� Syntax Literate : Jurnal Ilmiah
Indonesia � ISSN : 2541-0849
� e-ISSN : 2548-1398
� Vol. 2, No 3 Maret 2017
PENGARUH TAX
AMNESTY DAN SANKSI PAJAK TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK
Rusmadi
Akademi
Maritim Cirebon
Email
: [email protected]
Abstrak
Pajak adalah sumber pendapatan
negara yang didapat dari iuran rakyat dan dipergunakan untuk kepentingan
pembangunan fasilitas dan sumber daya.�
Dengan kata lain, pajak adalah kebutuhan negara yang harus dipenuhi agar
tidak mengganggu peran dari negara itu sendiri. Walau menjadi sebuah kebutuhan
yang harus dipenuhi, jumlah pajak di beberapa negara tidak semerta-merta sesuai
dengan yang diharapkan. Pun dengan Indonesia. Sebagai negara berkembang,
penerimaan pajak dan kepatuhan wajib pajak di Indonesia juga kerap tidak sesuai
dengan target yang ditetapkan pemerintah. Walhasil, untuk meningkatkan
penerimaan pajak dan kepatuhan wajib pajak, Indonesia semestinya menerapkan
solusi yang ideal untuk meningkatkan kedua hal tersebut. Tax Amnesty dan Sanksi
Pajak adalah dua dari banyak solusi yuang diterapkan pemerintah untuk
meningkatkan penerimaan pajak dan kepatuhan wajib pajak. Dari Tax Amnesty
Indonesia berhasil mendapatkan penerimaan pajak sebesar� 1.539.166,20 miliyar. Sedang dari sanksi pajak Indonesia berhasil mendapat
penerimaan pajak hingga 622.358,70 miliyar. Merujuk dari kedua hal tersebut,
dapat disimpulkan bahwa Tax Amnesty dan Sanksi Pajak sama-sama memiliki peran
dalam peningkatan penerimaan pajak dan kepatuhan wajib pajak di Indonesia.
Kata Kunci: Tax Amnesty, Sanksi Pajak, Kepatuhan Wajib Pajak
Pendahuluan
Menurut Mardiasmo
(2001) pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang
dengan tiada mendapat jasa timbal yang langsung dapat ditunjukan dan yang
digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Sedang menurut P. J. A. Andriani
dalam bukunya Waluyo (2009) pajak adalah iuran masyarakat kepada negara yang
terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan umum (undang-undang)
dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung ditunjukan dan yang
gunanya adalah untuk membiaya pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas
negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.�
Menliki kedua pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa pajak adalah
sumber pendapatan negara yang didapat dari iuran rakyat dan dipergunakan untuk
kepentingan pembangunan fasilitas dan sumber daya. Pembangunan fasilitas dan
sumber daya di sini tidak hanya tertumpu pada infrastruktur dan sumber daya
alam serta manusia saja, tapi juga kepentingan lain seperti penjagaan aset,
penegakan hukum, dan kegiatan penyelenggaraan pemerintahan lain.
Pajak, sebagaimana
pengertian dan fungsi di atas, memang memiliki andil dalam pembangunan negara.
Dengan adanya pajak, negara mampu menjalankan fungsi pemerintahan sebagaimana
peraturan umum (undang-undang), dan dengan adanya pajak pula, negara mampu
memberi andil dalam pembangunan sumber daya manusia lewat pendidikan.
Sebagaimana diketahui, menurut
info yang penulis sudur dari liputan6.com, di tahun 2016, sektor pendidikan
mendapat jatah 20% dari total APBN dan jumlah tersebut telah di-cover oleh keberadaan pajak (Liputan6:
2015). Tidak hanya pendidikan. Sebagai sumber pendapatan, pajak juga mampu
meng-cover kebutuhan sektor kesehatan
di APBN yang mencapai 5%. Melihat dari kedua hal di atas, penulis menarik
kesimpulan bahwa peran pajak sebagai sumber pendapatan negara sangatlah vital,
sehingga keberadaannya sangat dibutuhkan untuk mengisi kebutuhan yang tadi
disebutkan.
