Syntax
Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849
e-ISSN :
2548-1398
Vol. 5,
No. 2 Februari 2020
�
KEWENANGAN
PEMERINTAH DAERAH DALAM PERATURAN, PENANGANAN KEMISKINAN DAN PEMBANGUNAN
WILAYAH KOTA CIREBON BERBASIS MASYARAKAT
Yanto Irianto
Universitas
Nahdlatul Ulama (UNU) Cirebon
Email:
[email protected]
Abstract
The aims and
objectives of this main research are to find out the local government
authorities and find an ideal model of regulations regarding, poverty
alleviation and community-based development of the City of Cirebon. The
important reason this goal is realized is that most of the city is an urban
center that has a lot of potential attractions for economic development.
Therefore, there is little reason for the people of Cirebon to be living in
poverty. But the irony is based on data from the World Bank and the Indonesian
Statistics Agency (BPS), most people in Cirebon City
are in poverty. Based on these reasons it leads to 2 (issues) that require further research is 1) what is the authority of the
regional government in the regulation of the protection and management of the
Cirebon City area based on the community and its model of regulation. The
research method used is a normative research method. The discussion to the
conclusion led to 1) that the regional government has the authority to regulate
poverty reduction and the development of the Cirebon City area based on
statutory regulations, starting from the 1945 Constitution of the Republic of
Indonesia, Law no. 32 of 2004, Law No. 1 of 2011, Minister of Home Affairs
Regulation No. 1 of 2008 concerning urban planning guidelines. 2) The model of
the deal arrangement referred to is the arrangement regulated in the regional
legal policy in the form of a regional regulation that specifically regulates
the participation of the people of Cirebon in their participation in poverty
reduction and the development of the City of Cirebon. With clear arrangements
regarding the involvement of the people of the City of Cirebon, it is hoped
that the problem of poverty in the people of the City of Cirebon can be
overcome, so that justice and the welfare of the people of the City of Cirebon
can be realized.
Keywords: Authority, protection,
management, people of Cirebon City
Abstrak
Tujuan
dan target utama penelitian ini adalah untuk mengetahui kewenangan pemerintah
daerah dan menemukan model ideal pengaturan tentang peraturan, penanggulangan
kemiskinan dan pembangunan wilayah Kota Cirebon berbasis masyarakat. Alasan
pentingnya tujuan ini diwujudkan bahwa sebagian besar dari kota
tersebut merupakan pusat perkotaan yang memiliki dayatarik yang sangat
potensial untuk pembangunan ekonomi. Oleh karena itu sedikit
alasan bagi masyarakat Kota Cirebon berada dalam taraf hidup kemiskinan.
Namun ironi berdasarkan data Bank Dunia dan Badan statistik
(BPS) Indonesia, sebagian besar masyarakat Kota Cirebon berada dalam taraf
hidup kemiskinan. Berdasarkan alasan tersebut maka berujung pada 2
(persoalan) yang memerlukan penelitian lebih lanjut yaitu: 1) bagaimakah
kewenangan pemerintah daerah dalam pengaturan perlindungan dan pengelolaan
wilayah Kota Cirebon yang berbasiskan masyarakat dan model pengaturannya. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian normatif.
Pembahasan sampai kesimpulan berujung pada: 1) bahwa pemerintah daerah
memupunyai kewenangan untuk mengatur penanggulanagn kemiskinan dan pembangunan
wilayah Kota Cirebon berdasarkan peraturan perundang-undangan yaitu mulai UUD
RI Tahun 1945, UU No. 32 Tahun 2004, UU No. 1 tahun 2011, Peraturan Menteri Dalam
Negeri No. 1 Tahun 2008 Tentang pedoman perencanaan Kawasan perkotaan. 2) Model
deal pengaturan dimaksud adalah pengatuan yang diatur dalam kebijakan hukum
daerah berbentuk peraturan daerah yang khusus mengatur mengenai peranserta
masyarakat Kota Cirebon dalam keikutsertaannya dalam penanggulangan kemiskinan
dan pembangunan Kota Cirebon. Dengan pengaturan yang jelas mengenai
keterlibatan masyarakat Kota Cirebon memberi harapan masalah kemiskinan pada
masyarakat Kota Cirebon dapat di atasi, sehingga keadilan dan kesejahteraan
masyarakat Kota Cirebon dapat terwujud.
Kata
kunci:
Kewenangan, perlindungan, pengelolaan, masyarakat Kota Cirebon
Pendahuluan
Perkembangan pembangunan ekonomi Indonesia dewasa ini menunjukkan semakin
mengalami kemajuan dimata dunia. Kemajuan ini ditandai dengan integrasi system ekonomi dunia.
