� Syntax Literate :
Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849
����� e-ISSN : 2548-1398
����� Vol. 5
No. 3 Maret 2020
Implementasi
Peraturan Walikota Bogor Nomor 61 Tahun 2018 Tentang
Pengurangan Kantong Plastik (Studi di Mall
wilayah Utara Kota Bogor)
Bhakti Nur Avianto
Universitas
Nasional (UNAS) Jakarta
Email: b[email protected]
Abstract
Recently, Indonesia has been in the spotlight due to
plastic waste, which is the second-largest contributor to plastic waste in the
world after China. This has led the Bogor City government to start a plastic
diet (resource efficiency), in an effort to reduce the use of plastic bags.
Data found from consumers who shop at the mall in the North Bogor area still
have purchases of raw materials using plastic bags residues which accumulated
in the amount there are 1.7 million tons per day or 5 percent of the total 650
tons of garbage from modern shopping centers. In addition, the Bogor City government
still applies an open dumping pattern, while this pattern should have been
stopped by the local government since 2013. Precisely this is a big problem,
not the problematic plastic waste, but the policy prohibits products made from
plastic that contradict the law. The research method used is qualitative with
an ethnographic survey technique approach. The number of informants was limited
by the 134 respondents relevance technique, interviews were conducted with 6
owners/employees and 2 key informants from government agencies related to the
study. The results showed that Government Regulation Number 81 of 2012
concerning the use of biodegradable plastics, and Bogor Mayor Regulation Number
61 of 2018 concerning Reduction of Plastic Waste, still cracks various problems
of using residual plastics for ready-to-eat food, the socialization of
disposable plastics has not been realized to the maximum possible it was shown
that 20.4% knew the plastic diet; 31.5% agreed but were not familiar; 9.7% no
socialization yet; 7.7% no alternative to a plastic bag; 1.2% did not know the
plastic bag program, and the rest were influenced by other factors.
Keywords: Implementation, plastic bags,
residual waste
Abstrak
Belakangan ini, Indonesia menjadi sorotan akibat
sampah plastik, yang menjadikan bangsa ini penyumbang sampah plastik kedua
terbesar di dunia setelah Cina. Hal inilah yang mendorong pemerintah Kota Bogor
mulai melakukan diet plastik (resource efficiency),
sebagai upaya untuk mengurangi penggunaan kantong plastik. Data ditemukan dari
para konsumen yang berbelanja di mall wilayah Bogor Utara masih ada pembelian
bahan baku menggunakan kantong plastik residu yang diakumulasikan jumlahnya ada
1,7 juta ton per hari atau 5 persen dari total 650 ton sampah dari pusat perbelanjaan
modern. Selain itu pemerintah Kota Bogor masih menetapkan pola open dumping,
sementara pola ini harusnya diberhentikan oleh pemda sejak tahun 2013 silam.
Justru hal ini menjadi masalah yang besar, bukan sampah plastik yang menjadi
masalah, akan tetapi kebijakan tidak memperbolehkan produk yang menggunakan
plastik yang bertentangan perundang-undangan. Metode penelitian digunakan
kualitatif dengan pendekatan teknik survey etnografi. Jumlah informan
dibatasi dengan teknik accicedental relevance technique sebanyak 134 responden,
wawancara dilakukan kepada 6 pemilik/karyawan dan 2 key informan instansi
pemerintah terkait penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Peraturan
Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang penggunaan plastik biodegradable, dan Peraturan
Walikota Bogor Nomor 61 Tahun 2018 perihal Pengurangan Sampah Plastik, masih
meretas berbagai masalah penggunaan plastik residu untuk bahan makanan siap
saji, sosialisasi plastik sekali pakai belum terealisasi dengan maksimal yang
ditunjukkan 20,4% sudah mengetahui diet plastik; 31,5% setuju namun belum
terbiasa; 9,7% belum ada sosialisasi; 7,7% tidak ada alternatif pengganti
kantong plastik; 1,2% tidak mengetahui program kantong plastik, dan sisanya
dipengaruhi oleh faktor lainnya.
Kata kunci: Implementasi, kantong plastik, sampah residu.
Pendahuluan
Bumi sudah semakin menua, kini sudah saatnya ada sikap individu untuk lebih ramah lingkungan dengan menerapkan gaya hidup eco-friendly. Perilaku ini menjadi wujud
nyata untuk lebih menyayangi bumi ini. Diawali dari diri sendiri, lingkungan
sekitar kita bahkan menerapkan kebiasaan go
green di lingkungan kantor masing-masing (Han et al., 2010). Gaya
hidup yang ramah lingkungan ialah perilaku dalam kehidupan dalam
keseharian
yang efisien dalam menggunakan sumber daya alam (resource
efficiency) diantaranya pemanfaatan air serta energi untuk listrik, alat teknologi, serta modal transportasi yang kita kenakan dalam setiap harinya; pola tidak membuang sampah sembarangan, meminimalisasi
timbulan sampah dari produk atau makanan yang dikonsumsi
dan mengurangi penggunaan kantong plastik
(Jayanti, 2013).
