Syntax Literate : Jurnal Ilmiah
Indonesia p�ISSN: 2541-0849
e-ISSN : 2548-1398
Vol.
5, No.
3 Maret 2020
�
HUBUNGAN PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA
PUTRI TERHADAP KEJADIAN MENGHADAPI PREMENSTRUAL SYNDROME
Heny Puspasari
Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Cirebon
Email: [email protected]
Abstract
Adolescent reproductive health is a matter that must be considered by
each individual specifically the teenager himself. Because with attention will
appear affection will appear in the future and its generation. Thus there must
be knowledgeable about the health of adolescent regeneration to be avoided.
Premenstrual syndrome, a disease caused by routine and related to the menstrual
cycle, usually appears 7-10 days before menstruation and the elimination of
compilation begins. This research uses analytic observational research design
with cross-sectional is a study that discusses risk factors and influences, by
utilizing, observing or collecting data at any time (time approach).
Premenstrual syndrome was as many as 12 (85.7%) respondents who did not know
the knowledge of PMS. Because teenage lack of knowledge about
health education needs to be improved from health workers. While respondents who know the knowledge of PMS and do not have 14
(87.5%). They get health knowledge from schools and the internet as well
as updating from health workers.
Keywords: Reproduction, Observational, Premenstrual Syndrome
Abstrak
Kesehatan reproduksi pada remaja adalah suatu hal sangat harus
diperhatikan oleh setiap individu khususnya remaja itu sendiri. Karena
dengan perhatian akan muncul rasa sayang akan masa
depan dirinya dan generasinya. Dengan demikian harus adanya pengetahuan akan kesehatan reroduksi remaja guna menghindari. Premenstrual
syndrome yaitu suatu kondisi berupa gejala terjadi secara rutin dan berhubungan
dengan siklus menstruasi, gejala biasanya muncul 7-10 hari sebelum menstruasi
dan menghilang ketika menstruasi dimulai. Penelitian ini
menggunakan desain penelitian observasional analitik dengan cross sectional
adalah suatu penelitian yang mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor
risiko dan efek, dengan cara pendekatan, observasional
atau pengumpulan data sekaligus pada saat (point time approach). Adapun
hasil yang diperoleh hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi remaja putri
terhadap kejadian menghadapi premenstrual syndrome adalah sebanyak 12 (85,7%) responden yang cemas karena tidak mengetahui
pengetahuan PMS. Karena kurang tahunya remaja tentang
pendidikan kesehatan reproduksi dan kurangnya penyuluhan dari tenaga kesehatan.
Sedangkan responden yang mengetahui pengetahuan PMS dan tidak cemas terdapat 14
(87,5%). Mereka mendapatkan
pengetahuan kesehatan reproduksi dari sekolah dan internet serta penyuluhan
dari tenaga kesehatan.
Kata kunci : Reproduksi, Observasional, Premenstrual Syndrome
Pendahuluan
Kesehatan
reproduksi ialah
satu keadaan sejahtera fisik,
mental serta
social secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua
hal yang berhubungan
dengan system reproduksi, serta fungsi dan prosesnya �(Mubarak Ali, 2010).
Usia remaja merupakan usia beresiko (Rohaeni,
2017). Masa remaja adalah masa peralihan antara
masa kanak-kanak dan masa dewasa, yang dimulai pada saat terjadinya pematangan
seksual yaitu antar ausia 11 atau 12 tahun sampai dengan 20 tahun yaitu
menjelang masa dewasa muda
�(Mohammad Ali, 2009)
Masa
remaja dibagi menjadi 3 tahap yaitu remaja awal ,remaja tengah dan remaja
akhir.Remaja putri yang sudah memasuki masa pubertas yaitu ditandai dengan
berfungsinya ovarium dan mengalami menstruasi pertama (menarche).
Menstruasi
adalah pelepasan dinding rahim (endrometrium) yang disertai perdarahan dan
terjadi setiap bulannya kecualipadasaat kehamilan. Menstruasi yang terjadi
terus menerus disetiap bulannya disebut dengan siklus menstruasi.Menstruasi
biasanya terjadi pada usia 11 tahun dan berlangsung hingga menopause.
Normalnya, menstruasi berlangsung selama 3-7 hari (Arikunto, 2010).
