Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia p�ISSN: 2541-0849 e- ISSN: 2548-1398


Vol. 8, No. 7, Juli 2023

 

KARAKTERISTIK IBU YANG MELAHIRKAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) DI RSUD SANJIWANI GIANYAR, BALI

 

Gede Krishna Mahatama Kornia, Pande Ayu Naya Kasih Permatananda*, I Gusti Ngurah Suryantha, Asri Lestarini

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Warmadewa, Indonesia

Email: [email protected], [email protected], [email protected], [email protected]

 

Abstrak

Menurut World Health Organization (WHO), Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) didefinisikan sebagai bayi yang lahir dengan berat kurang dari 2500 gram dan memiliki mortalitas 20 kali lebih tinggi dibandingkan dengan bayi dengan berat lahir normal. BBLR merupakan masalah yang sangat kompleks dan memberikan kontribusi terhadap kesehatan yang buruk. Indonesia merupakan negara berkembang yang menempati urutan ketiga sebagai negara dengan prevalensi BBLR tertinggi. Karakteristik ibu merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kejadian BBLR seperti usia ibu, paritas, riwayat penyakit ibu, komplikasi kehamilan, serta pekerjaan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik ibu apa saja yang dapat melahirkan bayi dengan BBLR di RSUD Sanjiwani Gianyar Tahun 2020 � 2021. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif Cross sectional dengan metode pengumpulan data sekunder yaitu rekam medis secara retrospektif. Hasil penelitian meliputi frekuensi bayi dengan berat lahir rendah didapatkan sebanyak 79%, sangat rendah 17%, dan extreme rendah 4%. Dari 100 sample ibu yang melahirkan bayi dengan BBLR didapatkan lebih dari 50% ibu memiliki karakteristik beresiko yaitu primipara dan grande multipara, umur kehamilan preterm, dan memiliki komplikasi kehamilan. Hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi dasar diselenggarakan upaya promotive dan preventif untuk menekan kejadian BBLR.

 

Kata Kunci: BBLR, Ibu, Paritas, Umur Kehamilan, Komplikasi Kehamilan.

 

Abstract

According to the World Health Organization, low birth weight (LBW) babies are defined as babies born weighing less than 2500 grams and have a mortality rate 20 times higher than babies with normal birth weight. LBW is a very complex problem and contributes to poor health. Indonesia is a developing country that ranks third as a country with the highest prevalence of LBW. Maternal characteristics are one of the factors that influence the incidence of LBW such as maternal age, parity, history of maternal disease, complications of pregnancy, and occupation. The purpose of this

 


 

study was to find out the characteristics of mothers who can gave birth to babies with LBW at Sanjiwani Gianyar Hospital in 2020-2021. This research is a cross-sectional descriptive study with a secondary data collection method or retrospective method. The results of the study included the frequency of babies with low birth weight as much as 79%, very low 17%, and extreme low 4%. For a sample of 100 mothers, it was found that more than 50% of mothers had risk characteristics, namely primipara and grande multipara, preterm gestational age, and had pregnancy complications. The results of this study are expected to be the basis for implementing promotive and preventive efforts to reduce the incidence of LBW.

 

Keywords: Low Birth Weight, Mother, Parity, Gestational Age, Pregnancy Complication.

 

Pendahuluan

Mengutip dari World Health Organization (WHO), BBLR atau bayi berat lahir rendah didefinisikan sebagai bayi yang terlahir dengan berat badan kurang dari normal yakni kurang dari 2500 gram, dimana bayi yang terlahir dengan BBLR ini akan mengalami mortalitas yang lebih tinggi hingga 20 kali lipat dari bayi pada umumnya yang lahir dengan berat normal. Melihat dari pernyataan tersebut tidak bisa kita hindari bahwa BBLR merupakan suatu masalah kehamilan yang tergolong kompleks dan sangatlah berpengaruh terhadap kesehatan bayi hingga masa pertumbuhannya cenderung buruk. Dari 20 juta bayi yang lahir di seluruh dunia per tahunnya dikutip dari United Nations Children�s Fund (UNICEF) terdapat 15,5% jumlah bayi yang terlahir dengan BBLR, namun angka ini semakin tinggi dikalangan negara berkembang yang mencapai 95,6% kelahiran bayi dengan BBLR per tahunnya (UNICEF & WHO, 2019). Indonesia yang merupakan salah satu negara yang masih berkembang dan memiliki prevalensi BBLR yang tinggi pula yakni sebesar 10,2% berdasarkan data yang diperoleh oleh Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2013 (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013).

