Syntax Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia � ISSN : 2541-0849

e-ISSN : 2548-1398

Vol. 2, No 3 Maret 2017

 


MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA PADA PEMBELAJARAN PKN DENGAN PENGGUNAAN METODE PEMECAHAN MASALAH

Nining Nurningsih Anwar

SD Negeri Silih Asuh 2 Cirebon

Email : [email protected]

Abstrak

Mata Pelajaran Kewarganegaraan adalah mata pelajaran umum yang ada di sekolah dasar. Namun demikian, kendati pelajaran umum, pendidikan kewarganegaraan atau PKn jarang diminati peserta didik. Akibatnya, menurut pengamatan penulis, hasil akhir pada mata pelajaran PKn selalu berada di bawah passing graduate. Hal ini tentu menimbulkan keprihatinan. Sehingga, pada penelitian kali ini, peneliti memfokuskan penelitian pada peningkatan nilai/hasil belajar dan aktivitas belajar siswa kelas 5 SD Negeri Silih Asuh 2 Cirebon. Dimana kelas 5 SD Negeri Silih Asuh 2 Cirebon sendiri adalah kelas yang peneliti ampu. Di sisi lain, kelas tersebut juga merupakan kelas dengan rata-rata nilai PKn yang relatif rendah, sehingga sangat cocok untuk dijadikan tempat sekaligus subjek penelitian. Penelitian ini sendiri menggunakan metode problem solving atau pemecahan masalah. Dimana, pada penerapannya, metode ini diterapkan pada tiga siklus. Pada dasarnya penerapan metode ini selalu menunjukan hal positif tiap siklus dengan peningkatan nilai/hasil belajar siswa. Di sisi lain, penerapannya yang ringan juga dianggap siswa sebagai kemudahan. Merujuk pada dua gambaran tadi, bisa dikatakan bahwa metode pembelajaran problem solving sangat ideal jika diterapkan pada mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan di kelas 5 SD Negeri Silih Asuh 2 Cirebon.

 

Kata Kunci: PKn, Problem Solving.

 

Pendahuluan

Sistem Pendidikan Nasional merupakan seluruh komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan Nasional (Undang-undang Sisdiknas, 2003:3). Sedangkan tujuan Pendidikan Nasional secara mikro adalah membentuk manusia yang memiliki iman dan takwa pada Tuhan YME, beretika (beradab dan berwawasan budaya), memiliki pemikiran yang baik (maju, cakap, cerdas, inovatif, dan bertanggung jawab), mampu berkomunikasi dengan baik (tertib dan sadar hukum, kooperatif dan kompetitif serta demokratis), dan berbadan sehat sehingga menjadi manusia mandiri.

Dirjen Dikdasmen Depdiknas menyampaikan bahwa Salah satu kelemahan Sistem Pendidikan Nasional yang dikembangkan, di tanah air adalah kurangnya perhatian pada mutu keluaran (output). Akibatnya dalam pembelajaran guru lebih sekedar memenuhi target administratif, sesuai petunjuk pelaksanaan, daripada berfokus kepada hasil pembelajaran yang akan dicapai.

Untuk mencapai tujuan di atas, beberapa unsur yang saling terkait, seperti kurikulum, guru, peserta didik, sarana prasarana, dan sebagianya harus dapat saling melengkapi. Guru misalnya, untuk mencapai tujuan, guru harus menggunakan kurikulum sebagai acuan, serta memanfaatkan prasarana yang tersedia guna menunjang keberhasilan pendidikan yang dituangkan dalam sebuah pembelajaran.

Dengan menggunakan satu atau beragam metode pembelajaran guru diharapkan dapat menghasilkan sebuah proses pembelajaran yang kreatif dan inovatif agar peserta didik cenderung memliki minat untuk belajar. Karena pada hakikatnya belajar merupakan sebuah perbuatan yang komplek, yang keberhasilannya ditentukan oleh berbagai faktor. Pembelajaran menurut Undang-Undang Sisdiknas (2003:5) adalah proses interaksi yang dilakukan oleh pendidik dan peserta didik yang melibatkan sumber belajar pada lingkungan tertentu. Artinya, dalam sebuah lingkungan belajar harus diciptakan sebuah hubungan yang saling mengisi antara guru, siswa dan sumber belajar itu sendiri.

