Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia
p�ISSN: 2541-0849
e-ISSN:
2548-1398
Vol.
5, No. 11, November 2020
�
KETERLIBATAN PETUGAS DALAM PEREDARAN NARKOBA DAN
PROGRAM PEMBINAAN NARAPIDANA PENGGUNA NARKOBA DI LAPAS
Afifudin Muhammad Yunus
Politeknik Ilmu Pemasyarakatan Depok, Jawa Barat, Indonesia
Email: [email protected]
Abstract
This
research aims to discover the involvement of correctional officers in drug
trafficking at prisons and coaching programs that are applied to drug user
inmates. The method used in this paper is a literature study. A method is
carried out by quoting from books, journals, magazines, legal literature, and
scientific essays, and similar lecture notes that are related to this writing. The
results of this paper are how to minimize and prevent drug trafficking, which
there is especially interference from correctional officers. Programs for drug
users undergoing prisoners in prison include Medical rehabilitation, non-medical
rehabilitation, and aftercare rehabilitation. Users and drug dealers are all
placed in prison. In this case, the user is a victim and should be
rehabilitated in a rehabilitation institution and not sentenced to prison. This
can have a negative effect, which was previously a prisoner as a user but
associating with dealers so that it will likely get intervention from other
prisoners.
Keywords:
Prisoners; Drugs; Correctional Officers
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keterlibatan petugas pemasyarakatan
dalam peredaran narkoba di dalam lapas serta program pembinaan yang diterapkan kepada
narapidana pengguna narkoba. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah
study pustaka. Metode ini
dilakukan dengan cara mengutip dari buku, jurnal, majalah, literatur hukum,
serta karangan ilmiah dan catatan kuliah yang sejenis dan ada kaitannya dengan penelitian ini.
Hasil dari penelitian ini
adalah bagaimana meminimalisir dan mencegah peredaran narkoba didalam yang khususnya ada
campur tangan dari petugas pemasyarakatan. Program bagi pengguna narkoba yang
dijalani narapidana di lembaga pemasyarakatan antara lain: Rehabilitasi medis,
rehabilitasi non medis, dan rehabilitasi after care. Pemakai, pengedar, dan bandar semuanya
ditempatkan di lapas. Dalam hal ini pemakai adalah korban dan seharusnya
direhabilitasi di panti rehabilitasi dan bukan dipidana di lapas. Hal ini
dapat menimbulkan efek yang negatif, yang sebelumnya narapidana sebagai pemakai
tetapi bergaul dengan pengedar sehingga kemungkinan akan mendapat intervensi
dari narapidana lain.
Kata kunci: Narapidana; Narkoba; Petugas
Pemasyarakatan
Pendahuluan
Efek
dari penggunaan narkoba atau obat-obatan terlarang bisa merusak kehidupan baik
itu keluarga, lingkungan sosialnya. Bahkan secara cepat ataupun lambat, secara
langsung maupun tidak langsung akan menjadi acaman besar bagi kelangsungan
pembangunan indonesia yang akan datang. Untuk menghadapi berbagai permasalahan
penyalahgunaan narkoba dan peredaran gelap narkoba, pemerintah telah mengeluarkan
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika dan Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1997 tentang Psikotropika. Dengan dikeluarkan undang-undang diharapkan
kedepannya dapat meminimalisir tindak kejahatan baik penyalahgunaan narkoba
ataupun peredaran ilegal narkoba. Karena didalam undang-undang terebut akan
dijatuhkan sanksi pidana yang cukup berat apabila dibandingkan dengan
undang-undang tindak pidana lainnya.
