Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849
e-ISSN:
2548-1398
Vol. 5, No.
9, September 2020
UPAYA
MENINGKATKAN MOTIVASI NARAPIDANA MENGIKUTI PEMBINAAN PONDOK
PESANTREN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN
Septiana Dwi Anggraini
Politeknik Ilmu Pemasyarakatan Depok Jawa Barat, Indonesia
Email: [email protected]
Abstract
Motivation
as an effort to arouse or encourage inmates to do something in order to achieve
their goals. One form of the motive for the crime is done again, namely the
lack of motivation in prisoners to repent. In this case the Penitentiary has
the duty and responsibility in the successful implementation of guidance for
inmates who have a variety of cases. The boarding school guidance program
provided to inmates must be implemented, but prisoners who sit in the middle to
back row do not pay attention to the explanation given by the speaker. Because
he considered the boarding school program aims to fulfill the obligation only.
From this problem, it is necessary to carry out activities to motivate
prisoners to participate in the program voluntarily and seriously. This is done
in order to be able to provide good skills and mindset for Prisoners so that
they have attitudes and principles of life that are filled with goodness. As
well as changing and shaping convicts for the better and returning to the right
path and do not have the thought of returning to commit crimes. This research
was conducted with qualitative research methods by distributing questionnaires
to determine the results of increased motivation in prisoners. It can be
concluded that increasing motivation in inmates following the boarding school
program requires innovation and new ways.
Keywords: Motivation; Guidance; Prisoners
Abstrak
Motivasi sebagai upaya untuk
membangkitkan dan mendorong
Narapidana untuk melakukan sesuatu agar tercapai tujuannya. Salah satu bentuk
dari motif kejahatan dilakukan kembali yakni tidak adanya motivasi dalam diri
Narapidana untuk bertaubat. Dalam hal ini Lembaga Pemasyarakatan mempunyai
tugas dan tanggung jawab dalam keberhasilan pelaksanaan pembinaan terhadap
narapidana yang memiliki beragam perkara. Program pembinaan pondok pesantren yang diberikan kepada narapidana wajib dilaksanakan, Namun narapidana enggan dan bermalas-malasan untuk mengikutinya. Karena dianggapnya
program pondok pesantren ini bertujuan untuk
memenuhi kewajiban semata.
Dari permasalahan ini maka perlu dilakukan
kegiatan untuk memotivsi narapidana agar mengikuti progam tersebut dengan bersungguh-sungguh dan mampu memberikan
bekal skil dan mindset yang
baik bagi Narapidana sehingga mereka memiliki sikap dan prinsip hidup yang dipenuhi dengan kebaikan. Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian kualitatif yang telah diadaptasi guna untuk mengetahui hasil dari peningkatan motivasi pada narapidana. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan beberapa responden bahwasannya kegiatan pembinaan pondok pesantren ini mempunyai motivasi
dengan dimensi kemauan, perasaan senang dan ketertarikan serta kesadaran memiliki nilai baik dan perhatian memiliki nilai yang cukup. Dapat disimpulkkan
bahwa meningkatkan motivasi pada narapidana mengikuti program pondok pesantren diperlukan inovasi dan cara baru.
�
Kata kunci: Motivasi; Pembinaan; Narapidana
Pendahuluan
Negara Indonesia adalah negara hukum Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1995 merupakan kalimat yang menjadi landasan konstitutional
negara Indonesia untuk memberikan jaminan Hak-hak bagi semua warga negara,
serta mewajibkan seluruh warga negara untuk menjujung tinggi pemerintahan dan
hukum yang berlaku tanpa terkecuali (Wijaya, 2015).
Pemasyarakatan
pada khususnya adalah sebagai bagian dari pembangunan dibidang hukum dan
sebagai pembangunan nasional bangsa Indonesia yang tidak dapat dilepaskan dari
pengaruh situasi lingkungan yang mengalami perubahan dari waktu ke waktu.
Sistem Pemasyarakatan yang berlaku saat ini, secara konseptual dan historis
sangatlah berbeda dengan sistem kepenjaraan dahulu. Dimana perlakuan terhadap
pelanggar hukum sudah menujukan perubahan kearah yang lebih baik. Dimana
pembinaan dan pembimbingan terhadap warga binaan pemasyarakatan tersebut
melalui pendekatan mental maupun fisik yang mengenai pemulihan harga diri sebagai pribadi
maupun sebagai warga negara yang baik.
Pelaksanaan
pembinaan yang menggunakan sistem Pemasyarakatan bertujuan agar WBP menjadi
manusia yang seutuhnya, serta diterimanya kembali kedalam lingkungan
masyarakat, melalui jalur pendekatan iman dan membina WBP agar dapat menyesuaikan
dengan kehidupan selama menjalani masa pidana di Lembaga Pemasyarakatan (Kemasyarakatan, 2005).