Keberhasilan sebuah pembelajaran umumnya ditentukan oleh beberapa jenis faktor, seperti; tingkat kematangan dan usia peserta didik, penguasaan materi pelajaran oleh guru, lingkungan sekitar, pemilihan media serta metode pengajaran yang tepat. Jika berkaca pada penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa pemilihan metode pembelajaran yang tepat akan sangat berpengaruh pada keberhasilan pembelajaran itu sendiri. Artinya, guru merupakan penentu utama dalam memilih metode yang dianggap tepat untuk digunakan.

Dalam kasus ini guru adalah fasilitator. Seperti yang tercantum dalam Undang-undang Sisdiknas (2003:25) bahwa pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis dan dialogis. Dengan demikian anak tidak akan merasa bosan dalam belajar. Namun demikian, kendati seperti itu, pemilihan dan penerapan motede pembelajaran juga harus diperhatikan dengan baik. Sebab, seperti yang diketahui, setiap metode pembelajaran memiliki alur dan bentuk yang beraneka ragam. Sehingga, untuk memelih metode yang diyakini tepat, pendidik seyogyanya mempertimbangkan kebutuhan dan mata pelajaran yang diajarkan. Pun dengan mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan (PKn) yang harus menggunakan metode yang fun, tidak membosankan, dan efektif untuk pembelajaran. Seperti yang diketahui, PKn sendiri adalah media pengajaran yang mengINdonesiakan siswa, baik itu secara sadar, cerdas, ataupun penuh tanggung jawab (Cholisin: 2008). Menurut pendapat lain, PKn menurut Samsuri (2001) adalah mata pelajaran yang menyiapkan generasi muda dalam hal pelajar untuk menjadi seorang warga negara yang mempunyai kecakapan, nilai dan pengetahuan yang diperlukan untuk bisa berpartisipasi aktif dalam masyarakat.

Jika merujuk pada gambaran di atas, penulis bisa menyimpulkan bahwa PKn adalah mata pelajaran yang fokus dalam mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, pembentukan gagasan yang berkaitan dengan isu sosial dan kewarganegaraan, serta penyiapan generasi muda guna menjadi warga negara yang baik dan cakap bermasyarakat. Pendidikan kewarganegaraan di SD mempunyai fungsi dan tujuan sebagai berikut: Pendidikan kewarganegaraan berfungsi untuk mengembangkan pengetahuan, nilai, sikap, dan keterampilan siswa tentang masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia. Pendidikan kewarganegaraan bertujuan :

1.        Mengajarkan konsep-konsep dasar sosiologi, geografi, ekonomi, sejarah, dan kewarganegaraan menggunakan pendekatan pedagogis dan psikologis.

2.        Mengembangkan keterampilan untuk berpikir kreatif, kritis, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan sosial.

3.        Membangun komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan.

4.        Meningkatkan keterampilan team work dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, baik secara nasional maupun global.

Terlepas dari apa dan bagaimana PKn menurut pengertiannya, berdasarkan penemuan peneliti di lapangan, hingga kini, hasil akhir pada mata pelajaran PKN menunjukan angka yang kurang memuaskan, karena semua itu hanya diperoleh melalui informasi dari guru. Sedangkan siswa sendiri belum pernah mengalami kenyataan yang sesungguhnya, sehingga aspek kognitif lebih mendominasi hasil akhir dari pembelajaran. Akibat dari hal ini, pengetahuan yang didapat siswa pun menjadi kurang bermakna dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian perlu suatu upaya yang harus ditempuh oleh guru, untuk meningkatkan hasil sesuai dengan harapan.