Persentase AKB (Angka Kematian Bayi) atau neonatal cukup tinggi yakni sebanyak 30,3% disebabkan oleh BBLR. Bayi premature dan BBLR cenderung memiliki resiko yang lebih besar mengalami kematian ataupun komplikasi perinatal, kelainan kongenital, gangguan tumbuh kembang, gangguan perilaku dan juga neurodevelopmental disorder(Anggraini & Septira, 2016; Aryastuti et al., 2020). Hal inilah yang dapat juga mempengaruhi penilaian APGAR Score yang dimana bayi mengidap BBLR memiliki nilai APGAR yang dibawah rata-rata yakni 4,83 hingga 5,55. Pada awal kehidupan seharusnya dipantau secara intensif karena sewaktu-waktu berat badan bayi dapat turun drastis hingga 10% yang disebabkan oleh ekskresi cairan ekstravaskuler yang berlebihan karena prematuritas yang terjadi pada beberapa organ yang menyebabkan efek jangka panjang berupa stunting dan bertubuh pendek (Anggraini & Septira, 2016; Cahyawati & Permatananda, 2022). Data pada profil Dinas Kesehatan kabupaten Gianyar jumlah bayi yang dilahirkan dengan BBLR tercatat sebanyak 233 dengan Angka Kematian Neonatal


 

(AKB) pada tahun 2020 masih terbilang tinggi dengan 4.8/1000 kelahiran hidup (Dinas Kesehatan Kabupaten Gianyar, 2020).

Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terhadap kejadian BBLR yakni faktor ibu, faktor janin serta faktor plasenta. Karakteristik ibu merupakan salah satu faktor penting yang berpengaruh sangat signifikan terhadap kejadian BBLR seperti usia ibu, status gizi, paritas, tingkat pendidikan, pekerjaan. Usia ibu yang beresiko adalah Ibu dengan usia Primimuda yang berkisar < 20 tahun dan Primitua yakni > 35 Tahun. Semakin cukup usia sang Ibu saat mengandung maka tingkat kematangan dan kekuatan baik fisik maupun psikis akan semakin kuat berpikir dan bekerja. Gizi yang tidak tercukupi pada ibu hamil dapat meningkatkan risiko dan menyebabkan komplikasi pada ibu yang mengandung antara lain: pendarahan, anemia, terkena penyakit infeksi berat badan ibu bertambah secara normal dan sesuai (Herlina et al., 2021).

Paritas merupakan kuantitas kehamilan yang dapat melahirkan janin yang selamat saat persalinan dan bertahan hidup diluar rahim, Paritas yang dapat menimbulkan resiko untuk melahirkan BBLR adalah saat ibu baru pertama kali mengandung dan mempengaruhi kondisi kejiwaan atau mental sang ibu dan kondisi Kesehatan janin yang dikandungnya. Namun lain halnya dengan paritas yang optimal yang terdapat pada paritas 2-4, pada paritas ini ibu telah dianggap memiliki pengalaman dalam mengandung dan melahirkan sebelumnya sehingga ibu dapat dikatakan lebih siap secara kejiwaan dan mampu menjaga kehamilan serta lebih siap dan siaga dalam menghadapi persalinan yang akan dihadapi, selain itu jarak paritas juga mampu mempengaruhi dari kejadian BBLR, dimana jarak paritas yang baik untuk kesehatan ibu serta anak adalah diatas 2 - 5 tahun, semakin pendek jarak kehamilan maka resiko yang akan dialami oleh sang ibu akan semakin tinggi hingga dapat mengakibatkan kejadian preeklampsia hingga dapat melahirkan bayi premature ataupun BBLR (Monita et al., 2016).Tingkat pendidikan ibu juga akan memengaruhi pada gaya hingga kualitas hidup. Semakin tinggi pendidikan orang tuanya maka makin baik status gizi anak yang dikandung sehingga akan terhindar dari kurang gizi atau KEK, anemia dan faktor - faktor lain yang dapat memicu terjadinya BBLR (Dewvi et al., 2020; Humairah, 2017). Studi ini merupakan studi deskriptif untuk mengetahui karakteristik ibu yang melahirkan bayi BBLR di RSUD Sanjiwani Gianyar pada tahun 2020-2021. Studi ini diharapkan dapat memperkuat teori mengenai karakteristik ibu yang melahirkan bayi dengan berat lahir rendah (BBLR) dan juga dapat menjadi data dasar untuk penelitian kausatif dan pelengkap studi epidemiologi.

 

Metode Penelitian

Desain penelitian yang digunakan merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan cross-sectional. Pengumpulan data menggunakan metode retrospektif, yang dilakukan untuk mengkarakterisasi ibu yang melahirkan dengan bayi BBLR di RSUD Sanjiwani Gianyar. Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa rekam medis ibu


 

yang melahirkan bayi BBLR di RSUD Sanjiwani Gianyar pada tahun 2020-2021. Kriteria inklusi meliputi ibu melahirkan bayi dengan berat badan lahir <2500 gram dan memiliki data yang lengkap berupa usia ibu, umur kehamilan, paritas, penyakit ibu, komplikasi kehamilan, dan berat bayi saat lahir). Apabila bayi yang lahir merupakan bayi kembar (gemelli) maka data tersebut akan dikeluarkan dari penelitian.