Hal ini
sejalan dengan tujuan Lembaga Pemasyarakatan yaitu membentuk WBP agar menjadi
manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak lagi
mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkunga sekitar
dan dapat berperan aktif dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai
warga negara yang baik. Dalam hal ini juga Lembaga pemasyarakatan harus
memahami apa saja hak dan larangan bagi Narapidana yang ada didalam Lembaga
Pemasyarakatan yakni terdapat pada pasal 14 ayat (1), yang mengatur tentang hak
narapidana di Lembaga pemasyarakatan. disimpulkan bahwa narapidana berhak: a. Melaksanakan
ibadah berdasarkan kepercayaan dan agamanya masing-masing, b. Mendapatkan
perawatan, (rohani dan jasmani), c. Mendapatkan ilmu pendidikan dan pengajaran (Republik Indonesia, 1995).
Sedangkan Larangan
narapidana diatur didalam Pasal 4 PERMENKUMHAM No.6 Tahun 2013 tentang Tata
Tertib Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan. Dimana dijelaskan didalamnya
segala sesuatu yang sudah ditetapkan dan yang dapat membahayakan bagi
narapidana itu dilarang dilakukan. Baik dengan diri sendiri, antar narapidana, dengan petugas
bahkan lingkungan sekitar dan pastinya yang dapat membahayakan bagi keselamatan.
Guna larangan ini agar narapidana tetap tertib berada didalam Lapas dan
membiasakan dirinya, serta terjaminnya keamanan dan ketertibannya baik didalam
lapas maupun diluar lapas.
Oleh karena
itu Lembaga pemasyarakatan mempunyai�
tanggung jawab dalam keberhasilan pelaksanaan pembinaan terhadap
narapidana yang memiliki beragam perkara. Hal ini dilakukan agar narapidana
dapat menyadari kesalahannya, memperbaiki dirinya, tidak mengulangi tindak
pidana, diterima kembali oleh masyarakat, serta menjadi masyarakat yang baik
sehingga dapat dterima kembali oleh masyarakat dan lingkungan. Salah satu
kegiatan beragama yang diberikan, yakni adanya program pembinaan beragama melalui pondok pesantren
tersebut.� Pondok pesantren adalah
kegiatan pembinaan yang berupa program mengenai pendidikan islam, dengan
diadakan program agama islam bertujuan membentuk pribadi yang beriman dan
bertakwa sehingga mampu mengatasi masalah-masalah yang ada dalam kehidupannya (Parsan, 2016). Agar terhindar dari hal-hal yang dapat menyeret
pada ranah hukum. Dimana pengetahuan dan ilmu tentang agama maupun spiritual
wajib dimiliki oleh setiap manusia sebagai bekal hidupnya baik di dunia maupun
akhirat.
Dalam
akhir-akhir ini sudah banyak Lembaga Pemasyarakatan yang menyusun maupun melaksanakan
program pembinaan yang merujuk pada agama, salah satunya melalui pondok
pesantren tersebut. Ujar kepala kantor wilayah Kementerian Hukum dan Hak
Asasi� Manusia Jawa Barat, Susi
Susilowati � ponpes sangat penting bagi narapidana guna untuk memberikan
pembinaan keagamaan , dengan demikian, narapidana diharapkan mampu memberikan
contoh yang baik saat kembali ke masyarakat. Dan nanti selepas dari lapas
mereka bisa menjadi santri-santri maupun ustadz�
yang hebat, dan dapat membina keluarganya menjadi lebih manis lagi�.
Dalam hal ini sudah banyak diterapkannya program pondok pesantren dilembaga
pemasyarakatan.� Bahkan pada tahun 2016
lapas Permisan yang berada di pulau Nusa kambangan� pun
menerapkan program tersebut dengan alasan karena dengan adanya pondok
pesantren�� dari segi waktu belajarnya
lebih efektif, lebih sitematis, materinya lebih terstruktur, terarah,
terintegerasi, fokus serta komperehensif (Parsan, 2016).
Artikel yang dijadikan
referensi penulis yaitu berjudul Kesadaran Diri
Proses Pembentukan Karakter Islam, oleh Malikah (Institut Agama Islam Negeri
Sultan Amai Gorontalo), bahwasannya kesadaran diri pada manusia
dipandang dari 2 sisi yang berbeda dan saling bertolak belakang, yaitu dengan
mengenal kemampuan dan kekuatan pada diri sendiri dan kelemahan pengetahuan
yang ada pada diri sendiri. Untuk membentuk kesadaran diri dimulai dari
pembentukan karakter melalui pengetahuan lalu terbentuklah pola pikir yang
membentuk visi dan membentuk jiwa lalu melahirkan tindakan yang secara
keseluruhan disebut sikap. Menurut Soemarno Soedarsono ada beberapa faktor
pembentukan kesadaran diri yaitu: Sistem nilai (refleksi nurani, harga diri,
takwa kepada Tuhan YME), cara pandang
(kebersamaan, kecerdasan), Perilaku (keramahan yang tulus dan santun, ulet dan tangguh). Kesadaran diri mampu
membawa dampak positif pada manusia menuju kearah kesempurnaan karakter islam,
dengan memperbaiki karakter yang ada dalam dirinya dengan menggunakan
unsur-unsur religius.