Di dalam ekologi tersebut
terdapat organisme dan lingkungan yang saling memberikan dampak baik satu
dengan yang lain (Ritci, 2017). Baik langsung ataupun
tidak langsung, fenomena itu terkadang disebabkan kebiasaan buruk manusia.
Terutama tidak bijak dalam menggunakan kebutuhan sehari-hari seperti sering
membuang makanan atau kemasan yang sulit terurai hingga tindakan lain yang
merusak lingkungan. Sebagai penghuni bumi, sudah menjadi
kewajiban semua masyarakat-nya untuk mulai mengubah kebiasaan hidup demi
merawat bumi. Sebenarnya tidak terlalu sulit, bisa memulainya dengan melakukan
hal sosialisasi sederhana untuk lebih menjaga lingkungan.
Belakangan ini, Indonesia menjadi sorotan akibat sampah plastik, yang membuat negara ini pemasok sampah plastik kedua terbesar di dunia
setelah Cina. Hal inilah yang mendorong beberapa kota di Indonesia mulai
melakukan diet plastik, sebagai upaya untuk mengurangi penggunaan kantong
plastik.
Berikut kota-kota di Indonesia yang sudah mengeluarkan Peraturan Daerah guna mengurangi sampah plastik:
a.
Banjarmasin; Peraturan Daerah Banjarmasin mulai berlaku mulai 1 Juni 2016, tertuang di Peraturan Wali Kota (Perwali) Banjarmasin Nomor 18 tahun 2016 perihal Pengurangan Menggunakan Kantong plastik. Kebijakan larangan untuk menggunakan kantong plastik dilakukan pada pusat perbelanjaan modern.
Masyarakat Banjarmasin diharuskan membawa kantong sendiri setiap kali
berbelanja. Sejak peraturan daerah ini diterapkan, dengan kurun waktu 2 tahun, Kota Banjarmasin berhasil mengurangi 54 juta
kantong plastik;
b.
Balikpapan; Mulai Juni 2018, Kota Balikpapan menjadi kota
kedua yang mengeluarkan Peraturan Wali Kota (Perwali) Nomor 8 tahun 2018 perihal Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik. Sejak peraturan
tesebut dikeluarkan, sudah ada 70 sampai 80 retail modern yang wajib
memberlakukan aturan tersebut. Sementara, untuk penanganan sampah plastik di pasar
tradisional, masih terus dilakukan sosialisasi dan pengalihan. Bila hal ini
berhasil dijalankan, maka Kota Balikpapan bisa membantu mengurangi hingga 90
ribu kantong plastik per bulan;
c.
Denpasar; Pemerintah Kota Denpasar juga mengeluarkan larangan
menggunakan kantong plastik di toko-toko modern serta pusat perbelanjaan mulai 1 Januari 2019. Kampanye perihal penggunaan kantong plastik di Bali sebenarnya sudah
dilakukan sejak 2017 silam. Akan
tetapi, Pemkot
Denpasar baru mulai melakukan sosialisasi mengurangi penggunaan kantong plastik. Selain di
toko modern serta pusat perbelanjaan, larangan ini juga
akan diterapkan di pasar tradisional dengan memberlakukan penggunaan troli
(kereta belanja) dan berhasil mengurangi 87 ribu lembar kantong plastik.
d.
Surabaya; Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya menerbitkan surat
edaran nomor 660.1/7953/436.7.12/2019 perihal himbauan larangan menggunakan
kantong plastik habis pakai, untuk semua pelaku usaha di daerah Surabaya. Himbauan
ini didasari Perda Kota Surabaya Nomor 1 Tahun 2019 Perihal Perubahan Atas Perda Kota Surabaya Nomor 5 Tahun 2014 Terkait Pengelolaan Sampah serta Kebersihan di Kota Surabaya serta upaya pengendalian sampah.
Baru-baru ini Ibukota DKI Jakarta yang masih menyiapkan Pergub tentang
pelarangan kantong plastik habis pakai dengan sosialisasi larangan penggunaan
kantong plastik, baik di pasar dan ritel, akan dilakukan dalam kurun waktu
Januari 2019 hingga Juni 2019 dimana warga DKI Jakarta menghasilkan 7.250 ton
sampah dalam sehari, 14% berasal dari kantong plastik. Berbeda halnya dengan
Pemerintah Kota Bogor, baru-baru ini, sudah mengeluarkan Peraturan Wali Kota (Perwali)
Nomor 61 tahun 2018 terkait Mengurangi Penggunaan Kantong Plastik. Peraturan
ini sudah berlaku sejak 1 Desember 2018 di pusat perbelanjaan
modern, misalnya pasar swalayan, mall, ritel serta minimarket.