Untuk menentukan besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini, digunakan rumus besar sampel untuk uji cross-sectional dengan proporsi kasus dianggap 0.5 atau 50%, sehingga sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah 96 yang dibulatkan menjadi 100 sample. Analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa deskriptif untuk menggambarkan karakteristik masing-masing variabel.

 

Hasil dan Pembahasan

Penelitian ini berjalan setelah mendapatkan surat izin penelitian no 070/6150/RSU dan dinyatakan laik etik dengan no 49/PEPK/III/2022. Pengumpulan data berlangsung selama 1 bulan dengan menggunakan data rekam medis beserta buku register VK RSUD Sanjiwani Gianyar. Pada penelitian ini terdapat 63 sampel ibu yang melahirkan bayi dengan BBLR pada tahun 2020 dan 67 sampel ibu melahirkan bayi BBLR pada tahun 2021 sehingga total jumlah ibu yang melahirkan bayi BBLR pada tahun 2020-2021 sejumlah 140 sampel, 27 sampel diantaranya tidak memiliki catatan rekam medik yang lengkap sehingga didapatkan 113 sampel yang memenuhi kriteria untuk menjadi sampel penelitian. Berikutnya peneliti menggunakan 100 sampel dari 113 sampel yang memenuhi kriteria dan pemilihan 100 sampel menggunakan metode consecutive sampling. Alur pengumpulan sampel tertuang pada gambar berikut.


 

 

 

Gambar 1. Flowchart pengumpulan sample penelitian

 

Tabel 1.

Distribusi dan Proporsi Bayi BBLR berdasarkan Karakteristik Berat Badan Lahir

No

Kategori

Frekuensi

Persentase

1

BBLR

1500- 2499 gram

 

79

 

79%

2

BBLSR

1000 � 1499 gram

 

17

 

17%

3

BBLER

>1000 gram

 

4

 

4%

 

Total Sampel

100 Sampel

100%

 

Berdasarkan tabel 1, dari 100 sampel yang didapatkan dari rekam medik dan buku register RSUD Sanjiwani didapatkan frekuensi BBLR dengan rentang berat 1500 � 2499 gram sebanyak 79% (n=79), BBLSR dengan rentang berat 1000 � 1499 gram didapatkan frekuensi sebanyak 17% (n=17), dan BBLER dengan berat dibawah 1000 gram didapatkan frekuensi sebanyak 4% (n=4). Pada penelitian ini didapatkan rata-rata bayi lahir�� yakni 1914 gram dengan nilai minimal 800 gram dan maksimal 2499 gram, berat lahir yang sering terlihat pada data adalah 2400 gram dengan simpang baku 474,5.


 

Pada data yang telah ditemukan di RSUD Sanjiwani dengan rentang waktu 2020 � 2021 ditemukan bahwa ibu yang melahirkan Bayi Berat Lahir Sedang Rendah (BBLSR) dengan kisaran berat 1000 � 1499 gram memiliki beberapa faktor yang berkaitan dengan karakteristik ibu yang melahirkan bayi BBLR dengan memiliki komplikasi kehamilan dan memiliki usia kehamilan yang belum cukup matang sehingga mengakibatkan kurangnya nutrisi yang disalurkan ke bayi serta pengaruh komplikasi kehamilan seperti yang sudah dijelaskan diatas juga mempengaruhi kelahiran bayi dan menyebabkan bayi mengidap BBLSR, sedangkan pada data yang ditemukan sebanyak 4 % dari subjek penelitian di RSUD Sanjiwani tahun 2020 � 2021 melahirkan bayi dengan Berat Badan Lahir Extreme Rendah yang jika dihubungkan dengan karakteristik ibunya didapatkan bahwa sang ibu memiliki riwayat penyakit dan komplikasi kehamilan yang berujung dengan terlahirnya bayi dengan berat lahir <1000 gram atau BBLER yang dipengaruhi oleh faktor ibu yang telah disebutkan, hal tersebut mempengaruhi dari usia kehamilan ibu dan memburuknya komplikasi kehamilan yang dialami yang disebabkan oleh riwayat penyakit ibu itu sendiri.

 

Tabel 2.