Sebelum
mengalami menstruasi remaja putrid akan mengalami Premenstrual syndrome. Premenstrual syndrome (PMS) adalah suatu keadaan
dimana sejumlah gejala terjadi secara terus menerus serta berkaitan dengan
siklus menstruasi, gejala biasanya timbul 7-10 hari sebelum menstruasi serta
menghilang ketika menstruasi berlangsung. Gejala yang dapat ditemukan pada premenstrual syndrome adalah perubahan
fisik, perubahan suasana hati, dan perubahan mental �(Nugroho&Utama,
2014). Gejala yang timbul pada setiap individu berbeda namun gejala yang sering
terjadi adalah kelelahan, sifat lekas marah, bengkak abdominal, dada sakit,
suasana hati labil antara kesedihan dan kemarahan yang silih berganti serta
depresi.
Akibat adanya sindrom ini masih abstrak.
Beberapa teori menyebutkan antara lain karenafaktor hormonal yakni ketidak selarasan antara hormon estrogen
serta progesteron. hal ini
karena hormone esterogen yang berlebihan. para peneliti menyampaikan, kemungkinan yang akan terjadi
ialah terdapat kejanggalan
genetic pada sensitivitas reseptor serta
system pembawa pesan yang melaporkan
pengeluaran hormone seks kedalam
sel. Antara lain,
hal itu berkaitan
dengan gangguan perasaan, factor kejiwaan, masalah sosial, serta fungsi serotonin yang penderita alami.
Berdasarkan
laporan WHO (World Health Organization) 65,7% remaja putrid mengalami Premenstrual syndrome, Penelitian Delara
(2013) tentang Premenstrual syndrome,
menunjukkan bahwa di Indonesia 66,3% remaja dengan PMS ringan, 31,4% dengan PMS
sedang, dan 2,3% dengan PMS berat. Data dari PKPR Bandung menunjukan bahwa
remaja putri yang mengalami Premenstrual
syndrome 54,9%. (Suharsimi,
2005).
Pengetahuan
remaja tentang Premenstrual syndrome serta antisipasi pencegahan adalah stimulus yang diinginkan bisa membentuk pola perilaku remaja yang baik.
Dengan mengenali gejala gejala tentang syndrome haid diinginkan remaja berupaya guna mengatasinya dengan
benar bukan dengan membiarkannya.
Kurangnya
pengetahuan, pengalaman, dan juga kurangnya informasi yang dimiliki oleh wanita
terutama oleh remaja putri tentang premenstrual
syndrome dapat memperberat gejala-gejala yang timbul. Terkadang remaja
putrid mencoba mengatasi premenstrual
syndrome dan bersifat coba-coba tanpa adanya pengetahuan yang cukup dan
benar �(Suastina, Ticoalu, & Onibala, 2013).
Upaya
pemerintah untuk mengurangi terjadinya premenstrual
syndrome dengan cara memberikan penyuluhan dan bekerja sama dengan
puskesmas dengan memberikan pendidikan kesehatan reproduksi pada remaja putri (Dorland, 2019).
Berdasarkan
penilitian sebelumnya di SMK RISE KEDAWUNG Kabupaten Cirebon bahwa dari 10
remaja putri 6 diantaranya mengaku mengalami Premenstrual syndrome.
Remaja
yang mengaku mengalami menstruasi adalah remaja putrid tengah dan remaja akhir
yang sudah mengalami menstruasi sebelumnya sehingga mereka sudah mengetahui
tentang premenstrual syndrome yang
mereka alami.
Gejala-gejala
premenstrual syndrome terdiri atas
gangguan emosional berupa iritabilitas, Pada wanita dikatakan PMS jika
ditemukan 8 gejala yang sering muncul atau terjadi (Maulana, 2008).Gejala
psikologis yang paling umum adalah lekas marah, perasaan labil, dan mudah
menangis, sedangkan gejala fisik yang paling umum adalah kelelahan, nyeri payudara,
jerawat, dan perubahan nafsu makan dengan mengidam makanan.