Bersumber dari data Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia Tahun 2018 dengan adanya peraturan daerah (Perda) yang melarang kantong
plastik dipastikan merugikan pelaku usaha, baik
pengusaha ataupun
konsumen. Bagi pengusaha ritel, sebenarnya mudah untuk menjalankan kebijakan
tersebut. Akan tetapi, di beberapa daerah, justru masyarakatnya kurang siap untuk mematuhi kebijakan ini. Sebetulnya dampaknya namun konsumen yang merasa repot akan hal
ini. Jikalau riteler
dengan mudah menyatakan tidak mengasih
kantong plastik sekalipun, tapi ini harus dilihat dari sudut pandang konsumen juga. Apakah konsumen siap. Apabila
mereka datang dan harus membawa barang yang begitu banyak dengan ditenteng. Selain itu, upaya mengurangi dampak lingkungan dari sampah plastik bukan dengan melakukan
pelarangan, tetapi dengan menerapkan kantong plastik yang ekolabel serta selaras dengan Standar Nasional Indonesia (SNI). Beberapa anggota dari kami mulai menerapkan kantong plastik berbayar. Dengan tujuan guna mengurangi sampah plastik.
Pemerintah pusat mulai mendorong pemerintah daerah (pemda) untuk menerbitkan peraturan gubernur (pergub) serta
peraturan walikota/bupati (perwali/perbup) guna melarang produksi dalam mengurangi kantong plastik serta anehnya mengabaikan pedagang kantong plastik melalui Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia
(APRINDO). Salah satu bukti bahwa kebijakan ini bermasalah, bahwasanya tidak
semua anggota APRINDO mengikuti kebijakan asosiasinya tersebut. Alasan mendasar
kebijakan ini ialah yakni sampah plastik dianggap tidak ramah
lingkungan serta di Tempat Pembuangan sampah Ahir (TPA) terlihat dominan dan merusak lingkungan. Padahal satu kata atau prasa
"melarang produk" didalam regulasi tidak ditemukan. Semua adalah
pertanda tidak ada pihak yang bertanggung jawab dalam mengaplikasikan regulasi secara
benar serta minim monitoring dan evaluasi (monev) oleh pemerintah, pemda,
asosiasi dan lembaga swadaya terhadap potensi sampah plastik dan kondisi TPA. Pemerintah
serta pemda memiliki data tidak akurat, akhirnya menghasilkan kebijakan yang keliru serta
sesat.
Pada dasarnya hampir seluruh
TPA di Indonesia yang bermasalah ialah sampah organiknya. Masih menetapkan pola open dumping, sementara pola ini baiknya diberhentikan oleh pemda pada tahun 2013 silam. Akan tetapi hal ini menjadi masalah besar, yang menjadi masalah bukan sampah plastiknya. Tapi kebijakan "melarang produk
berbahan plastik serta ps-foam" yang tidak selaras dengan perundang-undangan.
Masalah kian memuncak karena pengelola industri daur ulang
plastik (DUP), NGO/LSM serta pemerhati sampah serta akademisi seakan
terpancing oleh isu plastik ramah lingkungan. Tidak hanya berdebat tentang
solusi atau "prasa plastik" saja dan teknologi pengolahan plastik seolah
menghilangkan substansi masalah yakni tata kelola sampah - waste management -
yang tidak selaras. Baiknya solusi sampah dibahas dengan holistik serta
mendasar. Sampah organik, anorganik serta
limbah (B3). Kenapa sampah plastik kurang ke TPA? Hal ini diakibatkan karena potensi
ekonomi dari sampah anorganik (plastik, kertas, kayu, besi dll) itu cukup menarik serta dicari industri daur ulang plastik di
Indonesia. Maka bisa dipastikan sampah anorganik sangat tipis
menyentuh TPA.
Keadaan ini adalah suatu bukti kebalik yakni sampah plastik bukan pemicu
atas penggunaan kantong plastik. Dengan
adanya sampah plastik kini menjadi bahan baku utama industri daur ulang melalui pemulung. Di tahap
awal Tempat Pembuangan sampah Sementara (TPS) kini mulai dipungut oleh pemulung
yang aktif, kemudian dipilah serta dipilih oleh para petugas angkut sampah ke
TPA, yang mereka pilah dalam perjalanan. Fenomena ini juga terjadi kesan byakni petugas angkut transportasi tidak mau sampah dipilah di rumah tangga dan/atau di kawasan timbulan sampah yang lainnya.