Distribusi dan Proporsi Ibu yang Melahirkan Bayi BBLR berdasarkan Usia Ibu Saat Melahirkan

No

Kategori

Frekuensi

Persentase

1

Tidak Beresiko

20-35 tahun

 

74

 

74%

2

Beresiko

<20 tahun atau >35 tahun

 

26

 

26%

 

Total Sampel

100 Sampel

100%

 

Pada tabel 2, didapatkan berdasarkan usia ibu, berat bayi, dan usia kehamilan. Pada karakteristik usia ibu didapatkan usia minimum 14 tahun dan usia maksimum 51 tahun dengan rata-rata usia ibu 29 tahun, dengan nilai tengah usia 28 tahun dengan usia paling banyak terlihat usia 26 tahun (STD 7,3). Berdasarkan diagram diatas dapat diketahui bahwa dari 100 sampel yang didapatkan dari data rekam medik serta buku register di RSUD Sanjiwani dengan usia ibu saat melahirkan dimulai dari 14 tahun hingga 51 tahun ini dengan frekuensi terbanyak sebesar 74% (n=74) pada ibu dengan usia ≥ 20 tahun dan ≤ 35 tahun termasuk dalam kategori tidak beresiko, sedangkan 26% (n=26) dari 100 sampel termasuk dalam kategori dengan rentang usia < 20 tahun dan > 35 tahun. Pada data yang telah dikumpulkan di RSUD Sanjiwani Gianyar terdapat 74 orang yang tidak beresiko diantaranya 62 ibu yang mengalami Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR), 8 ibu diantaranya melahirkan Bayi Berat Lahir Sangat Rendah dan 4 ibu lainnya melahirkan Bayi Berat Lahir Ekstrem Rendah. Sedangkan pada 26 ibu yang beresiko diantaranya 17 ibu yang


 

melahirkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), 9 ibu diantaranya melahirkan Bayi Berat Lahir Sangat Rendah dan tidak ada ibu yang melahirkan Bayi Berat Lahir Ekstrem Rendah.

Hal ini didukung oleh penelitian yang dilaksanakan oleh Herlina pada tahun 2017 yang menjelaskan bahwa semakin cukup usia ibu saat mengandung maka tingkat kematangan dan kekuatan baik fisik maupun psikis semakin kuat untuk berfikir dan juga bekerja, dimana ibu dengan usia 20 tahun akan memiliki resiko lebih tinggi untuk melahirkan bayi berat lahir rendah yang dikarenakan oleh ketidaksiapan fisik, dikarenakan ibu yang hamil di bawah usia 20 tahun masih mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan baik pada organ reproduksi maupun pertumbuhan dan perkembangan secara keseluruhan yang dimana akan terjadi suatu kompetisi dari pasokan nutrisi dari asupan ibu untuk pertumbuhan ibu hamil sendiri maupun bayi dalam kandungannya sehingga dengan terbaginya nutrisi yang masuk antara ibu dan bayi maka sangat besar kemungkinan ibu dengan usia dibawah 20 tahun untuk melahirkan bayi dengan berat badan kurang dari standar semestinya. Selain itu pada usia kurang dari 20 tahun organ reproduksi dari ibu hamil baik itu rahim dan psikis dari sang ibu belum cukup matang untuk mengandung, dikarenakan rahim ibu masih dalam masa penyempurnaan dan pematangan hingga siap untuk mengandung di umur 20 atau lebih dan pada bayi berat lahir rendah akan terjadi beberapa komplikasi kongenital baik secara fisik maupun mental bayi tersebut (Herlina, 2017; Supanji et al., 2022). Secara psikis seorang ibu yang mengandung dengan usia dibawah 20 tahun masih bisa tergolong remaja ini akan kesulitan mengendalikan baik dari aspek sosial maupun ekonomi yang dialaminya sehingga pada saat mengandung ibu hamil yang berusia dibawah 20 tahun dapat mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan nutrisinya (Herlina, 2017). Selain itu, kehamilan di usia 35 tahun ke atas dapat sangat beresiko dikarenakan terjadinya penurunan fungsi organ baik itu pembuluh darah dan penurunan produksi hormon estrogen dan progesterone serta fungsinya yang mempengaruhi pengaliran nutrisi dari ibu ke bayi dan juga mempengaruhi induksi persalinan oleh hormon progesteron yang sedikit dan mengakibatkan bayi lahir dengan belum cukup bulan (<37 minggu) yang berpengaruh pada berat bayi yang dilahirkan (Haryanti & Amartani, 2021; Supanji et al., 2022).

 

Tabel 3.

Distribusi dan proporsi ibu yang melahirkan bayi BBLR berdasarkan paritas

No

Kategori

Paritas

Frekuensi

Persentase

 

 

Primipara

(Paritas 0 - 1)

 

50

 

50%

1

Beresiko

 

 

 

 

 

Grande Multipara

(Paritas 5)

2

2%


 

 

2

 

Tidak beresiko

Multipara

(Paritas 2- 4)

 

48

 

48%

 

Berdasarkan tabel 3 dari 100 sampel, didapatkan frekuensi ibu dengan paritas beresiko (paritas 1 dan >4) memiliki jumlah frekuensi 52% (n=52) yang dapat dibagi menjadi golongan primipara dengan persentase 50% dan grandemultipara dengan presentase 2% dari keseluruhan sampel, sedangkan untuk ibu dengan paritas 2 hingga 4 atau golongan multipara yang termasuk dalam kategori tidak beresiko memiliki jumlah frekuensi dan persentase sebanyak 48% (n=48). Pada penelitian ini didapatkan nilai tengah paritas berada pada angka 1,5 dengan rata-rata 1,8 serta nilai minimal 1, nilai maksimal 5 dan paritas yang paling banyak terlihat pada penelitian adalah paritas 1 dengan simpang baku 0,97.