Penyelesaian
masalah mengenai peredaran narkoba yang dilakukan oleh pegawai didalam Lembaga Pemasyarakatan
perlahan mulai ditangani. Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum
dan HAM RI mengatakan bahwa pengawasan lapas Khusus untuk narapidana yang
terkena kasus narkotika akan dilakukan pengawasan bersama dengan Badan
Narkotika Nasional (BNN) dan Polri dengan menggunakan teknologi yang disertai
dengan personel yang berintegritas. Penempatan petugas dengan Assesment dengan
memperhatikan pola kerja serta kesejahteraannya dan tingkat jabatan
ditingkatkan secara formal harus dengan penanganan pakta integritas. Lapas juga
dicanangkan akan dilengkapi dengan sarana dan prasarana melebihi dari lapas
biasa yang berbasis teknologi disertai informasi dilengkapi dengan alat alat
keamanan seperti e-visitor, x-ray, dan lainnya.dan penarikan petugas petugas
yang terindikasi menggunakan atau terkait dengan peredaran Narkoba di dalam lapas (Lestari, 2017). Peningkatan pengawasan juga ditingkatkan dengan
pengawasan yang berlapis. Penempatan narapidana kasus narkoba dengan
ditempatkan di lapas Khusus Narkotika�
bisa menekan dan meminimalisir pengendalian peredaran narkoba di dalam
Lembaga Pemasyarakatan. Pembatasan pembatasan dan penegakan harus dilakukan
untuk memberhentikan peredaran Narkoba di dalam penjara setidaknya
meminimalisir (V. H.Situmorang, HAM, R., & Kav, 2019). Namun apabila hal ini tidak disertai dengan peningkatan
integritas dari para pegawai Lembaga Pemasyarakatan, progam apapun yang
dicanangkan akan tetap tidak meberikan dampak yang berarti. Pegawai harus
mendapatkan pelatihan dan pengarahan terkait dengan tugas dan fungsi yang
seharusnya dikerjakan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dengan pengembangan
dan pemanfaatan Sumber Daya Manusia yang ada, Kementerian Hukum dan HAM akan
mampu merubah penyimpangan dan penyelewengan yang terjadi di dalam Lembaga
Pemasyarakatan (Absori & Rochman, 2015).
Pemerintah
dapat merubah sistem dari memidanakan narapidana yang terkena kasus Narkoba
dengan melalui merehabilitasi. Memenjarakan bukan merupakan solusi terbaik yang
diberikan negara karena dengan teori sistem dan teori kebutuhan didalam Lembaga
Pemasyarakatan, narapidana akan melakuakn seribu akal untuk mendapatkan apa
yang dia butuhkan meski harus melalui penyimpangan. Terlebih hal ini didukung
dengan integritas pegawai yang memang mengalami penurunan serta dalam keadaan
kritis. Narapidana kasus narkoba yang dipidanakan dapat menyebarkan narkoba
kepada narapidana yang tidak memakai narkoba, awalnya dengan kedok coba coba yang
akhirnya berdampak menimbulkan ketergantungan. Hal ini menjadi perhatian untuk
mendapatkan solusi terbaik dalam setiap pemecahan masalah terkait dengan
peredaran narkoba yang masih sering terjadi di dalam Lembaga Pemasyarakatan.
Isu ini telah menjadi masalah publik yang sudah dilazimkan oleh masyarakat
karena berbagai tindakan dilakukan namun masih tidak memberikan dampak yang
sebenarnya. Contoh kasus pengendalian Narkoba dari penjara yang pertama kali
diungkapkan adalah dengan terungkapnnya Narapidana yang terbukti mengendalikan
Narkoba dari Nusakambangan yang dilakukan oleh Freddy Budiman yang telah
dihukum mati pada Juli 2016 (Arifin, 2016).
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penulisan artikel ini adalah
study pustaka. Study pustaka dilakukan dengan cara mengutip dari buku, jurnal,
majalah, literatur hukum, serta karangan ilmiah dan catatan kuliah yang ada
dalam kaitannya dengan jurnal ini. Study kepustakaan juga bisa dengan mempelajari
berbagai referensi seperti buku, artikel, peraturan-peraturan yang berlaku serta
hasil penelitaian sebelumnya yang terkait yang bertujuan untuk memperoleh
landasan teori mengenai permasalahan yang akan diteliti (Supriyadi, 2016).
Dalam study pustaka ada empat ciri-ciri yang perlu diperhatikan,
yaitu : pertama, peneliti atau penulis berhadapan secara langsung dengan
bacaan, bukan dari pengamatan lansung ke lapangan. Kedua, data pustaka yang
bersifat �siap pakai� yang artinya penulis tidak perlu terjun ke lapangan
langsung karena peneliti akan berhadapan langsung dengan sumber data yang
diperlukan. Ketiga, data pustaka sekunder, arinya penulis mendapat data dari
tangan kedua. Keempat, kondisi data pustaka tidak terbatas (Lexy, 2005). Berdasarkan penjelasan tersebut, maka
data yang dibutuhkan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara menelaah dan
mengeksplorasi dari buku, artikel, Peraturan yang berlaku maupun dokumen yang
sejenis dengan jurnal penulis buat.