Namun demikian,
sebagaimana negara berkembang pada umumnya, jumlah pajak yang didapat Indonesia
masih kurang dari total kebutuhan yang harus dicukupi.� Kurangnya jumlah pajak yang didapat tak lepas
dari minimnya tingkat kesadaran masyarakat dan badan usaha tentang pentingnya
membayar pajak.
Tabel
1
Jumlah
Wajib Pajak 2015
Kategori Wajib Pajak |
Jumlah Wajib Pajak |
Wajib Pajak berbentuk Badan |
2.472.632 |
Wajib Pajak Orang Pribadi Non Karyawan |
5.239.385 |
Wajib Pajak Orang Pribadi Karyawan |
22.332.086 |
Total |
30.044.103 |
����������� ���� ��Data: Dirjen
pajak 2015
Melihat dari data di
atas dapat diketahui bahwa total angka wajib pajak di Indonesia adalah
30.044.103. Jumlah tersebut� terdiri dari
2.472.632 WP berbentuk badan, 5.239.385 WP
Orang Pribadi (OP) Non Karyawan dan 22.332.086 WP
OP Karyawan. Jumlah tersebut tentu sangat memprihatinkan. Sebab, jika
dibandingkan dengan 93,72 juta masyarakat Indonesia yang telah berpenghasilan,
jumlah tersebut hanya berkisar di angka 29,4% (Dirjenpajak: 2016). Selanjutnya,
sebagaimana yang ditambahkan BPS, jumlah 30.044.103 WP tidak
termasuk bendahara, joint-operation, perusahaan
cabang/lokal, WP OP yang berpenghasilan kurang dari Penghasilan Tidak Kena Kena
Pajak (PTKP), WP Non Efektif, dan jenis-jenis lainnya. Sehingga, jika lebih
dikerucutkan, WP yang menyampaikan SPT PPh tahunan hanya mencapai 18.159.840 WP
wajib SPT.
Adapun untuk rincian
jumlah WP wajib SPT, bisa dilihat di tabel yang ada di bawah ini:
Tabel 2
Jumlah WP Wajib SPT
Kategori WP Wajib SPT |
Jumlah WP Wajib SPT |
WP Wajib SPT Berbentuk Badan |
1.184.816 |
WP Wajib SPT Berbentuk Orang Pribadi Non
Karyawan |
2.054.732 |
WP Wajib SPT Berbentuk Orang Pribadi
Berstatus Karyawan |
14.920.292 |
Total |
18.159.840 |
���������� Data: Dirjenpajak 2015
Melihat data di atas,
dapat diketahui bahwa total WP wajib SPT berbentuk badan mencapai 1.184.816, WP wajib SPT werbentuk wrang pribadi non karyawan mencapai
2.054.732 dan WP wajib SPT berbentuk orang pribadi berstatus karyawan mencapai
14.920.292. Walau demikian, WP yang menyampaikan SPT tahunan hanya mencapai
10.945.564 WP saja atau sekitar 60,7% dari total WP wajib SPT sepanjang 2015,
sedang sisanya tidak menyampaikan SPT sebagaimana prosedur yang ada.
Minimnya angka kesadaran
masyarakat dan badan usaha akan pajak memang sangat mengkhawatirkan. Oleh
karenanya, untuk menggunggah kesadaran masyarakat untuk membayar pajak,
pemerintah �yang dalam hal ini adalah pihak yang menerima pajak� wajib
melakukan aneka tindakan dan cara untuk mengangkat angka kesadaran masyarakat
akan pajak.