Adapun contoh
kasus yang berada pada Lembaga Pemasyarakatan Perempuan kelas IIA Malang sudah
melaksanakan program pondok pesantren bahkan program tersebut wajib diikuti
oleh seluruh narapidana beragama muslim yang dijadwalkan pada hari senin-jumat. Dengan jumlah narapidana 575 periode bulan Januari
2020 yang mengikuti program pembinaan melalui pondok pesantren. Pada pelaksanaan program narapidana dikelompokkan
berdasarkan tingkat kemampuan dalam membaca Al-Qur�an. Sistem pengelompokan
yang dilakukkan mempunyai manfaat tersendiri. Menurut (Subki, 2013) bahwa adanya pengelompokkan dalam pondok pesantren
berfungsi sebagai pola penyampaian sesuai dengan kebutuhan individu (Subki, 2013). Dimana pondok pesantren merupakan salah satu upaya
untuk meningkatkan spiritualitas agar narapidana semakin bermartabat, yang
mempunyai tujuan agar narapidana tidak mengulangi kesalahan atau tindak
kejahatannya terulang kembali.
Namun pada
kenyataannya pihak Lapas sudah memfasilitasi kegiatan pondok pesantren hanya
saja minat dan motivasi narapidana itu sendiri dalam mengikuti pembinaan pondok
pesantren kurang sehingga menimbulkan hal-hal yang kurang berkenan salah
satunya tidak serius dalam mengikuti pondok pesantren. Seperti yang telah
diketahui, sebagian besar narapidana mengikuti pondok pesantren hanya untuk
memenuhi kewajiban semata untuk mendapatkan syarat berkelakuan baik agar dapat
memenuhi syarat dari integrasi, asimilasi dan lain-lain. Bahkan ada juga narapidana
lebih mementingkan kunjungan dari pihak keluarga dari pada mengikuti pembinaan
pondok pesantren, kurangnya minat narapidana dalam mengikuti pondok pesantren
juga menjadi permasalahan yang sedang di hadapi, terkadang narapidana yang
berada dibarisan tengah sampai belakang tidak memperhatikan materi dan
penjelasan yang disampaikan oleh pemateri, mereka terlihat sibuk berbincang dan
bersenda gurau dengan teman sampingnya. Kesadaran diri yang kurang tinggi
terhadap pentingnya pembinaan keagamaan yang diberikan juga belum dimiliki oleh
narapidana. yang terkadang narapidana tersebut tidak mengikuti pondok
pesantren, yang hanya mencatat kehadirannya melalui buku kehadiran. Karena
kurangnya pengawasan dari pihak petugas.
Pondok
pesantren dilakukan secara sungguh-sungguh� dan suka rela.
Motivasi adalah daya upaya yang mampu �mendorong
seseorang untuk melakukan sesuatu demi mencapai tujuannya, dengan adanya
motivasi yang diberikan pada narapidana tidak menutup kemungkinan dapat menekan
keinginan untuk melakuan tindak kejahatan kembali (Avissina, 2015). Solusi yang diberikan seharusnya pihak Lapas mampu
mengolah sistem pembinaan kegiatan pondok pesantren ini dengan banyak inovasi
yang membuat narapidana tidak bosan mengikuti kegiatan tersebut. Seperti adanya
game, seni berbau islami dan lain sebagainya, hal tersebut dapat menunjang
narapidana untuk bersungguh-sungguh dalam mengikuti pondok pesantren. Serta
diberikannya reward kepada narapidana yang memiliki kompetensi yang bagus.
Serta diperketatnya sitem kontrol pengawasan yang dilakukan oleh pihak petugas
guna untuk mengetahui kontrol pembinaan tersebut berjalan.
Dari uraian-uraian
tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi minat narapidana mengikuti pondok
pesantren dengan suka rela dan bersungguuh-sungguh maka semakin rendah
keinginan narapidana untuk melakukan kejahatannya kembali, dengan kondisi yang
ada maka perlu diadakannya upaya untuk meningkatkan motivasi narapidana dalam
mengikuti pembinaan pondok pesantren di Lembaga Pemasyarakatan. Serta memiliki
manfaat bagi pihak petugas pemasyarakatan dengan berjalannya pembinaan tersebut
dengan maksimal maka bisa dikatakan sebagai suatu keberhasilan suatu lapas
dalam melaksanakan program pembinaan dan manfaat pada narapidana untuk
bertaubat dan kembali kejalan yang benar.
Metode Penelitian
Penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif sumber data yang dipakai berdasarkan dengan lingkungan sosial. Penelitian dilakukan langsung berinteraksi dengan tempat kejadian. �Penelitian kualitatif ini menggunakan data sekunder dengan memperoleh data menggunakan studi kepustakaan, penelusuran alamat internet, pengambilan peraturan perundang-undangan dan adanya pengisian angket berskala motivasi yang pernah diuji cobakan dilapas
tersebut.
