Syntax Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia � ISSN : 2541-0849

e-ISSN : 2548-1398

�� Vol. 2, no 3 Maret 2017

 

 


PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK JELANTAH

Puji Astuti Ibrahim, Indah Dhamayanthie, Rifana Indrawijaya.

Akademi Minyak dan Gas Balongan Indramayu

Email : [email protected]

 

Abstrak

Penemuan metode pembuatan biodiesel dari bahan alami memang sangat menggembirakan, terlebih untuk Indonesia yang dikenal memiliki jumlah konsumen bahan bakar yang relatif tinggi. Tapi di samping biodiesel yang dihasilkan dari bahan alami, penulis juga mendapati biodiesel yang didapat dari bahan limbah, minyak jelantah salah satunya. Minyak ini mengandung elemen yang bisa digunakan untuk pembentukan biodiesel, sehingga dapat diolah untuk pembuatan biodiesel. Adapun pembuatan biodiesel yang penulis lakukan adalah pembuatan yang berorientasi pada eksperimen. Penulis melakukan eksperimen sebanyak 5 kali dengan kuantitas komposisi yang berbeda-beda satu sama lain. Pada eksperimen kedua, penulis menggunakan kuantitas bahan terbanyak dan menghasilkan biodiesel dengan kuantitas terbanyak pula. Namun kebalikan daripada itu. Pada eksperimen keempat penulis menggunakan kuantitas bahan yang paling sedikit, yang kemudian berujuang pada jumlah biodiesel yang sedikit pula. Merujuk pada eksperimen-eksperimen di atas, dapat dikatakan bahwa semakin tinggi kuantitas bahan yang digunakan, semakin tinggi pula hasil biodiesel yang akan didapat. Dan kebalikan daripada itu. Saat kuantitas bahan yang digunakan sedikit, maka semakin sedikit pula jumlah biodiesel yang akan didapat.

 

Kata Kunci: Pembuatan Biodiesel, Minyak Jelantah

 

Pendahuluan

Minyak tanah adalah yang diprioritaskan sebelum adanya gas LPG. Karena diprioritraskan, dan dengan alasan lain, minyak ini pun menjadi barang yang relatif mahal. Mahalnya minyak tanah dipengaruhi oleh beragam sebab, salah satunya adalah kelangkaan. Kelanggan minyak sendiri terjadi akibat eksploitasi berlebihan yang dilakukan pada sumber minyak. Di samping itu, kelangkaan juga terjadi karena minimnya sumber minyak. Sehingga, saat sumber minyak dieksploitasi secara berlebihan, persediaan minyak pun semakin berkurang, sehingga menyebabkan kelangkaan. Di samping diakibatkan oleh tingginya eksploitasi, sifat minyak bumi yang tidak bisa diperbaharui juga menjadi akibat dari kelangkaan. Pasalnya, saat eskploitasi terus menerus dilakukan, persediaan minyak di wilayah potensial pun berkurang, sehingga menyebabkan kelangkaan.

Seperti yang diketahui, minyak tanah sendiri adalah salah satu sumber daya alam yang bisa manfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat. Sebagaimana yang tertuang dalam UUD 1945 Pasal 33 Ayat 3 yang berbunyi:

�Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.�

Merujuk dari undang-undang di atas, eksploitasi dalam arti pemanfaatan memang dibolehkan, terlebih untuk kemakuran rakyat. Tak terkecuali dengan minyak bumi. Sebagai salah satu sumber daya yang ada, minyak bumi sepatutnya dipergunakan untuk memakmurkan rakyat. Lebih lanjut, untuk memaksimalkan upaya memakmurkan, eksploitasi baiknya dikelola secara bijak, terencana, berdasarkan pelestarian kemampuan lingkungan yang serasi dan seimbang guna menunjang pembangunan berkelanjutan bagi peningkatakan kesejahteraan manusia, baik generasi sekarang maupun generasi yang akan datang.

