Syntax
Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849
e-ISSN: 2548-1398
Vol. 5, No. 9, September 2020
�
EFEKTIVITAS
PELAKSANAAN REHABILITASI SOSIAL TERHADAP WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN DI LEMBAGA
PEMASYARAKATAN NARKOTIKA KELAS IIA LUBUK LINGGAU
Farrin Rizki Fernanda
Politeknik Ilmu Pemasyarakatan Depok Jawa Barat, Indonesia
Email: [email protected]
Abstract
Getting rehabilitation is the right of all
citizens.� Rehabilitation is needed for
narcotics addict who need mental, physical, and psychological recovery so they
can become better individuals.� In the
process, there are several correctional facilities throughout Indonesia that
have implemented rehabilitation programs for prisoners with narcotic case and
the results of the rehabilitation have been effective and successful in the
process.� Through several stages, the
percentage of prisoners who consume narcotics decreases.� Prisoners are increasingly detach
from narcotics, such as at the Class IIA Lubuk Linggau Narcotics Correctional Facility which has been
undergoing a rehabilitation process in the last two years and has experienced
improvements and achieved perfect success.�
This results show the effectiveness of the
rehabilitation process in the Class IIA Lubuk Linggau Narcotics Correctional Facility.
Keywords:
Rehabilitation; prisoners;
narcotics; Correctional Institution.
Abstrak
Mendapatkan rehabilitasi merupakan hak seluruh
warga negara. Rehabilitasi diperlukan bagi mereka yang membutuhkan pemulihan jiwa,raga,fisik
maupun psikis bagi pecandu narkotika
agar dapat menjadi pribadi yang lebih baik. Dalam prosesnya,
terdapat beberapa Lembaga Pemasyarakatan di seluruh
Indonesia yang telah melaksanakan
program rehabilitasi bagi narapidana kasus narkotika di Lembaga Pemasyarakatan
itu sendiri dan hasil rehabilitasi tersebut berjalan efektif dan berhasil dalam prosesnya. Dengan melalui beberapa tahapan, presentasi peningkatan narapidana yang mengkonsumsi narkotika menurun. Narapidana semakin jauh dari narkotika,
seperti pada Lembaga Pemasyarakatan
Narkotika Kelas IIA Lubuk Linggau yang telah menjalankan proses rehabilitasi dalam kurun waktu
dua tahun terakhir dan mengalami peningkatan serta mencapai keberhasilan sempurna. Hal tersebut merupakan acuan efektifnya proses rehabilitasi
yang ada di Lembaga Pemasyarakatan
Narkotika Kelas IIA Lubuk Linggau.
Kata kunci: Rehabilitasi; narapidana;
narkotika; lembaga pemasyarakatan.
Pendahuluan
Hal yang dapat menyebabkan kondisi ketergantungan secara fisik, kejiwaan
atau psikologis seseorang mulai dari pikiran, perasaan
dan perilaku menurut Badan Narkotika Nasional (BNN) adalah narkotika. Menurut (Arief Hakim, 2012) narkotika termasuk ke dalam
zat kimia yang bisa merubah keadaan
psikologi seseorang diantaranya perasaan, pikiran, suasana hati dan perilaku, baik itu dikonsumsi
dengan cara dimakan, diminum, dihirup, suntik, intravena dan semacamnya.
Menurut (Sholihah, 2015) narkotika adalah bahan/zat/obat-obatan yang jika masuk ke dalam
tubuh manusia bisa mempengaruhi tubuh yang utama otak/ susunan saraf
pusat yang mampu menyebabkan gangguan kesehatan baik fisik, psikis serta
fungsi sosial akibat adanya kebiasaan
dan adiksi. Hal ini dapat disimpulkan bahwa narkotika adalah suatu zat
atau obat-obatan yang dapat merubah perasaan,
pikiran, suasana hati seseorang karena zat tersebut
bekerja dengan cara mempengaruhi saraf pusat. Narkotika
secara keseluruhan bukanlah sesuatu hal yang negatif. Para tim medis membutuhkan
narkotika untuk proses pengobatan. Namun seringkali narkotika digunakan tidak sesuai dengan prosedur
sehingga dapat menimbulkan penyalahgunaan narkotika.