Dalam PKn sendiri terdapat berbagai pembahasan. Dari sekian banyak pembahasan, NKRI adalah pembahasan yang peneliti fokuskan. Adapun alasan kenapa peneliti fokus pada pembahasan NKRI adalah karena minimnya tingkat kesadaran masyarakat, dalam hal ini siswa, pada keutuhan NKRI. Oleh karena hal itu, pada penelitian ini, peneliti fokus pada pemecahan masalah yang memiliki kaitan dengan pemahaman dan kesadaran tentang pentingnya keutuhan NKRI di lingkungan sekolah yang dianggap kurang baik, sehingga memerlukan alternatif pemecahan guna mencapai kesadaran yang diinginkan. Salah satu cara yang kerap digunakan adalah dengan metode pemecahan masalah yang diterapkan pada pembelajaran PKN. Adapun tujuan penelitian ini sendiri adalah untuk meningkatkan pemahaman siswa dalam pembelajaran PKn melalui penggunaan metode pemecahan masalah.

Harapan penulis, untuk kedepan, penelitian ini mampu memberi manfaat kepada:

1.      Guru

Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mencari solusi dan/atau jalan keluar atas fenomena yang terjadi pada siswa kelas 5 SD Silih Asuh 2 Cirebon. Di samping tujuan tadi, peneliti juga berharap hasil dari penelitian ini berguna, khususnya untuk pengembangan model pembelajaran guna mencapai pendidikan yang dicita-citakan.

2.      Siswa

Harapan penulis, setelah siswa mengikuti pembelajaran dan proses penelitian ini, siswa menjadi lebih aktif dalam proses pembelajaran sehingga pembelajaran menjadi lebih berkesan dan bermakna.

3.      Peneliti

Tujuan lain peneliti melakukan penelitian ini adalah untuk membantu peneliti lain pada permasalahan yang sama.

Metode Penelitian

Penelitian ini sendiri menggunakan metode pembelajaran berbasis masalah (problem solving). Problem Solving sendiri adalah penyajian bahan pelajaran dengan menjadikan masalah sebagai titik tolak pembahasan untuk dianalisis dan disintesis dalam usaha mencari pemecahan atau jawabannya oleh siswa (Sudirman, dkk: 1991). Di sisi lain, pemecahan masalah juga diartikan sebagai model pembelajaran yang mengajarkan penyelesaian masalah dengan memberikan penekanan pada terselesaikannya suatu masalah secara nalar (Gulo: 2002).

Menurut Djahiri (1983) problem sloving sendiri memberi beberapa manfaat, seperti: (1) mengembangkan sikap serta keterampilan siswa pada proses pemecahan masalah dan pengambilan keputusan secara objektif dan mandiri. (2) Mengembangkan kemampuan berbicara para siswa. (3) Melalui problem solving kemampuan berbicara kemudian diolah dan diproses dalam keadaan yang benar-benar dihayati dan diminati siswa. (4) Membina sikap penasaran dan cara berpikir positif mandiri.

Lebih lanjut, menurut Gulo (2002), ada prosedur dan tahapan yang harus dilalui pada penerapan problem solving. Pada tahapan pertama peserta didik dituntut untuk merumuskan masalah, mengetahui, serta memahami masalah secara jelas. Pada tahap kedua peserta didik dituntut untuk menelaah masalah menggunakan pengetahuan/knowladge yang dimiliki. Pada tahap lanjutan, yakni tahap tiga, peserta didik dituntut untuk merumuskan hipotesis, berimajinasi dan menghayati ruang lingkung, sebab-akibat dan alternatif penyelesaian masalah. Pada tahap keempat peserta didik dituntut untuk mampu mengumpulkan, mengelompokkan dan memetakan data sebagai upaya untuk pemenuhan bahan pembuktian hipotesis. Selanjutnya, pada tahap lima, peserta didik akan diarahkan untuk membuktikan hipotesis, menelaah dan membahas data guna mendapat kesimpulan untuk kepentingan hipotesis. Pada tahap akhir, yakni tahap enam, peserta didik kemudian diarahkan untuk memilih dan memilah penyelesaian menurut kapasitas masing-masing.