Beberapa
faktor yang menyebakan terjadinya premenstrual
syndrome antara lain :Stres, status gizi, kebiasaan makan makanan tertentu,
aktifitas olahraga, merokok dan alcohol. Berdasarkan latar belakang tersebut
penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai Hubungan Pengetahuan
Kesehatan Reproduksi Remaja Putri Terhadap Kejadian Menghadapi Premenstrual Syndrome di SMK RISE
KEDAWUNG Tahun 2018 (Bungasari, Tendean,
& Suparman, 2015)
Hasil
studi pendahuluan oleh Riski Nurul Prajati pada tahun 2014 bahwa remaja yang
kurang memiliki pengetahuan tentang kesehatan reproduksi sebanyak 73,3%, dan
tingkat kecemasan yang mereka hadapi sebanyak 65%.� Dan dikatakan yakni ada hubungan pengetahuan kesehatan
reproduksi remaja putri terhadap kejadian menghadapi Premenstrual Syndrome,
dibuktikan dengan nilai signifikan sebesar o.oo3 (p<5%).
Berdasarkan
latar belakang, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian iniadalah
�Adakah Hubungan Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Remaja Putri Terhadap
Kejadian Menghadapi Premenstrual Syndrome
di SMK RISE KEDAWUNG Tahun 2018.
Metode Penelitian
Penelitian ini
menggunakan desain penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross
sectional ialah
suatu penelitian guna
mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko dengan efek, dengan metode pendekatan,
observasional dan
pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time approach). (Notoatmodjo,
2010).
Variabel
penelitian merupakan
sesuatu yang berupa
apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk digeluti sehingga memperoeh informasi tentang hal
tersebut, kemudian di tarik, kesimpulannya.
Dalam penelitian ini terdapat dua variable yaitu variable bebas dan variable
terikat.Variabel bebas pada penelitian ini ialah pengetahuan premenstrual syndrome dan
variable terikatnya adalah kecemasan remaja putri saat mengalami premenstrual syndrome di SMK Rise
Kedawung.
Alat pengumpulan data yang dipergunakan untuk mengukur tingkat
pengetahuan remaja putri tentang
premenstrual
syndrome adalah data
primer yang berupa kuesioner yang diberikan kepada siswi. Kuesioner adalah daftar pernyataan-pertanyaan yang sudah tersusun dengan baik,
matang, dimana responden telah memberikan jawaban atau dengan memberikan kode-kode tertentu.
Hasil dan Pembahasan
Tabel Distribusi
Responden Hubungan Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Remaja Putri Terhadap
Kejadian Menghadapi Premenstruan Syndrome
Tabel 1 Distribusi
Responden
Pengetahuan PMS |
Kecemasan Pada Saat PMS |
Jumlah |
Pvalue |
||||
Cemas |
Tidak Cemas |
||||||
N |
% |
N |
% |
N |
% |
||
Tidak Mengetahui |
12 |
85,7% |
2 |
14,3% |
14 |
100% |
0,001 |
Mengetahui |
2 |
12,5% |
14 |
87,5% |
16 |
100% |
|
Jumlah |
14 |
46,7% |
16 |
53,3% |
30 |
100% |
Hasil Analisis
Hubungan Pengetahuan PMS (Premenstrual Syndrome) Dalam Mengatasi
Kecemasan Saat PMS diperoleh bahwa ada sebanyak 12 (85,7%) responden yang cemas
karena tidak mengetahui pengetahuan PMS. Sedangkan responden yang mengetahui
pengetahuan PMS dan tidak cemas terdapat 14 (87,5%). Hasil uji chi-square
diperoleh nilai pvalue =
0,001 (<0,05) maka dapat disimpulkan bahwa ada Hubungan Pengetahuan PMS (Premenstrual
Syndrome) Dalam Mengatasi Kecemasan Saat PMS di SMK RISE Kedawung.
Berdasarkan
hasil penelitian yang telah dilakukan, maka peneliti akan membahas sebagai
berikut:
Berdasarkan
Tabel 1 menunjukan hubungan
pengetahuan kesehatan reproduksi remaja putri terhadap kejadian premenstrual
syndrome di SMK Rise
Kedawung adalah sebanyak 12 (85,7%) responden yang cemas karena
tidak mengetahui pengetahuan PMS. Karena kurang tahunya remaja tentang
pendidikan kesehatan reproduksi dan kurangnya penyuluhan dari tenaga
kesehatan.Sedangkan responden yang mengetahui pengetahuan PMS dan tidak cemas
terdapat 14 (87,5%). Mereka mendapatkan pengetahuan kesehatan reproduksi dari
sekolah dan internet serta penyuluhan dari tenaga kesehatan.