Implementasi program ini berupaya guna mengurangi sampah, khususnya sampah
plastik, di mana tujuan pengelolaan sampah ini terdiri dari pengurangan sampah serta penanggulangan sampah. Implementasi adalah suatu peristiwa aktivitas dalam rangka menghantarkan
kebijakan kepada masyarakat sehingga kebijakan tersebut dapat membawa hasil
sebagaimana mestinya (R.Syaukani, 2004). Rangkaian implementasi program pengurangan sampah meliputi:
Pertama, persiapan seperangkat peraturan lanjutan yang merupakan interpretasi dari
kebijakan tersebut; Kedua, mempersiapkan sumber daya guna menggerakkan kegiatan
implementasi termasuk yang ada didalamnya yakni sarana dan prasarana, sumber
daya keuangan serta tentu saja penetapan siapa yang mempertanggung jawabkan peaksanaan
kebijaksanaan tersebut; dan Ketiga, bagaimana menghantarkan kebijaksanaan
secara kongkrit ke masyarakat.
Proses implementasi
kebijakan sebenarnya bukan hanya terkait perilaku badan administratif yang
bertanggung jawab untuk pelaksanaan program serta memunculkan ketaatan pada
diri kelompok, melainkan menyangkut jaringan kekuatan politik, ekonomi, serta
sosial baik langsung ataupun tidak bisa memengaruhi perilaku dari seluruh pihak
yang terkait untuk menetapkan arah agar tujuan kebijakan publik dapat direalisasikan
sebagai hasil kegiatan pemerintah (Wahab, 2005). Sedangkan menurut (Mazmanian & Sabatier, 1983) makna
implementasi ialah memahami apa yang nyata terjadi setelah suatu program dinyatakan
berlaku atau dirancang yaitu fokus perhatian implemetasi kebijaksanaan, yakni
kejadian-kejadian serta rangkaian kegitan yang muncul setelah disahkannya
pedoman-pedoman kebijaksanaan negara, yang meliputi baik usaha-usaha untuk
mengadministrasikan ataupun guna memunculkan akibat/dampak nyata pada
masyarakat atau kejadian-kejadian.
Implementasi melibatkan
usaha dari policy makers guna
memengaruhi apa yang disebut �street
level bureaucrats� untuk mendapatkan pelayanan atau mengatur prilaku kelompok
sasaran (Dunn, 2000). Untuk kebijakan yang sederhana, implementasi
hanya melibatkan satu badan yang berfungsi sebagai implementor, seperti,
kebijakan pembangunan infrastruktur publik guna membantu masyarakat agar mempunyai
kehidupan yang layak, begitu juga sebaliknya untuk kebijakan makro, seperti,
kebijakan pengurangan kemiskinan di pedesaan, maka usaha-usaha implementasi
akan melibatkan berbagai institusi, seperti birokrasi kabupaten, kecamatan,
pemerintah desa. Dalam observasi langsung penulis di salah satu Mall Wilayah
Utara Kota Bogor, para konsumen berbelanja bahwa masih ada penggunaan plastik
di dalam pembelian bahan baku, ikan, daging, telur, sayuran basah, sehingga
menjadi sampah plastik yang diakumulasikan jumlahnya ada 650 ton sampah dalam
sehari, 5 persennya plastik dan 1,7 tonnya merupakan sampah plastik dari pusat
belanja modern yang akan terurai berabad-abad lamanya.
Metode
Penelitian
Metode penelitian ini menggunakan kualitatif
deskriptif yang akan menggambarkan analisis kebijakan publik dalam melaksanakan
peraturan pemerintah Kota Bogor Nomor 61 Tahun 2018 tentang Pengurangan Kantong
Plastik. Prinsip utama dalam analisis data ialah bagaimana menjadikan data atau
informasi yang telah dikumpulkan dan disajikan dalam bentuk uraian survey method, dan sekaligus memberikan
makna atau interpretasi sehingga informasi tersebut mempunyai signifikansi
ilmiah atau teoritis (Nasir, 2003). Dalam penelitian ini, data-data yang telah peneliti peroleh
kemudian dianalisis dengan menggunakan teknik analisis taksonomis (taxonomis analysis), yakni membentuk
analisis yang lebih merinci serta mendalam dalam membahas suatu tema atau pokok
permasalahan (Creswell, 2010).