Ini merupakan efek dari perekonomian terbuka yang dianut yang
dalam prakteknya tidak lepas dari hubungan internasional. Perdagangan internasional ini merupakan aktivitas pertukaran barang
dan jasa yang harus dilandasi dengan kehendak sukarela dari masing-masing pihak
yang bersangkutan. Perdagangan ini merupakam aspek
penting dalam perekonomian negara dari setiap penjuru dunia.
Dukungan penting dari pemerintah dengan dibuatnya otonomi daerah yang
mulai efektif pada tanggal 1 Januari 2001. Menurut
Mudraj pembangunan ekonomi merupakan suatu proses dimana pemerintah
berkolaborasi dengan masyarakat dalam mengelila sumber daya yang ada dan
membentuk suatu pola dan lapangan pekerjaan baru dan merangsang perkembangan
kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut (Mudrajad, 2004). Pembangunan suatu negara maupun daerah memiliki
indikator beberapa aktivitas perekonomian meningkat dengan ditandai
meningkatnya pendapatan per kapita penduduk sehingga terjadi perbaikan tingkat
kesejahteraan.
Dalam mencapai tujuan pembangunan masih ada tantangan. 25,9 juta orang yang hidup dibawah garis
kemiskinan dari 264 juta penduduk Indonesia. Sekitar 20,19%
dari seluruh penduduk masih rentan jatuh miskin. Data ini berdasarkan data
Maret 2018 (Bank, 2019)
Sama halnya
dengan BPS.
Badan Pusat Statistik menyatakan pada September
2019, secara rata-rata rumah tangga miskin di Indonesia memiliki 4,58 orang anggota rumah tangga. Dengan demikian, besarnya
Garis Kemiskinan per rumah tangga miskin secara rata-rata adalah sebesar
Rp2.017.664,-/rumah tangga miskin/bulan ((BPS), 2019).
Table 1
Jumlah Keluarga Miskin di
Kota Cirebon Menurut Kelurahan Tahun 2014
Wilayah Kelurahan |
Jumlah Keluarga� Miskin |
|
2014 |
||
Harjamukti |
Argasunya |
2.222 |
Kalijaga |
2.248 |
|
Harjamukti |
1.294 |
|
Kecapi |
871 |
|
Larangan |
609 |
|
Lemahwungkuk |
Pegambiran |
1.776 |
Kesepuhan |
1.816 |
|
Lemahwungkuk |
1.051 |
|
Panjunan |
1.286 |
|
Pekalipan |
Jagasatru |
704 |
Pulasaren |
675 |
|
Pekalipan |
1.087 |
|
Pekalangan |
720 |
|
Kesambi |
Karyamulya |
1.694 |
Sunyaragi |
1.011 |
|
Drajat |
1.290 |
|
Kesambi |
1.048 |
|
Pekiringan |
811 |
|
Kejaksan |
Kejaksan |
899 |
Kebon Baru |
1.155 |
|
Sukapura |
799 |
|
Kesenden |
1.283 |
|
Kota Cirebon |
26.349 |
Disisilain Badan
Perencana Pembangunan Daerah (BAPEDA) Kota Cirebon terus berupaya mensejahterakan
masyarakat dan terus mengembangkan pembanguanan dengan disosialisasikannya peraturan daerah
nomor 10 Tahun 2018 Tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial, Perwal Nomor
42 Tahun 2015 Tentang Mekanisme Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Di Kota Cirebon,
dan perda Kota Cirebon Nomor 9 tahun 2008 tentang rencana pembangunan jangka
Panjang (RPJPD) kota Cirebon tahun�
2005-2025.
