-4 gelas* |
46,717 |
�(7,228-301,926) |
0,000 |
�����������������
5-8 gelas |
0,570 |
�(0,193-1,678) |
0,307 |
������ �����������>8 gelas |
1 |
||
Konsumsi minuman mengandung gula dan mineral tinggi * |
3,808 |
�(1,207-12,012) |
0,023 |
Konsumsi maknan mengandung garam tinggi * |
10,317 |
�(3,331-31,954) |
0,000 |
* hubungan bermakna |
Dari
hasil analisis multivariat di atas, diperoleh variabel faktor risiko yang
memiliki hubungan bermakna (p <0,05) dengan kejadian PGK yaitu pekerjaan,
riwayat penyakit hipertensi, riwayat penyakit diabetes melitus, konsumsi obat
AINS/obat �stelan�/jamu
racikan khusus/herbal China, konsumsi air putih, konsumsi minuman mengandung
mineral dan gula tinggi, dan konsumsi makanan mengandung garam tinggi.
Penyakit
Hipertensi dan diabetes
mellitus masih menjadi faktor risiko tertinggi terhadap kejadian PGK di
Indonesia (P. D. K. Kesehatan, 2017) (Kementrian kesehatan RI, 2018).
Hal yang sama ditemukan juga pada penelitian ini, dengan OR berturut-turut
sebesar 46,48 (95% CI 11,444-188,784) dan 25,24 (95% CI 3,680-173,093).
Kesimpulan
Faktor-faktor risiko yang
berhubungan secara bermakna dengan kejadian PGK di RSUD Arjawinangun dan Waled Kabupaten
Cirebon adalah pekerjaan, riwayat penyakit hipertensi, riwayat penyakit
diabetes mellitus, sering mengkonsumsi
obat AINS/obat �stelan�/� jamu dengan
racikan khusus/herbal barat maupun china, konsumsi air
putih, sering mengkonsumsi minuman yang mengandung kadar mineral/gula tinggi,
sering mengkonsumsi makanan yang mengandung garam tinggi.
BIBLIOGRAFI
A, Setiawati.
(2012). Drug Use in Patients with Renal Failure. CDK-195/ vol. 39 no. 7. www.kalbemed.com
Anand, S., Kondal, D., Montez-rath, M., Zheng, Y., Shivashankar,
R., Singh, K., Gupta, P., Gupta, R., Ajay, S., Mohan, V., Pradeepa, R., Tandon,
N., Ali, K., Narayan, K. M. V., Chertow, G. M., Kandula, N., Prabhakaran, D.,
& Kanaya, A. M. (2017). Prevalence of chronic kidney disease and risk
factors for its progression : A cross-sectional comparison of Indians
living in Indian versus U . S . cities. 1�14.
BPS Kabupaten Cirebon. (2018). Kabupaten Cirebon Dalam
Angka 2018.
Chasani, S. (2008). Antibiotik Nefrotoksik: Penggunaan
Pada Gangguan Fungsi Ginjal.
Cirebon, B. K. (2018). Kabupaten Cirebon Dalam Angka 2018.
https://cirebonkab.bps.go.id
Data, P., & RI, I. K. K. (2017). Situasi penyakit ginjal
kronis. Kementerian Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Delima, Andayasari, L., Widowati, L., Gitawati, R.,
Sihombing, M., & Tjahja, I. (2014). Faktor Risiko Penyakit Ginjal
Kronik : Studi Kasus Kontrol di Empat Rumah Sakit di Jakarta Tahun 2014.
17�26.
Dr. H. Arif Sumantri, S. M. (2011). Metodologi Penelitian
Kesehatan.
Eva, S. (2015). Faktor Risiko Penyakit Ginjal Kronik
Berdasarkan Analisis Cross-sectional Data Awal Studi Kohort Penyakit Tidak
Menular Penduduk Usia 25-65 Tahun di Kelurahan Kebon Kalapa , Kota Bogor Tahun
2011. 1, 14�17.
Evitasari, D. (2016). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Perilaku Pemberian Makanan Pendamping ASI Bayi Usia< 6 Bulan. Syntax
Literate; Jurnal Ilmiah Indonesia, 1(3), 39�49.
Hill, N. R., Fatoba, S. T., Oke, J. L., Hirst, J. A.,
Callaghan, A. O., Lasserson, D. S., & Hobbs, F. D. R. (2016). Global
Prevalence of Chronic Kidney Disease � A Systematic Review and Meta-Analysis.
1�18. https://doi.org/10.5061/dryad.3s7rd.Funding
Hill, N. R., Fatoba, S. T., Oke, J. L., Hirst, J. A.,
O�Callaghan, C. A., Lasserson, D. S., & Hobbs, F. D. R. (2016). Global
prevalence of chronic kidney disease�a systematic review and meta-analysis. PloS
One, 11(7), e0158765.
Isroin, L. (2014). Prevalensi faktor risiko gagal ginjal
kronik.
Jayasumana, C., Paranagama, P., Agampodi, S., Wijewardane,
C., & Gunatilake, S. (2015). Drinking well water and occupational
exposure to Herbicides is associated with chronic kidney disease, in
Padavi-Sripura, Sri Lanka. 1�10.