Mengutip dari penelitian yang telah dilakukan oleh Rani P pada tahun 2018 dijelaskan bahwa ibu yang mengandung pertama kali beresiko lebih tinggi untuk melahirkan bayi dengan berat lahir rendah dikarenakan sang ibu belum memiliki pengalaman dalam mengandung sehingga dapat mempengaruhi dari kondisi jiwa ibu yang akan berefek pada nutrisi dan tumbuh kembang janin dalam kandungan, hal tersebut dapat dibuktikan dengan data yang tersedia pada tabel 3 bahwa ibu yang mengandung pertama kali cenderung melahirkan bayi dengan berat badan rendah. Sedangkan pada ibu yang mengandung lebih dari 4 kali atau bisa disebut dengan grande multipara juga memiliki resiko yang bisa terbilang tinggi dikarenakan kondisi sering melahirkan baik dengan janin dalam keadaan hidup ataupun mati akan mempengaruhi fungsi alat reproduksi serta gizi yang disalurkan oleh ibu ke janin itu sendiri, hal tersebut dipengaruhi oleh otot rahim yang mulai melemah serta jaringan parut yang terbentuk melalui proses persalinan yang terlalu sering sehingga mempengaruhi pembentukan plasenta serta penempelannya yang menjadi hal utama dalam penyaluran nutrisi dari ibu ke janin (Permatahati, 2018; Supanji et al., 2022).

 

Tabel 4.

Distribusi dan Proporsi Ibu yang Melahirkan Bayi BBLR berdasarkan Umur Kehamilan

No

Kategori

Frekuensi

Persentase

1

Tidak beresiko

Aterm 37 minggu

 

 

 

35

35%

2

Beresiko

Preterm <37 minggu

 

 

 

65

65%

 

Total Sampel

100 Sampel

100%


 

Berdasarkan 100 sampel yang didapatkan dan dipresentasikan pada table 4 dapat dilihat bahwa pada RSUD Sanjiwani didapatkan 35% (n=35) dari keseluruhan sampel termasuk dalam kategori tidak berisiko dengan usia kehamilan 37 minggu, namun pada 65% (n=65) data didapatkan ibu dengan usia kehamilan yang termasuk dalam kategori berisiko dengan usia kehamilan <37 minggu. Pada penelitian ini didapatkan nilai tengah pada usia kehamilan pada angka 35 minggu dan rata-rata 33,7 dengan nilai minimal 14 minggu serta nilai maksimal 41 minggu, usia kehamilan yang paling banyak terlihat pada penelitian ini adalah usia kehamilan 39 minggu . Pada hasil penelitian ini didapatkan simpang baku sebesar 5,3.

Bayi yang lahir dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu atau kurang bulan pada umumnya disebabkan oleh ketuban pecah dini (KPD) ataupun lepasnya plasenta bayi yang prosesnya lebih cepat daripada seharusnya, hal ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan dan pertumbuhan janin karena kurangnya waktu gestasi sehingga nutrisi yang seharusnya terpenuhi pada trisemester ketiga akhir kurang memadai untuk janin sehingga kebutuhan nutrisi untuk mematangkan organ maupun pertumbuhannya akan terhambat mengingat janin akan tumbuh secara pesat (Ariana et al., 2013).

Kelahiran dari bayi yang menderita BBLR dapat dikatakan berhubungan dengan usia kehamilan sang ibu saat melahirkan. Umur kehamilan ini dapat dikategorisasi menjadi 3 yakni trimester 1 pada usia kehamilan berkisar 1 - 12 minggu merupakan trimester atau fase yang paling rentan atau rawan bagi ibu dimana pada masa ini sang ibu biasanya akan mengalami morning sickness berupa keinginan untuk muntah pada pagi hari yang menyebabkan sang ibu kesulitan untuk makan guna memenuhi nutrisi bayi dalam kandungannya, pada trimester inilah sang bayi pun bertumbuh kembang dan organ vital nya akan mulai terbentuk, jika pada trimester pertama ini bayi kekurangan nutrisi dari sang ibu maka kemungkinan besar bayi akan terlahir dengan menderita BBLR dan beberapa ketidaksempurnaan organ vital karena nutrisi yang kurang. Namun pada trimester kedua yakni berkisar dari usia kehamilan 13 minggu hingga 24 minggu akan terjadi penyempurnaan organ bayi dalam kandungan, pada usia kehamilan ini biasanya sang ibu akan diberikan beberapa pencegahan untuk menghindari komplikasi kehamilan yang berguna untuk melancarkan proses persalinan untuk melahirkan bayi yang sehat (Proverawati, 2010; Wiadnjana et al., 2020).