Berdasarkan
uraian latar belakang di atas maka sangat relevan untuk dikaji lebih lanjut
melalui penelitian yang berjudul �Kewenangan Pemerintah Daerah dalam Pengaturan
Penanganan Kemiskinan dan Pembangunan Wilayah Kota Cirebon Berbasis Masyarakat�. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas
maka dapat dirumusakan. Bagaimanakah kewenangan dan model yang ideal
Pemerintah Daerah dalam Pengaturan Penanganan Kemiskinan dan Pembangunan
Wilayah Kota Cirebon Berbasis Masyarakat
Metode
Penelitian
Menurut Peter mahmud Marzuki,
�penelitian hukum adalah suau proses untuk menemukan aturan hukum,
prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum
yang dihadapi Menurut (Cohen, n.d.) mengemukakan
bahwa �Legal research is an essential component of legal practice. It is the
process of finding the law that governs an activity and materials that explain
or analyze that law�. (Soekanto, 2006) mengemukakan bahwa, dalam ilmu hukum teradapat dua jenis penelitian
hukum terdapat, yaitu penelitian hukum normatif dan penelitian hukum sosiologis
atau empiris. Metode penelitian hukum Normatif yang
disebut juga sebagai penelitian hukum doktrinal dan juga disebut penelitian
hukum perpustakaan. �Penelitian
ini terdiri dari �peraturan-peraturan yang tertulis dan
bahan-bahan hukum karena itu penelitian ini disebut penelitian hukum doktrinal sedangkan
disebut sebagai penelitian perpustakaan atau studi dokumen karena penelitian
ini lebih banyak dilakukan perpustakaan atau studi dokumen.
Dalam penelitian ini
digunakan Jenis penelitian normatif, penelitian ini digunakan untuk membedah
permasalahan yang terkait dengan kewenangan Pemerintah Daerah dalam pengaturan
penanganan kemiskinan dan Pembangunan wilayah Kota Cirebon yang berbasis
masyarakat. Dalam penelitian ini
fokus kajiannya adalah pada kebijakan-kebijakan hukum Pemerintah maupun
Pemerintah Daerah terkait dengan pengaturan penanganan kemiskinan dan
pembangunan wilayah Kota Cirebon yang berbasis masyarakat. Selain hanya meneliti kebijakan-kebijakan dan aturan-aturan hukum
yang terkait dengan pengaturan penanganan kemiskinan dan pembangunan wilaya Kota
Cirebon yang berbasis masyarakat, juga ada model ideal pengaturan yang
ditemukan terkait dengan peran masyarakat dalam pembangunan wilaya Kota Cirebon.
Sifat penelitian ini
adalah kualitatif. Sifat penelitian yang
kualitatif adalah jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh
melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya). Pada dasarnya penelitian kuallitatif didapat dari data dan
bahan-bahan hukum yang meliputi, buku-buku, peraturan hukum, jurnal, hasil
penelitian yang nantinya diramu lalu disajikan dalam suatu paparan deskripsi
analisis.
Hasil
dan Pembahasan
A. Kewenangan
Pemerintah Daerah dalam Pengaturan Penanganan Kemiskinan dan Pembangunan Wilayah
Kota Cirebon
Dalam
Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea ke-2 dan ke-4 jelas
dipahami bahwa pemerintahan daerah merupakan alat kelengkapan negara yang
betujuan untuk mewujudkan cita- cita negara.
Untuk mewujudkan cita- cita negara, pemerintahan daerah
diberi kewenangan untuk menjalankan seluruh urusan pemerintahan di daerah
sesuai dengan kewenangan daerah. Merujuk pendapat (Hadjon, 2017) dan (Indroharto, 2000) yang menegaskan
bahwa sumber kewenangan di dapat dari 3 (tiga) bentuk yaitu atribusi, delegasi
dan mandat. Lebih lanjut (Hadjon, 2017) juga menyatakan
bahwa kewenangan itu merupakan konsep inti dari hukum tata negara dan hukum
administrasi negara yang pada dasarnya Pemerintah dalam mengambil suatu
tindakan maka harus berdasarkan atas hukum yang berlaku. Hal
ini dapat dipahami bahwa suatu tindakan pemerintah dikatakan sah, apabila
tindakan itu berdasarkan atas hukum. Dengan demikian
konsep kewenangan sangat kental dengan aspek legalitas. Secara singkat bahwa hukum memberikan suatu kewenangan kepada
pemerintah untuk bertindak maupun tidak bertindak.
Kemampuan
pemerintah untuk melakukan tindakan yaitu tindakan-tindakan hukum yang
menimbulkan akibat-akibat hukum dan mencakup mengenai timbul dan lenyapnya
akibat hukum tersebut. Memahami pendapat (Stroink & Steenbeek, 1989) bahwa
pemerintah dalam mendapatkan kewenangan hanya ada dua cara yaitu atribusi dan
delegasi. Kewenangan atribusi berkenaan dengan penyerahan
suatu wewenang baru, sedangkan delegasi adalah menyangkut pelimpahan wewenang
yang telah ada.