Metode survei ialah penyelidikan yang dilangsungkan guna mendapatkan
fakta-fakta melalui gejala-gejala yang ada serta mencari keterangan-keterangan
secara faktual, baik perihal institusi sosial, ekonomi, atau politik dari suatu
kelompok ataupun suatu daerah yang diperoleh melalui FGD. Metode survei membedah, menguliti, menggali dan mengenal
masalah-masalah serta memperoleh pembenaran terhadap kondisi serta praktek-praktek
yang sedang berlangsung. Dalam metode survei juga dikerjakan evaluasi serta
perbandingan-perbandingan terhadap hal-hal yang telah dikerjakan orang dalam
menangani situasi atau masalah serupa dan hasilnya dapat dikenakan dalam pembuatan
rencana serta pengambilan keputusan di masa yang akan datang. Penyelidikan
dilakukan dalam kurun waktu yang sama terhadap jumlah individu atau unit, baik
secara sensus atau dengan sampel yang terdiri dari: Pelaku usaha Mall di
wilayah Bogor Utara, Petugas TPA, Dinas Kebersihan Kota Bogor, Dinas Lingkungan
Hidup serta tokoh masyarakat.
Hasil
dan Pembahasan
Penelitian sebelumnya
yang relevan berkaitan observasi atau kajian tentang penggunaan kantong
plastik, satu diantaranya di Bali oleh (Martin dan Lopez, 2015) terfokus pada tahap konsumsi manusia yang secara lebih signifikan,
tujuan dari penelitian ini untuk mencari informasi mengenai perilaku orang Bali
dalam mengkonsumsi botol serta kantong plastik habis pakai dan kesadaran mereka
akan dampak lingkungan yang diakibatkan dari konsumsi botol serta kantong
plastik habis pakai. Hasil penelitian yang diperoleh yakni Pertama, dibutuhkan
usaha yang lebih terkait penyediaan kantong alternatif selain kantong plastik, seperti
dengan insentif ekonomi dari pemerintah kepada supermarket yang menyediakan
kantong alternatif. Dan yang Kedua, fakta bahwa orang Bali makin sadar akan
masalah-masalah lingkungan berdasarkan pengalaman pribadi dapat menunjukkan
bahwa mereka mendapat pengaruh langsung atau sesuatu yang sering mereka lihat. Hal
ini menyiratkan bahwa diperlukan pendidikan sejak dini pada komunitas di Bali
agar menerapkan kebiasaan yang lebih ramah lingkungan (sustainable practices).
Sebagaimana berkaitan
dengan penerapan plastik sebagai konsumsi manusia, maka di Kota Bogor, mulai
menerapkan pengurangan plastik telah dilaksanakan mulai tahun 2018 yang telah
berhasil mengurangi kantong plastik sebanyak 120 Ton di penghujung Tahun 2019.
Program yang tertuang dalam Perwali Nomor 61 Tahun 2018 tentang Pengurangan
Sampah Kantong Plastik di 24 ritel dan pusat perbelanjaan. Dengan keberhasilan
program Bogor tanpa plastik (Botak) di pusat perbelanjaan serta ritel
dilanjutkan untuk mulai menerapkan Botak di 12 pasar tradisional Kota Bogor.
Di tahun 2019 ini sudah
merancang sosialisasi Program Botak ke Pasar Tradisional guna mengurangi sampah
plastik sesuai dengan visi program yaitu: kebijakan ini juga selaras dengan
tujuan kita menuju pasar bersih, Pelaksanaan sosialisasinya dilakukan bertahap
di masing-masing pasar dengan target waktu hingga Desember 2019 dan akan
diberlakukan serentak di semua pasar. Dalam pelaksanaan sosialisasi Program
Botak di pasar tradisional, pihak pemerintah mengundang para pedagang untuk
berdiskusi secara langsung terkait pelarangan penggunaan kantong plastik ini,
sehingga penerapan program tersebut di toko modern sebagai latihan awal
masyarakat dan kedepannya terbiasa membawa kantong daur ulang kemanapun
belanjanya. Apabila dikaitkan dengan hasil penelitian (Saraswaty et al., 2017) mennyimpulkan
bahwa baik konsumen maupun toko ritel modern tidak merasakan adanya perubahan
signifikan dari kebijakan ekonomi kantong plastik. Konsumen masih bersedia
membayar harga yang ditetapkan oleh pemerintah, dan sebagian besar toko ritel
modern memilih untuk tidak menerapkan kebijakan plastik berbayar. Sehingga kebijakan
plastik berbayar yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia melalui Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada periode 2016 menjadi kurang efektif dan
tidak berlanjut. Untuk pertimbangan berikutnya, kebijakan kantong plastik bisa
dilengkapi dengan penggunaan bahan alternatif untuk tas belanja dan juga cara
alternatif untuk.