Premenstrual syndrome
merupakan sekelompok gejala yang
terjadi dalam fase luteal dari siklus haid. Nama lain PMS ialah PreMenstrual Tension
yang merupakan kumpulan gejala fisik, psikologis, serta emosi yang berhubungan dengan siklus
menstruasi perempuan.
Sindrom premenstruasi ialah
kumpulan gejala yang muncu
saat menjelang haid yang mengakibatkan
gangguan pada pekerjaan serta
gaya hidup seseorang.
Sementara
itu gejala-gejala berupa
mudah tersinggung, mudah marah, depresi, sensitif,
cengeng, cemas, susah konsentrasi, bingung, sulit
istirahat, serta
merasa kesepian masuk ke dalam psychologic symptoms. Secara fisik timbul juga
gejala sakit kepala, payudara bengkak serta terasa keras, nyeri punggung, nyeri
perut dan rasa penuh, bengkak pada kaki serta tangan, mual, nyeri otot serta
persendian. Dickerson menyampaikan
sebagai physical symptoms.
Sekitar
80 hingga 95 % perempuan antara 16-45 tahun mengalami gejala-gejala
premenstruasi yang bisa mengganggu.
Kesimpulan
Berdasarkan
hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, tentang �Hubungan
Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Remaja Putri Terhadap Kejadian Menghadapi
Premenstrual Syndrome�. Maka dapat disimpulkan bahwa hubungan pengetahuan
kesehatan reproduksi remaja putri terhadap kejadian menghadapi premenstrual
syndromeadalahsebanyak12
(85,7%) responden yang cemas karena tidak mengetahui pengetahuan PMS. Karena
kurang tahunya remaja tentang pendidikan kesehatan reproduksi dan kurangnya
penyuluhan dari tenaga kesehatan. Sedangkan responden yang mengetahui pengetahuan
PMS dan tidak cemas terdapat 14 (87,5%). Mereka mendapatkan pengetahuan
kesehatan reproduksi dari sekolah dan internet serta penyuluhan dari tenaga
kesehatan.
Diharapkan dapat
mengembangkan penelitian yang lebih lanjut mengenai hubungan pengetahuan
kesehatan reproduksi remaja putri terhadap kejadian menghadapi premesntrual
syndrome dan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber bacaan untuk
penelitian selanjutnya.
BIBLIOGRAFI
Ali, Mohammad. (2009). Psikologi Remaja. Jakarta: Bumi
Aksara.
Ali, Mubarak. (2010). Psikologi Remaja Perkembangan
Peserta Didik. Jakarta: BumiAksara.
Arikunto, Suharsimi. (2010). Prosedur penelitian.
Jakarta: rineka cipta.
Bungasari, Septa Ayu, Tendean, Hermie M. M., & Suparman,
Eddy. (2015). Gambaran sindroma prahaid pada remaja. E-CliniC, 3(1).
Dorland, W. A. Newman. (2019). Kamus kedokteran dorland.
EGC.
Maulana, Mirza. (2008). Penyakit kehamilan dan pengobatannya.
Yogyakarta: Kata Hati.
Notoatmodjo, Soekidjo. (2010). Metodologi penelitian
kesehatan. Jakarta: rineka cipta.
Rohaeni, Ela. (2017). Pengaruh Program Pusat Informasi dan
Konseling Kesehatan reproduksi remaja (PIK-KRR) terhadap pengetahuan kesehatan
reproduksi remaja pada siswa kelas VIII di SMPN 1 baleendah. Syntax Literate;
Jurnal Ilmiah Indonesia, 2(7), 40�52.
Suastina, I. Dewa Ayu Rai, Ticoalu, Hanny, & Onibala,
Franly. (2013). Pengaruh pendidikan kesehatan terhadap tingkat pengetahuan
siswi tentang SADARI sebagai deteksi dini kanker payudara di SMA Negeri 1
Manado. Jurnal Keperawatan, 1(1).
Suharsimi, Arikunto. (2005). Manajemen penelitian. Jakarta:
Rineka Cipta.