Eksistensi Hukum Pembuatan Akta Perjanjian Kawin di Hadapan Notaris Menurut Ketentuan Pasal 147 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPERDATA)
Abstract
Penelitian ini bertujuan Untuk mengetahui hal-hal apa saja yang dituangkan dalam perjanjian kawin yang dibuat dihadapan notaris serta untuk menganalisis apakah akibat hukum jika perjanjian kawin yang telah dibuat oleh notaris tidak dipatuhi dan dilanggar oleh salah satu pihak (suami atau istri). Tipe penelitian ini adalah tipe Hukum empiris, yaitu suatu metode penelitian yang mana dalam hal ini mengabungkan unsur hukum normatif yaitu melihat unsur normatif didukung dengan penambahan data atau unsur empiris. Penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan, Aturan dalam UU Perkawinan, UUD RI 1945, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan,Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Hasil Penilitian menunjukan bahwa perjanjian perkawinan harus dibuat dengan akta Notaris dengan ancaman kebatalan. Hal itu dimaksudkan agar perjanjian perkawinan dituangkan dalam bentuk akta autentik, karena mempunyai konsekuensi luas dan dapat menyangkut kepentingan keuangan yang besar sekali. Pasal 147 KUHPerdata juga menyebutkan, perjanjian perkawinan harusdibuat sebelum perkawinan dilangsungkan. Setelah perkawinan dilangsungkan, perjanjian perkawinan dengan cara bagaimanapun tidak dapat diubah dan Akibat hukum jika perjanjian kawin yang telah dibuat oleh notaris tidak dipatuhi dan dilanggar oleh salah satu pihak (suami atau istri) perjanjian perkawinan harus dibuat sebelum perkawinan dilangsungkan dan perjanjian tersebut harus dibuat di hadapan Notaris, jika tidak dilakukan di hadapan Notaris, maka perjanjian tersebut batal. perjanjian tersebut dituangkan dalam bentuk akta otentik yang mempunyai kekuatan pembuktian yang kuat: Memberikan kepastian hukum tentang hak dan kewajiban suami-isteri atas harta benda mereka, mengingat perjanjian perkawinan mempunyai akibat yang luas; Untuk membuat perjanjian perkawinan dibutuhkan seseorang yang benar-benar menguasai hukum harta perkawinan dan dapat merumuskan semua syarat dengan teliti.
Downloads
References
Ardhiwisastra, Yudha Bhakti. (2000). Penafsiran dan konstruksi hukum. Alumni. Google Scholar
Basyir, Ahmad Azhar. (1999). Hukum perkawinan islam. Google Scholar
Djais, Mochammad. (2006). Hukum Harta Kekayaan Dalam Perkawinan. Semarang: Fakultas Hukum Universitas Diponegoro. Google Scholar
Jakarta, Pustaka Buana. (2016). Kitab Lengkap Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pustaka Buana. Jakarta. Google Scholar
Kenedi, John. (2020). Buku: Perjanjian Perkawinan. IAIN Bengkulu Press. Google Scholar
Limbong, Panal Herbet, Siregar, Syawal Amry, & Yasid, Muhammad. (2022). Pengaturan Hukum Dalam Pembagian Harta Bersama Perkawinan Menurut Hukum Perdata Yang Berlaku Saat Ini Di Indonesia. Jurnal Retentum, 3(1), 213–229. Google Scholar
Manan, Abdul, & Jauhari, Iman. (2003). Aneka masalah hukum materiel dalam praktek peradilan agama. Pustaka Bangsa Press. Google Scholar
Prawirohamidjojo, R. Soetojo. (2002). Pluralisme Dalam Perundang-Undangan Perkawinan Di Indonesia Cetakan 3. Surabaya: Airlangga University Press. Google Scholar
Rini, Mike. (2016). Perlukah Perjanjian Pranikah? Dikutip Dari Danareksa. Com Tanpa Halaman. Google Scholar
Satrio, John, Perjanjian, Hukum, & Penerbit, P. T. (1992). Citra Aditya Bakti. Bandung.
Soekanto, Soerjono. (2007). Penelitian hukum normatif: Suatu tinjauan singkat. Google Scholar
Tavinayati, Tavinayati. (2016). Urgensi Perjanjian Pra Nikah Bagi Calon Suami Isteri. Google Scholar
Wiki, Bahasa Indonesia. (2002). Undang-undang dasar negara republik Indonesia tahun 1945. Google Scholar
Copyright (c) 2023 Hidayah Madaul, Rusdin Alauddin, Baharuddin Baharuddin
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.