Setelah
melihat apa yang telah dilakukan oleh tiga pihak yaitu peran pemerintah (regulator), peran usaha ritel (pebisnis)
serta peran masyarakat (konsumen), maka penerapan Peraturan Walikota Bogor Nomor 61 Tahun 2018 tentang
Pengurangan Sampah Plastik, masih meretas berbagai masalah penggunaan plastik
residu untuk bahan makanan siap saji, sosialisasi plastik sekali pakai belum
terealisasi dengan maksimal yang ditunjukkan 8 mall mulai menerapkan kebijakan
perwali dengan efektif; sisanya 4 mall belum efektif, hal ini menyebabkan
penurunan jumlah penggunaan kantong plastik residu belum dapat dilakukan dengan
menerapkan kebijakan pengurangan kantong plastik.
Adapun yang
menjadi pertanyaan besar (big question)
berikutnya adalah bagaimana dengan peran dari pemerintah, pebisnis ritel serta
masyarakat Indonesia terhadap upaya dalam menanggulangi dan mengantisipasi
residu sampah plastik terhadap lingkungan? Pemerintah
Pusat Indonesia melalui Kementrian Negara Lingkungan Hidup (KNLH) yang
menjalankan fungsi regulasi sudah menerapkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008
tentang Pengelolaan Sampah. Salah satu isi dari undang-undang tersebut adalah
memaksa para pebisnis ritel modern untuk membatasi penggunaan kantong plastik,
adanya petunjuk dan pedoman khusus berbentuk Peraturan Walikota Bogor Nomor 61
Tahun 2018 termasuk untuk membatasi penggunaan kantong plastik di sektor ritel.
Diharapkan pelaksanaan dari undang-undang tersebut efektif dapat dilaksanakan pada
tahun 2018. Sebenarnya upaya untuk menekan volume sampah plastik residu dan
pengelolaan sampah dapat dikomunikasikan oleh pemerintah sejak tahun 1970-an
dengan mengkampanyekan Program 3-R, yaitu Reduce
(membatasi/mengurangi), Reuse (memakai
ulang), dan Recycle (mendaur ulang).
Tetapi sangat disayangkan bahwa selama ini hanya wacana dan teori tapi aksinya
tidak ada (Silitonga, 2008).
Adanya
peraturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah agaknya �menggugah� minat dari para
pebisnis mall (pusat perbelanjaan) khususnya pasar modern untuk mulai menangkap
sinyal yang diberikan pemerintah di dalam turut serta dalam program pelestarian
lingkungan. Saat ini apabila konsumen berkunjung ke salah satu hipermarket
terkenal telah disediakan kantong kain yang bisa dibeli sebagai pengganti dari
kantong plastik. Meskipun demikian tampaknya masyarakat masih enggan untuk
mengeluarkan sedikit uang untuk membeli kantong kain tersebut dan lebih
�menikmati� menggunakan kantong plastik yang masih saja diberikan secara gratis
kepada setiap konsumen.
Banyak usaha mall
yang lain juga mulai melakukan edukasi akan program reuse (pemakaian ulang) kantong plastik kepada konsumen melalui
berbagai macam brosur ataupun stiker yang dipasang di dekat area kasir.
Meskipun belum terlihat hasil nyata tetapi paling tidak pebisnis juga turut
serta berpartisipasi dalam mensukseskan program pemerintah tersebut.Walaupun
demikian ada beberapa tantangan yang dihadapi oleh pengusaha mall di dalam
membatasi volume penggunaan kantong plastik yaitu:
a) Aturan teknis pelaksanaan Undang Undang Nomor 18 Tahun
2008 tentang pengelolaan sampah yang masih disusun membuat tidak semua peritel
modern mematuhi adanya UU baru tersebut karena tidak adanya sanksi yang jelas;
b) Kondisi persaingan mall yang ketat membuat pengusaha mall
lebih mengutamakan kenyaman konsumen dengan tetap memberikan fasilitas kantong
plastik gratis kepada konsumen;
c) Budaya konsumen Indonesia yang tidak mau repot dengan
membawa kantong plastik sekali pakai ataupun mengganti kantong plastik; kantong
kardus ataupun kantong kain.
d) Adanya persaingan tidak langsung dari pasar tradisional
yang jumlahnya sangat besar dan masih memberikan fasilitas kantong plastik
gratis kepada konsumen.