Berdasarkan
pada konsep kewenangan di atas maka berkaitan dengan kewenangan pemerintah
daerah dalam pengaturan, penanganan kemiskinan dan pembangunan wilayah Kota
Cirebon dapat dilihat dalam batas-batas kewenangan yang telah diatur dalam
peraturan perundang-undangan. Dalam konteks
pengaturan, setiap pembentukan peraturan hukum sebagai bentuk perlindungan
hukum kepada masyarakat maka dasar kewenangan merupakan point penting dalam
suatu proses pembentukan hukum. Selain mendasarkan pada dasar
kewenangan suatu pembentukan hukum juga medasarkan pada fakta sosiologis atau
kebutuhan masyarakat terhadap produk hukum tersebut.
Terkait dengan dasar kewenangan
dalam pengaturan, penanganan kemiskinan dan pembangunan wilayah Kota Cirebon
didasarkan pada Pasal 18 ayat (6) UUD Negara Republik Indonesia yang menegaskan
bahwa pemerintah daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. Dalam konteks ini pemerintah daerah mempunyai kewenangan untuk
menetapkan peraturan daerah terkait dengan pengaturan, penanganan kemiskinan
dan pembangunan wilayah Kota Cirebon yang berbasis pada masyarakat.
Selanjutnya dasar kewenangan lain diatur dalam Perwal Nomor 42 Tahun 2015
Tentang Mekanisme Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Di Kota Cirebon,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5490, dalam Pasal 1 angka 32
dengan tegas menyatakan bahwa Masyarakat adalah masyarakat yang terdiri dari
Masyarakat Hukum Adat, Masyarakat Lokal, dan Masyarakat Tradisional yang
bermukim di wilayah Kota Cirebon dan pulau-pulau kecil. Dalam
konteks ini UU 1 tahun 2014 secara legal mengatur masyarakat untuk ikut berpartisipasi
dalam perlindungan dan pengelolaan wilayah Kota Cirebon. Hal ini menandakan bahwa masyarakat diberi otoritas untuk ikut
menentukan kebijakan dan penyelenggaraan yang berkaitan dengan pengaturan,
penanganan kemiskinan dan pembangunan wilayah Kota Cirebon. Konteks
dasar kewenangan dalam membentuk kebijakan hukum terutama peraturan hukum juga
terdapat dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234, yang mengatur teknis pembentukan
kebijakan hukum. Dalam membentuk kebijakan hukum ada 3 (tiga)
unsur yang harus terpenuhi yaitu unsur filosofis, sosiologis dan yuridis.
Dalam
menelaah kewenangan pemerintah daerah untuk mengatur perlindungan dan
pengelolaan wilayah Kota Cirebon yang berbasisi masyarakat perlu
mempertimbangkan aspek filosofisnya yaitu tujuan dan arah pengaturan dari suatu
peraturan yang dibentuk (pengaturan, penanganan kemiskinan dan pembangunan wilayah
Kota Cirebon yang berbasis masyarakat). Selanjutnya
aspek sosiologis yaitu dilihat dari aspek kebutuhan dari masyarakat Kota
Cirebon yang memang membutuhkan pengaturan terkait partisipasi masyarakat Kota
Cirebon dalam pengelolaan wilayah Kota Cirebon sebagaimana telah diatur dalam
peraturan yang lebih tinggi (UU 1 tahun 2014 dan permendagri 40 tahun 2014). Aturan ini dengan tegas menyatakan bahwa ketika melakukan
perlindungan hukum dan pengelolaan 22 wilayah Kota Cirebon, masyarakat wajib ikut
berpatisipasi. Hal ini juga didasarkan bahwa selama
ini masyarakat Kota Cirebon selalu berada dalam lingkup kemiskinan dan
kesulitan perekonomian. Dengan demikian aturan-aturan
yang terbitan terbaru lebih banyak mulai melindungi masyarakat Kota Cirebon dan
diberikan otoritas oleh peraturan hukum untuk mengelola wilayah Kota Cirebonnya
sesuai dengan kearifan lokalnya. Untuk melihat kewenangan pemerintah
daerah dalam membentuk hukum adalah pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana
telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015
Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679), yang dengan tegas
menyatakan bahwa antara pemerintah pusat, provinsi dan kabupatem/Kota mempunyai
kewenangan yang berbeda untuk mengurus daerahnya berdasarkan pada otonomi
daerah. Dalam era otonomi daerah, masyarakat perlu dilibatkan agar dapat
menumbuhkembangkan dan sekaligus memelihara tradisi, baik secara individu
maupun secara kelompok (Dwirayani, 2017). Sebagaimana
disebutkan dalam Pasal 11 UU 23 tahun 2014 yang menegaskan bahwa klasifikasi
urusan pemerintahan dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu: 1. urusan pemerintahan
absolute (urusan pemerintah pusat) 2. urusan
pemerintahan konkuren (urusan pemerintah provinsi, kabupaten/kota), dan 3. Urusan pemerintahan umum (Urusan Pemerintahan yang menjadi
kewenangan Presiden sebagai kepala pemerintahan).