Teknik analisis data dilakukan setelah semua data terkumpul yang selanjutnya akan dilakukan analisis dan data akan diolah secara
sistematis berdasarkan hasil wawancara, observasi, dokumentasi serta menghitung skala motivasi yang sudah dibuat dan diisi oleh narapidana. Dan selanjutnya jikaa data sudah selesai dianalisa maka akan diambil
kesimpulan agar mudah dipahami.
Hasil dan Pembahasan
Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan narapidana yang menggunakan sistem, kelembagaan dan bagimana cara memproses
sistem pemasyarakatan yang telah ditentukan (Republik Indonesia,
1995). Selanjutnya Lembaga Pemasyarakatan
yang disebut dengan Lapas mendapatkan perubahan baru bagi sistem kepenjaraan
di Indonesia. Dalam belakangan
ini lapas telah beralih fungsi,
yang pada awalnya namanya penjara yang mempunyai maksud untuk menghukum
orang-orang yang bersalah dengan
sistem penjeraan. Namun sekarang penjara sudah tidak
ada lagi karena dianggap mempunyai sifat tidak manusiawi. Namun sekarang nama penjara tersebut
telah diubah menjadi pemasyarakatan yang fungsinya tidak lagi menghukum orang-orang dengan memperlakukan penjeraan namun sekarang adanya sistem pemasyarakatan mengedepankan adanya pembinaan dan pembimbingan yang diterapkan. Artinya lapas mempunyai tempat yang mampu merubah seseorang menjadi lebih baik
dan tidak mengulangi tindak kejahatan kembali serta pada saat keluar dari
lapas narapidana tersebut dapat diterima oleh lingkungan maupun masyarakat. Dalam pasal 2 Undang-Undang
No.12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (Indonesia,
1995): �Sistem
pemasyarakatan diselenggaarakan
�dalam �rangka membentuk WBP menjadi manusia yang seutuhnya, menyadari kesalahannya, mampu memperbaiki diri, tidak mengulangi
tindakan �kriminal �kembali dan pastinya diterima kembali oleh masyarakat, dapat berperan aktif serta dapat �menjadi �warga negara yang baik dan bertanggung jawab�. Dari pasal tersebut sudah jelas bahwa narapidana
memerlukan pembinaan mental
dan rohani, hal ini bertujuan agar pelanggar hukum menjadi manusia yang benar-benar memiliki tanggung jawab, timbulnya ketrentaman dalam hati maupun
dirinya, adanya rasa percaya diri untuk
berbuat kebaikan dan meninggalkan segala larangannya.
A. Pembinaan
kepribadian ( pondok pesantren )
Dari
pengertian pembinaan diatas dapat kita
ketahui bahwa narapidana sangaat memerlukan adanya program pembinaaan itu berjalan dengan maksimal, salah satu hal yang penting yakni adanya pembinaan
kepribadian akan kesadaraan beragama karena hal ini
dapat membuaat seorang narapidana dapat diteguhkan imannya terutama narapidana mengerti bahwa tindakan atau perbuatan yang telah dilakukannya ialah salah. Lembaga pemasyarakatan
terkenal dengan stigma negatif dipandangan masyarakat bahwa siapa yang sudah masuk kedalam Lapas
maka masyarakat dianggap jelek dan tidak dapat dipercaya
lagi. Untuk menghapuskan stigma tersebut adalah dengan cara
mengadakan pembinaan keagamaan yakni agama islam yang terkhusus untuk Narapidana yang beraga islam, bahwa
telah dijelaskan diatas Pendidikan agama islam bertujuan untuk membentuk seseorang menjadi lebih beriman
dan bertaqwa serta mampu mengatasi permasalahan dalam kehidupannya. kegiatan mengenai agama merupakan bagian dari proses pembinaan mental bagi para Narapidana.
Salah
satu kegiatan keagamaan yang sering dilakukan dilapas yakni pengajian, sholat berjamaah dan lain-lain. Itu adalah hal
wajib yang harus dilakukan oleh pihak Lapas untuk mendorong
narapidanya melakukan hal tersebut, namun
hal tersebut kurang adanya perubahan
mental yang dimliki oleh Narapidana
akhirnya munculah program pembinaan kepribadian yang dapat membuat narapidana
lebih merasakan dampak positif dengan adanya kegiatan
pondok pesantren. Dianggapnya kegiatan pondok pesantren ini mempunyai banyak
materi yang disampaikan sehingga rasa bosan sedikit berkurang, seperti cara mengaji,dakwah, cara membaca al-quran, cara melakukan ibadah-ibaadah sunah dan lain sebagainya. Namun pada kenyataanya, sebagaan besar narapidana mengikuti program pondok pesantren hanya untuk memenuhi kewajiban semata, selain melaksanakan program pondok pesantren ini maka perlu
adanyaa motivasi yang dilakukan pada narapidana.