Hasil dan Pembahasan
A. Keterlibatan Petugas Pemasyarakatan dalam Peredaran Narkoba
Terkait dengan maraknya peredaran
narkoba didalam lapas, konsideran menimbang Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995
Tentang Pemasyarakatan yang menjelaskan bahwa sitem pemasyarakatan yang
dilaksanakan di lapas merupakan rangkaian penegakkan
hukum di Indonesia yam memiliki tujuan agar narapidana menyadari kesalahan,
bisa memperbaiki diri, dan tidak akan mengulangi tindak pidananya sehingga
dapat diterima kembali oleh sosialnya, dapat berperan dalam pembangunan
nasional, dan dapat kembali hidup sewajarnya selayaknya warga negara yang baik
dan bertanggung jawab.
Sebagai pelaksanaan undang-undang pemasyarakatan,
kemudian dikeluarkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 6 Tahun 2013 tentang
Tata Tertib Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara yang disebutkan
pada pasal 4 huruf g. Dalam peraturan tersebut melarang setiap narapidana atau
tahanan menyimpan, membuat, membawa, mengedarkan, dan/atau mengkonsumsi
narkotika dan/atau prekursor narkotika serta obat-obatan lain yang berbahaya (Vaulamafiroh, 2020).
Peran divisi Pemasyarakatan untuk
memantau dan memonitoring terhadap tugas dan fungsi petugas pemasyarakatan yang
bersifat statis namun juga bersifat dinamis dan dapat memetakan jaringan
narkoba di Lembaga Pemasyarakatan dengan melakukan pencegahan secara dini dan
pembinaan yang tepat. Dengan disertai kerjasama dengan pihak Polri dan BNN.
Langkah langkah harus dilakukan tahap demi tahap agar terjadi kesinambungan antara
narapidana dan pegawai Lembaga Pemasyarakatan supaya tercipta keamanan serta
kesesuaian dengan aturan yang berlaku. Terdapat 517 Lembaga Pemasyarakatan dan
Rumah Tahanan di seluruh Indonesia yang memiliki daya tampung 123.000 narapidana (Purnamasari, 2017). Pada kenyataannya jumlah narapidana
mencapai 236.000 orang bahkan hampir dua kali lipat. Disisi lain jumlah petugas
yang belum memadai dengan jumlah narapidana yang dari tahun ketahun mengalami peningkatan
secara bertahap, dengan kekurangan tersebut pegawai tidak dapat melakukan
pengawasan secara intensif dan terjadwal, dikarenakan adanya agenda kunjungan
disertai agenda pembinaan yang meliputi pembinaan kemandirian dan pembinaan spiritual
yang masih membutuhkan pendampingan dari pegawai Lembaga Pemasyarakatan. Dengan
memahami situasi setiap hari yang terjadi didalam Lembaga Pemasyarakatan
narapidan dapat memetakan kapan mereka dapat melakukan hal hal yang menyimpang.
Dari pihak Lembaga Pemayarakatan melakukan inspeksi dadakan (sidak) pada hal
hal yang tidak ditentukan tujuannya untuk melakukan pembasmian terhadap
penyelundupan barang barang terlarang yang tidak sesuai dengan aturan-aturan.
Kecenderungan banyaknya peredaran
narkoba di lapas baik secara kualitas ataupun
kuantitas patut kita duga karena faktor keamanan yang masih kurang. Hal ini
terjadi karena terbatasnya sarana maupun prasarana pendukung serta kurangya
integritas dari petugas pemasyarakatan itu sendiri. Begitu mudahnya bisnis narkoba
di dalam lapas, tentu saja ada kekuatan
tersembunyi yang berada didalam bisnis haram ini (Apriansyah, 2017). Secara logika, tidak mungkin aktivitas
bisnis narkoba ini berlangsung secara aman dan mulus. Disinilah perlu adanya
usaha dari pemerintah terkhusus jajaran Kementerian Hukum dan HAM lebih
menekankan dan membina petugas pemasyarakatan sebelum membina narapidana, hal
ini sangat penting guna menanamkan integritas dan meminimalisir peredaran
narkoba di dalam lapas.