Selanjutnya
terkait dengan kewenangan pemerintah dalam penanganan kemiskinan dan
pembangunan wilayah Kota Cirebon yang berbasis masyarakat masuk dalam pembagian
urusan konkuren yang merupakan kewenangan pemerintah provinsi dan pemerintah
kabupaten/kota. Penanggulangan
kemiskinan dan pembangunan wilayah Kota Cirebon termasuk dalam pembangian
urusan di bidang kesejahteraan yang pengaturannya terdapat dalam Pasal 34 ayat
(1). Berdasarkan pada UU No 11 tahun 2009 menjadi
jelas kewenangan pemerintah daerah dalam mensejahterakan wilayah Kota Cirebon.
Dalam penanggulangan kemiskinan wilayah Kota Cirebon sebagaimana disebutkan
dalam perwal Nomor 42 Tahun 2015 Tentang Mekanisme Koordinasi Penanggulangan
Kemiskinan Kota Cirebon, aspek penting yang perlu diperhatikan adalah peran
masyarakat Kota Cirebon dalam keterlibatannya untuk ikut serta dibidang penanganan
kemiskinan wilayah Kota Cirebon. Dalam melakukan kegiatan penanggulangan
kemiskinan wilayah Kota Cirebon, di bentuk kelompok program bantuan sosial
terpadu berbasis keluarga (nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat).
Mengenai penanganan kemiskinan wilayah Kota Cirebon juga mendapat pengaturan
melalui Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 15 tahun 2018 Tentang
Sistem Layanan dan Rujukan Terpadu untuk Penanganan Fakir Miskin dan Orang
Tidak Mampu. Dalam Peraturan Menteri Sosial ini, konteks penanggulangan yang
dimaksud adalah merujuk kepada bab 1 pasal 1 ayat 1. Hal ini lebih ditekankan pada bagaimana pemerintah merencanakan
untuk membuat kebijakan dan prosedur maupun kesepakatan dalam peningkatan ekonomi
wilayah Kota Cirebon sesuai dengan kewenangannya.
Sedangkan dalam
peraturan daerah kota Cirebon Nomor 9 tahun 2018 Tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Daerah Kota Cirebon lebih menegaskan bahwa dalam pengelolaan
wilayah Kota Cirebon, peran serta masyarakat Kota Cirebon memiliki arti penting.
Adapun bentuk keikutsertaan masyarakat dalam pembangunan
wilayah Kota Cirebon adalah pelaksanaan dan pengawasan. Dalam konteks ini masyarakat Kota Cirebon mempunyai peran penting
dan diberikan otoritas oleh peraturan perundang-undangan untuk mengelola wilayah
Kota Cirebon sesuai dengan kearifan lokal dan hukum adatnya.
�Untuk pembangunan wilayah Kota
Cirebon yang tepat dan berhasil guna, maka pemerintah sesuai dengan
kewenangannya berkewajiban melakukan pemberdayaan masyarakat berdasarkan
potensi dan karakteristik, serta analisa kebutuhan masyarakat dengan
mempertimbangkan kondisi sosial, ekonomi, budaya, dan lingkungan. Pemberdayaan masyarakat dilakukan sebagai upaya untuk dorongan,
atau memberikan bantuan kepada masyarakat Kota Cirebon agar mampu menentukan
pilihan yang terbaik dalam memanfaatkan sumber daya Kota Cirebon. Selain pemberdayaan yang diberikan oleh pemerintah, pembinaan juga
merupakan unsur penting dalam pengelolaan wilayah Kota Cirebon. Dalam pembinaan ini pemeritah berdasarkan kewenangannya memberikan
bimbingan, pendidikan, pelatihan, penyuluhan dan sosialisasi terkait dengan pembangunan
wilayah Kota Cirebon yang baik dan berhasil guna.