Apabila
pengusaha mall sudah memulai dengan beberapa program untuk membatasi penggunaan
kantong plastik, maka peritel pada pasar tradisional yang jumlahnya hampir 60%
dari total pasar yang ada masih membutuhkan waktu yang panjang untuk mulai
mengadaptasi adanya Undang Undang yang baru diterbitkan oleh Perwali Kota Bogor
tersebut. Hal ini disebabkan karena tidaklah mudah proses mengubah pola pikir
dari peritel tradisional yang rata-rata memiliki pendidikan rendah serta
wawasan dan kesadaran yang kurang terhadap lingkungan hidup. Jika ditilik
sejauh mana peran dari masyarakat dalam upaya membatasi konsumsi kantong plastik
dalam aktivitas belanja di mall wilayah utara Kota Bogor dapat merujuk pada
hasil survei yang dilakukan periode Bulan September-Nopember 2019 dengan
mewawancara 134 responden dari 214 responden. Mereka semua warga Kota Bogor
yang berbelanja ke supermarket dan menjadi tolok ukur penelitian dimana
responden tersebut dipilih secara acak melalui alat bantu aplikasi google-form. Responden yang menyatakan
sikap responsif terhadap program pengurangan sampah plastik mencapai 70,4
persen. Adapun alasan dari responden tersebut dapat diuraikan beberapa kriteria
sebagai berikut:
a) 20,4% menyatakan bahwa responden di wilayah utara Kota
Bogor sudah mengetahui tentang diet plastik, (indikator ketepatan kebijakan).
b) 31,5 % menyatakan Responden setuju terhadap kebijakan
pengurangan kantong plastik namun mereka belum terbiasa (indikator ketepatan
pelaksanaan)
c) 9,7 % Responden menyatakan belum pernah mendapatkan
penyuluhan tentang sosialisasi pengurangan kantong plastik di mall wilayah Kota
Bogor Utara (indikator ketepatan target)
d) 7,7 % Responden menyatakan bahwa alternatif penggangi
kantong plastik berupa s-foam,
kantong berbayar, kantong kardus, dinilai kurang efektif, karena tidak bisa
digunakan secara utuh bahkan membuat pengusaha merugi (indikator ketepatan
lingkungan)
e) Hanya sebagian kecil 1,2% responden yang menyatakan tidak
mengetahui tentang kebijakan pengurangan kantong plastik dan sisanya
dipengaruhi oleh faktor lainnya
Dari hasil
survey tersebut dapat diketahui bahwa kesadaran masyarakat untuk terbiasa menggunakan
plastik sekali pakai, atau plastik organik sebagai bagian dari tanggung jawab
di dalam mengurangi bahwa residu plastik dalam hal ini produk plastik dari
tercampurnya dengan limbah organik masih sangat kurang. Hal ini ditandai masih
rendahnya tingkat penyuluhan tentang sosialisasi pengurangan kantong plastik di
mall wilayah Kota Bogor Utara. Selain itu, hasil wawancara dengan informan
mengatakan bahwa:
�Perlu ada upaya komprehensif untuk mengurangi sampah
plastik di Kota Bogor, bukan sekadar memberlakukan kantong plastik berbayar di
sektor ritel. Penggunaan kantong plastik sudah sangat mengkhawatirkan. Sudah
seharusnya pemerintah, pelaku usaha, produsen dan konsumen bersinergi� (Hasil
wawancara dengan key informan, 18 Januari 2020)
�Pengurangan sampah kantong plastik seharusnya menjadi
kebijakan dan gerakan nasional yang menyeluruh dan serentak oleh pemerintah
pusat, bukan sporadis di masing-masing daerah. Namun belum menunjukkan
keseriusan dari pemerintah, seperti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,
Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian.� (Hasil wawancara dengan
key informan, 18 Januari 2020)
Pengurangan
kantong plastik, misalnya dengan memberlakukan kantong plastik berbayar,
seharusnya tidak hanya menyasar pelaku ritel modern, tetapi juga pasar-pasar
tradisional. Hal itu bisa dimulai dari Perusahaan Daerah setingkat PD Pasar;
sehingga bukan hanya kantong plastik saja, melainkan pembungkus plastik untuk
kemasan makanan, minuman, kosmetik dan lain-lain juga harus ramah lingkungan.
Sehingga sampah plastik pembungkus barang-barang konsumsi yang beredar di
masyarakat adalah sumber pencemaran lingkungan yang sebenarnya. Salah satu
upaya mendukung upaya pemerintah mengurangi sampah dan menangani sampah yakni
dengan kembali menerapkan kebijakan pengurangan Kantong secara bertahap mulai 1
Maret 2019. Ini adalah langkah nyata dari peritel modern untuk mengajak
masyarakat agar menjadi lebih bijak dalam menggunakan kantong belanja plastik
sekaligus menanggulangi dampak negatif lingkungan akibat sampah plastik di Kota
Bogor.