Gangguan penyakit ibu maupun komplikasi kehamilan ini berpengaruh juga terhadap usia kehamilan ibu saat melahirkan, karena semakin terjadi banyak komplikasi yang menyusahkan proses persalinan ataupun tumbuh kembang bayi maka semakin pula besar kemungkinan terjadi gangguan pada air ketuban dan terjadi kontraksi lahir sehingga bayi terlahir tidak sesuai dengan prediksi awal yang berpengaruh terhadap nutrisi bayi yang belum terpenuhi secara optimal dikarenakan premature sehingga menimbulkan kelahiran BBLR (Maghfira, 2019). Seperti pada data pada penelitian ini, yaitu kebanyakan ibu yang melahirkan bayi BBLR di RSUD Sanjiwani adalah ibu dengan usia kehamilan memasuki


 

trimester ketiga yang berkisar antara 25 - 38 minggu yang mana pada trimester ini ukuran janin membesar dan kedudukan bayi biasanya kepala bayi sudah mendekati pelvis (Maghfira, 2019).

 

Tabel 5.

Distribusi dan Proporsi ibu yang melahirkan bayi BBLR berdasarkan penyakit ibu

No

Penyakit

Frekuensi

1

Human Immunodeficiency Virus

(HIV)

3

2

Diabetes Melitus

6

3

Asthma

2

4

Cardiomegaly

1

5

Hypoalbuminemia

2

6

Pneumonia

1

7

Vertigo

1

8

Hipertensi

5

9

Parkinson

1

 

Total

22

 

Dari 100 sampel yang telah dikumpulkan didapatkan frekuensi ibu yang tidak memiliki riwayat penyakit termasuk dalam kategori tidak beresiko untuk melahirkan bayi dengan BBLR sebanyak 78% (n=78) dari keseluruhan data, sedangkan pada 22% (n=22) lainnya memiliki riwayat penyakit yang termasuk dalam kategori beresiko untuk melahirkan BBLR. Pada penelitian ini seperti yang ditampilkan pada tabel 4 terdapat 22 ibu yang melahirkan bayi BBLR memiliki riwayat penyakit seperti HIV, diabetes melitus tipe 2, asthma, cardiomegaly, hipoalbumin, pneumonia, vertigo, hipertensi serta Parkinson. Pada ibu yang memiliki riwayat HIV terdapat sebanyak 3%, diabetes melitus tipe 2 sebanyak 6%, asthma sebanyak 2%, cardiomegaly sebanyak 2%, hipoalbumin sebanyak 2%, pneumonia sebanyak 1%, vertigo sebanyak 1%, hipertensi sebanyak 5% dan Parkinson

sebanyak 1%.

Pada penelitian yang telah dilakukan didapatkan sampel ibu yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang melahirkan bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Hal ini didukung dari hasil penelitian yang dilakukan Xiao pada tahun 2015 bahwa ibu yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) memiliki risiko dua kali lebih besar untuk melahirkan bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) yang disebabkan oleh Ketuban Pecah Dini (KPD). Dalam penelitiannya pun menyebutkan bahwa paparan dari Human Immunodeficiency Virus (HIV) sangat rentan menyebabkan tanda - tanda stunting salah satunya Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) (Xiao et al., 2015).


 

Dalam penelitian lainnya pun mengatakan bahwa ada kemungkinan seorang ibu yang sedang mengandung dapat mengalami gangguan kekebalan tubuh atau penurunan imunitas (immunocompromised) dan jika disertai dengan infeksi HIV maka keadaan ini akan semakin meningkatkan probabilitas terjadinya BBLR. Infeksi saluran reproduksi akan lebih sering terjadi jika sang ibu terinfeksi HIV yang diakibatkan oleh penurunan imunitas (Permatananda, 2022; Tanton et al., 2011).

Studi ini juga menunjukkan bahwa diabetes melitus merupakan penyakit ibu terbanyak yang dialami oleh ibu yang melahirkan BBLR. Diabetes Melitus merupakan suatu kondisi medis yang banyak menyebabkan komplikasi dalam kehamilan (Pemayun et al., 2022). Kondisi glikemik pada ibu yang sedang mengandung akan meningkatkan risiko terjadinya preeklampsia yang merupakan salah satu faktor besar yang mengakibatkan terjadinya BBLR. Pasien yang menderita Diabetes Melitus Tipe II pada saat masa gestasi ini juga dapat berisiko lebih tinggi untuk melahirkan bayi kurang bulan atau prematur (Grandi et al., 2015).