Menanggapi hal
tersebut, Ir. Joko Widodo selaku presiden RI yang menjabat, kemudian
mencanangkan program pengampunan pajak pada�
Juli 2016. Sebelumnya, dikutip dari detik.com edisi 26 April 2016, di
samping meningkatkan kesadaran masyarakat akan pajak, pengampunan pajak (tax amnesty) juga berguna untuk menarik
dana WNI yang ada di luar negeri, meningkatkan pertumbuhan nasional,
meningkatkan basis perpajakan nasional, serta meningkatkan penerimaan pajak
pada tahun tersebut. Dengan penerapan, aplikasi, serta� sosialisasi yang baik, harapannya program ini
mampu meningkatkan kesadaran masyarakat atas pentingnya membayar pajak dan
melaporkan SPT sebagaimana prosedur yang ada.�
Di samping menerapkan tax amnesty,
untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pajak, pemerintah juga makin
giat mensosialisasikan tentang sanksi pajak. Sanksi pajak sendiri adalah
tindakan berupa hukuman yang diberikan kepada orang yang melanggar UU No. 28
Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Dalam undang-undang
tersebut tercantum aturan bahwasanya sanksi yang diberikan pada pelanggar pajak
ada 2, yakni sanksi administrasi dan sanksi pidana. Kedua sanksi tadi bertujuan
untuk memberi efek jera pada masyarakat wajib pajak yang senantiasa melanggar
aturan, serta untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat akan pentingnya membayar pajak
untuk kepentingan nasional
Metode
Penelitian
����������� Penelitian ini
menggunakan metode penelitian deskriptif dengan subjek penelitian yang
digunakan adalah Tax Amnesty dan sanksi
pajak. Sedang untuk objek penelitiannya penulis menggunakan kepatuhan Wajib
Pajak dalam membayar dan melaporkan pajak sebagaimana prosedur yang ada. Adapun
untuk pendekatan penelitian penelitian, penulis menerapkan� pendekatan deskriptif dengan dampak Tax Amnesty dan sanksi pajak pada
kepatuhan Wajib Pajak sebagai fokus utama. Untuk teknik pengumpulan data
penulis menggunakan kajian kepustakaan dan studi dokumentasi. Untuk studi
dokumentasi peneliti menggunakan data primer yang bersumber daya Badan Pusat
Statistik dan Dirjen Pajak.���
Pembahasan
Pajak adalah iuran
masyarakat yang umumnya digunakan negara untuk menjalankan pemerintahan.
Sebagai fungsi tersebut, peran pajak memang terbilang vital. Sebab, saat
kondisi perpajakan negara melemah, beberapa kebutuhan seperti; alokasi
pendidikan, kesehatan, penegakan hukum, dan lainnya akan terganggu. Namun
demikian, kendati menjadi kebutuhan yang terbilang vital, kesadaran masyarakat
akan pajak masih cukup lemah. Hal tersebut terlihat dari seringnya penerimaan
pajak yang tidak sesuai dengan target. Padahal, jika merujuk pada awal
penetapan target, negara melakukannya berdasarkan pertimbangan atas kebutuhan
APBN dan belanja negara. Sedang saat target tersebut tidak tercapai, negara
tentu mencari jalan lain untuk menutupi defisit yang ada, dan salah satu jalan
tersebut ialah dengan berhutang pada pihak asing.
Penerimaan pajak di
Indonesia sendiri memang belum maksimal. Hal tersebut terlihat dari seringnya
penargetan yang meleset dan menimbulkan defisit. Namun, jika ditinjau lebih
jauh, sejak 2012 hingga 2016, penerimaan pajak di Indonesia kian meningkat.
Namun demikian, kendati telah mengalami kenaikan, penerimaan pajak masih belum
mencapai target yang telah ditentukan. Sedang untuk mencapai target yang telah
ditentukan, Indonesia seyogyanya melakukan tindakan lebih agar sampai pada
target penerimaan pajak yang telah ditentukan.
Tax
Amnesty adalah salah satu cara yang bisa digunakan Indonesia
untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pajak. Menurut pola kerjanya, Tax Amnesty adalah pengampunan pajak
yang diterapkan pada kurun waktu tertentu, yang tujuannya adalah untuk
mengajarkan keterbukaan masyarakat akan pelaporan SPT, peningkatan pertumbuhan
nasional, basis perpajakan, serta penerimaan pajak di tahun tersebut. Sejarah Tax Amnesty di Indonesia sendiri
terbilang panjang. Sebelum diterapkan pada 2016 lalu, Tax Amnesty sempat diterapkan pada tahun 1984. Namun demikian,
setiap penerapan Tax Amnesty selalu
diwarnai oleh pro dan kontra. Tapi, kendati memiliki pro dan kontra, Tax Amnesty mampu memberi sumbangan
lebih pada peningkatan penerimaan pajak. Hal itu terlihat dari meningkatnya
penerimaan pajak 2016 dan menjadi penerimaan dengan jumlah terbanyak sepanjang
5 tahun terakhir.