Minyak bumi pada dasarnya dimiliki oleh Indonesia. Letaknya sendiri ada di beberapa pulau, mulai dari Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, hingga Papua ( Ahmad Yani dan Mamat Ruhimat: 2007). Penyebarannya terbilang luas karena 1 pulau besar sedikitnya memiliki 1 sumber minyak. Namun demikian, sebagaimana sumber minyak yang ada di negara berkembang, sumber minyak di Indonesia masih banyak yang terbengkalai. Adapun jika terkelola, itu hanya sumber minyak yang dimiliki oleh PT. Pertamina, BUMN yang fokus pada pengolahan minyak dan gas di Indonesia. Di luar dari yang dimiliki PT. Pertamina, itu hanya sumber minyak yang terdapat di pelosok dan dalam keadaan yang terbengkalai. Namun demikian, kendati memiliki sumber minyak yang relatif banyak, pengelolaan Indonesia terhadap minyak masih sangat minim membuatnya jadi negara yang rutin mengimpor minyak. Menurut data yang penulis himpun, pada 2016, Indonesia telah mengimpor minyak mentah dan kondensat sebanyak 115.741.635 barel (Menteri ESDM: 2017). Artinya, yang jika dikaji lebih jauh, Indonesia sedikitnya 321.504,5 barel per hari. Jika harga minyak mentah per 2016 dirata-ratakan menjadi $48, dan dikalikan dengan jumlah minyak mentah yang diimpor Indonesia per hari, maka Indonesia mengeluarkan sekitar Rp 200.618.496.000 per hari. Nominal tersebut tentu teramat tinggi untuk Indonesia yang notabene merupakan negara berkembang.

Merujuk pada ulasan, banyak kalangan yang beranggapan bahwa kebutuhan minyak mentah di Indonesia teramat tinggi, sehingga dikhawatirkan menimbulkan defisit yang berujung pada penambahan utang negara. Oleh karenanya, untuk menekan jumlah tersebut, pengelolaan dan pengolahan sumber daya �khususnya minyak mentah� perlu diperbaharui. Pembaharuan ini sendiri bertujuan untuk menekan jumlah minyak mentah yang diimpor Indonesia, mengurangi pengeluaran negara melalui impor minyak, dan mengurangi penggunaan minyak bumi secara keseluruhan.

Biodiesel adalah salah satu pembaharuan pengolahan minyak yang mulai digalangkan. Biodiesel sendiri adalah salah satu produk alternatif yang bisa digunakan untuk bahan bakar (Syamsudin Manai: 2010). Lanjutnya, biodiesel adalah bahan bakar yang bisa digunakan untuk aneka keperluan, mulai dari memasak hingga untuk kendaraan bermotor.Namun demikian, menurut data yang penulis himpun, khusus untuk kendaraan bermotor, penggunaan biodiesel masih sangat minim. Kendati demikian, Indonesia sendiri telah menciptakan terobosan dengan menemukan biodiesel bernama B20. Menurut data yang penulis himpun, B20 adalah biodiesel yang bisa digunakan untuk kendaraan bermotor. Di samping layak, B20 juga telah dilakukan uji jalan pada Juli 2014 dengan menempuh sedikitnya 40.000 km (BPPT: 2014). Di samping B20, ada beberapa biodiesel yang ditemukan dari benda yang ada di sekitar, salah satunya adalah minyak jelantah.

Minyak jelantah sendiri adalah minyak sisa yang berasal dari beberapa minyak goreng, seperti minyak jagung, sayur, samin, dan lainnya (wikipedia: 2012). Kendati dikatakan sebagai minyak siswa, namun berkat penelitian dan pengolahan yang matang, minyak ini pun berhasil dimanfaatkan sebagai biodiesel, dan bisa digunakan dalam berbagai keperluan mulai dari memasak hingga digunakan untuk kendaraan bermotor. Merujuk pada uraian di atas, bisa dikatakan bahwa Saat ini, minyak jelantah tidak akan lagi menjadi barang buangan. Walaupun warnanya yang sudah sangat pekat, namun minyak jelantah tersebut dapat digunakan sebagai substrat untuk biodiesel yang dapat menghidupkan mesin diesel tanpa atau tidak dengan subtitusi solar. Hal ini dikarenakan minyak jelantah harus terlebih dahulu diperbaiki melalui proses adsorbsi, kemudian dilanjutkan dengan dengan proses transesterifikasi untuk menghasilkan biodiesel. Lebih lanjut, biodiesel yang berasal dari minyak jelantah sifatnya ramah lingkungan, tidak mencemari air, udara, maupun tanah karena mudah terurai secara biologis dan bahan bakunya dapat diperbaharui. Pemakaian minyak jelantah sebagai bahan baku pembuatan biodiesel dapat meminilasir pencemaran lingkungan akibat limbah minyak goreng yang berasal dari industri � industri rumah tangga. Dengan memakai limbah minyak goreng tersebut juga dapat mereduksi biaya produksi biodiesel yang tergolong mahal dikarenakan terbatasnya ketersediaan bahan baku dan harganya yang relatif tinggi.