Undang-Undang Narkotika maupun Undang-Undang
Pemasyarakatan dalam hal penegakan hukum bagi petugas lapas yang terbukti
terlibat dalam peredaran narkoba di dalam lapas. Tetapi petugas yang terlibat dalam peredaran gelap narkoba akan
dilakukan pemberian hukuman disiplin sebagaimana yang sudah diungkapkan oleh
mantan Dirjen Pemasyarakata, Sihabudin. Beliau mengungkapkan hukuman disiplin
tingkat berat telah dijatuhkan kepada petugas yang terlibat peredaran narkoba
didalam lapas.
B. Program Pembinaan Narapidana Narkoba di Lapas
Pemasyarakatan mempunyai fungsi untuk
menyiapkan warga binanaanya dapat kembali diterima dan berinteraksi
ditengah-tengah masyarakat. Karena biasaya ketika seorang narapidana telah
masuk ke lapas, maka mereka akan merasa
terasingkan setelah kembali ke masyarakat.
Narapidana tidak menjadi objek saja,
tetapi juga menjadi subjek yang tidak berbeda dengan manusia pada umumnya yang
sewaktu-watu bisa melakukan perbuatan yang dapat dipidanakan. Pemidanaan
merupakan suatu upaya yang bertujuan untuk menyadarkan narapidana agar menyesali
perbuatan yang sudah mereka lakukan dan dapat menjadi warga negara yang baik,
mentaati hukum, memperhatikan nilai moral, sosial, maupun agama, sehingga akan
mencapai kehidupan soaial yang aman, tentram dan damai. Berikut adalah merupakan
program yang dapat diikuti narapidana pemakai narkoba selama menjalani masa
pidananya di lembaga pemasyarakatan, yaitu:
1)
Rehabilitasi medis
Program ini narapidana mendapat
pemeriksaan kesehatan baik fisik maupun mental secara menyeluruh oleh dokter
maupun perawat. Dam proses ini bertujuan untuk mengetahui seauh mana pengaruh
zat-zat napza memberikan dampak negatif bagi kesehatan fisik dan mental
narapidana. rahabilitasi ini dapat berupa Program Terapi Rumatan Metadone
(PTMR) dan Terapi Complementer (Adiyanti, 2019). Program Terapi Rumatan Metadone (PTMR)
merupakan bentuk partisipasi lapas dalam menjalankan kebijakan
pemerintah. Program metadone adalah suatu terapi yang membantu para pecandu
napza jenis heroin untuk melaukan kebiasaan baru, memperbaiki kualitas hidup
bagi pengguna tanpa kekhawatiran terjadi gejala putus obat. Terpi complementer
sendiri merupakan terapi tambahan� dan
penunjang yang tertumpu pada potensi diri seseorang (Afrizal & Anggunsuri, 2019).
�2)� Rehabilitasi Non Medis
Pada
tahap ini narapidana menjalankan salah satu program yaitu terapi rehabilitasi
yang bertujuan untuk merubah perilaku narapidana yang tidak sesuai dengan peraturan
atau norma yang ada di masyarakat (Fernanda, 2020). Pada terapi ini narapidana mendapat
dukungan kelompok dan mendapatkan bimbingan serta pembelajaran tentang
bagaimana bersikap tegas untuk meninggalkan serta menggunakan napza kembali.
Salah satu program terapi non medis yaitu Therapeutic Community (TC), TC
merupakan suatu program pemulihan yang membantu narapidana dalam pemulihan dan
membantu merubah perilaku adiksi penyalahgunaan Napza menuju �Healthy Life
Style� (gaya hudup yang sehat tanpa Napza). Terapi ini bertujuan untuk membantu
seseorang atau narapidana untuk tidak melakukan kembali kejahatan.