Penyalahgunaan narkotika dapat menimbulkan banyak dampak bagi
masyarakat. Dampak berdasarkan faktor akibat bagi penyalahguna
narkotika yaitu kerugian baik secara
ekonomi, fisik, psikis, mental spiritual dan sosial
(Suradi, 2018). Di Indonesia, peredaran narkotika sudah tidak dapat dikontrol
lagi, banyak narkotika yang masuk ke Indonesia dengan mudahnya walaupun Indonesia telah memiliki tahapan seleksi yang begitu ketat untuk
barang-barang dari luar yang masuk ke Indonesia. Hal tersebut merupakan kekhawatiran yang besar bagi bangsa
ini.
Target dari peredaran narkotika di Indonesia ini adalah para remaja yang sedang dalam proses pertumbuhan. Tanpa mereka sadari, narkotika ada disekitar
mereka dalam berbagai bentuk seperti makanan maupun minuman. Mereka yang menyalahgunakan makanan ataupun minuman yang mengandung narkotika tersebut dan mengalami ketergantungan secara fisik atau
psikis terhadap narkotika merupakan para pecandu narkotika (Andari, 2020). Pada awalnya remaja akan diperkenalkan dengan narkotika melalui teman ataupun
orang asing yang bertemu dengannya. Setelah mereka paham akan narkotika,
pada awalnya mereka akan menolak. Namun,
karena keingintahuan mereka yang begitu besar maka mereka
akan semakin dekat dengan narkotika
dan masuk ke dalam lingkaran hitam tersebut.
Usaha Indonesia untuk menanggulangi penyalahgunaan narkotika bukan hanya berfokus
dipenegakan hukum, melainkan berfokus juga pada pelaksanaan rehabilitasi terhadap penyalahgunaan (Ardani & Cahyani,
2019). Sehubungan
dengan semakin maraknya pecandu narkotika dari kalangan anak-anak dan remaja, maka rehabilitasi
dapat berperan penting dalam meminimalisir
terjadinya hal tersebut (Novitasari, 2017). Pada prosesnya, Badan Narkotika
Nasional bersama Kepolisian
Negara Republik Indonesia telah
memberikan performa yang cukup baik dalam
penanganan narkotika ini. Mereka bersama-sama
mengadakan Operasi Tangkap Tangan ke berbagai tempat
di beberapa daerah di
Indonesia dan berhasil meringkus
banyak kasus. Namun, kasus narkotika
di Indonesia tidak ada habisnya. Tahapan selanjutnya adalah merehabilitasi para narapidana
yang telah terjerat kasus narkotika dan telah dijatuhkan hukuman pidana oleh jaksa. Kondisi saat ini menunjukkan
bahwa para pecandu yang pernah direhabilitasi mengalami kambuh atau relapse, dan
itu bukan hanya terjadi di Indonesia tetapi juga di beberapa negara di
luar negeri (Adiyanti, 2019). Oleh sebab itu, peran
lembaga pemasyarakatan sangat penting dalam tahapan ini.
Hampir sebagian besar penghuni dari Lembaga Pemasyarakatan di
Indonesia merupakan pengguna
narkotika. Ditjen Pemasyarakatan sendiri memiliki Lembaga Pemasyarakatan khusus untuk warga
binaan pemasyarakatan dengan kasus narkotika.
Lembaga pemasyarakatan di Indonesia memberikan berbagai macam cara untuk
memperbaiki para narapidana
yang terjerat kasus narkotika, diantaranya dengan membuka layanan rehabilitasi bagi narapidana narkotika tersebut. Di dalam sistem pemasyarakatan,
rehabilitasi merupakan
salah satu proses dalam pembinaan terhadap narapidana di lembaga pemasyarakatan (Situmorang, HAM, &
Kav, 2019). Maksud
dari pembinaan di lembaga pemasyarakatan adalah upaya untuk
membina narapidana dengan cara yang membangun agar narapidana mampu bangkit dan berkembang menjadi orang yang lebih baik (Utami, 2017). mengandung makna memperlakukan seseorang yang berstatus Narapidana untuk dibangun agar bangkit menjadi seseorang yang baik. Beberapa metode digunakan dalam proses rehabilitasi narapidana diantaranya rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Secara umum ada 2 (dua)
metode yang paling aktif diterapkan dalam pelaksanaan rehabilitasi narkoba, yang pertama adalah metode Therapeutic Community (TC) dan yang kedua adalah metode
Narcotics Anonymous (Ritonga & Arifin, 2019). Sebagian besar lembaga pemasyarakatan di
Indonesia menggunakan metode
rehabilitasi sosial therapeutic community (TC).