 

Metodologi Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif, dimana menurut Punaji Setyosari (2010), penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan sebuah keadaan, peristiwa, objek, atau hal lain yang terkait dengan variabel-variabel yang bisa dijelaskan baik dengan angka ataupun kata. Sedang menurut pendapat lain, yakni dari Hidayat Syah (2010), metode deskriptif adalah metode penelitian yang digunakan untuk menemukan pengetahuan yang seluas-luasnya terhadap objek penelitian pada masa tertentu. Sedangkan untuk mendapatkan hasil dan data penelitian, peneliti menggunakan eksperimen pembuatan biodiesel menggunakan minyak jelantah. Adapun bahan yang digunakan dalam eksperimen kali ini adalah alumunium foil, minyak jelantah NaOH 1M, methanol, aquadest, strerofoam, asam asetat, indikator pH. Adapun untuk alat eskperimennya sendiri peneliti menggunakan breaker gas, pengaduk gelas, elektric heater, spatula, thermometer, penyaring, corong gelas, kondensor, labu satu leher, labu destilasi, pipet mohr, pipet tetes, pembakar spirtus, balp, strirrer, tiang statif, corong pemisah, dan erlenmeyer.

Untuk tahap skema penelitian, peneliti menggunakan skema sebagaimana yang terdapat pada gambar berikut:

 

 

 

 

 

 

Gambar 1

Skema Penelitian

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Sedang untuk prosedur penelitian, peneliti membagi penelitian ke dalam tiga tahap, yakni penyaringan, tranesterifikasi, dan whasing/destilasi. Pada tahap pertama, yakni penyaringan, peneliti menyiapkan bahan baku berupa minyak jelantah, selanjutnya peneliti menyiapkan penyaring dan breaker glass sebagai tempat penampungan bahan. Pada proses lanjutan, peneliti kemudian melakukan prose penyaringan terhadap bahan. Pada proses ini, peneliti melakukan penyaringan sebanyak dua kali, guna memaksimalkan proses penyaringan itu sendiri. Pada tahap lanjutan, yakni tahap tranesterifikasi, peneliti mengambil minyak hasil penyaringan yang kemudian minyak tersebut ditempatkan ke dalam breaker glass. Pada proses lanjutan, yakni proses kedua dari tahap tranesterifikasi, peneliti menyiapkan larutan metoksida dengan kompisi 20% methanol dan 1% NaOH 1M yang diukur dari total minyak jelantah yang digunakan. Pada proses selanjutnya peneliti memanaskan minyak jelantah dengan elektric heater hingga suhu 500 � 600 C sembari diaduk menggunakan strirrer. Setelah suhu mencapai kurang lebih 550 C, penulis kemudian melakukan proses lanjutan, yakni dengan mencapurkan minyak jelantah hasil pemanasan dengan larutan metoksida secara perlahan. Proses pencampuran sendiri berlangsung kurang lebih sekitar 1 jam. Setelah proses pencampuran, peneliti kemudian mengendapkan larutan tersebut selama 24 jam hingga terbentuk 2 lapisan. Pada tahap akhir, yakni tahap pencucian dan destilasi, peneliti memisahkan biodiesel (endapan bagian atas) dengan gliserol (endapan bagian bawah). Setelah proses tersebut, peneliti kemudian mengecek kadar pH dalam biodiesel menggunakan pH indikator. Setelahnya penulis mengambil aquadest dengan perbandingan 1:1 dengan biodiesel. Pada proses berikutnya, penulis kemudian menambahkan 2 tetes asam asetat ke dalam aquadest. Selanjutnya penulis memasukan biodiesel dan air ke dalam breaker glass dan mengaduknya hingga 1 jam menggunakan strirrer. Setelah 1 jam, peneliti kemudian menuangkan larutan dengan air dalam corong pemisah,lalu mendiamkannya hingga terbentuk 2 lapisan. Setelah terdapat 2 lapisan, peneliti kemudian membuang lapisan yang berisi air. Pada proses ini peneliti melakukan kegiatan washing/pencucian sebanyak 2 kali (kuantitas minimal). Selanjutnya peneliti menyiapkan alat destilasi dan melakukan proses destilasi hingga kadar air dalam larutan berkurang.