B. Teori
Motivasi
Menurut
Herzberg ada 2 faktor pendorong seseorang mencapai kepuasaan dan menjauhi dari ketidaakpuasan.
Factor ekstrinsik (Faktor Higiene), factor intrinsic (faktor
motivasi). Dijelaskan bahwa factor higiene bahwa seseorang tidak mau jika
dalam dirinya terdapat rasa tidak kepuasaan baik hubungan antar manusia, maupun lingungan sekitar, sedangkan factor motivasi yakni mendorong seseorang untuk mencapai kepuasan baik dalam pribadinya
maupun dengan lingkungan sekitar bahkan kepuasan dalam kemajuan tingkat kehidupannya (Hasibuan S.P,
1996)
Dari
teori yang sudah dijelaskan diatas bahwa seorang narapidana
untuk mencapai kepuasan berasal dari motivasi dalam
dirinya. Dengan adanya motivasi yang mendorong narapidana tersebut untuk bertaubat maka tingkat martabatnya semakin tinggi. Jika tingkat kepuasan Sudah diperoleh maka narapidana tersebut mampu mengontrol dirinya menjadi lebih baik.
Dan apapun yang dilakukan jika membuat hati
narapidana tersebut dianggapnya sudah mencapai kepuasaan yang diinginkan.
Dari
pengertian pembinaan dan motivasi yang telah dipaparkan diatas maka perlu adanya
upaya untuk meningkatkan motivasi narapidana dalam mengikuti pondok pesantren. Maka perlu dibentuk suatu program yang mampu mengubah etika, moral, serta daya pikir
narapidana untuk membentuk daya pikir menjadi lebik
baik lagi dan dapat diterima di dalam masyarakat pada umumnya. Dengan adanya program Pondok pesantren yang diikuti oleh narapidana yang bertujuan merubah sikap serta
moral sehingga dapat menekan keinginan dalam melakukan tindak kejahatan atau kriminal di masa depan. Kegiatan pondok pesantren narapidana ini dilakukan hari senin sampai jumat.
Agar tetap fokus dan menyerap ilmu secara
maksimal dalam pelaksanaannya maka dibentuklah grup yang berdasarkan tingkat kemampuan dalam membaca Al-Quran. Dan seharusnya setiap Lapas membuat
untuk menunjang berjalannya pondok pesantren narapidana dengan baik. Narapidana
yang mengikuti pondok pesantren ini dibagi
menjadi beberapa kelompok sesuai dengan kemampuan membaca Al-Quran dan pemahaman fiqih yang sebelumnya berdasarkan uji kompetensi mengenai membaca al-qur�an agar dapat diketahui seberapa jauh kemampuan narapidana tersebut sebelum dilakukan pengelompokan. Namun strategi tersebut kurang membuat narapidana untuk� mengubah pola perilakunya menjadi lebih baik
malah narapidana tersebut menganggap program pembinaan pondok pesantren ini hanya
untuk menggugurkan kewajiban saja, tidaak ada rasa untuk mengubah perilakunya dan memotivasi dirinya bersungguh-sungguh untuk mengikuti program tersebut agar menjaadi hasil yang lebih makisimal.
Crow and crow mengatakan bahwa minat bisa berhubungan dengan daya gerak yang mampu mendorong seseorang� dengan kata lain minat mampu menjadi penyebab kegiatan dan penyebab partisipasi kegiatan (Djaali, 2017). Minat juga dapat diartikan daya tarik atau daya dorong seseorang dalam suatu kegiatan dalam bidang-bidang tertentu atau suatu barang untuk memenuhi kebetuhannya (Simbolon, 2014).
C. Upaya
Meningkatkan Motivasi Narapidana dalam mengikuti Pembinaan Pondok Pesantren
Narapidana adalah seseorang
yang menjalani hukuman didalam Lapas dimana
segala sesuatunya sudah dibatasi atau dengan peraturan
yang berlaku. Dalam hal ini pastinya
narapidana merasa dirinya sudah tidak
mempunyai gairah untuk hidup dan merasa dirinya telah hilang kemerdekaannya.
Sebagai petugas pemasyarakatan pasti mempunyai upaya atau strategi untuk membuat atau memberikan
pelayanan yang prima kepada
narapidana agar narapidana tersebut tetap termotivasi untuk kembali kejalan yang baik serta bertaubat
tidak mengulangi kesalahannya kembali. Salah satu hal yang harus
diterapkan disetiap Lapas yakni adanya
pembinaan mengenai mental
dan rohani. Dalam hal ini
spiritual menyangkut mengenai
kehidupan seseorang yang berhubungan dengan agama (Solikin, 2015). Karena hal
tersebut merupakan benteng atau pagar
yang ada dalam diri. Salah satu caranya yakni adanya
program Pondok pesantren karena progam ini
dapat meningkatkan pembinaan spiritualitas yang bertujuan untuk menyadari kesalahannya sehingga berubah menjadi manusia seutuhnya, Namun hal tersebut sulit
dilakukan oleh seorang narapidana karena kebiasaan yang dilakukan sebelum masuk dalam
lapas bebas tidak ada aturan
yang memikatnya, sehingga kesadaran untuk bertaubat kurang, maka dari itu
diperlukannya motivasi serta upaya bagaimana
meningkatkan program tersebut.