�3) Rehabilitasi afer care
Pada
tahap ini narapidana diberikan kegiatan sesuai dengan minat dan bakat pada
dirinya untuk mengisi kegiatan kesehariannya. Tujuan dari taham ini ialah untuk
membekali para pecandu dengan pengetahuan dan keterampilan kemudian bisa diterapkan
dalam kehidupam setelah kembali ke masyarakat. Dalam after care ada beberapa
program yang disediakan, yaitu :
a.
Pesantren terpadu
Program ini ini merupakan program
pembinaan mental untuk narapidana guna mengembalikan nilai-nilai moral agama yang
telah hilang, karena selama menjadi pecandu nilai-nilai spiritual mereka jauhi (Hakim, 2016).
b.
Kursus bahasa inggris dan Komputer
Dalam program ini narapidana dibekali
dengan keterampilan yang berguna bagi dan merupakan bagian penting dari program
pembinaan di lapas. Keterampilan ini sangat membantu
narapiana mencari pekerjaan setelah bebas nanti.
c.
Kegiatan kerja
Kegiatan ini bertujuan untuk menggali
dan memberdayakan potensi yang dimiliki oleh narapida dan lapas menyediakan
beberapa kegiatan kerja yang bisa diikuti narapidana. diharapkan dengan adanya
program ini narapidana dapat mengisi waktunya dengan kegiatan yang bermanfaat.
d.
Kegiatan olahraga
Kegiatan ini dilaksanakan setiap hari
sesuai jadwal yang sudah ditentukan oleh lapas. Program ini bertujuan untuk mengasah dan melatih bakat-bakat narapidana
di bidang olahraga, sehingga mereka dapat menyalurkan bakat yang mereka miliki (Sholihah, 2015).
Jadi, upaya pembinaan terhadap
narapidana pecandu narkoba adalah melalui program rehabilitasi, dan sebaiknya
pemakai narkoba tidak ditempatkan di lapas. Tetapi realita yang ada
dilapangan, baik pemakai, pengedar, dan bandar semuanya ditempatkan di lapas. Dalam hal ini pemakai adalah korban dan seharusnya direhabilitasi di
panti rehabilitasi dan bukan dipidana di lapas. Hal ini dapat menimbulkan efek yang negatif,� yang sebelumnya narapidana sebagai pemakai
tetapi bergaul dengan pengedar sehingga kemungkinan akan mendapat intervensi
dari narapidana lain.
Adanya program rehabilitasi di Indonesia
sesuai dengan pasal 37 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang
Psikotropika yang menyebutkan bahwa �penggunaan psikotropika yang menderita
sindrom ketergantungan berkewajiban ikut serta dalam pengobatan atau perawatan� (Presiden Republik Indonesia, 1997). Dalam pasal 45 Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1997 tentang Narkotika yang menyebutkan �pecandu narkotika wajib menjalani
pengobatan dan/atau perawatan� (Pemerintah Republik Indonesia, 1997). Lapas sebagai tempat untuk membina
warga binaan pemasyarakatan berfungsi sebagi tempat untuk terapi dan
rehabilitasi bagi penyalahgunaan napza, sehingga melalui program ini diharapkan
narapidana dapat kembali berperan aktif di masyarakat dala keadaan tidak
ketergantungan lagi. Lapas diharapkan menjadi pelopor dan pusat penanggulangan
terpadu pagi penyalahgunaan narkoba.
Kesimpulan
Narkoba merupakan barang yang berbahaya yang peredarannya
dilarang oleh hukum. Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkoba yang dilarang peredarannya. Pemberantasan Narkoba dilakukan
dengan penekanan dari pegawai dengan disertai pengawasan yang berlapis kepada
narapidana. sebelumnya petugas harus dibina sebelum membina narapidana, hal ini
sangat penting guna menanamkan integritas dan meminimalisir peredaran narkoba
di dalam lapas.
Metode rehabilitasi diharapkan dapat menjadi metode utama
sebelum metode pemidanaan. Ada beberapa metode yang digunakan, yaitu: Rehabilitasi
medis, rehabilitasi non medis dan rehabilitasi after care. Dengan adanya
rehabiliasi diharapkan dapat memulihkan narapidana yang menjadi korban
penggunaan narkoba.� Pemisahan narapidana kasus narkoba dilakukan untuk menekan
seminimal mungkin kemungkinan peredaran narkoba. Kerjasama antar instansi yang
berkaitan dengan peredaran narkoba dibutuhka untuk menciptakan kondisi yang
ideal dalam masyarakat.�
BIBLIOGRAFI
Absori, Kelik Wardiono, & Rochman, Saepul. (2015). Hukum
Profetik: Kritik Terhadap Paradigma Hukum Non-Sistematik. Yogyakarta: Genta
Publishing.