Tidak dapat
dibayangkan kondisi yang terjadi untuk masyarakat di daerah pedesaan atau
perkotaan kecil apabila hasil survey dari masyarakat perkotaan yang notabene
sudah lebih berpendidikan dan berwawasan saja masih belum �tergugah� dalam aktivitas
pelestarian lingkungan. Sebagai contoh bahwa hampir 70,4% masyarakat yang
berbelanja di supermarket atau mall tersebut tidak mengetahui secara jelas
alternatif apa yang bisa digunakan untuk mengganti bahan baku khusus untuk
konsumsi makanan atau Sembako. Selain itu masih banyak masyarakat yang terbiasa
membuang sampah plastik di jalan, selokan, Sungai Ciliwung (posisi wilayah
Utara). Kondisi ini juga sangat mudah dijumpai di perkotaan lainnya di
Indonesia dimana kesadaran masyarakat untuk membuang sampah plastik residu
masih sangat rendah. Mengubah budaya
masyarakat yang akrab sekali dengan kantong plastik tidak semudah membalikkan
telapak tangan.
�����������
Kesimpulan
Implementasi peraturan
walikota Bogor Nomor 61 Tahun 2018 tentang Pengurangan Kantong plastik masih
meretas permasalahan diantaranya rendahnya menanggulangi dan mengantisipasi
residu sampah plastik terhadap lingkungan; belum efektifnya sosialisasi
alternatif pengganti kantong plastik berbahan kardus atau kain; rendahnya animo
responden dalam melestarikan lingkungan; sikap setuju terhadap kebijakan namun tidak
dibarengi dengan kebiasan/belum terbiasa mengganti plastik; belum ada
alternatif kepastian pengganti plastik untuk bahan makanan siap saji dan
sembako; dan responden belum �tergugah�
dalam aktivitas pelestarian lingkungan dan kesadaran untuk terbiasa menggunakan
plastik sekali pakai, atau plastik organik sebagai bagian dari tanggung jawab
di dalam mengurangi bahwa residu plastik dalam hal ini produk plastik dari
tercampurnya dengan limbah organik masih sangat kurang. Sebagai catatan penting
dalam penelitian ini yaitu: Perlu ada upaya komprehensif untuk mengurangi
sampah plastik di Kota Bogor, bukan sekadar memberlakukan kantong plastik
berbayar di sektor ritel. Adanya keseriusan pemerintah dalam upaya pengurangan
sampah kantong plastik seharusnya menjadi kebijakan dan gerakan nasional yang
menyeluruh dan serentak oleh pemerintah pusat, bukan sporadis di masing-masing
daerah.
BIBLIOGRAFI
Creswell, J. W. (2010). Research Design Pendekatan
Kualitatif, Kuantitatif, Dan Mixed. In Research Design Pendekatan
Kualitatif, Kuantitatif, Dan Mixed ([Edisi Bah). Pustaka Pelajar.
Dunn, W. N. (2000). Pengantar Analisa Kebijakan Publik.
Gajah Mada Press.
Han, H., Hsu, L.-T. J., & Sheu, C. (2010). Application Of
The Theory Of Planned Behavior To Green Hotel Choice: Testing The Effect Of
Environmental Friendly Activities. Tourism Management, 31(3),
325�334.
Jayanti, N. D. (2013). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Green Purchasing (Survei Pada Pelanggan Tupperware Di Kota Malang). Jurnal
Administrasi Bisnis, 5(1).
Martin,
Javier., & Lopez, M. (2015). Social Preceptions of Single-Use Plastic
Consumption of The Balinese Population. Roseborg: Bachelor Thesis in
Natural Resources, Degree Programme in Sustainable Coastal Management, Novia
University of Applied Science.
Mazmanian, D. A., & Sabatier, P. A. (1983). Implementation
And Public Policy. Scott Foresman.
Nasir, M. (2003). Metode Penelitian. PT Ghalia
Indonesia.
R.Syaukani, H. (2004). Otonomi Daerah Dalam Kerangka
Negara Kesatuan. Pustaka Pelajar Offset.
Ritci, P. (2017). Penerapan Peraturan Menteri Perhubungan No.
4 Tahun 2005 Untuk Melaksanakan Pencegahan Polusi Laut Jenis Minyak Sebagai Upaya
Untuk Menjaga Ekosistem Peraian Indonesia. Syntax Literate; Jurnal Ilmiah
Indonesia, 2(5), 140�150.
Saraswaty, A. N., Saskara, I. A. N., & Suasih, N. N. R.
(2017). Re: Invitation Letter To Whom It May Concern.
Silitonga, L. T. (2008). Penggunaan Plastik Supermarket
Akan Dibatasi (Edisi-29 I).
Wahab, S. A. (2005). Analisis Kebijakan: Dari Formulasi Ke
Implementasi Kebijakan Negara. Bumi Aksara.
Lampiran:
-
Peraturan Walikota Bogor Nomor 61 Tahun 2018 Tentang Pengurangan Kantong Plastik