Dengan pembelajaran pondok pesantren diperlukan strategi atau rencana untuk
meningkatan motivasi. Sebelum strategi dibuat maka adanya pemberian
skala atau adanya kuisioner yang disebarkan dan diisi oleh narapidana yang mengikuti pondok pesantren tersebut. Dimana kuisioner yang dibuat merupakan skala motivasi yang telah diadaptasi sehingga setiap aitemnya dapat dipahami oleh narapidana. Penyebaran atau pengisian skala motivasi ini dilakukan
dua kali,diawal
sebelum adanya upaya atau strategi yang diberikan dan setelah diberikan strategi dalam pembinaaan pembelajaran pondok pesantren tersebut. Berikut beberapa upaya dalam meningkatkan motivasi narapidana dalam mengikuti pembinaan pondok pesantren:
1.
Adanya
focus grup discussion (FGD)
Focus grup
discussion (FGD) dilakukan agar narapidana tidak cepat bosan
dalam mengikuti sistem pembelajaran yang diberikan, didalam FGD ini ada pengelompokan
narapidana berdasarkan tingkat kemampuan membaca al-quran dan agar tetap focus dan bersungguh-sungguh
dalam mengikuti pembelajaran. Serta materi yang diberikan pada narapidana bukan hanya tentang
agama islam saja namun pembelajaran mengeni arti penting dari kehidupan. Dalam hal ini
narapidana dituntut untuk lebih menghargai
antar satu dengan yang lainya. Jika narapidana sudah mahir dalam membaca
al-qur�an maka bisa dinaikkan kedalam level yang lebih tinggi diatasnya hal ini mampu
memotivasi narapidana untuk berlomba-lomba mencapai level setinggi-tingginya.
Namun bukan hanya belajar yang diterapkan setiap hari pada saat pelaksanaan pondok pesantren tersebut, namun ada waktu
atau hari besar bisa diadakan
lomba mengenai apa yang sudah dipelajari pada saat pondok pesantren. Bukan hanya membaca
al-quran saja banyak kegiatan yang diberikan pada saat pondok pesantren seperti: adzan, fiqih, shiroh,aqidah
akhlak, adanya seni (hadrah, focal grup islam dan lain-lain). Lomba ini berfungsi
untuk uji kompetensi kemampuan yang telah diberikan oleh pondok pesantren. Dan diberikannya
reward agar narapidana termotivasi
untuk menjadi juara serta mendapatkan
kepuasaan dalam dirinya dan berfikir bahwa seorang narapidana
yang berada didalam penjara bahkan ruang geraknya dibatasi tetap bisa berkarya dan menjadi manusia seutuhnya. Hal ini juga bermanfaat jika darapidana tersebut keluar dari dalam
Lapas karena narapidana tersebut bisa menuntun keluarganya
menjadi lebih baik.�
2.
Metode
Active Learning
Active learning
merupakan metode belajar yang diberikan untuk menuntut keaktifan seseorang agar
mampu menguubah pola perilaku secara efektif dan efisien (Hamdani, 2011). Dari
definisi tersebut bahwa metode�
pembelajaran active learning menuntut narapidana untuk berperan aktif
dalam kegiatam pembelajaran pondok pesantren sehingga narapidana mampu memahami
materi apa yang disampaikan pada saat melaksanakan pondok pesantren. Keunggulan
dari adanya pembelajaran active Learning adalah narapidana menerima
materi atau belajar dengan cara menyenangkan sehingga membuat Narapidana tidak
merasa sulit dengan materi yang diajarkan, dengan belajar yang menyenangkan
sehingga daya ingat materi lebih tajam. Serta pola pemberian materi bisa diberi
games yang menunjang penyampaian materi mengenai tema yang sedang diibahas.
Sehingga selain narapidana tersebut belajar disisilain ia juga mampu
bersenang-senang menghilangkan depresi atau rasa jenus yang sedang dialaminya.
3.
Metode
peta konsep
Dalam metode ini narapidana
diajarkan bagaimana berfikir secara jelas, terarah, terstruktur dan mempunyai kreatifitas berfikir. Seperti adanya pembelajaran seni dalam islam tadi.
Bagaimana cara membuat narapidana tidak bosan dalam
mengikuti pondok pesantren, jadi bukan hanya materi
hafalan saja yang diberikan namun narapidana juga memerlukan hiburan,contohnya dibuatnya kelompok peminat seni yang berbau islam, disini
lapas menyediakan sarana dan parasarana yang dibutuhkan untuk� menunjang keberhasilan pembinaan. Hal ini bukan hanya
untuk melaksanakan program pembinaan rohani saja namun bisa
disatu padukan dengan pembinaan kemandirian yang disesuaikan degan bakat narapidana.
Dengan metode yang membuat daya pikir
menjadi kreatif membuat narapidana tidak cepat bosan
dalam mengikuti pembinaan pondok pesantren.
Dari
beberapa metode atau upaya agar narapidana tetap memunyai motivasi untuk mengikuti program pembinaan pondok pesantren maka diperlukan strategi untuk dapat meningkatkan motivasinya dengan berbagai macam metode. Seperti yang sudah dijelaskan diatas bahwa dapat
diketahui perubahan motivasi setelah mengikuti metode yang telah dibuat berdasarkan
angket yang disebarkan dan skala motivasi yang sudah pernah diterapkan.
Maka ada hasil yang diberikan sebelum adanya metode pembelajaran pondok pesantren dan sesudah adanya metode pembelajaran yang berupa FGD, active learning dan metode
peta konsep. Maka ada capaian kegiatan
yang di uji cobakan pada narapidana
Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Klas
IIA Malang yang hanya mengambil
responden sebanyak 50 narapidana dari yang mengikuti pondok pesantren tersebut. Dimana skala motivasi ini diambil dari
penelitian sebelumnya.
Table sebagai berikut:
Tabel 1
Pretest dilakukan sebelum metode pembelajaran pondok pesanren dilakkukan
Variabel |
Kategori |
Kriteria |
Frekuensi |
Motivasi |
Rendah |
X<76 |
22 |
Sedang |
76
≤X<98.034 |
18 |
|
Tinggi |
98.034
≤X |
10 |
|
Jumlah |
50 |
��������������
�������������������������������������������������������� Sumber: Lapas
Perempuan Klas IIA Malang, Tahun
2019.
Dapat diketahui bahwa hasil pretest, terdapat 22
peserta yang berada pada kategori rendah, 18 peserta berada pada kategori sedang, dan 10 peserta berada pada kategori tinggi. Jadi dapat disimpulkan bahwa motivasi dalam diri narapidana
untuk mengikuti pondok pesantren hanya sekedar menggugurkan
kewajiban semata.��
Tabel 2 Posttest
dilakukan setelah metode dan stretegi dilakukan oleh Lapas
Variabel |
Kategori |
Kriteria |
Frekuensi |
Motivasi |
Rendah |
X<76 |
7 |
Sedang |
76
≤X<98.034 |
18 |
|
Tinggi |
98.034
≤X |
25 |
|
Jumlah |
50 |
Sumber: Lapas Perempuan Klas
IIA Malang, Tahun 2019
Sedangkan
untuk hasil posttest,
terdapat 7 peserta yang berada pada kategori rendah, 18 peserta berada pada kategori sedang, dan 25 peserta berada pada kategori tinggi. Berdasarkan pemaparan di atas, terdapat peningkatan jumlah peserta yang berada pada kategori tinggi. Peningkatan ini menunjukkan adanya manfaat dari metode pembelajaran
yang dilakukan. Metode dan
strategi yang dilakukan mampu
meningkatkan motivasi narapidana untuk mengikuti program pondok pesantren. Adanya program pembinaan kepribadian yakni pondok pesantren,
diharapkan sangat memberi manfaat bagi narapidana yang mampu menyerap ilmu-ilmu yang diberikan pada narapidana yang nantinya akan menjadi bekal
ketika narapidana tersebut keluar, serta membentuk karakter kepribadian narapidana menjadi lebih bermanfaat menjadi manusia yang bertaqwa dan beriman.
Dari
hasil data diatas sudah terlihat jelas bahwa ada
peningkatan yang signifikan
bahwa narapidana sangat memerlukan sekali motivasi serta adanya upaya
metode pembelajaran yang diterapkan dalam program pembinaan pondok pesantren. Bukan hanya metode saja
sebenarnya namun adanya sarana dan prasarana yang mendukung adanya program tersebut serta keahlian khusus yang dimiliki oleh petugas pemasyarakatan karena yang memegang peran utama dalam
hal ini ialah
petugas pemasyaraatan yang mampu mengawasi dan mengendalikan program pebinaan tersebut berjalan dengan maksimal. Serta adanya dukungan dari luar seperti
adanya dukungan dari keluarga, kerabat dekat dan lingkungan sekitar.� Karena motivasi bukan hanya berasal
dari diri sendiri namun juga harus mendapat dukungan serta dorongan dari pihak
lain untuk menyadari kesalahannya serta tidak mengulanngi kesalahannyaa kembali. Dan bermanfaat juga ketika narapidana mempunyai motivasi untuk berubah yang tujuannya pada saat keluar dari
Lapas dapat diterima kembali didalam lingkungam masyarakat (reintegrasi). Serta dapat melunturkan stigma negatif. Program pembinaan kepribadian sangat diperlukaan narapidana karena dapat meningkatkan
keimanan dan ketaqwaan narapidana tersebut.