Maka masalah yang dapat ditarik dari
permasalahan tersebut adalah 1) Apa tahapan
dan metode dari rehabilitasi sosial yang ada di lembaga pemasyarakatan? 2) Apakah metode rehabilitasi sosial untuk narapidana
kasus narkotika ini sudah berjalan
dengan efektif? 3) Apakah Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Lubuk Linggau telah efektif
dalam merehabilitasi narapidana kasus narkotika tersebut?
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan pendekatan penelitian kualitatif yaitu menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek dan objek, baik lembaga, masyarakat,
dan lain sebagainya, serta didasarkan atas hasil observasi yang dilaksanakan serta memberikan argumentasi terhadap apa yang ditemukan dan dihubungkan dengan konsep teori
yang relevan. (Moleong, 2014) mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai penelitian yang memiliki maksud untuk memahami fenomena yang di alami oleh subjek penelitian. Teknik pengumpulan data yang akan digunakan adalah wawancara, dokumentasi dan literatur.
Hasil
dan Pembahasan
1. Metode dan Tahapan Rehabilitasi di Lembaga Pemasyarakatan
Khusus Narkotika
Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas
IIA Lubuk Linggau merupakan sebuah lapas yang dikhususkan untuk melakukan pembinaan terhadap warga binaan pemasyarakatan
terpidana narkotika. Jumlah warga binaan
pemasyarakatan yang berada
di Lapas Narkotika Kelas
IIA Lubuk Linggau pada saat dilakukan penelitian adalah sebanyak 686 warga binaan. Program pembinaan utama yang dilaksanakan di lapas narkotika ini lebih berfokus
pada rehabilitasi narkotika.
Badan Narkotika Nasional sendiri
telah bekerja sama dengan beberapa
lapas khusus narkotika untuk memberikan rehabilitasi kepada para warga binaan pemasyarakatan.
Rehabilitasi adalah pemulihan kepada kedudukan nama baik individu
yang sebelumnya cacat karena pengaruh negatif narkotika. (Gani, 2015) menyebutkan bahwa rehabilitasi terhadap pecandu narkotika merupakan proses pengobatan bagi pecandu untuk bebas
dari ketergantungan. Sedangkan (Somar, 2001) menyatakan bahwa rehabilitasi narkoba merupakan proses yang mempengaruhi pemulihan dan penyembuhan pecandu narkoba. Berdasarkan hal tersebut, dapat
disimpulkan rehabilitasi adalah hak pemulihan
jiwa dan raga, fisik maupun psikis dari
pecandu narkoba agar dapat menjadi pribadi
yang baik dan berguna untuk masyarakat.
a.
Metode Rehabilitasi di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas
IIA Lubuk Linggau
Pada Lapas Narkotika Kelas IIA Lubuk Linggau dilakukan berbagai metode rehabilitasi diantaranya rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Banyak metode yang dapat digunakan dalam pelaksanaan rehabilitasi sosial atau rehabilitasi
narkoba di Indonesia. Tetapi,
yang paling dominan diterapkan,
khususnya di lembaga pemasyarakatan adalah metode Therapeutic
Community (TC). Bukan hanya
di lembaga pemasyarakatan, banyak lembaga atau instansi lain yang juga menerapkan metode ini, seperti halnya
kementerian sosial. TC termasuk dalam rehabilitasi jangka panjang karena waktu pelaksanaannya kurang lebih selama
6 (enam) bulan.
b.
Tahapan Rehabilitasi di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas
IIA Lubuk Linggau
Program rehabilitasi yang dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan
adalah program rehabilitasi
sosial. Rehabilitasi sosial merupakan rangkaian kegiatan proses pemulihan secara mental, sosial dan sosial agar para pecandu mampu melaksanakan
fungsi sosialnya dalam kembali ke
kehidupan bermasyarakat (Afrizal &
Anggunsuri, 2019). Kunci rehabilitasi sosial adalah memulai
dengan sesegera mungkin dan dilakukan secara bertahap (kontinyu). Untuk itu diperlukan program manager dan
beberapa konselor yang dianggap mampu untuk menangani masalah ketergantungan narkoba dan memulihkan fisik dan mental pengguna narkoba (resident)
dalam kehidupan sosialnya. Tujuannya agar residen yang direhabilitasi bisa pulih dan terbebas dari pengaruh
narkoba serta mampu hidup bermasyarakat
dengan baik. Program rehabilitasi sosial di lapas pada umumnya menggunakan metode therapeutic community (TC).