Metode pemecahan masalah pada penelitian ini diterapkan pada subjek penelitian, yakni siswa/siswi kelas 5 SD Negeri Silih Asuh 2 Cirebon. Alasan peneliti menggunakan siswa kelas 5 SD Negeri Silih Asuh 2 Cirebon adalah karena masih minimnya tingkat pemahaman siswa pada proses pembelajaran PKn. Di samping menggunakan siswa/siswi kelas 5 SD Negeri Silih Asuh 2 Cirebon, peneliti juga menggunakan pemahaman siswa pada proses pembelajaran PKn sebagai objek penelitian. Sedang untuk tempatnya sendiri, peneliti memilih SD Negeri Silih Asuh 2 Cirebon. Sekolah itu sendiri memiliki siswa dengan tingkat pemahaman pada pembelajaran PKn yang masih rendah, sehingga dibutuhkan metode dan/atau cara lain guna meningkatkan nilai kepahaman siswa pada proses pembelajaran PKn.

Pada penelitian ini pengumpulan data dilakukan melalui metode kuantitatif dengan mengumpulkan nilai siswa melalui tes yang dilakukan pada saat pembelajaran. Di samping pengumpulan data yang dilakukan metode kuantitatif, peneliti juga melakukan pengumpulan data kualitatif yang berorientasi pada proses pengamatan aktivitas belajar siswa. Pada proses ini pendidik melakukan pengamatan guna menilai aktivitas belajar yang dilakukan siswa pada proses pembelajaran.

 

Hasil dan Pembahasan

A.    Hasil

Penelitian sendiri dilakukan melalui tiga siklus. Berikut penjabaran dari masing-masing siklus yang dimaksud:

1.      Siklus I

Menurut hemat penulis, pada siklus I, kemampuan siswa dalam memahami materi yang diberikan pendidikan masih jauh dari apa yang diharapkan. Hal ini dapat dilihat dari skor yang diperoleh, masih di bawah skor yang diharapkan. Nilai rata-rata pre test adalah 40,7, dan path post test 61,6, artinya ada peningkatan sebanyak 20,9. Siswa yang memperoleh nilai lebih dari dan/atau sama dengan tujuh puluh berjumlah 13 orang atau sekitar 36,2%, sedangkan siswa mendapat nilai kurang dari tujuh puluh berjumlah 23 orang atau sekitar 63,8%.

Berikut tabel rekapitulasi nilai siswa yang menggambarkan hasil Penerapan metode pembelajaran problem solving di siklus I:

 

 

 

 

 

 

Tabel 1

Rekapitulasi Hasil Belajar Siswa Kelas 5 SD Negeri Silih Asuh 2 Cirebon di Siklus I

Nilai

Nilai ≥ 70

Passion Graduate

Jumlah

%

Jumlah Siswa Bernilai < 70

23

36,20%

70

Jumlah Siswa Bernilai ≥ 70

13

63,80%

Nilai Tertinggi

80

Nilai Terendah

40

Nilai Rata-Rata

61,6

 

 

����������� Menurut hemat penulis fenomena di atas terjadi akibat lemahnya tingkat kesadaran membaca yang dimiliki siswa, sehingga siswa tidak dapat menafsirkan substansi persoalan secara tepat. Faktor lain disebabkan oleh asingnya langkah-langkah yang terdapat pada metode pemecahan masalah ini, sebagai akibat kurangnya pemberian metode secara bervariasi pada pembelajaran. Di sisi lain, minimnya sosialisasi mengenai metode baru juga menjadi alasan kenapa nilai siswa masih banyak dibawah kriteria ketuntasan minimum.

����������� Melihat kondisi di atas, peneliti kemudian memberlakukan siklus II dengan antisipasi dan perbaikan guna mencegah kesalahan yang sama, yang dilakukan pada siklus I.

2.      Siklus II

Hasil analisis evaluasi yang dilaksanakan pada siklus kedua menunjukan adanya peningkatan, walau tergolong. Jika pada pre rest dan post test siklus pertama nilai rata-rata hanya mencapai 40,7 dan 61,6. Pada Siklus kedua menjadi 50,2 untuk pre test dan 67,20 untuk post test, atau meningkat 20, angka. Siswa dengan nilai kurang dari tujuh puluh berjumlah 11 orang atau 28,95%, sedangkan siswa dengan nilai lebih dari dan/atau sama dengan tujuh puluhberjumlah 25 orang atau sekitar 69,4%.