Jha, V., & Rathi, M. (2008). Natural Medicines Causing
Acute Kidney Injury. 28(4), 416�428.
https://doi.org/10.1016/j.semnephrol.2008.04.010
Jhee, J. H., Nam, K. H., An, S. Y., Cha, M. U., Lee, M.,
Park, S., Kim, H., Yun, H. R., Kee, Y. K., Park, J. T., Chang, T. I., Kang, E.
W., Yoo, T. H., Kang, S. W., & Han, S. H. (2018). Effects of Coffee Intake
on Incident Chronic Kidney Disease: A Community-Based Prospective Cohort Study.
American Journal of Medicine.
https://doi.org/10.1016/j.amjmed.2018.05.021
Johnson, D. (2012). Risk factors for early chronic kidney
disease. Jama, 22(7), 32�41.
Kazancioǧlu, R. (2013). Risk factors for chronic kidney
disease: An update. Kidney International Supplements, 3(4),
368�371. https://doi.org/10.1038/kisup.2013.79
Kementrian kesehatan RI. (2018). Hasil utama riskesdas
2018. 61. https://doi.org/1 Desember 2013
Kesehatan, K., Penelitian, B., & Kesehatan, P. (2018).
Hasil Utama RISKESDAS 2018. Jakarta [ID]: Balitbangkes Kementerian Kesehatan.
Kesehatan, K., & RI, K. K. (2013). Riset kesehatan dasar.
Jakarta: Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Kesehatan, P. D. K. (2017). InfoDATIN, Situasi Penyakit Ginjal
Kronis.
Krittayaphong, R., Rangsin, R., Thinkhamrop, B., Hurst, C.,
& Rattanamongkolgul, S. (2017). Prevalence of chronic kidney disease
associated with cardiac and vascular complications in hypertensive
patients : a multicenter , nation-wide study in Thailand. 1�10.
https://doi.org/10.1186/s12882-017-0528-3
Kuwabara, M., Hisatome, I., Roncal-jimenez, C. A., Niwa, K.,
Andres-hernando, A., Jensen, T., Bjornstad, P., Milagres, T., Cicerchi, C.,
Song, Z., Garcia, G., Sa, L. G., Ohno, M., Lanaspa, M. A., & Johnson, R. J.
(2017). Increased Serum Sodium and Serum Osmolarity Are Independent Risk
Factors for Developing Chronic Kidney Disease ; 5 Year Cohort Study.
1�14. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0169137
Lifestye.kompas.com. (2016). Peredaran Obat Tak Terkendali.
http://lifestyle.kompas.com/read/2016/08/08/170700023/Peredaran.Obat.Tak.Terkendali
Marquis, H. (2010). The Association Between Physical
Activity And Renal Function Heart Rate Recovery as a Predictor of Stroke
Incidence in Men with Metabolic Syndrome. 58, 2010.
MEE, A. L. B. (2002). Pharmacotherapy, A Patophysiology
Approach. 5th ed. Dipiro JT (Mc Graw-Hill (ed.)).
Nitta, K., Okada, K., Yanai, M., & Takahashi, S. (2013).
Aging and chronic kidney disease. Kidney and Blood Pressure Research, 38(1),
109�120.
Nomura, K. (n.d.). Renal function in relation to sodium
intake: a quantitative review of the literature. Kidney
International, 1�12. https://doi.org/10.1016/j.kint.2016.11.032
Pranandari, R. (2015). Faktor Risiko Gagal Ginjal Kronik Di
Unit Hemodialisis RSUD Wates Kulon Progo. Majalah Farmaseutik, 11(2),
316�320.
Rahadi, M. (2013). Cost Benefit Analysis Hemodialisa
dengan Sistem KSO dan dikelola Sendiri di RSUD Subang Tahun 2013. 16�21.
Registry, I. R. (n.d.). 8 th Report Of Indonesian Renal
Registry. http://www.indonesianrenalregistry.org/
Ribao, W., Yang, W., & Tingyu, S. (2017). Dynamic
Analysis of Kidney Function and Its Correlation with Nutritional Indicators in
a Large Sample of Hospitalized Elderly Patients. 1956�1962.
https://doi.org/10.12659/MSM.904374
Rosiana, (2018), Analisis Faktor
Risiko dan Komparatif Biaya Pengobatan Penyakit Ginjal Kronis pada Pasien
Hemodialisis di RS X:53.
Sontrop, J. M., Dixon, N., Garg, X., & Clark, W. F.
(2013). Association between Water Intake , Chronic Kidney Disease , and
Cardiovascular Disease : A Cross-Sectional Analysis of NHANES Data.
434�442. https://doi.org/10.1159/000350377
Sontrop, J. M., Dixon, S. N., Garg, A. X., Buendia-Jimenez,
I., Dohein, O., Huang, S. H. S., & Clark, W. F. (2013). Association between
water intake, chronic kidney disease, and cardiovascular disease: A
cross-sectional analysis of NHANES data. American Journal of Nephrology,
37(5), 434�442. https://doi.org/10.1159/000350377
Tjekyan, S. (2014). Prevalensi dan Faktor Risiko Penyakit
Ginjal Kronik di RSUP Dr . Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2012. 4,
275�282.
Su-Ying Tsai, Hung-Fu
Tseng, Hsiu-Fen Tan, Yu-Shu Chien, and Chia-Chu
Chang, 2009, End-stage Renal Disease in
Taiwan: A Case�Control Study.
J Epidemiol 2009;19(4):169-176