Tahapan dari program TC di lapas pada umumnya ada 4 (empat), antara lain:
1) Detoks
Tahap detoks adalah tahap awal yang diperlukan dalam program rehabilitasi. Tahap ini bertujuan untuk
intervensi krisis yang berarti memberikan bantuan sesegera mungkin kepada calon residen agar permasalahan psikis dan sosialnya dapat dipulihkan.
2) Induction
Tahap induction adalah
tahap dimana konselor mulai melakukan pendekatan dan pengamatan terhadap resident melalui konseling untuk mulai mengetahui
latar belakang resident, sikap dan bagaimana partisipasi resident dalam mengikuti kegiatan TC. Tahap ini dilaksanakan
selama kurang lebih 1 (satu) bulan, dimulai sejak hari pertama
resident masuk.
3) Primary
Tahap primary fokus
pada perkembangan psikologis
dan social resident. Pada tahap ini
mulai melakukan banyak kegiatan yang bertujuan untuk mengembangkan diri resident baik secara psikis
maupun sosial. Mulai dari open house, morning meeting, seminar, wrap up, general meeting, weekend
meeting, static grup, conflict resolution group, peer
assesment grup evalution, family support group, kegiatan
religi,
vocational dan game. Tentunya kegiatan yang ada disertai dengan
aturan agar tetap berjalan dengan kondusif.
4) Re-entry
Tahap re-entry adalah
tahap akhir atau lebih tepatnya
sebagai tahap lanjutan dari primary. Karena pada tahap
ini, kegiatan-kegiatan yang
berjalan tetap berlanjut secara lebih baik karena
tujuan dari tahap ini adalah
memfasilitasi resident agar psikis
dan kehidupan sosialnya membaik sehingga tidak mengulangi kesalahannya lagi. Banyak alumni atau eks-residen yang berhenti memakai narkoba bahkan ada yang menjadi konselor untuk membantu kegiatan TC.
2. Efektivitas Rehabilitasi Narapidana Kasus Narkoba
Beberapa lembaga pemasyarakatan khusus narkotika di Indonesia telah melaksanakan program rehabilitasi. Rehabilitasi adalah sebuah proses yang dijalani oleh penyalahgunaan narkotika untuk pemulihan penuh agar mampu hidup mandiri,
normatif dan produktif di dalam masyarakat (Said, Maloko, &
Sanusi, 2019). Program rehabilitasi
yang dilakukan juga cukup berperan efektif dalam program pembinaan. Berikut beberapa lapas yang telah menjalani program rehabilitasi narkotika kepada warga binaan pemasyarakatannya:�
a.
Rehabilitasi Narapidana Kasus Narkoba pada Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas
IIA Cipinang.
Program rehabilitasi narapidana di Lapas Narkotika Jakarta berjalan efektif dan para peserta rehabilitasi merasakan hal tersebut.
Dalam proses rehabilitasi perlu didukung oleh setiap unsur mulai
dari Kalapas sebagai pembina atau penanggung jawab, program manager sampai dengan konselor yang mumpuni dalam bidang
rehabilitasi, sarana atau fasilitas dan anggaran dana rehabilitasi, ketiga hal tersebut
wajib terpenuhi dalam proses rehabilitasi agar
proses rehabilitasi berjalan
efektif dan berdampak positif bagi narapidana,
petugas dan masyarakat.
b.
Rehabilitasi Narapidana Kasus Narkoba pada Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas
IIA Bangli.
Program rehabilitasi medis dan sosial bagi narapidana
di Lapas Kelas IIA Bangli sudah berjalan sejak tahun 2016. Program rehabilitasi ini menggunakan metode Therapeutic Community (TC). Awalnya kegiatan ini berlangsung selama kurang lebih
3 (tiga) bulan, tepatnya pertama kali dimulai dari tanggal
25 April 2016 sampai dengan
27 Juni 2016. Kegiatan ini tetap berlangsung
hingga sekarang. Bahkan di awal tahun 2020 ini, Lapas Narkotika Bangli ditetapkan sebagai pusat rehabilitasi
pecandu narkoba di Kabupaten Bangli. Hal ini mendapatkan dukungan dari berbagai
pihak, dapat dilihat pada upacara pembukaan pusat rehabilitasi pecandu narkoba yang diadakan di Lapas Narkotika Bangli, dihadiri oleh Kepala BNN Provinsi Bali, Kapolres Bangli, Kalapas Bangli, Karutan Bangli, Kadis Kesehatan Pemkab Bangli, Kadis Sosial Pemkab Bangli, Direktur RSUD Bangli, Ketua IDI Kabupaten Bangli, dan Perwakilan dari Yayasan terkait se-provinsi Bali.