 

Hasil Penelitian dan Pembahasan

A.    Hasil Penelitian

Hasil penelitian penulis gambarkan melalui tabel-tabel yang ada di bawah ini:

Tabel 1

Pengamatan Proses Praktikum

No

Proses

Pengamatan

1

Identifikasi Bahan

         Minyak jelantah

         NaOH

         Methanol

 

 

         Minyak jelantah: Berwarna kuning pekat kental

         NaOH : Berwarna putih,butiran,padat

         Methanol : Berbau,cair bening

2

Larutan NaOH dengan methanol (larutan 1)

Berbau tajam, bewarna bening

3

Pemanasan (50-55�C)

Reaksi transesterifikasi, dan terjadi perubahan warna

4

Pemisahan (Gliserol dengan biodiesel)

Lapisan atas adalah biodiesel bewarna kuning muda dan lapisan bawah adalah gliserol bewarna coklat dan membeku pada suhu kamar

5

Pencucian������

Air pada lapisan bawah bewarna putih susu dan biodiesel pada lapisan atas bewarna kuning muda

6

Pemanasan (100�C)

Kadar air berkurang

 

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak jelantah berwarna kuning pekat nan kental, NaOH berwarna putih berbentuk butiran dan padat, serta Methanol cair yang bening dan berbau. Setelah memiliki bahan yang akan digunakan, peneliti kemudian melakukan proses lanjutan, yakni proses dua. Dari proses dua peneliti mendapatkan larutan dengan bau tajam dan bening. Selanjutnya, peneliti kemudian melakukan proses ketiga, yakni pemanasan dengan suhu 500550 C. Dari proses tersebut penulis mendapati reaksi transesterifikasi dan perubahan warna. Pada proses lanjutan peneliti melakukan pemisahan Gliserol dan Biodiesel dengan biodiesel berwarna kuning muda berada di bagian atas dan gliserol berwarna coklat berada di bagian bawah. Menurut pengamatan yang penulis lakukan, larutan ini akan membeku saat berada dai suhu ruang, sehingga perlu ada penyesuian sehingga larutan tidak membeku saat disimpan. Pada proses lanjutan, yakni proses kelima, peneliti melanjutkan eksperimen dengan melakukan pencucian dengan hasil lapisan air berwarna putih susu berada di bagian bawah dan biodiesel berwarna kuning muda berada di bagian atas. Pada proses akhir, yakni proses keenam, peneliti kemudian melanjutkan eksperimen dengan melakukan pemanasan larutan dengan suhu 1000 C yang membuahkan pengurangan jumlah air.

Berikut adalah tabel yang menggambarkan hasil eksperimen yang peneliti lakukan:

 

 

 

 

Tabel 2

Data Praktikum

Sampel

Minyak jelantah

(ml)

Methanol

(ml)

NaOH 1M

(ml)

Hasil Biodiesel

(ml)

pH

Biodiesel

1

150

30

1,5

100

7

2

300

75

3

200

7

3

100

20

1,5

60

6

4

100

15

1

50

6

5

150

30

1,5

100

6

 

Pada penelitian kali ini peneliti melakukan lima kali eksperimen dengan kuantitas bahan yang berbeda-beda. Dari kelima eksperimen tersebut, peneliti mendapati 5 hasil berbeda, di antaranya; pada sampel pertama, dengan jumlah minyak jelantah 150 ml, methanol 30 ml, dan NaOH 1M 1,5 ml, di dapat biodiesel sebanyak100 ml dengan pH 7. Pada sampel kedua, dengan jumlah minyak sebanyak 300 ml, methanol sebanyak 75 ml, dan NaOH 1M sebanyak 3 ml, didapat biodiesel sebanyak 200 ml dengan pH 7. Pada sampel selanjutnya, yakni sampel ketiga, peneliti mendapati biodiesel sebanyak 60 ml dengan pH 6. Adapun komposisi yang peneliti gunakan untuk sampel ketiga adalah 100 ml minyak jelantah, 20 ml methanol, dan 1,5 ml NaOH 1 M. Pada sampel keempat peneliti mendapati50 ml biodiesel ber-pH-kan 6, dengan komposisi berupa; 100 ml minyak jelantah, 15 ml methanol, dan 1 ml NaOH 1M. Sedang pada sampel terakhir, yakni sampel kelima, peneliti mendapati 100 ml dengan pH 6. Pada sampel ini peneliti menggunakan sedikitnya 150 ml minyak jelantah, 30 ml methanol, dan 1,5 NaOH 1M.