Adiyanti, Maria Goretti. (2019). Inisiasi Ketangguhan
Masyarakat dalam Mengatasi Adiksi NAPZA: Menelaah Program Rehabilitasi. Buletin
Psikologi, 27(1), 87�108.
Afrizal, Riki, & Anggunsuri, Upita. (2019). Optimalisasi
Proses Asesmen terhadap Penyalah Guna Narkotika dalam Rangka Efektivitas Rehabilitasi
Medis dan Sosial Bagi Pecandu Narkotika. Jurnal Penelitian Hukum De Jure,
19(3), 259�268.
Apriansyah, Nizar. (2017). Peningkatan Kemampuan Petugas
Pemasyarakatan Dalam Menangulangi Peredaran Narkoba Di Lembaga Pemasyarakatan
Dan Rumah Tahanan Negara (Development of Correctional Officer Competencies in
Overcoming Drugs Trafficking at Correctional Institution and Detention Center).
Jurnal Penelitian Hukum De Jure, 16(4), 395�409.
Arifin, Nurul. (2016). Jejak Freddy Budiman Gembong
Narkoba yang Dihukum Mati. Retrieved from Oke News. website: https://nasional.okezone.com/read/2016/07/29/337/1449561/jejak-freddy-budiman-gembong-narkoba-yang-dihukum-mati
Fernanda, Farrin Rizki. (2020). Efektivitas Pelaksanaan
Rehabilitasi Sosial Terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan Di Lembaga
Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Lubuk Linggau. Syntax Literate; Jurnal
Ilmiah Indonesia, 5(9), 824�832.
Hakim, M. Arief. (2016). Bahaya Narkoba Alkohol: Cara Islam
Mengatasi, Mencegah Dan Melawan. Bandung: Nuansa Cendekia.
Indonesia, Pemerintah Republik. (1997). Undang-Undang No.
22 Tahun 1997, tentang Narkotika. Jakarta: DPR RI.
Indonesia, Presiden Republik. (1997). Undang-Undang Nomor
5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika. Jakarta: Presiden Republik Indonesia.
Lestari, Sri. (2017). Bisakah Menghentikan Peredaran Narkoba
Di Dan Dari Penjara? Retrieved September 28, 2020, from BBC News |
Indonesia website: https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-40806642
Lexy, J. Moleong. (2005). Metode Penelitian Kualitatif.
Bandung: Rosda Karya.
Purnamasari, Dinda. (2017). Krisis Rutan dan Lapas di
Indonesia. Retrieved September 20, 2020, from Tirto.id website:
https://tirto.id/krisis-rutan-dan-lapas-di-indonesia-cr87
Sholihah, Qomariyatus. (2015). Efektivitas Program P4GN
terhadap Pencegahan Penyalahgunaan NAPZA. KEMAS: Jurnal Kesehatan Masyarakat,
10(2), 153�159.
Supriyadi, Supriyadi. (2016). Community of Practitioners:
Solusi Alternatif Berbagi Pengetahuan antar Pustakawan. Lentera Pustaka:
Jurnal Kajian Ilmu Perpustakaan, Informasi Dan Kearsipan, 2(2), 83�93.
V. H.Situmorang, HAM, R., & Kav, J. H. R. S. (2019). Lembaga
Pemasyarakatan sebagai Bagian dari Penegakan Hukum. Jurnal Ilmiah, 13(1),
85�98.
Vaulamafiroh, Dayang. (2020). Penerapan Peraturan Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 6 Tahun 2013 Tentang Tata Tertib Lembaga Pemasyarakatan
dan Rumah Tahanan Perspektif Hukum Pidana Islam (Studi Kasus Di Lembaga
Pemasyarakatan Perempuan Klas II A Palembang). Palembang: UIN Raden Fatah
Palembang.