Berikut tabel rekapitulasi nilai siswa kelas 5 SD Negeri Silih Asuh 2 Cirebon, sekaligus gambaran dari penerapan metode problem solving pada kelas tersebut:

 

 

 

Tabel 2

Rekapitulasi Hasil Belajar

Siswa Kelas 5 SD Negeri Silih Asuh 2 Cirebon di Siklus II

Nilai

Nilai ≥ 70

Passion Graduate

Jumlah

%

Jumlah Siswa Bernilai < 70

11

28,95%

70

Jumlah Siswa Bernilai ≥ 70

25

69,40%

Nilai Tertinggi

80

Nilai Terendah

50

Nilai Rata-Rata

67,2

 

 

������ Jika dibandingkan dengan siklus I, nilai-rata siswa di siklus II mengalami kenaikan sebanyak 56 angka. Di samping kenaikan nilai rata-rata, penerapan metode pembelajara problem solving di siklus II juga membuahkan hasil berupa peningkatan jumlah siswa dengan nilai lebih dari 60. Jika pada siklus I total siswa dengan nilai lebih dari 60 berjumlah 13 orang, maka pada siklus II jumlah tersebut meningkatkan menjadi 25 orang, atau naik sekitar 12orang. Di samping adanya peningkatan jumlah siswa dengan nilai lebih 60, pada siklus II juga terjadi penurunan jumlah siswa dengan nilai kurang dari dan/atau sama dengan 60. Jika pada siklus I siswa dengan nilai kurang dari dan/atau sama dengan 60 berjumlah 23 siswa, maka pada siklus II jumlah tersebut turun menjadi 11 orang.

������ Merujuk pada tabel dan bahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pada siklus II penerapan metode problem solving tergolong baik, karena mampu memberikan dampak dengan meningkatkan pemahaman terhadap pembelajaran PKn dan jumlah siswa dengan nilai lebih dari 60. Namun demikian, kendati memberi dampak positif, penerapan metode ini masih ada kekurangan. Sebab, seperti yang diketahui, rata-rata nilai siswa pada siklus II masih ada pada angka 67,20, sehingga perlu dilakukan siklus lanjutan guna mencapai nilai yang diinginkan.

3.      Siklus III

����� Pada Siklus kedua, pre test dan post test adalah 50,2 dan 67,20, maka pada siklus ketiga ini nilai rata-rata pre test dan post test 5,50 dan 77,5, meningkat 22 angka. Siswa dengan nilai lebih dari dan/atau sama dengan tujuh puluh berumlah 36 orang atau sekitar 100%. Artinya, jika dikaji lebih jauh, prestasi yang siswa capai pada siklus III secara keseluruhan telah mencapai passing grade yang ditetapkan peneliti.

����� Berikut tabel rekapitulasi hasil belajar siswa kelas 5 SD Negeri Silih Asuh 2 Cirebon pada siklus III:

Tabel 3

Rekapitulasi Hasil Belajar Siswa

Kelas 5 SD Negeri Silih Asuh 2 Cirebon di Siklus III

Nilai

Nilai ≥ 70

Passion Graduate

Jumlah

%

Jumlah Siswa Bernilai < 70

0

0,00%

70

Jumlah Siswa Bernilai ≥ 70

36

100,00%

Nilai Tertinggi

90

Nilai Terendah

70

Nilai Rata-Rata

77,5

 

 

Merujuk pada data di atas, dapat penulis simpulkan bahwa pada siklus III peningkatan hasil belajar siswa sampai pada puncaknya. Nilai rata-rata siswa kelas 5 SD Negeri Silih Asuh 2 Cirebon mencapai 77,5, atau telah memenuhi passing graduate yang telah peneliti tentukan. Tidak hanya terjadi peningkatan pada nilai rata-rata. Pada siklus III, peneliti juga mendapati peningkatan yang terjadi pada jumlah siswa yang memiliki nilai lebih dari tujuh puluh.Jika pada siklus II siswa dengan nilai lebih dari tujuh puluh berjumlah 25 orang, di siklus III, siswa dengan nilai lebih dari tujuh puluh mengalami kenaikan kenaikn menjadi 36 orang, atau 100% dari keseluruhan total siswa yang ada di kelas 5 SD Negeri Silih Asuh 2 Cirebon.