Hal tersebut membuktikan bahwa rehabilitasi sosial yang dilakukan di Lapas Narkotika kelas IIA Bangli berhasil. Berdasarkan fakta diatas dapat
disimpulkan bahwa adanya rehabilitasi sosial di Lembaga Pemasyarakatan
di seluruh Indonesia efektif
dan efisien dalam prosesnya. Para petugas Lembaga Pemasyarakatan berhasil menjalankan tugasnya dalam membina dan membimbing narapidana kasus narkotika tersebut.
3. Efektivitas Rehabilitasi
Narkoba pada Lapas Narkotika Kelas IIA Lubuk Linggau.
Lapas Narkotika Kelas IIA Lubuk Linggau mulai melaksanakan
program rehabilitasi narapidana
sejak tahun 2015 sampai dengan sekarang.
Program rehabilitasi dilaksanakan
dengan metode Therapeutic Community (TC), dimana narapidana sebagai resident mendapatkan rehabilitasi dari konselor dengan tujuan agar resident sembuh, berperilaku baik dan menjauhi narkoba. Awal pelaksanaan, program ini terdiri dari 60 residen. Kegiatan rehabilitasi ini bekerjasama dengan pihak Badan Narkotika Nasional
(BNN) Provinsi Sumatera Selatan, Kota Lubuklinggau dan Kabupaten Musi Rawas. Sehingga konselor terdiri dari pihak Lapas
dan pihak BNN.
Sama seperti TC pada umumnya, proses rehabilitasi dilaksanakan berupa open house,
morning meeting, seminar, wrap up, general meeting, weekend meeting, static grup, conflict resolution group, peer assesment
grup evalution, family
support group, kegiatan religi,
vocational, pembuatan
pot bunga, pengelasan besi, dan pengetahuan tentang perikanan.Adapun sumber daya manusia
atau kelompok kerjanya terdiri dari Kalapas sebagai
pembina atau penanggung jawab, program manajer, petugas kesehatan, psikolog, tenaga administrasi, dan konselor dari BNNP.
Kegiatan ini sangat bermanfaat
karena resident diatur sejak bangun tidur
hingga kembali tidur, sehingga residen menjadi disiplin untuk mulai terbiasa melaksanakan kegiatan yang ada dan melupakan pikiran negatifnya untuk mengkonsumsi narkoba. Banyak pengalaman dan ilmu yang residen dapatkan dari program ini seperti bekerja
sama dalam kelompok dan membangun diri untuk menjadi
manusia yang lebih baik lagi. Sebelum
pelaksanaan TC selesai, selalu diadakan tes urin bagi
residen dan sampai dengan saat ini
selalu menunjukkan hasil yang baik karena seluruh residen dinyatakan negatif narkoba. Hal ini menunjukkan bahwa program rehabilitasi narkotika pada Lapas Narkotika Kelas IIA Lubuk Linggau telah efektif.
Kesimpulan
Rehabilitasi merupakan hak bagi setiap
warga negara dalam hal pemulihan jiwa
dan raga, fisik maupun psikis dari pecandu
narkoba agar dapat menjadi pribadi yang lebih baik lagi.
Rehabilitasi sangat berguna dan efektif bagi para pecandu narkotika agar mereka lepas dari lingkaran
hitam tersebut. Lembaga Pemasyarakatan berperan sebagai tempat warga binaan pemasyarakatan
menjalani masa pidananya dengan diberikan pembinaan kepribadian dan kemandirian. Program rehabilitasi
yang dilaksanakan di lapas selalu menggunakan metode Therapeutic
Community (TC) yang terdiri dari
4 (empat) tahap mulai dari detoks,
induction, primary sampai dengan re-entry.