 

Tabel 6.

Distribusi dan Proporsi ibu yang melahirkan berdasarkan komplikasi kehamilan

No

Komplikasi Kehamilan

Frekuensi

Persentase

1

Preeklampsia

25

25%

2

Anemia

35

35%

3

Hidromnion

2

2%

4

KPD

15

15%

 

Pada 100 sampel yang telah dikumpulkan terdapat 67% (n=67) ibu dengan komplikasi kehamilan melahirkan BBLR, sedangkan pada 33% (n=33) lainnya terdapat ibu yang melahirkan BBLR namun tidak memiliki komplikasi kehamilan. Pada tabel 5 didapatkan hasil ibu yang mengalami preeklampsia sebanyak 25%, mengalami kejadian anemia sebanyak 35%, gemelli 7%, hidromnion 2%, ketuban pecah dini (KPD) 15%.

Berdasarkan data yang telah diambil didapatkan bahwa komplikasi dengan frekuensi terbanyak pada ibu yang melahirkan bayi BBLR di RSUD Sanjiwani Gianyar adalah anemia dan preeklampsia. Preeklampsia yang merupakan kelainan multisistemik ini dapat terjadi selama masa kehamilan dan ditandai oleh tekanan darah yang tinggi atau bisa disebut dengan hipertensi, proteinuria dimana terdapat kadar protein lebih pada urin ibu hamil semasa kehamilan dan juga dapat terjadi edema. Preeklampsia ini dapat berhubungan dengan kegagalan remodelling arteri spiralis yang berakibat ke hipoksia dan iskemia dari plasenta ibu yang mengandung sehingga dapat berpengaruh pada perkembangan bayi dan


 

pasokan oksigen dari suplai darah sang ibu. Sedangkan anemia merupakan kurangnya pasokan sel darah merah pada ibu yang mengandung akibat kurangnya asupan zat besi pada nutrisi ibu yang berpengaruh sangat signifikan terhadap imunitas ibu yang mengandung yang menyebabkan komplikasi penyakit lainnya yang dapat mempengaruhi tumbuh kembang janin dan pasokan oksigen ke janin. Dimana hal tersebut dapat juga mempengaruhi dari kondisi kelahiran bayi yang dikandung yang akan mengakibatkan bayi mengalami baik itu Bayi Berat Lahir Rendah atau BBLR ataupun neonatal asphyxia (Dewina et al., 2018).

 

Kesimpulan

Bayi dengan berat lahir rendah (BBLR) biasanya dilahirkan oleh ibu dengan karakteristik yang beresiko. Demikian pula dengan penelitian ini, sebagian besar bayi BBLR di RSUD Sanjiwani Gianyar lahir dari ibu dengan paritas yang beresiko yaitu primipara dan grande multipara, umur kehamilan preterm, dan memiliki komplikasi kehamilan. Selain memberikan data dasar untuk penelitian selanjutnya, penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar upaya promotive dan preventif untuk mengurangi kejadian BBLR dan menurunkan angka kematian neonatus.


 

BIBLIOGRAFI

 

Anggraini, D. I., & Septira, S. (2016). Nutrisi bagi Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) untuk Mengoptimalkan Tumbuh Kembang. Majority, 5(3), 151�155.

 

Ariana, D. N., Sayono, & Kusumawati, E. (2013). Faktor Risiko Kejadian Persalinan Prematur. Jurnal Unimus.

 

Aryastuti, A. A. S. A., Cahyawati, P. N., & Permatananda, P. A. N. K. (2020). Cadre Training in Managing Toddler Mother Classes in Kerta Payangan Village , Cadre Training in Managing Toddler Mother Classes in Kerta Payangan Village , Gianyar. WARDS 2019: Proceedings of the 2nd Warmadewa Research and Development Seminar (WARDS), 27 June 2019, Denpasar-Bali, Indonesia, October. https://doi.org/10.4108/eai.13-12-2019.2298895.

 

Cahyawati, P. N., & Permatananda, P. A. N. K. (2022). Pendampingan Kader Posyandu Desa Kerta dalam Penerapan Gizi Seimbang dan Pemantauan Tumbuh Kembang Anak. Warmadewa Minesterium Medical Journal, 1(3), 56�61.

 

Dewina, M., Putri, N. Y., & Sugiarto, H. (2018). Karakteristik Ibu yang Melahirkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di Puskesmas Wilayah Pantura Kabupaten Indramayu Tahun 2017. Jurnal Kesehatan Indra Husada, 6(2), 60�70.

 

Dewvi, P. A. S., Permatananda, P. A. N. K., & Wandia, I. M. (2020). Hubungan Antara Lingkar Lengan Atas dan Kadar Hemoglobin Ibu dengan Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah di Beberapa Puskesmas Bali Utara. Jurnal Bidan Komunitas, 5(1), 1�6.