Tak hanya memberi dampak pada hasil belajar, penerapan problem solving pada pembelajaran PKn juga memberi dampak baik pada aktivitas belajar siswa. Hal tersebut tergambar dari tabel yang ada di bawah ini:

 

 

 

 

Tabel 4

Rekapitulasi Aktivitas Belajar

Siswa Kelas 5 SD Negeri Silih Asuh 2 Cirebon

No

Aspsek yang dinilai

Hasil yang dicapai pada Siklus

Keterangan

I

II

III

1

Aktivitas

         Mengajukan pertanyaan

         Menjawab pertanyaan

         Kerjasama dalam kelompok

         Mengerjakan tugas dengan baik

 

K

C

K

K

 

C

B

C

C

 

B

B

B

B

 

 

 

Terjadi Peningkatan

2

Kreativitas

         Melahirkan

         Ide Gagasan

         Menjawab LKS

 

K

C

K

 

K

B

C

 

C

B

B

 

Terjadi Peningkatan

3

Antusias

C

B

B

Terjadi Peningkatan

�������� ���������� Keterangan : B=Baik, C Cukup, K=Kurang

Jika melihat dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa peningkatan terjadi di tiap siklus. Sebagai contoh. Jika pada siklus I siswa kurang mengajukan pertanyaan pada guru, maka pada siklus berikutnya, beberapa siswa cenderung tidak segan untuk bertanya, sehingga menstimulus siswa lain untuk ikut bertanya. Hasilnya, pada siklus III, siswa/siswi di kelas 5 SD Negeri Silih Asih 2 Cirebon pun sudah tidak segan untuk bertanya. Dengan munculnya perkara ini, dan dengan ketidakseganan siswa untuk bertanya, peneliti kemudian menilai bahwa aktivitas siswa �khususnya dalam hal mengajukan pertanya� dapat dikategorikan baik. Tidak berbeda dengan penilaian di atas. Beberapa aspek penilaian lain seperti kreativitas, menjawab pertanyaan, dan lainnya mengalami kenaikan tiap siklus.Akibat dari hal ini, peneliti pun menyimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran problem solving di kelas 5 SD Negeri Silih Asuh 2 Cirebon memberikan dampak positif dengan meningkatkan hasil belajar dan aktivitas belajar siswa/siswi yang ada di kelas tersebut. Sedangkan peningkatan hasil belajar yang dicapal dapat dilihat pada Tabel 6 berikut:

 

Tabel 6

Nilai Rata-Rata Hasil Belajar Siswa di Tiap Siklus

Tindakan

Topik/materi pembelajaran

Nilai rata-rata

Keteterangan

Pre test

Arti penting keutuhan NKRI

55

Belum Lulus

Siklus I

Arti penting keutuhan NKRI

61,6

Belum Lulus

Siklus II

Arti penting keutuhan NKRI

67,2

Belum Lulus

Siklus III

Arti penting keutuhan NKRI

77,5

Lulus

 

����������� Peningkatan hasil belajar ditunjukkan pula oleh meningkatnya siswa yang memperoleh nilai di atas angka 6 (enam), sebaliknya siswa yang mendapat nilai kurang dari enam semakin menurun.

����������� Untuk mengetahui berhasil atau tidaknya metode ini diterapkan, peneliti menyebar angket guna mengetahui, apakah model pembelajara problem solving yang diterapkan di kelas 5 SD Negeri Silih Asuh 2 Cirebon berhasil, atau tidak.

Tabel 7

Hasil Jejak Pendapat Siswa Terhadap Penerapan Problem Solving

Pada Pembelajaran PKn

No

Pertanyaan

Pendapat

1

Bagaimana pendapatmu tentang soal-soal yang telah diberikan?

a.   Mudah = 27 orang = 76,32%

b.   Sedang = 6 orang = 15.79%

c.   Sukar = 3 orang = 7.89%

2

Bagaimana pendapatmu mengenai PKn

a.   Senang = 29 orang = 81.58%

b.   Tidak senang=7 orang = 18.42%

3

Apakah kamu pernah belajar dengan metode pemecahan masalah?

a.   Pernah = 1 orang = 2,63%

b.   Tidak pernah= 37 orang = 97,73%

4

Bagaimana menurutmu belajar melalui kerja kelompok dan diskusi kelas ?

a.   Menyenangkan = 32 orang = 89.47%

b.   Biasa = 2 orang = 5.26%

c.   Tidak senang= 2 orang= 5.26%

5

Bagaimana pendapatmu tentang pembelajaran PKN menggunakan metode pemecahan masalah ?

a.   Menyenangkan = 30 orang = 84.21%

b.   Biasa-biasa = 6 orang = 15.79%

c.   Tidak menyenangkan = 0 orang = 0%

 

Melalui jejak pendapat yang diajukan kepada siswa, diketahui bahwa kerja kelompok merupakan bagian dari metode pemecahan masalah. Masalah sangat disenangi siswa.

Dari hasil jajak pendapat di atas, dapat peneliti simpulkan bahwa pembelajaran PKN melalui Metode Pemecahan Masalah sangat menarik bagi siswa, karena melalui langkah-langkah yang ditempuh dapat mempermudah menemukan jawaban atau pemecahan dari suatu persoalan.

 

Kesimpulan

Mengacu pada rumusan masalah pada Bab I yang didukung oleh landasan teoritis dan hasil penelitian yang telah dilakukan dalam tiga Siklus, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut

1.      Pembelajaran PKN melalui Metode Pemecahan Masalah dapat diterapkan pada siswa, karena dampak dari penggunaan metode ini sangatlah menguntungkan, diantaranya siswa menjadi lebih kritis dalam menanggapi setiap permasalahan yang muncul, siswa dapat melatih kemampuannya dalam berkomunikasi, meningkatkan kemampuan menggali pengetahuan sendiri, serta dapat meningkatkan rasa solidaritas, sehingga meningkatkan prestasi belajar.

2.      Pendapat siswa terhadap penerapan Metode Pemecahan Masalah menunjukan respon yang cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari hasil jajak pendapat, siswa yang menyatakan senang jumlahnya lebih banyak daripada jawaban lain. Yang menyatakan senang sebanyak 32 orang atau sekitar 84,21 %, sedangkan yang menjawab biasa-biasa saja sebanyak enam orang atau 15,79% dan yang menjawab tidak senang tidak ada atau 0%.

3.      Hasil akhir yang dicapai pada pembelajaran PKN melalui Metode Pemecahan Masalah di Kelas 5 SD Negeri Silih Asuh 2 Cirebon, menunjukan peningkatan yang cukup menggembirakan. Pada setiap siklus yang dilaksanakan. yaitu tiga siklus selalu mengalami peningkatan, sebagai berikut : pada siklus pertama terjadi peningkatan 1,79 pada siklus kedua meningkat lagi 2,00, dan pada siklus ketiga terjadi lagi peningkatan 2,10.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

Cholisin. 2008. Contextual Teaching and Learning Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Pusat Pembukuan Departemen Pendidikan Nasional.

 

Gulo, W. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : PT. Grasindo

 

Sadirman, N . dkk. 199.  Ilmu Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

 

Undang-UndangRepublik Indonesia no. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

 

Dhajiri, Ahmad Kosasih. 1985. Strategi Pengajaran Afektif-Nilai-Moral-VCT dan Games dalam VTC. Bandung : Jurusan PMPKn IKIP.

 

Samsuri. 2011. Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta: Diara