Tujuan dilakukan
pemberdayaan dan pembinaan ini adalah agar masyarakat Kota Cirebon memiliki
kemampuan dan kemandirian dalam pengelolaan wilayah Kota Cirebon, untuk
meningkatkan efektifitas dan keberlanjutan dalam pemanfaatan wilayah Kota
Cirebon dengan memperkuat nilai-nilai kearifan lokal untuk proses pembangunan
bangsa khususnya pembangunan wilayah Kota Cirebon yang berkelanjutnan. Berdasarkan kewenangan berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang telah di uraikan di atas, maka pemerintah daerah mempunyai dasar
kewenangan untuk membentuk pengaturan hukum terkait dengan perlindungan dan
pengelolaan wilayah Kota Cirebon berbasis mayarakat.
B. Model
Ideal Pengaturan Penanggulangan Kemiskinan dan Pembangunan Wilayah Kota Cirebon
yang Berbasis pada Masyarakat
Sebagaimana diatur
dalam Peraturan Daerah Kota Cirebon Pasal 6 angka 1 UU Nomor 9 tahun 2019
tentang Peraturan Daerah Kota Cirebon bahwa yang dimaksud Wilayah Kota Cirebon merupakan
jalur utama transportasi dari Jakarta menuju Jawa Barat,
Jawa Tengah, yang melalui daerah utara atau pantai utara (pantura), dengan lketak
geografis yang sangat strategis. selanjutnya wilayah
Kota Cirebon adalah daerah yang terdiri dari darat dan laut. Apabila melihat
penelusuran data bahwa angka jumlah penduduk miskin Kota Cirebon cukup besar,
yakni mencapai 26.349 persen dari jumlah total penduduk miskin
Indonesia. Laju perekenomian di Kota Cirebon terdapat
perbedaan keadaan dan perkembangan perekonomian masyarakat di daerah Kota
Cirebon dan masyarakat di daerah Kabupaten. Permasalahan-permasalahan
sosial di daerah Kota Cirebon sangat kompleks. Permasalahan-permasalahan
kompleks tersebut timbul secara langsung maupun tidak langsung terkait dengan
kemiskinan masyarakat Kota Cirebon, kebijakan yang tidak tepat, rendahnya
penegakan hukum (law enforcement), dan rendahnya kemampuan sumber daya manusia
(SDM).
Permasalahan
di Kota Cirebon di atas bila dikaji lebih lanjut memiliki akar permasalahan
yang mendasar. Menurut Dahuri ada lima faktor, yaitu
pertama tingkat kepadatan penduduk yang tinggi dan kemiskinan, kedua konsumsi
berlebihan dan penyebaran sumber daya yang tidak merata, ketiga kelembagaan,
keempat, banyaknya kawasan pemasaran dan kelima kegagalan sistem ekonomi dan
kebijakan dalam menilai ekosistem alam.
Berdasarkan hasil
pengamatan dan hasil studi terkait dengan daerah Kota Cirebon menunjukan bahwa
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan sumber daya Kota Cirebon yang selama
ini dijalankan bersifat sektoral dan terpilah-pilah, padahal karakteristik
ekosistem Kota Cirebon yang secara ekologis saling terkait. Dengan
demikian pengelolaan sumberdaya wilayah Kota Cirebon secara optimal dan
berkelanjutan hanya dapat diwujudkan melalui pendekatan terpadu dan holistik.
Pengelolaan wilayah Kota
Cirebon terpadu dinyatakan sebagai proses pemanfaatan sumberdaya Kota Cirebon
serta ruang yang memperhatikan aspek konservasi dan keberlanjutannya. Adapun konteks keterpaduan meliputi dimensi sektor, ekologis,
pemerintahan, antar bangsa dan negara, dan disiplin ilmu. Masyarakat yang tinggal di wilayah Kota Cirebon (masyarakat Kota
Cirebon) menjadi bagian yang terpenting dalam ekosistem Kota Cirebon. Komponen terbesar dari masyarakat Kota Cirebon adalah pedagang dan
buruh yang memiliki ketergantungan yang besar terhadap keberlanjutan terhadap
pasar, penginapan dan swalayan Kota Cirebon. Selain
itu masyarakat Kota Cirebon memiliki peran penting dalam pembangunan
berkelanjutan di wilayah Kota Cirebon. Oleh karena itu
unsur penting dalam pembangunan berkelanjutan adalah partisipasi masyarakat
(pembangunan berbasisi masyarakat) dalam konteks ini adalah partisipasi
masyarakat Kota Cirebon.