Lapas Narkotika Kelas IIA Lubuk Linggau terbukti
cukup efektif dalam merehabilitasi narapidana kasus narkotika. Tentunya hal ini tidak
akan membuat kinerja petugas dalam pelaksanaan rehabilitasi menurun, tapi justru akan
semakin meningkat. Hal ini dapat dilihat
dari program Therapeutic
Community (TC) yang terus berjalan
rutin dan konsisten hingga sekarang. Kegiatan ini sangat
bermanfaat karena residen diatur sejak bangun tidur
hingga kembali tidur, sehingga residen menjadi disiplin untuk mulai terbiasa melaksanakan kegiatan yang ada dan melupakan pikiran negatifnya untuk mengkonsumsi narkoba. Resident mulai belajar bekerja sama dalam kelompok
dan membangun diri untuk menjadi manusia
yang lebih baik lagi.
BIBLIOGRAFI
Adiyanti, Maria Goretti. (2019). Inisiasi Ketangguhan Masyarakat dalam
Mengatasi Adiksi NAPZA: Menelaah Program Rehabilitasi. Buletin Psikologi,
27(1), 87�108.
Afrizal, Riki, & Anggunsuri, Upita. (2019). Optimalisasi Proses
Asesmen terhadap Penyalah Guna Narkotika dalam Rangka Efektivitas Rehabilitasi
Medis dan Sosial Bagi Pecandu Narkotika. Jurnal Penelitian Hukum De Jure,
19(3), 259�268.
Andari, Soetji. (2020). Pengetahuan Masyarakat Tentang Rehabilitasi Sosial
Korban Penyalahgunaan Napza Melalui Institusi Penerima Wajib Lapor Di Surabaya.
Sosio Konsepsia, 9(1), 1�16.
Ardani, Irfan, & Cahyani, Heti Sri Hari. (2019). Efektivitas Metode
Therapeutic Community Dalam Pencegahan Relapse Korban Penyalahguna Napza Di
Panti Sosial Pamardi Putra Galih Pakuan Bogor Tahun 2017. Buletin Penelitian
Sistem Kesehatan, 22(3), 184�191.
Arief Hakim, M. (2012). Bahaya Narkoba Alkohol Cara Islam Mencegah. Mengatasi,
& Melawan, Bandung, Nuansa, Cet Ke-6.
Gani, Hafied Ali. (2015). Rehabilitasi Sebagai Upaya Depenalisasi Bagi Pecandu
Narkotika. Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum.
Moleong, Lexy. (2005). Metode Penelitian Kualitatif, edisi revisi,
Penerbit: PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.
Novitasari, Dina. (2017). Rehabilitasi Terhadap Terhadap Anak Korban
Penyalahgunaan Narkoba. Jurnal Hukum Khaira Ummah, 12(4),
917�926.
Ritonga, Fajar Utama, & Arifin, Adil. (2019). Perbandingan Model
Therapeutic Community (TC) dan Narcotics Anonymous (NA) di Pelayanan
Kesejahteraan Sosial Adiksi Narkoba. JPPUMA Jurnal Ilmu Pemerintahan Dan
Sosial Politik Universitas Medan Area, 7(1), 30�39.
Said, Nur Rakhmi, Maloko, Muhammad Thahir, & Sanusi, Nur Taufiq.
(2019). Metode Therapeutic Community bagi Residen di Balai Rehabilitasi BNN
Baddoka Makassar Perspektif Hukum Islam. Jurnal Al-Qadau: Peradilan Dan
Hukum Keluarga Islam, 6(2), 269�286.
Sholihah, Qomariyatus. (2015). Efektivitas program p4gn terhadap
pencegahan penyalahgunaan NAPZA. KEMAS: Jurnal Kesehatan Masyarakat, 10(2),
153�159.
Situmorang, Victorio Hariara, HAM, R. I., & Kav, Jl H. R. Rasuna Said.
(2019). Lembaga Pemasyarakatan sebagai Bagian dari Penegakan Hukum. Jurnal
Ilmiah.
Somar, Lambertus. (2001). Rehabilitasi Pecandu Narkoba. Jakarta:
Grasindo.
Suradi, Suradi. (2018). Rehabilitasi Sosial Berbasis Institusi Bagi Korban
Penyalahgunaan Napza: Studi Kasus pada Institusi Penerima Wajib Lapor Lintas
Nusa di Kota Batam. Sosio Konsepsia, 7(2), 45�61.
Utami, Penny Naluria. (2017). Keadilan Bagi Narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan. Jurnal Penelitian Hukum De Jure, 17(3), 381.