Tabel� 3
Penerimaan
Pajak tahun 2014-2016
Tahun |
Jumlah Penerimaan Pajak |
|
2012 |
980.518,10 Miliyar |
|
2013 |
1.077.306,70 Miliyar |
|
2014 |
1.146.865,80�� Miliyar |
|
2015 |
1.240.418,86 Miliyar |
|
2016 |
1.539.166,20 Miliyar |
����������������������� �������
Data: Badan Statistik Pusat
Melihat data di atas
dapat diketahui bahwa peningkatan selalu terjadi pada total penerimaan pajak
tiap tahunnya. Namun, jika merujuk pada tabel di atas, 2016 merupakan tahun
dengan pendapatan pajak tertinggi dengan nilai�
1.539.166,20 Miliyar (Badan Pusat Statistik: 2016). Jumlah tersebut tak
lebih dari peran Tax Amnesty yang
diberlakukan pada tahun tersebut.
Bukan hanya mempengaruhi
penerimaan pajak secara keseluruhan. Pada penerapannya, Tax Amnesty juga memiliki imbas positif pada penerimaan pajak penghasilan.
Hal tersebut tergambar dari tabel yang ada di bahwa ini:
Tabel 4
Penerimaan Pajak Penghasilan 2012-2016
Tahun |
Jumlah Penerimaan Pajak |
|
2012 |
465.069,60 Miliyar |
|
2013 |
506.442,80 Miliyar |
|
2014 |
546.180,90�� Miliyar |
|
2015 |
602.308,13 Miliyar |
|
2016 |
855.842,70�� Miliyar |
����������� ������������������ Data: Badan Pusat Statistik
Melihat dari data yang
ada di atas, dapat disimpulkan bahwa peningkatan penerimaan pajak penghasilan
mengalami peningkatan tertinggi di tahun 2016. Adapun peningkatan penerimaan
PPh yang terjadi pada tahun 2016 adalah 253,5 triliun (Badan Pusat Statistik: 2016).
Peningkatan penerimaan PPh yang terjadi di tahun 2016 memang jadi yang
tertinggi. Namun, yang lebih membuat takjub, peningkatan tersebut sampai
menembus 4-5 kali peningkatan di tahun-tahun sebelumnya.�
Jika dikaji dari tabel
dan kesimpulan di atas, secara sederhana, Tax
Amnesty sejatinya memiliki andil dalam meningkatkan kesadaran dan kepatuhan
wajib pajak. Walau demikian, andil yang dimaksud di sini bukanlah andil secara
langsung, melainkan tidak langsung. Sebab, pada penerapannya, Tax Amnesty sama sekali tidak melibatkan
wajib pajak untuk melaporkan SPT, membayar pajak, ataupun melakukan hal-hal
yang berkaitan dengan pembayaran pajak. Tax
Amnesty sendiri adalah kegiatan yang dimana wajib pajak melaporkan harta
benda yang dimiliki, yang pada pelaporan atau pengungkapan SPT, harta benda
tersebut tidak masuk dalam jangkautan dan/atau tidak dilaporkan. Dengan kata
lain, Tax Amnesty di sini hanya
berperan sebagai tumpangan, yang pada pelaksanaannya, sosialisasi akan pajak
lebih digencarkan bersamaan dengan sosialisasi Tax Amnesty.
Merujuk pada kesimpulan
dan anggapan di atas, dapat dikatakan bahwa tingkat kepatuhan pajak pada 2016
mencapai titik yang paling tinggi. Hal tersebut terlihat dari tingginya tingkat
penerimaan pajak yang mencapai 1.539.166,20 Miliyar. Jika ditinjau dari
penerimaan pajak 2015, yang pada saat itu hanya mencapai 1.240.418,86 Miliyar,
dan dengan jumlah�
Di samping Tax Amnesty, pemerintah juga mencangkan
sanksi pajak sebagai upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pajak.
Berbeda dengan Tax Amnesty, sanksi
pajak justru memberi andil langsung dalam meningkatkan kesadaran pajak
nasional. Pada awal penerepannya, yakni 2007, sanksi pajak memiliki andil dalam
peningkatan total penerimaan pajak. Dalam hal pelaksanaan, sanksi pajak
berlandaskan UU No. 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan. Dalam undang-undang tersebut, tertuang sanksi pajak yang terletak
pada pasal 7 ayat 1, pasal 14 ayat 4, 25 ayat 9. 27 ayat 5d, pasal 41 ayat 1,
pasal 41C ayat 1-4, dan beberapa pasal lainnya. Keberadaan undang-undang
tersebut tentu memberi andil �dalam hal ini peringatan� pada masyarakat untuk
lebih sadar akan kewajiban membayar pajak.
Sebagai pengingat, UU
No. 28 Tahun 2007 terbukti sangat efektif, khusunya dalam hal meningkatkan
kesadaran masyarakat akan kewajiban membayar pajak. Hal tersebut terbukti
dengan adanya peningkatan penerimaan pajak yang terjadi direntang tahun 2005 �
2008. Adapun rincian seputar peningkatan penerimaan pajak tersebut bisa dilihat
pada tabel di bawah ini:
Tabel
4
Penerimaan
Pajak 2005-2008
URAIAN |
2005 |
2006 |
2007 |
2008 |
PPh MIGAS |
35.143,20 |
43.187,90 |
44.000,50 |
77.018,90 |
PPh NON
MIGAS |
140.398,00 |
165.645,20 |
194.430,50 |
250.478,80 |
PPN DAN
PPnBM |
101.295,80 |
123.035,90 |
154.526,80 |
209.647,40 |
PBB |
16.216,70 |
20.858,50 |
23.723,50 |
25.354,30 |
BPHTB |
3.431,90 |
3.184,50 |
5.953,40 |
5.573,10 |
CUKAI |
33.256,20 |
37.772,10 |
44.679,50 |
51.251,80 |
PAJAK
LAINNYA |
2.050,20 |
2.287,40 |
2.737,70 |
3.034,40 |
Total |
331.792,00 |
395.971,50 |
470.051,90 |
622.358,70 |
�Data:
Pajak.go.id
Melihat dari data di
atas, penulis bisa menyimpulkan bahwa sebelum sanksi pajak diterapkan, total
peningkatan yang terjadi tidak begitu signifikan, bahkan tergolong kecil jika
dibandingkan dengan ekspektasi pemerintah. Namun, setelah sanksi tersebut
diterapkan, peningkatan signifikan terjadi di tahun 2008. Pada tahun tersebut
terjadi beberapa kenaikan penerimaan pajak yang cukup signifikan seperti; PPh
Migas yang mencapai 77,01 triliun, PPh non Migas yang mencapai 250,4 triliun,
dan PPN serta PPnBM yang mencapai 209,6 triliun. Jika dirata-ratakan, dari
tahun 2007 ke 2008, peningkatan ketiga jenis pajak tersebut mencapai 48,06
triliun (Dirjenpajak: 2012).� Berdasarkan
hal tersebut, bisa dikatakan bahwa UU No. 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan amat memberi andil positif dalam hal meningkatkan
kesadaran masyarakat akan pajak.� Hal ini
pun dibuktikan dengan peningkatan penerimaan pajak� 2008 yang mencapai 152,2 triliun, atau lebih
tinggi 78,2 triliun dari total kenaikan 2007 yang hanya 72,08 triliun saja.
Jika kembali merujuk
pada tabel di atas, dapat diketahui bahwa pada 2008, total pajak yang
dikantongi pemerintah mencapai 622.358,70 miliyar. Sedang pada tahun
sebelumnya, yakni 2007, total pajak yang dikantongi pemerintah hanya mencapai 470.051,90
miliyar. Jika dirunut lebih jauh maka akan timbul pertanyaan; kenapa pada tahun
2007 jumlah penerimaan pajak hanya berkisar di angka 470.051,90 miliyar, sedang
pada kenyataannya, tahun tersebut merupakan tahun disahkannya UU yang membahas
tentang tata aturan perpajakan RI?
Menurut analisa penulis,
sebagaimana penerapan UU pada umumnya, tahun 2007 adalah tahun sosialisasi.
Pada tahun tersebut pihak terkait gencar melakukan sosialisasi seputar aturan
perpajakan yang tertuang dalam UU No. 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan
Tata Aturan Perpajakan. Setelah proses sosialisasi itu dilakukan, pemerintah
kemudian memanen hasil sosialisasi berupa peningkatan penerimaan pajak yang
mencapai 622.358,70 miliyar paa tahun 2008.
Kesimpulan
Merujuk pada pembahasan
di atas, penulis kemudian menarik beberapa kesimpulan seperti:
1.
Tax Amnesty tidak memiliki peran langsung dalam
peningkatan jumlah SPT dan penerimaan pajak.
2.
Pengaruh Tax Amnesty terjadi akibat kegiatan sosialisasi pajak yang
dibarengi dengan sosialisasi Tax Amnesty.
3.
Keberadaan Tax Amnesty membuat penerimaan pajak 2016 meningkat sebanyak 298,7
triliun dari tahun 2015.
4.
Keberadaan Tax Amnesty membuat total penerimaan pajak 2016 menembus angka 1.539,1 triliun.
5.
Sanksi pajak berlandaskan UU No. 28
Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Aturan Perpajakan.
6.
Pada awal penerapannya, sanksi pajak
mampu membuat penerimaan pajak 2008 tembus di angka 622.358,70 miliyar.
7.
Sanksi pajak membuat PPh Migas, Non
Migas, PPN serta PPnBM di tahun 2008 meningkat dengan rata-rata peningkatan
sebanyak 48,06 triliun.
8.
Sanksi pajak mengakibatkan peningkatan penerimaan
pajak menembus angka 152,2 triliun.
9.
Tax
Amnesty ataupun sanksi pajak sama-sama memberi dampak pada
peningkatan penerimaan pajak.
10. Baik
Tax Amnesty ataupun sanksi pajak,
keduanya sama-sama memberi dampak positif pada kepatuhan wajib pajak di Indonesia.
BIBLIOGRAFI
Badan Pusat Statistik. Realisasi Penerimaan Negara (Milyar Rupiah).
5 Maret 2017. https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1286
Barata, Aditya, Atep. 2011. Pandungan Lengkap Pajak Penghasilan. Jakarta
Selatan: Visi Media Pustaka
Dirjen
Pajak. 2015. Refleksi Tingkat Kepatuhan
Wajib Pajak. 5 Maret 2017. http://www.pajak.go.id/content/article/refleksi-tingkat-kepatuhan-wajib-pajak
Mardiasmo.
2001. Perpajakan. Yogyakarta:
Penerbit Andi
Markus,
Muda. 2005. Perpajakan Indonesia: Suatu
Pengantar. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Narmantu, Safri.
2005. Pengantar Perpajakan; Edisi 3.
Jakarta: Granit
Rosdiana,
Haula & Edi Selamet Irianto. 2011. Panduan
Lengkap Tata Cara Perpajakan Di Indonesia. Jakarta Selatan: Visi Media
Pustaka
Sakti,
Wira, Nufransa & Asrul Hidayat. 2016. Tax
Amnesty Itu Mudah. Jakarta Selatan: Visi Media Pustaka
Teguh,
Bambang dan Muhammad Awal Satrio Nugroho. 2008. Hal dan Kewajiban Dalam Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP)
di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat
Wicaksono,
Eko, Pebrianto. 2015. Anggaran Pendidikan
di APBN 2016 Cetak Sejarah. 5 Maret 2017. http://bisnis.liputan6.com/read/2356557/anggaran-pendidikan-di-apbn-2016-cetak-sejarah
Undang-Undang
NO. 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Aturan Perpajakan