Pembangunan
berbasisi masyarakat secara sederhana dapat diartikan sebagai pembangunan yang
mengacu pada kebutuhan masyarakat, direncanakan dan dilaksanakan oleh
masyarakat dengan sebesar-besarnya memanfaatkan sumber daya alam yang ada dan
dapat diakses oleh masyarakat setempat. Oleh karena itu pembangunan berbasisi masyarakat seharusnya
pembangunan yang berangkat dari kebutuhan masyarakat dan bukannya dirumuskan
oleh orang luar atau elit masyarakat yang merasa tahu dan pandai untuk
merumuskan pembangunan yang cocok bagi masyarakatnya.
Menurut
Aprillia Theresia dkk, menyatakan bahwa pembangunan berbasis masyarakat berarti
pembangunan harus berbasis sumberdaya lokal, berbasis pada modal sosial,
berbasis pada budaya lokal, berbasis pada kearifan lokal yang dimiliki dan
diyakini oleh masyarakat setempat. Selanjutnya
Aprillia Theresia juga mengatakan bahwa pembangunan berbasis masyarakat
seringkali dikonotasikan dengan pembangunan dari bawah yang lebih baik dari
pembangunan dari atas.
Memahami pengelolaan
sumber daya alam berbasis masyarakat adalah sama
dengan memahami partisipasi masyarakat dalam pengelolaan wilayah Kota Cirebon.
Partisipasi masyarakat Kota Cirebon dalam pengelolaan sumber daya Kota Cirebon
dapat dikatakan sebagai suatu proses pemberian wewenang, tanggung jawab dan
kesempatan kepada masyarakat untuk mengelola suberdayanya sendiri berdasarkan
kebutuhan dan keinginan serta tujuan aspirasinya. Keberhasilan pengelolaan
wilayah Kota Cirebon yang berbasis masyarakat dipengaruhi oleh dua (2) macam yaitu : 1. Konsensus yang jelas dari tiga pelaku utama,
yaitu pemerintah, masyarakat Kota Cirebon, dan peneliti (sosial, ekonomi, dan
sumberdaya); 2. Pemahaman yang mendalam dari masing-masing pelaku utama akan peran dan tanggung jawabnya dalam mengimplementasikan
program pengelolaan berbasis masyarakat.
Menurut Tjokrowinoto
bahwa ciri-ciri pembangunan yang berpusat pada rakyat (masyarakat) yaitu :
1. Prakarsa
dan proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat tahap demi
tahap harus diletakkan pada masyarakat itu sendiri.
2. Fokus
utamanya adalah meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengelola dan
memobilisasikan sumber-sumber yang terdapat di komunitas untuk memenuhi
kebutuhan mereka.
3. Pendekatan
ini mentoleransi variasi lokal dan karenanya, sifatnya fleksibel menyesuaikan
dengan kondisi lokal.
4. Di
dalam melaksanakan pembangunan, pendekatan ini menekankan pada proses social
learning yang didalamnya terdapat interaksi kolaboratif antara birokrasi
dan komunitas.
5. Proses
pembentukan jejaring (networking) antara birokrasi dan lembaga swadaya
masyarakat, satuan-satuan organisasi tradisonal yang mandiri, merupakan bagian
integral dari pendekatan ini, baik untuk meningkatkan kemampuan mereka
mengidentifikasi dan mengelola perbagai sumber, maupun untuk menjaga
keseimbangan antara struktur vertikal maupun horizontal. Melalui proses networking
ini diharapkan terjadi simbiose antara struktur-struktur pembangunan di
tingkat lokal.
Selanjutnya menurut
Dahuri menyatakan bahwa ada lima prinsip dasar yang
penting untuk dilaksanakan dalam pengelolaan yang berbasis masyarakat yaitu:
1. Pemberdayaan
2. Pemerataan
akses dan peluang,
3. Ramah
lingkungan dan lestari
4. Pengakuan
terhadap pengetahuan dan kearifan local
5. Kesetaraan
jender.
Tampaknya
prinsip-prinsip yang diperkenalkan oleh Dahuri tidak berbeda jauh dari prinsip
yang dianut dalam peraturan peundang-undangan yang khusus mengatur wilayah Kota
Cirebon. Sebagaimana di sebutkan dalam UU Nomor
9 Tahun 2018 yang dengan tegas menyatakan bahwa Pemanfaatan ruang dan sumber
daya perkotaan Kota Cirebon pada wilayah masyarakat hukum adat oleh masyarakat
hukum adat menjadi kewenangan masyarakat hukum Adat setempat. Hal ini menunjukan bahwa ada peran penting dari masyarakat dalam
konteks ini masyarakat hukum adat dalam aspek perlindungan dan pengelolaan wilayah
Kota Cirebon berdasarkan hukum adat dan kebiasaannya.