 

B.     Pembahasan

Menurut hemat penulis, jika bersandar pada data di atas, eksperimen kedua merupakan eksperimen yang menghasilkan biodiesel terbanyak, sedang eksperimen keempat adalah eksperimen yang menghasilkan biodiesel paling sedikit. Jika merujuk pada tabel di atas, dan membandingkan komposisi per eksperimen, dapat diketahui bahwa baik jumlah minyak jelantah, methanol, maupun NaOH 1M, ketiganya memiliki pengaruh yang cukup tinggi pada hasil (biodiesel) yang akan didapat. Sebagai contoh, pada eksperimen kedua, kuantitas minyak jelantah, methanol, dan NaOH 1M yang digunakan merupakan yang paling besar, yang terdiri dari 300 ml minyak jelantah, 75 ml methanol, dan 3 ml NaOH 1M. Jumlah kemudian mempengaruhi hasil dengan membuahkanhasil dengan menghasilkan biodiesel sebanyak 200 ml. Berbeda dengan eksperimen keempat yang menggunakan 100 ml minyak jelantah, 15 ml methanol, dan 1 ml NaOH 1M. Pada eksperimen keempat, hasil biodiesel yang didapat berjumlah 50 ml dengan pH 6. Kedua perbandingan tersebut tentunya semakin menjelaskan bahwa semakin tinggi kuantitas bahan yang digunakan, maka semakin tinggi juga hasil yang dituai. Namun kebalikan dari itu. Semakin rendah kuantitas bahan yang digunakan, maka semakin rendah pula hasil yang dituai.

Namun perlu digaris bawahi. Kendati memiliki hasil yang relatif besar, biodiesel yang dihasilkan dari minyak jelantah masih memiliki rendemen yang belum maksimal akibat kendungan air dalam destilat. Menurut hemat penulis, adanya kandungan air terjadi karena hasil destilasi yang kurang maksimal, serta belum terpenuhinya seluruh uji kelayakan sebagai syarat biodiesel sebagai bahan bakar. Akan tetapi terbentuknya biodiesel ini memberikan peluang besar untuk pengembangan penelitian ke tahap selanjutnya, dikarenakan minyak jelantah merupakan limbah yang cukup banyak ditemui.

 

Kesimpulan

Dalam proses pembuatan biodiesel, katalis (zat yang mempercepat laju reaksi kimia) sangatlah berperan, karena dalam prosesnya, katalis dapat mempercepat reaksi, sehingga menghemat waktu dalam proses pemnuatan bodiesel. Katalis yang digunakan pada proses adalah basa/alkali natrium hidroksida (NaOH) Katalisator juga salah satu alat terpenting dalam pembuatan biodiesel, karena berfungsi untuk mengurangi tenaga aktivasi pada suatu reaksi sehingga pada suhu tertentu harga konstanta kecepatan reaksi semakin besar. Dengan demikian didapatlah biodiesel dengan kualitas yang baik.

Rasio antara methanol dan NaOH sangat berpengaruh terhadap yield biodiesel yang dihasilkan. Pengaturan suhu sangatlah mempengaruhi dalam pembuatan biodiesel. Suhu yang terlalu tinggi akan lebih cenderung menghasilkan lebih banyak sabun dan gliserol. Biodiesel yang dihasilkan berwarna kuning jernih. Kurang maksimalnya pada proses distilasi sehingga saat dilakukan uji pembakaran biodiesel masih terlihat kandungan air.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BIBLIOGRAFI

 

 

Ahmad Yani dan Mamat Ruhimat. 2007. Menyingkap Fenomena Geosfer. Bandung: Grafindo Media Pratama

 

BPPT. BPPT Berperan di Peresmian Uji Pemanfaatan Biodiesel (B20) Pada Kendaraan Bermotor. Diakses tanggal 16 Maret 2017. http://btmp.bppt.go.id/2-berita/19-bppt-berperan-di-peresmian-uji-pemanfaatan-biodiesel-b20-pada-kendaraan-bermotor.

 

Dirjenmigas. Rekap Impor Minyak Mentah. Diakses tanggal 16 Maret 2017. http://statistik.migas.esdm.go.id/index.php?r=rekapImporMinyakMentah/index.

 

Hidayat, syah. 2010. Pengantar Umum Metodologi Penelitian Pendidikan Pendekatan Verivikatif. Pekanbaru: Suska Pres.

 

Punaji, Setyosari. 2010.Metode Penelitian Pendidikan dan Pengembangan. Jakarta  Kencana

 

Syamsudin Manai. 2010. Membuat Sendiri Biodiesel: Bahan Bakar Alternatif Pengganti Solar. Jakarta: Penerbit Andi

 

Wikipedia. Minyak Jelantah. Diakses tanggal 16 Maret 2017. https://id.wikipedia.org/wiki/Minyak_jelantah.