Berdasarkan data dan program pembinaan mengenai upaya meningkatkan narapidana melalui metode Focus grup discussion,
active learning dan metode pembelajaran
peta konsep sangat berkaitan dengan teori hazberg tersebut
yang menjelaskan bahwa dorongan untuk mencapai kepuasan untuk meningkatkan motivasi memerlukan banyak strategi, upaya serta metode yang diterapkan.
Kesimpulan
Di Lembaga Pemasyarakatan terdapat
program pembinaan mental dan spiritual berupa pondok pesantren.
Program pembinaan pondok pesantren wajib diikuti oleh seluruh narapidana yang beragama islam. Program pembinaan pondok pesantren ini bertujuan untuk
membentuk pribadi yang beriman dan bertakwa sehingga mampu mengatasi masalah-masalah yang ada dalam kehidupan.
Namun, pada kenyataannya banyak narapidana yang memiliki motivasi rendah dalam mengikuti
program pondok pesantren tersebut. Narapidana tersebut mengikuti pondok pesantren hanya untuk menggugurkan
kewajiban semata, Sehingga peneliti mempunyai gagasan untuk membentuk metode serta upaya
untuk membuat metode pembelajaran baru seperti Forum Group
Discussion, active learning dan metode peta konsep dipilih sebagai upaya untuk
meningkatkan motivasi narapidana untuk mengikuti program pondok pesantren. Bukan hanya metode yang diterapkan namun ada selingan lomba
untuk mengisi agar narapidana tdak bosan dalam mengikuti
program pondok pesantren tersebut, dan adanya reward guna untuk menambah
semangat serta motivasi untuk mengetahui kemampuan yang telah dicapainya.
Berdasarkan data dan program pembinaan mengenai upaya meningkatkan narapidana melalui metode Focus grup discussion,
active learning dan metode pembelajaran
peta konsep sangat berkaitan dengan teori hazberg tersebut
yang menjelaskan bahwa dorongan untuk mencapai kepuasan untuk meningkatkan motivasi memerlukan banyak strategi, upaya serta metode yang diterapkan. Dan untuk mencapai tingkat kepuasaan yang diinginkan juga memerlukan dorongandari berbagai pihak. Dapat disimpulkan bahwa pemberian motivasi melalui metode-metode yang telah yang dilakukan mampu meningkatkan motivasi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan
dalam mengikuti program pembinaan pondok pesantren. Hal ini terlihat pada peningkatan jumlah narapidana yang berada dalam kategori
motivasi tinggi setelah mengikuti pondok pesantren setelah diterapkannya beberapa metode tersebut. Kesadaran akan pentingnya pondok pesantren pada narapidana semakin meningkat dan membuat narapidana di Lembaga Pemasyarakatan
mengikuti program pembinaan
pondok pesantren dengan suka rela
dan bersungguh-sungguh serta
mempunyai motivasi yang tinggi untuk menyadari
kesalahannya dan tidak mengulanginya kembali tindak criminal tersebut.��������
BIBLIOGRAFI
Avissina, R. (2015). Hubungan attachment
terhadap motivasi belajar anak berkebutuhan khusus sekolah inklusif di SDN
Sumbersari 1 dan 2 Kota Malang. Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim.
Djaali. (2017). Psikologi Pendidikan
(10th ed.). Jakarta: Bumi Aksara.
Hamdani. (2011). Strategi Belajar
Mengajar. Pustaka Setia.
Indonesia, R. (1995). Undang-Undang No. 12
Tahun 1995 tentang Sistem Pemasyarakatan. Lembaran Negara RI. Tahun.
Kemasyarakatan, D. B. B. (2005). Pedoman
Pembebasan Bersyarat. Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI.
Parsan. (2016). Sistem Pendidikan
Pesantren Bagi Warga Binaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Permisan
Nusakambangan. UIN Kalijaga.
S.P, Hasibuan. (1996). Organisasi dan
Motivasi. Jakarta: Bumi Aksara.
Simbolon, N. (2014). Faktor-Faktor yang
mempengaruhi Minat Belajar Peserta. Elementary School Journal Pgsd Fip Unimed,
14�19.
Solikin, A. (2015). Bimbingan Spiritual
Berbasis Nilai-Nilai Budaya. Al-Tahrir: Jurnal Pemikiran Islam, 15(1),
219. https://doi.org/10.21154/al-tahrir.v15i1.166
Subki, S. (2013). Integrasi Sistem
Pendidikan Madrasah dan Pesantren Tradisional (Studi Kasus Pondok Pesantren
al-Anwar Kecamatan Sarang Kabupaten Rembang). IAIN Walisongo.
Wijaya, M. H. (2015). Karakteristik Konsep
Negara Hukum Pancasila. Jurnal Advokasi, 5, 199�214.