Merujuk prinsip dari
Dahuri di atas, bahwa dalam konteks perlindungan dan pengelolaan wilayah Kota
Cirebon, pemberdayaan, adanya akses dan peluang ramah lingkungan pengakuan
kearifan lokal dan keadilan gender tampaknya bersesuaian dengan nilai-nilai
hukum adat. Pemberdayaan, dalam konteks ini pemberdayaan masyarakat Kota
Cirebon sangat diperlukan untuk pembangunan wilayah Kota Cirebon yang berkelanjutan
dan bertujuan untuk mengarahkan terwujudnya perbaikan teknis pengelolaan dan
perbaikan wilayah Kota Cirebon.
Dalam Peraturan Pemerintah
Daerah no 9 tahun 2018 menegaskan bahwa untuk mendukung proses pembangunan
Wilayah Kota Cirebon maka harus memperkuat nilai-niai kearifan lokal. Tampaknya terkait dengan pengelolaan wilayah Kota Cirebon yang
diberikan otoritas pada mayarakat, maka model yang tepat digunakan mengenai pembangunan
wilayah Kota Cirebon adalah model pembangunan wilayah berbasis masyarakat, sedangkan
model pengaturannya adalah diatur dalam bentuk kebijakan pemerintah daerah
yaitu Peraturan Daerah. Oleh karena pentinganya keterlibatan masyarakat Kota
Cirebon dengan nilai nilai kearifan local nya maka untuk mendapatkan kepastian
hukum, peranserta masyarakat tersebut
harus dituangkan dalam kebijakan-kebijakan hukum pemerintah daerah yaitu dalam
bentuk peraturan daerah
Kesimpulan
Berdasarkan
uraian di atas maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Dasar
kewenangan pemerintah daerah dalam Peraturan, Penanganan Kemiskinan dan
Pembanguanan wilayah Kota Cirebon adalah terdapat dalam UUD Negara Rpublik
Indonesia Tahun 1945, Perwal Kota Cirebon Nomor 42 Tahun 2015, Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, undang-undang No. 11 tahun 2009
menjadi jelas kewenangan pemerintah daerah dalam mensejahterakan wilayah Kota
Cirebon.
2. Model
ideal pengaturan perlindungan dan pengelolaan wilayah Kota Cirebon yang
berbasis pada masyarakat adalah model yang melibatkan masyarakat Kota Cirebon
dalam perlindungan dan pengelolaan sumber daya Kota Cirebon yang berlandaskan
pada kearifan lokal. Keikutsertaan masyarakat Kota Cirebon dalam pengelolaan
sumberdaya Kota Cirebon berarti suatu proses pemberian wewenang, tanggung jawab
dan kesempatan kepada masyarakat untuk mengelola sumberdayanya sendiri berdasarkan
kebutuhan dan keinginannya. Untuk lebih menuju kepastian hukum maka model
perlindungan dan pengelolaan tersebut harus dituangkan dalam peraturan hukum
dengan bentuk peraturan daerah.
BIBLIOGRAFI
Badan Pusat Statistik. (2019). Persentase Penduduk
Miskin September 2019 turun menjadi 9,22 persen. Retrieved from
https://www.bps.go.id/pressrelease/2020/01/15/1743/persentase-penduduk-miskin-september-2019-turun-menjadi-9-22-persen.html
Bank, The World. (2019). Bank Dunia Di Indonesia. Retrieved
from https://www.worldbank.org/in/country/indonesia/overview
Cohen, Morris L. (n.d.). dan Kent C. Olson. 2016. Legal
Research in a Nutshell.
Dwirayani, Dina. (2017). Analisis Strategi Pengembangan
Lumbung Pangan Desa Untuk Ketahanan Pangan. Syntax Literate; Jurnal Ilmiah
Indonesia, 2(10), 14�26.
Hadjon, Philipus M. (2017). tentang Wewenang. Yuridika,
7(5�6).
Indroharto, S. H. (2000). Usaha-Usaha memahami
Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara. Buku II, Pustaka Sinar Harapan,
Jakarta.
Mudrajad, Kuncoro. (2004). Otonomi dan Pembangunan Daerah;
Reformasi, Perencanaan, Strategi, dan Peluang. Erlangga. Jakarta.
Soekanto, Soerjono. (2006). Pengantar penelitian hukum.
Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press).
Stroink, Frederik August Maximiliaan, & Steenbeek, Jan
Gerhard. (1989). Inleiding in het staats-en administratief recht. Samsom
HD Tjeenk Willink.