 

Dinas Kesehatan Kabupaten Gianyar. (2020). Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Gianyar tahun 2020.

 

Grandi, C., Tapia, J. L., & Cardoso, V. C. (2015). Impact of maternal diabetes mellitus on mortality and morbidity of very low birth weight infants : a multicenter Latin America study , ଝଝ . Jornal de Pediatria, 91(3), 234�241. https://doi.org/10.1016/j.jped.2014.08.007.

 

Haryanti, Y., & Amartani, R. (2021). Gambaran Faktor Risiko Ibu Bersalin Diatas Usia 35 Tahun. Jurnal Dunia Kesmas, 10(3), 372�379.

 

Herlina. (2017). Gambaran Karakteristik Ibu dan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Mandor. Universitas Muhammadiyah Pontianak.

 

Herlina, N., Nawangsari, S., Harahap, R. K., Ekowati, E., & Asmarany, A. I. (2021). Pengembangan Skrining Deteksi Resiko Kehamilan Berdasarkan Kriteria Keadaan dan Kondisi Ibu Hamil. Jurnal Aisyah : Jurnal Ilmu Kesehatan, 6(3), 439�445.


 

https://doi.org/10.30604/jika.v6i3.536.

 

Humairah, R. F. (2017). Hubungan Paritas Dan Pendidikan Ibu Dengan Kejadian Berat Bayi Lahir Rendah ( Bblr ) Dirumah Sakit Umum Daerah Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2016. Politeknik Kesehatan Kendari.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2013). Riset Kesehatan Dasar 2013. Maghfira, D. A. (2019). Hubungan Faktor Risiko pada Angka Kejadian Berat Bayi Lahir

Rendah (BBLR) di RSI Harapan Anda Kota Tegal. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

 

Monita, F., Suhaimi, D., & Ernalia, Y. (2016). Hubungan usia, jarak kelahiran dan kadar hemoglobin ibu hamil dengan kejadian berat bayi lahir rendah di rsud arifin achmad provinsi riau. Jom FK, 3(1), 1�17.

 

Pemayun, T. G. A. D., Budhitresna, A. A. G., & Permatananda, P. A. N. K. (2022). Gambaran Tingkat Aktivitas Fisik dan Kejadian Obesitas pada Civitas Akademika Universitas Warmadewa , Bali. Jurnal Pendidikan Tambusai, 6(2), 8526�8532.

 

Permatahati, R. (2018). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) Di Wilayah Puskesmas Kecamatan Tanjung Priok Jakarta Utara Tahun 2018. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Binawan.

 

Permatananda, P. A. N. K. (2022). An 8-year-old Marasmic Boy with Miliary Tuberculosis: Case Report. International Research Journal of Pharmacy and Medical Sciences, 5(6), 13�17.

 

Proverawati, A. (2010). BBLR (Berat Badan Lahir Rendah). Nuha Medika.

 

Supanji, I. M. W., Budayasa, A. A. R., Permatananda, P. A. N. K., Cahyawati, P. N., & Aryastuti, A. A. S. A. (2022a). Relationship Between Maternal Age, Education, and Parity in The Incidence of Spontaneous Abortion in Bali. Science Midwifery, 10(4), 3091�3095.

 

Supanji, I. M. W., Budayasa, A. A. R., Permatananda, P. A. N. K., Cahyawati, P. N., & Aryastuti, A. A. S. A. (2022b). Relationship Between Maternal Age , Education , and Parity in The Incidence of Spontaneous Abortion in Bali. Science Midwifery, 10(4).

 

Tanton, C., Weiss, H. A., Goff, J. Le, Changalucha, J., Rusizoka, M., Everett, D., Ross, D. A., Belec, L., Hayes, R. J., & Watson-jones, D. (2011). Correlates of HIV-1 Genital Shedding in Tanzanian Women. PLos One, 6(3), e17480. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0017480.

 

UNICEF, & WHO. (2019). UNICEF-WHO Low Birthweight estimates: Levels and trends


 

2000-2015.

 

Wiadnjana, I. G. P., Yanti, M. R. R., & Permatananda, P. A. N. K. (2020). Nutritional Status of Reproductive Women Who Follow Vegetarian Diet in Badung Regency. November. https://doi.org/10.4108/eai.11-2-2020.2302019.

 

Xiao, P., Zhou, Y., Chen, Y., Yang, M., Song, X., & Shi, Y. (2015). Association between maternal HIV infection and low birth weight and prematurity : a meta-analysis of cohort studies. BMC Pregnancy and Childbirth, 15(246), 1�11. https://doi.org/10.1186/s12884-015-0684-z.

 

Copyright holder:

Gede Krishna Mahatama Kornia, Pande Ayu Naya Kasih Permatananda*, I Gusti Ngurah Suryantha, Asri Lestarini (2023)

First publication right:

Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia

This article is licensed under: